PELAYAN PEREMPUAN SEBAGAI DAYA TARIK PEL

PELAYAN PEREMPUAN SEBAGAI DAYA TARIK
PELANGGAN WARUNG KOPI CETHOT
(Studi Tentang Keterlekatan Antara Pelayan Dan Pelanggan
Di Warung Kopi Cethot Kabupaten Tulungagung)

JURNAL
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosiologi
Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Dengan Minat Sosiologi Ekonomi

Oleh:
M. FEBY FAJRIN CLOEDIANSYAH
0811213013

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

 


JURNAL PENELITIAN

PELAYAN PEREMPUAN SEBAGAI DAYA TARIK
PELANGGAN WARUNG KOPI CETHOT

Disusun Oleh:
M. Feby Fajrin Cloediansyah
Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya
2013

ABSTRACT

The shape embededness happened between servant women and customers at
the coffee shop cethot was analyzed. The purpose of this study was to analyze the
process of formation of embededness between waitress and customer in a coffee shop
cethot Serut village.
To meet these objectives, the study uses the concept embededness consisting

of three proportions that economic action is social action, economic action in its
social in situations economic and institutions in construction social. There is also a
concept in embededness Oversocialized and Undersocialized where this concept
would explain the motivation waitress job in selecting and running. The method uses
qualitative case study approach. Informants were selected using purposive techniques.
Sources of data obtained through observation, interviews, and documentation.
The result showed that embededness that occurs between the customer and the
café maid cethot due to continuous interaction between servant women with the
customers so as to form a embededness between waitress and customer in a coffee
shop cethot.
Keywords: Embededness, Female Waitress, Customer, Coffee shop cethot

PENDAHULUAN
Pada kenyataannya warung kopi
bukan sekedar tempat untuk didatangi
diwaktu luang maupun meluangkan
waktu untuk didatangi, tetapi juga
merupakan salah satu sarana yang

 


efektif untuk bersosialisai. Selain itu
warung kopi merupakan salah satu
tempat dimana orang-orang berbagi
informasi dan memperoleh informasi
dari berbagai macam aktivitas
kehidupan sehari-hari dan sebagai



tempat
berdiskusi
mulai
dari
kehidupan beragama, politik, ekonomi,
bisnis dan lain-lain. Dapat dikatakan
pembicaraan di warung kopi mulai
dari yang sangat penting hinggga yang
sama sekali tidak penting terjadi di
warung kopi.

Di berbagai daerah warung kopi
selalu di didatangi oleh lelaki. Hal ini
juga terlihat jelas di berbagai kedai
kopi yang ada di Tulungagung, hampir
sebagian besar pelangganya adalah
laki-laki.
Bahkan
dalam
hal
penyebutan nama warung kopi pun
terjadi kecenderungan menggunakan
nama laki-laki, misalkan saja beberapa
contoh nama warung kopi yang cukup
popular di telinga para penikmat kopi
Tulungagung itu adalah warung kopi
Waris, warung kopi Soden, warung
kopi Pak Yun, dan beberapa warung
kopi lain yang menggunakan nama
laki-laki pemilik warung tersebut.
Dengan kecenderungan seperti ini tak

salah rasanya jika beberapa pemilik
warung kopi memilih menggunakan
jasa perempuan seksi dan cantik
sebagai pelayan untuk menarik lakilaki sebagai pengunjung dominan
warung kopi. Karena para pemilik
warung kopi beranggapan bahwa
hampir setiap laki-laki memiliki
ketertarikan terhadap perempuan,
Para
penikmat
kopi
Tulungagung pun mempunyai sebutan
khusus buat warung kopi dengan
pelayan-pelayan seksi beserta servis
ekstra ini, mereka biasa menyebutnya
dengan sebutan warung Kopi Cethot
atau warung kopi genit. sebutan ini
biasa dipakai karena di warung kopi
ini pengunjung diperkenankan untuk


 

Nyethot1. Pada kenyataannya sebagian
masyarakat yang datang ke warung
kopi tidak hanya datang, duduk,
ngobrol, dan minum kopi saja, namun
didalamnya terdapat suatu proses
interaksi sebagai daya tarik individu
untuk datang ke warung kopi
(Maspram, 2010:3). Hal inilah yang
menjadikan sebagian masyarakat yang
memiliki modal mendirikan warung
kopi dengan menghadirkan perempuan
sebagai daya tariknya. Namun, di
warung kopi Cethot ini perempuan
tidak hanya sebatas daya tarik saja,
melainkan terdapat suatu fenomena
kegenitan yang menyebabkan warung
kopi Cethot ini laris dikunjungi oleh
kaum laki-laki. Konsep keterlekatan

yang dikemukakan oleh Granovetter
dapat digunakan sebagai alat analisis
dalam mengkaji hubungan antara
pelayan wanita dengan pelanggan
warung kopi Cethot. Perhatian
tersendiri
oleh
Granovetter,
mengajukan
keterlekatan
yang
digunakan
untuk
menjelaskan
fenomena perilaku ekonomi dalam
hubungan sosial, yaitu tindakan
ekonomi yang disituasikan secara
sosial dan melekat dalam jaringan
sosial
personal

yang
sedang
berlangsung di antara para aktor.
Tindakan tersebut tidak terbatas
terhadap tindakan aktor individual
sendiri tetapi juga mencakup perilaku
ekonomi yang lebih luas, dan
kesemuanya terpendam dalam suatu
jaringan hubungan sosial. Tindakan
yang dilakukan oleh anggota jaringan
adalah terlekat karena ia diekspresikan
                                                             
1

 Mencubit ringan atau mencolek di bagian
pinggang ataupun paha para pelayannya. 



dalam interaksi dengan orang lain.

Selanjutnya, Granovetter menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan jaringan
hubungan
sosial
adalah
suatu
rangkaian hubungan yang teratur atau
hubungan sosial yang sama di antara
individu-individu atau kelompokkelompok. Hasil penelitian yang
dilakukan
oleh
Granovetter,
memperlihatkan bahwa kuatnya suatu
ikatan
keterlekatan
memudahkan
seseorang untuk menciptkan suatu
hubungan yang saling membutuhkan
(Granovetter,
dalam

Damsar,
1997:48).
Bagi
sebagian
masyarakat,
warung kopi Cethot memang terdengar
asing,
karena
pada
umumnya
masyarakat awam mengetahui warung
kopi yang menjual minuman kopi
adalah warung kopi. Namun bagi
masyarakat Tulungagung khususnya di
Desa Serut nama warung kopi Cethot
ini tidaklah terdengar asing lagi.
Warung-warung kopi ini di asumsikan
oleh sebagian besar masyarakat
sebagai
warung

kopi
yang
menghadirkan
perempuan
cantik
berpakaian seksi sebagai pelayannya.
Berbeda dengan warung kopi
pada umumnya, di dalam warung kopi
Cethot kita tidak akan di suguhkan
dengan tempat yang menarik bahkan
kadang terlihat membosankan dan
tidak begitu nyaman. Meski tempatnya
terletak di desa, para pengunjung
warung ini justru jauh lebih ramai dari
warung kopi yang ada di kota. Dari sisi
rasa dan aroma kopi yang disajikan,
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
warung-warung kopi yang ada di
Tulungagung. Namun, keberadaan

 

pramusaji cantik dengan dandanan
yang menarik perhatian pengunjung
itulah yang membuat warung kopi
Cethot digemari pengunjung.
LANDASAN TEORI
Granoveter menjelaskan bahwa
yang dimaksud keterlekatan adalah
merupakan tindakan ekonomi yang
disituasikan secara sosial dan melekat
dalam jaringan sosial personal yang
sedang berlangsung diantara para aktor
(pelaku) ekonomi. Pelaku ekonomi
yang dimaksud adalah tidak hanya
terbatas pada tindakan aktor (pelaku)
individual saja, tetapi juga mencakup
perilaku ekonomiyang lebih luas,
seperti penetapan harga dan institusiinstitusi ekonomi, yang ada dalam
suatu jaringan sosial adalah suatu
rangkaian hubungan yang teratur atau
hubungan sosial yang sama diantara
individu-individu atau kelompokkelompok Kegiatan-kegiatan dalam
proses
produksi,
distribusi,dan
konsumsi sangat banyak dipengaruhi
oleh keterlekatan orang dalam
hubungan sosial. Ide dasar aliran
pemikiran ini dapat dirujuk kepada
tiga proposisi utama yang diajukan
oleh Swedbergh dan Granoveter yaitu
(Granoveter dan Swedbergh, dalam
Damsar, 2009:142). :
1.

Tindakan
ekonomi
adalah
tindakan sosial.
2.
Tindakan ekonomi disituasikan
secara sosial.
3.
Institusi-institusi
ekonomi
dikontruksikan secara sosial.
Memahami
proposisi
yang
pertama, tindakan ekonomi sebagai
bentuk dari tindakan sosial yaitu



tindakan ekonomi dapat dipandang
sebagai suatu tindakan sosial sejauh
tindakan tersebut memperhatikan
tingkah laku orang lain. Seperti dalam
sebuah interaksi sosial atau hubungan
sosial
yang
terjadi
dalam
memperhatikan orang lain, berbicara
dengan mereka, memikirkan mereka
dan memberi senyuman kepada
mereka.  Aktor selalu mengarahkan
tindakannya kepada perilaku orang
lain melalui makna-makna yang
terstruktur. Ini menjelaskan bahwa
tindakan
aktor
selalu
menginterpretasikan
kebiasaankebiasaan, adat, dan norma-norma
yang dimiliki dalam sistem hubungan
sosial yang sedang berlangsung. Jadi
sebenarnya setiap tindakan individu
yang terjadi dalam situasi sosial,
merupakan sebuah gambaran tindakan
yang telah pernah ada sebelumnya
pada diri individu seperti kebiasaan
yang pernah dilakukan (Granovetter,
Damsar, 2009 : 32).
Granovetter
memberikan
sebuah argumentasi bahwa tindakan
ekonomi sebagai gambaran dari suatu
garis kontinum, dengan tindakan sosial
sebagai keseimbangannya. Kutub
pertama dari kontinum tersebut adalah
tindakan manusia yang taat kepada
aturan dari sistem nilai dan norma
yang berkembang secara konsensus
yang diinternalisasi melalui sosialisasi.
Sehingga aktor selalu mengarahkan
tindakannya menurut aturan dari nilai
dan norma yang diinternalisasi. Kutub
lain dari kontinum dijelaskan oleh
Granovetter yaitu tindakan aktor atau
aktor
bertindak
berdasarkan
kepatuhannya
terhadap
pilihan

 

rasional. Dari dua argumen yang telah
dilontarkan tentang tindakan aktor,
secara keseluruhan Granovetter tidak
setuju dengan dua model tersebut
(Granovetter 1992, Dalam Damsar
2009 :140).
Granovetter
menegaskan
bahwa tindakan aktor lebih melekat
kedalam hubungan sosial konkrit yang
sedang berlangsung. Ini berarti bahwa
aktor mendefinisikan situasi sosialnya
terlebih dahulu, sebelum menanggapi
orang lain. Penjelasan Granovetter
dalam hal ini menjelaskan proposisi
yang kedua yaitu tindakan ekonomi
disituasikan secara sosial. Dalam
sebuah situasi sosial, tindakan
ekonomi para aktor terlekat dalam
jaringan hubungan sosial personal
yang sedang berlangsung dari para
actor tersebut (Granovetter, Dalam
Damsar 2009 :142).
Proposisi
yang
ketiga,
pemahaman tentang institusi ekonomi
sebagai konstruksi sosial Granovetter
mengacu menurut argumentasi Berger
dan luckman. Menurutnya, institusi
ekonomi bukan suatu jenis dari
seperangkat realitas eksternal yang
kelihatan. Namun merupakan hasil
kreasi sosial yang terjadi secara
perlahan, dan akhirnya menjadi kiat
tindakan melakukan sesuatu. Apabila
suatu
institusi
muncul
dalam
keberadaanya, orang mengarahkan
tindakannya
kepada
seperangkat
aktivitas yang dikenakan hukuman
oleh aktor (Granovetter, Damsar 2009
:144).



Intitusi yang dimaksudkan
disini tidak sama dengan apa yang
sering
disebut
lembaga
yang
mempunyai
konotasi
sebagai
organisasi. Institusi adalah aturan main
dari suatu masyarakat atau Negara atau
organisasi, atau batasan-batasan yang
diciptakan
manusia
untuk
menstrukturkan
interaksi
antar
manusia. Sedangkan organisasi atau
lembaga adalah pemain atau pelaku
kelompok individu yang terkait oleh
keinginan bersama untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu. Institusi sosial
merupakan pengikat yang mengikat
individu-individu dengan organisasi,
yang mengatur perilaku didalam
organisasi atau antar organisasi.
Institui meliputi institusi formal dan
inormal. Institusi formal adalah aturanaturan yang digunakan oleh setiap
figure otoritas untuk membentuk
perilaku tertentu. Ini meliputi aturanaturan tertulis seperti konstitusi,
kontrak,
undang-undang,
dan
sebagainya. Institusi informal adalah
aturan-aturan yang digunakan oleh
setiap individu untuk membentuk
perilaku (sosial) mereka. Aturanaturan ini biasanya tidak tertulis, tetapi
diinternalisasikan secara pribadi atau
sosial atau dapat diterima umum
sebagai perilaku yang dikehendaki
bersama. Aturan-aturan informal ini
sering disebut sebagai Working Rules
yang
diapakai
individu
untuk
membentuk perilakunya sehari-hari.
Aturan-aturan
adalah
ketentuanketentuan
tentang
bentuk-bentuk
tertentu dari perilaku yang disertai
dengan sanksi positif atau negatif
(Oliver E. Wilimsson, dalam damsar
2009: 155).

 

Granovetter menemukan dalam
literatur sosiologi dan ekonomi,
perdebatan antara
oversocialized,
yaitu tindakan ekonomi yang kultural
dituntun oleh aturan berupa nilai dan
norma
yang
diinternalisasi.
Oversosialized, memandang bahwa
semua perilaku ekonomi seperti
memilih pekerjaan, melaksanakan
profesi, menjual, membeli, menabung
dan patuh terhadap segala sesuatu
yang diinternalisasi dalam kehidupan
sosial seperti nilai, norma, adatkebiasaan dan tata kelakuan. Contoh,
bekerja
dimaksudkan
untuk
memperoleh keuntungan, seperti juga
pekerja lain. Namun bagi pekerja yang
muslim tidak semua jasa bisa diperjual
belikan,
karena
dia
harus
mempertimbangkan semua nilai dan
norma agama Islam sebagai rujukan.
Perilaku
pekerja
muslim
yang
menjadikan Islam sebagai rujukan
dalam
bekerja
memperlihatkan
bagaimana
oversosialized
terjadi
dalam tindakan ekonomi (Granovetter,
Damsar, 2009: 141).
Undersosialized, yaitu tindakan
ekonomi
yang
rasional
dan
berorientasi
pada
pencapaian
keuntungan
individual,
dalam
menentukan apa yang sebenarnya
menuntun orang dalam perilaku
ekonomi. Undersosialized melihat
kepentingan individu di atas segalasegalanya.
Granovetter membedakan dua bentuk
keterlekatan, yaitu :



1.

Keterlekatan Relasional

Keterlekatan
relasional
merupakan tindakan ekonomi yang
disituasikan secara sosial dan melekat
dalam jaringan sosial personal yang
sedang berlangsung di antara para
aktor. Misalnya, tindakan ekonomi
dalam hubungan pelanggan antara
penjual dan pembeli merupakan suatu
bentuk keterlekatan relasional.
2.

Keterlekatan struktural

Keterlekatan struktural adalah
keterlekatan yang terjadi dalam suatu
jaringan hubungan yang lebih luas.
Jaringan hubungan yang lebih luas,
bisa meruapakan institusi atau struktur
sosial. Struktur sosial adalah suatu
pola hubungan atau interaksi yang
terorganisir dalam suatu ruang sosial.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI),
misalnya, merupakan struktur sosial,
karena di dalamnya terdapat struktur
yang terorganisir seperti ketua,
sekretaris dan anggota, anggaran dasar
dan rumahtangga, dan sebagainya.
Dalam
perilaku
ekonomi
tersebut melekat konsep kepercayaan
(trust). pendekatan aktor yang lebih
tersosialisasi
memandang
bahwa
kepercayaan merupakan moralitas
umum dalam perilaku ekonomi.
Moralitas tersebut dipandang sesuatu
yang umum dan universal terjadi
dalam perilaku ekonomi. Pendekatan
sosiologi ekonomi baru atau sering
juga disebut pendekatan keterlekatan
mengajukan pandangan yang lebih
dinamis, yaitu bahwa kepercayaan
tidak muncul dengan seketika tetapi
terbit dari proses hubungan antar

 

pribadi dari aktor-aktor yang sudah
lama terlibat dalam perilaku ekonomi
secara bersama (Granovetter, Dalam
Damsar 2009 :145).
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertipe penelitian
eksploratoris.
Tipe
eksploratoris
digunakan untuk menggali data
sehingga
dapat
memberikan
pemahaman dan pengertian yang
mendalam untuk meniliti tentang
keterlekatan yang terjadi antara
pelayan perempuan dengan pelanggan
di warung kopi Cethot. Menurut
Robert K. Yin (Yin, 2006: 46) studi
kasus adalah salah satu metode
penelitian ilmu-ilmu sosial. Studi
kasus secara umum dapat diartikan
sebagai metode atau strategi penelitian
sekaligus hasil sebuah penelitian pada
kasus tertentu. Studi kasus dapat
dipahami sebagai pendekatan untuk
mempelajari,
menerangkan
dan
menginterpretasikan suatu kasus dalam
konteks yang alamiah tanpa adanya
intervensi pihak luar. Dalam penelitian
ini menggunakan pendekatan studi
kasus. Studi kasus pada penelitian ini
melihat fenomena bentuk keterlekatan
dengan
keberadaan
pelayan
perempuan di warung kopi cethot.
PEMBAHASAN
a. Proses terbentuknya keterlekatan
diantara pelayan dan pelanggan
warung kopi cethot
Keterlekatan yang terjadi antara
pelayan perempuan dan pelanggan
warung kopi cethot ini merupakan
terjadi karena adanya sifat dasar nakal
yang dimiliki oleh pelayan perempuan



untuk menarik pelangganya. Dengan
menggunakan berbagai cara, para
pelayan perempuan warung kopi
cethot ini berusaha menarik pelanggan
sebanyak-banyaknya dan membuat
para pelanggan ini mau kembali ke
warung kopi tersebut. Usaha untuk
membuat daya tarik tersebut warung
kopi cethot ini menggunakan sisi
genitnya para wedokan-wedokan yang
bekerja atau bertugas untuk melayani
dan menggoda para pelanggan ini.
Sesuai dengan istilahnya cethot,
Bahkan apabila sudah ada kecocokan
antara
pelanggan
dan
pelayan
perempuan, bisa terjalin sebuah
hubungan yang lebih dalam lagi.
b. Bentuk keterlekatan yang terjadi
diantara pelayan dan pelanggan
warung kopi cethot
Keseluruhan pelanggan yang
datang ke warung kopi cethot ini untuk
mencari sisi genit dan nakalnya dari
pelayan perempuan yang ada di
warung kopi inilah yang mereka cari.
Keterlekatan ini ditimbulkan oleh
kedua belah pihak yaitu kebutuhan
ekonomi dari sisi pelayan perempuan
dan kepuasan dari sisi pelanggan. Para
pelayan perempuan ini akan terus
berusaha untuk menggaet pelanggan
sebanyak-banyaknya sehingga dengan
adanya kumpulan dari pelanggan ini
akan membentuk sebuah jaringan
sosial
seperti
pelanggan
akan
mengajak rekannya yang lain agar mau
datang ke warung kopi cethot ini.
Sebaliknya dalam hubungan yang
terjadi diantara pelayan perempuan
dengan pelanggan warung kopi cethot
ini bentuk keterlekatan struktural

 

antara pelayan perempuan dan
pelanggan warung kopi cethot ini
“tidak terjadi”. dikarenakan antara
pelayan perempuan dan pelanggan
warung kopi cethot tidak terdapat
struktur yang jelas yaitu tidak adanya
struktur hubungan yang terorganisir
antara pelayan dan pelanggan Maupun
hubungan
antara
kepala
desa,
masyarakat sekitar
dan pemilik
warung juga tidak memiliki struktur
yang jelas yaitu tidak adanya struktur
hubungan yang terorganisir karena
hubungan yang terjadi antara kepala
desa dengan pemilik warung hanya
sebatas pemberi izin setelah itu tidak
ada lagi campur tangan desa untuk ikut
mengurus warung kopi cethot ini.
Hubungan ini juga terjadi dengan
hubungan antara pemilik warung kopi
cethot dengan masyarakat sekitar
dimana hubungan kerja diantara
mereka juga tidak dilkukan dengan
terorganisis secara jelas dan disengaja
karena masyarakat sendirilah yang
memiliki inisiatif sendiri dalam hal
menjaga parkir di area warung kopi
cethot ini. Tanpa ada koordinasi resmi
sebelumnya diantara pemilik warung
dan masyarakat sekitar warung kopi
cethot. Didalam warung kopi cethot ini
yang terjadi hanya hubungan antara
pelayan perempuan dan pelanggan
warung kopi cethot, sehingga dapat
dikatakan tidak terdapat struktur yang
jelas. Tidak seperti hubungan antara
pemilik dan pelayan yaitu hubungan
antara bos dan bawahan.
Melihat
dari
perspektif
Keterlekatan
relasional
yaitu
keterlekatan relasional merupakan
tindakan ekonomi yang disituasikan



secara sosial dan melekat dalam
jaringan sosial personal yang sedang
berlangsung dalam hal ini Hubungan
antara pelayan perempuan dan
pelanggan warung kopi cethot dapat
dikatakan awalnya sebatas pelayan dan
pelanggan tetapi dalam kenyataanya
diwarung
kopi
cethot
pelayan
perempuan dalam bekerja tidak hanya
melayani
pelanggan
dengan
membuatkan kopi saja, tetapi para
pelayan
tersebut
menambahkan
perilaku-perilaku yang genit seperti
mencium, memeluk dan meraba-raba
kemaluan para pelangganya. Pelayan
perempuan warung kopi cethot ini
tidak dapat melakukan apapun jika
pelanggannya tidak datang kembali ke
warung kopi tersebut, tetapi para
pelayan perempuan itu akan berusaha
untuk membuat para pelanggannya
betah dan mau kembali. Salah satunya
adalah
dengan
mengenal
dan
berinteraksi terlebih dahulu dengan
orang-orang yang datang hal ini juga
termasuk
dalam
keterlekatan
relasional.
Keterlekatan struktural disini
dapat terjadi jika antara pelayan
perempuan dan pelanggan warung
kopi cethot maupun hubungan dengan
kepala desa dan masyarakat sekitar
terdapat
suatu
struktur
yang
terorganisir dalam suatu ruang sosial
yaitu kepala desa, pemilik warung,
pelayan perempuan, pelanggan dan
masyarakat sekitar memiliki organisasi
yang jelas seperti terdiri dari ketua,
sekretaris dan bendahara. Misalnya
membuat perkumpulan ataupun ikatan
dengan struktur yang jelas. Dari semua
yang telah dijelaskan diatas, dan dari

 

penjelasan dua bentuk keterlekatan
yang telah dijelaskan maka dapat
dilihat dari bentuk-bentuk perilaku
pelayan perempuan dengan para
pelanggan warung kopi cethot ini
dapat dijawab bahwa hubungan yang
terjadi antara pelayan perempuan dan
pelanggan warung kopi cethot ini
adalah sebuah bentuk keterlekatan
yang relasional.
Dimana pelayan perempuan dan
pelanggan bisa dikatakan awalnya
hanya sebatas hubungan kerja seperti
layaknya pelayan dengan pelanggan
saja. Para pelayan perempuan akan
menyajikan pesanan pelanggan dan
pelanggan akan membayar sejumlah
pesanannya meskipun pada praktiknya
ada perilaku-perilaku plus yang
dilakukan
oleh
para
pelayan
perempuan di warung kopi cethot ini.
Hal seperti inilah yang terjadi di
warung kopi cethot pelayan akan
mendapat penghasilan yang banyak
jika banyak pelanggan yang mau
datang dan ngopi di warung kopi
cethot ini. Tentu untuk dapat menarik
para pelanggannya para pelayan
perempuan berusaha seperti dengan
mengenakan pakaian yang ketat yang
menonjolkan bentuk dan lekuk
tubuhnya serta berusaha melakukan
perilaku-perilaku
yang
dapat
menggoda para pelanggannya agar
pelanggan dapat tertarik dan terus
datang lagi untuk ngopi di warung
kopi cethot ini.
Dengan banyaknya pelanggan
yang datang ke warung kopi cethot ini
maka pemilik warung juga akan
mendapatkan sebuah keuntungan yang



lebih dengan memperkerjakan pelayan
perempuan diwarung kopi cethot ini.
Tidak hanya itu manfaat lain dengan
hadirnya keberadaan warung kopi
cethot yang didalam menjalankan
usahanya terdapat wedokan ini, juga
dapat dirasakan oleh pihak Kantor
Desa seperti dapat menambah kas desa
dari biaya izin awal membuka usaha
yang dilakukan oleh pemilik warung
cethot, dimana oleh pihak desa dapat
digunakan atau dimanfaatkan untuk
kegiatan mempaving jalan di ganggang kecil yang ada dekat pemukiman
warga, ataupun untuk memperbaiki
saluran air di daerah sekitar daerah
Desa Serut.
Tanggapan atau respon dari
pihak desa tentang keberadaan warung
kopi cethot ini ialah selama dalam
menjalankan
usahanya
tidak
mengganggu
atau
meresahkan
masyarakat sekitar maka pihak desa
bersama masyarakat juga tidak akan
mempermasalahkanya. Pihak desa
sendiri beranggapan bahwa izin
warung kopi cethot ini sama saja
dengan warung kopi pada umumnya,
karena bagi pihak desa, orang yang
mengerti dan memahami warung kopi
cethot ini hanya pelanggan-pelanggan
yang
senang
dengan
adanya
keberadaaan warung kopi cethot ini
saja. Tapi bagi masyarakat awam yang
tidak mengerti tentang seluk- beluk
warung kopi cethot ini, maka
masyarkatpun juga akan menganggap
dari luar warung kopi cethot ini tetap
seperti warung kopi biasa seperti pada
umumnya.

 

Sedangkan manfaat ekonomi
untuk masyatrakat sekitar, yaitu
masyarakat sekitar dengan inisiatif
sendiri
dapat
memanfaatkan
banyakanya
pelanggan
yang
berkunjung ke warung kopi cethot ini
dengan menjaga parkir setiap motor
yang diparkirkan di depan warung
kopi cethot. Hal-hal demikianlah yang
membuat warung kopi cethot ini
menjadi berbeda dan unik bila
dibandingkan dengan warung kopi
pada umumnya yang ada di sekitar
daerah Kabupaten Tulungagung.
Warung kopi cethot ini akan
tetap bertahan lama jika dalam usaha
warungnya tetap memperkerjakan
pelayan-pelayan perempuan yang
nakal dan sexy-sexy didalam warung
kopi cethot ini. Karena bagi
pelanggan,
pelayan
perempuan
merupakan hal yang paling dinantikan
oleh para pelanggan atau penikmat
warung kopi cethot ini. Sebab hanya di
warung kopi cethot , pelanggan akan
mendapat pelayanan plus dan mereka
tidak akan menemui pelayanan yang
seperti ini di warung kopi atau kedaikedai kopi lainya.
PENUTUP
Pada fenomena warung kopi
cethot ini dapat disimpulkan bahwa
tindakan ekonomi dan struktur sosial
dalam sosiologi ekonomi saling terkait
antara satu sama lain saling
berhubungan
dan
saling
membutuhkan. Keterlekatan yang
terjadi antara pelayan perempuan dan
pelanggan warung kopi cethot ini
awalnya ditimbulkan oleh kedua belah
pihak yaitu kebutuhan ekonomi dari



sisi pelayan perempuan dan kepuasan
dari sisi pelanggan. Para pelayan
perempuan warung kopi cethot ini
berusaha
menarik
pelanggan
sebanyak-banyaknya dan membuat
para pelanggan ini mau kembali ke
warung kopi ini. Dan untuk dapat
membentuk Keterlekatan pelayan
perempuan
dan
pelanggan
memerlukan sebuah interaksi secara
terus-menerus.
Pelayan perempuan warung kopi
cethot ini tidak dapat melakukan

apapun jika pelanggannya tidak datang
kembali ke warung kopi tersebut, hal
inilah yang termasuk dalam bentuk
keterlekatan relasional. Sedangkan
Keterlekatan struktural pada fenomena
pelayan dan pelanggan di warung kopi
cethot ini tidak dapat terjadi karena
diantara pelayan perempuan dan
pelanggan warung kopi cethot tidak
terdapat
suatu
struktur
yang
terorganisir seperti memiliki organisasi
yang terdiri dari ketua, sekretaris dan
bendahara.

DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta : Kencana.
______. 1997. Sosiologi Ekonomi. Jakarta : Rajawali Pers.
Effendy, Onong Uchyana. 1989. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT.
Citra AdityaBakti.
Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja
Rosda Karya.
______. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosda.
Nasution, Prof. Dr. S. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung :
Tarsito.
Narotama, Hendrasta. 2008. Makna Pelayan Perempuan Warung Kopi Bagi
Masyarakat Desa Gebang, Kecamatan Pakel, Kabupaten Tulungagung.
Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.
Pambayun, Raka. 2011. “Kontestasin “Kebenaran” Seksualitas Di Warung Kopi
Dalam Persepektif Sakral Dan Profane (Studi Genealogi Faucoult Pada
Warung Kopi Pangku di Desa Malasan, Kecamatan Durenan, Kabupaten
Trenggalek). Malang : Universitas Brawijaya Malang.
Sindoro. 1996. Manajemen Personalia. Jakarta : Bina Aksara.

 

10 

Toer, Koesalah Soebagyo. “Bersama Mas Pram”: Memoar Dua Adik Pramoedya
Ananta Toer. Published 2010 : Kepustakaan Populer Gramedia.
Yin, Robert K. 2006.Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada.
Artikel dari Internet :

Online.Available
at:
http://azlinavashila.blogspot.com/2011/04/keterlekatansosiologi-ekonomi.html. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2013.
Anonymous. http://goyangkarawang.com/2010/02/triangulasi-dan-keabsahan-datadalam-penelitian/. (Online) Diakses pada tanggal 1 September 2013.
Online.Available at: http://skripsi.umm.ac.id/files/disk1/297/jiptummpp-gdl-s1-2009hendrastan-14841-.pdf. (Online) Diakses pada tanggal 11 Juli 2013.
Anonymous.http://studentresearch.umm.ac.id/index.php/department_of_sociology/art
icle/view/7608. (Online) Diakses pada tanggal 14 Juli 2013.
Online.Available at: http://habibngeblog.wordpress.com/2011/12/12/warung-kopipangku-tulungagung/. Diakses pada tanggal 15 Juli 2013.

 

 

11