Analisis Hukum Terhadap Kontrak Pengadaan Barang Dan Jasa Badan Usaha Milik Negara (Bumn) Pada PT.Pemuda Simalungun Abadi
BAB II
KONTRAK DAN PENGADAAN BARANG DAN JASA A. Pengertian Kontrak Menurut Hukum di Indonesia
1. Pengertian Kontrak Secara Umum
Berdasarkan definisinya, kontrak dapat diartikan sebagai perjanjian (secara tertulis antara 2 (dua) pihak dalam perdagangan, sewa-menyewa, dan sebagainya.Menurut Henry (dalam Sukarmi :2008 ) kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory agreement) diantara 2 (dua) atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi, atau menghilangkan hubungan hukum.10
2. Pengertian Kontrak Menurut KUHPerdata
Dari pengertian singkat diatas dapat diartikan pengertian kontrak merupakan suatu hubungan yang mengikat antara pihak satu dan pihak lainnya berdasarkan kesepakatan yang diperjanjiakan kedua belah pihak. Istilah kontrak merupakan kesepadanan dari istilah contract dalam bahasa inggris, namun bukan merupakan istilah yang asing. Misalnya, dalam hukum kita sudah lama mengenal istilah “Kebebasan Berkontrak”,bukan kebebasan “berperjanjian”, “berperhutangan”, atau “berperikatan”. Oleh karena itu dalam konteks tulisan ini tidak membedakan antara kontrak dan perjanjian, keduanya mengandung pengertian yang sama.
Suatu kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal, sebagaimana ditentukan dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
10
Sukarmi,cyber law : Kontrak Elektronik dalam Bayang-Bayang Pelaku Usaha, Pustaka Sutra, hal. 26.
(2)
Dengan dipenuhinya empat syarat sahnya perjanjian tersebut, maka suatu perjanjian menjadi sah dan mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya.
Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (1313)KUHPerdata. Definisi perjanjian yang terdapat diatas adalah tidak lengkap, dan pula terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian sepihak saja. Terlalu luas karena dapat mencapkup hal-hal yang mengenai janji kawin, yaitu perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga yang menimbulkan perjanjian juga, namun istimewa sifatnya karena dikuasai oleh ketentuan-ketentuan terrsendiri sehingga Buku ke III KUHPerdata secara langsung tidak berlaku terhadapnya juga mencakup perbuatan melawan hukum, sedang di dalam perbuatan melawan hukum ini tidak ada unsur persetujuan. Pada umumnya perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu, dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan.11
1. Menyerahkan suatu barang;
Adapun yang dimaksud dengan “perikatan” oleh buku III B.W itu, ialah : Suatu hubungan hukum (mengenai harta benda) antara dua orang, yang memberi hak yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini di wajibkan memenuhi kewajiban itu. Adapun sesuatu yang dapat di tuntut yang dinamakan “prestasi”,yang menurut undang-undang dapat berupa :
11
ELIPS,1998, Program Kerjasama:Proyek ELIPS & Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hukum Kontrak di Indonesia,Seri Dasar Hukum Ekonomi 5,hal.14-15.
(3)
2. Melakukan suatu perbuatan
3. Tidak melakukan suatu perbuatan.12
Mengenai sumber-sumber perikatan, oleh undang-undang diterangkan, bahwa suatu perikatan dapat lahir dari suatu persetujuan (perjanjian) atau dari undang-undang. Perikatan yang lahir dari undang-undang dapat dibagi lagi atas perikatan-perikatan yang lahir dari undang saja dan lahir dari undang-undang karena suatu perbuatan orang.
Dalam pasal 1338 B.W, menetapkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah “berlaku sebagai undang-undang”untuk mereka yang membuatnya. Kalimat itu dimaaksudkan, tidak lain, bahwaa suatu perjanjian yang dibuat secara sah – artinya tidak bertentangan dengan undang-undang yang mengikat kedua belah pihak. Dalam suatu kontrak/perjanjian pada umumnya tidak dapat ditarik kembali, kecuali dengan persetujuan kedua belah pihak atau berdasarkan alasan-alasan yang ditetapkan oleh undang-undang. Selanjutnya pada pasal 1338 ini ditetapkan bahwa semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Maksudnya, bahwa cara menjalankan suatu perjanjian tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan. 13
12
Subekti, pokok-pokok hukum perdata, cetakan XXXII, penerbit PT. Intermasa, hal 122-123.
13
Ibid hal 139
Walaupun bukan merupakan addendum perjanjian, namun sepanjang telah disepakati oleh para pihak, maka perjanjian itu mengikat para pihaknya sebagai undang-undang sebagaimana yang telah di atur dalam pasal 1338 KUHPerdata, yaitu sesuatu yang dibuat secara sah mengikat para pihak sebagai undang-undang.
(4)
Adapun unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perjanjian/kontrak dapat di kemukakan sebagai berikut :
a. Adanya kaidah hukum
Kaidah hukum perjanjian dapat terbagi menjadi dua macam, yakni tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurispudensi. Sedangkan kaidah hukum perjanjian tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukumyang timbul, tumbuh, dan hidup dalam masyarakat, seperti : jual beli lepas, jual beli tahunan, dan lain sebagainya. Konsep-konsep hukum ini berasal dari hukum adat.
b. Subjek hukum
Istilah lain dari subjek hukum adalah rechtperson. Rechtperson diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Dalam hal ini yang menjadi subjek hukum dalam huum kontrak adalah kreditur dan debitur.
c. Adanya Prestasi
Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditur dan kewajiban debitur. Suatu prestasi umumnya terdiri dari beberapa hal sebagai berikut: memberikan sesuatu:berbuat sesuatu:tidak berbuat sesuatu.
d. Kata Sepakat
Didalam pasal 1320 KUHPerdata ditentukan empat syarau sahnya perjanjian seperti dimaksud diatas, dimana salah satunya adalah kata sepakat (konsensus). Kesepakatan ialah persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.
(5)
e. Akibat Hukum
Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Pengertian perjanjian sebagai kesepakatan yang dibuat oleh para pihak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.14
Dalam setiap perjanjian/kontrak perlu diperhatikan pengaturan tentang objek objek perjanjian, pada ketentuan Pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa barang yang menjadi objek perjanjian, paling tidak harus dapat ditentukan jenisnya. Mengenai jumlahnya tidak perlu sudah pasti pada saat kontrak dibuat, tetapi yang penting dapat dihitung kemudian. Karena jumlah barang dalam out put contract dan requirment contract dapat dihitung kemudian pada saat pelaksanaan perjanjian, maka legalitas out put contract dan requirment contract dapat diterima berdasarkan ketentuan Pasal 1333 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Namun demikian asas itikad baik selalu harus diperhatikan juga dalam pelaksanaan perjanjian sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata.15
Pengaturan tentang kontrak pengadaan barang dan jasa juga diatur mulai dari pasal 1601 KUHPerdata sampai dengan pasal 1614 KUHPerdata. Orang yang melakukan kontrak pengadaan barang dan jasa dapat di sebut juga sebagai pemborongan kerja, jadi dalam melakukan kontrak/perjanjian kontrak pengadaan barang dan jasa terdapat perjanjian pemborongan kerja. Perjanjian permborong kerja ialah (Pasal 1601b) Suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu
14
Salim, H.S, “Hukum Kontrak: Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,” Cet. II, (Jakarta:Sinar Grafika, 2004), hal. 4
15
(6)
pemborong, mengikat diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yaitu pemberi tugas, dengan harga yang telah ditentukan.16
B. Dasar Hukum Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia
Dasar hukum pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat dilihat dalam pengaturan perundang-undangan sebagai berikut :
1. Undang-Undang Dasar 1945
2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil
3. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak sehat
4. Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor33 tahun 2003 tentang Pertimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
6. Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN
7. Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 Tentang Yayasan
8. Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
9. Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan APBN
10.Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
16
(7)
11.Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003
12.Peraturan Presiden Nomor 32 tahun 2005 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003
13.Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2005 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003
14.Peraturan Presiden Nomor 79 tahun 2006 tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003
15.
Peraturan Presiden Nomor 85 tahun 2005 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003.17
Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pasal 1 disebutkan bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Yang selanjut disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/ Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.
C. Struktur Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa 1. Syarat Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa
Sebagaimana dimaksud dalam pengertian kontrak merupakan suatu hubungan yang mengikat antara pihak satu dan pihak lainnya berdasarkan
17
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintath Bahan Ajar DTSS Pengadaan Barang dan Jasa, (Jakarta,2007), hal 3
(8)
kesepakatan yang diperjanjiakan kedua belah pihak. Kontrak pengadaan barang dapat diartikan sebagai hubungan yang mengikat antara pihak yang memberi borongan pengadaan barang dan jasa dengan pihak yang menyediakan borongan pengadaan barang dan jasa sehingga tercapainya sesuatu hal yang ingin diadakan dalam bentuk barang dan jasa.
Selanjutnya syarat sahnya suatu kontrak pada umum ditentukan dalam pasal 1320 KUHPerdata, antara lain sebagai berikut :
a. Adanya sepakat para pihak yang mengikatkan dirinya b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu d. Suatu sebab yang halal
Syarat-syarat kontrak pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui Peraturan Presiden yang telah ada, merupakan ketentuan umum pada suatu kontrak pengadaan barang dan jasa. Sehingga menjadi tujuan untuk memberikan pengertian, pedoman dan batasan-batasan bagi pengguna maupun penyedia barang dan jasa dari suatu kontrak pengadaan barang dan jasa. Adapun syarat yang harus dicermati dalam pelaksanaan kontrak pengadaan barang dan jasa ini, yaitu :
1. Syarat umum
Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) antara lain menjelaskan : a. Keetentuan umum
b. Pelaksanaan, penyelesaian, Amandemen, dan Pemutusan Kontrak c. Kewajiban Penyedia Jasa
(9)
e. Kewajiban Pejabat Pembuat Komitmen f. Pembayaran kepada Penyedia Jasa g. Pengawasan Mutu
h. Penyelesaian Perselisihan
2. Syarat Khusus
Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) berisikan tentang perubahan dan penambahan ketentuan pasal-pasal Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK).18
a. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk
menjalankan kegiatan/usaha;
Selanjutnya bagi penyedia barang dan jasa dalam pelaksanaan wajib memenuhi persyaratan kualifikasi berdasarkan Pasal 19 Perpres No. 70/2012 sebagai berikut :
b. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk menyediakan barang dan jasa;
c. Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia barang dan jasa dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak;
d. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dikecualikan bagi penyedia barang dan jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun; e. Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain
yang diperlukan dalam pengadaan barang dan jasa;
18
(10)
f. Dalam hal penyedia barang dan jasa akan melakukan kemitraan, penyedia barang dan jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang memuat presentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut;
g. Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi Kecil serta kemampuan pada sub bidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha non-kecil;
h. Memiliki kemampuan dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk pengadaan barang dan jasa konsultasi;
i. Khusus untuk pelelangan dan pemilihan langsung pengadaan pekerjaan konstruksi memiliki dukungan keuangan dari bank;
j. Khusus untuk pengadaan pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya, harus memperhitungkan Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagai berikut : SKP = KP – P
KP = nilai kemampuan paket, denga ketentuan :
a) Untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan; dan
b) Untuk usaha non kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N.
P = jumlah paket yang sedang dikerjakan
N = jumlah paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat bersamaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
k. Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan dan/atau direksi yang bertindak untuk dan atas
(11)
nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani penyedia barang dan jasa ;
l. Sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (PPTK Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/ Pasal 29 dan PPN (bagi pengusaha kena pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan;
m. Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada kontrak;
n. Tida masuk dalam Daftar Hitam;
o. Memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa pengiriman; dan
p. Menandatangani Pakta Integritas
2. Berakhirnya Kontrak/Perjanjian Barang dan Jasa
Mengenai berakhirnya suatu kontrak/perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata . Selanjutnya berakhirnya suatu kontrak atau perjanjian itu “hapusnya suatu kesepakatan yang diperjanjikan kedua belah pihak”.
Berakhirnya suatu perjanjian secara umum diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata yaitu :
1. Karena pembayaran
2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
(12)
3. Karena pembaharuan utang
4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi 5. Karena percampuran utang
6. Karena pembebasan utang
7. Karena musnahnya barang yang berutang 8. Karena kebatalan atau pembatalan
9. Karena berlakunya suatu syarat pembatalan.19
Selanjutnya ada berbagai cara berakhirnya hubungan kerja yang terjadi karena perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 1603e yaitu hubungan kerja berkhir demi hukum, jika habis waktunya yang ditetapkan dalam perjanjian atau dalam peraturan undang-undangan atau, jika semuanya itu tidak ada, menurut kebiasaan. Pemberitahuan tentang pemutusan hubungan kerja dalam hal ini hanya diperlukan :
1. Jika hal itu dijanjikan dalam surat perjanjian atau dalam reglemen 2. Jika menurut peraturan undang-undang atau menurut kebiasaan,
juga dalam hal lamanya hubungan kerja ditetapkan sebelumnya, diharuskan adanya pemberitahuan tentang pemutusan itu, dan kedua belah pihak, dalam hal yang diperbolehkan, tidak mengadakan penyimpangan dengan perjanjian tertulis atau dengan reglemen.20
Berakhirnya suatu kontrak pengadaan barang dan jasa diatur dalam Pasal 93 Perpres No. 70/2012 antara lain :
1. PPK dapat memutuskan Kontrak secara seppihak, apabila:
19
KUHPerdata, pasal 1381 20
(13)
a. Kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak;
1) berdasarkan penelitian PPK, Pennyedia Barang/Jasa tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirna pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan.
b. Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang ditetapkan
c. Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang dipuuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau
d. pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN dan/atau pelanggaaran persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.
2. Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa :
(14)
b. Sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan
c. Penyedia Barang/Jasa Membayar denda keterlambatan; dan d. Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam.21
21 Republik Indonesia, Perpres No. 70 Tahun 2012, Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
(1)
e. Kewajiban Pejabat Pembuat Komitmen
f. Pembayaran kepada Penyedia Jasa
g. Pengawasan Mutu
h. Penyelesaian Perselisihan
2. Syarat Khusus
Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK) berisikan tentang perubahan dan
penambahan ketentuan pasal-pasal Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK).18
a. Memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan untuk
menjalankan kegiatan/usaha;
Selanjutnya bagi penyedia barang dan jasa dalam pelaksanaan wajib memenuhi persyaratan kualifikasi berdasarkan Pasal 19 Perpres No. 70/2012 sebagai berikut :
b. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial
untuk menyediakan barang dan jasa;
c. Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia barang
dan jasa dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak;
d. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dikecualikan bagi
penyedia barang dan jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun;
e. Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain
yang diperlukan dalam pengadaan barang dan jasa;
18
(2)
f. Dalam hal penyedia barang dan jasa akan melakukan kemitraan, penyedia barang dan jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/kemitraan yang memuat presentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan tersebut;
g. Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha
Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi Kecil serta kemampuan pada sub bidang pekerjaan yang sesuai untuk usaha non-kecil;
h. Memiliki kemampuan dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali
untuk pengadaan barang dan jasa konsultasi;
i. Khusus untuk pelelangan dan pemilihan langsung pengadaan
pekerjaan konstruksi memiliki dukungan keuangan dari bank;
j. Khusus untuk pengadaan pekerjaan konstruksi dan jasa lainnya, harus
memperhitungkan Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagai berikut : SKP = KP – P
KP = nilai kemampuan paket, denga ketentuan :
a) Untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan
sebanyak 5 (lima) paket pekerjaan; dan
b) Untuk usaha non kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan
sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N. P = jumlah paket yang sedang dikerjakan
N = jumlah paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat bersamaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
k. Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya
(3)
nama perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang ditandatangani penyedia barang dan jasa ;
l. Sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP) dan telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (PPTK Tahunan) serta memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi), PPh Pasal 25/ Pasal 29 dan PPN (bagi pengusaha kena pajak) paling kurang 3 (tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan;
m. Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada
kontrak;
n. Tida masuk dalam Daftar Hitam;
o. Memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa
pengiriman; dan
p. Menandatangani Pakta Integritas
2. Berakhirnya Kontrak/Perjanjian Barang dan Jasa
Mengenai berakhirnya suatu kontrak/perjanjian diatur dalam buku III KUHPerdata . Selanjutnya berakhirnya suatu kontrak atau perjanjian itu “hapusnya suatu kesepakatan yang diperjanjikan kedua belah pihak”.
Berakhirnya suatu perjanjian secara umum diatur dalam Pasal 1381 KUHPerdata yaitu :
1. Karena pembayaran
2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan
(4)
3. Karena pembaharuan utang
4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi
5. Karena percampuran utang
6. Karena pembebasan utang
7. Karena musnahnya barang yang berutang
8. Karena kebatalan atau pembatalan
9. Karena berlakunya suatu syarat pembatalan.19
Selanjutnya ada berbagai cara berakhirnya hubungan kerja yang terjadi karena perjanjian kerja sebagaimana diatur dalam Pasal 1603e yaitu hubungan kerja berkhir demi hukum, jika habis waktunya yang ditetapkan dalam perjanjian atau dalam peraturan undang-undangan atau, jika semuanya itu tidak ada, menurut kebiasaan. Pemberitahuan tentang pemutusan hubungan kerja dalam hal ini hanya diperlukan :
1. Jika hal itu dijanjikan dalam surat perjanjian atau dalam reglemen
2. Jika menurut peraturan undang-undang atau menurut kebiasaan,
juga dalam hal lamanya hubungan kerja ditetapkan sebelumnya, diharuskan adanya pemberitahuan tentang pemutusan itu, dan kedua belah pihak, dalam hal yang diperbolehkan, tidak mengadakan penyimpangan dengan perjanjian tertulis atau dengan
reglemen.20
Berakhirnya suatu kontrak pengadaan barang dan jasa diatur dalam Pasal 93 Perpres No. 70/2012 antara lain :
1. PPK dapat memutuskan Kontrak secara seppihak, apabila:
19
KUHPerdata, pasal 1381
20
(5)
a. Kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak;
1) berdasarkan penelitian PPK, Pennyedia Barang/Jasa tidak
akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirna pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan;setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan.
b. Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan
kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang ditetapkan
c. Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan
dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang dipuuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau
d. pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN
dan/atau pelanggaaran persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang.
2. Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan
Penyedia Barang/Jasa :
(6)
b. Sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan
c. Penyedia Barang/Jasa Membayar denda keterlambatan; dan
d. Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam.21
21 Republik Indonesia, Perpres No. 70 Tahun 2012, Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.