Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa d

Jurnal Tingkat Sarjana bidang Senirupa dan Desain

MAL SEBAGAI FASILITAS PENDIDIKAN LIFE SKILL UNTUK ANAK

Nadia Elok Putranti

Dr. Imam Santosa, M.Sn

Program Studi Sarjana Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB
Email: nadia.elok@yahoo.com

Kata Kunci : anak, gaya hidup,interior mal, life skill

Abstrak
Dalam pengembangan kepribadian anak selain pendidikan formal berupa soft skill dan hard skill diperlukan pula pendidikan life skill. Penelitian ini
bertujuan untuk mencari relasi antara masyarakat selaku pengguna dengan fasilitas interior sebuah mall, khususnya dikaitkan dengan pedidikan life
skill. Life Skill adalah pendidikan kecakapan hidup yang mengajarkan kemampuan pendukung seperti membaca, menulis, dan memecahkan masalah.
Dalam kaitan anak dengan fasilitas mall adalah bagaimana interior mall lebih mampu menarik minat belajar anak di banding interior sekolah atau
lembaga pendidikan lainnya. Hasil dari penelitian ini relasi antara anak dengan mall adalah interior mall yang lebih dinamis dan tematis sehingga
anak lebih memilih untuk datang ke mall. Hal itu dibuktikan dengan penyelenggaraan pendidikan life skill yang dilakukan oleh Kidzania yang
fasilitasnya disediakan oleh pengelola mall.


Abstract
In developing a child's character beside formal education such as soft and hard skill it is also necessary to learn about life skill. The purpose of this
research is to find the relation between society as a user and a mall's interior facilities, especially regarding life skill. Life skill is a subject that support
children by providing them the ability to read, write, and problem solving. In relation of children and mall facilities, this research focus on how a
mall's interior is more able to attract an interest to study rather than school's interior or other education institution. The result of this research is that
children prefer to go to a mall due to its dynamic and thematic interior. This is proven by Kidzania that provides life skill in a mall and the facilities
were
provided
by
mall's
management.

1. Pendahuluan
Seorang manusia membutuhkan pendidikan untuk menjalani hidup, karena pada hakekatnya fungsi pendidikan adalah
untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia (Undang-Undang No.
20, 2003). Hal ini tercermin dari cara manusia berorganisasi atau bersosialisasi dengan lainnya, dari kegiatan tersebut
manusia dapat mengaktualisasikan potensi diri melalui proses pembelajaran pada permasalahan yang mereka
hadapinya.
Berdasarkan hasil penelitian Depdiknas sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak

berumur empat tahun, 80% telah terjadi perkembangan yang pesat tentang jaringan otak ketika anak berumur delapan
tahun dan mencapai puncaknya ketika anak berumur delapan belas tahun, dan setelah itu walaupun dilakukan perbaikan
nutrisi tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan kognitif.
Maka di usia dini inilah waktu yang paling tepat untuk seseorang mendidik anaknya, sehingga di kemudian hari anak
tersebut bisa lebih baik dalam mempersiapkan masa depan. Dengan mendapatkan pendidikan di usia dini, anak akan
menjadi lebih berkualitas, baik dalam memasuki pendidikan selanjutnya.
Pendidikan yang dimaksud disini bukan hanya pendidikan formal yaitu pendidikan yang mengajarkan anak mengenai
sesutau yang lebih teoritis dan bersifat umum. Karena pada kenyataannya manusia tidak bisa bertahan hidup hanya
dengan sebatas pengetahuan yeori saja. Perlu adanya pola pembelajaran yang selalu memperhatikan perkembangan soft
skill dan hard skill anak, adanya penyelarasan pengembangan otak kiri dan kanan. Maka dari itu saat ini pendidikan
kecakapan hidup atau life skill juga perlu diajarkan kepada anak sejak dini, dengan begitu anak mendapatkan bekal
ketrampilan yang penting bagi hidup yang nanti dapat dikembangkan sesuai bakat dan minat masing-masing.
Pada kenyataannya, kebanyakan sekolah tidak bisa memberikan pendidikan life skill kepada siswanya secara maksimal.
Orang tua pun tidak bisa selamanya mengajarkan anak mereka mengenai pendidikan life skill dikarenakan pekerjaan
mereka yang banya menyita waktu. Menjawab fenomena ini banyak lembaga di luar sekolah yang menyediakan

fasilitas pendidikan life skill untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern saat ini. Pendidikan life skill ini mencakup
sikap, pengetahuan, daya cipta, dan keterampilan pada anak, yang bisa berupa kursus bahasa asing (Inggris, Mandarin,
dll), kesenian (musik, tari, lukis, dll), komputer, tata boga, bela diri, dan lain-lain.
Mall yang tadinya merupakan tempat untuk mencari kebutuhan manusia, saat ini sudah menjadi salah satu kebutuhan

masyarakat modern saat ini-dikarenakan lokasi, kenyamanan, dan lifestyle yang berkembang-dijadikan salah satu
tempat untuk pendidikan life skill anak. Yang menjadi salah satu alasan fasilitas pendidikan ditempatkan di mall adalah
desain yang lebih menarik bagi masyarakat. Desain pada mall juga bisa bisa lebih mendukung untuk setiap kebutuhan
atau konsep yang diterapkan, sehingga mengajak anak untuk belajar pun menjadi lebih mudah dan menyenangkan.
Untuk itu dirasa perlu untuk membahas mengenai pendidikan life skill di luar sekolah, agar masyarakat dapat memiliki
pengetahuan dan menentukan pilihan agar anak mendapatkan fasilitas pendidikan terbaik bagi masing-masing.

2. Analisis
A. Definisi Pendidikan Life Skill
“Life skills constitute a continuum of knowledge and aptitude that are necessary for a person to function effectively and
to avoid interruptions of employment experience” (Brolin, 1989).
“Kecakapan hidup merupakan sebuah kontinum pengetahuan dan bakat yang diperlukan bagi seseorang untuk berfungsi
secara efektif dan untuk menghindari gangguan dari pengalaman kerja” (Brolin, 1989)
Dengan demikian life skills dapat dinyatakan sebagai kecakapan untuk hidup. Istilah hidup, tidak semata-mata memiliki
kemampuan tertentu saja (vocational job), namun ia harus memiliki kemampuan dasar pendukungnya secara fungsional
seperti membaca, menulis, menghitung, merumuskan, dan memecahkan masalah, mengelola sumber daya, bekerja
dalam tim, terus belajar di tempat kerja, mempergunakan teknologi (Satori, 2002).
Indikator-indikator yang terkandung dalam life skills tersebut secara konseptual dikelompokkan : (1) Kecakapan
mengenal diri (self awarness) atau sering juga disebut kemampuan personal (personal skills), (2) Kecakapan berfikir
rasional (thinking skills) atau kecakapan akademik (akademik skills), (3) Kecakapan sosial (social skills), (4) Kecakapan

vokasional (vocational skills) sering juga disebut dengan keterampilan kejuruan artinya keterampilan yang dikaitkan
dengan bidang pekerjaan tertentu dan bersifat spesifik (specific skills) atau keterampilan teknis (technical skills).
Menurut Jacques Delor (Delors, 1996) mengatakan bahwa pada dasarnya program life skills ini berpegang pada empat
pilar pembelajaran yaitu sebagai berikut:





Learning to know (belajar untuk memperoleh pengetahuan).
Learning to do (belajar untuk dapat berbuat/bekerja).
Learning to be (belajar untuk menjadi orang yang berguna).
Learning to live together (belajar hidup bersama orang lain)

Pendidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup tidak mengubah sistem pendidikan yang ada dan juga
tidak untuk mereduksi pendidikan hanya sebagai latihan kerja. Pendidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk
hidup justru memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk memperoleh bekal keterampilan atau keahlian yang
dapat dijadikan sebagai sumber penghidupannya. Pendidikan yang berorientasi pada kecakapan untuk hidup juga tidak
untuk mendikte. Lembaga Pendidikan dan Pemerintah Daerah, tetapi hanya menawarkan berbagai kemungkinan atau
menu yang dapat dipilih sesuai dengan kondisi riil sekolah, baik ditinjau dari keberadaan siswa-siswanya maupun

kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 2

Nama Penulis ke-1

B. Kebutuhan Untuk Pendidikan Life Skill
Untuk mengimplementasikan program pembelajaran berbasis life skills bagi anak usia dini perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1.

Kukrikulum pada pendidikan anak usia dini didesain berdasarkan tingkat perkembangan anak.

2.

Materi maupun metodologi pendidikan yang dipakai dalam rangka pendidikan anak usia dini harus benarbenar memperhatikan tingkat perkembangan mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula
mempertimbangkan tugas perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan juga mengemban tugas
perkembangan tertentu.

3.


Kompetensi akademis merupakan alat untuk mencapai tujuan,dan manipulasi dilihat sebagai materi yang
berguna untuk pengembangan diri anak, Montessori, tokoh pendidikan anak usia dini, menganjurkan perlu
adanya area yang berbeda mewakili lingkungan yang disediakan, yaitu:
a.

Practical life memberikan pengembangan dari tugas organisasional dan urutan kognisi melalui
perawatan diri sendiri, perawatan lingkungan, melatih rasa syukur dan saling menghormati, dan
koordinasi dari pergerakan fisik,

b.

The sensorial area membuat anak mampu untuk mengurut, mengklasifikasi dan menerangkan impresi
sensori dalam hubungannya dengan panjang, lebar, temperatur, masa, warna, titik, dan lain-lain.

c.

Mathematics memanfaatkan pemanipulasian materi agar anak mampu untuk menginternalisasi konsep
angka, symbol, urutan operasi, dan memorisasi dari fakta dasar


d.

Language art yang di dalamnya termasuk pengembangan bahasa lisan, tulisan, membaca, kajian
tentang grammar, dramatisasi, dan kesusesteraan anak-anak. Keahlian dasar dalam menulis dan
membaca dikembangkan melalui penggunaan huruf dari kertas, kata-kata dari kertas pasir, dan
berbagai prestasi yang memungkinkan anak-anak untuk menghubungkan antara bunyi dan simbul
huruf, dan mengekpresikan pemikiran mereka melalui menulis.

e.

Cultural activies membawa anak-anak untuk mengetahui dasar-dasar geografis, sejarah dan ilmu
sosail. Musik, dan seni lainnya merupakan bagian dari kurikulum terintegrasi.

C. Pendidikan Life Skill di Dalam Mal
Mal adalah jenis dari pusat perbelanjaan yang secara arsitektural berupa bangunan tertutup dengan suhu yang diatur dan
memiliki jalur untuk berjalan jalan yang teratur sehingga berada diantara antar toko-toko kecil yang saling berhadapan .
Karena bentuk arsitektur bangunannya yang melebar (luas), umumnya sebuah mal memiliki tinggi tiga lantai.
Di dalam sebuah mal, penyewa besar (anchor tenant) lebih dari satu (banyak). Seperti jenis pusat perbelanjaan lain
seperti
toko

serba
ada
untuk
masuk
di
dalamnya.
Namun, dewasa ini mal tidak hanya menjadi tempat belanja saja, namun mal bisa menjadi tempat rekreasi, baik yang
bersifat kesenian, event dan juga olahraga. Maka mal dengan banyaknya fasilitas rekreasi menjadi daya tarik sendiri
bagi para konsumen.
Banyak lembaga di luar sekolah yang berbasis pendidikan life skill; seperti kursus Bahasa Inggris, kursus tata boga, dan
lain-lain; memilih lokasi tempat di dalam mall. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, faktor-faktor tersebut antara
lain,

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 3

1. Life style. Fenomena yang terjadi saat ini mall sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern saat ini.
Maka dari itu sesuatu yang ditempatkan didalam mall akan lebih menarik untuk dikunjungi oleh masyarakat dibanding
dengan lokasi-lokasi lainnya.

2. Lokasi. Banyak mall di kota-kota besar berlokasi di tempat yang strategis dan mudah di datangi.

3. One Stop Entertainment. Dalam mall masyarakat bisa mendapatkan fasilitas-fasilitas lengkap lainnya, sehingga
tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk memenuhi kebutuhan yang lain.
4. Better Design. Desain yang diimplementasikan didalam mall lebih menarik sesuai konsep masing-masing mall,
dengan desain yang lebih menarik akan lebih mudah menarik pengunjung untuk datang memasuki fasilitas dan tenants
yang ada didalamnya, termasuk lembaga pendidikan.
5. Prestige. Untuk sebagian masyarakat mall memiliki image yang prestige sehingga mereka akan lebih memiliki untuk
datang ke mall dibanding tempat lain.

Gambar 2.1 Interior Mall of Indonesia Kelapa Gading
(Sumber: Deniek G. Sukarya, Disparbud DKI Jakarta 2010)

Gambar 2.2 Image mewah yang dihadirkan pada interior mall (sumber: djc.com)

3. Studi Kasus Pendidikan Life Skill di Dalam Mal
A. KidZania Jakarta
KidZania Jakarta merupakan salah satu lembaga pendidikan di luar sekolah yang berbasis pendidikan life skill
dengan konsep edutinment yang berada di dalam mall di Jakarta, yaitu Pacific Place Jakarta.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 4

Nama Penulis ke-1


Sejauh ini, KidZania Jakarta merupakan fasilitas edutainment berbasis pendidikan life skill yang baik untuk anakanak. Hal ini didukung oleh faktor desain Kidzania yang sangat digarap khusus untuk mengajarkan anak-anak
mengenai pendidikan life skill.
B. Desain KidZania Jakarta
KidZania dibangun khusus menyerupai replika sebuah kota yang sesungguhnya, namun dalam ukuran anak-anak,
lengkap dengan jalan raya, bangunan, ritel juga berbagai kendaran yang berjalan di sekeliling kota.
Desain seperti ini jelas lebih menarik bagi anak dan juga mampu membuat anak membayangkan bagaimana keadaan
di luar sana yang sebenernya, sehingga anak memiliki bekal pengetahuan mengenai hidup yang nyata. Desain ini
diciptakan agar anak bisa langsung mengerti kehidupan nyata di luar sana seperti apa, tanpa skenario.
KidZania dibagi menjadi tiga area utama, yaitu: Airport, area pintu masuk dimana anak-anak naik pesawat untuk
menuju ke KidZania; Pusat Kota yang penuh dengan berbagai macam aktifitas; dan Pingiran Kota, lokasi
perindustrian yang dipenuhi dengan berbagai jenis pabrik. Di KidZania terdapat lebih dari 100 jenis aktifitas
permainan peran (role play) yang bisa dipilih anak-anak, yang dilengkapi juga dengan berbagai macam skenario dan
teknologi untuk membuat suasana dan aktifitas yang dilakukan semirip mungkin dengan yang ada di kehidupan
nyata.
Anak-anak bisa mencoba setiap aktifitas dan profesi yang ada didalam KidZania, hal ini bisa turut membantu dalam
pemilihan minat dan bakat seorang anak, sehingga orang tua bisa lebih bijak memilihkan pendidikan selanjutnya
yang lebih tinggi, agar memaksimalkan bakat dri setiap anak.
Di kota ini, anak-anak memainkan peran orang dewasa sambil mempelajari berbagai profesi. Misalnya, menjadi
seorang dokter, pilot, pekerja konstruksi, detektif swasta, arkeolog, pembalap F1 dan lebih dari 100 jenis profesi dan

pekerjaan orang dewasa lainnya.
Dengan desain miniatur kota seperti ini KidZania mengajarkan anak untuk :
1. Melakukan Sesuatu: anak-anak bisa mengekspresikan diri sendiri, menunjukkan keunikan dan
mendapatkan kebebasan;
2. Mengetahui Sesuatu: anak-anak bisa melakukan berbagai eksperimen dalam proses mencari ilmu
3. Saling Memperdulikan: anak-anak harus menunjukkan sikap saling memberi dukungan dan bersikap
proaktif
4. Bermain: anak-anak dapat bermain dan berinteraksi secara aktif dalam kehidupan. Sehingga anak-anak
mendapatkan bekal pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik untuk masa depannya.

Gambar 2.3 Miniatur kota yang diciptakan oleh KidZania
(Sumber: www.kidzania.co.id)

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 5

C. Interior KidZania Jakarta

Gambar 2.4 Interior KidZania Jakarta yang menyerupai kota mini (sumber: iswandibanna.com)

Kelas yang baik merupakan lingkungan belajar yang bersifat menantang dan merangsang anak untuk belajar,
memberikan rasa aman dan kepuasan kepada anak dalam mencapai tujuan belajarnya. Suatu kelas yang kondusif
menurut Marion (1991) dapat dilihat dengan ciri-ciri sebagai berikut, antara lain,
1.

Hasil pekerjaan anak-anak dipajang

2.

Tumbuhan hijau yang sehat di seluruh ruangan

3.

Poster warna-warni

4.

Ruangan diatur dalam area aktivitas yang berbeda

5.

Terdengan senandung berbicara dan tawa

6.

Fasilitas dan peralatan ditempatkan berdekatan dengan aktivitas yang berkaitan

Interior KidZania Jakarta yang menerupai miniatur kota membuat anak lebih menarik untuk dikunjungi dibanding
interior sekolah pada umumnya yang hanya berisi meja, kursi dan papan tulis. Dengan interior miniatur kota ini, anakanak bisa lebih cepat mendapatkan informasi penting untuk mereka dapatkan. Mereka juga bisa belajar menghadapi
kegidupan nyata yang sesungguhnya (tanpa skenario) dan belajar memcahkan setiap masalah yang mereka hadapi
disini.
Dengan karakter anak yang dinamis dan banyak bertanya, desain miniatur kota ini dirasa lebih cocok untuk
diimplementasikan di ruang kelas belajar anak. Karena anak bisa mencoba langsung sehingga rasa penasaran yang
selalu ada pada diri mereka bisa lansung diatasi. Banyaknya pilihan permainan yang ada di KidZania Jakarta ini juga
mampu menghindari kebosanan anak terhadap sesuatu yang monoton seperti pada ruang kelas pada umumnya.

4. Penutup / Kesimpulan
Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan kemampuan, kesanggupan dan keterampilan yang diperlukan oleh
seseorang untuk menjalankan kehidupan dengan nikmat dan bahagia. Pada dasamya, pendidikan kecakapan hidup
adalah pendidikan yang memberi bekal dasar dan latihan yang dilakukan secara benar kepada peserta didik tentang
nilai-nilai kehidupan sehari-hari agar yang bersangkutan mampu, sanggup dan terampil menjalankan kehidupannya
yaitu dapat menjaga kelangsungan hidup dan perkembangannya. Kecakapan hidup dapat dipilah menjadi dua kategori,
yaitu kecakalpan hidup yang bersifat dasar dan instrumental. Kecakapan dasar bersifat universal dan berlaku sepanjang
zaman, dan kecakapan instrumental bersifat relative, kondisional, dan dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan
ruang, waktu, dan situasi.
Mall yang memiliki kesan tidak baik untuk sebagian masyarakt juga ternyata mampu menyediakan fasilitas pendidikan
di luar sekolah yang baik untuk dijadikan pilihan. Mall menyediakan desain interior yang baik sehingga bisa lebih
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 6

Nama Penulis ke-1

mempengaruhi anak dalam berbagai aspek. Desain interior yang baik untuk pendidikan harus mampu memfasilitasi
kebutuhan pendidikan secara lengkap. Elemen interior yang ada didalamnya juga harus mampu menstimulus otak anak
agar dapat berkembang lebih baik. Selain itu harus diimbangi dengan pengajar yang berkualitas sehingga mampu
tercipta suatu kerja sama yang diharapkan mampu mencapai tujuan yang diinginkan sehingga mendapatkan maanfaat
yang maksimal bagi semua pihak.
Dari kenyataan yang ada, banyak sekolah yang disediakan pemerintah maupun lembaga swasta belum mampu
memenuhi kebutuhan pendidikan kecakapan hidup ini secara efektif. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan ruang yang
ada. Karena itu fasilitas pendidikan kecakapan hidup ini disediakan mal dengan lebih baik, dari segi lokasi dan desain
yang ada.
Namun karena pada dasarnya mal merupakan sesutau yang komersil maka mal itu sendiri membentuk gaya hidup bagi
masyarakat dalam hal pendidikan. Masyarakat tidak sepenuhnya memikirkan masalah pendidikan untuk anaknya,
namun masyarakat juga mengharapkan cerita yang bisa diceritakan kepada orang lain tentang sesuatu yang prestige
yang mereka alami. Didukung juga dengan imgae dari lokasi pendidikan kecakapan hidup itu berada, masyarakat harus
ikut menyesuaikan diri dengan lingkungan yang mereka hadapi agar mampu bersosialisasi dengan baik.

5. Saran
Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan life skill untuk anak ini sudah banyak lembaga-lembaga yang
menyediakan fasilitas tersebut, ada yang sudah mendapatkannya di sekolah-sekolah tertentu, ada juga yang
harus mendapatkan ekstra di luar sekolah. Pilihan tergantung individu masing-masing disesuaikan dengan
faktor-faktor keadaan masing-masing, seperti faktor ekonomi, selera, dan pertimbangan-pertimbangan
lainnya. Pilihan ini tentu harus menjadi yang terbaik untuk setiap anak, karena pendidikan merupakan asset
paling berharga yang dimiliki anak di masa depannya kelak.

Ucapan Terima Kasih
Artikel ini didasarkan kepada catatan proses berkarya dalam MK Seminar dan Kritik Desain Interior Program Studi
Sarjana Desain Interior FSRD ITB. Proses pelaksanaan penelitian MK Seminar dan Kritik Desain Interior ini
disupervisi oleh pembimbing Dr. Imam Santosa, M.Sn.

Daftar Pustaka
Bryan Lawson. 2001. The Language of Space . Architectural Press, Oxford.
Designing Places for People karya C.M Deasy, FAIA, dan Thomas E. Lasswell, Ph.D, Whitney Library of Design,
New York, 1985
New Dimensions in Shopping Centers and Stores karya Louis G. Redstone, FAIA, McGraw-Hill, New York

Brolin, D.E. 1989. Life Centered Career Education: A Competency Based Approach . Reston, VA: The Council for
Exceptional Children.
Depdiknas. 2002. Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup (Life Skill) Melalui Pendekatan Broad-Based
Education (Draft). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 1989. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Montessori, maria. 2008. The Absorbent Mind. Yogyakarta : Pustaka Belajar.
Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1 | 7

from http://www.aare.edu.au/04pap/mau04227.pdf
from
http://www.ibe.unesco.org/fileadmin/user_upload/archive/publications/Prospects/ProspectsOpenFiles/pr119ofe.pdf
from http://unesdoc.unesco.org/images/0010/001095/109590eo.pdf
from www.kidzania.co.id ,16 Maret 2011
from http://webspace.ship.edu/cgboer/adler.html, 16 Maret 2011
from http://www.scribd.com/doc/18120812/pengaturan-ruang-kelas-untuk-siswa-tk

Jurnal Tingkat Sarjana Senirupa dan Desain No.1| 8