BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencucian uang atau yang lebih dikenal dengan istilah

  

money laundering merupakan istilah yang sering didengar dari berbagai media

  massa, oleh sebab itu banyak pengertian yang berkembang sehubungan dengan istilah pencucian uang. Sutan Remi Sjahdeini menggarisbawahi, dewasa ini istilah

  

money laundering sudah lazim digunakan untuk menggambarkan usaha-usaha

  yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum untuk melegalisasi uang “kotor”,

  

  yang diperoleh dari hasil tindak pidana. Dalam Black’s Law Dictionary karya Henry Campbell Black (1990), money laundering didefinisikan sebagai berikut:

  

“Term used to describe investment or other transfer of money

flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal

sources into legal channels so that its original source cannot be

   traced.”

  Istilah ini menggambarkan bahwa pencucian uang (money laundering) adalah penyetoran atau penanaman uang atau bentuk lain dari pemindahan atau pengalihan uang yang berasal dari pemerasan, transaksi narkotika, dan sumber- sumber lain yang ilegal melalui saluran legal, sehingga sumber asal uang tersebut

   tidak dapat diketahui atau dilacak.

  Istilah pencucian uang atau money laundering dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, munculnya istilah tersebut erat kaitannya dengan perusahaan 1 2 Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm. 17.

  Bismar Nasution, Rejim Anti-Money Laundering di Indonesia, (Bandung: BooksTerrace & Library Pusat Informasi Hukum Indonesia, 2008), hlm.17. 3 H. Juni Sjafrien Jahja, Melawan Money Laundering, (Jakarta : Visimedia, 2012), hlm. 4.

  

laundry . Hal ini dikarenakan pada masa itu kejahatan pencucian uang tersebut

  dilakukan oleh organisasi kejahatan mafia melalui pembelian perusahaan- perusahaan pencuci pakaian atau laundry sebagai tempat untuk melakukan

   pencucian uang hasil kejahatan, dari sanalah muncul istilah money laundering.

  Menurut Aziz Syamsuddin, tindak pidana pencucian uang adalah tindakan memproses sejumlah besar uang ilegal hasil tindak pidana menjadi dana yang kelihatannya bersih atau sah menurut hukum, dengan menggunakan metode yang canggih, kreatif dan kompleks. Atau, tindak pidana pencucian uang sebagai suatu proses atau perbuatan yang bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang atau harta kekayaan, yang diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian diubah menjadi harta kekayaan yang seolah-olah berasal dari kegiatan

   yang sah.

  Tindak pidana pencucian uang ini bukan hanya bisa dilakukan oleh perorangan saja tetapi juga dapat dilakukan oleh korporasi. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia ini, sangat menitikberatkan perkembangan dan pembangunan ekonominya kepada sektor swasta yang didominasi oleh korporasi. Oleh karena itu hubungan antara tindak pidana pencucian uang dengan korporasi ini sangatlah erat. Perkembangan teknologi yang semakin maju pesat juga membawa pengaruh terhadap tindak pidana pencucian uang, salah satunya yang dilakukan oleh korporasi dapat dengan mudah terjadi dan menghasilkan kekayaan dalam jumlah yang sangat besar.

  4 5 Ibid. , hlm. 19 Ibid. , hlm. 19

  Korporasi bagi orang awam dimengerti hanya sebagai perusahaan saja, tetapi sebetulnya dalam hukum, korporasi mempunyai pengertian yang lebih detail. Kata korporasi menurut Kamus Hukum Fockema Andreae : “Corporatie: dengan istilah ini kadang-kadang dimaksudkan suatu badan hukum; sekumpulan manusia yang menurut hukum terikat mempunyai tujuan yang sama, atau berdasarkan sejarah menjadi bersatu, yang memerlihatkan sebagai subjek hukum

  

  tersendiri dan oleh hukum dianggap sebagai suatu kesatuan...”. Korporasi ini dapat berupa bank, perusahaan efek (dalam hal terjadi tindak pidana pencucian uang di pasar modal), dan sebagainya.

  Secara umum ada dua alasan pokok yang menyebabkan praktik pencucian uang diperangi dan dinyatakan sebagai tindak pidana, sebagai berikut:

  Pertama, Pengaruh pencucian uang pada sistem keuangan dan ekonomi

  diyakini berdampak negatif bagi perekonomian dunia. Misalnya, dampak negatif terhadap efektifitas penggunaan sumber daya dan dana yang banyak digunakan untuk kegiatan tidak sah dan menyebabkan pemanfaatan dana yang kurang

  

optimal, sehingga merugikan masyarakat.

  Hal tersebut terjadi karena uang hasil tindak pidana diinvestasikan di negara-negara yang dirasakan aman untuk mencuci uangnya, walaupun hasilnya lebih rendah. Uang hasil tindak pidana ini dapat saja beralih dari suatu negara yang perekonomiannya kurang baik. Dampak negatifnya money laundering bukan hanya menghambat pertumbuhan ekonomi dunia saja, tetapi juga menyebabkan 6 N.E Algra, H.W. Gokkel, Saleh Adiwinata, A. Teloeki, Boerhanoeddin St. Batoeah, Kamus Istilah Hukum Fockma Andreae Belanda – Indonesia (Bandung : Binacipta, 1983), hal.83. 7 H. Juni Sjafrien Jahja, Op.Cit., hlm.12.

  kurangnya kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional, fluktuasi yang tajam pada nilai tukar suku bunga dan dapat mengakibatkan ketidakstabilan

  

  Kedua, dengan ditetapkannya pencucian uang sebagai tindak pidana akan

  memudahkan penegak hukum untuk melakukan penindakan terhadap pelaku kejahatan tersebut. Misalnya, menyita hasil tindak pidana yang susah dilacak atau sudah dipindahtangankan kepada pihak ketiga. Dengan cara ini pelarian uang hasil tindak pidana dapat dicegah. Orientasi pemberantasan tindak pidana sudah beralih dari “menindak pelakunya” ke arah menyita “hasil tindak pidana”. Pernyataan pencucian uang sebagai tindak pidana juga merupakan dasar bagi penegak hukum untuk memidanakan pihak ketiga yang dianggap menghambat

   upaya penegakan hukum.

  Adanya sistem pelaporan transaksi dalam jumlah tertentu dan transaksi yang mencurigakan, memudahkan para penegak hukum untuk menyelidiki kasus pidana sampai kepada tokoh-tokoh dibelakang tindak pidana pencucian uang yang biasanya sulit dilacak dan ditangkap, karena pada umumnya mereka tidak terlihat dalam pelaksanaan tindak pidana, tetapi menikmati hasil tindak pidana tersebut.

  Oleh karena akibat dari pencucian uang dapat mengakibatkan ketidakstabilan pada perekonomian nasional dan internasional, maka pihak-pihak yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang

  

  harus melakukan tugasnya secara optimal. Pihak-pihak tersebut antara lain : 1.

  Bank Indonesia 8 9 Ibid., hlm. 13 10 Ibid.

H. Juni Sjafrien Jahja, Op.Cit., hlm 15

  Merupakan pengawas dan pembina industri perbankan, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat, pedagang valuta asing dan kegiatan usaha pengiriman uang (KUPU). Beberapa ketentuan yang terdapat dalam peraturan Bank Indonesia yang mendukung pencegahan tindak pidana pencucian uang, misalnya peraturan tentang penerapan KYC (Know Your Customer) dan penugasan khusus Direktur Kepatuhan pada bank umum untuk dapat menerapkan ketentuan perbankan yang sehat.

2. PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan)

  PPATK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Dalam menjaga keindependenannya, ketentuan mengenai PPATK dalam hubungannya dengan tindak pidana pencucian uang diatur dalam UU RI No.

  8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang melarang setiap orang untuk melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang PPATK. Di sisi lain, PPATK diwajibkan menolak dan/atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak manapun.

  Fungsi PPATK dalam melaksanakan tugas mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang, sebagai berikut : a.

  Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; b.

  Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; c. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor; d.

  Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana

   lain.

3. Pihak Pelapor

  Pihak pelapor dalam tindak pidana pencucian uang, meliputi pihak-

  

  pihak sebagai berikut: a. penyedia jasa keuangan:

  1) bank; 2) perusahaan pembiayaan; 3) perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi; 4) dana pensiun lembaga keuangan; 5) perusahaan efek; 6) manajer investasi; 7) kustodian; 8) wali amanat; 9) perposan sebagai penyedia jasa giro; 10) pedagang valuta asing; 11) penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu; 12) penyelenggara e-money dan/atau e-wallet; 13) koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam; 14) 11 pegadaian;

Pasal 40 UU RI No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

  12 Pasal 17 ayat (1) UU RI No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

  15) perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditi; 16) penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.

  b. penyedia barang dan/atau jasa lain:

  1) perusahaan properti/agen properti; 2) pedagang kendaraan bermotor; 3) pedagang permata dan perhiasan/logam mulia; 4) pedagang barang seni dan antik; atau 5) balai lelang.

  4. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) Merupakan lembaga yang bertugas melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan di bidang pasar modal dan lembaga keuangan nonbank. Terkait dengan pelaksanaan rezim anti pencucian uang, sebagai tindakan pencegahan, Bapepam-LK mengekuarkan kebijakan sesuai dengan Keputusan Ketua BAPEPAM-LK No. Kep-476/BL/2009 tentang Prinsip Mengenal Nasabah (PMN) oleh Penyedia Jasa Keuangan di Bidang Pasar Modal. Penyedia Jasa Keuangan di Bidang Pasar Modal antara lain perusahaan efek, pengelola reksa dana, dan kustodian. Sementara itu, yang dimaksud dengan lembaga keuangan non-bank antara lain perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan.

  Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, BAPEPAM-LK juga berwenang mengadakan pemeriksaan, penyidikan, bahkan menerapkan sanksi administratif terhadap setiap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap undang-undang tersebut.

  5. Kementrian Komunikasi dan Informatika

  Merupakan regulator / pengawas perposan sebagai salah satu pengelola jasa keuangan (PJK) berdasarkan UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

  6. Kementrian Perdagangan Merupakan regulator / pengawas perdagangan.

  7. Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Merupakan salah satu unit di bawah Kementrian Keuangan yang juga bagian dari rezim anti-pencucian uang terkait dengan pelaporan Cross Border

  CashCarrying (CBBC), yaitu pembawaan uang fisik lintas negara.

  8. Penegak hukum Berikut ini adalah penegak hukum terkait dengan tindak pidana pencucian uang.

  a.

  Penyidik Tindak Pidana Asal Penyidikan tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sementara itu, yang dimaksud dengan “penyidik tindak pidana asal” adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan sebagai berikut :

  1) Kepolisian Negara Republik Indonesia

  2) Kejaksaan

  3) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

  4) Badan Narkotika Nasional (BNN)

  5) Direktorat Jenderal Pajak

  6) Direktorat Jenderal Bea Cukai

  Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai kewenangannya.

  b.

  Pengadilan Melaksanakan pemeriksaan perkara tindak pidana pencucian uang pada sidang pengadilan. Khusus di pengadilan tindak pidana korupsi, perkara yang diproses selain pekara tindak pidana korupsi juga perkara tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi.

B. Perumusan Masalah

  Sesuai dengan topik pembahasan di atas penulis merumuskan beberapa hal yang akan dikaji dalam tulisan ini yaitu :

  1. Bagaimana pengaturan tentang tindak pidana pencucian uang? 2.

  Bagaimanakah bentuk-bentuk tindak pidana pencucian uang oleh korporasi?

  3. Bagaimana pertanggungjawaban hukum dalam tindak pidana korporasi? C.

  Tujuan dan Manfaat Secara umum tujuan utama penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi kewajiban dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Hukum dari

  Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

  Secara khusus lagi, tujuan penulisan skripsi ini disesuaikan dengan permasalahan yang sudah dirumuskan. Adapun yang menjadi tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1.

  Untuk mengetahui pengaturan tentang tindak pidana pencucian uang.

2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk tindak pidana pencucian uang oleh korporasi.

  3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum dalam tindak pidana korporasi sesuai dengan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

  Di samping tujuan di atas diharapkan juga skripsi ini memberi manfaat sebagai berikut :

  1. Secara teoritis, pembahasan ini bisa menjadi tambahan ilmu dalam hukum ekonomi. Dan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan dan pencegahan terhadap tindak pidana pencucian uang di Indonesia 2. Secara praktis, pembahasan skripsi ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya untuk mengetahui terjadinya tindak pidana pencucian uang pada suatu korporasi beserta akibat-akibatnya. D.

  Keaslian Penulisan “Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi

  Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang” yang diangkat sebagai judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti secara administrasi dan judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Jadi, penulisan dan pembahasan skripsi ini dengan mengangkat judul tersebutdi atas dapat dikatakan asli dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan objektif serta terbuka. Semua ini merupakan implikasi ciri dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga pengangkatan judul di atas dapat juga dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

  Adapun yang menjadi pengertian secara etimologis daripada judul skripsi ini adalah :

  1. Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dapat dipidana atau

   dihukum.

  2. Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur

   tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

  3. Korporasi adalah kumpulan orang dan / atau kekayaan yang terorganisasi,

   13 baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.

  Tb. Irman S., Hukum Pembuktian Pencucian Uang(Money Laundering), (Jakarta: MQS Publishing, 2006), hlm. 37. 14 Pasal 1 (1) UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan PemberantasanTindak Pidana Pencucian Uang

4. Berdasarkan dapat disinonimkan dengan kata menurut atau sesuai 5.

  Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 adalah Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang disahkan pada tanggal 22 Oktober 2010 ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122)

F. Metode Penulisan 1.

  Jenis dan Sifat Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan melakukan penelitian hukum yang mengacu kepada norma-norma hukum yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, digunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian dengan hanya menggunakan data-data sekunder. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan

  Penelitian ini bersifat deskriptif.

  Tujuan penelitian deskriptif adalah menggambarkan secara tepat, sifat individu, suatu gejala, keadaan atau kelompok tertentu, asas-asas atau suatu peraturan- peraturan hukum dalam konteks teori-teori hukum dan pelaksanannya, serta menganalisa secara cermat tentang penggunaan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tindak pidana pencucian uang. 15 Pasal 1 (10) UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan PemberantasanTindak

  Pidana Pencucian Uang 16 Johnny Ibrahim, Teori Metode dan Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayumedia Publishing, 2005), hal. 47.

  2. Data Berhubung karena metode penelitian adalah penelitian hukum normatif maka data-data yang dipergunakan adalah data-data berupa bahan hukum yang berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang seperti :

  a) Bahan Hukum Primer yaitu : bahan-bahan hukum atau dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang khusus yang berkaitan dengan masalah merger atau penggabungan perusahaan yang ada dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang dijadikan sasaran peraturan pelaksananya.

  b) Bahan hukum sekunder yaitu : bahan-bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer.

  c) Bahan hukum tertier yaitu : kamus, bahan dari internet dan lain-lain bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

  3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini, digunakan teknik pengumpulan data melalui Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian dengan mengumpulkan data dan meneliti melalui sumber bacaan yang berhubungan dengan judul skripsi ini, yang bersifat teoritis ilmiah yang dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian dan menganalisa masalah-masalah yang dihadapi. Teknik ini dipergunakan untuk mengumpulkan data sekunder.

  Penelitian yang dilakukan dengan membaca serta menganalisa peraturan perundang-undangan maupun karya ilmiah para sarjana, majalah, surat kabar, internet maupun sumber teoritis lainnya yang berkaitan dengan materi skripsi yang diajukan.

4. Analisa Data

  Analisis data dilakukan secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin dan pasal-pasal di dalam Undang-Undang yang relevan dengan permasalahan, membuat sistematika dari data-data tersebut sehingga akan menghasikan kuslifikasi tertentu yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis secara kualitatif akan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sisteatis pula, selanjutnya semua data diseleksi, diolah kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang dimaksud

G. Sistematika Penulisan

  Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran tulisan ini maka penelitian ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan secara ringkas latar belakang, pokok

  permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

  BAB II : PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengaturan tindak pidana

  pencucian uang, mencakup sejarah dan pengaturan pencucian uang, serta pengaturan tentang korporasi secara umum.

  

BAB III : BENTUK-BENTUK TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

OLEH KORPORASI Dalam bab ini akan dibahas mengenai pengaturan korporasi di Indonesia dan bentuk-bentuk tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh korporasi.

BAB IV : PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM TINDAK

PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) Dalam bab ini akan dibahas mengenai unsur-unsur penentuan

  kooporasi melakukan praktek money laundering, tanggung jawab korporasi dalam rezim anti-money laundering dan bentuk pertanggungjawaban korporasi yang melakukan praktek money laundering .

  BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran.

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Tentang Penentuan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Dalam UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 66 142

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Perpajakan Melalui Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

1 69 151

Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

2 82 117

Pembuktian Terbalik Dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

3 71 102

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Ditinjau Dari Sistem Pembuktian

3 54 131

Penanggulangan Kejahatan Trafficking Melalui Undang-Undang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

1 54 130

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pembatasan Transaksi Tunai Sebagai Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Dan Tindak Pidana Pencucian Uang Di Indonesia

0 0 36

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Identifikasi Transaksi Keuangan Mencurigakan Oleh Penyedia Jasa Keuangan Bank Sebagai Upaya Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 0 25

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG - Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Dilakukan Oleh Korporasi Menurut UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang

0 0 35