perlunya etika syariah akuntan publik

1.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perusahaaan di dirikan dengan tujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
yang di hubungkan dengan bagaimana kemampuan manajemen dalam mengelola
perusahaan tersebut.Laporan keungan yang di terbitkan menjadi sangat penting bagi para
pemegang saham karena di harapkan dapat memberikan informasi yang dapat di percaya
dan meggunakan ukuran ukuran yang dapat di pertanggungjawabkan (Nariman, 2013 dan
Sar). Sedangkan (Sumarwoto, 2016 , Susanto, 2009 dan Praptitorini dan Indra, 2007)
mengatakan bahwa laporan keungan adalah suatu media utama untuk mengkomunikasikan
informasi keuangan kepada pihak-pihak luar entitas. Kelangsungan hidup sebuah entitas
biasanya akan di hubungkan dengan kemampuan manajemen untuk mengelola perusahaan
tersebut secara tidak langsung membuat manajemen bertanggung jawab atas kelangsungan
hidup entitas. Namun tanggung jawab tersebut juga berpotensi besar melebar kepada
auditor melalui opininya.Tugas seorang auditor adalah untuk memberikan opini atas
laporan keuangan yang telah di audit dan sekaligus bertanggung jawab atas opini yang telah
di keluarkannya (Laela dan Dewi, 2009 & Amyulianthy, 2014). Auditor di pandang sebagai
pihak independen yang mampu memberikan pernyataan atau Opini yang bermanfaat
mengenai kondisi keuangan klien ( Junaidi dan Jugiyanto, 2010 & Krissindiastuti dan Ni,
2016).
Ada lima jenis pendapat atau opini yang bisa diberikan oleh auditor setelah selesai
melakukan pengauditan atas laporan keuangan perusahaan klien.

tersebut

adalah

:Unqualified

Opinion

(pendapat

wajar

Kelima jenis opini

tanpa

pengecualian),

UnqualifiedOpinion With Explanatory Language (pendapat wajar tanpa pengecualian
dengan bahasa penjelas), Qualified Opinion (pendapat wajar dengan pengecualian),

Adverse Opinion (pendapat tidak wajar) dan Disclaimer Opinion (tidak memberikan
pendapat) (Setianti, 2012, Soewiyanto, 2012, Fitriani DKK, 2013,dan Laela 2009). Dalam
situasi terburuk yang akan di hadapi oleh perusahaan auditor dapat memberikan opini
going concern di dasarkan pada kemampuan perusahaan dalam melanjutkan usahanya
selama satu tahun kedepan. Sebenarnya penerbitan opini ini auditor berada dalam posisi
dilematis karena di khawatirkan penebian opini audit going concern dapat mempercepat

kebangkrutan perusahaan akan tetapi disisi lain apabila opini tersebut tidak di terbitkan
auditor di anggap tidak memberikan peringatan dini terhadat entitas (Geraldina,
2011).Selain kelima opini tersebut terdapat pula opini going concern.Opini going concern
adalah opini yang di keluarkan auditor karena terdapat keraguan dari auditor akan
kelangsungan hidup sebuah perusahaan (Rahayu, 2007,Alisiah& Sugeng, 2012, Ginting
dan Linda, 2014, Sussanto dan Aquariza, 2012,dan Wulamdari, 2014).Dalam mengeluarkan
opini auditnya seorang auditor harus tetap mempertahankan etika auditor agar opini yang di
keluarkannya tidak merugikan satu pihak. Dalam mengeluarkan opini audit going concern
seorang auditor mempertimbangkan fakror keuangan dan non keuangan perushaan. Faktor
keungan biasannya di tunjukkan oleh rasio keuangan likuiditas, profabilitas, dan
solvabilitas. Sedangkan faktor non keuangan di tunjukkan oleh afiliasi dari independen
komisaris dengan komite audit (AFILIASI), opini auditor tahun sebelumnya, dan reputasi
KAP (Rahayu, 2007).

Akan tetapi pada kenyatannya masih banyak auditor yang tidak menggunakan etika
ataupun prinsip-prinsip yang yang ada dalam pemberian opininya. Banyak auditor yang
masih mempertimbangkan unsur kekerabtan dan mungkin juga unsur emosional dalam
pemberian opini auditnya terkhusus opini audit going concern.banyaknya kasus manipulasi
data keuangan yang di lakukan oleh perusahaan besar seperti Enron, Woeldcom, dan lain
lain yang pada akhirnya bangkrut menyebabkan profesi akuntan publik banyak mendapat
kritikan (Dura dan Nuryatno, 2015).Dan yang menjadi pertanyaannya mengapa justru
auditor yang seharusnya sebagai pihak ketiga yang menjembatani antara perusahaan dan
pengambil keputusan yang seharusnya independen yang memberikan jaminan atas
relevansi dan keandalan sebuah laporan keuangan masih mengabaikan etika profesinya
(Singgih dan Bawono, 2010).Dari kasus dan contoh di atas timbul sebuah pertanyaan besar
apakah kode etik syariah harus di terapkan di profesi akuntan mengingat besarnya tanggung
jawab yang di emban oleh seorang akuntan. Sepeti yang kita ketahui seorang akuntan
muslim memiliki ketakutan terhadap Allah baik dalam keadaan tersembunyi maupun
terang-terangan jadi kemungkinan seorang akuntan muslim melakukan manipulasi laporan
keuangan itu sangtatlah kecil. Etika berasal dari bahasa yunani “ ethos” yang berarti adat
atau kebiasaan, baik kebiasaan yang baik maupun kebiasaan yang buruk. Sedangkan dalam

islam etika sering di kaitkan dengan kata akhlak bentuk jamak dari khuluk yang berarti
peragai, tabiat, sikap, perilaku, watak, dan budi pekerti (Fatmawati Dkk, 2015).

Dalam menjalankan tugasnnya seorang akuntan secara terus menerus berhadapan
dengan

dilemma

etis

yang

melibatkan

pilihan

di

antara

nilai

niali


yang

bertentangan.Persepsi etis dan pertimbangan etis auditor sangat di perlukan dalam
menghadapi dilema etis tersebut sedangkan keputusan yang di ambil sangat dipengaruhi
oleh profesionalitas individu (Januarti, 2011).Di Indonesia yang mayoritas berpenduduk
muslim kode etik sangatlah di perlukan terutama kode etik syariah. Semua kelalaian dalam
pemberian opini seharusnya tidak terjadi apabila dalam mengerjakan tugasnnya seorang
auditor berpegang teguh pada kode etik syariah akuntan public, karena dalam kode etik
syariah akuntan public di tekankan nilai intergritas dan keadilan yang tinggi yang harus di
miliki oleh seorang auditor atau akuntan publik. Seperti dalam surah an-nahl yang artinya: “
sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, member kepada
kamu kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
member pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (16:90)”. Dalam ayat
tersebut tersirat dengan jelas bahwa hubungan manusia dengan kaum mukmin di dunia
harus berdasarkan pada keadilan dan menjauhi segala arogansi dan perbuatan keji
Islam menempatkan integritas dan keadilan sebagai nilai tertinggi yang memandu
seluruh perilakunya.Islam juga mengajarkan bahwa seorang akuntan ataupun auditor harus
mencari keridhan Allah dalam melaksanakan pekerjaannya. Seorang akuntan muslim
memiliki katakutan kepada Allah baik dalam keadaan terang-terangan maupun dalam

keadaan tersembunyi. Akuntan muslim tidak perlu membatasi dirinya hanya malakukan
pekerjaan profesi dan jabatannya akan tetapi juga harus berjuang untuk mencari dan
menegakkan kebenaran dan kesempurnaan tugas profesinya. Islam juga memberikan aturan
di mana setiap anggota masyarakat didorong untuk memperbaiki kehidupan materialnya
tanpa membedakan bentuk, keturunan dan jenis orangnya. Setiap orang di pandang sama
untuk di beri kesempatan dalam mengembangkan seluruh potensinya (Amin, 2014).
( Triyuwono dalam As’adi) juga menjelaskan bahwa etika itu terekspektasi dalam bentuk
syariah, yang terdiri dari Al-Qur’an, Hadist, Ijma dan Qiyas. Etika syariah bagi umat islam

berfungsi sebagai serangkaian criteria-kriteria untuk membedakan mana yang benar dan
mana yang buruk.
B. Rumusan Masalah
Laporan keungan yang di terbitkan menjadi sangat penting bagi para pemegang saham
karena di harapkan dapat memberikan informasi yang dapat di percaya dan meggunakan
ukuran ukuran yang dapat di pertanggungjawabkan.Tugas seorang auditor adalah untuk
memberikan opini atas laporan keuangan yang telah di audit dan sekaligus bertanggung
jawab atas opini yang telah di keluarkannya.Auditor di pandang sebagai pihak independen
yang mampu memberikan pernyataan atau.Opini yang bermanfaat mengenai kondisi
keuangan klien. Akan tetapi banyaknya kasus manipulasi data keuangan yang di lakukan
oleh perusahaan besar seperti Enron, Woeldcom, dan lain lain yang pada akhirnya bangkrut

menyebabkan profesi akuntan publik banyak mendapat kritikan. Dari kasus dan contoh di
atas timbul sebuah pertanyaan besar apakah kode etik syariah harus di terapkan di profesi
akuntan mengingat besarnya tanggung jawab yang di emban oleh seorang akuntan. Dari
uraian di atas maka adapun masalah yang akan di angkat dari tulisan ini adalah
1. Bagaimana Penerapan etika auditor di KAP Drs Chandra Dwiyanto?
2. Bagaimana konsekuensi dari penerapan etika syariah di KAP Drs Chandra
Dwiyanto?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitiaan ini adalah:
1. Untuk melihat bagaimana penerapan etika di kalangan auditor di KAP Drs
Chandra Dwiyanto
2. Untuk melihat bagaimana seefektif apakah etika syariah di kalangan auditor di
KAP Drs Chandra Dwiyanto
D. Manfaat Penelitian
Kegunaaan dalam penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis
maupun praktis bagi semua pihak yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini, yaitu
antara lain:
1. Manfaat Teoretis

Tulisan ini di harapkan memberikan tambahan wawasan ilmu dan informasi yang berguna

mengenai teori yang berkaitan dengan etika syariah auditor, opini audit dan faktor
penyebab dari sebuah kelalaian audit itu sendiri. Penelitian ini juga berharap dapat
memberikan konstribusi yang baik dalam pengembangan teori terutama dengan
menyandingkan teori agency yang di ke ukakan oleh (jensen dan meckling 1976) dengan
teori etika yang menyangkut etika syariah akuntan.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi para akuntan, di harapkan hasil dari penelitian ini bisa
dijadikan dasar pembelajaran,referensi dan pedoman untuk memberikan
opini yang lebih baik dan tetap memegang teguh etika etika yang berlaku.
b.

Manfaat bagi IAI Hasil dari penelitian ini bisa di jadikan masukan untuk
organisasi profesi ( ikatan akauntansi indonesia) dalam pengambilan
keputusan pada saat menerapkan kode etik ataupun aturan yang di pakai
anggotanya, dan bisa juga hasil dari penelitian ini yang berfokus ke kode
etik syariah akuntan publik menjadi salah satu dasar petrimbangan bagi IAI
untuk di jadikan kode etik dasar untuk anggotanya.

c. Bagi investor hasil penelitian ini bisa juga di gunakan untuk para investor
dan sebagai dasar pertimbangan karena tidak selamanya perusahaan yang

mendapatkan opini yang baik itu mempunyai kondisi keuangan yang baik
pula.
d. Kemudian bagi para pelajar atau mahasiswa penelitian ini di harapkan bisa
menjadi salah satu referensi dan tambahan wawasan.
II. TINJAUAN TEORETIS
A. Teori Keagenan (agency theory)
Hubungan keagenan antara prinsipal dengan agen dapat menimbulkan masalah
kaegenan apabila kedua belah pihak memaksimumkan utilitasnya, sehingga agen tidak lagi
bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal (Geraldina, 2011). (Jensen dan Meckling
1976 dalam Praptitorini dan Januarti),(Sinarwati, 2010) dan ( Suparlan dan Andayni, 2010)
menggambarkan hubungan agensi sebagai suatu kontrak di bawah satu atau lebih prinsipal

yang melibatkan agen untuk melaksanakan beberapa layanan bagi mereka dengan
melakukan pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada agen. Baik prinsipal
maupun agen diasumsikan orang ekonomi rasional dan semata-mata termotivasi oleh
kepentingan pribadi. Shareholders atau prinsipal mendelegasikan pembuatan keputusan
mengenai perusahaan kepada manajer atau agen. Bagaimanapun juga, manajer tidak selalu
bertindak sesuai keinginan shareholders, sebagian dikarenakan oleh adanya moral hazard.
Dibutuhkan pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada hubungan antara
prinsipal dan agen. Pihak ketiga ini berfungsi untuk memonitor perilaku manajer (agen)

apakah sudah bertidak sesuai dengan keinginan prinsipal. Auditor adalah pihak yang
dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal (shareholders) dengan pihak
manajer (agen) dalam mengelola keuangan perusahaan (Setiawan, 2006 dalam Susanto).
Auditor melakukan fungsi monitoring pekerjaan manajer melalui sebuah sarana yaitu
laporan tahunan. Tugas auditor adalah memberikan opini atas laporan keuangan tersebut,
mengenai kewajarannya. Selain itu, auditor saat ini juga harus mempertimbangkan akan
kelangsungan hidup perusahaan.
B. Teori Etika
Manusia adalah mahluk Sosial yang selalu berinteraksi secara terus menerus terhadap
diri sendiri , keluarga, lingkungan dan masyarakat. Dalam berinteraksi dengan manusia lain
ada peraturan, norma-norma dan kaidah yang telah di buat oleh diri sendiri maupun norma
yang telah disepakati bersama, baik itu peraturan tertulis maupun non tertulis (Muslim,
2007). Teori etika membantu

manusia untuk mengambil

keputusan moral dan

menyediakan justifikasi untuk keputusan tersebut . Teori etika di bagi menjadi:
1. Utilitarianism Theory

Utilitarianism theory menyatakan bahwa setiap individu harus berupaya secara
optimal untuk melakukan tindakan yang memaksimumkan manfaat dan meminimalkan
dampak negatif . Tindakan moral yang memaksimumkan kesejahteraan dalam jumlah
terbesar dengan biaya yang minimum. Jadi semakin banyak orang yang menikmati
manfaatnya maka semakin baik . Teori ini mengelompokkan utilitarisme ke dalam dua
macam, yaitu :
(1) act utilitarisme, perbuatan yang memberikan manfaat untuk orang banyak dan

(2) rule utilitarisme, tidak harus dalam bentuk perbuatan tetapi pada aturan moral
yang diterima oleh masyarakat secara luas
2. Deontologi theory.
Deontol ogi theory menyatakan bahwa setiap individu memiliki kewajiban untuk
memberikan kebutuhan yang menjadi hak orang lain, sehingga

dasar untuk menilai baik

buruknya suatu perbuatan adalah kewajiban, bukan konsekuensi yang dihasilkan oleh
perbuatan. Perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik, melainkan
karena suatu kewajiban yang harus dilakukan. Sehingga deontologi selalu menekankan
pada

pandangan

demikian

bahwa

tujuan

yang

perbuatan
baik

tidak

dihalalkan

karena tujuannya.

Dengan

tidak menjadikannya suatu perbuatan itu menjadi

baik.Perbuatan yang baik hanya dari segi hukum belum tentu baik dari segi etika.
Kant menyatakan dari segi hukum yang penting adalah legalitas, sedangkan dari etika,
legalitas saja tidak cukup melainkan harus diperhatikan moralitas perbuatan baik
lahiriah maupun batiniah.
3. Teori Keutamaan (Virtue Theory).
Teori keutamaan menurut adalah disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan
memungkinkannya untuk bertingkah

laku

baik

secara

moral.

Solomon

membedakannyamenjadi dua yaitu : pelaku bisnis individual (kejujuran, fairness,
kepercayaan dan keuletan) dan taraf perusahaan (keramahan, loyalitas, kehormatan,
rasa malu yang dimiliki oleh manajer dan karyawan). Teori ini mempunyai kelebihan
karena memungkinkan untuk mengembangkan penilaian etis yang lebih positif.
C. Konsep Keadilan
Keadilan merupakan terma yang tak asing terdengar di telinga kita. Setiap tindakan
yang menuntut kesaman hak dalam pemenuhan kewajiban "keadilan" menjadi hal yang
terpisahkan. Terdapat dua rumusan tentang keadilan: Pertama, pandangan bahwa yang
dimaksudkan dengan keadilan itu ialah keserasian antara penggunaan hak dan pelaksanaan
kewajiban selaras dengan dalil ‚neraca hukum‛ yakni ‚takaran hak dan kewajiban‛. Kedua,
pandangan para ahli hukum yang pada dasarnya merumuskan bahwa keadilan itu adalah
keserasian antara kepastian hukum dan kesebandingan hokum. Plato dalam mengartikan

keadilan, sangat dipengaruhi oleh cita-cita kolektivistik yang memandang keadilan sebagai
hubungan harmonis dengan berbagai organisme sosial. Setiap warga negara harus
melakukan tugasnya sesuai dengan posisi dan sifat alamiahnya.
Hegel, dalam Philosophy of Rightnya, melihat keadilan memiliki hubungan dengan
solidaritas secara interdependensi. Artinya, keadilan dan solidaritas tidak dapat dipisahkan
satu sama lain, kehadiran yang satu selalu sudah mengandaikan kehadiran yang lain.
Keadilan merupakan realisasi dari kebebasan individual, sedangkan solidaritas merupakan
realisasi kebebasan pada tataran sosial. Mendapat pengaruh dari Hegel maupun Kant,
Habermas mempostulatkan prinsip penghormatan yang sama, dan hak yang sama bagi
individu. Dari perspektif modernitas, menjadikan hak serta penghormatan yang sama bagi
individu sebagai postulat merupakan realisasi kebebasan subjektif dan individualitas yang
tidak dapat ditolak keberadaannya. Sedangkan tentang solidaritas, Habermas berpendapat
bahwa ‚solidaritas mempostulatkan empati dan perhatian bagi keberlangsungan lingkungan
sosial masyarakat.‛ Dengan kata lain, ‚solidaritas mengacu pada keberlangsungan ikatan
anggota komunitas yang secara intersubjektif menempati dunia kehidupan yang sama.
Aristoteles, adalah seorang filosof pertama kali yang merumuskan arti keadilan. Ia
mengatakan bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi
haknya (fiat jutitia bereat mundus). Selanjutnya dia membagi keadilan dibagi menjadi dua
bentuk yaitu: Pertama, keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat
undang-undang, distribusinya memuat jasa, hak, dan kebaikan bagi anggota-anggota
masyarakat menurut prinsip kesamaan proporsional. Kedua, keadilan korektif, yaitu
keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan seranganserangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan
menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan milik korban yang
bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang8 atau kata lainnya
keadilan distributif adalah keadilan berdasarkan besarnya jasa yang diberikan, sedangkan
keadilan korektif adalah keadilan berdasarkan persamaan hak tanpa melihat besarnya jasa
yang diberikan. Aristoteles dalam mengartikan keadilan sangat dipengaruhi oleh unsur
kepemilikan benda tertentu. Keadilan ideal dalam pandangan Aristoteles adalah ketika
semua unsur masyarakat mendapat bagian yang sama dari semua benda yang ada di alam.

D. Konsep Keadilan Dalam Islam
Orang yang menganggap keadilan sebagai sebuah gagasan atau realitas absolut dan
mengasumsikan bahwa pengetahuan dan pemahaman tentangnya hanya di dapatkan secara
parsial dan melalui upaya filisofis yang sangat sukit (Ramadhan, 2011).Prinsip-prinsip
pembentukan hukum (prinsip-prinsip keadilan) bersifat etis, maka hukum sebagai
keseluruhan mewajibkan secara batiniah. Karena itu tujuan akhir hukum yang berupa
keadilan harus dicapai melalui sebuah institusi legal dan independen dalam sebuah negara.
Hal tersebut menunjukkan pentingnya mewujudkan keadilan bagi setiap warga negara
(manusia) sebagai orientasi hukum. Salah satu sumbangan terbesar Islam kepada umat
manusia adalah prinsip keadilan sosial dan pelaksanaannya dalam setiap aspek kehidupan
manusia. Islam memberikan suatu aturan yang dapat dilaksanakan oleh semua orang yang
beriman. Setiap anggota masyarakat didorong untuk memperbaiki kehidupan material
masyarakat tanpa membedakan bentuk, keturunan dan jenis orangnya. Setiap orang
dipandang sama untuk diberi kesempatan dalam mengembangkan seluruh potensi
hidupnya.
Tidak dapat dipungkiri, al-Qur'an meningkatkan sisi keadilan dalam kehidupan
manusia, baik secara kolektif maupun individual. Karenanya, dengan mudah kita lalu
dihinggapi semacam rasa cepat puas diri sebagai pribadi-pribadi muslim dengan temuan
yang mudah diperoleh secara gamblang itu. Sebagai hasil lanjutan dari rasa puas diri itu,
lalu muncul idealisme atas al-Qur'an sebagai sumber pemikiran paling baik tentang
keadilan. Kebetulan persepsi semacam itu sejalan dengan doktrin keimanan Islam sendiri
tentang Allah sebagai Tuhan Yang Maha Adil. Bukankah kalau Allah sebagai sumber
keadilan itu sendiri, lalu sudah sepantasnya al-Qur'an yang menjadi firmanNya (Kalam
Allah) juga menjadi sumber pemikiran tentang keadilan? Al-Qur'an menggunakan
pengertian yang berbeda-beda bagi kata atau istilah yang bersangkut-paut dengan keadilan.
Bahkan kata yang digunakan untuk menampilkan sisi atau wawasan keadilan juga tidak
selalu berasal dari akar kata 'adl. Kata-kata sinonim seperti qisth, hukm dan sebagainya
digunakan oleh al-Qur'an dalam pengertian keadilan. Sedangkan kata 'adl dalam berbagai
bentuk konjugatifnya bisa saja kehilangan kaitannya yang langsung dengan sisi keadilan itu
(ta'dilu, dalam arti mempersekutukan Tuhan dan 'adl dalam arti tebusan).

Istilah lain dari al-‘adl adalah al-qist, al-misl (sama bagian atau semisal). Secara
terminologis, adil berarti mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai
maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat sebelah dan tidak
berbeda satu sama lain. Adil juga berarti berpihak atau berpegang kepada kebenaran.11
Kalau dikatagorikan, ada beberapa pengertian yang berkaitan dengan keadilan dalam alQur'an dari akar kata 'adl itu, yaitu sesuatu yang benar, sikap yang tidak memihak,
penjagaan hak-hak seseorang dan cara yang tepat dalam mengambil keputusan "Hendaknya
kalian menghukumi atau mengambil keputusan atas dasar keadilan". Secara keseluruhan,
pengertian-pengertian di atas terkait langsung dengan sisi keadilan, yaitu sebagai
penjabaran bentuk-bentuk keadilan dalam kehidupan. Dari terkaitnya beberapa pengertian
kata 'adl dengan wawasan atau sisi keadilan secara langsung itu saja, sudah tampak dengan
jelas betapa porsi "warna keadilan" mendapat tempat dalam al-Qur'an.
E. Konsep Going Concern
Suatu asumsi yang mendasari proses akuntansi adalah bahwa perusahaan melaporkan
akan melanjutkan sebagai suatu going concern. Artinya suatu entitas dianggap akan mampu
mempertahankan usahanya dalam jangka panjang dan tidak akan dilikuidasi. Laporan
keuangan mengukur mengenai informasi posisi keuangan suatu entitas dan hasil dari
operasi. Laporan auditor menambah dimensi kualitatif terhadap suatu informasi. Auditor
merupakan perantara antara penyedia laporan keuangan dan pengguna laporan tersebut.
Dalam batas-batas GAAP, hal tersebut merupakan beban auditor untuk menyimpulkan
kewajaran (fairness) laporan keuangan. Pengguna laporan keuangan mempercayakan
auditor independen untuk menyebutkan situasi yang menjadi perhatian mereka yang
berdampak pada penyajian kewajaran laporan keuangan dalam kesesuaiannya dengan
GAAP.
Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk
memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP
2001, Santosa, Linda, 2007 dan Sutedja, 2010), dan Menurut ( Ginting dan Suryana, 2014)
opini audit going concern adalah opini audit modifikasi yang dalam pertimbangan auditor
terdapat ketidakmampuan atau keditakpastian signifikan atas kelangsungan hidup

perusahaan dalam menjalankan operasinya. Pada tahun 1988 Auditing Standard Board
(ASB) menerbitkan Statement on Auditing Standard (SAS) No. 59: The auditor's
consideration of an entity's ability to continue as a going concern, yang meminta auditor
untuk mengevaluasi apakah terdapat keraguan substansial mengenai kemampuan perusahan
klien untuk melanjutkan sebagai suatu going concern. SAS meminta auditor
mengakumulasi dan mengevaluasi bukti untuk menentukan apakah status going concern
adalah dipertanyakan. Seorang auditor mempertimbangkan penerbitan opini going concern
jika ia menemukan alasan atas keraguan keberlangsungan suatu perusahaan berdasarkan
pengujian. Karena auditor tidak mencari-cari bukti tersebut, perolehan informasi dalam
pola normal audit akan mendorong pertimbangan analisis kemungkinan pengeluaran opini
going concern. Oleh karena itu pengambilan keputusan dalam keberadaan ketidakpastian
melalui dua proses tahapan. Tahap pertama adalah identifikasi karakteristik yaitu
perusahaan sebagai penerima potensial opini going concern. Tahap kedua adalah
menghasilkan analisis dalam pemilihan opini final ( Junaidi dan Jugiyanto, 2010).
F. Bagaimana penerapan etika auditor di Indonesia
Akuntan sebagai suatu profesi untuk memenuhi fungsi auditing harus tunduk pada kode
etik profesi dan melaksanakan audit terhadap suatu laporan keuangan dengan cara tertentu.
Selain itu akuntan wajib mendasarkan diri pada norma atau standar auditing dan
mempertahankan terlaksananya kode etik yang telah ditetapkan. Etik sebagai suatu prinsip
moral dan perbuatan yang menjadi landasan bertindaknya seseorang sehingga apa yang
dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan yang terpuji dan meningkatkan
martabat dan kehormatan seseorang. Etik yang telah disepakati bersama oleh anggota suatu
profesi disebut dengan Kode Etik Profesi. Akuntan sebagai suatu profesi mempunyai kode
etik profesi yang dinamakan Kode Etik Akuntan Indonesia. Khusus untuk akuntan publik
terdapat Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang sebelumnya disebut Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik. Kode Etik Profesi Akuntan Publik adalah aturan etika yang
harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) yang sebelumnya
dinamakan Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI KAP) dan staf
profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada
satu /Kantor Akuntan Publik/ (KAP).

Kode etik akuntan merupakan suatu sistem prinsip moral dan pelaksanaan aturan yang
memberikan pedoman kepada akuntan dalam berhubungan dengan klien, masyarakat, dan
akuntan lain sesama profesi. Berperilaku etis sesuai dengan etika profesi yang di anut
menunjukkan bahwa seorang auditor tersebut dapat berkomitmen dengan baik dalam
menjalankan tugasnya. Perilaku etis merupakan hal yang paling mendasar dalam
melakukan suatu pekrjaan (Utami dan Mahendra, 2014). Kode etik akuntan dapat
digunakan sebagai suatu alat atau sarana untuk memberikan keyakinan pada klien, pemakai
laporan keuangan dan masyarakat tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan oleh
akuntan. Dengan demikian yang menjadi sasaran atau bahkan yang menjadi dasar
pemikiran diciptakannya kode etik profesi adalah kepercayaan masyarakat terhadap
kualitas atau mutu jasa yang diberikan oleh profesi akuntan tanpa memandang siapa
individu yang melaksanakannya. Kasus Enron, WorldCom dan kasus jual beli opini oleh
auditor BPK di Indonesia menjadi kasus pelanggaran kode etik yang memalukan bagi
profesi akuntan. Dalam kasus tersebut sangat jelas keterlibatan akuntan dalam pelanggaran
etika sehingga merugikan masyarakat secara luas. Kasus tersebut membuat akuntan
menjadi diragukan profesionalismenya oleh masyarakat. Salah satu upaya mengembalikan
kepercayaan masyarakat dapat dilakukan dengan penerapan secara ketat terhadap kode etik
yang sudah ditetapkan lembaga profesi. Sebenarnya kode etik akuntan sangat membantu
para anggotanya dalam mencapai kualitas pekerjaan sebaik-baiknya. Audit yang berkualitas
sangat penting untuk menjamin bahwa profesi akuntan memenuhi tanggungjawab kepada
investor, masyarakat umum dan pemerintah serta pihak-pihak lain yang mengandalkan
kredibilitas laporan keuangan yang telah di audit.
Dalam melaksanakan tugas profesionalnya, auditor dituntut untuk bersikap dan
bertindak independen dan objektif. Independensi artinya bebas dari pengaruh, tidak
dikendalikan ataupun tidak tergantung kepada pihak lain termasuk memberi penugasan.
Objektif artinya sikap tidak memihak dalam mempertimbangkan fakta. Sikap independensi
auditor pada dasarnya sangat tergantung pada diri auditor sendiri. Auditor yang jujur akan
selalu berupaya secara nyata untuk bertindak objektif dan independen. Secara etika, auditor
yang independen harus memposisikan dirinya agar dapat memperoleh kepercayaan dari
masyarakat atau pihak lain melalui sikap dan tindakan nyata yang dapat dirasakan oleh

pihak lain tersebut. Contoh tindakan independen auditor adalah melakukan penolakan tugas
audit karena beberapa
hal berikut :
- Terjadi pembatasan ruang lingkup, sikap dan luas audit oleh auditee..
- Auditor tidak dapat independen karena posisi auditor dalam organisasi auditee
- Terdapat hubungan istimewa antara auditor dengan auditee.
G. Penerapan etika syariah aduditor
Akhir-akhir ini isu terkait etika profesi dalam dunia bisnis mulai marak
diperbincangkan. Hal ini mengingat akhir-akhir ini banyak kasus-kasus “kriminal” terjadi
dalam dunia bisnis. Beberapa skandal keuangan perusahaan besar dunia antara lain Enron,
WorldCom, Adelpia, Global Crossing, Qwest, Tyco, Xerox, Martha Stewart, Health South,
Royal Ahold, Parmalat, The Mutual Funds. Kasus skandal audit yang paling menyita
perhatian berbagai kalangan adalah kasus Enron pada tahun 2001 di Amerika
Serikat.Dalam kasus Enron terjadi karena perilakumoral hazard oleh perusahaan Enron dan
KAP Andersen. Diketahui perusahaan melakukan manipulasi laporan keuangan dengan
mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian.
Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati
investor. Akibat skandal ini tingkat kepercayaan stakeholder turun drastis, perusahaan
Enron kolap dan KAP Andersen dibatalkan izin operasinya.
Dalam dunia sekuler sumber kekuatan etika itu adalah berdasarkan rasio atau pemikiran
manusia. Sehingga komitmen untuk penegakannya hanya terletak pada komitmen
professional. Sedangkan dalam Islam, etika profesi akan dipaksa oleh syariat yang
sumbernya dari Allah SWT. Akuntan dan auditor lembaga keuangan syariah wajib
memenuhi kode etik yang bersumber dari ajaran Islam dan kode etik yang telah di tetapkan
oleh standar audit lainya yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Saat ini
perkembangan bisnis syariah mengalami pertumbuhan yang terus meningkat. Bahkan bisnis
syariah sudah menjadi tren di masyarakat, hampir di semua sektor bisnis telah bermunculan
layanan syariah. hal ini menunjukan adanya kepercayaan masyarakat akan bisnis syariah.
Dengan hadirnya bisnis syariah di ruang publik ini menjadikan profesi akuntan dan auditor
syariah sangat dibutuhkan. Untuk menjaga kepercayaan masyarakat ini dibutuhkan profesi

akuntan dan auditor yang memiliki mutu tinggi dalam kinerjanya dengan panduan-panduan
etika syariah.
Dalam Islam dikenal istilah Akhlak. Akhlak menempati posisi yang sangat penting
dalam Islam. Akhlak merupakan salah satu dari tiga cakupan agama Islam bersama Aqidah
dan Ibadah. Dalam beberapa ayat al Quran, Allah banyak menyinggung masalah akhlak
atau etika. Salah satu kode etik auditing dan akuntansi yang banyak disinggung adalah
konsep Fairness atau keadilan. Seorang akuntan dan auditor muslim dituntut untuk
menjalani profesinya dengan akhlak yang baik utnuk memenuhi tujuan sebagai
berikut:a.Untuk membantu mengembangkan kesadaran etika profesi dengan membawa
perhatian mereka pada isu-isu etika yang terdapat dalam praktek profesi dan apakah setiap
tindakan dapat dipertimbangkan sebagai perilaku yang beretika sesuai dengan sudut
pandang syariah sebagai tambahan dari sekedar komitmen etika profesi yang
normal.b.Untuk meyakinkan keakuratan dan keandalan laporan keuangan, sehingga dapat
meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan kepada jasa yang diberikan akuntan. Selain itu
dapat meningkatkan perlindungan kepentingan baik inttitusi maupun pihak-pihak yang
terkait dengan institusi tersebut. Menurut AAOIFI (1998) prinsip kode etik akuntan Islam
adalah sebagai berikut :
1. Dapat Dipercaya
Akuntan harus jujur dan bisa dipercaya dalam melaksanakan kewajiban dan jasa
profesionalnya. Dapat dipercaya juga mencakup bahwa akuntan harus memiliki
tingkatvintegritas dan kejujuran yang tinggi dan akuntan juga harus dapat menghargai
kerahasiaanvinformasi yang diketahuinya selama pelaksanaan tugas dan jasa baik kepada
organisasivatau langganannya. Akuntan tidak dibenarkan melakukan penyampaian
informasi danvfakta secara tidak jujur.
2. Legitimasi
Akuntan harus dapat memastikan bahwa semua kegiatan profesi yang dilakukannyavharus
memiliki legitimasi dari hukum syariah maupun peraturan dan perundangan yang berlaku.
3. Objektivitas
Akuntan harus bertindak adil, tidak memihak, tidak bias,bebas dari konflik kepentingan dan
bebas dalam kenyataan maupun dalam penampilan. Objektivitas menyangkut juga bahwa

akuntan tidak boleh mendelegasikan tugas dan pertimbangan profesinya kepada pihak lain
yang tidak kompeten.
4. Kompetensi Profesi dan Rajin
Akuntan harus memiliki kompetensi profesional dan dilengkapi latihan-latihan yang
dibutuhkan untuk menjalankan tugas dan jasa profesi dengan baik. Akuntan harus
melaksanakan tugas dan jasa profesionalnya dengan rajin dan berusaha sekuat tenaga at all
cost sehingga ia bebas dari tanggungjawab ynag dibebankan kepadanya bukan saja dari
atasan, profesi, publik tetapi juga dari Allah SWT.
5. Perilaku yang Didorong Keyakinan Agama (Keimanan)
Perilaku akuntan harus konsisten dengan keyakinan akan nilai Islam yang berasal dari
prinsip dan aturan syariah. Semua perilaku dan tindak tanduk harus disaring dan didorong
oleh nilai-nilai Islam.
6. Perilaku Profesional dan Standar Teknik
Dalam melaksanakan kewajibannya, akuntan harus memperhatikan peraturan profesi
termasuk didalamnya stadar akuntansi dan auditing untuk lembaga keuangan syariah.
Beberapa prinsip kode etik ini sudah merupakan prinsip umum dalam profesi maupun
syariah seperti dapat dipercaya, objektivitas, kompetensi dan rajin. Prinsip lain yang
didasarkan pada syariah misalnya legitimasi agama, dan perilaku yang didorong keimanan.
Akhirnya beberapa prinsip tersebut semata-mata didasarkan pada kaidah profesi seperti
prinsip perilaku profesional dan standar teknis yang tentu tidak bertentangan dengan prinsip
yang diatur dalam hukum syariah.
H. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai opini audit going concern diantaranya (Praptitorini dan Indira
2007) menggunakan pengujian hipotesis dengan analisis multivariat dengan menggunakan
regresi logistik untuk memprediksi kualitas audit, opinion shopping, debt default terhadap
kemungkinan penerimaan opini going concern pada perusahaan financial disstress.
Populasi yang digunakan adalah seluruh auditee menufaktur yang tercatat di BEJ dan
sampelnya diperoleh dengan metode purposive sampling. Dari ketiga pengujian tersebut
hanya debt default yang berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan opini audit
going concern.

Dalam penelitian yang di lakukan oleh (laela dan Dewi, 2009) dengan judul penelitian
Analisis Opini Auditor Sebagai Sinyal Kepailitan Suatu Perusahaan;Tinjauan Terhadap
Perlunya Kode Etik Syariah Akuntan Publik di dapatkan hail bahwa Pertama, bahwa
apapun opini yang diberikan olehauditor, maka perusahaan tersebut rentan untuk
mengalami kebangkrutan. Dengankata lain, opini auditor bukan sebagai jaminan
perusahaan tidak akan mengalamikebangkrutan. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian
dengan menggunakan ujiFriedman, bahwa selama tiga tahun menjelang pailit tidak terdapat
perbedaan yangsignifikan dari segi opini auditornya. Demikian juga Uji t-test membuktikan
2 periode. Berdasarkan temuan ini, peneliti menduga masih adanya inconsistency Hal
tersebutdiduga terjadi pelanggaran terhadap etika auditor. Peneliti mengusulkan sebuah
modelkode etik syariah akuntan publik yang bersumber syariah Islam, yang terbagi menjadi
dua bagian yaitu hubungan antara manusia dengan Allah SWT yaitu dengan ketakwaan
dan hubungan antara manusia dengan manusia yang meliputi objektivitas, independensi,
profesional dan integritas.
Kemudian penelitan yang di lakukan oleh (Januarti,2011) yang meneliti persepsi etis dan
pertimbngan etis dengan varibelnya pengalaman auditor, komitmen profesional, orintasi
etis dan etika organisasi dari hasil penelitiannya menunjukkan hanya variabel orientasi etis
yang berpangaruh signifikan terhadap persepsi etis dan pertimbangan etis BPK. Meskipun
tidak signifikan untuk variabel komitmen profesional dan nilai etika organisasi arahnya
sesuai dengan di hipotesisikan, yaitu positif. Hal ini di dukung dengan jawaban dari auditor
yang berpengalaman mempunyai komitmen profesional dan nilai etika organisasi lebih
tinggi di banding auditor yang belum pernah berpengalaman. Sedangkan variabel
pengalaman berpengaruh negatif.

I. Rerangka Pikir

Pelanggran kode etik akuntan publik

TEORI AGENSI

TEORI ETIKA

A. Utilitarianism
Theory
B. Dentologi
Theory
C. Teori
keutamaan

KONSEP KEADILAN

KONSEP KEADILAN

KONSEP GOING

ISLAM

CONCERN

KODE ETIK
AKUNTAN ISLAM

PEMBERIAN OPINI AUDIT DENGA KODE ETIK SYARIAH AKUNTAN
PUBLIK

III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif studi empiris. Lokasi penelitian ini
bertempat di KAP Drs Chandra Dwiyanto. Pemilihan tempat lokasi penelitian ini karena
objek permasalahan pada penelitian ini berada pada KAP Drs Chandra Dwiyanto.
B. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang di lakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan
tersebut di gunakan untuk mendapatkan data yang mendalam mengenai analisis penerapan

etika syariah akuntan publik. Data yang di cari kemudian di sajikan dalam bentuk
rangkaian kalimat, wacana, dan ilustrasi. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif maka
penelitian dapat lebih sesuia dengan tujuan penelitian.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua jenis,
yaitu :
a. Data Primer, yaitu informasi yang penulis peroleh di lapangan melalui
wawancara langsung dengan Auditor yang ada di KAP Chandra Dwiyanto,
yang memiliki pengetahuan dan bersentuhan langsung dengan etika auditor.
b. Data Sekunder, yaitu informasi yang diperoleh secara tidak langsung seperti data
yang diperoleh dari instansi atau lembaga tempat penelitian, buku, karya ilmiah
dan dokumen yang ada relevansinya dengan penelitian ini.
D. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan terbagi atas dua, yaitu :
1. Teknik wawancara yaitu mengumpulkan data secara langsung melalui tanya
jawab berdasarkan daftar pertanyaan yang telah disiapkan untuk memperoleh
data dan informasi yang diperlukan.
2. Studi Kepustakaan yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan mempergunakan
dokumen-dokumen, catatan-catatan, buku-buku, media elektronik, dan bahanbahan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas.
3. Dokumentasi yaitu catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen yang di
gunakan dalam penelitian ini berupa foto, vidio, serta data mengenai etika
syariah akuntan publik di KAP Chandra Dwiyanto.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang di gunakan peneliti dalam
mengumpulkan data agar pengerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik. Berdasarkan
metode pengumpulan data maka instrumen penelitian ini menggunakan panduaan
wawancara yang mana alat alat dalam wawancara adalah alat perekam, studi kepustakaan
menggunakan alat laptop sebagai alat untuk mencari informasi di internet dan buku buku

yang ada di perpustakaan dan dokumentasi dengan menggunkan kamera untuk mengambil
foto dan gambar.
F. Teknik Analisi Data
Data yang diperoleh melalui hasil wawancara langsung terhadap pihak yang berwenang dan
literatur yang digunakan, setelah itu data akan dianalisis secara kualitatif kemudian
disajikan secara deskriptif yaitu menggambarkan, menguraikan dan menjelaskan situasi
sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.
G. Keabsahan Data
Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif. Karena itu data dalam
sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Melalui keabsahan data kredibilitas penelitian
kualitatif dapat tercapai. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan keabsahan data di
lakukan dengan trigulasi. Adapun trigulasi adalah teknik pemeriksaaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluar pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam memenuhi keabsahan data penelitian ini di
lakukan dengan trigulasi dengan sumber yang mana trigulasi dengan sumber adalah
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang di peroleh
melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Trigulasi sumber yang di
gunakan penlitian ini adlaha membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang
berkaitan.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, M. 2014. Konsep Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Hukum Islam. AL- Daulah:
Jurnal Hukum dan Perundangan Islam, Vol 4, No 2, Oktober 2014.
Alisiah, Nurul dan Sugeng Pamudji. 2012. Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan
Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan Dan Ukuran
Perusahaan Terhadap Kecenderungan Penerimaan Opini Audit Going Concern.
Diponegoro Jurnal of Accounting, Vol. 1 No 1 Hal; 1-13.
Amyulianthy, Rafrini. 2014. Faktor Determinan Opini Audit Going Concern.Jurnal
liquidity, Vol. 3 No 1 Januari-Juni Hal: 27-35.
Dura, Justita dan M. Nuryatno. 2015. Pengaruh Debt Default,Kualitas Audit, Opini
Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Megister Akuntansi Trisakti, Vol. 2 No 2 September Hal; 145160.
Fatmawati, D., W W Djatu dan S Mahfud. 2015. Penerapan Asurans Syariah Untuk
Mewujudkan Ethical Banking di Perbankan Syariah; Gagasan dan Tantangan.
Jurnal Beta Offset Yogyakarta berkerjasama dengan Fakultas Ekonomika dan
bisnis UGM.
Fitriani, Vivin., Bambang Subroto dan Zaki Baridwan. 2013. Presepsi Penggunaan
Laporan Atas Opini Audit.Jurnal Akuntansi Aktual, Vol. 2 No 2 Juni Hal: 93-103.
Geraldina, I. 2011. Eksposur risiko instrumen derivatif, Volatilitas Nilai Perusahaan, dan
Opini Audit Going Concern.Jurnal simposium Nasional Akuntansi XIV fakultas
ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, 21-22 Juli.
Ginting, suriani dan Linda Suryana. 2014. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil, Vol. 4 No 2 Oktober.
Januarti, I. 2011. Analisis Pengaruh Pengalaman Auditor, Komitmen Profesional,
Otientasi Etis dan Nilai Etika Organisasi Terhadap Presepsi dan Pertimbangan
Etis ( Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia). Jurnal simposium
Nasional Akuntansi XIV fakultas ekonomi Universitas Syiah Kuala Banda Aceh,
21-22 Juli.
Junaidi., Jogiyanto Hartono. 2010. Faktor Non Keuangan Pada Opini Going
Concern.Jurnal Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto Universitas
Jendral Soedirman Purwokwerto.
Krissindiastuti, Monica dan Ni Ketut Rahmini. 2016. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi
Opini Going Concern.E-Jurnal Akuntansi Undaya, Vol. 14 No 1 Januari Hal:
451-481.

Laela, Sugiyarti Fatma dan Dewi Lestari Meikhati. 2009. Analisis Opini Auditor Sebagai
Sinyal Kepailitan Suatu Perusahaan: Tinjauan Terhadap Perlunya Kode Etik
Syariah Akuntan Publik.Jurnal Tazkia islamic finance & buisness Review, Vol. 4
No 1 Januari-juli.
Muslim. 2007. Etika dan Pendekatan Penelitian Dalam Filsafat Ilmu Komunikasi (Sebuah
Tinjauan Konseptual dan Praktika. Jurnal Komunikasi, Vol. 4 No 2 September.
Nariman, Augustpaosa. 2013. Pengaruh Ukuran Kantor Akuntan Publik Terhadap Opini
Going Concern dan Earnings Response Coefiencients (ERC) Pada Perusahaan
Manaufaktur Yang Terdaftar Di Bei Tahun 2011-2013. Jurnal Akuntansi ,Vol.
XIX No. 02 Juni: 160-178.
Praptitirini, Mirna D dan Indra Januarti. 2007. Analisis Pengaruh Kualitas Audit, Debt
Default dan Opinion Shopping Terhadap Penerimaan Opini Going
Concern.Simposium Nasional Akuntansi X Unhas Makassar 26-28 Juli.
Rahayu, Puji. Assessing Going Concern Opinion: A Study Based On Financial And Non
Financial Informations. Simposium Nasional Akuntansi X Unhas Makassar 26-28
Juli.
Ramadhan, Gilang. 2011. Konsep Keadilan Dalam Pandangan M.H.Kamali: Suatu
Tinjauan Filsafat Hukum Islam. Skripsi Universitas Indonesia.
Santosa, Arga F dan Linda K W. 2007. Analisis Fakto yang Mempengaruhi
Kecenderungan Penerimaan Audit Going Concern. JAAI, Vol. 11 No 2
Desember.
Setianti, Sri Wiranti. 2012. Jenis-Jenis Pendapat Auditor.Jurnal STIE Semarang, Vol. 4
No 2 Juni.
Singgih, Elisha M dan Icuk Rangga Bawono. 2010. Pengaruh Independensi, Pengalaman,
Due Proffesional Care dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit. Jurnal
Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto Universitas Jendral Soedirman
Purwokwerto.
Soewiyanto, Maria Enjelina. 2012. Aspek aspek Dalam Pemberian Opini Audit Going
Concern. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, Vol 1 No 2 Maret.
Sumarwoto. 2016. Pengaruh Kebijakan Rotasi Kap Terhadap Kualitas Laporan
Keuangan.
Sussanto, Hery dan Nur Mettani Aquariza. 2012. Analisis Pengaruh Opini Audit Tahun
Sebelumnya Kualitas Auditor profabilitas likuiditas dan solvabiltas Terhadap
Pemberian Opini Audit Going Concern Terhadap Perusahaan Consumers Goods
Industry yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Ug Jurnal, Vol. 6, No 12.

Susanto, Yulius Kurnia. 2009. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini
Audit Going Concern Pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur.Jurnal Bisnis
dan Akuntansi, Vol. 11 No 3 Desember Hal: 155-173.
Sutedja, Cristian. 2010. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pemberian Opini
Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur. Jurnal Akuntansi
Kontemporer, Vol 2 No 2 Juli.
Utami, Galeh dan Mahendra A N. 2014. Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi
dan Pengalaman Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Matearilitas Dengan
Kredibilitas Klien Sebagai Pemoderasi. Jurnal Nominal, Vol. 3 No 1.
Wulandari, Soliyah. 2014. Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Auditor Dalam
Memberikan Opini Audit Going Concern. E-jurnal Akuntansi Universitas Undaya,
Vol. 6 No 3 Hal: 531-558.

Manuskrip
Adapun lampiran-lampiran pertanyaaan yang di ajukan ke informan pada saat wawancara
untuk mendapatkan informasi dan data adalah sebagai berikut:.
1. Menurut anda bagaimana penerapan etika akuntan publik atau auditor yang ada di
indonesia? Apakah sudah berjalan sesuai dengan semestinya atau belum?
2. Menurut anda apakah etika profesi yang di terpkan di indonesia ini sudah sesuai
dengan karakter orang indonesia?
3. Menuruta anda apakah auditor yang bekerja di kantor akuntan publik Drs Chandra
Dwiyanto sudah menaati dan melakukan etika yang ada?
4. Bagaimana anda melihat masih banyak tindakan yang kurang etis yang di lakukan
oleh akuntan publik?
5. Bagaimana pandangan anda dengan kode etik syariah akuntan publik?
6. Bagaimana pendapat anda jika kode etik syariah akuntan publik ini di terapkan di
indonesia mengingat bahwa indonesia bermayoritaskan muslim
7. Bagaimana pendapat anda mengeni konsekuensi dari penarapan kode etik syariah
akuntan publik?
8. Bagaimana menurut anda keefektifan dari penerapan kode etik syariah akuntan
publik?
9. Menurut anda sebenarnya apa yang kurang dipahami dari para auditor terkait masih
bnyaknya kecurangan.
10. Menurut anda apakah jika penerapan kode etik syariah ini bisa di terima oleh semua
auditor dengan baik?