Analisis Yuridis Terhadap Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan Pada Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN):(Studi Pada PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Wilayah I Medan)
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGURUSAN PIUTANG PERUSAHAAN NEGARA DIKAITKAN DENGAN NON PERFORMING LOAN PADA BANK
BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)
(STUDI PADA PT BANK MANDIRI Tbk (PERSERO) WILAYAH I MEDAN) SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
OLEH: WIRA ANDIKA NIM: 080200111
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGURUSAN PIUTANG PERUSAHAAN NEGARA DIKAITKAN DENGAN NON PERFORMING LOAN PADA BANK
BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)
(STUDI PADA PT BANK MANDIRI Tbk (PERSERO) WILAYAH I MEDAN) SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum
OLEH: WIRA ANDIKA NIM: 080200111 DISETUJUI OLEH:
KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP. 196603031985081001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S Mulhadi, SH., M.Hum
NIP. 196204211988031004 NIP.197308042002121001
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
ABSTRAKSI
Penulisan skripsi ini dilatarbelakangai oleh adanya ketertarikan penulis mengenai Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan pada Bank BUMN. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana dilakukannya pengurusan terhadap piutang perusahaan negara, oleh PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), dengan keluarnya produk hukum baru berupa peraturan perundang-undangan yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, hal-hal apa saja yang kemudian menjadi kendala dalam pengurusan piutang perusahaan negara tersebut, dan bagaimana upaya yang dilakukan pihak bank dalam mengatasi kendala atau hambatan yang ditemukan dalam melakukan pengurusan piutang perusahaan negara tersebut.
Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian normatif, dengan melakukan studi kepustakaan terhadap literatur-literatur yaitu buku serta peraturan perundang-undangan berupa, Undang-Undang serta Peraturan Pemerintah, dan jenis penelitian empiris, yaitu dengan melakukan peninjauan langsung terhadap PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), sebagai salah satu bank BUMN, yang dipilih dalam mencari keterangan mengenai pengurusan piutang perusahaan negara. Pencarian keterangan tersebut dilakukan dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara terhadap pihak yang berkompeten di bidangnya dan memiliki keterkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, sehingga pendapatnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Dari hasil penulisan diperoleh informasi bahwa pelaksanaan pengurusan piutang perusahaan negara pada PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) dilakukan melalui tiga tahapan, yang meliputi pembinaan, penyelamatan dan penyelesaian. Dengan mana ketiga tahapan tersebut dilakukan berdasarkan kepada syarat dan ketentuan tertentu, seperti itikad baik dari debitur. Adapun dalam pelaksanaan pengurusan piutang perusahaan negara, PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) kemudian menemukan beberapa kendala atau hambatan. Kendala ataupun hambatan tersebut salah satunya ditunjukkan dengan kedudukan Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2006, yang merupakan payung hukum dilakukannya pengurusan piutang perusahaan negara oleh Bank BUMN sendiri, yang dipandang lemah. Menanggapi beberapa kendala yang dihadapi oleh PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), dalam melakukan pengurusan piutangnya, maka kemudian PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), melakukan upaya dengan tetap melaksanakan pengurusan piutangnya dengan berpedoman pada ketentuan yang termuat pada PP No. 33 Tahun 2006, yang menegaskan bahwa pengurusan piutang perusahaan negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Perseroan Terbatas dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Disimpulkan bahwa, pengurusan piutang perusahaan negara, dalam hal ini PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), sudah selayaknya dilakukan sendiri oleh pihak bank, mengingat modal yang disetorkan pemerintah kepada PT. Bank Mandiri, Tbk
(4)
(Persero) berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga kekayaan PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) tidak dapat dipandang dari sudut pandang APBN dan diperlakukan sebagai kekayaan negara, tetapi dipandang dari sudut pandang tata kelola perusahaan yang baik dan diperlakukan sebagai kekayaan privat bank. Dengan demikian, apabila kemudian terdapat piutang pada BUMN sebagai akibat perjanjian yang dilakukan oleh BUMN selaku entitas perusahaan, maka piutang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai piutang negara.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karuniaNya yang senantiasa menyertai saya sehingga penulisan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dapat diselesaikan. Adapun skripsi ini mengangkat judul “Analisis Yuridis Terhadap Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan Pada Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Studi Pada PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Wilayah I Medan)”.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas bantuan dan bimbingannya. Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.H., DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
(6)
4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I yang berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dalam proses penulisan skripsi ini.
7. Bapak Mulhadi, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang banyak menuntun penulis dari awal hingga akhir penulisan dengan kesabaran, mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8. Bapak Mohammad Eka Putra, SH., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik selama penulis menjalani perkuliahan.
9. Bapak dan Ibu Dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 10.Seluruh jajaran pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
11.Teristimewa dan paling utama buat kedua orangtuaku tersayang, Drs. Samuel H. Sibarani dan Masnur N. Tambunan, S.E., atas kasih sayang dan seluruh dukungan, baik berupa moral maupun moril. Serta buat Kakak dan Adik saya, Junita Elisabeth, S.E., dan Trinda Agnescia atas semangat dan bantuan yang telah diberikan.
12.Opung Pardi Sirait selaku Team Leader Regional Internal Control Bank Mandiri Medan yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
(7)
13.Seluruh staf Regional Credit Recovery PT Bank Mandiri Wilayah I Medan, utamanya Pak Basril, yang telah banyak memberikan banyak masukan pemikiran kepada penulis.
14.Teman-teman stambuk 2008, khususnya Jeng Oka dan Jeng Rumanty serta semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda atas semua kebaikan yang telah diberikan.
Akhir kata, penulis ingin menyampaikan bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna baik dari stuktur bahasa, maupun teknik penyajian. Oleh karenanya, penulis dengan kerendahan hati mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan menuju sempurnanya penulisan ini.
Medan, Juli 2012 Hormat Saya,
(8)
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI ……… i
KATA PENGANTAR ……… iii
DAFTAR ISI ……… vi
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang ……… 1
B. Perumusan Masalah ……… 10
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……… 11
D. Keaslian Penulisan ……… 13
E. Metode Penulisan ……… 14
F. Sistematika Penulisan ……… 16
BAB II TINJAUAN TENTANG BANK DAN BADAN USAHA MILIK NEGARA ( BUMN ) SERTA KREDIT BERMASALAH ( NON PERFORMING LOAN ) ……… 18
A. Tinjauan Umum tentang Bank dan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) ………... 18
1. Tentang Bank ……… 18
a. Pengertian dan pentingnya bank ……… 18
b. Penggolongan bank ……… 20
c. Bentuk hukum bank ……… 22
d. Tugas dan usaha bank ……… 23
e. Sumber dana ataupun permodalan bank ……… 27
2. Tentang Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) ……… 32
a. Pengertian tentang Badan Usaha Milik Negara ……… 32
b. Latar Belakang berdirinya Badan Usaha Milik Negara di Indonesia ………... 35 c. Jenis ataupun bentuk-bentuk Badan Usaha Milik
(9)
Negara ………... 40
d. Pengurusan Badan Usaha Milik Negara ………... 41
e. Modal dan kekayaan Badan Usaha Milik Negara …... 44
f. Penyertaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara ……… 46
g. Privatisasi Badan Usaha Milik Negara ……… 49
B. Tinjauan Umum Tentang Kredit Bermasalah ( Non Performing Loan ) ……… 51
1. Pengertian tentang kredit ……… 51
2. Tujuan dan fungsi kredit ……… 54
3. Prinsip pemberian kredit ……… 55
4. Kredit Bermasalah ( Non Performing Loan ) ……… 59
a. Pengertian kredit bermasalah ……… 59
b. Kredit Bermasalah dalam penggolongan kolektibilitas kredit ……… 62
c. Faktor-faktor penyebab kredit bermasalah ……… 65
d. Penyelesaian kredit bermasalah ……… 66
BAB III Tinjauan Umum tentang Pengurusan Piutang Negara ……… 74
A. Sejarah PUPN dan DJKN/KPKNL ……… 74
B. Pengertian Piutang Negara dan Dasar Hukum Pengurusan Piutang Negara ……… 79
C. Azas-azas Hukum dalam Melaksanakan Pengurusan Piutang Negara ……… 84
D. Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara ……… 86
BAB IV Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan pada Bank BUMN ( PT Bank Mandiri Tbk ( Persero ) ) ……… 101
A. Deskripsi PT. Bank Mandiri, Tbk ( Persero ) ……… 101 B. Pelaksanaan Pengurusan Piutang Perusahaan Negara
(10)
pada PT. Bank Mandiri, Tbk ( Persero ) ( Setelah
dikeluarkannya PP No. 33 Tahun 2006 ) ……… 106
C. Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Pengurusan Piutang Perusahaan Negara pada PT. Bank Mandiri, Tbk ( Persero ) ……… 112
D. Upaya yang Dilakukan dalam Mengatasi Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Pengurusan Piutang Perusahaan Negara PT. Bank Mandiri, Tbk ( Persero ) ……… 116
BAB V Kesimpulan dan Saran ……… 119
A. Kesimpulan ……… 119
B. Saran ……… 120
(11)
ABSTRAKSI
Penulisan skripsi ini dilatarbelakangai oleh adanya ketertarikan penulis mengenai Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan pada Bank BUMN. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana dilakukannya pengurusan terhadap piutang perusahaan negara, oleh PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), dengan keluarnya produk hukum baru berupa peraturan perundang-undangan yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, hal-hal apa saja yang kemudian menjadi kendala dalam pengurusan piutang perusahaan negara tersebut, dan bagaimana upaya yang dilakukan pihak bank dalam mengatasi kendala atau hambatan yang ditemukan dalam melakukan pengurusan piutang perusahaan negara tersebut.
Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian normatif, dengan melakukan studi kepustakaan terhadap literatur-literatur yaitu buku serta peraturan perundang-undangan berupa, Undang-Undang serta Peraturan Pemerintah, dan jenis penelitian empiris, yaitu dengan melakukan peninjauan langsung terhadap PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), sebagai salah satu bank BUMN, yang dipilih dalam mencari keterangan mengenai pengurusan piutang perusahaan negara. Pencarian keterangan tersebut dilakukan dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara terhadap pihak yang berkompeten di bidangnya dan memiliki keterkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, sehingga pendapatnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Dari hasil penulisan diperoleh informasi bahwa pelaksanaan pengurusan piutang perusahaan negara pada PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) dilakukan melalui tiga tahapan, yang meliputi pembinaan, penyelamatan dan penyelesaian. Dengan mana ketiga tahapan tersebut dilakukan berdasarkan kepada syarat dan ketentuan tertentu, seperti itikad baik dari debitur. Adapun dalam pelaksanaan pengurusan piutang perusahaan negara, PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) kemudian menemukan beberapa kendala atau hambatan. Kendala ataupun hambatan tersebut salah satunya ditunjukkan dengan kedudukan Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2006, yang merupakan payung hukum dilakukannya pengurusan piutang perusahaan negara oleh Bank BUMN sendiri, yang dipandang lemah. Menanggapi beberapa kendala yang dihadapi oleh PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), dalam melakukan pengurusan piutangnya, maka kemudian PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), melakukan upaya dengan tetap melaksanakan pengurusan piutangnya dengan berpedoman pada ketentuan yang termuat pada PP No. 33 Tahun 2006, yang menegaskan bahwa pengurusan piutang perusahaan negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Perseroan Terbatas dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Disimpulkan bahwa, pengurusan piutang perusahaan negara, dalam hal ini PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), sudah selayaknya dilakukan sendiri oleh pihak bank, mengingat modal yang disetorkan pemerintah kepada PT. Bank Mandiri, Tbk
(12)
(Persero) berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, sehingga kekayaan PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) tidak dapat dipandang dari sudut pandang APBN dan diperlakukan sebagai kekayaan negara, tetapi dipandang dari sudut pandang tata kelola perusahaan yang baik dan diperlakukan sebagai kekayaan privat bank. Dengan demikian, apabila kemudian terdapat piutang pada BUMN sebagai akibat perjanjian yang dilakukan oleh BUMN selaku entitas perusahaan, maka piutang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai piutang negara.
(13)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan yang sedang dilaksanakan dewasa ini sejatinya telah lama diberlangsungkan di Indonesia secara berkelanjutan dengan mana berorientasi ataupun berpedoman pada perwujudan masyarakat yang adil dan makmur secara merata baik dari sisi material maupun dari sisi spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan yang aman, tentram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Pembangunan itu sendiri telah mendorong masyarakat untuk lebih memiliki daya kompetitif serta tingkat kreatifitas yang tinggi. Kedua hal tersebut menjadi dua dari faktor-faktor penting yang harus dimiliki masyarakat agar dapat bersaing dalam pembangunan yang sedang berlangsung. Hanya saja daya kompetitif serta kreatifitas yang tinggi tidak serta merta membuat masyarakat dapat terhindar dari ketidakmampuan mengikuti laju arus pembangunan yang sedang terjadi. Diperlukan pula modal oleh masyarakat guna melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan meningkatkan kualitas ataupun standar hidupnya yang mana akan berdampak pula kepada kualitas dari pembangunan itu sendiri.
(14)
Pemerintah sadar akan kebutuhan yang besar oleh masyarakat terhadap ketersediaan modal, kemudian membuka peluang untuk berdirinya lembaga-lembaga keuangan, baik lembaga keuangan berupa bank, bukan bank, maupun lembaga pembiayaan, seperti sewa guna usaha (leasing) dan modal ventura (venture capital). Hal ini guna menghindari adanya praktik-praktik pembiayaan ilegal yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memanfaatkan keterdesakan masyarakat akan kebutuhan dana dan disertai dengan kurangnya pengetahuan akan adanya wadah bagi mereka yang membutuhkan dana tersebut.
Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki fungsi menghimpun dana dari masyarakat yang berlebih akan modal (surplus of capital) dalam bentuk simpanan untuk kemudian menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan
(lack of capital) dalam bentuk kredit. Fungsi mana yang kemudian dikenal dengan
istilah fungsi intermediasi. Pemberian kredit itu sendiri tidak terlepas dari risiko yang hampir tidak dapat terhindarkan berupa kesulitan dalam penagihan kredit yang disalurkan. Penyaluran kredit yang kemudian menemukan kesulitan dalam penagihan tersebut yang kemudian dikategorikan sebagai kredit bermasalah.1
Pada dasarnya secara yuridis, pemberian kredit itu sendiri didasarkan atas prinsip kepercayaan, yang artinya bahwa bank dan nasabah debitur/penanggung hutang saling mempercayai.2 Adapun kepercayaan yang diberikan bank tentu didasarkan kepada penilaian yang dilakukan oleh pihak bank sebelum memutuskan
1
Siswanto Sutojo, Strategi manajemen kredit bank umum, PT. Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2000, hal.22
2
Soleman Mantayborbir, Sistem Hukum Pengurusan Piutang dan Lelang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal. 1
(15)
untuk memberikan kredit kepada seseorang maupun suatu badan hukum. Penilaian tersebut dapat dipandang sebagai tindakan pengamanan preventif yang dilakukan bank guna menghindari munculnya kredit bermasalah di kemudian hari. Penilaian mana yang dikenal dengan 5C, yaitu meliputi :3
1. Character (sifat-sifat si calon debitur). Hal ini dapat diketahui dengan cara
menanyakan dalam lingkungan pergaulannya. Misalnya, apakah dia senang judi?
2. Capital (modal dasar si calon debitur). Apakah calon debitur mempunyai
modal awal yang cukup untuk memulai suatu usaha?
3. Capacity (kemampuan si calon debitur). Dalam hal ini perlu dianalisis
kemampuan calon debitur untuk melunasi hutangnya. Jadi lebih mengarah kepada kegiatan usahanya; apakah akan dapat berjalan dengan baik?
4. Collateral (jaminan yang disediakan calon debitur). Dalam pasal 8 UU No. 7
Tahun 1992 memang tidak ada keharusan bagi calon debitur untuk memberikan jaminan, namun dengan adanya unsur “keyakinan”, maka bank (kreditur) tetap akan meminta jaminan/collateral. Jaminan ini harus tetap ideal karena jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan, memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari barang jaminan bilamana debitur wanprestasi.
5. Condition of economy (kondisi perekonomian). Hal ini sangatlah penting
dalam analisis. Yang terutama harus dipertimbangkan adalah apakah dengan kredit yang diberikan tersebut si debitur hanya akan kerja bakti. Misalnya, pada saat krisis eoknomi dimana suku bunga bank pada saat itu mencapai 36% per tahun sehingga keuntungan bisnis sk debitur habis untuk membayar bunga bank.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa sebelum menyalurkan dana berupa kredit kepada badan hukum ataupun perseorangan, bank telah melakukan penilaian sedemikian rupa, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan terjadinya kredit bermasalah. Hal ini dapat ditemukan manakala suatu badan hukum
3
(16)
maupun perseorangan yang menerima fasilitas kredit dalam menjalankan usahanya mengalami kegagalan-kegagalan seperti berikut:4
a. Penyalahgunaan fasilitas kredit oleh debitur;
b. Kurangnya pengawasan dan bimbingan dari pihak kreditur kepada debitur; c. Gagalnya usaha debitur atau bangkrut yang diakibatkan persaingan yang
tajam;
d. Profesionalisme yang kurang dan akibat di luar kemampuan manusia; e. Keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan dunia luar;
f. Itikad yang kuang baik dari debitur itu sendiri;
g. Memang usaha debitur yang tidak mampu lagi untuk membayar angsuran maupun pelunasannya;
h. Terjadinya krisis moneter yang menyebabkan usaha debitur tidak dapat berjalan sesuai rencana;
i. Perangkat hukum atau peraturan tidak mendukung pelaku ekonomi; j. Lingkungan yang tidak aman untuk berusaha;
k. Kebijakan moneter dan fiskal;
l. Debitur tidak mampu untuk mengelola kredit yang diterimanya atau kemampuan manajemen debitur kurang (lemah).
Kondisi dimana kredit yang telah disalurkan bank kepada masyarakat dalam jumlah besar yang ternyata tidak dibayar kembali kepada pihak bank oleh debitur tepat pada waktu yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kreditnya yang meliputi; pinjaman pokok dan bunga, menyebabkan kredit tersebut menjadi bermasalah (Non Performing Loan). Banyaknya Non Performing Loan akan berakibat pada terganggunya likuiditas bank yang bersangkutan. Dengan adanya kredit bermasalah, maka bank tengah menghadapi resiko usaha bank jenis resiko kredit (default risk) yaitu resiko akibat ketidakmampuan nasabah debitur mengembalikan pinjaman yang
4
Soleman Mantayborbir, Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2002, hal. 24
(17)
diterimanya dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.5
Sebagai badan usaha yang penuh risiko atas tidak tertagihnya kredit yang disalurkan, bank harus mempunyai upaya penanganan kredit ketika di kemudian hari menjadi bermasalah,6 karena kegagalan dalam melakukan penanganan kredit bermasalah akan mengakibatkan kerugian bagi bank. Bahkan dapat dikatakan stabilitas usaha bank dipengaruhi oleh penanganan kredit bermasalah.7
Dalam pelaksanaan upaya penanganan kredit bermasalah tidak mustahil ditemukan Bank gagal dalam menangani kredit yang bermasalah.8 Kegagalan bank dalam melakukan penanganan kredit bermasalah tidak jarang bukan hanya disebabkan oleh faktor analisa bisnis/ekonomi semata namun juga disebabkan oleh faktor lain yang kurang cermat diperhatikan dalam melaksanakan penanganan kredit bermasalah.9
Tindakan ataupun upaya bank dalam menyelamatkan dan menyelesaikan kredit bermasalah dapat beraneka ragam, bergantung kepada kondisi kredit bermasalah itu sendiri. Upaya penanangan kredit bermasalah yaitu antara lain:
1. Penyelamatan kredit
Dalam hal ini tindakan yang diambil oleh bank berupa perundingan kembali antara kreditur dan debitur dengan memperingan syarat-syarat pengembalian kredit
5
Muhammad Abdulkadir, Murniati Rilda, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 97
6
Moh Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hal. 30
7
Ibid, hal. 262 8
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal. 293
9
(18)
sehingga lebih memungkinkan bagi debitur guna melakukan pelunasan kredit. Upaya penanganan berupa penyelamatan itu sendiri dapat dilakukan dengan cara-cara, yaitu penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali
(recondition), dan penataan kembali (restructuring).10
2. Penyelesaian kredit
Berbeda dengan upaya penanganan kredit bermasalah berupa penyelamatan kredit, yang mengedepankan perundingan antara pihak Kreditur dan Debitur, upaya penyelesaian merupakan upaya yang diambil dengan melalui lembaga hukum seperti pengadilan atau Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara.11
Penanganan kredit bermasalah pada bank pemerintah berbeda dengan penanganan kredit bermasalah pada bank swasta. Pada bank swasta, apabila terdapat kredit bermasalah, maka pihak bank swasta dapat melakukan sendiri pengurusan kredit bermasalah tersebut dengan berbagai keleluasaan. Sedangkan penanganan kredit bermasalah yang dialami oleh bank pemerintah tidak demikian. Hal ini disebabkan kredit bermasalah dianggap sebagai piutang negara sehingga mengakibatkan pengurusan kredit bermasalah pada bank pemerintah harus diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara setelah sebelumnya dilakukan penyelamatan kredit bermasalah internal antara bank pemerintah dengan debitur.
Akan tetapi penyerahan tersebut tidak selalu dibutuhkan oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dalam mengambil alih pengurusan kredit bermasalah.
10
Iswi Hariyani, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, PT Gramedia, Jakarta, 2010, hal. 39
11
(19)
Penjelasan Pasal 4 UU No. 49 Prp. Tahun 1960 menyatakan bahwa, dalam hal-hal tertentu, dimana terdapat kekhawatiran akan adanya kerugian yang dialami negara, maka Panitia dapat bertindak tanpa menunggu adanya penyerahan penyelesaian piutang negara itu kepadanya.
Implikasinya, sesuai mekanisme yang berlaku dalam UU No. 49 Prp. Tahun 1960, jika penyelesaian kredit bermasalah tidak dapat dilakukan oleh bank pemerintah terkait, maka kredit bermasalah tersebut diserahkan kepada Departemen Keuangan dan diperlakukan sebagai piutang negara. Hasil penagihan piutang tersebut oleh Departemen Keuangan dikembalikan kepada bank pemerintah bersangkutan. Proses penyelesaian tersebutlah yang sejatinya dihindari oleh bank pemerintah, oleh karena pasti akan membutuhkan waktu yang panjang dan kompleks.
Pada tahun 2005, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Pada Pasal 19 PP tersebut dinyatakan bahwa penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak atas piutang perusahaan negara/daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Pasal 20 pada PP yang sama, diuraikan bahwa tata cara dan penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak atas piutang perusahaan negara/daerah yang pengurusan piutang diserahkan kepada PUPN, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dengan demikian, peraturan ini tidak memisahkan antara kekayaan BUMN Persero dan kekayaan Negara sebagai pemegang saham.
(20)
Menanggapi hal ini, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, dimana pada intinya berisi ketentuan bahwa bank-bank pemerintah dapat melaksanakan sendiri pengurusan kredit-kredit bermasalah yang mereka miliki. Pasal 1 PP No. 33 Tahun 2006 menghapus ketentuan Pasal 19 dan 20 PP No. 14 Tahun 2005. Sedangkan pada Pasal 2 ayat 1 huruf (a) PP No. 33 Tahun 2006 tersebut, secara gamblang dijelaskan bahwa pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah untuk selanjutnya dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang Perseroan Terbatas dan Badan Usaha Milik Negara berserta peraturan pelaksananya.
Ketentuan pada PP No. 33 Tahun 2006 itu sendiri kemudian dipertegas dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 87/PMK.07/2006 Tentang Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah. Pasal 1 PMK tersebut mencabut dan menyatakan tidak berlaku seluruh ketentuan yang mengatur mengenai Penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Dearah dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.07/2005 tentang Tata Cara Pengajuan Usul, Penelitian, dan Penetapan Penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah dan Piutang Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.07/2005.
Pada Pasal 2 PMK No. 87/PMK.07/2006 tersebut dijelaskan bahwa Pengurusan, pengelolaan, dan penyelesaian piutang Perusahaan Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
(21)
Terbatas jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara beserta peraturan pelaksanaannya.
Dengan demikian, kekayaan negara, yang semula digabungkan dengan kekayaan bank pemerintah, kemudian dipisahkan. Hal ini bisa diartikan bahwa perlakuan terhadap kredit bermasalah tidak lagi menggunakan perspektif APBN, namun berdasarkan sudut pandang prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Sehingga mekanisme pengurusan kredit bermasalah pada bank-bank pemerintah diserahkan sepenuhnya kepada bank-bank pemerintah tersebut. Hal ini, menurut Ryan Kiryanto, sekaligus pula menandakan adanya kesetaraan level of playing field antara bank pemerintah dengan bank swasta.12
Namun kemudian, pelaksanaan di lapangan menemukan hambatan manakala terdapat ganjalan berupa kekuatan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2006 serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 87/PMK.07/2006 yang berada di bawah strata dari Undang-Undang (UU) No. 49 Prp. Tahun 1960.
Berdasarkan uraian di atas, maka dibuatlah sebuah penelitian dengan kemudian disusun menjadi sebuah skripsi dengan judul :
”Analisis Yuridis Terhadap Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan pada Bank BUMN (Studi Pada PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Wilayah I Medan)”
12
Ryan Kiryanto, Mendorong Efektivitas Manajemen NPL, http:// www.suarapembaruan.com, diakses tanggal 12 September 2011
(22)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada Latar Belakang di atas, maka dapat dibentuk rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan pengurusan piutang perusahaan negara PT Bank Mandiri, Tbk (Persero) (sesudah dikeluarkannya PP No.33 Tahun 2006)
2. Kendala atau hambatan apa sajakah yang dihadapi dalam melaksanakan pengurusan piutang perusahaan negara PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) 3. Upaya apa sajakah yang dilakukan dalam mengatasi kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan pengurusan piutang perusahaan negara PT Bank Mandiri, Tbk (Persero)
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengurusan piutang perusahaan negara PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) setelah dikeluarkannya PP No. 33 Tahun 2006
b. Untuk mengetahui kendala ataupun hambatan apa sajakah yang dihadapi dalam melaksanakan pengurusan piutang perusahaan negara PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero)
(23)
c. Untuk mengetahui upaya apa sajakah yang dilakukan guna mengatasi kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengurusan piutang perusahaan negara PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero)
2. Manfaat Penulisan
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
1) Memberikan sumbangan bagi perkembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Perdata, khususnya dalam bidang Hukum Perbankan serta pengurusan piutang Perusahaan Negara khususnya Bank Pemerintah terkait dengan Kredit Bermasalah (Non Performing
Loan).
2) Hasil penelitian ini dapat menambah referensi yang dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi kajian lebih lanjut untuk berbagai konsep keilmuan.
b. Manfaat Praktis
1) Memberikan masukan atau sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak yang terkait di dalamnya, mengenai pengurusan piutang perusahaan negara dikaitkan dengan kredit bermasalah (non performing loan) pada Bank BUMN, dalam hal menentukan kebijakan-kebijakan serta langkah-langkah untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul.
(24)
2) Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengurusan piutang negara dikaitkan dengan kredit bermasalah (non performing loan) pada Bank BUMN.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan Pada Bank BUMN (Studi Pada PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), merupakan asli karya saya sendiri yang lahir ataupun terinspirasi dari beberapa referensi yang saya baca berkaitan dengan judul di atas, baik berupa literatur yang diperoleh dari perpustakaan, berupa buku, undang-undang, maupun media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Di samping itu, saya juga melakukan riset pada PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) yang kemudian dirangkum dalam penalaran pemikiran saya sendiri.
Adapun terdapat beberapa karya tulis ilmiah, berupa tesis, yang memiliki kesamaan dengan judul yang diajukan, yang mana kesamaan tersebut terletak pada pengurusan piutang negara yang dijadikan sebagai objek pembahasan. tesis-tesis tersebut antara lain:
1) Kajian Hukum Terhadap Piutang Negara Untuk Sementara Belum Dapat Ditagih (Studi Kasus Piutang PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Wilayah I Pada KP2LN Medan.
2) Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Sistem Pengurusan Piutang Negara (Studi Kasus Pada KP2LN Medan).
(25)
Namun demikian, terdapat perbedaan didalam penulisan yang dapat dipertanggungjawabkan karena bukan merupakan tiruan dari judul yang sudah ada sebelumnya.
E. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian a. Jenis
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian normatif serta penelitian empiris. Penelitian normatif, atau biasa juga disebut dengan penelitian kepustakaan, adalah penelitan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.13 Adapun data sekunder itu sendiri digolongkan ke dalam beberapa pembagian, yaitu:14
1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat dan (di Indonesia) terdiri dari peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah; bahan hukum dari zaman penjajahan yang kini masih berlaku, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang Perikatan.
2) Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu, hasil penelitian.
3) Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu kamus.
Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian empiris, atau biasa dikenal juga dengan penelitian sosiologis, adalah penelitian yang dilakukan dimana pada
13
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hal.24
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 2008 hal. 51
(26)
awalnya yang diteliti adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan.15
b. Sifat
Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yakni menguraikan fakta-fakta berupa data yang diperoleh dari hasil studi, baik dari studi kepustakaan maupun studi lapangan, yang berkaitan dengan judul.
c. Pendekatan
Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan yuridis, yaitu suatu cara pendekatan yang mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah, asas. 2. Jenis Data dan Sumber Data
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa penelitian yang dilakukan adalah penelitian normatif dan penelitian empiris. Dengan demikian, hal tersebut menjelaskan bahwa dalam melakukan penelitian, data yang digunakan yaitu data sekunder, yang kemudian dapat digolongkan ke dalam bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier yang kemudian dipadupadankan dengan data primer yang didapat langsung dari lapangan melalui teknik wawancara yang dilakukan.
3. Alat Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini diperoleh dengan menggunakan beberapa alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen dan wawancara kepada pihak yang berkompeten.
15
(27)
4. Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.16 Analisis data dilakukan secara kualitatif. Rangkaian kegiatan analisis data dimulai setelah terkumpulnya data sekunder untuk kemudian disusun menjadi sebuah pola dan pengelompokkan secara sistematis. Analisis data lalu dilanjutkan dengan membandingkan data sekunder terhadap data primer untuk mendapatkan penyelesaian permasalahan yang diangkat.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari 5 bab, dimana setiap babnya terdapat beberapa sub bab di dalamnya, hal mana yang bertujuan untuk mempermudah saya dalam memaparkan materi dan mempermudah pembaca untuk memahami isi dari skripsi ini.
Bab I Pendahuluan, berisikan uraian-uraian terkait dengan gambaran umum yang berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan mafaat penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Tentang Bank dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Serta Kredit Bermasalah (Non Performing Loan), berisikan mengenai pemaparan umum akan bank, badan usaha milik negara serta kredit bermasalah.
Bab III Tinjauan Umum tentang Pengurusan Piutang Negara, dibahas mengenai hal-hal umum terkait dengan pengurusan piutang negara, seperti sejarah
16
(28)
Panitia Urusan Piutang Negara dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, pengertian piutang negara serta dasar hukum pengurusan piutang negara, dan sistem hukum pengurusan piutang negara.
Bab IV Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan pada Bank BUMN, diuraikan sedikit mengenai deskripsi PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), kemudian mengenai pelaksanaan pengurusan piutang perusahaan negara pada PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengurusan piutang perusahaan negara pada PT. Bank Mandiri serta upaya yang dilakukan guna mengatasi kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pengurusan piutang perusahaan negara PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero).
Bab V Kesimpulan dan Saran, dalam bab ini akan dirangkum poin-poin penting sebagai hasil dari pemaparan akan hal-hal yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, kemudian disertai pula masukan berupa saran kepada pihak-pihak yang terkait dalam pembahasan skripsi ini.
(29)
BAB II
TINJAUAN TENTANG BANK DAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) SERTA KREDIT BERMASALAH (NON PERFORMING LOAN) A. Tinjauan Umum tentang Bank dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 1. Tentang Bank
a. Pengertian dan Pentingnya Bank
Penggunaan kata bank pada awal dikenalnya adalah bangku. Kata bank berasal dari bahasa Italia, banco. Bangku tersebut yang kemudian dipergunakan oleh bankir untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada nasabah.17 Pengertian tersebut kemudian berkembang menjadi tempat penyimpanan uang sesuai dengan kegiatan bank pada saat itu, namun dengan seiring berkembangnya dunia perbankan, maka pengertian bank turut berubah pula.
Terdapat beberapa pengertian terkait bank yang dapat dikemukakan guna mengetahui arti dari terminologi bank itu sendiri. Menurut G.M. Veryn Stuart, Bank diartikan sebagai suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukaran baru berupa uang-uang giral.18
17
Malayu Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan, Bumi Aksara, Bandung, 2001., hal. 1
18
(30)
Menurut kamus hukum Fockema Andreae, yang dimaksud dengan bank adalah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga. Berhubung dengan adanya cek yang hanya dapat diberikan kepada bankir sebagai tertarik, maka bank dalam arti luas adalah orang atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga. Pengertian di atas menyimpulkan bahwa usaha perbankan pada dasarnya merupakan suatu usaha simpan-pinjam demi dan untuk kepentingan pihak ketiga tanpa memperhatikan bentuk hukumnya, apakah perseorangan ataukah badan hukum (rechts person).19
Adapun Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian bank sebagai lembaga keuangan yang usaha pokonya memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, diuraikan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dengan demikian, pengertian bank dapat disimpulkan sebagai suatu lembaga keuangan berbentuk badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang kemudian simpanan tersebut disalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk kredit.
Dengan melihat kepada pengertian-pengertian terkait dengan terminologi bank itu sendiri, maka dapat diketahui bahwa bank memegang peranan yang sangat penting
19
(31)
dalam lalu lintas pembayaran yang akan mempengaruhi perekonomian suatu bangsa karena bank adalah;20
1. Pengumpul dana dari masyarakat yang berlebih akan modal (surplus of capital) dan penyalur kredit kepada masyarakat yang kekurangan modal (lack of capital) 2. Tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat
3. Pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan aman, praktis dan ekonomis
4. Penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C 5. Penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garansi.
b. Penggolongan Bank
Pasal 5 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, dikenal 2 (dua) jenis bank yaitu:
1) Bank Umum
Pasal 1 angka 3 Undang-undang Perbankan menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2) Bank Perkreditan Rakyat
Pada Pasal 1 angka 4 memberikan pengertian bahwa Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
20
(32)
Lukman Dendawijaya menggolongkan bank menurut fungsinya ke dalam 3 bagian, yaitu:21
a) Bank Sentral, yaitu merupakan Bank Indonesia yang merupakan lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
b) Bank Umum, merupakan bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran
c) Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang dapat menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
d) Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Yang dimaksud dengan mengkhususkan kegiatan tertentu antara lain: melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah/usaha kecil, pengembangan ekspor non migas dan pengembangan pembangunan perumahan.
Malayu Hasibuan menambahkan beberapa penggolongan bank, yaitu:22 a) Berdasarkan kepemilikannya:
a. Bank Milik Pemerintah
b. Bank Milik Pemerintah Daerah c. Bank Milik Swasta Nasional d. Bank Milik Koperasi
e. Bank Asing/Campuran b) Berdasarkan bentuk hukumnya:
a. Bank berbentuk hukum Perusahaan Daerah b. Bank berbentuk hukum Perseoran (PERSERO) c. Bank berbentuk hukum Perseroan Terbatas d. Bank berbentuk hukum Koperasi
c) Berdasarkan kegiatan usahanya: a. Bank Devisa
b. Bank bukan Devisa
d) Berdasarkan sistem pembayaran jasa a. Bank berdasarkan pembayaran bunga
21
Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Ghalia Indoensia, Jakarta, 2001, hal. 26
22
(33)
b. Bank berdasarkan pembayaran berupa pembagian hasil keuntungan (Bank dengan prinsip syariah).
c. Bentuk Hukum Bank
Terdapat beberapa bentuk hukum bank di Indonesia yang mana mengacu pada jenis bank itu sendiri, maksudnya bahwa bentuk hukum dengan jenis bank umum dapat berbeda dengan bentuk hukum pada bank perkreditan rakyat, tetapi juga mungkin bisa sama. Pasal 21 Undang-undang Perbankan yang telah diubah mengatur perihal bentuk hukum bank, yaitu sebagai berikut:
1) Bentuk hukum suatu bank umum dapat berupa: a) Perseroan Terbatas;
b) Koperasi;
c) Perusahaan Daerah.
2) Bentuk hukum suatu bank perkreditan rakyat dapat berupa salah satu dari: a) Perusahaan Daerah;
b) Koperasi;
c) Perseroan Terbatas;
d) Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bentuk ini dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi penyelenggaraan lembaga perbankan yang lebih kecil dari bank perkreditan rakyat, seperti bank desa, lumbung desa, badan kredit desa, dan lembaga-lembaga lainnya.23
Adapun bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang yang berkedudukan di luar negeri mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya.
d. Tugas dan Usaha Bank 1) Tugas Bank
Secara umum, tugas bankyaitu antara lain:
a) Menyediakan safecustody terhadap dana pihak ketiga
23
Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2000, hal. 162
(34)
b) Menyediakan rekening-rekening untuk pihak nasabah c) Bertindak sebagai agen untuk pungutan-pungutan tertentu d) Untuk membayar cek yang ditarik naabah.
Keempat tugas tersebut disimpulkan Lord Denning melalui suatu kasus yang sering menjadi rujukan, yaitu kasus United Domination Trust Ltd v. Kirwood (1996).
Tugas dan tanggung jawab dari suatu bank dapat juga diperinci sebagai berikut:24
a) Menerima cash dan membayar dokumentasi yang mesti dibayar oleh nasabah seperti terhadap cek, pengiriman uang, bills of charge dan lain-lain instrument perbankan.
b) Membayar kembali uang nasabah yang ditempatkan di bank tersebut apabila diminta oleh pihak nasabah
c) Meminjamkan uang kepada nasabah
d) Menjaga kerahasiaan account nasabah dalam hubungan dengan kerahasiaan bank, kecuali apabila ditentukan lain oleh undang-undang
e) Jika pihak nasabah mempunyai dua rekening, maka ada kewajiban moral bagi bank untuk membuat rekening tersebut terpisah satu sama lain.
f) Jika rekening ditutup, maka bank harus mempunyai alasan yang reasonable untuk menutup rekening tersebut.
2) Usaha Bank
Berdasarkan kepada pengertian dasar bank, yaitu sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat yang berlebih akan modal (surplus of capital) dalam bentuk simpanan untuk kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang kekurangan modal (lack of capital) dalam bentuk pinjaman, maka dapat digariskan bahwa usaha pokok bank didasarkan atas empat hal pokok, yaitu:25
24
Budi Untung, Op.Cit., hal. 16
25
(35)
a) Denomination Divisibility
Artinya bank menghimpun dana dari masyarakat yang berlebih akan modal yang masing-masing nilainya relative kecil, tetapi secara keseluruhan jumlahnya sangat besar. Dengan demikian, bank dapat memenuhi permintaan kelompok masyarakat yang kekurangan akan modal yang membutuhkan dana tersebut dalam bentuk kredit.
b) Maturity Flexibility
Artinya bank dalam menyelenggarakan bentuk-bentuk simpanan yang bervariasi jangka waktu dan penarikannya, seperti rekening giro, rekening Koran, deposito berjangka, sertifikat deposito, buku tabungan, dan sebagainya. Penarikan simpanan yang dilakukan kelompok masyarakat yang berlebih akan modal juga bervariasi sehingga ada dana bank yang mengendap. Dana yang mengendap inilah yang kemudian dipinjam oleh kelompok masyarakat yang kekurangan modal.
c) Liquidity Transformation
Artinya dana yang disimpan oleh kelompok masyarakat yang berlebih akan modal kepada bank, umumnya bersifat likuid. Karena itu, kelompok masyarakat yang berlebih akan modal dapat dengan mudah mencairkannya sesuai dengan bentuk tabungannya. Untuk menjaga likuiditas, bank harus menjaga dan mengendalikan posisi likuiditas/giro wajjib minimumnya. Giro wajib minimum ini ditentukan oleh Bank Indonesia dengan memperhitungkan jumlah uang beredar agar seimbang dengan volume perdagangan (Rumus Irving Fisher, yaitu MV=PT).
(36)
Dengan seimbangnya jumlah uang beredar, diharapkan nilai tukar uang relatif stabil.
d) Risk Diversification
Artinya bank dalam menyakurkan kredit kepada banyak pihak atau debitur dan sektor-sektor ekonomi yang beraneka macam, sehingga resiko yang dihadapi bank dengan cara menyebarkan kredit semakin kecil.
Berdasarkan keempat usaha pokok bank di atas, bank disebut juga sebagai Lembaga Kepercayaan.
Undang-undang Perbankan juga memaparkan mengenai usaha bank, yang mana menggolongkan usaha bank tersebut ke dalam dua pembagian yang didasarkan pada jenis bank itu sendiri.
Dalam Pasal 6 Undang-undang Perbankan, disebutkan usaha bank umum meliputi:
a) Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan.
b) Memberikan kredit
c) Menerbitkan surat pengakuan utang
d) Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
e) Memindahkan uang bank untuk kepentingan sendiri maupun nasabah
f) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya
g) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga
h) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
i) Melakukan kegitan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak
j) Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
(37)
k) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat l) Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip
syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
m) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 7 Undang-undang Perbankan, memaparkan pula mengenai kegiatan usaha lain yang dapat dilakukan oleh bank umum, yaitu:
a) Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
b) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
c) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d) Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
Adapun kegiatan usaha bank perkreditan rakyat yang diatur pada Pasal 13 Undang-undang Perbankan, yaitu:
a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
b) Memberikan kredit
c) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariaah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
d) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain.
d. Sumber Dana ataupun Permodalan Bank (Umum)
Kekayaan suatu bank terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap yang merupakan penjamin solvabilitas bank, sedangkan dana (modal) bank dipergunakan untuk modal kerja dan penjamin likuiditas bank bersangkutan.
(38)
Dana bank merupakan sejumlah uang yang dimiliki bank dan dikuasai suatu bank dalam kegiatan operasionalnya. Dana bank terdiri dari dana (modal) sendiri atau biasa juga dikenal dengan sumber intern dan dana asing atau sumber ekstern.26
Sumber ekstern adalah modal bank yang berasal dari tabungan masyarakat, perusahaan dan pemerintah, sedangkan sumber intern merupakan modal bank yang diperoleh dari pemilik dan sumber-sumber lainnya yang berasal dari bank itu sendiri, dapat berupa modal yang diperoleh dari pemegang saham, yang mana bersifat tetap mengendap dalam bank dan tidak mudah ditarik begitu saja oleh penyetornya serta tidak membayar bunga sehingga tidak ada beban tetapnya.27
Berbicara mengenai modal bank, terdapat sedikit perbedaan antara permodalan pada bank umum dengan modal pada bank perkreditan rakyat. Hal mana yang dapat dilihat pada Peraturan Bank Indonesia yang mengatur kedua hal tersebut. Modal pada bank umum di atur pada Peraturan Bank Indonesia No. 10/15/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, sedangkan modal pada bank perkreditan rakyat di atur pada Peraturan Bank Indonesia No. 8/18/PBI/2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan rakyat. Modal bank umum, yaitu sebagai berikut
1) Modal Inti
2) Modal Pelengkap, dan 3) Modal Pelengkap Tambahan
26
Ibid., hal. 61
27
Ibid., hal 61, lihat juga Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 21
(39)
Modal bank tersebut di atas kemudian dirinci menjadi sebagai berikut: 1) Modal inti
Bank, dalam hal ini bank umum, wajib menyetor modal inti sedikitnya 5 % dati Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) baik secara individual maupun secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak
Adapun modal inti tersebut terdiri dari:
a) Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya. b) Cadangan tambahan modal (disclosedreserve), yang terdiri dari:
i. Agio, yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima bank sebagai akibat harga saham yang melebihi nilai nominalnya.
ii. Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dan harga jual apabila saham tersebut dijual.
iii. Cadangan umum modal, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak.
iv. Cadangan tujuan modal, yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota.
v. Laba tahun lalu, merupakan seluruh laba bersih yang diperoleh tahun-tahun lalu setelah dikurangi pajak dan belum ditentukan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham.
(40)
vi. Laba tahun berjalan sebesar 50%, merupakan laba yang diperoleh dalam buku tahun berjalan setelah dikurangi taksiran utang pajak
vii. Selisih lebih penjabaran laporang keuangan viii. Dana setoran modal
ix. Waran yang diterbitkan sebagai insentif kepada pemegang saham bank sebesar 50%
x. Opsi saham (stock option) yang diterbitkan melalui program kompensasi pegawai/manajemen berbasis saham sebesar 50 %
c) Modal inovatif (innovativecapitalinstrument)
Modal inti diperhitungkan dengan factor pengurang berupa: i. Goodwill
ii. Asset tidak berwujud lainnya, dan/atau
iii. Faktor pengurang modal inti lainnya seperti penyertaan bank yang terdapat pada Pasal 20 Peraturan Bank Indonesia No. 10/15/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.
2) Modal Pelengkap, terdiri dari: a) Modal pelengkap level atas, dan b) Modal pelengkap level bawah 3) Modal Pelengkap Tambahan, meliputi:
(41)
b) Modal pelengkap yang tidak dialokasikan untuk menutup beban modal untuk resiko kredit dan/atau beban modal untuk resiko operational namun memenuhi syarat sebagai modal pelengkap, dan
c) Bagian dari modal pelengkap level bawah yang melebihi batasan modal pelengkap level bawah.
Sedangkan permodalan pada bank perkreditan rakyat, yang didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia No. 8/18/PBI/2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan rakyat, yaitu:
1) Modal inti, dan 2) Modal pelengkap
Berikut rincian mengenai modal pada bank perkreditan rakyat: 1. Modal inti, yang terdiri dari:
a) Modal disetor b) Agio
c) Dana setoran modal d) Modal sumbangan e) Cadangan umum f) Cadangan tujuan
g) Laba ditahan setelah diperhitungkan pajak
h) Laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak
i) Laba tahun berjalan, diperhitungkan sebesar 50% setelah taksiran pajak Modal inti tersebut diperhitungkan dengan faktor pengurang berupa:
(42)
a) Goodwill b) Disagio
c) Rugi tahun-tahun lalu d) Rugi tahun berjalan 2. Modal Pelengkap, terdiri dari:
a) Cadangan revaluasi aktiva tetap
b) Modal pinjaman (hybrid/quasi capital) c) Pinjaman subordinasi
2. Tentang Badan Usaha Milik Negara
a. Pengertian tentang Badan Usaha Milik Negara
Pada dasarnya, keberadaan BUMN di Indonesia memiliki keterkaitan yang erat dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, utamanya ayat (2) dan (3). Ayat 2 berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Sedangkan pada ayat (3) berbunyi, “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Penguasaan oleh Negara sebagaimana yang disampaikan oleh Pasal 33 tersebut, bersifat penting agar kesejahteraan rakyat banyak terjamin dengan dapatnya rakyat memanfaatkan sumber-sumber kemakmuran rakyat yang berasal dari bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya. Guna menjalankan penguasaan tersebut, negara melalui pemerintah kemudian membentuk suatu badan usaha milik negara, yang semula
(43)
dikenal dengan sebutan perusahaan negara, yang bertugas melaksanakan penguasaan tersebut.28
Badan Usaha Milik Negara, selanjutnya disebut BUMN, diatur dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut dengan UU BUMN). Undang-undang ini memberikan pengertian dari BUMN itu sendiri. Pada Pasal 1 angka 1 UU BUMN menyatakan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hal yang membedakan antara BUMN dengan badan hukum lainnya adalah:29
1) Seluruh atau sebagaian besar modalnya dimiliki oleh Negara; 2) Melalui penyertaan secara langsung; dan
3) Berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan;
Dengan adanya penegasan bahwa BUMN merupakan suatu badan usaha yang modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, seakan-akan UU BUMN memberi pesan bahwa BUMN harus dikelola secara mandiri dan professional untuk mencapai suatu tujuan usaha, yaitu keuntungan (profit).
Kesimpulan tersebut dapat diabsahkan sehubungan dengan pengaturan mengenai maksud dan tujuan pendirian BUMN yang salah satunya adalah mengejar keuntungan. Di samping itu, makna “kekayaan negara yang dipisahkan” sebagaimana
28
Ibrahim R, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 104
29
Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 61
(44)
di atur dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU BUMN dapat mempertegas kesimpulan bahwa BUMN harus dikelola secara professional dan mandiri.
Istilah lain yang memiliki makna hampir sama dengan BUMN adalah “perusahaan negara”. Dalam Pasal 1 UU No. 19 Tahun 1960, yang dimaksud dengan “perusahaan negara” adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modal seluruhnya merupakan kekayaan negara Republik Indonesia, kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang.
Dengan pengertian demikian, perusahaan negara merupakan bagian dari BUMN, karena hanya ditujukan pada usaha negara yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara. Dengan demikian, usaha negara yang sebagian modalnya dimiliki negara, walaupun negara memiliki mayoritas modal pada badan usaha tersebut, tidak dapat dikategorikan sebagai perusahaan negara, melainkan berada dalam lingkup pengertian BUMN.30
Namun kemudian seiring dengan perkembangan BUMN, pengertian “Perusahaan Negara” mengalami perubahan. Perubahan mana yang dibawa oleh Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 1 angka 5 UU No. 17 Tahun 2003 memaparkan bahwa, perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki pemerintah pusat. Pengertian ini sangat luas, karena mencakup seluruh badan usaha di mana negara memiliki modal, walaupun modal tersebut sangat kecil.
30
(45)
Dengan membandingkan pengertian Perusahaan Negara berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 dengan pengertian BUMN berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003, terlihat bahwa pengertian Perusahaan Negara lebih luas dari pengertian BUMN. Pengertian Perusahaan Negara meliputi badan usaha yang modalnya dimiliki Negara (i) seluruhnya, (ii) sebagaian besar dan (iii) sebagian kecil. Sedangkan pengertian BUMN hanya meliputi badan usaha yang modalnya (i) seluruhnya dan (ii) sebagian besar dimiliki negara.
b. Latar Belakang Berdirinya Badan Usaha Milik Negara
Sejak Indonesia merdeka, terdapat isu yang kerap menjadi perdebatan di kalangan founding fathers, yaitu mengenai posisi dan peranan perusahaan negara yang bersinggungan dengan kata “dikuasai oleh negara” yang termuat pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pada saat itu Presiden Soekarno menafsirkan bahwa karena kondisi perekonomian masih lemah pasca-kemerdekaan, negara harus menguasai sebagian besar bidang usaha yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi. Hal mana yang bertentangan dengan pemikiran Hatta, beliau mengemukakan bahwa negara hanya cukup menguasai perusahaan yang benar-benar menguasai kebutuhan pokok masyarakat, seperti listrik dan transportasi. Pandangan ini lebih sesuai dengan paham ekonomi modern, karena posisi negara hanya cukup menyediakan infrastruktur
(46)
yang mendukung proses pembangunan.31 Pasca kemerdekaan, negara memegang posisi dan peranan yang sangat dominan, oleh karena:32
1) Situasi negara yang baru lepas dari penjajahan dan tidak memiliki social overhead
capital (SOC) sebagai modal pembangunan;
2) Besarnya kerugian dan kerusakan public utilities sebagai akibat perang;
3) Terpinggirkannya pengusaha pribumi sebagai warga kelas ketiga (setelah Eropa dan Keturunan Arab serta Tionghoa).
Beberapa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah guna mendorong pertumbuhan perekonomian nasional adalah dengan mendirikan perusahaan negara dalam bidang infrasturktur yang bersifat monopoli alamiah dengan melakukan nasionalisasi. Pemerintah menasionalisasi beberapa perusahaan Belanda dalam bidang infrastruktur vital, seperti KLM dinasionalisasi menjadi Garuda Indonesia Airways, Batavie Verkeers Mij dan Deli Spoorweg Mij dinasionalisasi menjadi Djawatan Kereta Api.33
Banyaknya pergolakan politik serta pemberontakan bersenjata menyebabkan timbulnya ketidakseimbangan politik yang mengakibatkan pemerintah tidak dapat berbuat banyak terkait perbaikan prasarana publik. Demikian pula dengan upaya pemerintah terkait dengan perlindungan terhadap pengusaha pribumi yang juga
31
Riant Nugroho, Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008, hal. 3
32
Ibid.
33
(47)
mengalami kegagalan. Lisensi impor yang diberikan kepada pengusaha pribumi kemudian jatuh ke tangan pengusaha Tionghoa dan keturunan Arab.34
Selain itu, kebijakan pemerintah untuk mendirikan perusahaan negara dipandang tidaklah efektif. Hal ini disebabkan nasionalisasi ,yang pada awal tahun 1950-an dilakukan sesuai dengan pendapat Moh.Hatta dengan melakukan nasionalisasi hanya kepada beberapa sektor vital dan pada tahun 1958 dilakukan berdasarkan masukan dari Soekarno dengan menasionalisasi hampir semua sektor.35
Nasionalisasi secara besar-besaran tersebut dipandang sebagai by accident, bukan sebagai by design.36. Oleh karena, sebagian besar perusahaan Belanda yang dinasionalisasi sudah mengalihkan asetnya ke Belanda. Dengan kata lain, Pemerintah kebanyakan menasionalisasi perusahaan-perusahaan boneka yang secara ekonomis sebenarnya tidak memberikan kontribusi positif bagi perekonomian bahkan dikemudian hari menjadi beban Pemerintah.37
Ketidakefektifan nasionalisasi tersebut diperkuat dengan adanya pembengkakan anggaran pembangungan dan belanja negara, karena aset perusahaan negara tersebut berasal dari penyisihan kekayaan negara dari APBN.38
Kemudian pada tanggal 12 April 1966, Presiden Soeharto didampingi Sri Sultan Hamengkubuwono IX, mengumumkan haluan ekonomi terbuka yang ditujukan guna memperoleh kesan positif bahwa pemerintah Orde Baru berbeda dengan
34
Ibid.
35
Ibid., hal. 5
36
Ibid.
37
Ibid.
38
(48)
pemerintah Orde Lama. Dengan demikian, Pemerintah berharap negara-negara asing dapat menanamkan modalnya ke Indonesia.39
Dalam kaitannya dengan pengelolaan BUMN, pada pemerintahan Orde Baru, diterapkan prinsip-prinsip pengelolaan BUMN yang terdiri atas dekonsentrasi, debirokrasi dan desentralisasi. Hal tersebut ditujukan guna membuka peluang pihak swasta untuk turut serta dalam proses pembangunan.40
BUMN diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi Pemerintah dalam bentuk dividen dan pajak. Dalam perjalanannya, BUMN di Indonesia pada masa Orde Baru mengalami pasang surut, oleh karena terdapa beberapa BUMN yang mengalami peningkatan, namun tidak sedikit pula yang mengalami kerugian disebabkan pengelolaan yang tidak professional, tidak berdasarkan prinsip ekonomi perusahaan dan tidak transparan.41
Dalam perkembangannya, terdapat dua fungsi pokok dari BUMN itu sendiri, yaitu:42
1) Sebagai perusahaan, yang mencari keuntungan,
2) Sebagai alat pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Namun kemudian, kedua fungsi tersebut kerap saling berbenturan dan mengakibatkan munculnya kesan negatif mengenai kinerja BUMN yang dianggap tidak efisien dan memiliki profitabilitas rendah. Agar dapat menjalankan fungsinya
39
Ibid., hal. 8
40
Ibid., hal. 10
41
Ibid., hal. 10
42
Zainal Muttaqin, Tinjauan Yuridis mengenai Pengenaan Pajak terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tesis Program Pascasarjana, (Bandung: Universitas Padjajaran, 1992), hal. 78
(49)
sebagai perusahaan, maka BUMN tidak dapat lagi bergerak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan publik, karena adanya tuntutan lingkungan usaha di era globalisasi yang sedemikian kompetitifnya.43
Pasca refomasi, pengelolaan BUMN diatur dalam Ketetapan MPR No. IV/MPR/1999 mengenai: (1) penataan BUMN secara efisien, transparan dan professional, (2) penyehatan BUMN yang berkaitan dengan kepentingan umum dan (3) mendorong BUMN yang tidak berkaitan dengan kepentingan umum untuk melakukan privatisasi di pasar modal.44 Kemudian dibuatlah Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang peraturan pelaksananya diatur dalam Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri.45
Walaupun peraturan perundang-undangan yang diterbitkan Pemerintah bertujuan menciptakan iklim usaha yang sehat, baik bagi badan usaha baik pemerintah maupun swasta, namun dalam praktiknya, masih terdapat monopoli yang dipegang oleh pihak BUMN. Hal tersebut turut pula mendorong BUMN kepada kesulitan dalam melakukan persaingan global. Globalisasi mengharuskan BUMN menciptakan kebijakan strategis guna menghasilkan efisiensi operasi perusahaan.46
Berbagai upaya telah dilakukan, seperti restrukturisasi usaha, pengurangan jumlah karyawan dan sistem pengendalian manajemen. Namun masih terdapat upaya lain yang dapat ditempuh, yaitu melakukan penjualan sebagian kepemilikan saham atau pengalihan kendali perusahaan kepada pihak swasta melalui privatisasi. Salah
43
Ibid.
44
Riant Nugroho, Randy R. Wrihatnolo, Op.Cit., hal. 13
45
Ibid., hal. 13
46
(50)
satu manfaat nyata yang diperoleh dari privatisasi adalah pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola usaha yang baik (good corporate governance), yang meiputi transparansi, kemandirian dan akuntabilitas.47
c. Jenis ataupun Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara
Setelah dikeluarkannya Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, bentuk BUMN dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1) Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, merupakan BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan. Adapun pendiriannya berbeda dengan pendirian badan hukum (perusahaan) pada umumnya. Persero didirikan dengan diusulkan oleh menteri kepada presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. Organ Persero terdiri atas RUPS, Direksi dan Komisaris.
Ciri-ciri dari suatu Persero, yaitu:48
a) Makna usahanya adalah untuk memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan dan menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat
b) Berbentuk perseroan terbatas
47
Ibid., hal. 14
48
(51)
c) Modal seluruhnya atau sebagian merupakan milik negara dari kekayaan Negara yang dipisahkan
d) Dipimpin oleh seorang Direksi.
2) Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang mana seluruh modalnya dimiliki oleh Negara dan tidak terbagi atas saham, dimana tujuan dan kemanfaatan umumnya berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Pada dasarnya proses pendirian Perum sama dengan pendirian Persero. Organ Perum adalah Menteri, Direksi dan Dewan Pengawas. Ciri-ciri Perum, antara lain:
a) Makna usahanya adalah melayani kepentingan umum dan sekaligus untuk memupuk keuntungan
b) Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan UU
c) Mempunyai nama dan kekayaan sendiri serta kebebasan bergerak seperti perusahaan swasta untuk mengadakan atau masuk ke dalam suatu perjanjian, kontrak-kontrak dan hubungan-hubungan dengan perusahaan lain.
d) Modal seluruhnya dimiliki oleh Negara dari kekayaan negara yang dipisahkan
e) Dipimpin oleh seorang Direksi.
d. Pengurusan Badan Usaha Milik Negara
Pengurusan BUMN dilakukan oleh Direksi. Hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 1 angka 12 PP No. 45 Tahun 2005. Pengurusan tersebut harus mematuhi
(52)
anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib pula melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance yang meiputi:
1) Transparansi, merupakan keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan serta keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan
2) Kemandirian, yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesui dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat
3) Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif
4) Pertanggungajawaban, yaitu kesesuian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat
5) Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengenai pelaksanaan good corporate governance diatur dalam Kepmen BUMN No. 117/M-MBU/2012 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada BUMN.
Pada dasarnya pengurusan BUMN, jika dilihat dari segi strukturnya, tidak terdapat perbedaan dengan pengurusan PT pada umumnya. Pasal 13 UU BUMN
(53)
menyebutkan bahwa organ Persero adalah Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Komisaris. Namun, apabila kemudian dicermati lebih mendalam mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas organ yang dimaksud, maka dapat diketahui bahwa terdapat ketentuan yang lebih spesifik, yaitu peranan negara, yang dalam hal ini diwakili oleh Menteri BUMN masih cukup dominan untuk menentukan siapa yang akan mengisi organ persero, baik untuk jabatan komisaris maupun direksi.49
Hal mana yang kemudian diperjelas melalui Inpres No. 8 Tahun 2005, bahwa dalam rangka pengangkatan anggota Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara, Menteri Negara BUMN, selaku wakil Pemerintah sebagai Rapat Umum Pemegang Saham atau pemegang saham pada persero, atau selaku wakil pemerintah sebagai pemilik modal pada Perum, agar memperhatikan dan mengedepankan keahlian, profesionalisme dan integritas dari calon anggota Direksi dan/atau Komisaris/Dewan Pengawas yang bersangkutan, guna memajukan dan mengembangkan perusahaan.
e. Modal dan Kekayaan Badan Usaha Milik Negara
Perlu diketahui bahwa istilah modal memiliki arti yang berbeda dengan kekayaan. Kekayaan merupakan hasil pengurangan antara milik badan usaha, yang dinilai dengan uang, dengan hutang-hutang badan usaha yang bersangkutan. Sedangkan modal merupakan bagian atau salah satu komponen dalam penghitungan kekayaan itu sendiri.
49
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, CV Nuansa Mulia, Bandung, 2006, hal. 69
(54)
Pada umumnya, modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Hal tersebut dipaparkan pada Pasal 4 ayat (1) UU BUMN. Lebih lanjut, masih pada UU yang sama, dikatakan bahwa Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh Negara. Dengan demikian, untuk BUMN yang berbentuk Persero, maka berlaku pula ketentuan yang termuat pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Pada alinea ketujuh Penjelasan Umum UU PT, dijelaskan bahwa struktur modal Perseroan tetap sama, yaitu terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor. Namun modal dasar perseroan diubah menjadi paling sedikit Rp 50.000.000, sedangkan kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan harus penuh.
Untuk lebih jelasnya terkait dengan struktur modal perseroan, yaitu sebagai berikut:
1) Modal dasar, yaitu seluruh nilai nominal saham Perseroan yang disebut dalam Anggaran Dasar. Hal mana yang termuat pada Pasal 31 ayat (1) UU PT. Secara umum, modal dasar perseroan merupakan total jumlah saham yang dapat diterbitkan oleh Perseroan. Jumlah saham yang dapat dijadikan modal dasar ditentukan dalam Anggaran Dasar. Pada Pasal 32 ayat (1), modal dasar perseroan paling sedikit Rp 50.000.000 ataupun lebih besar dari nilai tersebut, sesuai dengan
(1)
piutang perusahaan negara, sehingga dapat terciptalah salah satu tujuan hukum itu sendiri, yaitu adanya kepastian hukum.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
I. BUKU
Abdullah, M. Faisal, 2005, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, UMM Press, Malang. Abdulkadir, Muhammad dan Murniati Rilda, 2000, Lembaga Keuangan dan
Pembiayaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Badrulzaman, Mariam Darrus, 1978, Perjanjian Kredit Bank, Penerbit Alumni, Bandung.
Bako, Ronny Sautma Hotma, 1995, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan dan Deposito (Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Deposan di Indonesia Saat ini), PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Dendawijaya, Lukman, 2001, Manajemen Perbankan, Ghalia Indoensia, Jakarta. Djumhana, Muhamad, 2006, Hukum Perbankan di Indonesia, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Fockema, Andrea, 1983, Kamus Istilah Hukum, Binacipta, Bandung.
Hariyani, Iswi, 2010, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, PT Gramedia, Jakarta.
Hasibuan, Malayu, 2001, Dasar-dasar Perbankan, Bumi Aksara, Bandung.
Ibrahim R, 1997, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Ibrahim, Johannes, 2006, Hukum Organisasi Perusahaan, PT Refika Aditama, Bandung.
Ichsan, Achmad, 1987, Hukum Dagang, Lembaga Perserikatan Surat-surat Berharga, Aturan-aturan Angkutan, Pradnya Paramita , Jakarta.
Ichsan, Achmad, 2000, Dunia Usaha Indonesia, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Maleong, Lexy. J, 1990, Metode Kualitatif, Remaja Rodaskarya, Bandung.
Mantayborbir, Soleman, 2004, Kompilasi Sistem Hukum Pengurusan Piutang dan Lelang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta.
(3)
Mantayborbir, Soleman, 2004, Sistem Hukum Pengurusan Piutang dan Lelang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta.
Mantayborbir, Soleman dan Iman Jauhari dan Agus Hari Widodo, 2002, Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta. Mantayborbor, Soleman dan Iman Jauhari, 2003, Hukum Lelang Negara di Indonesia,
Pustaka Bangsa Press, Jakarta.
Mahmoeddin, H. As., 2002, Melacak Kredit Bermasalah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Nugroho, Riant dan Randy R. Wrihatnolo, 2008, Manajemen Privatisasi BUMN, PT Elex Media Komputindo, Jakarta.
Purwosutjipto, HMN, 2005, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Bentuk Perusahaan, Djambatan, Bandung.
Prasetya, Rudhy, 2008, Badan Hukum Korporasi, PT Raja Grafindo, Jakarta.
Rivai, H. Veithzal dan Andria Permata Rivai, 2006, Credit Management handbook : Teori, Konsep, Prosedur dan Aplikasi Panduan Praktis Mahasiswa, Bankir dan Nasabah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Sembiring, Sentosa, 2006, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, CV Nuansa Mulia, Bandung.
Soemitro, Ronny Hanitijo, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia.
Soekanto, Soerjono, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Sutarno, 2003, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Bandung. Sutojo, Siswanto, 2000, Strategi manajemen kredit bank umum, PT. Damar Mulia
Pustaka, Jakarta.
Sutojo, Siswanto, 2008, Menangani Kredit Bermasalah Konsep dan Kasus, PT Damar Mulia Pustaka, Jakarta.
Siamat, Dahlan, 2001, Manajemen Lembaga Keuangan, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
Simorangkir, OP, 2004, Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan NonBank, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor.
(4)
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2003. Suyatno, Thomas et al, , 2003, Dasar-dasar Perkreditan, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Tje’ Aman, Edy Putra, 1985, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, Jogjakarta, Liberty.
Tjoekam, Moh, 1999, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Usman, Rachmadi, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Usman, Rachmadi, 2000, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Penerbit Djambatan, Jakarta.
Untung, Budi, 2005, Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit Andi, Bandung. Zainuddin,H., 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.
II. KARYA TULIS
Muttaqin, Zainal, Tinjauan Yuridis mengenai Pengenaan Pajak terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Tesis Program Pascasarjana, (Bandung: Universitas Padjajaran, 1992).
Kamello, Tan, Karakter Hukum Perdata dalam Fungsi Perbankan Melalui Hubungan antara Bank dengan Nasabah, Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2 September 2006
III. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
Undang-undang No. 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(5)
Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998
Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 87/PMK.07/2006 tentang Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah
IV. PERATURAN BANK INDONESIA DAN SURAT KEPUTUSAN DIREKSI BANK INDONESIA
Peraturan Bank Indonesia No. 10/15/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum
Peraturan Bank Indonesia No. 8/18/PBI/2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan rakyat
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/68/KEP/DIR tentang penggolongan Kolektibilitas Aktiva Produktif dan Pembentukan Cadangan Atas Aktiva
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/22/KEP/DIR tanggal 9 Mei 1993 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998 tentang kualitas Aktiva Produktif dan terakait dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif.
(6)
V. MAJALAH
InfoBank, No. 397 Edisi April 2012, Hal. 54
Hambra, “Sejarah Terminologi BUMN”, Majalah BUMN TRACK, Desember 2007
VI. INTERNET
http://www.djkn.depkeu.go.id/pages/sejarah-djkn.html., diakses pada tanggal 19 Mei 2012
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/05/22/18030467/Porsi.Pemerintah.di.Ba nk.BUMN.Kian.Susut, diakses tanggal 15 Juni 2012
http://www.bankmandiri.co.id/corporate01/about_profile.asp, diakses tanggal 15 Juni 2012
http://www.bankmandiri.co.id/corporate01/about_our.asp, diakses tanggal 15 Juni 2012