JURNAL ILMIAH ANALISIS KEBIJAKAN DAN KEB (1)

JURNAL ILMIAH
ANALISIS KEBIJAKAN DAN KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOPERASI DAN
PARIWISATA DI NUSA TENGGARA TIMUR
(Studi Kasus : Di Kabupaten Sabu Raijua dan Sumba Barat Daya)
Apriana H. J. Fanggidae, SE,MSi

Abstrak
Penelitian tahun pertama melalui pengamatan, wawancara dengan pihak terkait dan FGD
diketahui bahwa perkembangan koperasi dan pariwisata di Sabu Raijua dan SBD
menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan namun tantangan yang dihadapi masih
cukup berat dan masih terdapat beberapa kelemahan dan ancaman yang perlu dicari solusi
pemecahannya. Karena dalam perkembangannya para pelaku ekonomi baik dari bidang
koperasi dan pariwisata dituntut memiliki kinerja yang lebih efisien dan produktif dengan
tingkat daya saing yang tinggi. Mengingat strategisnya posisi koperasi dan menyadari
besarnya potensi koperasi, maka diperlukan kebijakan dan langkah-langkah operasional
pemberdayaan yang lebih intensif dan terpadu serta perlunya data base koperasi yang dapat
mempermudah, mempercepat pemahaman dan pengetahuan tentang keberadaan suatu
koperasi dan pengelolaannya. Koperasi berkualitas adalah badan usaha yang mengorganisir
pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para anggotanya atas dasar prinsipprinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk meningkatkan taraf hidup anggota pada
khususnya dan masyarakat daerah kerja pada umumnya dengan berlandaskan pada gerakan
ekonomi rakyat dan sokoguru perekonomian nasional. Potensi atraksi alam, pantai, budaya

dan adat istiadat yang beraneka ragam memberikan peluang bagi daerah khususnya SBD dan
Sabu Raijua meningkatkan pendapatan daerah melalui pengembangan pariwisata. Kegiatan
pencapaian kebijakan dimulai dengan melakukan survey dan sampai pada tujuan akhir yaitu
tindak lanjut dengan model Rantai Nilai. Hasil penelitian ini mendorong peneliti melakukan
penelitian lanjutan untuk tahun kedua dengan tujuan kegiatan yaitu Studi Kelayakan Model
Kemitraan Pemerintah Swasta dan Perguruan Tinggi dalam Pengembangan Koperasi dan
Pariwisata di NTT. Dari penelitian ini diharapkan menghasilkan luaran berupa Model
Kelayakan kemitraan Pemerintah, Swasta, dan PT dalam pengembangan koperasi dan
Pariwisata di NTT dan Publikasi Ilmiah serta Bahan Ajar. Populasi dalam penelitian ini
adalah mereka yang terlibat dalam pengembangan koperasi dan pariwisata. Pengambilan
sampel diambil sesuai kebutuhan/kepentingan penelitian di Kabupaten Sabu Raijua dan SBD.
Hasil penelitian sementara bahwa produk pariwisata yang menjadi unggulan dan layak
dikembangkan adalah 1) Sabu Raijua: Lonta r, jagung, sorgum, rumput laut, atraksi budaya,
atraksi laut/pantai dan atraksi tenun ikat. 2) Sumba Barat Daya: jagung, pisang, kuda,
kerbau, tebu, kakao, jambu mete, atraksi budaya, atraksi alam pegunungan, atraksi
laut/pantai dan atraksi tenun ikat.
Da n koperasi yang layak dipercayakan untuk
mengembangkan potensi pariwisata adalah: 1) Sabu Raijua: Koperasi Mira Kaddi Hari, KSU
Habba Rae dap KSU Saliko. 2) Sumba Barat Daya: KSP Iya Teki, KSP Eta Dabba, Kopwan
Analalo, Hotel “Newa Resort”, Kopwan Wali Ate dan Koperasi Tamera.


Kata Kunci: Kelayakan, kemitraan, pemerintah, Akademisi, koperasi dan pariwisata

1

PENDAHULUAN
Koperasi berpeluang besar mengelola agroekoturisme dengan memperoleh manfaat
berupa pengembangan usaha koperasi yang menguntungkan, optimalisasi pelibatan masyarakat
anggota koperasi, serta melestarikan lingkungan dan budaya daerah. Dari segi geografis daerah
NTT mempunyai posisi strategis untuk pengembangan sektor pariwisata sebagai sektor
unggulan dalam pembangunan ekonomi masyarakat untuk menyerap tenaga kerja, memperluas
kesempatan berusaha, meningkatkan pendapatan asli daerah, menambah penghasilan devisa
dan pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan penduduk. Hasil penelitian tahun pertama
bahwa perkembangan koperasi dan pariwisata di Sabu Raijua dan SBD menunjukkan hasil
yang cukup menggembirakan namun tantangan yang dihadapi masih cukup berat dan masih
terdapat beberapa kelemahan dan ancaman yang perlu dicari solusi pemecahannya. Karena
dalam perkembangannya para pelaku ekonomi baik dari bidang koperasi dan pariwisata
dituntut memiliki kinerja yang lebih efisien dan produktif dengan tingkat daya saing yang
tinggi. Mengingat strategisnya posisi koperasi dan menyadari besarnya potensi koperasi, maka
diperlukan kebijakan dan langkah-langkah operasional pemberdayaan yang lebih intensif dan

terpadu serta perlunya data base koperasi yang dapat mempermudah, mempercepat pemahaman
dan pengetahuan tentang keberadaan suatu koperasi dan pengelolaannya. Dari sisi pariwisata
potensi atraksi alam, pantai, budaya dan adat istiadat yang beraneka ragam memberikan
peluang bagi daerah khususnya SBD dan Sabu Raijua meningkatkan pendapatan daerah melalui
pengembangan pariwisata. Kegiatan pencapaian kebijakan dimulai dengan melakukan survey
dan sampai pada tujuan akhir yaitu tindak lanjut dengan model Rantai Nilai. Untuk itu
Pemerintah dituntut bersikap tegas yakni tidak akan menggunakan lagi sistem proteksi
dalam pengembangan dunia usaha tetapi lebih banyak berperan sebagai penyedia fasilitas,
pembuat dan penegak peraturan dan pemberi bantuan perkuatan bagi yang lemah. Pemerintah
Daerah wajib mengembangkan dan melindungi usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi
dalam bidang usaha pariwisata dengan cara: Membuat kebijakan, pencadangan usaha
pariwisata untuk usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi; Memfasilitasi kemitraan usaha
mikro, kecil, menengah dan koperasi dengan usaha skala besar. Pemerintah perlu memiliki dan
menetapkan konsep pengembangan program OVOP yang sesuai dengan potensi masingmasing daerah dengan mengacu pada Model Kebijakan Pengembangan Koperasi Dan
Pariwisata yang telah dibuat oleh peneliti melalui model kemitraan Pemerintah, Swasta, dan PT
dalam pengembangan koperasi dan Pariwisata di NTT. Permasalahan utama dalam penelitian
ini adalah
”Bagaimana Kelayakan Model kemitraan Pemerintah, Swasta, dan PT dalam
pengembangan koperasi dan Pariwisata di NTT, Studi Kasus Kabupaten Sabu Raijua
dan Kabupaten Sumba Barat Daya”.

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan untuk mencapai tujuan sebagai berikut : Menganalisis kelayakan
model kemitraan Pemerintah, Swasta, dan PT dalam pengembangan koperasi dan Pariwisata di
NTT
METODE PENELITIAN
Luaran Penelitian
Luaran Wajib dalam penelitian ini adalah Model Kelayakan kemitraan Pemerintah, Swasta,
dan PT dalam pengembangan koperasi dan Pariwisata di NTT dan Publikasi Ilmiah serta Luaran
Tambahan Berupa: Bahan Ajar
Lokasi Penelitian
Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Sabu Raijua dan Kabupaten Sumba Barat Daya, Provinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT).
Populasi Dan Sampel
2

Populasi dalam penelitian ini adalah mereka-mereka yang terlibat dalam pengembangan
koperasi dan pariwisata. Pengambilan sampel diambil sesuai kebutuhan/kepentingan penelitian
di Kabupaten Sabu Raijua dan SBD serta ditempuh melalui beberapa tahap, yakni: a. Penarikan
sampel potensi dan data base dilakukan secara purposif dengan dasar pertimbangan terdapat
potensi atraksi wisata alam dan wisata budaya serta beberapa jenis koperasi. Pemilihan 2 daerah

kabupaten sampel dilakukan dengan metode pakar yang menggunakan kriteria daerah yang
memiliki atraksi obyek wisata alam dan budaya yang sangat potensial serta daerah yang baru
mekar dan tepat untuk merancang dan mengembangkan kerjasama bidang koperasi dan
pariwisata. b. Pengambilan sampel pembuat kebijakan diperoleh dari Dinas Koperasi, Dinas
pariwisata dan Pemerintah Daerah terkait serta disesuaikan dengan sampel potensi koperasi dan
pariwisata di daerah kabupaten terpilih. c. Sampel sumber daya manusia, menunjuk pada
pengelola objek wisata, biro perjalanan dan pengrajin souvenir yang di lakukan secara sensus.
d. Sampel masyarakat dilakukan dengan teknik sampel secara snow ball dimana masyarakat
yang terpilih dibatasi pada orang-orang yang berpengaruh di sekitar objek wisata tersebut.
Jenis Data Dan Teknik Pengumpulannya
Penelitian ini didasarkan pada dua jenis data yakni data primer dan data sekunder. Data
primer akan dideteksi langsung dari sumber primer, yakni responden (individu dan institusi)
yang terlibat dalam kegiatan pariwisata. Data sekunder sebagai pelengkap akan ditelusuri dari
berbagai pihak, meliputi Badan Pusat Statistik NTT dan Kabupaten serta lembaga/instansi
terkait yang relevan yang turut menunjang kegiatan pariwisata. Serta untuk memperoleh data
dilapangan diperlukan berbagai teknik pengumpulan data yaitu melalui :
1. Penelitian lapangan melalui cara:
 Observasi : pengumpulan data baik berupa laporan-laporan, tulisan-tulisan, bukubuku maupun dokumen lain tentang koperasi dan pariwisata dan mengadakan
pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti.
 Kuesioner : menggunakan daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus

dijawab oleh responden sebagai sampel yang terpiiih.
 Wawancara : dilakukan terhadap responden dan semua pihak yang terkait dengan
masalah yang akan diteliti agar dapat rnengungkap fakta yang terjadi dilapangan.
 Diskusi terfokus: diskusi dengan para pengambil kebijakan dari dinas terkait.
Studi Kepustakaan
Penelitian ini dilakukan dengan cara membaca, mendalami dan menelaah berbagai
literatur dari perpustakaan yang bersumber dari buku-buku teks, jurnal ilmiah, majalahmajalah maupun penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian.
Tahapan, Luaran dan Indikator Capaian yang Terukur
Setelah merancang model sebagaimana yang telah dirumuskan tahun I, maka langkah
selanjutnya untuk tahun ke II adalah Kelayakan Model kemitraan Pemerintah, Swasta, dan PT
dalam pengembangan koperasi dan Pariwisata di NTT. Kegiatan pencapaian kebijakan dimulai
dengan melakukan survey dan sampai pada tujuan akhir yaitu tindak lanjut model
pengembangan.

3

PENINGKATAN
KUALITAS PRODUK
DAN SDM


INOVASI TEKNOLOGI

PROGRAM
OVOP

KOPERASI JASA

POTENSI
UNGGULAN
PARIWISATA
DAN LEMBAGA
KOPERASI
TERBAIK

LEMBAGA
KOPERASI

 Pengembangan
kelembagaan
dan

bantuan
pendidikan,
pelatihan, penyuluhan bagi
pengelola Koperasi;
 Bimbingan
usaha Koperasi
 Memperkokoh permodalan dan
pembiayaan Koperasi;
 Bantuan
pengembangan
jaringan usaha Koperasi dan
kerja sama
 Bantuan konsultasi dan fasilitasi

ATRAKSI
PARIWISATA DAN
BUDAYA DAERAH

PENGELOLA
PARIWISATA

PEMERINTAH,
LSM,
PERGURUAN
TINGGI

1. Membuat kebijakan,
2. Memfasilitasi kemitraan usaha
mikro, kecil, menengah dan
koperasi dengan usaha skala
besar.

Gambar 3
Model Kebijakan Pengembangan Koperasi Dan Pariwisata
Di Kabupaten Sabu Raijua Dan Kabupaten Sumba Barat Daya
HASIL YANG DICAPAI
Gambaran Umum Potensi Daerah Sabu Raijua
Pulau Sabu dan Raijua “Surga Kecil yang Tersesat di Tengah Samudra”

Gambar 4. Atraksi dan budaya derah
4


Kabupaten Sabu Raijua (Sarai) memiliki jumlah penduduk sekitar kurang lebih 75.000
orang dengan luas wilayah sekitar 467 Km2 Pulau Sabu dan Raijua memiliki satu Bahasa
daerah (Bahasa Sabu) dan memiliki 5 dialek berbeda. Untuk komunikasi sehari-hari, orang di
pulau ini biasanya menggunakan bahasa Melayu Kupang dan daerah Sabu dengan dialeknya
masing-masing. Letak Pulau Sabu dan Raijua yang jauh dari Kota dan Pulau-pulau besar di
NTT, seakan membuat keduanya tersesat dalam kesendirian di tengah samudra. Memiliki 3
dermaga dan 1 lapangan udara kecil untuk pesawat merpati kecil, tapi tetap saja keduanya
terisolir pada bulan-bulan tertentu, yaitu sekitar bulan November-Januari. Pada bulan-bulan itu
biasanya cuaca tidak bersahabat dan gelombang laut bisa mencapai 3-4 meter sehingga
membuat Kapal Fery yang merupakan alat transportasi utama warga pulau ini tidak beroperasi
seperti biasa. Alternatifnya yaitu dengan menggunakan pesawat, tapi karena pesawat yang
beroperasi ke pulau Sabu hanya pesawat kecil (Susi Air) berkapasitas sekitar 20 orang. Maka
otomatis orang-orang yang ingin masuk ataupun keluar dari kedua pulau ini menjadi tersendat.
Potensi Pariwisata dan Budaya Daerah
Potensi pariwisata di Kabupaten ini sungguh menakjubkan. Baik wisata alam, wisata
bahari dan wisata budaya semuanya ada di Sabu Raijua. Bahkan hingga kini, masih ada agama
suku (Jingitiu, sebutan agama suku) yang masih dianut oleh masyarakat Sabu Raijua. Ir.
Marthen Luter Dira Tome dan Drs. Nikodemus Rihi Heke, M.Si adalah Bupati dan Wakil
Bupati pertama di Kabupaten Sabu Raijua. Keduanya dipercayakan oleh mayoritas pemilih di

Kabupaten Sabu Raijua pada Pilkada pertama di kabupaten itu setahun silam. Meski masih
“balita” Kabupaten Sabu Raijua kini tengah bergeliat dalam pembangunan menuju Kabupaten
yang inovatif, maju dan bermartabat. Pada setiap kesempatan bertatap muka dengan
masyarakat, misi selalu digelorakan sang Bupati. Ia selalu memotivasi masyarakat agar misi
bisa tercapai melalui berbagai Program Pembangunan Berbasis Masyarakat (People Based
Development Programs).
Sabu sebagai Kota Para Dewa. Jika Bali dikenal di seantero dunia sebagai pulau dewata,
maka Sabu Raijua bakal dikenal sebagai kota para dewa. Begitulah impian Bupati Sabu Raijua
Ir. Maethen Luter Dira Tome. Itu pun bukan sekedar impian. Pasalnya, kepercayaan terhadap
pengaruh para dewa di Sabu Raijua hingga kini masih ada dan terpelihara sejak turun temurun.
Kepercayaan terhadap pengaruh para dewa terhdapa keberlangsungan hidup orang Sabu Raijua
dikenal dengan agama suku atau “Jingitiu”. Bahkan aliran Jingitiu telah diakui semua kalangan
sebagai aliran kepercayaan yang resmi. Kaum Jingitiu mengakui adanya kekuatan dari para
dewa yang sangat berpengaruh terhadap kehidupannya. Kaum ini juga meyakini dengan
sesungguhnya bahwa ada kehidupan setelah kematian. Hingga kini, jumlah masyarakat Sabu
Raijua yang menganut aliran Jingitiu semakin berkurang. Melestarikan budaya termasuk
memelihara aliran Jingitiu di Sabu merupakan ciri orang bermartabat. Langkah perlindungan
yang ditempuh itu selain sebagai tujuan promosi pariwisata budaya juga untuk memberikan
perlindungan dan penghormatan kepada agama suku ini agar tetap ada.
Penduduk Sabu Raijua masih cukup kuat mempertahankan dan menjalankan upacaraupacara tradisional yang berbasis pada nilai-nilai budaya local. Mereka terbentuk dalam
berbagai kesatuan kelompok patrilineal yang disebut Udu (Clan). Tiap Udu terdiri dari
beberapa Kerogo (Sub Clan). Clan dan Sub Clan mendiami daerah yang disebut Rai yang
tersebar di Seba (Hebba), Liae, Dimu dan Raijua. Busana tradisional, alat musik, lagu-lagu,
berjenis tarian dalam berbagai upacara budaya digelar sebagai bentuk upaya mempertahankan
budaya warisan leluhur. Dalam mitologi (“Sejarah Tutur”) Sabu Raijua, kedua pulau ini telah
diatur tata ruang wilayahnya pada jaman leluhur Wai Waka . Leluhur ini membentuk tata ruang
dengan visi pemukiman. Jadi yang tercipta adalah kawasan pemukiman yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat pada jamannya.

5

Komoditas Unggulan Prioritas dan Fokus
Komoditas unggulan yang diprioritaskan untuk dikembangkan dipilih melalui Proses
pengkerucutan dari 5 (lima) komoditas menjadi 1 (satu) dengan metode FGD (Focus Group
Discussion) dan AHP (Analytic Hierarchy Process) berdasarkan kriteria sebagai berikut:
Kemampuan memenangkan persaingan/menghadapi kondisi persaingan, Kemampuan untuk
unggul dalam jangka waktu lama (sustainability), Besarnya Upaya yang diperlukan untuk
mengembangkan kompetensi / kapabilitas, dan Efek multiplier.
Dari hasil keluaran AHP di atas, dapat disimpulkan bahwa komoditas unggulan prioritas yang
akan dikembangkan adalah :
1. Lontar
2. Rumput Laut
Dan, komoditas unggulan prioritas fokus (basis) adalah Lontar. Secara grafis, proses pemilihan
komoditas unggulan dari daftar panjang – daftar pendek – komoditas unggulan prioritas –
komoditas unggulan prioritas fokus (basis) diperlihatkan pada gambar berikut.
Potensi & Prospek Komoditas Lontar (Barassus Sundaecus)

Gambar 3. Pohon Lontar (Barassus Sundaecus)
Gambar 4. Gula sabu dan gula semut yang telah dikemas
Pohon Siwalan (Lontar) merupakan pohon palma (Palmae dan Arecaceae) yang kokoh dan
kuat. Berbatang tunggal dengan ketinggian mencapai 15-30 m dan diameter batang sekitar 60
cm. Daunnya besar-besar mengumpul di bagian ujung batang membentuk tajuk yang membulat.
Setiap helai daunnya serupa kipas dengan diameter mencapai 150 cm. Tangkai daun mencapai
panjang 100 cm. Buah Lontar (Siwalan) bergerombol dalam tandan dengan jumlah sekitar 20an butir. Buahnya bulat dengan diameter antara 7-20 cm dengan kulit berwarna hitam
kecoklatan.Tiap butirnya mempunyai 3-7 butir daging buah yang berwarna kecoklatan dan
tertutupi tempurung yang tebal dan keras.
Manfaat Pohon Lontar :
• Batang dapat digunakan untuk bahan bangunan rumah dan kebutuhan lainnya sebagai
pengganti kayu.
• Pelepah dapat digunakan untuk keperluan kayu bakar, bahan pagar, tali pengikat dll.
• Daun digunakan untuk Atap rumah, peralatan dapur, anyaman tikar, alat timba air, dan
anyaman lainnya.
• Buah dapat dimakan dan dibuat minuman (Buah yang muda dibuat minuman, Buah
yang tua dapat dibuat minuman, dodol, kerupuk dll.
• Nira (air hasil perasan dari mayang) digunakan: Diminum oleh manusia dan hewan.
Dibuat gula, diolah menjadi alkohol, minuman keras, cuka konsumsi dan bioethanol.
Potensi Koperasi
Perkembangan dan pertumbuhan koperasi di Sabu Raijua selama ini belum sepenuhnya
menampakkan wujud dan perannya seperti diharapkan dalam UUD 1945 yaitu menumbuhkan
dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat dan mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi
yang memiliki ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan dan keterbukaan. Pada saat ini
6

kondisi koperasi umumnya masih lemah baik kondisi internal yang berupa permodalan,
manajemen dan organisasi, teknologi dan jaringan usaha maupun kondisi eksternal yang
disebabkan oleh lingkungan strategis seperti: penguasaan pasar, berbagai sumber dan kegiatan
ekonomi. Walaupun dihadapkan pada permasalahan internal maupun eksternal namun
kesadaran berkoperasi dari masyarakat sangat tinggi, hal ini ditunjukkan dengan berdirinya 21
(dua puluh satu) jenis usaha koperasi seperti Koperasi Unit Desa (KUD) ada 1 unit berbadan
hukum, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) 1 unit berbadan hukum, Koperasi wanita ada 2 unit
tapi belum berbadan hukum, Koperasi Ternak 1 unit dan berbadan hukum dan Koperasi Serba
Usaha (KSU) yang berbadan hukum ada 9 unit dan 3 unit yang belum berbadan hukum.
Potensi/Produk Unggulan Pengembangan Program OVOP Kabupaten Sabu Raijua dan
Sumba Barat Daya
Potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia sangat berlimpah di Nusa Tenggara
Timur. Khususnya Kabupaten Sabu Raijua dan Sumba Barat Daya yang merupakan kabupaten
baru memiliki potensi yang masih alamiah dan sementara dalam proses pengolahan,
pemanfaatan dan pertumbuhan. Untuk itu pemerintah, usahawan/swasta, akademisi dan tokoh
masyarakat perlu bekerjasama menentukan pilihan produk yang tepat agar dapat diunggulkan
dalam melihat peluang pasar ke depan. Pasar akan menentukan keberhasilan daerah baik
masyarakat, pemerintah, akademisi dan usahawan.
Dasar pijak penentuan produk unggulan daerah adalah menggunakan model berikut:

Gambar 5.
Model Penentuan Produk Unggulan
Berdasarkan pada model penentuan produk unggulan dan kriteria produk yang akan
diunggulkan dalam program OVOP maka hasil survey, wawancara dan penyebaran kuesioner
terhadap sampel dari Dinas Pariwisata, Pengelola dan Tokoh Masyarakat serta para wisatawan
diketahui bahwa beberapa produk yang dapat diunggulkan sebagai berikut:
Tabel 1.
Produk Unggulan Kabupaten Sabu Raijua dan Sumba Barat Daya
No
1

LOKASI
Sabu Raijua

Pertanian
Lontar

Perikanan
Rumput
Laut

POTENSI DAERAH
Peternakan Perkebunan
-

Jagung/Sorgum
2

SBD

Jagung
Pisang

-

Kuda
Kerbau

Tebu
Kakao
Jambu Mete

Pariwisata
Atraksi Budaya
Atraksi Alam Pantai
Atraksi Tenun Ikat
Atraksi Budaya
Atraksi
Alam
Pegunungan
Atraksi Laut Pantai
Atraksi Tenun Ikat

Sumber Data: Data hasil olahan penulis, 2014
7

Ragam budaya Sabu Raijua dan Sumba Barat Daya yang menjadi potensi unggulan terlihat
sebagai berikut:
Atraksi Alam dan Budaya Sabu Raijua

Gambar 6. Batu Kubur Raja

Gambar 7. Upacara Daba

Gamabr 7. Arena untuk taji ayam
Gambar 8. Makam parah dewa/raja Sabu Raijua
Sejarah atau kepercayaan masyarakat setempat melalui ritual adat untuk membangkitkan para
leluhur dan batu tersebut akan bergerak dengan sendirinya kehadapan mereka.

Gambar 9. Kain tenunan motif Sabu

Gambar 10. Obyek wisata Pantai Bali di Sabu

8

CAGAR ALAM DAN BUDAYA KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

Pasola Kalaio Desa Weekaninyo

Para Lelaki Pulang dari Perburuan
Sumber Air Waikelo Sawah

Tarian Menyambut Tamu Wewewa Barat

Panorama Pantai Newa Waktu sore Hari
Ombak Pantai Pero

cagar alam dan budaya Sumba Barat Daya diatas terdiri dari gambar 11 – 16.
Menarik dan uniknya atraksi serta budaya daerah Sabu Raijua dan Sumba Barat Daya
memberikan kesan kepada wisatawan untuk kembali menikmati obyek tersebut di masa yang
akan datang dan ketika ditanyakan obyek mana yang layak untuk dikembangkan menjadi
pariwisata berkelanjutan, para wisatawan menjawab dengan tegas bahwa semuanya harus
dijadikan fokus pengembangan pariwisata ke depan dengan syarat harus melalui proses dan
untuk tahap awal pengembangan ada beberapa obyek yang layak dikembangkan dalam program
“One Vilage One Product”.
Produk unggulan yang ditampilkan merupakan keanekaragaman kekayaan hayati yang
tinggi yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi kedua daerah. Kekayaan hayati
berupa hutan dan segala isinya, daratan dengan segala bentuk dan gatranya serta lautan dengan
segala potensi dan perilakunya telah dimanfaatkan dan terus dimanfaatkan untuk kepentingan
pembangunan. Untuk itu perlu upaya meningkatkan nilai tambah dari sumber daya alam yang
berlimpah melalui kegiatan pariwisata. Kegiatan pariwisata yang akan dilaksanakan harus
ditunjang oleh berbagai sektor antara lain: pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan,
9

perhubungan, industri dan transportasi. Semua sektor ini merupakan sumber daya wisata yang
menjanjikan keindahan atau daya tarik untuk dijual agar dapat diminati dan dinikmati oleh para
pengunjung dan wisatawan. Walau demikian sangatlah tergantung dari segi pengelolaannya
karena pengelolaan sumber daya wisata tidak hanya memanfaatkan sumber daya tersebut tetapi
perlu upaya untuk keterpaduan dalam penataan terhadap lingkungan disekitarnya, pemeliharaan
keberadaan dan keindahannya, pengawasan, pengendalian dan pemulihan terhadap keindahan
yang dimiliki oleh sumber daya tersebut. Untuk itu diperlukan manajemen yang handal dan
benar. Analisis ini dikuatkan oleh pernyataan pembangunan pariwisata diarahkan pada
peningkatan pariwisata menjadi sektor andalan yang mampu menggalakkan kegiatan ekonomi,
termasuk sektor-sektor lain yang terkait, sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat,
pendapatan daerah, pendapatan negara serta penerimaan devisa meningkat melalui
pengembangan dan pendayagunaan potensi kepariwisataan nasional, (GBHN: 1993).
Kelayakan Pengembangan Pariwisata dan Koperasi
Pemilihan sektor pariwisata sebagai alternatif pertumbuhan ekonomi daerah memiliki
andil dan kontribusi besar dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat kecil di desa dan
merupakan satu indikator pengentasan kemiskinan. Keterlibatan masyarakat yang
berpendapatan rendah dalam program-program pengembangan pariwisata misalnya melalui
pemanfaatan hasil kerajinan tangan, hasil pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan dan
produk hasil seni budaya tradisional merupakan satu tuntutan untuk menyusun kekuatan
terutama dalam memperbaiki daya saing dan sumber daya manusia. Adapun lembaga yang
mampu menampung aspirasi masyarakat dan mampu memasuki arus utama perekomian adalah
KOPERASI. Ada beberapa aspek yang perlu dikaji untuk menentukan kelayakan
pengembangan pariwisata dan koperasi. Masing-masing aspek tidak berdiri sendiri, tetapi
saling berkaitan jika satu aspek tidak tepenuhi, perlu dilakukan perbaikan atau tambahan.
Urutan penilaian aspek mana yang harus didahulukan tergantung pada persiapan penilai dan
kelengkapan data yang ada.
Kelayakan usaha menilai keberhasilan usaha secara keseluruhan sehingga semua faktor
harus dipertimbangkan dalam analisis terpadu yang meliputi faktor-faktor yang berkenaan
dengan aspek teknis, pasar, keuangan, manajemen, hukum serta manfaat usaha bagi ekonomi
nasional. Tujuan yang ingin dicapai dalam konsep kelayakan usaha adalah:
1. Bagi pihak investor , studi kelayakan usaha/bisnis ditujukan untuk melakukan penilaian
terhadap pengembangan pariwisata dan koperasi dalam menjalankan program OVOP.
Kelayakan usaha menjadi masukan yang berguna karena sudah mengkaji berbagai aspek
seperti aspek pasar, aspek tenis dan operasi, aspek organisasi dan manajemen, aspek
lingkungan dan aspek finansial sehingga dapat dijadikan dasar bagi investor untuk
membuat keputusan investasi yang lebih obyektif. Pada aspek pasar, variabel yang
dianalisis meliputi permintaan, penawaran, harga, pemasaran meliputi strategi pemasaran
(segmentation, targetting, positioning). Pada aspek teknis, meliputi lokasi usaha, fasilitas,
skala usaha, layout usaha, alur kegiatan operasional, serta pemilihan jenis teknologi. Pada
aspek manajemen meliputi: struktur organisasi, wewenang dan tanggung jawab, perolehan
tenaga kerja, sistem penggajian tenaga kerja. Pada aspek hukum adalah bentuk badan
hukum usaha dan izin usaha. Pada aspek sosial-ekonomi-budaya yang akan dinilai adalah
dampak yang akan ditimbulkan dari usaha pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi dan
budaya. Sedangkan pada aspek lingkungan yang akan dianalisis adalah dampak dari adanya
usaha pariwisata.
2. Bagi masyarakat, merupakan suatu peluang untuk meningkatkan kesejahteraan dan
perekonomian rakyat baik yang terlibat langsung maupun yang muncul karena adanya nilai
tambah sebagai sebab akibat adanya usaha atau proyek tersebut. Masyarakat lokal sebagai
penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata menjadi salah satu pemain kunci dalam
pariwisata. Pengelolaan lahan pertanian secara tradisional, kerajinana tangan, tenun ikat,
10

adat istiadat, kebersihan dan keamanan merupakan contoh peran masyarakat yang
memberikan daya tarik bagi pariwisata. Tradisi dan kearifan lokal dalam pemeliharaan
sumber daya pariwisata hampir semuanya dikuasai dan dikelola langsung oleh masyarakat.
3. Bagi pemerintah, dari sudut pandang mikro, hasil dari studi kelayakan bagi pemerintah
terutaman untuk tujuan pengembangan sumber daya manusia, berupa penyerapan tenaga
kerja. Selain itu adanya usaha baru atau berkembangnya usaha lama sebagai hasil dari
studi kelayakan usaha yang dilakukan individu atau badan usaha tertentu akan menambah
pemasukan pemerintah, baik dari pajak penambahan nilai maupun pajak penghasilan dan
retribusi berupa biaya perizinan, biaya pendaftaran, biaya administrasi dan lainnya yang
layak diterima sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Secara makro pemerintah dapat
berharap dari keberhasilan studi kelayakan usaha ini adalah untuk mempercepat
pertumbuhan ekonomi daerah ataupun nasional sehingga tercapai pertumbuhan dan
kenaikan income per kapita. Pemerintah mempunyai otoritas dalam pengaturan,
penyediaan dan peruntukan berbagai infrastruktur yang terkait dengan kebutuhan wisata
serta pemerintah bertanggung jawab dalam menentukan arah yang dituju perjalanan wisata.
4. Bagi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM); LSM merupakan pelaku tidak langsung dalam
pengembangan pariwisata dan hanya dapat melakukan berbagai kegiatan yang terkait
dengan konservasi dan regulasi kepemilikan dan pengusahaan sumber daya alam setempat.
Aspek Kelayakan Usaha
Kriteria keberhasilan kelayakan pengembangan pariwisata dan koperasi sebagai
berikut:
1. ANALISIS PASAR
Analisis pasar pariwisata untuk Sumba Barat Daya (SBD) dan Sabu Raijua sangat
bergantung pada potensi sumber daya yang beraneka ragam. Keragaman ini memberikan
pilihan bagi wisatawan menentukan tingkat preferensinya ketika disuguhi beberapa
pertanyaan mengenai potensi sumber daya yang menjadi unggulan bagi SBD dan Sabu
Raijua untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan (hasil analisis terlihat pada tabel 14).
Slogan “Back to Nature” memberikan kecenderungan wisatawan lebih memilih
menikmati atraksi yang berkaitan dengan:
a. Alam hayati terdiri dari:
 Wilayah pesisir dengan pantai dan gisiknya
 Laut, pulau karang dan taman lautnya
 Air terjun dan satwanya
b. Manusia dengan perilaku, budaya dan kebutuhannya, terdiri dari:
 Adat istiadat
 Budaya dan kebutuhan yang menggambarkan kedekatan manusia dengan alam
sekitar hingga keramahan dan kehalusan budaya dan perilakunya
 Hiburan rakyat: Pasola dan Upacara Da’ba Batu Altar
 Berbagai macam kesenian: seni suara, Tenun ikat dan Tarian
 Pengolahan produk-produk pertanian, perikanan dan peternakan secara tradisional
Atraksi alam hayati dan manusia dengan perilaku, budaya dan kebutuhannya dalam
penyuguhan dan presentasi masih dicirikan oleh masyarakat yang “alami””primitif” dan
eksotik”.
Dalam aspek pasar dan pemasaran hal-hal yang perlu dijabarkan adalah :
a. Ada tidaknya pasar: Konsumen sebagai calon pembeli untuk pasar pariwisata Sabu
Raijua dan Sumba Barat Daya sangat tinggi; seperti terlihat pada tabel berikut:
b. Pasar wisata di Sabu Raijua dan Sumba Barat Daya, dapat dibagi dalam tiga kelompok
besar yaitu:
1. Pasar Primer yang mencakup: pasar atraksi, pasar akomodasi, pasar transportasi,
pasar biro perjalanan dan tour operator , pasar pemandu wisata.
11

2. Pasar Sekunder yang meliputi: pasar barang cinderamata, penukaran uang, rental
kendaraan
3. Pasar Tersier meliputi: pasar jasa fotografi, buku panduan wisata, pengiriman barang
kebutuhan hotel.
2. Aspek Hukum dan Legalitas
Lembaga koperasi yang menjadi pilot pengembangan pariwisata yang telah
memenuhi syarat hukum dan legalitas mulai dari bentuk badan usaha sampai surat izin
yang dimiliki terlihat pada tabel 14 dan 15.
PENUTUP
1. Hasil survei dan analisis data diketahui bahwa produk pariwisata yang menjadi unggulan
dan layak dikembangkan adalah 1) Sabu Raijua: Lontar, jagung, sorgum, rumput laut,
atraksi budaya, atraksi laut/pantai dan atraksi tenun ikat. 2) Sumba Barat Daya: jagung,
pisang, kuda, kerbau, tebu, kakao, jambu mete, atraksi budaya, atraksi alam pegunungan,
atraksi laut/pantai dan atraksi tenun ikat.
2. Koperasi yang layak dipercayakan untuk mengembangkan potensi pariwisata adalah: 1)
Sabu Raijua: Koperasi Mira Kaddi Hari, KSU Habba Rae dap KSU Saliko. 2) Sumba Barat
Daya: KSP Iya Teki, KSP Eta Dabba, Kopwan Analalo, Hotel “Newa Resort”, Kopwan
Wali Ate dan Koperasi Tamera.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (2005). Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan, KPK Jakarta
Apriana Fanggidae (2005), Pengaruh Atraksi, Fasilitas dan Aksesibilitas Objek Wisata
Terhadap Tingkat Kunjungan Wisatawan, Studi Kasus (Persepsi Wisatawan mengenai
30 Objek Wisata di Daratan Timor dan Rote Ndao).Tesis.
_____________ (2006). Pedoman Umum dan Kelompok Kerja Tim Koordinasi
Penanggulangan Kemiskinan, TKPK Jakarta.
Cooper,(1997).Tourism Development Environmental and Community Issues, Wiley., New
York.
Damanik,dkk. (2006). Perencanaan Ekowisata. Dari Teori Ke Aplikasi. Penerbit Andi.
Freddy Rangkuti (2000).Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis . Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Gamal Suwantoro., (1997). Dasar-dasar Pariwisata.Penerbit ANDI Yogyakarta.
Lumsdon, Les., (1997). Tourism Marketing, London : International Thomson Business Press.
Hunger, etc; (2003).Manajemen Strategis. Penerbit ANDI Yogyakarta.
Hendrojodi, 1998.Koperasi Azasd-azas Teori dan Praktek.Jakarta : PT. Raja Grafindo Praja.
Ibnoe Soejono, 1993. Peranan dan Tanggung Jawab Pemerintah Sebagai Pengaman UU
No.25/1992 dan Pengaman Peraturan lainnya yang Mendukung Pengembangan
Koperasi.dan Pengusaha Kecil, Makalah, IKIP, Bandung.
R. G. Sokadijo (2000), Anatomi Pariwisata . Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama Jakarta.
Sarosa, Dj (2006). Kebijakan Pengembangan Ekonomi Daerah Melalui Inovasi Kemitraan
Dalam penanggulangan kemiskinan.GTZ Lembaga Transform Mataram.
Sumodiningrat, G (2003). Komite Penanggulangan Kemiskinan : Tinjauan Dari Sisi
Kelambagaan”, KPK Jakarta.
The International Ecotourism Society (TIES) ,2000.
Ecotourism Statistical Fact
Sheet.Koperasi Teori dan Praktik)
Arifin Sitio-Halomoan Tamba (2011).Koperasi Teori dan Praktik;
Undang-undang No. 25 Tahun 1992; tentang Perkoperasian
Undang-undang No.10 tahun 2009; tentang Pariwisata
12