BAB II LANDASAN TEORI A. Kisah Penulis dalam karya “Esa Neme Sosona Losa Mate’Ena” - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Esa Neme Sosona Losa Mate’Ena: Sebuah Komposisi Musik Program untuk Ansambel Musik

BAB II LANDASAN TEORI A. Kisah Penulis dalam karya “Esa Neme Sosona Losa Mate’Ena” Mimpi dan cita-cita adalah hal yang dimiliki oleh semua orang,

  begitupun juga dengan penulis. Berawal dari hobi dan kesenangan penulis dengan musik membuatnya ingin menjadi seorang musisi dikemudian hari. Sejak kecil penulis sudah diperkenal dengan musik oleh opa yang juga musisi di kota Makassar. Alat musik pertama yang dikuasai oleh penulis untuk dimainkan adalah drum, kemudian penulis terus mengembangkannya dengan mengikuti kursus drum. Bercita-cita sebagai musisi, membuat penulis ingin melanjutkan pendidikan dan mendalami secara serius ilmu komposisi.

  Perbedaan pandangan, pendapat, dan keinginan menjadi hambatan yang pertama, sehingga membuat penulis tidak dapat langsung melanjutkan pendidikannya setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA). Keinginan dan pendapat orang tua ialah agar penulis melanjutkan pendidikan di bidang theologi bukan bidang seni musik. Namun penulis memiliki keinginan yang kuat serta pendapat lain yaitu belajar di bidang seni musik. Butuh waktu satu tahun untuk penulis meyakinkan kepada orang tua bahwa menjadi seorang musisi juga bisa berguna dan menghasilkan uang.

  Memasuki jenjang perkuliahan, tantangan dan hambatanpun berdatangan. Dari masalah perkuliahan dan kurangnya motivasi diri yang membuat penulis mengalami pasang surut emosional. Kadang kala penulis begitu semangat untuk berangkat kuliah dan ada saatnya penulis malas atau tidak bersemangat untuk kuliah. Namun berkat campur tangan Tuhan Yang Maha Esa serta dukungan dari teman-teman, maka penulis dapat melalui semuanya itu.

  Berdasarkam uraian diatas, penulis ingin berbagi kisah dan pengalaman melalui karya yang ditulis pada tugas akhir ini dalam bentuk komposisi musik program “Esa Neme Sosona Losa Mate’Ena”.

B. Musik program

  Istilah musik program mulai diperkenalkan pada periode Romantik oleh Hector Berlioz. Hector Berlioz lahir pada tahun 1803 dan wafat pada tahun 1869. Hector merupakan komponis Perancis. Komposisi Hector yang terkenal adalah Symphonie Fantastique dan pertama kali ditampilkan pada tahun 1830. Karya tersebut mengisahkan tentang seseorang seniman yang berbakat yang meracuni dirinya sendiri karena cinta yang tidak berpengharapan. Itulah awal terbentuknya istilah musik program. Hakekat dari musik program adalah suatu peristiwa, cerita, situasi yang dilukiskan melalui sarana musik sehingga terciptalah asosiasi kepada peristiwa yang

  1

  diangkat saat musik dibunyikan . Artinya musik kini tidak lagi mengikuti aturan bentuk yang baku tetapi terikat pada urutan cerita atau kisah yang diangkat.

  Berbeda dengan Hector, musik program menurut Frans List “any

  preface in intelligible language added to a piece of instrumental music by mean of which the composer intend to guard the listener against a wrong poetical interpretation and to direct his attention to apoetical idea of the whole or to a particular part of it

  ” [seperti pembukaan yang ditambahkan pada suatu karya musik instrumental dengan tujuan agar pendengar tidak menciptakan interpretasi yang salah serta agar komponis itu sendiri dapat memusatkan perhatian ide-ide dari keseluruhan maupun bagian-bagian

  2

  kecil dari musik tersebut] . List tidak menganggap bahwa musik merupakan media yang dapat mendeskripsikan suatu obyek secara langsung, namun ia menganggap bahwa musik dapat menuntun pendengar 1 untuk berada dalam suatu pemikiran yang sejalan dengan karakter obyek 2 Rhoderick J. McNeill, Sejarah Musik 2 (Jakarta,Gunung Mulia,2000), 116.

  

Leon Stein, Structure & Style-The Study and Analysis of Musical Form (New Jersey:Summy-Bichard Music,1979), 171. yang diangkat. Artinya bahwa dengan memberikan gagasan tentang karakteristik emosional suatu hal, maka musik dapat mempresentasikan hal tersebut secara langsung.

  Musik program termasuk dalam kategori free form atau komposisi musik dalam bentuk bebas. Tidak ada aturan atau teknik penulisan yang baku, karena bagian-bagian dari keseluruhan komposisi berdasarkan cerita atau puisi. Motif-motif melodi dalam musik program diciptakan berdasarkan imajinasi komponis untuk mewakili dan menggambarkan suatu tokoh tertentu, suasana ataupun karakter. Musik program memiliki perbedaan dengan musik absolut hal ini dapat dilihat dari cara atau usaha dalam mengilustrasikan suatu obyek. Musik absolut merupakan musik murni yang tidak berhubungan dengan ide dari luar, seperti ide

  3 kesusatraan atau sikap emosi yang subyektif dari komponis sendiri .

  Dalam musik program, bentuk dan ide musikal dipengaruhi oleh sebuah asosiasi atau program musikal tambahan. Ada empat jenis musik program diantaranya : 1.

  Narrative adalah jenis musik program yang berdasarkan rangkaian atau urutan kejadian. Salah satu contoh karya yang mempresentasikan jenis musik program ini adalah “Symphonie Fantastique” ciptaan Hector Berlioz dan “Don Quixote” ciptaan Richard Strauss.

  2. Descriptive atau Representational adalah jenis musik program lainnya yang mewakili suatu kejadian lingkup ruang, waktu, ataupun suasana.

  Karya yang mewakili jenis musik program ini adalah “The Fountain of

  Rome

  ” ciptaan Respighi dan “Picture at an Exhibition” ciptaan Moussorgsky.

  3. Apellative adalah jenis musik program yang mengandung karakter yang tertera langsung pada judul komposisi, seperti karya dari Robert Schumann yang berjudul “Carnival”.

  4. Ideational adalah jenis musik program yang berupaya untuk 3 mengekspresikan sebuah konsep filosofi atau psikologi. Karya Franz J. McNeill, 61.

  Liszt yang berjudul “Faust Symphony” bagian pertama menggunakan

  4 jenis musik program ini.

  Pada tugas akhir ini penulis ingin menceritakan tengtang rangkaian kejadian yang dialami penulis dalam mewujudkan mimpi dan cita-citanya melalui komposisi musik program yang bersifat naratif.

C. Ansambel Musik

  Ansambel musik merupakan kumpulan orang yang memainkan instrumen musik yang berbeda secara bersamaan. Ansambel musik umumnya terdiri dari dua jenis instrumen atau lebih, seperti duo, trio, maupun kuartet. Ansambel musik juga dapat dikategorikan berdasarkan jenis instrumen seperti ansambel tiup, ansambel gesek, dan ansambel perkusi. Penulis memilih format ansambel musik yang terdiri dari instrumen biola, biola alto, cello, gitar elektrik, bass, keyboard, drum set, dan sasando dalan komposisi musik program ini dengan tujuan untuk mendapatkan karakter suara yang diinginkan untuk menggambarkan tokoh dan suasan yang ada dalam cerita tersebut. Berikut penjabaran instrumen yang digunakan penulis pada komposisi ini : 1.

   Sejarah Dan Perkembangan Sasando

  Sasando atau sasandu memiliki beberapa sejarah berdasarkan legenda, bahwa sasandu adalah alat musik yang berasal dari Kabupaten Rote Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sasando berfungsi sebagai musik hiburan, baik hiburan pribadi maupun hiburan dalam peristiwa masyarakat seperti hiburan untuk keluarga yang sedang berduka, hiburan dalam pernikahan, peresmian, dan acara penyambutan. Sasando tidak hanya menjadi alat musik hiburan masyarakat Rote namun juga berfungsi sebagai alat musik pengiring tari dan pengiring lagu-lagu di Gereja.

4 Leon Stein, Stucture and Style: The Study and Analysis of Musical Form (New Jersey: Summy-Bichard Music, 1997), 71.

  Kemunculan alat musik Sasando ini tidak dapat dipastikan secara mutlak dan hanya bersifat sebagai legenda atau cerita rakyat. Cerita yang menyimpan keunikan dan tanda tanya mengenai beberapa penfsiran maupun pendapat masyarakatnya, yang mendalami asal usul alat musik Sasando tersebut hanya bisa disimak dari sebuah cerita yang berkembang di masyarakatnya.

  Dari cerita rakyat masyarakat Rote yang berpendapat bahwa alat musik Sasando ditemukan atau diciptakan salah satunya oleh Pupuk Soroba melalui inspirasi sewaktu ia menyaksikan seekor laba-laba yang besar sedang asik memainkan jaring (sarangnya) sehingga terdengar

  5

  alunan bunyi yang indah. Berdasar pengalamannya itu, ia ingin menciptakan suatu alat yang dapat mengeluarkan bunyi yang indah.

  Cerita lain yang mengisahkan bahwa alat musik Sasando pertama kali diciptakan oleh dua orang sahabat yang bernama Lunggi Lain dan Balok Ama Sina yang kesehariannya bekerja sebagai penggembala domba dan

  6

  penyadap tuak. Pada awalnya mereka membuat alat musik sasando ketika mereka sedang mengrajin haik yaitu tempat penampungan air tuak yang terbuat dari daun lontar. Dari lembaran daun lontar itu terdapat semacam benang yang disebut fikfik. Fikfik tersebut dikencangkan dan dipetik lalu menghasilkan bunyi yang berbeda-beda, namun benang tersebut sangat mudah putus. Oleh karena itu Lunggi Lain dan Balok Ama Sina membuat alat musik petik yang dapat menirukan nada-nada yang dimiliki alat musik Gong.

  Berkat semangat yang tidak pernah padam, mereka berhasil membuat alat musik yang memiliki bunyi dan nada yang serupa dengan Gong dengan cara mencungkil tulang-tulang dari daun lontar yang kemudian diganjal dengan batang kayu. Namun karena nada-nada yang dihasilkan mudah berubah, maka tulang-tulang daun lontar diganti dengan bambu 5 yang diganjal menggunakan batang kayu sejumlah nada-nada yang ada 6 Paul A. Haning, Sasandu : Alat Musik Tradisional (Kupang, CV. Kiaros, 2010), 11.

  Djony L. K. Theedens, Pedoman Permainan Sasando (Kupang, CV. Pengharapan Karya Abadi, 1996), 3. pada Gong. Setelah itu timbul gagasan untuk mengganti dawai dengan serat pelepah daun lontar dan ruang resonansinya dengan haik. Akhir dari pengembangan alat musik ini, dawainya diganti dengan senar yang terbuat

  7 dari kawat.

  Sasando adalah salah satu produk kreatifitas masyarakat Rote yang merupakan wujud dari hasil budaya masyarajat setempat yang bertumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Alat musik petik ini memiliki keunikan yang bisa dikatakan berbeda dengan alat musik lainnya dari segi bentuk. Jaman dahulu populasi penduduk pulau ini masih berjumlah sedikit dan sebagian besar lahan ditumbuhi pohon lontar, oleh sebab itu penduduk Rote sangat bergantung pada hasil pohon lontar dan benar-benar memanfaatkan hasil lonat untuk kebutuhan mereka sehari-hari seperti membuat rumah adat keranjang, karung, tikar, kipas maupun sebagai

  8 bahan dasar pembuatan topi yang dikenal dengan sebutan Ti’i Langga.

  Selain itu daun pohon lontar juga yang digunakan sebagai resonator pada alat musik Sasando. Dari berbagai manfaat tersebut, bagi masyarakat Rote pohon lontar sudah menyatu dalam diri mereka sehingga dalam syair adat

  9 sering dijumpai pohon lontar disebut juga sebagai pohon kehidupan.

2. Bagian-bagian Sasando

  Sasando merupakan alat musik yang tergolong dalam alat musik jenis chordophones, yaitu alat musik yang memiliki sumber bunyi berasal

  10

  dari jenis tali, kawat, serat dan sebagainya yang direntangkan. Bagian utama pada alat musik sasando yaitu sebuah tabung panjang yang terbuat dari bambu, berfungsi sebagai tempat dimana senda atau penyanggah dawai ditempatkan secara melingkar. Senda merupakan potongan kayu yang berukuran kecil dan memiliki fungsi yang mirip dengan fret pada 7 8 K. Theedens, 3.

  James J. Fox, Panen Lontar Perubahan Ekologi dalam Kehidupan Masyarakat Pulau Rote dan Sawu (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), 46. 9 Andre Z. Soh dan Maria N. D. K Indrayana, Rote Ndao Mutiara Dari Selatan, Falsafah dan Pandangan Hidup Suku Rote Tentang Lontar (Jakarta: Yayasan Kelopak, 2008), 113 10 K. Theedens, 2. gitar. Bagian lain pada alat musik sasando yaitu haik. Haik merupakan anyaman daun lontar yang sering digunakan oleh masyarakat Rote sebagai wadah untuk menaruh hasil sadapan lontar. Fungsi haik pada alat musik sasando yaitu sebagai resonator yang membuat dentingan setiap dawai dari sasando.

  a c d e b f g h

Gambar 2.1 Bagian-bagian Sasando

  Keterangan gambar :

  a) Kaon : hiasan pada puncak haik sebagai penambah tampilan estesis alat musik Sasando.

  b) Haik : ruang resonator.

  c) Langa : potongan kayu pada ujung atas Aon.

  d) Ai-Didipo : tempat lilitan dawai yang berfungsi sebagai tuning untuk melaraskan nada.

  e) Aon : tempat peletekan senar/dawai Sasando, funsinya sama seperti nut pada Gitar.

  f) Senda : penyanggah dawai yang berfungsi seperti fret pada Gitar.

  g) Ei : dawai/senar Sasando.

  h) Mea : potongan kayu pada ujung bawah Aon.

  3. Jenis-jenis Sasando

  a) Sasando Gong

  Alat musik ini diperkirakan muncul sejak abad ke-7. Istilah gong digunakan karena nada pada Sasando ini sama dengan nada yang ada pada gong Rote yaitu nada-nada pentatonis. Pada awalnya sasando gong memiliki lima dawai, kemudianpada perkembangannya menjadi tujuh dawai, sembilan dawai, hinga 10 dawai yang melambang siklus kehidupan

  11 manusia atau janin serta kemahakuasaan khalik.

  Djony L. K. Theedens dalam bukunya yang berjudul Pedoman

  

Permainan Sasando , menjelaskan bahwa tangga nada yang digunakan

  adalah tangga nada pelog dan slendro, dalam istilah daerah setempat disebut laras tinggi dan laras rendah. Dalam sistem penalaan musik barat, nada yang digunakan adalah sol-si-do-mi-fa sedangkan dalam bahasa Rote sebagai berikut : Ina Makamu, Ina Tataik, Ina Taladak, Gasak Daek, Leko,

  12 Paseli, Paimali, Ana Laik, dan Ana Doodea.

  b) Sasando Biola

  Sasando biola ada sekitar tahun 1910an dimana Cornelis Frans diyakini sebagai pencipta alat musik tersebut. Sasando biola ada dikarenakan pengaruh dari alat musik biola yang dibawa oleh bangsa

  13 Portugis yang masuk ke daratan Rote. Sasando jenis ini dikembangkan

  mengikut nada-nada yang ada pada alat musik biola, oleh sebab itu sasando jenis ini dinamakan sasando biola. Perbedaan sasando biola dan sasando gong tidak terlalu jauh, hanya saja pada ukuran tabung bambu yang digunakan dan juga jumlah dawainya. Pada sasando biola jumlah dawai yang digunakan mulai dari 24 sampai 60 dawai, namun idealnya yang digunakan adalah 32 dawai.

  Sasando biola dapat memainkan trisuara atau trinada, akord, melodi, dan bass secara bersamaan. Hal tersebut dikarenakan sasando 11 biola memiliki oktaf yang lebih banyak dibandingkan sasando gong yang 12 A. Haning, 20. 13 K. Theedens, 2.

A. Haning, 18.

  hanya terdiri dari satu oktaf saja sehingga secara harmonisasisSasando jenis biola lebih variatif. Sistem tangga nada dari sasando biola yaitu yang terdiri dari nada dasar C dan G. Ragam bentuk sistem

  diatonis

  penelaan pada sasando biola tidak semua sama dan didasarkan pada kehendak dari pemain sasando yang disesuaikan dengan keperluan serta keinginan sang pemain. Setiap pemain memiliki cara permainan dan tingkat kreativitas yang berbeda, oleh karena itu pemain sasando yang sudah mahir lebih sering bereksplorasi dengan sistem penelaan yang dapat mengatur jari-jari tangan kiri dan kanannya dengan menyimpang dari kaidah sesuai dengan selera dan kelincahan pemain itu sendiri.

  Berikut in adalah beberapa contoh dari bentuk tata nada yang umum digunakan pada sasando biola :

Gambar 2.2 Bentuk tata nada

  Jari-jari yang digunakan dalam permainan sasando umumnya adalah jari jempol, telunjuk, dan jari tengah. Namun pada perkembangannya sebagian pemain sasando menggunakan 10 jari

  14

  tangan. Adapun beberapa pedoman teknik permainan sasando sebagai berikut : 1)

  Jari tanga kiri memainkan dawai 1, 18, dan 32. Jari jempol digunakan

  2

  3

  untuk memetik dawai-dawai melodi dengan jangkauan c -f . Jari

  1

  telunjuk berfungsi sebagai filler. Luas jangkauan jari telunjuk f

  • – fis –

  1

  1

  1

  g – bes dan b . Jari tengah berfungsi untuk memetik dawai bass yaitu C, c kecil dan d kecil. 2) Jari tangan kanan memainkan dawai 19 sampai dengan dawai 31.

  Fungsi jari tanga kanan adalah sebagai pengiring atau memainkan akord, namun dapat juga berperan sebagai pembawa melodi dan bass.

  1

  1

  1

  1 Jari jempol digunakan untuk memetik dawai c

  • – d – e – a – gis
  • – 1

  1

  1 1 cis dan dis . Jari tengah bertugas untuk memetik dawai a .

  • – b dan c

  15 Jari tengah memainkan dawai f dan g.

  c) Sasando Elektrik

  Kemunculan sasando elektrik berawal dari kebutuhan akan volume suara sasando yang lebih besar dan jernih. Sasando jenis ini pertama kali

  16

  diciptakan oleh Arnoldus Edon pada tahun 1960. Namun dalam buku Djony Theedens berpendapat bahwa ide pembuatan tersebut datang dari

  17

  seorang pakar pemain sasando biola yang bernama Edu Pah. Dari beberapa sumber yang ada diketahui bahwa pada saat itu Edu Pah dan Arnoldus Edon mencoba untuk membuat sasando elektrik dengan

  18

  menggunakan pickup. Sasando elektrik terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun hingga saat ini baik dari aspek kualitas suara yang dihasilkan maupun desainnya demi memenuhi kebutuhan konsumen yang didorong oleh budaya musik modern.

  14 15 K. Theedens, 15. 16 K. Theedens, 16. 17 A. Haning, 19. 18 K. Theedens, 14. Diakses pada tanggal 9 November 2017 02.03 AM.

Gambar 2.3 Sasando Elektrik 4.

   Instrumen Gesek

  Alat musik yang dimainkan dengan cara digesek menggunakan

  

bow . Alat musik ini memiliki kontrol volume yang baik, dapat dimainkan

  secara cepat tanpa berhenti (kecuali instrumrn bas gesek). Instrumen gesek terdiri dari biola, biola alto, cello, dan contrabass. Berikut adalah beberapa instrumen gesek yang akan digunakan penulis :

  a) Biola

Gambar 2.4 Biola

  Biola merupakan alat musik gesek yang sering digunakan dikalangan pemusik dalam memain berbagai jenis musik yaitu jazz, pop, klasik hingga lagu-lagu melayu. Biola memiliki empat senar yang masing- masing senarnya terdiri dari nada G, D, A, E. Dalam penulisan alat musik

  7

  • – 3

  ini menggunakan treble clef (kunci G) dengan wilayah nada G E dan bunyi nadanya sama dengan penulisannya.

Gambar 2.5 Wilayah nada biola

  b) Biola Alto

Gambar 2.6 Biola alto

  Biola alto merupakan alat musik gesek yang berukuran lebih besar dari biola. Sama halnya dengan biola, alat musik ini juga memiliki empat senar yang terdiri dari C, G, D, A. Dalam penulisan alat musik ini

  3

  6

  menggunakan alto clef (kunci C) dengan wilayah nada C – C dan bunyi nadanya sama dengan penulisannya.

Gambar 2.7 Wilayah nada biola alto c) Cello

Gambar 2.8 Cello

  Cello merupakan alat musik gesek yang ukurannya lebih besar dari biola dan biola alto. Cello memilik empat senar yang terdiri dari C, G, D, A. Hampir sama dengan biola alto, namun cello memiliki register suara lebih rendah satu oktaf. Dalam penulisan alat musik ini menggunakan bass

  2

  5

clef (kunci F) dengan wilayah nada C dan bunyi nadanya sama

  • – E dengan penulisan.

Gambar 2.9 Wilayah nada cello 5.

   Gitar Elektrik

Gambar 2.10 Gitar elektrik Gitar elektrik merupakan alat musik jenis chordophone dan memiliki enam senar yang terdiri dari E, A, D, G, B, E. Penulisan alat musik ini menggunakan treble clef (kunci G) dan bunyi nadanya sama dengan penulisan.

  6. Bas Elektrik

Gambar 2.11 Bass

  Bas elektrik merupakan alat musik yang umumnya memiliki empat senar, namun pada perkembangannya ada yang menggunakan lima senar dan enam senar yang terdiri dari E, A, D, G. Penulisan bass menggunakan bass clef (kunci F) dan bunyi nadanya sama dengan penulisan.

  7. Drum

Gambar 2.12 Drum

  Drum adalah alat musik yang terdiri dari membran dan ronnga beresonansi, yang menghasilkan bunyi ketika membrannya dipukul dan bergetar. Drum biasanya tergabung dalam satu kesatuan yang terdiri dari tiga macam perangat yaitu : 1) Drum : snare, tom-tom, floor tom, kick. 2)

  Cymbal : hi-hat, crash cymbal, ride cymbal, splash cymbal, chinese cymbal, dan cymbal efek lainnya. 3) Hardware : pedal, stand, stool, holder, dan kursi.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tema Resital dan Pemilihan Repertoar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: The Musai: Resital Piano

0 1 6

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 25

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: The Musai: Resital Piano

0 0 20

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 26

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 1 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mangantar: Menjembatani Proses Lamaran Menuju Pernikahan dalam Masyarakat Suku Lauje sebagai Pendekatan Pendampingan Prapernikahan

0 0 12

Welcome to Repositori Universitas Muria Kudus - Repositori Universitas Muria Kudus

0 0 17

2.1 Pemahaman Konseling Multikultural - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mangantar: Menjembatani Proses Lamaran Menuju Pernikahan dalam Masyarakat Suku Lauje sebagai Pendekatan Pendampingan Prapernikahan

0 1 28

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Tolitoli - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mangantar: Menjembatani Proses Lamaran Menuju Pernikahan dalam Masyarakat Suku Lauje sebagai Pendekatan Pendampingan Prapernikahan

0 0 18

4.1. Asal usul dan Pemaknaan Mangantar Dalam Perspektif Pastoral Budaya dan Konseling Multikultural - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Mangantar: Menjembatani Proses Lamaran Menuju Pernikahan dalam Masyarakat Suku Lauje sebaga

0 0 14