Pendugaan Cadangan Karbon Serasah Pada Agroforestri Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis) di Desa Marjanji Asih Kabupaten Simalungun Chapter III V

14

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Desa Marjanji Asih Kecamatan
Hatonduhan Kabupaten Simalungun dan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.Waktu penelitian dilaksanakan pada
bulan Juli 2016 sampai Oktober 2016.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, kantong
plastik, tali raffia, GPS (Global Positioning Systems), kompas, spidol permanen,
ember, kertas label, ayakan dengan ukuran lubang 2 mm, sekop kecil, tally sheet,
parang, kuadran kayu dan alat tulis. Sedangkan Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah nekromasa dan serasah di atas permukaan tanah agroforestri
tanaman karet di Desa Marjanji Asih Tanah Jawa Kabupaten Simalungun.
Metode Penelitian
Penentuan Daerah Penelitian
Penentuan lokasi penelitian dilakukan terhadap tegakan agroforestri karet
dan Monokultur dimana masing - masing tegakan dibuat 3 plot berukuran
40x60m2 secarapurpose sampling with random start artinya dengan penentuan

daerah dilakukan secara sengaja dan acak. Adapun daerah penelitian ini
dilaksanakan di Desa Marjanji asih yang terletak di Kecamatan Hatonduhan ,
Provinsi Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

15

Analisis Vegetasi
Dalam kegiatan analisis vegetasi dilakukan pengukuran secara keseluruhan
terhadap pohon per plot. Adapun parameter yang diukur adalah sebagai berikut :
1. Diameter merupakan garis lurus yang menghubungkan dua titik di tepi batang

dan melalui sumbu batang, Diameter yang diukur adalah Dbh (Diameter
Setinggi Dada) atau diukur 1,3 m dari permukaan tanah.
2. Tinggi total, yaitu jarak terpendek dari titik puncak tegakan dengan titik

proyeksinya pada bidang datar.
3. Tinggi bebas cabang, yaitu jarak terpendek dari titik sebelum cabang pertama


dengan titik proyeksinya pada bidang datar.
4. Berat basah tegakan, yaitu hasil penjumlahan semua berat basah dari tegakan.

Data hasil pengukuran lapangan tersebut dicatat pada tally sheet. Kriteria
pertumbuhan yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Semai : anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi < 1,5 m
2. Pancang : anakan pohon yang tingginya > 1,5 m dan diameter sampai 10 cm
3. Tiang : pohon muda dengan diameter setinggi dada 11-19 cm
4. Pohon : pohon dewasa berdiameter > 20 cm
Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai
Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), dan
Indeks Nilai Penting (INP) pada tumbuhan bawah dan pohon. Rumus yang
digunakan mengacu kepada buku acuan Ekologi Hutan (Indriyanto, 2006).
a. Kerapatan
Kerapatan =

Jumlah individu suatu jenis
Luas Plot contoh

Universitas Sumatera Utara


16

Kerapatan Relatif (KR) =

Kerapatan suatu jenis
× 100%
Kerapatan Total Suatu Jenis

b. Frekuensi
Frekuensi =

Jumlah Plot Yang Ditempati Suatu Jenis
Jumlah Seluruh Plot Pengamatan

Frekuensi Relatif (FR) =

Frekuensi Suaatu Jenis
× 100%
frekuensi Total seluruh Jenis


c. Dominansi
Dominansi =

Luas Bidang Dasar Suatu Jenis
Luas Petak Contoh

Dominansi Relatif =

Dominansi Suatu Jenis
× 100 %
Dominansi Total

d. Indeks Nilai Penting (INP)
INP= KR + FR (untuk semai dan pancang)
INP= KR + FR +DR (untuk tiang dan pohon)
Dimana:
INP = Indeks nilai penting
KR = Kerapatan relatif
FR = Frekuensi relatif

DR = Dominansi relative
e. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
n

H ′ = − � ni ln pi
i=1

Dimana:
H′= Indeks Keanekaragaman
ni = Jumlah individu suatu jenis.

Universitas Sumatera Utara

17

N = Jumlah total individu seluruh jenis.
Pi = Ratio jumlah species dengan jumlah total individu dari seluruh spesies (ni/N).
E=

H′

H maks

Dimana:
E

= Indeks Keseragaman

H'

= Indeks Keanekaragaman

S

= Jumlah Spesies

H maks = Indeks Keanekaragaman Maksimum (Lns)
Desain plot penelitian
Penelitian dilakukan sebanyak 6 Sub plot utama pada 2 lahan yang
berbeda, yaitu agroforestri karet dan monokultur karet.Pada agroforestri karet
terdapat 3 Sub plot utama dan pada monokultur karet juga 3 sub plot utama. Sub

plot utama yang digunakan berukuran 40 x 60 m2. Pada setiap sub plot utama
dibuat 3 petak contoh berukuran 1x1 m, sehingga jumlah petak contoh yang
diteliti sebanyak 18 petak contoh.Petak contoh pengamatan diletakkan secara
systematic sampling. Desain plot pengamatan dapat dilihat pada gambar 1.
60 m

Petak contoh Serasah

40 m

Gamb ar 1. Desain Plot Penelitian

Universitas Sumatera Utara

18

Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang
diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan yaitu pengukuran simpanan
karbon (C) pada agroforestri tanaman Karet di Desa Marjanji Asih Kecamatan

Hatonduhan Kabupaten Simalungun. Serta menghitung berat basah serasah kasar
dan serah halus pada tiap sub plot serta pengukuran keseluruhan data cadangan
karbon.
Batasan Penelitian
a. Nekromasa yang dianalisis ialah pohon mati yang sudah roboh, cabang dan
ranting utuh yang berdiameter≥5cm denga n panjang ≥0.5 m yang terdapat
dalam plot contoh.
b. Serasah yang dianalisis dibagi menjadi dua yaitu serasah kasar dan serasah
halus, serasah kasar terdiri dari serasah daun yang masih utuh dan ranting yang
berdiameter ≤5cm dengan panjang ≤5m dan serasah halus terdiri dari bahan
organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian yang berukuran > 2 mm.
Prosedur Penelitian
Pengukuran biomassa
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sampling
dengan

pemanenan

(destructive


sampling).Pemanenan

dilakukan

dengan

mengambil seluruh serasah yang terdapat pada setiap petak contoh.Penentuan
sample plot dilakukan dengan menggunakan metode sistematis dengan
menggunakan petak contoh dengan ukuran 1x1 m2 (Hairiah, 2011).

Universitas Sumatera Utara

19

Prosedur Penelitian di Lapangan
Penelitian di lapangan yaitu pengambilan data dilakukan dengan
mengambil seluruh nekromasa berkayu berdiameter ≥5cm dengan panjang ≥0.5
m, serasah daun yang masih utuh (seresah kasar), ranting pohon dan bahan
organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian yang berukuran > 2 mm
(serasah halus) yang terdapat pada setiap petak contoh. Penentuan sample plot

dilakukan dengan mengguna kan metode sistematis dengan menggunakan petak
contoh dengan ukuran 1m x 1m (Hairiah, 2011).
Pengumpulan Data Nekromasa di Lapangan
Cara pengambilan nekromasa adalah sebagai berikut :
a. Diukur diameter atau lingkar batang dan panjang atau tinggi semua pohon mati
yang berdiri maupun yang roboh, tunggul tanaman mati, cabang dan ranting.
Pada pohon yang mati berdiri, diameter diukur pada 1.3 m di atas permukaan
tanah.Pada pohon yang mati rebah cabang, ranting dan tunggul, pengukuran
diameter dilakukan pada kedua ujungnya.
b. Dicatat dalam lembar pengukuran Tabel untuk nekromasa yang berdiameter >
30 cm dan Tabel untuk nekromasa yang berdiameter antara 5 – 30 cm.
c. Apabila dalam sub plot utama maupun plot terdapat batang roboh melintang ,
maka diukurlah diameter batang pada dua posisi (pangkal dan ujung) dan
panjang batang hanya diukur pada contoh yang masuk dalam sub plot utama
atau plot saja.
d. Diambil contoh kayu dari nekromasa yang diamati dengan ukuran 10 cm x 10
cm x 10 cm, timbang berat basahnya, masukkan dalam oven suhu 80 C selama
48 jam untuk menghitung BJ nya.

Universitas Sumatera Utara


20

e. Diduga persentase bagian nekromasa yang belum terlapuk, sebagai contoh
100% untuk nekromasa yang masih utuh dan 50% untuk nekromasa yang
setengan bagian terlapuk.
Pengumpulan Data Serasah Kasar di Lapangan
Cara mengambil contoh seresah kasar adalah sebagai berikut :
a. Digunakan kuadran kayu/bambu/aluminium diambillah contoh seresah kasar
langsung setelah pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah, lakukan pada
sub plot dan luas kuadran yang sama dengan yang dipakai untuk pengambilan
contoh biomasa tumbuhan bawah.
b. Diambil semua sisa-sisa bagian tanaman mati, daun-daun dan ranting-ranting
gugur yang terdapat dalam tiap-tiap kuadran, dimasukkan ke dalam kantong
kertas dan beri label sesuai dengan kode sub plotnya.
c. Untuk memudahkan penanganan, diikat semua kantong kertas berisi seresah
yang diambil dari satu plot. Dimasukkan dalam karung besar untuk
mempermudah pengangkutan kelaboratorium.
d. Dikeringkan semua seresah di bawah sinar matahari, bila sudah kering,
digoyang-goyangkan agar tanah yang menempel dalam seresah rontok dan
terpisah dengan seresah. Ditimbang contoh seresah kering matahari
(g per 0.25 cm ).
e. Diambil sub-contoh seresah sebanyak 100-300 g untuk dikeringkan dalam oven
pada suhu 80 C selama 48 jam. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya
sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai subcontoh
f. Ditimbang berat keringnya dan catat dalam lembar pengamatan yang telah
disediakan.

Universitas Sumatera Utara

21

Pengumpulan Data Serasah Halus di Lapangan
Cara mengambil contoh seresah halus adalah sebagai berikut :
a. Diambil semua seresah halus yang terletak di permukaan tanah yang terdapat di
dalam kuadran, biasanya setebal 5 cm, tetapi ketebalan ini bervariasi
tergantung pada pengelolaan lahannya. Dihentikan pengambilan seresah halus
bila telah sampai pada tanah mineral.Batas antara tanah mineral dan lapisan
seresah ditandai oleh perbedaan warna.Tanah mineral berwarna lebih terang.
b. Dimasukkan semua seresah halus yang terdapat pada kuadran ke dalam ayakan
dengan lubang pori 2 mm, ayaklah. Ambil seresah halus dan akar yang
tertinggal di atas ayakan, ditimbang berat basahnya (BB per kuadran). Ambil
100 g sub-contoh seresah halus, keringkan dalam oven pada suhu 80 C selama
48 jam. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka
timbang semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.
c. Ditimbang berat keringnya dan catat dalam lembar pengamatan yang
disediakan.
d. Dimasukkan seresah halus ke dalam kantong plastik dan beri label untuk
keperluan analisa kandungan karbon (C-organik).
e. Seresah halus yang lolos ayakan dikelompokkan sebagai contoh tanah,di ambil
50 gram untuk analisa kandungan karbon (C-organik) atau unsur hara lainnya
sesuai keperluan.
(Hairiah dkk, 2011)

Universitas Sumatera Utara

22

Analisis di Laboratorium
Kadar air
Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut :
1. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2oC sampai tercapai berat
konstan, kemudian dimasukkan ke dalam eksikator dan ditimbang berat
keringnya.
2. Penurunan berat contoh uji yang dinyatakan dalam persen terhadap berat
kering tanur ialah kadar air contoh uji.
Pengukuran kadar karbon
Pengukuran kadar karbon dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1. Kadar zat terbang
Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing
Material (ASTM) D 5832-98. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Diambil sampel sub-contoh nekromasa
b. Sampel kemudian dioven pada suhu 80oC selama 48 jam.
c. Sampel kering digiling menjadi serbuk dengan mesin penggiling (willey
mill).
d. Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen)
berukuran 40-60 mesh.
e. Serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 g,
dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian cawan ditutup rapat
dengan penutupnya, dan ditimbang dengan timbang Sartorius.

Universitas Sumatera Utara

23

f. Contoh uji dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 950oC selama 2
menit. Kemudian didinginkan dalam desikator dan selanjutnya
ditimbang.
g. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen
terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.
2. Kadar abu
Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing
Material (ASTM) D 2866-94. Prosedurnya adalah sebagai berikut :
a. Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam
tanur listrik bersuhu 950oC selama 6 jam.
b. Selanjutnya didinginkan di dalam desikator dan kemudian ditimbang
untuk mencari berat akhirnya.
c. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering
tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji.
3. Kadar karbon
Penentuan kadar karbon contoh uji dari nekromasa menggunakan Standar
Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji
merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.
Pengolahan Data
Pengolahan data yang dilakukan untuk memperoleh data kadar air (KA),
biomassa, dan juga kadar karbon yang terdapat pada serasah. Analisis KA,
biomassa dan kadar karbon dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Rumus yang digunakan mengacu
kepada buku pendugaan cadangan karbon tersimpan (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Universitas Sumatera Utara

24

1. Perhitungan Kadar Air
Perhitungan persentase kadar air dihitung dengan rumus:
% KA =

BB − BKT
× 100%
BKT

Keterangan:
% KA= Persentase Kadar Air (%)
BB = Berat Basah contoh sampel (g)
BKT = Berat Kering Tanur (g)
2. Perhitungan Biomassa
Massa kering/Biomassa serasah dihitung dengan menggunakan rumus
(Haygreen dan Bowyer, 1996 dalam Purwitasari, 2011):
Bo =

Keterangan:

BB
%KA

1 + � 100 �

Bo = Massa Kering/Biomassa Serasah (ton/ha)
BB = Berat basah total per luas areal petak contoh (ton/ha)
%KA = Persen Kadar Air

3. Perhitungan Karbon
Kadar zat terbang
Kadar zat yang mudah menguap dinyatakan dalam persen berat dengan rumus
sebagai berikut :
Kadar Zat Terbang =

A−B
× 100%
A

Dimana :
A = Berat kering tanur pada suhu 105OC

Universitas Sumatera Utara

25

B = Berat contoh uji dikurangi berat berat cawan dan sisa contoh uji berat cawan
dan sisa contoh uji pada suhu 950OC
Kadar abu
Besarnya kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Kadar Abu =

Berat Abu
× 100%
Berat Contoh Uji Kering Oven

Kadar karbon
Penentuan kadar karbon terikat (fixed carbon) ditentukan berdasarkan
rumus berikut ini:
Kadar karbon terikat arang(%) = 100%
− kadar zat terbang arang(%) − kadar
abu(%)
Analisis Data
Analisis data ini adalah untuk melihat perbedaan potensi karbon serasah
dan nekromassa

pada agroforestri karet dan monokultur karet. Maka perlu

dilakukan uji T dengan menggunakan software SPSS. Uji T yang digunakan
adalah uji Independent Sample t-test. Kriteria pengambilan keputusannya adalah
sebagai berikut:
Jika nilai Sigo(2-tailed) > 0,05, maka H0 diterima (tidak berbeda secara signifikan)
Jika nilai Sigo(2-tailed) < 0,05, maka H0 ditolak (berbeda secara signifikan)

Universitas Sumatera Utara

26

Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, Kab.
Simalungun, Kec. Hotunduhan, Kampung Saribu Asih desa Marjanji Asih.
Kabupaten Simalungun ini memiliki luas 1450 Ha dengan batas wilayah sebelah
utara dengan desa Maligas Tonga, batas sebelah selatan dengan desa Bt. Turunan,
sebelah Barat dengan desa T.Batu dan sebelah timur dengan desa Jawa Tengah,
jarak dari kota Medan sekitar 152 km terletak antara 2,36° – 3,18° LU dan 98,32°
– 99,35° BT, berada pada ketinggian 20 – 1.400 m diatas permukaan laut. Sebelah
barat berbatasan dengan Kabupaten Karo, sebelah timur dengan Kabupaten
Asahan, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai dan sebelah
selatan dengan Kabupaten Toba Samosir.
Keadaan iklim Kabupaten Simalungun bertempratur sedang, suhu tertinggi
terdapat pada bulan juli dengan rata-rata 26,4°C. Rata – rata suhu udara tertinggi
pertahun adalah 29,3°C dan terendah 20,6°C. Kelembapan udara rata-rata
perbulan 84,2 % dengan kelembapan tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu
87,42% dengan penguapan rata-rata 3,35mm/hari. Kabupaten Simalungun dengan
luas 4.386,60 Km² atau 6,12% dari luas wilayah Propinsi Sumatera Utara terdiri
dari 31 Kecamatan, 343 desa /nagori dan 24 Kelurahan dengan jarak rata-rata
ibukota kecamatan ke ibukota kabupaten antara 13 km s/d 97 km. Kabupaten
Simalungun memiliki topografi yang bervariasi, dimana dataran tinggi terletak di
bagian Barat Daya, Barat dan Barat Laut, sedangkan dataran rendah terletak pada
bagian Utara, Timur dan Tenggara. Secara umum, Kabupaten Simalungun
mempunyai kemiringan lereng antara 0 dan 40% dengan ketinggian antara 20 dan
1400 meter di atas permukaan laut.

Universitas Sumatera Utara

27

Hutan Desa Marjanji Asih ini terdiri dari 124 kepala keluarga, dengan
jumlah laki-laki 375 orang dan perempuan 355 orang. Berbagai macam vegetasi
yang dapat dijumpai antara lain karet, durian, jengkol, petai, kakao, pisang,
pinang, singkong, aren, kelapa sawit, dan bambu.

Universitas Sumatera Utara

28

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Agroforestri
Sistem agroforestri yang ditemukan di Desa Marjanji Asih termasuk
agroforestri sederhana.Dikarenakan tegakan karet merupakan tamanan yang
mendominasi pada lahan tersebut, dan diselingi dengan berbagai tanaman
perkebunan yaitu kakao dan juga tanaman yang dapat dimanfaatkan buahnya
seperti durian dan jengkol serta berbagai tanaman pertanian lainnya. Hal ini sesuai
dengan pernyataan ICRAF (2013) yang menyatakan bahwa pada agroforestri
karet sederhana, pohon non karet yang sengaja ditanam atau hasil regenerasi alami
yang dipertahankan menempati sepertiga dari luas lahan, terdiri dari 5 - 20 spesies
non-karet dengan tinggi lebih dari 2 meter, dan terdiri dari 5 – 20 spesies pohon
non-karet yang memiliki tinggi sama dengan pohon karet atau lebih tinggi dari
pohon karet yang ada.
Pola agroforestri pada lokasi penelitian adalah Agrosilviculture yaitu pola
pengkombinasian tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian pada satu
bentang lahan yang sama dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan berdasarkan
fungsi agroforestri tersebut dibagi menjadi fungsi produksi dan fungsi konservasi.
Fungsi produksi meliputi: buah, biji, dan lateks. Fungsi konservasi meliputi
perbaikan

tanah,

pelindung.Latumahina

(2006)

mengatakan

bahwa

Agrosilviculture yakni campuran antara tanaman pertanian dan pepohonan,
dimana penggunaan lahan sadar untuk memproduksi hasil-hasil pertanian dan
kehutanan.Berdasarkan fungsi pohon maka sistem agroforestri mempunyai fungsi
produksi dan konservasi. Fungsi produktif meliputi : makanan, pakan ternak,

Universitas Sumatera Utara

29

bahan bakar, karet, obat dan uang. Fungsi konservasi meliputi : perbaikan tanah,
pelindung dan nilai spiritual.
Berdasarkan hasil pengamatan yangdilakukandi agroforestri karet Desa
Marjanji Asih, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, diperoleh jenisjenis tanaman yaitu : Durian (Durio zibethinus), Jengkol (Archideendron
pauciforum), Petai (Parkisa speciosa), Kakao (Theobroma cacao), Pisang (Musa
paradisiaca), Pinang (Areca catechu), Singkong (Manihot esculenta), Aren
(Arenga pinnata), Sawit (Elaesis guineensis), Bambu (Bambusa vulgaris),
Nangka (Artocarpus heterophyllus).
Jumlah tanaman lain yang ditemukan pada agroforestri karet sebanyak 11
jenis. Jenis-jenis yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Tanaman yang Terdapat pada Agroforestri Karet
No

Nama Lokal

Nama Ilmiah

Jumlah

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kakao
Pinang
Bambu
Pisang
Singkong
Sawit
Petai
Nangka
Aren
Jengkol
Durian

Theobroma cacao
Areca catechu
Bambusa vulgaris
Musa paradisiacal
Manihot esculenta
Elaesis guineensis
Parkisa speciosa
Artocarpus heterophyllus
Arenga pinnata
Archidendron pauciflorum
Durio zibethinus

44
23
1
11
38
8
1
1
1
1
17

Pada agroforestri karet ditemukan pohon sebanyak 52 karet dan tiang
sebanyak 20 sedangkan pada monokultur karet ditemukan pohon sebanyak 114
karet dan tiang sebanyak 60. Hal ini dikarenakan pola penanaman pada
agroforestri acak dan terlihat lebih berjarak dibandingkan dengan monokultur
yang memiliki jarak tanam hanya 3 m × 3 m sehingga jumlah tegakan karet yang
ditemukan lebih banyak pada monokultur karet.

Universitas Sumatera Utara

30

Analisis Vegetasi
Dilakukan analisis vegetasi yang meliputi kerapatan, kerapatan relatif,
frekuensi, frekuensi relatif, indeks nilai penting pada kedua lokasi agroforestri dan
monokultur.Adapun dihitung mulai dari semai, pancang, tiang, dan pohon.
a. Semai
Hasil analisis vagetasi pada lahan agroforestri dan monokultur tingkat
semai dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Indeks Nilai Penting Tingkat Semai pada Agroforestri Karet
No

Nama
Lokal

Jumlah
Semai

KR
(%)

FR (%)

INP (%)

1

Karet

12

100

100

200

100
100
TOTAL
Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif;
INP= Indeks Nilai Penting

200

Nama Ilmiah
Hevea
brasiliensis

Tabel 3. Indeks Nilai Penting tingkat semai pada Monokultur Karet
NO

Nama
Lokal

Jumlah
Semai

KR
(%)

FR
(%)

INP
(%)

1

Karet

24

100

100

200

TOTAL
100
100
Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif;
INP= Indeks Nilai Penting

200

Nama Ilmiah
Hevea
brasiliensis

Dari tabel 2 dan tabel 3 diketahui bahwa jumlah semai paling banyak
terdapat pada monokultur yaitu 24 karena jumlah pohon karet pada lahan ini jauh
lebih banyak dibandingkan dengan lahan agroforestri karet. Dikarenakan pada
lahan monokultur lebih banyak ditemukan jumlah pohon sehingga lebih
memungkinkan lebih banyaknya biji yang jatuh ke tanah dan tumbuh menjadi
semai.
b. Tiang
Hasil analisis vagetasi pada lahan agroforestri dan monokultur tingkat
tiang dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Universitas Sumatera Utara

31

Tabel 4 . Indeks Nilai Penting Tingkat Tiang pada Tegakan Monokultur Karet
Nama
Lokal

Nama Ilmiah
Hevea
brasiliensis

KR (%)

FR
(%)

100

100

DR
(%)

INP (%)

100

300

TOTAL
100
100
100
Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif;
INP= Indeks Nilai Penting

300

Karet

Tabel 5 . Indeks Nilai Penting Tiang pada Tegakan Agroforestri Karet
Nama
Lokal
Karet
Durian

Nama
Ilmiah
Hevea
brasiliensis
Durio
Zibethinus

KR
(%)

FR
(%)

DR
(%)

INP
(%)

89.47

64.10

85.88

239.45

10.53

35.90

14.12

60.55

TOTAL
100
100
100
Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif;
DR= Dominansi Relatif; INP= Indeks Nilai Penting

300

Indeks Nilai Penting (INP) pada tiang agroforestri karet lebih tinggi pada
karet yaitu 239.45 % dan pada monokultur INP karet yaitu 300 %.
c. Pohon
Berdasarkan hasil analisis vegetasi diperoleh pohon yang mendominasi pada
tegakan karet adalah pohon karet (Hevea brasiliensis) dengan nilai INP 208.05 %,
kemudian durian (Durio zibethinus) Jengkol (Archidendron pauciflorum) INP
8,26 % dan petai (Parkisa speciosa) 8,13 %. Indeks nilai penting (INP) pada
agroforestri karet dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 . Indeks Nilai Penting Pohon pada Agroforestri Karet
Nama
Lokal

Nama Ilmiah KR (%) FR (%) DR (%) INP (%)
Durio
zibethinus
18.1818 38.8869
18.49
75.5587
Durian
Archidendron
pauciflorum
1.5151
5.5552
1.19
8.2603
Jengkol
Hevea
brasiliensis
78.7878 50.0025
79.26
208.0503
Karet
Parkisa
speciosa
1.5151
5.5552
1.06
8.1303
Petai
Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif;
DR= Dominasi Relatif; INP= Indeks Nilai Penting

Universitas Sumatera Utara

32

Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa tanaman yang paling dominan yaitu karet
(Hevea brasiliensis). Hal ini dikarenakan tanaman karet menjadi tanaman
unggulan masyarakat yang akan dimanfaatkan lateksnya. Masyarakat lebih
mangutamakan tanaman karet dibandingkan tanaman lain. Pada lorong-lorong
antar tanaman karet ada beberapa tanaman yang diselipkan, kebanyakan adalah
kakao.Karena selain pemeliharaan yang mudah, harganya juga cukup memuaskan.
Dominasi Relatif pohon karet sebesar 79,26 % yang merupakan tanaman
dominan pada lahan agroforestri tersebut. Tanaman karet ini yang menjadi
indikator ekosistem dalam lahan agroforestri tersebut. Kerapatan dari suatu jenis
merupakan nilai yang menunjukkan penguasaan suatu jenis terhadap jenis lain
pada suatu komunitas. Makin besar nilai dominansi suatu jenis, makin besar
pengaruh penguasaan jenis tersebut terhadap jenis lain. INP suatu jenis
merupakan nilai yang menggambarkan peranan keberadaan suatu jenis dalam
komunitas.Makin besar INP suatu jenis makin besar pula peranan jenis tersebut
dalam komunitas.INP yang merata pada banyak jenis juga sebagai indikator
semakin tingginya keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem.
Nilai INP yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan
dengan INP pada penelitian Saragih (2015) dimana hasil analisis vegetasi di
lapangan diperoleh data bahwa pohon yang mendominasi pada tegakan Pinus
adalah pohon pinus (Pinus merkusii) dengan nilai INP 249,27.
Sumarhani dan Titik (2015) menunjukkan bahwa komposisi agroforesti
tembawang dicirikan memiliki banyaknya pohon penghasil buah/biji, kayu dan
getah. Jenis pohon yang mendominasi adalah tengkawang dengan Indeks Nilai
Penting (INP) sebesar 71.93%, kemudian karet INP = 67.31% dan durian INP

Universitas Sumatera Utara

33

=33.77%. Sedangkan tembawang di Dusun Tukun di dominansi oleh tanaman
durian dengan INP =47.60%, kemudian rambutan INP = 35.15% dan belian
24.17%. Kehadiran suatu jenis tertentu yang dominan menunjukkan kemampuan
tanaman tersebut dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat, sehingga
jenis yang mendominasi memiliki kemampuan toleransi yang lebar terhadap
lingkungan.
Hasil analisis vegetasi menunjukkan Indek Nilai Penting (INP ) karet
sebesar 300 %, hal ini dikarenakan pada monokultur karet hanya terdapat satu
jenis pohon yaitu pohon karet. Indeks Nilai Penting monokultur karet dapat dilihat
pada Tabel 7.
Tabel 7 . Indeks Nilai Penting Pohon pada Monokultur Karet
Nama
Lokal
Karet

Nama
Ilmiah

KR
(%)

FR
(%)

DR
(%)

INP
(%)

100

100

100

300

TOTAL
100
100
100
Keterangan: KR= Kerapatan Relatif; FR= Frekuensi Relatif;
DR= Dominasi Relatif; INP= Indeks Nilai Penting

300

Berdasarkan Tabel 7 nilai INP yang diperoleh tergolong tinggi
dibandingkan dengan nilai INP tingkat pohon pada penelitian Dendang dan Wuri
(2015).Menunjukkan pada lokasi penelitian ditemukan vegetasi pada tingkat
pohon sebanyak 13 jenis, yang merupakan jenis vegetasi tipe ekosistem hutan
sub-montana di hutan tropis.Jenis dengan jumlah individu terbanyak adalah jenis
A. excelsa dengan nilai kerapatan 35 pohon/ha. Nilai INPtertinggi terdapat pada
jenis A. excelsa (127,8%), diikutioleh jenis Pygeum latifolium (20,7%),
Macropanax disperpum (20,3%), Symplocos fasciculata (20,3%),V. rubescens

Universitas Sumatera Utara

34

(20,1%), dan Ficus alba (19,9%).

Jadi 46% dariseluruh jenis tingkat pohon

memiliki nilai penting yangtinggi.
Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh Indeks Keanekaragaman (H’)
pada agroforestri karet sebesar 0.62 dan pada Karet monokultur sebesar 0. Hal ini
menunjukkan jumlah jenis diantara jumlah total individu seluruh jenis yang ada
termasuk dalam kategori rendah. Menurut Mason (1980), jika nilai Indeks
Keanekaragaman lebih kecil dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika
diantara 1-3 berarti keanekaragaman jenis sedang, jika lebih besar dari 3 berarti
keanekaragaman jenistinggi.
Indeks Keseragaman (E) pada agroforestri karet sebesar 0.149 dan pada
Karet monokultur sebesar 0.Nilai tersebut menunjukkan nilai keseragaman
tegakan termasuk dalam kategori tinggi. Krebs (1985) menyatakan bahwa Indeks
Keseragaman rendah 0