Perlindungan Dan Pengelolaan Terumbu Karang Terhadap Lungkungan Hidup Di Indonesia Ditinjau Dari Hukum Internasional

(1)

BAB I PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Lingkungan hidup merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang wajib dilindungi dan dijaga kelestariannya agar tetap dapat menjadi sumber penunjang hidup bagi manusia dan mahluk hidup lainnya demi kelangsungan dan peningkatan kualitas kehidupan.

Perkembangan masyarakat internasional menunjukkan bahwa lingkungan hidup tidak lagi dapat diabaikan kedudukannya dalam kehidupan manusia. Perhatian yang cukup dan penanganan yang serius harus segera dilakukan. Mengingat, kerusakan lingkungan berarti ancaman bagi kelangsungan hidup manusia di dunia ini.1

Fenomena kerusakan lingkungan yang terjadi sekarang ini tidak terlepas dari ulah manusia itu sendiri. Karena itu, tindakan manusia yang merusak ini harus dikendalikan. Salah satu alat pengendaliannya adalah “hukum”. Hukum yang dimaksud disini adalah hukum lingkungan baik nasional maupun internasional.

Jika berbicara tentang lingkungan hidup, maka pembahasan mengenai lingkungan hidup akan sangat luas. Karena itu, guna menghindari pembahasan yang meluas. Maka dalam penulisan ini, lingkungan hidup yang dimaksud adalah lingkungan laut.

1

Melda Kamil Ariadno, Hukum Internasional Hukum yang Hidup, Diadit Media, Jakarta. 2007. hal 55


(2)

Wilayah suatu negara selain udara dan darat juga adalah lautan. Laut adalah bagian dari lingkungan hidup yang memiliki manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Karena, laut memiliki banyak fungsi dan mengadung berbagai macam kekayaan Alam yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup umat manusia. Selain itu, Laut juga memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dalam sejarah, laut terbukti telah mempunyai berbagai fungsi, antara lain sebagai: sumber makanan, jalan raya perdagangan, sarana transportasi, tempat rekreasi/wisata, dan alat pemisah atau pemersatu bangsa.Kemudian, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, fungsi laut telah bertambah lagi dengan ditemukannya berbagai macam bahan tambang dan galian yang berharga di dasar laut.2

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dapat dikatakan bahwa laut, sumber daya alam dan segala fungsinya dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, perlu diingat bahwa laut dan potensi kekayaan yang ada, jika dikelola dan dimanfaatkan secara tidak bertanggungjawab dan tanpa memperhatikan batas kemampuan alam, maka akan menimbulkan kerusakan pada lingkungan laut. Kerusakan pada lingkungan laut, berarti bencana bagi kehidupan umat manusia.

Saat ini, kerusakan lingkungan laut merupakan salah satu masalah yang mendapatkan perhatian besar dari dunia internasional. Hal ini dikarenakan laut yang merupakan salah satu pusat sumber daya penting bagi kehidupan manusia sudah berada pada kondisi yang sangat mengkhawatirkan.

2

Dikdik Mohammad Sodik. Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia. Refika Aditama, Bandung. 2011. hal. 1


(3)

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan khususnya di bidang perkapalanmenyebabkan peningkatan pemanfaatan laut di bidang pelayaran juga semakin meningkat. Peningkatan aktifitas pelayaran di laut ini tentunya sangat rentan menyebabkan pencemaran laut. Hal ini merupakan masalah bagi negara-negara di dunia, khususnya negara-negara-negara-negara pantai dalam melindungi lingkungan lautnya dari ancaman pencemaran.

Pencemaran laut menyebabkan kelestarian dan keserasian lingkungan serta manfaat dari sumber daya alam yang ada di laut menjadi terganggu. Selain itu, pencemaran laut juga dapat mempengaruhi seluruh aktifitas manusia di laut. Hal ini disebabkan sifat laut yang berbeda dengan daratan, dimana laut merupakan satu kesatuan yang saling terhubung dan tidak terpisahkan. Misalnya, apabila terjadi pencemaran di lingkungan lautsuatu negara, maka cepat atau lambat pencemaran tesebut juga akan menimbulkan kerugian pada negara lain karena pencemaran tersebut memasuki wilayah perairannya. Karena itu, masalah pencemaran laut dapat mempengaruhi semua negara pantai baik negara berkembang maupun negara maju.

Mengingat begitu pentingnya pelindungan terhadap lingkungan laut, maka di dalam United Nations Convention on The Law of the Sea (selanjutnya disebut

UNCLOS) 1982, terdapat bagian tersendiri yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai perlindungan lingkungan laut terdapat dalam Bab XII (dua belas) UNCLOS 1982, yang pada intinya memuat mengenai perlindungan,


(4)

pelestarian lingkungan laut, pencegahan, pengurangan, dan penguasaan pencemaran laut.

Negara Indonesia adalah salah satu negara yang diuntungkan dengan disahkan dan diberlakukannya UNCLOS 1982, ini disebabkan karena Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas dan letak geografis yang unik. Di samping letak kepulauan Indonesia yang berada pada garis khatulistiwa, juga posisi geografis ini menurut kenyataannya merupakan negara kepulauan (archipelagic state) yang berada pada posisi silang dunia, yaitu di antara dua benua yakni Benua Asia dan Australia dan di antara dua samudera yaitu Samudera India dan Samudera Pasifik. Luas wilayah laut Indonesia dapat dirinci menjadi 0,3 juta km² laut teritorial, 2,8 juta km² perairan nusantara (perairan kepulauan), dan 2,7 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Pada wilayah laut inilah terdapat lingkungan laut Indonesia. 3

Pada lingkungan laut Indonesia terdapat berbagai macam sumber kekayaan alam, baik kekayaan alam hayati maupun non-hayati, dan memiliki peranan yang sangat penting, misalnya sebagai sarana penghubung, media rekreasi, jalan raya perdagangan, dan sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia.

Sebagai negara bahari, seharusnya Indonesia mendayagunakan ekologi dan kekayaan alam yang dimilikinya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Karena itu, seluruh warga negara harus terus disadarkan atas kelalaiannya merusak kelestarian lautdengan sembarangan membuang limbah

3

Suhaidi.Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional Di Perairan Indonesia. Pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Internasional pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2006. hal. 3


(5)

industri daratan yang pada akhirnya akan mencemari laut. Mengingat kestabilan ekosistem laut sangat bergantung pada keutuhan sumber alam di darat.4

Sejak tahun 1985, Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan UNCLOS 1982. Namun Pada kenyataannya, permasalahan mengenai hukum laut semakin banyak. Meskipun sudah banyak kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tetapi pada kenyataannya hal tersebut belum mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada, termasuk dalam hal perlindungan lingkungan laut. Hal ini dapat dilihat dari kerusakan lingkungan laut Indonesia yang semakin hari semakin meningkat.

Olehnya itu, sangat penting untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut Indonesia dari berbagai hal yang dapat mengancam kelestariannya agar dapat dinikmati secara berkelanjutan oleh generasi yang akan datang.

Kemajuan teknologi sering disebut-sebut sebagai salah satu peneyebab terjadinya kerusakan lingkungan laut, misalnya di bidang perikanan. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern, maka teknologi di bidang pengelolaan dan penangkapan ikan juga semakin modern. Pengelolaan dan penangkapan ikan dengan menggunakan peralatan modern memang memberikan keuntungan lebih besar dengan hasil tangkapan yang lebih banyak dibanding menggunakan peralatan penangkapan yang tradisonal. Namun, penggunaan alat modern juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan laut Indonesia. Misalnya, punahnya spesies ikan tertentu, rusaknya terumbu karang yang merupakan tempat perlindungan dan perkembangbiakanekosistem laut. Hal ini

4

FX. Adji Samekto.Negara dalam Dimensi Hukum Internasional. Citra Aditya Bakti, Bandung. 2009. hal. 35-36


(6)

diperparah lagi dengan adanya pengelolaannya yang tidak memperhatikan ketentuan dan persyaratan yang diwajibkan oleh pemerintah. Sehingga pelanggaran terhadap persyaratan tersebut akan merusak dan menghancurkan lingkungan laut.

Selain itu, dengan berkembangnya usaha-usaha eksplorasi dan eksploitasi minyak di lepas pantai, semakin ramainya lalu-lintas kapal-kapal tanker raksasa melalui perairan Indonesia, dan dengan semakin pentingnya lalu-lintas kapal-kapal nuklir, baik di atas maupun di bawah permukaan air laut, maka bahaya yang dihadapi negara Indonesia terhadap keserasian dan kelestarian lingkungan lautnya juga akan semakin besar. Sehingga, dari sekarang sudah perlu mulai dipikirkan bagaimana caranya menanggulangi bahaya-bahaya tersebut di masa mendatang.5

Kerusakan laut yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan seharusnya diantisipasi sejak dini. Pemerintah seyogianya telah menyiapkan berbagai aturan-aturan hukum guna melindungi seluruh kekayaan dan keindahan laut Indonesia. Agar kelestarian sumber daya dan ekosistemyang ada di laut tetap terjaga, sehingga bisa diwariskan kepada generasi yang akan datang.

Tapi ironisnya, masalah kerusakan lingkungan laut yang terjadi di wilayah perairan Indonesia bukanlah hal yang asing lagi. ini bisa dilihat dari berbagai pemberitaan di media massa yang menyorot hal tersebut, misalnya mengenai kotornya wilayah pantai di Bali dan Lombok, rusaknya terumbu karang di lautan Wakatobi dan Raja Ampat, dan matinya ribuan ikan di Muara Angke secara mendadak. Melihat hal ini, nampak bahwa seolah-olah pemerintah lalai

5

Hasjim Djalal. Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut.Binacipta, Bandung. 1979. hal 179


(7)

menjalankan fungsinya dalam menjaga dan melindungi wilayah laut Indonesia dari kerusakan.

Berkaca pada sejarah, di Indonesia telah terjadi beberapa kasus kerusakan lingkungan laut yang diakibatkan oleh tumpahan minyak karena kecelakaan kapal tanker. Setidaknya telah terjadi sembilan kali kasus tumpahan minyak di Indonesia: 6

1. Tanker Showa Maru, karam di Selat Malaka tahun 1975, menumpahkan 1 juta ton minyak mentah;

2. Choya Maru, karam di Bulebag, Bali (1975), menumpahkan 300 ton bensin; 3. Golden Win, bocor di Lhokseumawe, NAD (1979), menumpahkan 1.500

kiloliter minyak tanah;

4. Nagasaki Spirit, karam di Selat Malaka (1992), menumpahkan minyak mentah;

5. Maersk Navigator, karam di Selat Malaka (1993), menumpahkan minyak mentah;

6. Bandar Ayu, karam di Pelabuhan Cilacap (1994), menumpahkan minyak mentah;

7. Mission Viking, karam di Selat Makassar (1997), menumpahkan minyak mentah;

8. MT Natuna Sea, karam di Pulau Sambu (2000), menumpahkan 4.000 ton minyak mentah.

6

Gea Geo. Beberapa Kasus Tumpahan Minyak Di Indonesia.di

2015).


(8)

9. MT Kharisma Selatan, terbalik di Dermaga Mirah, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya (2007), menumpahkan 500 kiloliter MFO (marine fuel oil).

Di Indonesia sendiri, kasus pencemaran lingkungan laut, baru mendapat perhatian yang serius yaitu sejak terjadinya kecelakaan Kapal Tanker Showa Maru pada tahun 1975 di Selat Malaka dan Selat Singapura.7

Beberapa kasus yang pernah terjadi di Indonesia sebagaimana diuraikan sebelumnya, memberikan gambaran bahwa betapa pentingnya peranan pemerintah Indonesia dalam menjaga wilayah perairan Indonesia dari berbagai ancaman kerusakan yang ada, dan mengelola kekayaan sumber daya alamnya dengan baik dan benar.

Kecelakaan tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan laut Indonesia yang sangat parah, sehingga mengakibatkan kerugian sangat besar pada lingkungan laut Indonesia. Namun, pada waktu itu Indonesia tidak bisa menuntut ganti rugi kepada pemilik kapal, dikarenakan belum adanya peraturan perundang-undang nasional yang mengatur tentang pencemaran lingkungan.

Indonesia sebagai negara kepulauan harus mampu menjaga laut dan kekayaannya. Agar apa yang terjadi selama ini berupa illegal fishing, perdagangan ilegal, dan pencemaran atau perusakan lingkungan laut dapat dicegah. Karena jika hal itu terus terjadi, maka kekayaan laut Indonesia akan terkuras habis dan Indonesia akan menjadi negara miskin. Karena itu, Indonesia harus bangkit

7

Dikdik Mohammad Sodik. Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia. Refika Aditama, Bandung. 2011, hal 89.


(9)

membangun bidang kelautan termasuk membangun infrastruktur, peralatan, dan pembuatan peraturan nasional di bidang kelautan disertai penegakan hukumnya.8

Jika Indonesia mampu membangun dan mengembangkan potensi dan kekayaan alam yang dimilikinya termasuk di bidang kelautan. Maka negara Indonesia akan menjadi negara maju dan besar, yang memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya, Sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang Dasar 1945, yakni Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan: “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan hasil penelitian pada tahun 1998, luas terumbu karang Indonesia adalah 42.000 km2 atau 16,5 % dari luasan terumbu karang dunia yaitu seluas 255.300 km2dengan 70 genera dan 450 spesies. Terumbu karang dan segala kehidupan yang terdapat di dalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang bernilai tinggi. Manfaat yang terkandung di dalam ekosistem terumbu karang sangat besar dan beragam, baik manfaat langsung dan manfaat tidak langsung

Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang amat penting bagi keberlanjutan sumberdaya yang terdapat di kawasan pesisir dan lautan, dan umumnyatumbuh di daerah tropis, serta mempunyai produktivitas primer yang tinggi (10 kgC/m2/tahun). Tingginya produktivitas primer di daerah terumbu karang ini menyebabkanterjadinya pengumpulan hewan-hewan yang

8

Dewan Kelautan Indonesia.Evaluasi Kebijakan Dalam Rangka Implementasi UNCLOS 1982 di Indonesia.Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2008. hal. 11


(10)

beranekaragam seperti; ikan, udang, mollusca, dan lainnya. Perlindungan terumbu karang pada pengelolaan dan pelestarian Kawasan TamanNasional Kepulauan Seribu masuk ke dalam zona inti.9

Eksploitasi sumberdaya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan kelestariannya, berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup di wilayah tersebut, termasuk terumbu karang. Menurut hasil penelitian Pusat Pengembangan Oseanologi (P2O) LIPI yang dilakukan pada tahun 2000, kondisi terumbu karang Indonesia 41,78% dalam keadaan rusak, 28,30 % dalam keadaan sedang, 23,72 % dalam keadaan baik, dan 6,20 % dalam keadaan sangat baik. Hal ini menunjukkan telah terjadi tekanan yang cukup besar terhadap keberadaan terumbu karang di indonesia pada umumnya oleh beberbagai ancaman dan faktor-faktor penyebab kerusakan.

Dari hasil inventarisasi yang dilakukan ditemukan kelompok karang hard coral dengan berbagai tipeyaitu: branching, tabulate, sub massif, dan lainnya. Jenis ikan karang ditemukan sekitar26 famili diantaranya famili Chaetodontidae, Pomacentridae dan Labridae.Aktivitas manusia dalam memanfaatkan potensi sumberdaya terumbu karangsering tumpang tindih dan bahkan banyak diantara aktivitas tersebut menyebabkankerusakan terumbu karang.

Pembukaan hutan mangrove sering menyebabkanpenggelontoran sedimen yang tinggi ke perairan karang, lalu lintas kapal diatas perairankarang dapat menyebabkan smashing karang, demikian pula aktivitas pariwisata seringmenimbulkan dampak terhadap kehidupan karang. Apabila kondisi ini terus


(11)

berlangsung, maka dikhawatirkan ekosistem terumbu karang akan musnah. Upaya pengelolaan dan pelestarian sumberdaya terumbu karang telah dilakukan oleh pemerintah khususnya di Kepulauan Seribu, namun tidak akan berjalan dengan baik tanpa kesadaran masyarakat. Karenanya peran serta masyarakat dalam mencintai dan melestarikan terumbu karangsangat dibutuhkan. Salah satu upaya untuk menjaga dan menyelamatkan terumbu karang dari pemanfaatan yang tidak berkelanjutan adalah pengelolaan yang berbasis masyarakat.

Upaya pengelolaan terumbu karang dalam konteks pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) merupakan bagian dari Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan berpedoman pada Rencana Tata Ruang Laut, Pesisir dan pulau-pulau kecil yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkayang sebagaimana di atur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tetang Pemerintahan Daerah. Upaya pengelolaan terumbu karang tersebut yang memerlukan adanya perencanaan dan pengembangan yang berwawasan kelestarian lingkungan hidup yang meliputi wilayah pesisir dan laut serta berbasis masyarakat. Adapun pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil itu sendiri menurut Undang-undang No 27 tahun 2007 diartikan sebagai suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-pulau kecil antar sektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Terumbu karang adalah sistem laut dengan salah satu tingkat tertinggi keanekaragaman hayati di planet ini dan mereka menyediakan berbagai barang dan jasa yang berharga.Mereka melindungi pantai dan pulau-pulau dari dampak gelombang badai dan gelombang.Mereka menyediakan habitat untuk ikan karang


(12)

dan invertebrata, mempertahankan mata pencaharian jutaan orang di negara-negara berkembang, dan menghasilkan pendapatan untuk masyarakat pesisir dari pariwisata dan perikanan bernilai komersial. Akuntansi ini dan segudang layanan lainnya , nilai karang terumbu pada manusia telah diperkirakan , rata-rata , seperti US $ 130 000 per hektar per tahun.10

Berdasarkan latar belakang di atas merasa tertarik memilih judul Perlindungan dan Pengelolaan Terumbu Karang Terhadap Lingkungan Hidup Di Indonesia ditinjau dari Hukum Internasional.

I. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang digunakan peneliti dalam penelitian ini, sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan pengelolaan terumbu karang dan lingkungan hidup dalam hukum nasional?

2. Bagaimana pengaturan pengelolaan terumbu karang dan lingkungan hidup dalam hukum internasional ?

3. Bagaimana perlindungan dan pengelolaan terumbu karang terhadap lingkungan hidup di indonesia ditinjau dari hukum internasional?

J. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitan

Tujuan penelitian yang akan dicapai di dalam penelitian ini adalah :

10

Science Daily, 2009: What are coral reef services worth? $130 000 to $1.2 million per hectare per year (http://www.sciencedaily.com/releases/2009/10/091016093913. htm#at). (diakses tanggal 1 Juni 2015)


(13)

a. Untuk mengetahui pengaturan pengelolaan terumbu karang dan lingkungan hidup dalam hukum nasional

b. Untuk mengetahui pengaturan pengelolaan terumbu karang dan lingkungan hidup dalam hukum internasional

c. Untuk mengetahui perlindungan dan pengelolaan terumbu karang terhadap lingkungan hidup di indonesia ditinjau dari hukum internasional

K. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Terumbu Karang Terhadap Lingkungan Hidup Di Indonesia.

Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan terbuka atas segala kritikan dan masukan yang sifatnya membangun guna penyempurnaan hasil penelitian.

L. Tinjauan Pustaka

1. Hukum Lingkungan Di Indonesia

Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup perlu diikuti tindakan berupa pelestarian sumber daya alam dalam rangka memajukan kesejahteraan umum seperti tercantum dalam UUD 1945. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana telah diubah dan diperbarui oleh Undang-Undang Nomor 23


(14)

Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah payung dibidang pengelolaan lingkungan hidup serta sebagai dasar penyesuaian terhadap perubahan atas peraturan yang telah ada sebelumnya, serta menjadikannya sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh didalam suatu sistem.

Sebagai sub sistem atau bagian komponen dari sistem hukum nasional Indonesia, hukum lingkungan Indonesia di dalam dirinya membentuk suatu sistem dan sebagai suatu sistem, hukum lingkungan Indonesua mempunyai sub sistem yang terdiri atas:

a. Hukum penataan lingkungan; b. Hukum acara lingkungan; c. Hukum perdata lingkungan; d. Hukum pidana lingkungan; e. Hukum lingkungan internasional.

Kelima subsistem hukum lingkungan Indonesia ini dapat dimasukkan dalam Undnag-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan kata lain uraian ini dari masing-masin sub sistem Hukum Lingkungan Indonesia tersebut selalu dikaitkan dengan wujud dan isi Undang-Undang Lingkungan Hidup Pembagian dengan cara ini menggunakan pendekatan sistem hukum. Dari penyebutan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup telah nampak secara jelas bahwa undang-undang tersebut merupakan hukum penataan lingkungan (hidup).


(15)

2. Hukum Lingkungan Internasional

Konvensi Stockholm 1979 merupakan pilar perkembangan hukum lingkungan international modern, artinya semenjak saat itu hukum lingkungan berubah sifatnya dari use-oriented menjadi environment-oriented .11

Adapun produk hukum yang bersifat environment-oriented adalah produk hukum yang tidak saja memberi hak kepada manusia untuk memakai lingkungan, tetapi juga membebani manusia dengan suatu kewajiban untuk menjaga, melindungi, dan melestarikanya, misalnya Konvensi Hukum Laut 1982.Konvensi ini tidak saja memberikan hak untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumbe daya kelautan, tetapi juga memberikan kewajiban kepada negara-negara agar menjaga lingkungan laut dari perusakan dan pencemaran dalam melakukan hal tersebut. Kewajiban menjaga lingkungan ini diatur pada part XII Konvensi Hukum Laut 1982.

hukum lingkungan yang bersifat use-oriented maksud produk hukum yang memberikan hak kepada masyarakat international untuk mengeksploitasi lingkungan dan sumber daya alam tanpa membebani kewajiban untuk menjaga, melindungi, dan melestarikannya. Misalnya Konvensi Hukum Laut 1958 secara umum hanya memberikan hak kepada Negara untuk mengambil sumber daya kelautan, tetapi konvensi ini tidak mewajibkan Negara untuk menjaga laut dari tindakan pencemaran dan perusakan.

Konvensi Stockholm 1972 yang ditandatangani oleh 113 kepala Negara berisikan 26 prinsip pembangunan demi memperbaiki dan meningkatkan taraf

11

Sukanda Husin. 2009. Penegakan hukum lingkungan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. hal 20


(16)

hidup generasi hari ini dengan tidak mengurangi hak generasi mendatang untuk menikmati lingkungan hidup yang baik dan sehat. Konsep ini disebut Sustainable Development atau pembangunan berkelanjutan yang kemusian dijadikan prinsip hukum dalam Konvensi Rio tahun 1992.

Konvensi Stockholm memicu lahirnya beberapa konvensi internasional yang melindungi lingkungan hidup. Diantara konvensi itu adalah Konvensi Paris tahun1974 , Konvensi Hukum Laut tahun 1982, Konvensi Wina tahun 1985, Konvensi Perubahan Iklim tahun 1992, Konvensi Keanekaragaman Hayati 1992, dan lain-lainnya.12

Berdasarkan pembentukannya hukum internasional terbagi dua, yaitu hukum kebiasaan internasional (Internasional Customary Law) dan hukum konvensi internasional (Conventional Internasional Law).

Hukum Kebiasaan internasional juga telah mengatur pencegahan pencemaran lingkungan. Misalnya prinsip sic utere tuo ut alienum non laedas atau dikenal juga dengan prinsip good neighborlinees melarang penggunaan territorial suatu Negara bila meimbulkan gangguan atau kerugian pada territorial Negara lain.

Hukum lingkungan internasional dibagi menjadi dua yaitu hukum lingkungan perdata internasional dan hukum lingkungan internasional (publik). 1) Hukum Lingkungan Perdata Internasional mengatur hubungan hukum antara

warga negara suatu negara dengan warga negara dari negara lain atau antara

12


(17)

warga negara suatu negara dengan suatu organisasi internasional, mengenai sengketa lingkungan.

2) Hukum lingkungan internasional (publik), mengatur hubungan hukum antara suatu negara dengan organisasi internasioanl serta antar organisasi internasional mengenai kasus lingkungan.

3. Terumbu Karang

Terumbu karang adalah struktur hidup yang terbesar dan tertua di dunia.Untuk sampai ke kondisi yang sekarang, terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun.Tergantung dari jenis, dan kondisi perairannya, terumbu karang umumnya hanya tumbuh beberapa mm saja per tahunnya.Yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam.13

Karang adalah bentukan hewan kecil yang hidup dalam semacam cawan yang terbentuk dari kalsium karbonat (lihat gambar) yang biasa disebut polip karang.Jutaan polip-polip ini membentuk struktur dasar dari terumbu karang.Hewan karang hidup bersimbiosis dengan alga bersel satu yang disebut

zooxanthellae. Zooxanthellae merupakan jenis alga dinoflagelata berwana coklat dan kuning, yang dinyatakan sebagai Symbiodinium microadriaticum.Alga ini juga hidup bersimbiosis dengan hewan-hewan lain di terumbu karang, seperti, kima raksasa (Tridacna spp), anemon laut dan coelenterata lainnya. Hewan karang mempunyai tentakel (tangan-tangan) untuk menangkap plankton sebagai sumber makanannya, Namun, sumber nutrisi utama hewan karang sebenarnya

(diakses tanggal 1 Mei 2015).


(18)

berasal dari proses fotosintesa zooxanthellae (hampir 98%). Selain itu, zooxanthellae memberi warna pada hewan karang yang sebenarnya hampir transparan. Timbal baliknya, karang menyediakan tempat tinggal dan berlindung bagi sang alga.

M.Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas: 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (data sekunder) atau penelitian hukum perpustakaan.14 Sedangkan menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian hukum normatif meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, taraf sinkronisasi hukum15

2. Sumber data

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris atau biasa disebut penelitian

yuridis empiris. Dalam penelitian ini, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata

Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data sekunder. Data sekunder terdiri dari:

14

Ediwarman, Monograf, Metodologi Penelitian Hukum, Medan: Program Pascasarjana Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan, 2010, hal. 24.

15

Soerjono Soekamto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001 hal. 13-14.


(19)

a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil. Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya. Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor: Kep.38/Men/2004 Tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang, Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.17/Men/2008 Tentang Kawasan Konservasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.02/Men/2009 Tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.03/Men/2010 Tentang Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis ikan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.04/Men/2010 Tentang Tata Cara Pemanfaatan Jenis Ikan dan Genetik Ikan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.30/Men/2010 Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep.59/Men/2011 TentangPenetapan Status Perlindungan Terbatas Jenis Ikan Terumbuk (Tenualosa Macrura).


(20)

b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti.

c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupun Yahoo. 3. Alat pengumpulan data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen dengan yuridis normatif.

4. Analisis data

Untuk mengolahdata yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif.Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menarik kesimpulan.

N. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan pengantar. Didalamnya termuat mengenai gambaran umum tentang penulisan skripsi yang terdiri dari latar


(21)

belakang penulisan skripsi, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG

DAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM HUKUM NASIONAL

Bab ini berisikan tentang pengertian pengelolaan terumbu karang dan lingkungan hidup kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang di Indonesia dan pengaturan pengelolaan terumbu karang. BAB III PENGATURAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DAN

LINGKUNGAN HIDUP DALAM HUKUM INTERNASIONAL Bab ini berisikan mengenai sumber-sumber pencemaran laut yang berdampak terumbu karang, dampak pencemaran lingkungan laut terhadap perlindungan terumbu karang dan pengaturan pengelolaan terumbu karang dan lingkungan hidup dalam hukum internasional. BAB IV PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TERUMBU

KARANG TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI

INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL Bab ini berisikan mengenai penegakan hukum terhadap pengelolaan terumbu karang dalam perspektif hukum nasional dan hukum internasional, perlindungan hukum terhadap pengelolaan terumbu karang dalam perspektif hukum nasional dan hukum internasional dan kendala-kendala perlindungan dan pengelolaan


(22)

terumbu karang dalam perspektif hukum nasional dan hukum internasional.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini.Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi.Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar.Saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya guna.


(1)

warga negara suatu negara dengan suatu organisasi internasional, mengenai sengketa lingkungan.

2) Hukum lingkungan internasional (publik), mengatur hubungan hukum antara suatu negara dengan organisasi internasioanl serta antar organisasi internasional mengenai kasus lingkungan.

3. Terumbu Karang

Terumbu karang adalah struktur hidup yang terbesar dan tertua di dunia.Untuk sampai ke kondisi yang sekarang, terumbu karang membutuhkan waktu berjuta tahun.Tergantung dari jenis, dan kondisi perairannya, terumbu karang umumnya hanya tumbuh beberapa mm saja per tahunnya.Yang ada di perairan Indonesia saat ini paling tidak mulai terbentuk sejak 450 juta tahun silam.13

Karang adalah bentukan hewan kecil yang hidup dalam semacam cawan yang terbentuk dari kalsium karbonat (lihat gambar) yang biasa disebut polip karang.Jutaan polip-polip ini membentuk struktur dasar dari terumbu karang.Hewan karang hidup bersimbiosis dengan alga bersel satu yang disebut zooxanthellae. Zooxanthellae merupakan jenis alga dinoflagelata berwana coklat dan kuning, yang dinyatakan sebagai Symbiodinium microadriaticum.Alga ini juga hidup bersimbiosis dengan hewan-hewan lain di terumbu karang, seperti, kima raksasa (Tridacna spp), anemon laut dan coelenterata lainnya. Hewan karang mempunyai tentakel (tangan-tangan) untuk menangkap plankton sebagai sumber makanannya, Namun, sumber nutrisi utama hewan karang sebenarnya

(diakses tanggal 1 Mei 2015).


(2)

berasal dari proses fotosintesa zooxanthellae (hampir 98%). Selain itu, zooxanthellae memberi warna pada hewan karang yang sebenarnya hampir transparan. Timbal baliknya, karang menyediakan tempat tinggal dan berlindung bagi sang alga.

M.Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas: 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan dalam menyelesaikan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (data sekunder) atau penelitian hukum perpustakaan.14 Sedangkan menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian hukum normatif meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum, taraf sinkronisasi hukum15

2. Sumber data

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris atau biasa disebut penelitian yuridis empiris. Dalam penelitian ini, hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata

Sumber data penelitian ini didapatkan melalui data sekunder. Data sekunder terdiri dari:

14

Ediwarman, Monograf, Metodologi Penelitian Hukum, Medan: Program

Pascasarjana Univ. Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan, 2010, hal. 24. 15


(3)

a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil. Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2007 Tentang Konservasi Sumber Daya. Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor: Kep.38/Men/2004 Tentang Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang, Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.17/Men/2008 Tentang Kawasan Konservasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.02/Men/2009 Tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.03/Men/2010 Tentang Tata Cara Penetapan Status Perlindungan Jenis ikan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.04/Men/2010 Tentang Tata Cara Pemanfaatan Jenis Ikan dan Genetik Ikan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Per.30/Men/2010 Tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep.59/Men/2011 TentangPenetapan Status Perlindungan Terbatas Jenis Ikan Terumbuk (Tenualosa Macrura).


(4)

b. Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti.

c. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupun Yahoo. 3. Alat pengumpulan data

Alat yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen dengan yuridis normatif.

4. Analisis data

Untuk mengolahdata yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif.Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menarik kesimpulan.

N. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan merupakan pengantar. Didalamnya termuat mengenai gambaran umum tentang penulisan skripsi yang terdiri dari latar


(5)

belakang penulisan skripsi, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II PENGATURAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DAN LINGKUNGAN HIDUP DALAM HUKUM NASIONAL

Bab ini berisikan tentang pengertian pengelolaan terumbu karang dan lingkungan hidup kebijakan nasional pengelolaan terumbu karang di Indonesia dan pengaturan pengelolaan terumbu karang. BAB III PENGATURAN PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DAN

LINGKUNGAN HIDUP DALAM HUKUM INTERNASIONAL Bab ini berisikan mengenai sumber-sumber pencemaran laut yang berdampak terumbu karang, dampak pencemaran lingkungan laut terhadap perlindungan terumbu karang dan pengaturan pengelolaan terumbu karang dan lingkungan hidup dalam hukum internasional. BAB IV PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TERUMBU

KARANG TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI

INDONESIA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL Bab ini berisikan mengenai penegakan hukum terhadap pengelolaan terumbu karang dalam perspektif hukum nasional dan hukum internasional, perlindungan hukum terhadap pengelolaan terumbu karang dalam perspektif hukum nasional dan hukum internasional dan kendala-kendala perlindungan dan pengelolaan


(6)

terumbu karang dalam perspektif hukum nasional dan hukum internasional.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini.Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi.Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar.Saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya guna.