MAKALAH Perilaku Individu dalam Organisa

MAKALAH

PERILAKU KEORGANISASIAN
Dosen Pengampu :

Mar’atul Fahima, S.E., M.M.

Oleh :
1. M. Nashir Amrulloh

{14051400

}

2. Vindi Nur Maharani

{1405140013}

3. Wiji Yuliati

{14051400


}

PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KH. A. WAHAB HASBULLAH
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perilaku Individu dalam
Organisasi”, makalah ini kami buat untuk memenihi tugas kelompok matakuliah
Perekonomian dan Sistem Keuangan Indonesia.
Kami ucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini, sehingga kami dapat menyelesaikannya tepat pada
waktunya. Ucapan terimakasih ini kami berikan kepada :
1.

Mar’atul Fahima, S.E., M.M.selaku dosen pengampu.


2.

Para penulis/penerbit buku maupun situs-situs internet yang
memperkenankan mengalihkan hak cipta karyanya kepada kami untuk
dipelajari.
Teman-teman yang ikut serta membantu menyelesaikan tugas kelompok
pembuatan makalah ini.

3.

Kami selaku penyusun makalah ini sepenuhnya menyadari bahwa makalah
ini belum sempurna, sehingga kami berharap uluran tangan dari para pembaca
untuk memberi kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini sesuai dengan harapan anda.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
kami selaku penyusun maupun para pembaca sekalian.

Jombang, 30 September 2015


Penyusun

Page |i

DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………..

i

Daftar Isi…………………………………………………………..... ii

BAB I PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang………………………………………………… 1

B.

Rumusan Masalah……………………………………………... 2


BAB II PEMBAHASAN
A.

Definisi Perilaku Individu dalam
Organisai…………..…………………………………………..

3

B.

Tingkatan Analisa Perilaku Individu dalam
Organisasi………………….…...………………….………….. 4

C.

Pendekatan-Pendekatan untuk Memahami Perilaku Individu… 5

D.

Konsep Perilaku Individu dalam

Organisasi……………………………………………………... 9

E.

………………………..…………………………….

13

BAB III PENUTUPAN
A.

Simpulan………………………………………………………. 25

B.

Saran…………………………………………………………... 26

Daftar Pustaka……………………………………………………… 27

P a g e | ii


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah salah satu dimensi penting dalam organisasi. Kinerja
organisasi sangat tergantung pada kinerja individu yang ada di dalamnya.
Seluruh pekerjaan dalam perusahaan itu, para karyawanlah yang menentukan
keberhasilannya. Sehingga berbagai upaya meningkatkan produktivitas
perusahaan harus dimulai dari perbaikan produktivitas karyawan. Oleh karena
itu, pemahaman tentang perilaku organisasi menjadi sangat penting dalam
rangka meningkatkan kinerjanya.
Perilaku merupakan hal yang sangat menarik untuk dipelajari baik
perilaku individu ataupun perilaku kelompok, mungkin kedengarannya asing
untuk mempelajari perilaku itu sendiri, namun hal ini sangat penting karena
dengan mengetahui arti dari perilaku kita dapat mengetahui apa yang
diinginkan oleh individu tersebut, hal ini bertujuan agar apa yang kita
harapkan

dapat


tercapai

dengan

kerjasama

setiap

individu

dengan

keanekaragaman perilakunya. Selain itu perilaku dalam sebuah organisasi
sangat mempengaruhi jalannya suatu organisasi tersebut.
Karyawan sebagai individu ketika memasuki perusahaan akan membawa
kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan
pengalaman masa lalunya sebagai karakteristik individualnya. Oleh karena itu,
maaf-maaf kalau kita mengamati karyawan baru di kantor. Ada yang terlampau
aktif, maupun yang terlampau pasif. Hal ini dapat dimengerti karena karyawan

baru biasanya masih membawa sifat-sifat karakteristik individualnya.
Selanjutnya karakteristik ini menurut Thoha (1983), akan berinteraksi
dengan tatanan organisasi seperti: peraturan dan hirarki, tugas-tugas,

wewenang dan tanggung jawab, sistem kompensasi dan sistem pengendalian.
Hasil interaksi tersebut akan membentuk perilaku-perilaku tertentu individu
dalam organisasi. Oleh karena itu penting bagi manajer untuk mengenalkan
aturan-aturan

perusahaan

kepada

karyawan

baru.

Misalnya

dengan


memberikan masa orientasi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan perilaku individu ?
2. Apa saja tingkatan analisis dalam perilaku organisasi ?
3. Bagaimana pendekatan-pendekatan untuk memahami perilaku individu ?
4. Apa saja konsep mengenai perilaku individu dalam organisasi ?
5. Bagaimana perilaku individu dalam organisasi ?

C. TUJUAN
Penulisan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1.

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah perilaku organisasi.

2.

Untuk memahami konsep mengenai perilaku individu dalam organisasi.


3.

Untuk mengetahui sejauh mana peranan organisasi dalam individu.

D. MANFAAT
Penulisan makalah ini tentu bukan tidak memiliki manfaat tentu kami selaku
penyusun mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, antara
lain manfaatnya adalah :
1. Tidak hanya memenuhi tugas mata kuliah dari dosen pengampu tapi juga
dapat mengetahui konsep yang dijelaskan dalam makalah ini.
2. Dan tidak hanya mengetahui akan tetapi juga dapat benar-benar memahami
apa yang telah dijelaskan dalam makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI
Perilaku Keorganisasian merupakan bidang studi yang mempelajari
tentang interaksi manusia dalam organisasi, meliputi studi secara sistimatis
tentang prilaku, struktur dan proses dalam Organisasi. Sedangkan Perilaku

individu adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara individu dengan
lingkungannya.

Individu

membawa

tatanan

dalam

organisasi

berupa

kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan, dan pengalaman
masa lainnya.
Perilaku individu juga dapat disebut sebagai perilaku atau interaksi
yang dilakukan oleh manusia atau individu di lingkungannya, perilaku
setiap individu sangatlah berbeda dan hal ini dipengaruhi oleh lingkungan
dimana individu tersebuut tinggal, perilaku yang berbeda mengakibatkan
berbedanya kebutuhan setiap individu, untuk itu perlunya suatu organisasi
agar kebutuhan yang berbeda tersebut dapat terpenuhi dengan bekerja sama
antar individu. Perilaku individu akan membentuk pada perilaku organisasi.
Organisasi diciptakan oleh manusia untuk mencapai suatu tujuan, dan
pada saat yang sama manusia juga membutukan Organisasi untuk
mengembangkan dirinya. Oleh sebab itu antara organisasi dengan manusia
memiliki hubungankan yang saling membutuhkan dan menguntungkan.

B. TINGKATAN ANALISA DALAM PERILAKU ORGANISASI
Kejadian-kejadian atau permasalahan yang terjadi dalam organisasi dapat
dianalisis dari tiga tingkatan analisis, yaitu : tingkat individu, kelompok dan
organisasi.
a. ada tingkat individu
Kejadian

yang

terjadi

dalam

organisasi

dianalisis

dalam

hubungannya dengan perilaku seseorang dan interaksi kepribadian dalam
suatu situasi. Masing-masing orang dalam organisasi memiliki sikap,
kepribadian,

nilai

dan

pengalaman

yang

berbeda

bedayang

mempengaruhinya dalam berperilaku.
b. Pada tingkat kelompok
Perilaku anggota kelompok dipengaruhi oleh dinamika anggota
kelompok, aturan kelompok, aturan kelompok dan nilai-nilai yang dianut
oleh kelompok.
c. Pada tingkat organisasi
Kejadian-kejadian yang terjadi dalam kontek struktur organisasi, struktur
dan posisi seseorang dalam organisasi membawa pengaruh pada setiap
interaksi sosial dalam organisasi.

C. PENDEKATAN-PENDEKATAN

UNTUK

MEMAHAMI

PERILAKU INDIVIDU
Untuk memahami perilaku

individu dapat menggunakan pendekatan yang

dikelompokan menjadi tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan kognitif adalah bahwa suatu perilaku oleh suatu rangsangan,
dimana perilaku individu terjadi atau timbul

dikarenakan

adanya

rangsangan

rangsangan

tersebut,

sehingga

timbulah

respon

atas

contohnya jika kita bertemu dengan teman dan kemudian dia bersikap
baik terhadap kita tentu saja kitapun akan bersikap baik pula.
2. Pendekatan penguatan adalah bahwa suatu perilaku dipengaruhi oleh
gerakan reflex yang digerakan oleh system syaraf motorik yang ada di
otak kita, contohnya jika tangan kita terkena api maka secara otomatis
kita menjauhkan atau menarik tangan dari api tersebut.
3. Pendekatan psikoanalitis adalah bahwa perilaku dipengaruhi oleh
kepribadiannya, sedangkan individu yang memiliki pribadi yang baik
adalah individu yang telah matang yaitu orang yang dapat membedakan
mana yang baik dan tidak baik bagi dirinya dan lingkungannya, orang
yang tidak semata-mata mementikngkan kepentingan pribadinya saja
melainkan mementingkan kepentingan lingkungannya.

D. KONSEP PERILAKU INDIVIDU DALAM KELOMPOK
1. Konsep Persepsi
Menurut Robbins dan Judge (2009), persepsi (perception) diartikan
sebagai cara individu menganalisis dan mengartikan pengamatan indrawi
mereka dengan tujuan untuk memberikan makna terhadap lingkungan
sekitar mereka. Seorang individu akan memandang segala sesuatu
dengan persepsi mereka sendiri yang mungkin saja berbeda dengan
persepsi orang lain.
Ada beberapa faktor yang dianggap mempengaruhi pembentukan
persepsi seseorang, yaitu :


Faktor Penerima Persepsi (receiver), berupa sikap individu,
kesukaan, motif individu, pengalaman, dan penghargaan.



Faktor Target yang dipersepsikan, berupa suara, ukuran, gerakan,
latar belakang, dan kesamaan.



Faktor Situasi, berupa waktu, tempat, dan kondisi social ketika
proses penganalisaan terjadi.
Salah satu teori yang mencoba menjelaskan mengapa persepsi

manusia berbeda-beda terhadap suatu hal adalah teori atribusi (attribution
theory). Teori ini menjelaskan ketika seorang individu mengamati sebuah
perilaku, mereka mencoba menentukan apakah perilaku tersebut
disebabkan oleh internal diri si individu ataukah disebabkan oleh factor
eksternal. Dari sinilah kemudian seseorang mendasarkan penilaian
terhadap perilaku individu.
Persepsi Seseorang artinya bagaimana persepsi yang dibuat oleh
individu tentang individu yang lainnya. Persepsi seseorang ini
dipengaruhi oleh :

1. Homo Valens
Manusia adalah mahluk yang berkeinginan atau memiliki
keinginan. Dalam diri manusia semua perilaku manusia baik yang
nampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran)
disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya. Baik yang kita sadari
dan

tidak

kita

sadari

namun

bisa

dengan

mudah

kita

akses(preconscious) dan ada yang sulit kita akses untuk dibawa ke
alam bawah sadar(unconscious). Dalam pikiran manusia 82%
dikendalikan oleh pikiran alam bawah sadar, 12% pikiran sadar dan
6% faktor lain. Di alam bawah sadar individu terdapat dua struktur
mental yang bisa diibaratkan sebagai gunung es dari kepribadian
kita, yaitu:


Id, atau yang disebut primary process thingking atau yang
dikenal dengan EQ (Emotional Quotient) yaitu berisi energi
psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.



Superego, atau yang dikenal dengan SQ (SpiritualQuotient )
yaitu berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosialyang diserap
individu dari lingkungannya.



Ego, atau yang disebut secondary process thingking atau yang
dikenal dengan IQ (Inteligents Quotient) yaitu sebagai pengawas
realitas.
Contoh :



Anda adalah seorang bendahara yang diserahi mengelola uang
sebesar 1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda: “Pakai
saja uang itu sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego
berkata:”Cek dulu, jangan-jangan nanti ada yang tahu!”.
Sementara superego menegur:”Jangan lakukan!”.



Pada masa anak-anak, kita dikendalikan sepenuhnya oleh id
kita, jika tidak mendapatkan sesuatu mereka akan memuaskan

kebutuhannya mereka dengan mencari pengganti seperti (bayi
akan mengisap jempolnya jika tidak mendapat dot misalnya).
Terkadang pada orang dewas muncul sikap seperti primary
process thingking yaitu mencari pengganti pemuas keinginan
contohnya menendang tong sampah karena merasa jengkel
akibat dimarahi bos kantor. Ego atau secondary process
thingking berkembang pada saat anak – anak memasuki dewasa
contohnya manusia sudah dapat menangguhkan pemuasan
keinginannya (sikap untuk memilih tidak jajan demi ingin
menabung misalnya).
2. Adanya Teori Hubungan
Artinya suatu usaha ketika individu mengamati perilaku untuk
menentukan apakah hal ini disebabkan secara internal atau eksternal.


Prilaku yang disebabkan secara internal adalah prilaku yang
dipengaruhi oleh kendali pribadi seorang individu.



Prilaku yang disebabkan secara eksternal adalah prilaku yang
dipengaruhi oleh sebab–sebab dari luar pribadi individu seperti
individu dipaksa untuk berprilaku demikian oleh situasi.

Misalnya :
jika karyawan datang terlambat, dan atasan mengasumsikan
bahwa karyawan tersebut bangun kesiangan karna menghadiri pesta
sampai larut malam, atau menyelesaikan pekerjaan hingga larut
malam atau nonton pertandingan bola sampai laurut malam, ini
disebut sebagai hubungan internal, tetapi jika keterlambatan tersebut
disebabkan oleh kemacetan lalulintas karna kecelakaan ini disebut
sebagai hubungan eksternal.
3. Persepsi Selektif

Adalah menginterprestasikan secara selektif apa yang dilihat
seseorang berdasarkan minat, latar belakang, pengalaman dan sikap
seseorang. Misalnya kita hanya memperhatikan sesuatu yang sama
dengan apa yang kita miliki.
4. Efek Halo
Efek halo adalah membuat sebuah gambaran umum tentang
seorang individu berdasarkan sebuah karakteristik. Misalnya
kepandaian, keramahan, atau penampilan seperti mahasiswa
memberikan penilaian terhadap dosen mereka oleh karena dosen
tersebut pendiam walaupun pandai dan sangat cakap maka
mahasiswa menilai dosen rendah.
5. Efek Kontras
Efek kontras adalah eveluasi tentang karakteristik seseorang
yang dipengaruhi oleh perbandingan dengan orang lain yang baru
ditemui, yang mendapatkan nilai lebih tinggi atau lebih rendah untuk
karakteristik yang sama. Misalnya seorang pelamar yang memiliki
kemampuan menengah mendapatkan evaluasi yang kurang baik
dibandingkan dengan pelamar yang memiliki kemampuan yang
unggul.
6. Proyeksi
Proyeksi adalah menghubungkan karakteristik diri sendiri
dengan individu yang lain. Misalnya pada saat kita menginginkan
tantangan dan tanggung jawab dalam pekerjaan kita, kita juga
mengasumsikan bahwa indvidu lain juga meninginkan hal yang
sama atau pada saat kita menganggap diri kita jujur dan dan bisa
dipercaya, maka kita juga mengasumsikan hal yang sama terhadap
orang lain.

7. Pembentukan Stereotip
Ini terjadi ketika penilaian yang kita berikan didasrkan pada
kelompok tempat orang tersebut, bukan didasarkan pada individunya
sendiri.
Misalnya :


pada saat terjadi bom bali, banyak orang beranggapan bahwa
semua muslim adalah teroris sehingga bagi negara2 tertentu
sangat proteksi terhadap muslim.



Pekerja–pekeraja asia merupakan pekerjas keras dan selalu
berhati–hati.



Lulusan lembaga pendidikan atau perguruan tinggi tertentu lebih
diterima dari pada lembaga pendidikan atau perguruan tinggi
lainnya

2. Konsep Nilai
Nilai adalah keyakinan dasar akan segala sesuatu yang dianggap
baik dan benar. Robbins dan Judge (2009) membagi nilai menjadi dua,
yaitu nilai instrumental dan nilai terminal. Nilai instrumental adalah
nilai-nilai yang dianut dalam berperilaku untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Sementara nilai terminal adalah nilai-nilai dari suatu tujuan yang
dianggap baik dan ingin dicapai. Contoh nyatanya misalkan : saya ingin
menjadi pintar (nilai terminal), oleh karena itu saya harus rajin belajar
(nilai instrumental).
Sifat - sifat nilai :
1. Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia.
Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati
hanyalah objek yang bernilai itu.Misalnya, orang yang memiliki

kejujuran. Kejujuran adalah nilai,tetapi kita tidak bisa mengindra
kejujuran itu. Yang dapat kita indra adalah kejujuran itu.
2. Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, citacita, dan suatu keharusan sehingga nilai nemiliki sifat ideal (das
sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan
manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang
berharap dan mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai
keadilan.nilai terminal suatu.
3. Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah
pendukung nilai.Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai
yang diyakininya. Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini
menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat
ketakwaan.
Nilai akan berbeda-beda pada diri setiap individu, tetapi Hofstede
mempunyai sebuah kerangka umum yang menyatakan bahwa nilai itu
bisa dilihat dari lima dimensi yang terdapat di hampir semua masyarakat
di dunia. Lima dimensi tersebut adalah :
1. Rentang kekuasaan (power distance), yaitu sejauh mana sebuah
masyarakat menerima bahwa kekuasaan itu tidak merata. Masyarakat
dengan rentang kekuasaan tinggi cenderung memiliki rentang yang
lebar yaitu seseorang bisa sangat berkuasa dan orang lain bisa sangat
tidak berkuasa. Sementara masyarakat dengan rentang kekuasaan
rendah memiliki rentang kekuasaan yang kurang lebih sama.
2. Individualisme dan kolektivisme. Individualism berarti bahwa seorang
individu lebih memilih untuk bertindak sendiri dibandingkan dengan
bertindak secara bersama-sama. Sedangkan kolektivisme merupakan
kebalikannya.
3. Maskulinitas dan femininitas. Maskulinitas berarti masyarakat
memberikan penilaian lebih terhadap kekuasaan, control, dan prestasi

serta memberikan penghargaan tinggi terhadap materi. Maskulinitas
dengan jelas membedakan peran antara laki-laki dan perempuan.
Sedangkan femininitas adalah kondisi masyarakat yang lebih
menghargai persamaan antara peran laki-laki dan perempuan.
4. Penghindaran terhadap ketidakpastian, suatu kondisi sejauh mana
masyarakat merasa terancam oleh adanya ketidakpastian.
5. Orientasi jangka pendek dan jangka panjang yaitu suatu kondisi
apakah masyarakat lebih menghargai masa kini atau masa depan.
3. Konsep Sikap (Attitude)
Sikap atau attitude diartikan sebagai pernyataan evaluasi atau
penilaian terhadap suatu objek, orang atau peristiwa. Sikap berbeda dari
perilaku. Sikap masih berupa penilaian abstrak. Penilaian tersebut
menjadi kongkrit dalam perilaku. Misal kita mempunyai sikap bahwa
korupsi itu tidak baik, penilaian kita tersebut menjadi nyata ketika kita
mewujudkan sikap tersebut ke dalam perilaku tidak melakukan korupsi.
Robbins dan Judge (2009) mengungkapkan ada tiga komponen yang
membangun sikap, yaitu :
1. Komponen Kognitif. Komponen ini merupakan komponen inti dari
sikap yang berupa penjelasan atau kepercayaan tentang suatu hal.
2. Komponen Afektif. Merupakan komponen sikap yang bersifat
emosional atau bagaimana seseorang merasakan sesuatu hal. Seperti
apakah ia merasa senang atau tidak.
3. Komponen Perilaku. Yaitu intense untuk berperilaku tertentu terhadap
seseorang atau suatu hal yang didasarkan pada keyakinan dan
perasaan yang dimiliki individu terhadap seseorang atau suatu hal
tersebut.
Tiga komponen sikap tersebut memberikan pemahaman bahwa
sikap individu dibentuk oleh kognisi dalam menggunakan rasio yang

dikombinasikan dengan kekuatan emosi yang akan mendorong seseorang
individu untuk menunjukkan perilaku tertentu.
4. Konsep Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja diartikan sebagai sikap individu terhadap
pekerjaannya. Seseorang yang memiliki kepuasan kerja tinggi akan
memiliki sikap yang positif terhadap pekerjaannya. Begitu pula
sebaliknya, orang yang tidak puas akan memiliki sikap yang negative
terhadap pekerjaannya.
Kepuasan kerja seseorang dapat diukur dengan menggunakan
pendekatan summation score. Pendekatan ini mencoba mengukur
kepuasan kerja seseorang dilihat dari enam elemen kunci pekerjaan, yaitu
: pekerjaan saat ini, atasan, teman sekerja, gaji yang diperoleh,
kesempatan promosi dan pekerjaan secara umum. Individu diminta
merespon keenam hal tersebut apakah ia merasa puas ataukah tidak.
Respon-respon tersebut kemudian dijumlahkan untuk mengetahui tingkat
kepuasan kerja secara keseluruhan.
Kepuasan kerja memiliki pengaruh dan dampak-dampak terhadap
tingkat produktivitas, tingkat absensi dan tingkat turnover.
5. Konsep Stress
Stress adalah suatu perasaan tertekan yang dialami seseorang
karena adanya Ketidakpastian atau Opportunity. Hal ini akan disertai
dengan suatu kegagalan (frustrasi) atau keberhasilan (sukses).
Pengaruh Stress :


Kontruktif adalah stress yang memberikan dampak positif atau yang
bersifat

membangun

performance yang tinggi.

seperti

kemampuan

adaptasi,

tingkat



Destruktif adalah stress yang memberikan dampak negatif atau
merusak jika tidak adanya daya tahan mental individu terhadap beban
yang dirasakan.

Gejala – Gejala Stress :
1. Gejala Fisik seperti nafas memburu, mulut & kerongkongan kering,
tangan lembab, merasa panas/gerah, otot menegang, gangguan
pencernaan, sakit kepala dan gelisah.
2. Gejala perilaku umum seperti perasaan cemas, sedih, jengkel, mudah
tersinggung, salah paham, tidak menarik, dan tidak bersemangat,
merasa tidak berharga mengakibatkan kesulitan dalam bepikir,
konsentrasi, sulit dalam mengambil keputusan, hilangnya minat
terhadap orang lain, hilangnya kreatifitas dan hilangnya gairah dalam
berpenampilan.
3. Gejala ditempat Kerja seperti kepuasan kerja rendah, kinerja menurun,
komunikasi tidak lancar, kreatifitas dan inovasi menurun, serta
bergulat pada tugas – tugas yang tidak produktif.
Sumber Stres Ditempat Kerja :
1. Kondisi dan situasi pekerjaan
2. Pekerjaannya (faktor yang berkaitan dengan tugas)
3. Job requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas
4. Hubungan interpersonal
Kondisi Dan Situasi Pekerjaan :
1. Beban kerja berlebihan secara kuantitatif
2. Beban kerja berlebihan secara kualitatif
3. Keputusan yang dibuat oleh seseorang
4. Bahaya fisik

5. Jadwal bekerja
Kondisi Atau Konsekuensi Yang Akan Muncul :
1. Kelelahan mental dan/atau fisik
2. Kelelahan yang amat sangat dalam bekerja (burnout)
3. Meningkatnya kesensitivan dan ketegangan
Pekerjaan :
1. Struktur yang kaku dan tidak bersahabat
2. Pertempuran politik
3. Pengawasan dan pelatihan yang tidak seimbang
4. Ketidakterlibatan dalam membuat keputusan
Kondisi Dan Konsekuensi Yang Ditimbulkan :
1. Menurunnya motivasi dan produktivitas
2. Ketidakpuasan kerja
Job Requirement Seperti Status Pekerjaan Dan Karir Yang Tidak Jelas :
1. Promosi ke jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya
2. Promosi ke jabatan yang lebih tinggi dari kemampuannya
3. Keamanan pekerjaannya
4. Ambisi yang berlebihan sehingga mengakibatkan frustrasi
Kondisi Atau Konsekuensi Yang Ditimbulkan :
1. Menurunnya produktivitas
2. Kehilangan rasa percaya diri
3. Meningkatkan kesensitifan dan ketegangan

4. Ketidakpuasan kerja
Hubungan Interpersonal :
1. Hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang buruk
2. Persaingan politik, kecemburuan dan kemarahan
3. Kurangnya perhatian manajemen terhadap karyawan
4. Mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi
5. Kurangnya dukungan dari pasangan hidup
6. Konflik pernikahan
7. Stres karena memiliki dua pekerjaan
Kondisi Atau Konsekuensi Yang Ditimbulkan :
1. Meningkatnya ketegangan
2. Meningkatnya tekanan darah
3. Ketidakpuasan kerja
4. Meningkatnya konflik dan kelelahan mental
5. Menurunnya motivasi dan produktivitas
6. Meningkatnya konflik pernikahan

E. PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI
1. Tingkat Produktivitas
produktivitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi
individu

dan

produktivitas

dimensi
dalam

organisasian.

kaitannya

Dimensi

dengan

individu

melihat

karakteristik-karakteristik

kepribadian individu yang muncul dalam bentuk sikap mental dan
mengandung makna keinginan dan upaya individu yang selalu berusaha
untuk

meningkatkan

kualitas

kehidupannya.

Sedangkan

dimensi

keorganisasian melihat produktivitas dalam kerangka hubungan teknis
antara masukan (input) dan keluaran (out put). Oleh karena itu dalam
pandangan ini, terjadinya peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat
dari aspek kuantitas, tetapi juga dapat dilihat dari aspek kualitas.
Kedua pengerian produktivitas tersebut mengandung cara atau
metode pengukuran tertentu yang secara praktek sukar dilakukan.
Kesulitan-kesulitan itu dikarenakan, pertama karakteristik-karakteristik
kepribadian individu bersifat kompleks, sedangkan yang kedua
disebabkan masukan-masukan sumber daya bermacam-macam dan
dalam proporsi yang berbeda-beda.
Produktivitas kerja sebagai salah satu orientasi manajemen dewasa
ini, keberadaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi

terhadap

produktivitas

pada

dasarnya

dapat

diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu pertama faktor-faktor yang
berpengaruh secara langsung, dan kedua faktor-faktor yang berpengaruh
secara tidak langsung.
Remunerasi
Remunerasi adalah merupakan imbalan atau balas jasa yang
diberikan perusahaan kepada tenaga kerja sebagai akibat dari prestasi
yang telah diberikannya dalam rangka mencapai tujuan perusahaan.
Pengertian ini mengisyaratkan bahwa keberadaannya di dalam suatu
organisasi perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab, akan

terkait langsung dengan pencapaian tujuan perusahaan. Remunerasi yang
rendah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari sisi
kemanusiaan maupun dari sisi kelangsungan hidup perusahaan.
Secara teoritis dapat dibedakan dua sistem remunerasi, yaitu yang
mengacu kepada teori Karl Mark dan yang mengacu kepada teori Neoklasik. Kedua teori tersebut masing-masing memiliki kelemahan. Oleh
karena itu, sistem pengupahan yang berlaku dewasa ini selalu berada
diantara dua sistem tersebut. Berarti bahwa tidak ada satupun pola yang
dapat berlaku umum. Yang perlu dipahami bahwa pola manapun yang
akan dipergunakan seyogianya disesuaikan dengan kebijakan remunerasi
masing-masing perusahaan dan mengacu kepada rasa keadilan bagi
kedua belah pihak (perusahaan dan karyawan).
Besarnya tingkat remunerasi untuk masing-masing perusahaan
adalah berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang
mempengaruhinya diantaranya, yaitu permintaan dan penawaran tenaga
kerja, kemampuan perusahaan, kemampuan dan keterampilan tenaga
kerja, peranan perusahaan, serikat buruh, besar kecilnya resiko pekerjaan,
campur tangan pemerintah, dan biaya hidup.
Dilihat dari sistemnya pembelian remunerasi dapat dibedakan atas
prestasi kerja, lama kerja, senioritas atau lama dinas, kebutuhan, dan
premi atau upah borongan
Pendidikan dan Latihan
Pendidikan dan latihan dipandang sebagai suatu invesatasi di
bidang sumber daya manusia yang bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas dari tenaga kerja. Oleh karena itu pendidikan dan latihan
merupakan salah satu faktor penting dalam organisasi perusahaan.
Pentingnya pendidikan dan latihan disamping berkaitan dengan berbagai
dinamika (perubahan) yang terjadi dalam lingkungan perusahaan, seperti
perubahan produksi, teknologi, dan tenaga kerja, juga berkaitan dengan
manfaat yang dapat dirasakannya. Manfaat tersebut antara lain:

meningkatnya produktivitas perusahaan, moral dan disiplin kerja,
memudahkan pengawasan, dan menstabilkan tenaga kerja.
Agar penyelenggaraan pendidikan dan latihan berhasil secara
efektif dan efisien, maka ada 5 (lima) hal yang harus di pahami, yaitu
1) adanya perbedaan individual,
2) berhubungan dengan analisa pekerjaan,
3) motivasi,
4) pemilihan peserta didik, dan
5) pemilihan metode yang tepat.
Pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja dapat diklasifikasikan
kepada dua kelompok, pertama, yakni pendidikan dan latihan bagi tenaga
kerja yang termasuk kepada kelompok tenaga kerja operasional, kedua,
pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja yang termasuk kepada
kelompok tenaga kerja yang menduduki jabatan manajerial. Untuk
masing-masing kelompok tenaga kerja tersebut diperlukan metode
pendidikan yang berbeda satu sama lain.
Faktor- faktor yang mempengaruhi produktivitas yaitu:
a.

Kemampuan,

adalah

kecakapan

yang

dimiliki

berdasarkan

pengetahuan, lingkungan kerja yang menyenangkan akan menambah
kemampuan tenaga kerja.
b.

Sikap, sesuatu yang menyangkut perangai tenaga kerja yang banyak
dihubungkan dengan moral dan semangat kerja .

c.

Situasi dan keadaan lingkungan, faktor ini menyangkut fasilitas dan
keadaan dimana semua karyawan dapat bekerja dengan tenang serta
sistim kompensasi yang ada.

d.

Motivasi, setiap tenaga kerja perlu diberikan motivasi dalam usaha
meningkatkan produktivitas.

e.

Upah, upah atau gaji minimum yang tidak sesuai dengan peraturan
pemerintah dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja.

f.

Tingkat pendidikan, latar belakang pendidikan dan latihan dari
tenaga kerja akan mempengaruhi produktivitas, karenanya perlu
diadakan peningkatan pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja.

g.

Perjanjian kerja, merupakan alat yang menjamin hak dan
kewajiban karyawan. Sebaiknya ada unsur-unsur peningkatan
produktivitas kerja.

h.

Penerapan teknologi, kemajuan teknologi sangat mempengaruhi
produktivitas, karena itu penerapan teknologi harus berorientasi
mempertahankan produktivitas.

2. Tingkat Absensi
Semangat kerja dapat diukur melalui absensi /presensi pegawai
ditempat kerja, tanggung jawabnya terhadap pekerjaan, disiplin kerja,
kerja sama dengan pimpinan atau teman sejawat dalam organisasi serta
tingkat produktivitas kerjanya. (Hasley, 1 992;67).
Untuk mengukur tinggi rendahnya semangat kerja pegawai dapat
melalui unsur-unsur semangat kerja tersebut yang meliputi : Presensi
(tingkat kehadiran), Disiplin Kerja, Kerja Sama, dan Tanggung Jawab.
Presensi merupakan kehadiran pegawai yang berkenaan dengan
tugas dan kewajibannya. Pada umumnya instasi atau lembaga selalu
memperhatikan pegawainya untuk datang dan pulang tepat waktu,
sehingga pekerjaan tidak tertunda. Ketidak hadiran seorang pegawai akan
berpengaruh terhadap produktivitas kerja, sehingga instansi atau lembaga
tidak bisa mencapai tujuan secara optimal.
Presensi atau kehadiran pegawai dapat diukur melalui :

a. Kehadiran karyawan ditempat kerja.
b. Ketepatan keryawan datang atau pulang
c. Kehadiran pegawai apabila mendapat undangan untuk mengikuti
kegiatan atau acara dalam instansi.
Dengan adanya tingkat absensi yang baik maka dapat meningkatkan disiplin pegawai. Sedangkan yang dimaksud dengan disiplin
adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan
Peraturan dari perusahan atau instansi baik tertulis maupun tidak
(Nitisemito, 1982; 199).
Tingkat disiplin kerja dapat dilihat dari :
a. Ketepatan waktu,
b. Mampu memanfaatkan dan menggerakkan perlengkapan dengan baik,
c. Menghasilkan pekerjaan yang memuaskan,
d. Mengikuti cara kerja yang ditentukan oleh perusahaan (kepatuhan
pada peraturan)
e. Memiliki tanggung jawab yang tinggi.
Agar perusahaan dapat berjalan dengan baik dan berkembang maka
dibuatlah suatu aturan yaitu yang biasa disebut peraturan perusahaan.
Peraturan perusahaan dapat diartikan ialah suatu kumpulan aturan yang
dibuat oleh seorang pemimpin perusahaan agar terciptanya suatu
keteraturan antara para pimpinan dan para karyawan sehingga terciptanya
keselarasan dalam bekerja.
3. Tingkat Turnover
Menurut Harninda (1999:27): “Turnover intentions pada dasarnya
adalah sama dengan keinginan berpindah karyawan dari satu tempat kerja
ke tempat kerja lainnya.” Pendapat tersebut menunjukkan bahwa
turnover intentions adalah keinginan untuk berpindah, belum sampai
pada tahap realisasi yaitu melakukan perpindahan dari satu tempat kerja
ke tempat kerja lainnya. Harnoto (2002:2) menyatakan: “turnover

intentions adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk keluar dari
perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover
intentions ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan
pekerjaan yang lebih baik.” Pendapat tersebut juga relatif sama dengan
pendapat yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa turnover intentions
pada dasarnya adalah keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari
perusahaan.
Indikasi Terjadinya Turnover Intentions
Menurut Harnoto (2002:2): “Turnover intentions ditandai oleh berbagai
hal yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat,
mulai malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja,
keberanian untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan
untuk menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda
dari biasanya.” Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk
memprediksikan turnover intentions karyawan dalam sebuah perusahaan.


Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya
ditandai dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab
karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.



Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih
malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya
yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan karyawan
bersangkutan.



Peningkatan terhadap pelanggaran tatatertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan
sering dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih
sering meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun
berbagai bentuk pelanggaran lainnya.



Peningkatan protes terhadap atasan

Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan.
Materi protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau
aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.


Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang karakteristik positif.
Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang
dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda
dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.
Dampak turnover bagi organisasi
Turnover ini merupakan petunjuk kestabilan karyawan. Semakin tinggi
turnover, berarti semakin sering terjadi pergantian karyawan. Tentu hal ini akan
merugikan perusahaan. Sebab, apabila seorang karyawan meninggalkan
perusahaan akan membawa berbagai biaya seperti:
1. Biaya penarikan karyawan. Menyangkut waktu dan fasilitas untuk
wawancara dalam proses seleksi karyawan, penarikan dan mempelajari
penggantian.
2. Biaya latihan. Menyangkut waktu pengawas, departemen personalia dan
karyawan yang dilatih.
3. Apa yang dikeluarkan buat karyawan lebih kecil dari yang dihasilkan
karyawan baru tersebut.
4. Tingkat kecelakaan para karyawan baru, biasanya cenderung tinggi.
5. Adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan.
6. Peralatan produksi yang tidak bisa digunakan sepenuhnya.
7. Banyak pemborosan karena adanya karyawan baru.
8. Perlu melakukan kerja lembur, kalau tidak akan mengalami penundaan
penyerahan.
Turnover yang tinggi pada suatu bidang dalam suatu organisasi,
menunjukkan bahwa bidang yang bersangkutan perlu diperbaiki kondisi
kerjanya atau cara pembinaannya.
Perhitungan Turnover

Tingkat turnover intentions bisa dinyatakan dengan berbagai rumusan.
Umumnya laju turnover intentions dinyatakan dalam persentase yang mencakup
jangka waktu tertentu. Andaikata suatu perusahaan memiliki rata-rata 800
tenaga kerja per bulan, di mana selama itu terjadi 16 kali karyawan keluar
(accession) dan 24 kali pemecatan (separation). Maka accession rate adalah
16/800 x 100% = 2%, sedang separation rate adalah 24/800 x 100% = 3%.
Dengan demikian tingkat replacement (penggantian) atau replacement rate
adalah sama dengan accession rate yakni 2%. Sebab replacement (penggatian)
atau replacement rate selalu harus seimbang dengan accession rate-nya. Hal ini
berarti bahwa dengan keluarnya seorang pegawai/karyawan misalnya, harus
segera diganti dengan seorang pegawai/karyawan baru sebagai penggantian
(replacement). Tingkat replacement tersebut sering pula disebut net labour
turnover, yang menekankan pada biaya perputaran tenaga kerja untuk menarik
dan melatih karyawan pengganti.

BAB III
PENUTUPAN

A. SIMPULAN
Perilaku individu dalam organisasi dipengaruhi oleh persepsi,
kepribadian dan emosi individu tersebut, dimana kita dapat menilai atau
menafsirkan perilaku dengan cara mengamati pola kebiasaan dan peraturanperaturan yang ada. Perilaku setiap individu satu dengan yang lainnya
berbeda sehingga diperlukan suatu pendekatan untuk menyatukan individuindividu tersebut agar dapat mencapai tujuan secara bersama-sama, adapun
selain dari menafsirkan perilaku individu untuk mengetahui tujuan individu
tersebut bisa menggunakan komunikasi sebagai media untuk mengetahui
individu tersebut.
Terdapat beberapa perbedaan karakteristik yang terdapat pada diri
setiap individu. Diantara beberapa karakteristik itu yaitu perbedaan mengenai
kecerdasan dan potensi yang dimiliki oleh masing-masing individu. Diatas
telah dipaparkan beberapa kecerdasan yang dimiliki oleh setiap individu, hal
itu merupakan acuan bagi seorang manajer agar dapat memahami apa saja
yang perlu dilakukan dalam mengorganisir setiap individu yang ada dalam
setiap organisasi dengan mengoptimalkan semua kecerdasan yang ia miliki
serta menyesuaikan setiap perilaku yang tercermin sesuai dengan kecerdasan
yang masing-masing individu miliki.
Dengan perbedaan kecerdasan yang dimiliki oleh setiap individu, maka
perilaku yang akan terwujud pun akan berbeda pada setiap diri individu
tersebut. Dengan setiap perbedaan kecerdasan yang dimiliki oleh setiap
individu akan mempengaruhi kepada setiap perilaku individu. Telah banyak
dilakukan mengenai pelatihan-pelatihan mengenai kecerdasan diatas, yang

diharapkan agar setiap individu apat meningkatkan setiap kinerjanya. Bila
setiap individu mempunyai perpaduan antara semua kecerdasan diatas, maka
akan berdampak baik pada individu tersebut begitu pula pada organisasi yang
dimasukinya.
Bila setiap individu memiliki semua kecerdasan diatas, organisasi akan
berjalan lancar dan tujuan akan tercapai. Setiap individu yang memiliki
kecerdasan social, maka kerjasama yang baik akan terjalin antar sesama
anggota maupun kelompok. Serta bila individu memiliki kecerdasan ESQ,
maka diantara setiap anggota, kelompok, atasan dengan bawahan akan
terdapat suatu kepercayaan antar satu sama lain yang kuat, karena setiap
individu dalam kelompok mempunyai akhlak yang baik. Oleh sebab itu
dalam setiap organisasi dibutuhkan suatu kecerdasan yang seimbang yang
dimiliki oleh setiap individu organisasi tersebut.

B. SARAN
Sebagai mahasiswa hendaknya tidak hanya sekedar mengerti akan teoriteori yang dijelaskan sebelumnya, akan lebih baik jika kita dapat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dimulai dari hal terkecil dalam
sebuah organisasi yang dapat menjadi sebuah bekal untuk masa depan
mengahadapi situasi sesungguhnya. Maka sebagai Agent Of Change kita
harus memaknai setiap kalimat yang tertulis didalam makalah yang telah
dijelaskan sebelumnya untuk mendapatkan manfaat dari kegiatan membaca
makalah ini dan dapat menerapkannya dikehidupan yang sesungguhnya. Dan
tidak hanya menguasai materi akantetapi sulit untuk membawanya didunia
kerja kelak saat menghadapi masa kerja setelah lulus dari perguruan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Robbin, Stephen P. 2003. Organizational Behavior, Thent Edition. New
Jersey: Pearson Education, Inc. alih bahasa: Molan, Benyamin. (2006).

Perilaku Organisasi. Jakarta: Gramedia
Afandi, Risky. 2012. Penjelasan Mengenai Perilaku Individu dan Contoh
Kasusnya . http://rizkiafandi.blogspot.co.id/2012/03/penjelasan-mengenai-

perilaku-individu.html. 25/09/2015.16:09.
Sutrisni, Puji. 2010. Perilaku Individu dalam Organisasi.
http://lukmancoroners.blogspot.co.id/2010/04/perilaku-individu-dalamorganisasi.html. 25/09/2015. 15:11.
Kuspriatni, Lista. 2010. Perilaku Individu dan Pengaruhnya terhadap organisasi.
Bandung : Alfabeta.