Analisis Kebijakan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2010)

(1)

ANALISIS KEBIJAKAN PRIVATISASI

BADAN USAHA MILIK NEGARA PADA ERA

PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

(2004-2010)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

Fernandez P.S Sirait

070903053

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas berkat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa karena penulis diberikan waktu, pikiran, kesehatan dan kekuatan mental sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dengan judul skripsi “ Analisis Kebijakan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pada Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2010)”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat dalam menempuh Ujian Komprehensif untuk mencapai gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Selama penyusunan skrpisi ini, penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi nilai kesempurnaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis. Maka dengan kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa akan datang.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, dengan secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Badaruddin, M.si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Drs. Husni Thamrin Ketua Departemen Ilmu Adaministrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

3. Bapak Drs. Robinson Sembiring, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah bersedia menyediakan waktu dan tenaga membimbing penulis serta memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan, bimbingan, dan jasa-jasanya hingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan.

5. Buat orang tua saya terkasih Bapak B.Sirait dan Ibu M.Hutahaean tersayang yang telah membesarkan , mendidik dan memotivasi saya. Buat ayah terimakasih atas doa dan dukungannya selama ini, terimakasih sudah menjadi sumber motivasi dan inspirasi serta sudah menjadi ayah yang terhebat bagi saya. Terimakasih buat Ibu yang telah memberikan kasih sayang dan doanya yang senantiasa mengiringi langkahku, terimakasih buat kerja kerasnya dan bantuan moril material selama perkuliahan hingga sampai ke tahap penyelesaian skripsi ini tetaplah menjadi ibu yang kuat dan hebat. Semoga saya dapat membalas semua jasa kalian dan menjadi anak yang membanggakan buat kalian, I love you mom, I love you dad.

6. Buat kakak dan adik-adik tercinta , kak Gohanna Sirait, Putri Sirait dan Daniel Sirait, yang memberikan kasih sayang, perhatian, motivasi serta dukungan serta bantuan moril maupun materil selama perkuliahan hingga sampai ke tahap penyelesaian skripsi ini.


(4)

7. Teman-teman di stambuk 2007 negara. my best friend , alm Sam Petrado, Pardamean, Sumandoro, Gratia Tomy, G.afandi, Juliando Purba, Paul Cristian terima kasih buat bantuan dalam mengerjakan skripsi ini dan juga buat kebaikan kalian, banyak suka duka dan pengalaman yang kita lalui bersama kiranya itu bisa menjadi pelajaran untuk membentuk kita menjadi lebih baik. Dan kepada teman-teman 07 yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semangat dan semoga kita dapat mencapai cita-cita yang kita inginkan terimakasih buat perjalanan serta kenangan indah di perkuliahan selama ini.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.

Medan, November 2011 Penulis


(5)

ABSTRAK

Pelaksanaan kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia selain untuk menutup defisit APBN, juga mempunyai tujuan untuk memperluas kepemilikan masyarakat atas saham BUMN di Indonesia dan meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dinyatakan bahwa meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham BUMN menjadi tujuan dilakukannya privatisasi BUMN di Indonesia.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan analisis data kualitatif yang mengemukakan gejala/kejadian/peristiwa/masalah sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi. Alat pengumpulan data yaitu melalui studi pustaka (Library research) dengan mengumpulkan sumber-sumber/bahan antara lain dari buku-buku, artikel, majalah, dan penelusuran internet.

Dalam proses perumusan kebijakan privatisasi BUMN di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakan privatisasi telah memiliki legalitas yang kuat dengan adanya Undang-undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (PERSERO) jo Peraturan Pemerintah No.59 Tahun 2009 dan Keputusan Presiden No.18 Tahun 2006 tentang Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun legalitas pelaksanaan privatisasi itu telah ada, tujuan dari pelaksanaan privatisasi BUMN di Indonesia masih terbatas hanya untuk menutupi defisit APBN saja serta kecenderungan terjadinya pelanggaran-pelanggaran dalam proses perumusan privatisasi yang menjurus kearah KKN masih sangat rentan terjadi.

Kata Kunci: Badan Usaha Milik Negara, Kebijakan Privatisasi, Proses Perumusan Kebijakan Privatisasi


(6)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……… i

ABSTRAK .. ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

1.5 Kerangka Teori ... 10

1.5.1 Konsep Kebijakan Publik ... 11

1.5.2 Analisis Kebijakan Publik ... 14

1.5.3 Prosedur Analisis Kebijakan ... 18

1.5.4 Proses Pembuatan Kebijakan... 19

I.5.5 Teori-Teori Perumusan Kebijakan ... 20

I.5.6 Faktor Strategis yang Berpengaruh dalam Perumusan Kebijakan ... 23

1.5.7 Tahap-tahap Perumusan Kebijakan ... 25

1.5.8 Aktor-aktor dalam Perumusan Kebijakan ... 26

1.5.9 Badan Usaha Milik Negara ... 27

1.5.9.1 Pengertian Badan Usaha Milik Negara ... 27

1.5.9.2 Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara ... 30


(7)

1.5.10 Privatisasi ... 33

1.5.10.1 Pengertian Privatisasi ... 33

1.5.10.2 Maksud dan Tujuan Privatisasi ... 34

1.5.10.3 Metode Privatisasi ... 35

1.5.10.4 Dampak privatisasi ... 38

1.5.11 Kebijakan Privatisasi di Indonesia ... 40

1.5.12 Defenisi Konsep ... 43

1.5.13 Defenisi Operasional... 43

I.5.14 Rincian Data ... 44

BAB II METODOLOGI PENELITIAN ... 45

II.1 Metode Penelitian ... 46

II.2 Teknik Pengumpulan Data ... 47

II.3 Teknik Analisis Data... 47

BAB III DESKRIPTIF FAKTOR PENDORONG KEBIJAKAN PRIVATISASI BUMN ... 49

III.1 Pendirian BUMN (Perusahaan Negara) di Indonesia ... 49

III.2 Perkembangan Kinerja BUMN 2005-2009 ... 58

III.2 Faktor-Faktor Pendorong Privatisasi Di Indonesia ... 64

III.4 Prosedur Privatisasi ... 70

III.5 Kriteria Umum bagi BUMN yang akan Diprivatisasi ... 71

BAB IV DESKRIPTIF PROSES PERUMUSAN KEBIJAKAN PRIVATISASI BUMN ………. 74


(8)

IV.2. Lingkungan dan Konteks Kebijakan Privatisasi BUMN ... 77

IV.3. Aktor Kebijakan Privatisasi BUMN ... 81

IV.4. Model Rasional Proses Perumusan Kebijakan Privatisasi BUMN ... 83

IV.5. Permasalahan dalam Perumusan Kebijakan Privatisasi BUMN ... 91

IV.6. Proses Privatisasi BUMN (PT Perusahaan Gas Negara, PT Bank Negara Indonesia, PT Jasa Marga, PT Wijaya Karya dan PT Bank Tabungan Negara) ... 96

IV.6.1 Gambaran Umum PT Perusahaan Gas Negara Tbk ... 96

IV.6.1.1 Proses Privatisasi PT Perusahaan Gas Negara ... 98

IV.6.2 Gambaran Umum PT Bank Negara Indonesia Tbk ... 103

IV.6.2.1 Proses Privatisasi PT Bank Negara Indonesia Tbk 104 IV.6.3 Gambaran Umum PT Jasa Marga Tbk ... 112

IV.6.3.1 Proses Privatisasi PT Jasa Marga Tbk ... 113

IV.6.4 Gambaran Umum PT Wijaya Karya (Persero) ... 116

IV.6.4.1 Proses Privatisasi PT Wijaya Karya ... 118

IV.6.5 Gambaran Umum PT Bank Tabungan Negara ... 122

IV.6.5.1 Proses Privatisasi PT Bank Tabungan Negara ... 124

BAB V ANALISIS PROSES PERUMUSAN PRIVATISASI BUMN ... 109

V.1 Prosedur Pelaksanaan Kebijakan Privatisasi BUMN ... 109

V.2 Peran Aktor Kebijakan dalam Proses Perumusan Kebijakan Privatisasi BUMN ... 114

BAB VI PENUTUP ... 123


(9)

VI.2 Saran ... 124


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Perkembangan jumlah BUMN di Indonesia periode

Tahun 2005-2009 ... 59

Tabel 3.2 Perkembangan Kinerja Keuangan BUMN periode Tahun 2005-2009 ... 59

Tabel 3.3 Rencana Privatisasi Tahun 2007 ... 60

Tabel 3.4 Rencana Privatisasi Tahun 2008 ... 61

Tabel 3.5 Rencana Privatisasi Tahun 2009-2011 ... 62

Tabel 3.6 Hasil Privatisasi tahun 2005-2009 ... 63

Tabel 3.7 Faktor-Faktor Pendorong Privatisasi ... 67

Tabel 5.1 Peran dan tanggung jawab aktor perumusan kebijakan Privatisasi BUMN ... 124


(11)

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Kajian Litelatur dan Empiris Terhadap

Kebijakan Privatisasi ... 1

Gambar 1.2 Proses Dasar Analisis Kebijakan ... 15

Gambar 3.1 Pembinaan dan Pengelolaan BUMN ... 56

Gambar 3.2 Grafik perkembangan ROA dan ROE ... 59

Gambar 3.3 Flowchart Prosedur Privatisasi ... 70

Gambar 4.1 Tiga Elemen Sistem Kebijakan ... 78

Gambar 4.2 Model Rasional Perumusan Kebijakan ………. 86


(12)

ABSTRAK

Pelaksanaan kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia selain untuk menutup defisit APBN, juga mempunyai tujuan untuk memperluas kepemilikan masyarakat atas saham BUMN di Indonesia dan meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan. Dalam Undang-undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara dinyatakan bahwa meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham BUMN menjadi tujuan dilakukannya privatisasi BUMN di Indonesia.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan analisis data kualitatif yang mengemukakan gejala/kejadian/peristiwa/masalah sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi. Alat pengumpulan data yaitu melalui studi pustaka (Library research) dengan mengumpulkan sumber-sumber/bahan antara lain dari buku-buku, artikel, majalah, dan penelusuran internet.

Dalam proses perumusan kebijakan privatisasi BUMN di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakan privatisasi telah memiliki legalitas yang kuat dengan adanya Undang-undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (PERSERO) jo Peraturan Pemerintah No.59 Tahun 2009 dan Keputusan Presiden No.18 Tahun 2006 tentang Komite Privatisasi Perusahaan Perseroan. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun legalitas pelaksanaan privatisasi itu telah ada, tujuan dari pelaksanaan privatisasi BUMN di Indonesia masih terbatas hanya untuk menutupi defisit APBN saja serta kecenderungan terjadinya pelanggaran-pelanggaran dalam proses perumusan privatisasi yang menjurus kearah KKN masih sangat rentan terjadi.

Kata Kunci: Badan Usaha Milik Negara, Kebijakan Privatisasi, Proses Perumusan Kebijakan Privatisasi


(13)

BAB I

PENDAHULUAN


(14)

Kajian privatisasi menjadi kajian yang sangat menarik diseluruh dunia sejak memasuki dekade 80-an. Sejak pemerintahan Thatcher di Inggris dan Reagan di Amerika Serikat memperkenalkan privatisasi dalam negaranya masing-masing pada tahun 1980-an, privatisasi kemudian berkembang menjadi fenomena global. Negara-negara dengan berbagai latar belakang ideologi, perbedaan ukuran, dan perbedaan perkembangan pembangunan semuanya mengadopsi privatisasi yang diyakini sebagai elemen penting dari kebijakan ekonomi negara mereka1.

Gambar 1.1

Kajian Litelatur dan Empiris Terhadap Kebijakan Privatisasi

Suksesnya pelaksanaan kebijakan privatisasi di negara-negara maju memberi inspsirasi terhadap negara-negara berkembang (developing countries) untuk melakukan hal yang sama. Dan pada dekade 90-an adalah dasawarsa terhadap pelaksanaan privatisasi di negara-negara berkembang. Karena pada saat

1


(15)

itu privatisasi pada seluruh kegiatan ekonomi adalah jawaban untuk meningkatkan jaminan kesejahteraan masyarakat, karena dengan demikian mereka (BUMN) akan menjadi lembaga yang harus bersaing (versus monopoli).

Pada awalnya keberadaan BUMN diperuntukkan untuk menyeimbangkan dan/atau menggantikan sektor swasta yang lemah. Pembentukan BUMN dimaksudkan pula untuk mendorong rasio investasi yang lebih tinggi, penambahan modal investasi, alih teknologi, peningkatan sektor ketenagakerjaan dan produksi barang-barang dengan harga terjangkau. Dalam perkembangan selanjutnya, pendirian BUMN selain bertujuan untuk memberi kontribusi pada pendapatan negara (national income), BUMN juga mengemban misi untuk mengutamakan kepentingan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.

Pemahaman akan peranan BUMN dalam perekonomian di Indonesia telah tertuang dalam amandemen keempat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 yang menyebutkan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi ekonomi dangan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan nasional. Oleh karena itu, usaha untuk meningkatkan perekonomian nasional dipandang perlu dalam upaya meningkatkan seluruh kekuatan ekonomi nasional dengan mendayagunakan BUMN di Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, TAP MPR No.IV/MPR/1999 menetapkan bahwa arah kebijakan tentang BUMN adalah menata BUMN secara efisien, transparan dan profesional, terutama yang usahanya berkaitan dengan


(16)

kepentingan umum perlu disehatkan dan yang tidak berkaitan dengan kepentingan umum didorong untuk diprivatisasi melalui pasar modal2

Untuk mangatasi masalah-masalah tersebut dan untuk dapat meningkatkan efektivitas dan produktivitasnya, BUMN perlu melakukan beberapa tindakan, yaitu restrukturisasi dan privatisasi. Tujuan restrukturisasi diuraikan dalam Pasal 72 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dinyatakan bahwa

. Sebelum era privatisasi, BUMN di Indonesia seolah-olah berada dalam dualisme visi dan misi. Dimana disalah satu sisi, BUMN sebagai penyedia layanan publik memikul beban yang berat untuk memenuhi kebutuhan pokok yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun disisi yang lainnya, BUMN juga dituntut untuk menghasilkan laba (profit). Dalam berbagai hal, mengkombinasikan kedua sisi tersebut bukan sesuatu yang mudah untuk dilakukan, karena BUMN di Indonesia juga menghadapi masalah kultural dan struktural yang sangat rumit. Budaya korupsi dan sistem birokrasi yang berjalan dengan lamban semakin memperkeruh masalah didalam tubuh BUMN itu sendiri.

3

1. Meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan; :

Tujuan restrukturisasi adalah untuk:

2. Memberikan manfaat berupa dividen dan pajak kepada negara; 3. Menghasilkan produk dan layanan dengan harga yang kompetitif

kepada konsumen; dan

4. Memudahkan pelaksanakaan privatisasi.

2

Yustika, Ahmad Erani. 2005. Perekonomian Indonesia Deskripsi, Preskripsi, dan Kebijakan. Malang. Bayumedia Publishing. h.177.

3


(17)

Sedangkan tujuan privatisasi diatur dalam Pasal 74 Ayat (2) yang menyatakan bahwa privatisasi dilakukan dengan tujuan untuk meningkat kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan saham Persero. Kebijakan privatisasi tersebut merupakan salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mengalihkan sebagian atau keseluruhan aset yang dimiliki negara kepada pihak swasta. Sebagian besar program dan kebijakan privatisasi dilakukan tidak terlepas dari politik ekonomi (political economic) dalam suatu negara. Globalisasi dan pasar bebas menuntut pemerintah untuk menciptakan daya saing perusahaan (BUMN) untuk dikelola secara profesional, salah satunya adalah dengan melibatkan pihak swasta dalam tata perekonomian nasional. Perubahan kepemilikan akan memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan4

Istilah privatisasi sendiri sudah cukup akrab di telinga masyarakat. Hampir bisa dipastikan sebagian besar masyarakat Indonesia tidak asing dengan istilah ini. Namun sebagai sebuah konsep yang fundamental, tidaklah semua orang memiliki pengertian dan pemahaman yang sama, termasuk di tataran pemerintah sebagai penyelenggara negara, politisi di parlemen, pimpinan partai politik dan juga kalangan akademisi, termasuk kaum profesional sekalipun

.

5

4

Riant Nugroho dan Randy R. W. 2008. Manajemen Privatisasi BUMN. Jakarta. PT Elex Media Komputindo. h. xii.

5

Tjager, I Nyoman; Dampak Privatisasi BUMN, Newsletter No.70, september 2007:1

. Dalam wacana publik, tindakan penjualan Badan Usaha Milik Negara (State Owned Enterprise) kepada swasta asing, mendapat sorotan tajam dan tanggapan negatif. Bahkan


(18)

sebagian pihak menganggap tindakan tersebut telah meninggalkan rasa nasionalisme bagi bangsa.

Tidaklah mengherankan jika seringkali muncul perdebatan atau polemik di masyarakat luas tentang privatisasi. Sikap masyarakat terhadap proses privatisasi BUMN di Indonesia sejak era reformasi mengalami perubahan dibanding era Orde Baru dan era Orde Lama. Pemerintah Orde Lama (Orla), dengan sistem ekonomi terpimpin, telah memfungsikan State Corporations yang didominasi militer, sebagai instrumen industrialisasi ekonomi Indonesia. Di tahun 1967, ketika kekuasaan Orde Lama berakhir, State Corporations telah mendominasi bidang ekonomi, seperti perbankan, perdagangan, perkebunan, pertambangan, perminyakan, industri manufaktur, industri barang modal, bahkan industri berat seperti industri baja, perkapalan, elektronika, dan semen. Praktik subsidi dan proteksi pemerintah telah menjadi kekuatan bagi perusahaan negara tersebut6

6

Bastian, Indra. 2002. Privatisasi Di Indonesia Teori Dan Implementasi.Jakarta. Salemba Empat. h. 94.

.

Privatisasi di Indonesia mulai berlangsung sejak tahun 1994 yang ditandai

go public-nya PT Semen Gresik. Sejak saat itu hingga tahun 1997, nyaris tidak ada nada sumbang terhadap program privatisasi. Sepanjang masa itu, pelaksanaan privatisasi BUMN tidak pernah mengalami hambatan baik dari DPR-RI maupun dari karyawan. Bahkan masyarakat sangat antusias untuk mendapatkan saham dari BUMN yang akan diprivatisasi.


(19)

Sejak era reformasi, sikap masyarakat berubah menjadi lebih kritis. Sikap masyarakat terhadap program privatisasi lebih variatif dan plural. Ada yang setuju dan mendukung, tapi ada juga sebagian yang justru tidak setuju dengan privatisasi dengan berbagai alasan. Kalangan yang tidak setuju privatisasi tidak jarang menggunakan nasionalisme sebagai satu alasan, dengan anggapan menjual saham BUMN ke pihak swasta (lokal apalagi asing) berarti telah menjual aset negara ketangan kapitalis dan asing. Apalagi jika yang diprivatisasi adalah BUMN yang memiliki produk yang dibutuhkan masyarakat luas. Kebijakan privatisasi BUMN saat ini memang memiliki dimensi yang berbeda bila dibandingkan pada era Presiden Megawati. Sehingga wajar bila kritik terhadap kebijakan privatisasi BUMN saat ini tidak seperti dulu. Di masa pemerintahan Presiden Megawati, nuansa jual obral aset negara dibalik privatisasi BUMN dan penjualan aset yang dikelola Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang waktu itu juga dibawah kendali Kementerian BUMN terlihat sangat kental.

Kebijakan privatisasi BUMN saat ini juga memiliki dasar hukum yang kuat, yaitu UU No.19/2003 tentang BUMN. Meski dalam beberapa hal materi UU No. 19/2003 perlu dikaji lagi. Secara de jure, privatisasi BUMN adalah kebijakan yang dilindungi Undang-undang. Sehingga, kita tidak bisa lagi menyatakan “ tidak ” pada kebijakan privatisasi BUMN, sepanjang telah sesuai dengan rambu-rambu yang ditentukan UU No. 19/2003. Ke depan, rambu-rambu privatisasi BUMN dalam UU No. 19/2003 inilah yang perlu dikaji dan diperbaiki lagi. Ini berbeda sekali ketika kebijakan privatisasi BUMN pada era pemerintahan Presiden Megawati. Saat itu, absennya perundang-undangan telah membuat


(20)

kebijakan privatisasi menimbulkan persepsi yang beragam. Terlebih, lingkungan politik waktu itu memang berpotensi bagi munculnya moral hazard dalam kebijakan privatisasi BUMN. Maka, tidak mengherankan bila kebijakan privatisasi BUMN waktu itu banyak menimbulkan kecurigaan.

Sementara itu, pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono kebijakan privatisasi sangat gencar dilakukan dan seolah-olah mendapat banyak dukungan dikarenakan tidak adanya protes-protes yang keras terhadap kebijakan privatisasi tersebut. Dimasa SBY inilah dalam setahun terdapat 44 BUMN yang langsung “dilego” kepada pihak asing. Dengan agresifitasnya dalam mengobral “BUMN”, maka pantaslah SBY disebut sebagai bapak privatisasi Indonesia7

Berdasarkan uraian diatas maka penulis sangat tertarik untuk mengetahui dan melakukan penelitian mengenai bagaimana proses perumusan kebijakan privatisasi BUMN di Indonesia terkhusus pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan judul “ANALISIS KEBIJAKAN

. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa kebijakan privatisasi BUMN yang dikembangkan saat ini tidak memiliki kekurangan. Penulis melihat bahwa disana- sini masih terdapat banyak hal yang perlu dibenahi agar kebijakan privatisasi ini tidak menimbulkan kontroversi yang justru bisa menjadi bumerang bagi Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di kemudian hari. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis berfokus pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yaitu sejak tahun 2004-2010.


(21)

PRIVATISASI BUMN PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (2004-2010)”.

I.2 Perumusan Masalah

Arikunto menyatakan bahwa dalam suatu penelitian, agar dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah merumuskan masalah dengan jelas 8

William N. Dunn mengemukakan beberapa karakteristik masalah publik yang sangat membantu dalam perumusan masalah

. Perumusan masalah juga diperlukan untuk mempermudah menginterpretasikan data dan fakta yang diperlukan dalam suatu penelitian.

9

a) Interdependensi masalah kebijakan, yaitu masalah pada bidang tertentu berpengaruh terhadap bidang yang lain, artinya suatu masalh merupakan bagian dari suatu sistem masalah yang bersumber dari kondisi yang menimbulkan ketidakpuasan dari setiap kelompok.

:

b) Subyektifitas masalah kebijakan, yaitu masalah publik meskipun bersifat sangat obyektif tetapi dalam proses artikulasinya tetap merupakan hasil berpikir dan hasil interpretasi dari analisis atau pengambilan kebijakan. c) Artifisial masalah kebijakan, dimana masalah tidak dapat dipisahkan

dengan individu ataupun kelompok yang mengidentifikasikannya.

8

Arikunto, Suharsimi. 2000. Prosedur penelitian; suatu pendekatan praktek edisi ke 3. Jakarta. Rineke Cipta. h. 19.

9

Dunn, William N. 1999.Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta. Gajah Mada University Press. h.214-234.


(22)

d) Dinamika masalah kebijakan, bahwa masalah selalu berada dalam suasana atau kondisi yang terus menerus berubah. Setiap masalah dapat didefinisikan dengan berbagai cara demikian pula pemecahannya.

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan diawal adalah :

Bagaimana proses perumusan kebijakan privatisasi BUMN pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2010)?

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk memberikan deskripsi tentang proses perumusan kebijakan privatisasi BUMN pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2010)

2. Untuk menganalisis proses perumusan kebijakan privatisasi BUMN tersebut.

I.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Secara subjektif, penelitian diharapkan bermanfaat untuk melatih, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metedologi penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam memperkaya penerapan ilmu pengetahuan dan wawasan kebijakan pemerintah khususnya tentang privatisasi BUMN.


(23)

2. Secara praktis, penelitian ini menjadi sumbangan pemikiran bagi instansi terkait mengenai pentingnya memperhatikan perumusan kebijakan privatisasi BUMN yang sesuai dengan amanat Undang-undang dan kebutuhan publik. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan referensi untuk mengambil kebijakan yang mengarahkan pada kemajuan institusi dan pelayanan publik yang lebih berkualitas.

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta dapat menjadi bahan referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.

I.5 Kerangka Teori

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir untuk menunjukkan perspektif yang digunakan dalam memandang fenomena sosial yang menjadi objek penelitian10

Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian

.

11

10

Singarimbun, Masri. 1999. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3S. h. 37.

11

Arikunto, Suharsimi. op. cit., h. 92.


(24)

teori, gagasan, atau pendapat yang akan dijadikan titik tolak landasan berfikir dalam penelitian ini.

I.5.1 Konsep Kebijakan Publik

Menurut Anderson kebijakan dipandang sebagai suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan oleh seorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah. selanjutnya Anderson mengklasifikasikan kebijakan itu menjadi dua12

1. Substantif, yaitu apa yang harus dilakukan pemerintah, dan , yaitu :

2. Prosedural, yaitu siapa dan bagaimana kebijakan itu diselenggarakan. Sedangkan menurut Woll, kebijakan publik adalah sejumlah aktifitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat13

Selanjutnya, Raksasatya memberikan defenisi kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diartikan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, tujuan kebijakan memuat tiga elemen

. Mustopadidjaja mengatakan bahwa istilah kebijakan lazim digunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan pemerintah serta perilaku-perilaku negara pada umumnya dan kebijakan-kebijakan tersebut dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan.

14

12

Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta. PT Grasindo. h. 263.

13

Tangkilisan, Hessel. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta: Lukman Offset. h. 2.

14

Islamy, M Irfal. 2001. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Pemerintah. Jakarta. Bumi Aksara h. 7.


(25)

1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai

2. Taktik/strategi dari berbagi langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan, dan

3. Penyediaan berbagai masukan untuk memungkinkan secara nyata dari taktik dan strategi.

Daniel Easton menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah adalah kekuasaan mengalokasikan nilai-nilai untuk masyarakat secara keseluruhan, ini mengandung konotasi tentang kewenangan pemerintah yang meliputi seluruh kehidupan bermasyarakat. Sementara menurut Hutington dan J.Nelson, dalam masyarakat modern masyarakat melihat pemerintah sebagai bagaian dari kehidupannya. Kebijakan pemerintah selalu dirasakan pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat15

James Anderson mengemukakan beberapa ciri dari kebijakan yang diperlukan untuk membedakan kebijakan dengan keputusan biasa dalam birokrasi pemerintahan

.

16

1. Setiap kebijakan harus ada tujuannya (public policy is purposive goal-oriented behavior rather than random or chance behavior). Artinya, pembuatan suatu kebijakan tidak lebih dari sekedar asal buat atau karena kebetulan ada kesempatan. Bila tidak ada tujuan maka tidak perlu ada kebijakan.

. Ciri-ciri tersebut antara lain adalah :

15

Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah. h. 86.

16


(26)

2. Kebijakan tidak berdiri sendiri (public policy consist of courses of action rather than reparate, discrete decision performed by government

officials). Terpisah dari kebijakan yang lain, tetapi berkaitan dengan berbagai kebijakan dalam masyarakat, dan berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi, dan penegakan hukum.

3. Kebijakan adalah apa yang dilakukan pemerintah, bukan apa yang ingin atau diniatkan akan dilakukan pemerintah (policy is what government do not what they say wiil do or what they intend to do).

4. Kebijakan dapat berbentuk negatif atau melarang dan juga dapat berupa pengarahan untuk malaksanakan atau menganjurkan (public policy maybe either negative or positive).

5. Kebijakan didasarkan pada hukum, karena itu memiliki kewenangan untuk memaksa masyarakat mematuhinya (public policy is based on law and is authoritative).

Dalam dimensi lingkungan yang dikenal kebijakan, pengertian publik disini adalah masyarakat. Suatu kebijakan publik biasanya tidak bersifat spesifik melainkan luas dan berada pada strata strategis. Karena itu, kebijakan pemerintah menjadi lebih terkait dengan kehidupan bermasyarakat, dan masyarakat menjadi lebih terbuka memberikan responnya. Kebijakan dianggap tepat dan dapat memberikan jawaban atas tuntutan masyarakat akan mendapatkan dukungan. Sebaliknya apabila dianggap bertentangan dan tidak berpihak kepada masyarakat maka kebijakan tersebut akan mendapatkan tentangan.


(27)

Dari berbagai defenisi kebijakan yang telah dipaparkan oleh beberapa ahli tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat dalam bentuk peraturan-peraturan yang mengikat bagi sekelompok orang ataupun masyarakat untuk dipatuhi dan dilaksanakan sesuai dengan hukum dan aturan yang telah ditetapkan pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakan.

I.5.2 Analisis Kebijakan Publik

Berdasarkan pengertian terhadap kebijakan publik baik sebagai substansi maupun proses, tentu akan lebih mudah dipahami pengertian analisis kebijakan. Analisis secara harafiah berarti menguraikan, memilah-milah sesuatu menjadi unsur-unsur yang lebih kecil, dan berupaya untuk mencari keterangan dan penjelasan kelakuan unsur-unsur itu17

Carl W.Patton dan David S.Savicky, menjelaskan bahwa analisis kebijakan adalah tindakan yang diperlukan untuk dibuatnya sebuah kebijakan, baik kebijakan yang baru sama sekali, atau kebijakan yang baru sebagai

.

Lantas, apabila analisis digabungkan dengan kebijakan menjadi kalimat “analisis kebijakan”, maka pengertiannya adalah menguraikan kebijakan (baik substansi dan prosesnya) untuk memperoleh pengertian yang mendalam tentang rincian atau detil kebijakan. Perlu diingat, memperoleh pengertian yang mendalam, bukan berfilsafat (mencari makna yang hakiki).


(28)

konsekuensi dari kebijakan yang ada18. Analisis Kebijakan (policy analysis)

merupakan suatu aktivitas intelektual dan praktis yang ditujukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan di dalam proses kebijakan. Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif, dan preskriptif 19

Proses Dasar Analisis Kebijakan

Sumber : Patton & Sawicki, 1986

. Para pengambil keputusan dalam mengambil sebuah kebijakan yang akan digunakan terlebih dahulu melakukan sebuah analisis kebijakan yang hendak dibuat. Dalam membuat analisis kebijakan, dikenal langkah-langkah yang dijelaskan dalam gambar berikut:

Gambar 1.2.

18

Nugroho, Riant, 2003, KEBIJAKAN PUBLIK Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, Jakarta: Elex Media Komputindo. h. 88.

19

Dunn, William N., 2000, Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua, Yogyakarta : Gajah Mada University Press. h. 44.


(29)

Analisis kebijakan dapat diharapkan untuk menghasilkan informasi dan argumen-argumen yang masuk akal mengenai tiga macam pertanyaan, yaitu20

1. Nilai yang pencapaiannya merupakan tolak ukur utama yang melihat apakah masalah telah teratasi.

:

2. Fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai, dan

3. Tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai.

Riant Nugroho mengatakan bahwa analisis kebijakan yang baik adalah analisis kebijakan yang preskriptif, karena memang peranannya adalah memberikan rekomendasi kebijakan yang patut diambil oleh eksekutif 21. Oleh karena itu, setiap analisis kebijakan yang banyak dipakai selalu menyusun struktur analisisnya sebagai berikut :

20

Ibid., h. 97.

21

Nugroho, Riant. op. cit., h. 88.

Pendahuluan

Masalah Kebijakan

Alternatif Kebijakan

Alternatif Terpilih

Rencana Implementasi


(30)

Kebijakan merupakan objek analisis dalam analisis kebijakan. objek ini dapat sebagai substansi (kebijakan itu sendiri) maupun prosesnya (masukan kebijakan pembuatan kebijakan hasil kebijakan dampak kebijakan). Berdasarkan objek ini, maka secara umum analisis kebijakan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu 22

1. Analisis kebijakan yang menekankan pada isi kebijakan (policy content),

yaitu menguraikan unsur-unsur dari kebijakan itu sendiri dalam suatu perspektif atau sudut pandang tertentu.

:

2. Analisis kebijakan yang menekankan pada proses kebijakan (policy process), yaitu menguraikan bagaimana cara, teknik, jalan, hubungan dan jaringan suatu kebijakan dibuat, dilaksanakan dan dinilai. Pada umumnya lebih banyak berurusan dengan isu-isu organisasi dan pengambilan keputusan (decision making process) dalam organisasi.

Analisis terhadap isi kebijakan tidak dapat dipisahkan dengan analisis terhadap proses kebijakan. Dalam kerangka ini, analisis terhadap keduanya yaitu isi dan proses kebijakan juga disebut sebagai studi kebijakan (policy studies). Dalam studi kebijakan, analisis dapat dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu 23

1) Analisis untuk kebijakan (analysis for policy), yaitu analisis isi kebijakan dalam rangka perumusan kebijakan (policy formulation).

:

23

Aminullah, Erman; Analisis Kebijakan (Pendekatan, Metode, dan Teknik Analsis), Warta Pengelolaan LITBANG Pengembangan IPTEK, Vol.8, No.20, 1997:6


(31)

2) Analisis dari kebijakan (analysis of policy), yaitu analisis isi kebijakan dalam tahap pelaksanaan kebijakan (policy implementation) dalam rangka evaluasi kebijakan (policy evaluation).

Seorang penganalisis kebijakan umumnya lebih menaruh perhatian kepada hal yang disebutkan terakhir, yaitu analisis dari kebijakan yang menekankan pada tahap pelaksanaan dalam rangka penilaian kebijakan. Sedangkan analisis untuk kebijakan lebih banyak dilakukan oleh politisi, jurnalis, pengamat politik dalam bentuk pengembangan isu-isu kebijakan (policy advocacy).

I.5.3 Prosedur Analisis Kebijakan

Dalam menggunakan analisis kebijakan sebagai proses pengkajian (inquiry), maka perlu dibedakan antara metodologi, metode, dan teknik. Metodologi analisis kebijakan menggabungkan standar, aturan, dan prosedur. Prosedur merupakan subordinat dari standar plausabilitas dan relevansi kebijakan, sehingga peranan prosedur adalah menghasilkan informasi mengenai masalah kebijakan, masa depan kebijakan, aksi kebijakan, hasil kebijakan, dan kinerja kebijakan. Prosedur sendiri tidak menghasilkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Metodologi analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia : defenisi, prediksi, preskripsi, deskripsi dan evaluasi.

Dalam analisis kebijakan, prosedur-prosedur tersebut memiliki nama khusus. Perumusan masalah (defenisi) menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan. Peramalan (prediksi) menyediakan


(32)

informasi mengenai konsekuensi di masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk tidak melakukan sesuatu. Rekomendasi (preskripsi) menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan masalah. Pemantauan (deskripsi) menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan. Evaluasi, yang mempunyai nama yang sama dengan yang dipakai dalam bahasa sehari-hari, menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi pemecahan masalah. Kelima prosedur analisis kebijakan tersebut berguna sebagai alat untuk menggambarkan keterkaitan antar metode-metode dan teknik-teknik analisis.

I.5.4 Proses Pembuatan Kebijakan

Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktifitas intelektual yang dilakukan didalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktifitas politik tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung satu dengan yanh lain yang diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan. Proses pembuatan kebijakan publik melibatkan aktivitas pembuatan keputusan yang cenderung mempunyai percabangan yang luas, mempunyai pespektif jangka panjang dan penggunaan sumber daya kritis untuk meraih kesempatan yang diterima dalam kondisi lingkungan yang berubah. Pembuatan kebijakan


(33)

merupakan proses sosial yang dinamis dengan proses intelektual yang lekat didalamnya24

a. Teori Rasional Komprehensif (The Rational-Comprehensive Theory) .

I.5.5 Teori-Teori Perumusan Kebijakan

Terdapat tiga teori perumusan kebijakan yang dianggap paling sering dibicarakan dalam bebagai kepustakaan kebijaksanaan negara. Teori-teori yang dimaksud ialah : Teori rasional komprehensif, teori ikremental, teori pengamatan terpadu.

Model ini didasarkan dari teori ekonomi atau konsep manusia ekonomi (concept of an man). Menurut konsep manusia-ekonomi, semua individu tahu tentang pelbagai macam alternatif yang tersedia pada situasi tertentu. Sehubungan dengan hal itu setiap orang akan berperilaku rasional yaitu akan membuat pilihan-pilihan sedemikian rupa sehingga mencapai nilai yang paling tinggi. Model rational comprehensive, menekankan pada pembuatan keputusan-keputusan yang rasional dengan bermodalkan pada komprehensivitas informasi dan keahlian pembuatan keputusan. Konsep rasional sama dengan konsep efisiensi, karena itu dapat dikatakan behwa kebijaksanaan yang rasional adalah suatu kebijaksanaan yang sangat efisiendi mana rasio antara nilai yang dicapai dan nilai yang dikorbankan adalah positif dan lebih tinggi dibandingkan dengan alternatif-alternatif

24

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo. h. 68.


(34)

yang lain. Menurut Yehezkel Dror, dalam membuat kebijaksanaan yang rasional, pembuat kebijaksanaan harus25

1) Mengetahui semua nilai-nilai yang ada pada masyarakat; :

2) Mengetahui semua alternatif-alternatif kebijaksanaan yang tersedia;

3) Mengetahui semua konsekuensi dari setiap alternatif kebijaksanaan;

4) Menghitung rasio antara tujuan dan nilai-nilai sosial yang dikorbankan bagi setiap alternatif kebijaksanaan;

5) Memilih alternatif kebijaksanaan yang paling efisien. b. Teori Inkremental

Model ini timbul karena kritik atas model rasional komprehensif yang mendasarkan diri dari konsep economic man, pada model

incremental disebut priciple of bounded rationality atau satisficing

mendasarkan diri dari administratif man. Konsep ini mengakui adanya keterbatasan-keterbatasan pengetahuan dan keahliannya, sehingga tidak akan mampu mempertimbangkan semua nilai-nilai sosial (alternatif) serta dampaknya secara detail. Administratif man selalu dibimbing oleh sistem nilai dan rasa tanggung jawab untuk mencapai tujuan di dalam memilih alternatif-alternatif kebijaksanaannya. Karena itu administratif man

berpikir secara pragmatis dengan cukup memuaskan diri (satisfices)

25

Yehezkel Dror, Public Policy Making Re-examined, dalam Irfan Islamy,2001. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Pemerintah. Jakarta. Bumi Aksara, h. 50.


(35)

dengan memilih suatu alternatif yang dianggapnya baik, yang dijumpainya pertama kali dengan tidak mau bersusah payah mencari alternatif-alternatif lain guna mendapatkan suatu pilihan yang terbaik. Model inkremental didasarkan dari teori sarjana ekonomi yang bernama Charles E. Lindblom yang menjelaskan tentang proses pembuatan keputusan dalam buku “The Science of Muddling Though”. Model ini memandang kebijaksanaan negara sebagai suatu kelanjutan kegiatan-kegiatan pemerintah di masa lalu dengan hanya mengubahnya sedikit-sedikit. Dengan demikian perumusan kebijaksanaan dengan model inkremental akan terjadi secara terus-menerus, tidak sekali untuk selamanya. Perumusan kebijaksanaan dengan model ini menggunakan analisa yang sederhana, secara politik tepat, berlandaskan sistem nilai, mampu menghilangkan konflik dan menjamin stabilitas politik.26

c. Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scanning Theory)

Pencetus model ini adalah seorang sosiolog yang bernama Amital Etzioni. Model ini lahir setelah Etzioni mempelajari model rasional komprehensif dan inkremental. Etzioni membedakan dua jenis keputusan yaitu contextuating (fundamental) decisions yaitu keputusan-keputusan yang dibuat melalui penjelajahan terhadap alternatif utama yang dilihat oleh pembuat keputusan sesuai dengan konsepsi tujuan yang akan dicapai, dan bit (incremenatal) decisions yaitu keputusan-keputusan yang dibuat

26


(36)

secara inkremental yang didasarkan atas keputusan-keputusan fundamental yang telah dibuat27

Dalam perumusan kebijakan publik paling tidak terdapat sebanyak enam faktor strategis yang biasanya mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut meliputi

.

Dari model-model yang telah dikemukakan diatas, kesemuanya mengandung kelemahan-kelemahan dan kebaikan-kebaikan. Akan tetapi yang jelas keputusan pembuatan kebijaksanaan adalah dari pembuat kebijaksanaan untuk mengambil keputusan guna memilih salah satu model harus didasarkan dari kriteria-kriteria tertentu yang dianggapnya paling baik. Di antara kriteria tertentu tersebut yang paling dominan adalah pengaruh decisions makker`s values (nilai-nilai/standar pembuat keputusan itu sendiri) dan enviromental ifnluence

(pengaruh lingkungan) sistem politik baik berupa politik, ekonomi, sosial, keamanan, geografis, dan sebagainya. Kedua hal tersebut banyak mempengaruhi pembuatan keputusan dalam menentukan model-model pembuatan keputusan.

I.5.6 Faktor Strategis yang Berpengaruh dalam Perumusan Kebijakan

28

1. Faktor politik. Faktor ini perlu dipertimbangkan dalam perumusan suatu kebijakan publik, karena dalam perumusan suatu kebijakan diperlukan dukungan dari berbagai aktor kebijakan (policy actors), baik aktor-aktor dari pemerintah maupun dari kalangan bukan pemerintah (pengusaha, LSM, asosiasi profesi, media massa, dan lain-lain).

:

27

Emital Etzioni, Mixed Scanning; A “third” Approach to Decision making, dalam public Administration Review XXVII, dalam Irfan Islamy, ibid., h. 70-71.

28


(37)

2. Faktor ekonomi/finansial. Faktor ini pun perlu dipertimbangkan terutama apabila kebijakan tersebut akan menggunakan atau menyerap dana yang cukup besar atau akan berpengaruh pada situasi ekonomi dalam suatu daerah.

3. Faktor administratif/organisatoris. Dalam perumusan kebijakan perlu pula dipertimbangkan faktor administratif atau organisatoris yaitu apakah dalam pelaksanaan kebijakan itu benar-benar akan didukung oleh kemampuan administratif yang memadai, atau apakah sudah ada organisasi yang akan melaksanakan kebijakan itu.

4. Faktor teknologi. Dalam perumusan kebijakan publik perlu mempertimbangkan teknologi yaitu apakah teknologi yang ada dapat mendukung apabila kebijakan tersebut diimplementasikan.

5. Faktor sosial, budaya, dan agama. Faktor ini pun perlu dipertimbangkan, misalnya apakah kebijakan tersebut tidak menimbulkan benturan sosial, budaya, dan agama atau yang sering disebut masalah Sara.

6. Faktor pertahanan dan keamanan. Faktor pertahanan dan keamanan ini pun akan berpengaruh dalam perumusan kebijakan, misalnya apakah kebijakan yang akan dikeluarkan tidak mengganggu stabilitas keamanan suatu daerah.


(38)

I.5.7 Tahap-tahap Perumusan Kebijakan

Winarno mengemukakan suatu keputusan kebijakan mencakup tindakan-tindakan oleh seorang pejabat atau lembaga resmi untuk menyetujui, mengubah, atau menolak suatu alternatif kebijakan yang dipilih29

a. Perumusan Masalah

. Tahap-tahap perumusan kebijakan itu terlahir dari beberapa tahapan atau langkah-langkah mekanisme pembuatan sebuah kebijakan yaitu :

Mengenali dan merumuskan masalah merupakan langkah yang paling fundamental dalam perumusan kebijakan. Untuk dapat merumuskan kebijakan dengan baik, maka masalah-masalah publik harus dikenali dan didefinisikan dengan baik pula. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam masyarakat.

b. Agenda Kebijakan

Tidak semua masalah publik akan masuk ke dalam agenda kebijakan. Masalah-masalah tersebut saling berkompetisi antara satu dengan yang lain. Hanya masalah-masalah tertentu yang pada akhirnya masuk ke dalam agenda kebijakan. Suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti masalah tersebut mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat dan membutuhkan penanganan yang harus segera dilakukan.

29

Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Jakarta: PT Buku Kita. h. 119-123.


(39)

c. Pemilihan Alternatif Kebijakan untuk Memecahkan Masalah

Setelah masalah-masalah publik didefinisikan dengan baik dan para perumus kebijakan sepakat untuk memasukkan masalah tersebut ke dalam agenda kebijakan, maka langkah selanjutnya adalah membuat pemecahan masalah. Para perumus kebijakan akan berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan yang dapat diambil untuk memecahkan masalah tersebut.

d. Tahap Penetapan Kebijakan

Setelah satu dari sekian alternatif kebijakan diputuskan diambil sebagai cara untuk memecahkan masalah kebijakan, maka tahap paling akhir dalam pembentukan kebijakan adalah menetapkan kebijakan yang dipilh tersebut sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

I.5.8 Aktor-aktor Dalam Perumusan Kebijakan

Ada perbedaan penting diantara aktor-aktor pembuat kebijakan di negara berkembang dan negara maju. Di negara berkembang, struktur pembuatan kebijakan cenderung lebih sederhana dibandingkan dengan negara maju. Kecenderungan struktur pembuatan keputusan di negara maju lebih kompleks. Perbedaan ini disebabkan oleh aktor-aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan. Di negara berkembang dimana perumusan kebijakan lebih dikendalikan oleh elit politik dengan pengaruh massa rakyat lebih sedikit, maka proses kebijakan cenderung lebih sederhana. Sementara itu, di negara-negara Eropa Barat dan Amerika dimana setiap warga negara mempunyai kepentingan


(40)

terhadap kebijakan publik negaranya, kondisi ini akan mendorong struktur yang lebih kompleks.

Menurut James Anderson, aktor-aktor atau pemeran serta dalam proses perumusan kebijakan dapat dibagi kedalam dua kelompok yakni para pemeran serta resmi dan para pemeran serta tidak resmi30

penerbitan UU No.19 PRP/1960 tentang Perusahaan Negara

. Yang termasuk kedalam pemeran serta resmi adalah agen-agen pemrintah (birokrasi), presiden (eksekutif), legislatif dan yudikatif. Sedangkan yang termasuk dalam kelompok pemeran serta tidak resmi meliputi kelompok-kelompok kepentingan, partai politik dan warga negara individu.

I.5.9 Badan Usaha Milik Negara

I.5.9.1 Pengertian Badan Usaha Milik Negara

Keberadaan BUMN di Indonesia seiring dengan dinamika politik tanah air yaitu dimulai dari pembentukan pemerintahan presidensial pada November 1957, Presiden Soekarno mengumumkan penyatuan Irian Barat dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda yang beroperasi di Indonesia yang diperkuat oleh

31

.Keberadaan BUMN di Indonesia berkaitan erat dengan amanat Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 pasal 33, khususnya ayat (2) dan (3) yaitu32

30

Winarno, Budi. op. cit., h. 84.

31

Moeljono, Djokosantoso. 2004. Reinvensi BUMN. Jakarta: Elex MediaKomputindo-Gramedia.

32

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, pasal 33.

:

ayat (2) : cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.


(41)

ayat (3) : Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Secara eksplisit disebutkan dalam pasal 33 tersebut bahwa perekonomian Indonesia diselenggarakan oleh koperasi, perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara. Peranan BUMN dalam pengelolaan bisnis yang menangani kepentingan masyarakat artinya BUMN berperan strategis dan vital bagi kesejahteraan rakyat dan keadilan sosial sebagai upaya pemenuhan kewajiban dan cita-cita negara seperti tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi :”... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa ...”.

Pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menurut keputusan Menteri BUMN No.KEP-100/MBU/2002 adalah badan usaha milik negara yang berbentuk perusahaan (Persero) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1998 dan Perusahaan Umum (Perum) sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No.13 tahun 199833

Sedangkan dalam UU No.19 Tahun 2003 disebutkan bahwa BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan

.

34

33

KEPMEN BUMN No.KEP-100/MBU/2002 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN

34

Republik Indonesia, UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN


(42)

Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia.

Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan yang sebesar-besarnya kemakmuran rakyat atau masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Disamping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen, dan hasil privatisasi.

BUMN juga mempunyai fungsi bisnis yaitu sebagai unit ekonomi, alat kebijaksanaan pemerintah/agen pembangunan. Sebagai unit ekonomi, BUMN dituntut untuk mencari keuntungan sebagaimana perusahaan swasta umumnya. Sedangkan sebagai agen pembangunan, BUMN dituntut untuk menjalankan misi pemerintah dengan sebaik-baiknya. Berarti setiap BUMN harus menjalankan fungsi tersebut sekaligus, meskipun dengan bobot yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya35.

35


(43)

I.5.9.2 Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara

Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, dimana bentuk BUMN terbagi menjadi 2 (dua) , yaitu36

a) Perusahan Perseroan, yang selanjutnya disebut PERSERO, menurut UU Nomor 19 Tahun 2003 dan PP Nomor 12 Tahun 1998 adalah BUMN yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1969 yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 1 Tahun 1995 yaitu minimal 51% sahamnya dimiliki oleh negara dan tujuan utamanya mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan dan menyediakan barang dan jasa bermutu tinggi dan berdaya saing kuat. Pendirian Persero berbeda dengan pendirian badan hukum (perusahaan) pada umumnya. Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama Menteri Teknis dan Menteri Keuangan. Organ Persero terdiri atas RUPS, Direksi dan Komisaris.

:

b) Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut PERUM menurut PP Nomor 13 Tahun 1998 dan UU Nomor 19 Tahun 2003 adalah BUMN yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 1969 yang mana seluruh modalnya dimiliki Negara berupa kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas saham, tujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus

36


(44)

mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sifat usaha perum lebih kepada pelayanan publik namun tetap diharapkan menghasilkan laba untuk kelangsungan usahanya.Pada dasarnya proses pendirian Perum sama dengan pendirian Persero. Organ Perum adalah Menteri, Direksi dan Dewan Pengawas.

I.5.9.3 Tujuan Pendirian Badan Usaha Milik Negara

Pendirian, pengawasan, serta pembubaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 baik itu yang berbentuk Perum maupun Persero. Dalam PP ini yang dimaksud dengan pendirian adalah pembentukan Persero atau Perum yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dalam pasal (4) PP No.45 Tahun 2005 disebutkan bahwa pendiran BUMN meliputi37

a) pembentukan Perum atau Persero baru; :

b) perubahan bentuk unit instansi pemerintah menjadi BUMN; c) perubahan bentuk badan hukum BUMN; atau

d) pembentukan BUMN sebagai akibat dari peleburan Persero dan Perum

Dalam pasal (5) disebutkan bahwa pendirian BUMN ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah dan di dalamnya,sekurang-kurangnya memuat38

a. Penetapan pendirian BUMN;

:

b. Maksud dan tujuan pendirian BUMN; dan

c. Penetapan besarnya penyertaan kekayaan negara yang dipisahkan dalam rangka pendirian BUMN.

Pendirian BUMN dilakukan dengan mengalihkan unit instansi pemerintah menjadi BUMN, maka dalam Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada

37

Republik Indonesia, PP Nomor 45 Tahun 2005 tentangPendirian, pengawasan, serta pembubaran Badan Usaha Milik Negara, pasal 4.

38


(45)

ayat (1), dimuat ketentuan bahwa seluruh atau sebagian kekayaan, hak dan kewajiban unit instansi pemerintah tersebut beralih menjadi kekayaan, hak dan kewajiban BUMN yang didirikan.

Selanjutnya dalam pasal (6) disebutkan BUMN mempunyai tempat kedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar. Pendirian BUMN dilakukan dengan memperhatikan ketentuan mengenai tata cara penyertaan modal dalam dalam rangka pendirian BUMN.

Pendirian BUMN menurut UU Nomor 19 Tahun 2003 pasal (2) memiliki maksud tujuan antara lain:

1.Memberi kontribusi bagi perkembangan perekonomian nasional secara umum.

2.Menjadi salah satu sumber pendapatan negara melalui penerimaan pajak, deviden dan privatisasi.

3.Mengejar keuntungan.

4.Menyelenggarakan pelayanan publik berupa barang dan jasa yang memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.

5.Sebagai perintis dalam kegiatan usaha yang membutuhkan modal besar yang belum dapat dijalankan oleh sektor swasta dan koperasi. 6.Berperan aktif dalam membina dan memberdayakan pengusaha

golongan ekonomi lemah, UKM, koperasi dan masyarakat. Tujuan politik ekonomi dari pendirian BUMN menurut Mardjana39

1.Sebagai wadah bisnis aset asing yang dinasionalisasi.

, yaitu :

2.Membangun industri yang diperlukan masyarakat namun masyarakat atau swasta tidak mampu memasukinya, baik karena alasan investasi yang sangat besar maupun risiko usaha yang sangat besar.

3.Membangun industri yang sangat strategis karena berkenaan dengan keamanan dan stabilitas negara.

39


(46)

I.5.10 Privatisasi

I.5.10.1 Pengertian Privatisasi

Privatisasi merupakan kebijakan publik yang mengarahkan bahwa tidak ada alternatif lain selain pasar yang dapat mengendalikan ekonomi secara efisien, serta menyadari bahwa sebagian besar kegiatan pembangunan ekonomi yang dilaksanakan selama ini seharusnya diserahkan kepada sektor swasta.

Menurut Joseph Stiglitz, mantan Presiden Bank Dunia, privatisasi adalah lawan dari nasionalisasi. Dalam Economics of Public Sector (1988) ia menyampaikan bahwa proses konversi perusahaan swasta (private enterprise) menjadi perusahaan negara (public enterprise) disebut nasionalisasi, sementara proses pengkonversian perusahaan negara menjadi perusahaan swasta disebut sebagai privatisasi.40

Pengertian privatisasi juga dikemukakan oleh Beesley dan Littlechild (1980-an) yang secara umum, “Privatisasi” diartikan sebagai “pembentukan perusahaan”. Sedangkan menurut Company Act, privatisasi diartikan sebagai penjualan yang berkelanjutan sekurang-kurangnya sebesar 50% dari saham milik pemerintah ke pemegang saham swasta. Dunleavy juga mengartikan privatisasi sebagai pemindahan permanen aktivitas produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan negara ke perusahaan swasta atau bentuk organisasi non-sektor publik, seperti lembaga swadaya masyarakat.41

40

Purwo Santoso dkk, Menembus Ortodoksi Kajian Kebijakan Publik, FISIPOL UGM, Yogyakarta, 2004, h. 97.

41


(47)

Sedangkan pengertian privatisasi menurut Pasal 1 Point (12) Undang-undang No. 19 Tahun 2003 adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara danmasyarakat serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.

I.5.10.2 Maksud dan Tujuan Privatisasi

Pemerintah yang melakukan privatisasi perusahaan sektor publik dapat dipastikan memiliki motif tertentu. Motivasi penjualan perusahaan negara atau perusahaan negara yang dikontrakkan dengan pihak swasta adalah peningkatan efisiensi sektor publik, selayaknya kinerja efisiensi sektor swasta. Selain itu, harapan kemungkinan laba, insentif yang lebih tinggi, efisien, dan berorientasi kepada konsumen merupakan berbagai motivasi tambahan bagi perusahaan yang diprivatisasi42

a. memperluas kepemilikan masyarakat atas Persero; .

Menurut Undang-undang Nomor 19 tahun 2003 pasal 74, privatisasi dilakukan dengan maksud untuk :

b. meningkatkan efisiensi dan produktivitas perusahaan;

c. menciptakan struktur keuangan dan menejemen keuangan yang baik/kuat;

d. menciptakan struktur industri yang sehat dan kompetitif;

e. menciptakan Persero yang berdaya saing dan berorientasiglobal; f. menumbuhkan iklim usaha, ekonomi makro, dan kapasitas pasar.

Sedangkan tujuan privatisasi adalah untuk meningkatkan kinerja dan nilai tambah perusahaan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemilikan

42


(48)

saham. Tujuan ini tercantum dalam Pasal 74 ayat (2). Prinsip-prinsip privatisasi adalah transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan kewajaran.

I.5.10.3 Metode Privatisasi

Salah satu hal terpenting dalam proses privatisasi adalah menentukan metode privatisasi apa yang akan digunakan. Pentingnya pemilihan metode privatisasi ini karena akan berkaitan dengan nilai jual dan penerimaan pemerintah dari BUMN yang akan diprivatisasi, pemilikan, manfaat dan kinerja BUMN yang akan diprivatisasi di masa mendatang.

Menurut Indra Bastian, privatisasi badan usaha milik negara dapat dilakukan dalam beberapa cara, yaitu43

1. Penawaran Umum (Floation) :

Adalah penjualan saham perusahaan melalui pasar modal hingga 100% kepemilikan saham dan penawaran saham untuk pertama kali disebut Initial Public Offering (IPO) yang mana dapat berupa saham yang telah ada maupun saham baru.

2. Penempatan Langsung (Direct Placement)

Merupakan penjualan saham perusahaan sampai dengan 100% kepada pihak-pihak lain dengan cara negosiasi, umumnya melalui tender. Hal ini dapat juga disebut private placement (penjualan langsung ke satu investor secara borongan), strategic sale atau trade sale. Tipe dari penempatan langsung ini terutama tergantung pada kebutuhan perusahaan.

43


(49)

3. Management Buy Out (MBO)

Adalah pembelian saham mayoritas oleh suatu konsorsium yang diorganisasi dan dipimpin oleh manajemen perusahaan yang bersangkutan. Biasanya manajer hanya menempatkan sedikit modal dan diikuti oleh investor lain seperti bank investasi atau perusahaan modal ventura.

4. Likuidasi (Liquidation)

Sebagai metode untuk menyebarkan atau mencairkan kembali aset dan tenaga kerja agar lebih produktif. Pihak yang melikuidasi akan mempertimbangkan hasil terbaik apakah yang akan diperoleh dengan cara menjual perusahaan sebagai usaha yang sedang berjalan atau menjual asetnya.

5. Privatisasi Lelang (Auction Privatization)

Berdasarkan SK Menkeu No.47/KMK.01/1996 pelelangan aset negara dapat dilakukan oleh Balai Lelang Swasta. SK tersebut untuk menguatkan peran profesional swasta untuk menangani aset negara yang akan dilelang. Namun sesuai ketentuan pemerintah, BLS hanya diijinkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan pralelang sedangkan untuk menyelenggarakan kegiatan lelang ditangani oleh Kantor Lelang Negara (KLN).

6. Dana Perwalian Privatisasi (Privatization Trust Fund)

Adalah apabila BUMN tidak dapat dijual saat ini maka pemerintah akan menjual saham yang tidak terjual kepada sebuah dana perwalian yang akan mengelola portofolionya, menerima deviden dan menjual kepemilikannya pada saat kondisi pasar yang tepat. Dana perwalian adalah sebuah perusahaan yang mengelola dana yang dimiliki oleh pemerintah untuk tujuan laba dan diawasi oleh


(50)

trustee yang diangkat oleh pemerintah dan pengelolaan dana perwalian dilakukan oleh manajer investasi yang profesional.

7. Penjualan Aset (Asset Sale)

Adalah metode yang memisahkan aset yang tidak bermasalah dari perseroan dan menjualnya sehingga dapat digunakan oleh swasta. Cara ini bermanfaat saat perusahaan mengalami masalah-masalah yang menghambat.

8. Konsesi (Concise)

Adalah sewa aset jangka panjang untuk 25 atau 30 tahun, pemegang konsesi memiliki hak untuk menjalankan usaha dan memelihara aset yang ada dan menambahkan aset jika perlu. Konsesi diberikan melalui tender dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain pengalaman, tingkat pembayaran sewa dan proposal investasi.

9. Sewa Guna Usaha (Lease)

Metode ini memberikan lesse hak untuk mengelola sekumpulan aset untuk jangka waktu yang singkat umumnya 4 sampai 5 tahun, tetapi pemiliknya tetap bertanggung jawab untuk menambah aset tersebut dan umumnya juga memelihara aset yang ada.

Pemerintah selaku pemegang saham adalah pihak yang berwenang menentukan modus atau metode privatisasi yang akan digunakan sedangkan manajemen BUMN berkewajiban melakukan persiapan privatisasi. Dari beberapa metode yang ada, PP No.33 tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan


(51)

Perseroan menentukan bahwa metode yang dapat digunakan pemerintah dalam privatisasi adalah44

1. Floating. :

Adalah penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal antara lain penjualan saham melalui penawaran umum atau IPO, penerbitan obligasi konversi, dan efek lain yang bersifat ekuitas termasuk penjualan saham kepada mitra strategis atau direct placement bagi persero yang telah terdaftar di bursa.

2. Penjualan saham langsung kepada investor atau direct placement.

Adalah penjualan saham secara langsung kepada mitra strategis atau investor khusus bagi penjualan saham persero yang belum Go Public.

3. Management Buy Out atau Employee Buy Out

Adalah penjualan saham langsung kepada manajemen (MBO) atau kepada karyawan (EBO).

I.5.10.4 Dampak Privatisasi

Jika menyimak kembali landasan privatisasi yang tertuang dalam UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, maka langkah privatisasi berimplikasi pada terjadinya perubahan struktur kepemilikan BUMN. Porsi kepemilikan pemerintah berkurang atau habis sama sekali, di sisi lain muncul pemegang saham baru, swasta dan/atau masyarakat luas. Selain itu, jika privatisasi yang dilakukan diikuti oleh penjualan saham baru maka perusahaan akan memperoleh dana segar. Maka,

44

Riant Nugroho D dan Randy Wrihatnolo. 2008. Manajemen PrivatisasiBUMN. Jakarta : PT Elex Media Komputindo-Gramedia.


(52)

jelas sekali bahwa privatisasi akan memberikan dampak positif bagi perseroan, yakni45

1. Struktur kepemilikan akan berubah. Setelah privatisasi ada pemegang saham baru di BUMN. Pemegang saham baru (publik) ini tentu akan melakukan pengawasan atau kontrol baik langsung maupun secara tidak langsung terhadap jalannya operasional perusahaan agar investasi ynag ditanamkan dalam saham BUMN itu tidak menimbulkan kerugian. Dengan pengawasan yang lebih ketat dari publik, manajemen BUMN akan bersikap lebih hati-hati dan profesional dalam mengelola perusahaan. :

2. Perusahaan akan memperoleh dana segar untuk pengembangan bisnisnya kedepan. Selain itu untuk masa-masa mendatang, ketersediaan sumber dana untuk ekspansi akan lebih terjamin bagi BUMN yang sudah diprivatisasi. Akses pendanaan akan terbuka lebar baik di dalam maupun di luar negeri dengan menerbitkan instrumen utang ataupun instrumen penyertaan.

3. Perusahaan akan lebih dikenal masyarakat luas, karena dengan statusnya sebagai perusahaan publik ia akan memperoleh promosi gratis di media massa melalui pengumuman harga saham yang disajikan setiap hari.

4. Dengan status sebagai perusahaan publik, BUMN yang bersangkutan akan semakin transparan karena ada kewajiban untuk menyampaikan laporan baik yang bersifat reguler seperti laporan tahunan dan tengah tahunan serta laporan non-reguler dari kejadian yang bersifat material.

45


(53)

5. Corporate Value BUMN lebih terukur dan nilai wajar perusahaan akan tercermin dari harga saham yang diperdagangkan di pasar.

6. Keberhasilan manajemen juga lebih terukur yang tercermin dari pertumbuhan harga saham di pasar serta antusias masyarakat terhadap saham tersebut.

Privatisasi BUMN juga memberikan kontribusi besar bagi pertumbuhan ekonomi makro. BUMN yang mendapatkan dana segar dari privatisasi akan memanfaatkan dana tersebut untuk ekspansi usaha, baik secara langsung maupun melalui anak perusahaannya.

Dari hal-hal positif tersebut diatas, sudah seharusnya strategi privatisasi BUMN mengedepankan strategi go public, karena nyata-nyatanya telah terbukti memberikan multiplier effect sangat besar bagi BUMN itu sendiri maupun bagi pemerintah dan masyarakat.

I.5.11 Kebijakan Privatisasi di Indonesia

Privatisasi di Indonesia mulai dilaksanakan sekitar tahun 1990-an, setelah diterbitkannya Keppres No. 5/1998 yang berisi antara lain ketentuan tentang restrukturisasi, merger dan privatisasi BUMN. BUMN yang pertama diprivatisasi adalah PT Semen Gresik pada tahun 1991, malalui pelepasan 27% saham pemerintah ke pasar modal. Tahap berikutnya, pada tahun 1994 pemerintah melepas 10% sahamnya dari PT Indosat46

46

Riant Nugroho D dan Randy Wrihatnolo. op. cit., h. 29.


(54)

Adapun tujuan utama privatisasi saat itu adalah untuk meningkatkan efektifitas, efisiensi dan nilai tambah BUMN. Disadari oleh pemerintah Indonesia bahwa sebagian besar BUMN memiliki kinerja yang rendah, sehingga tidak mampu memberikan kontribusi yang memadai bagi negara. Pada tahun 1990/1991 kontribusi BUMN dari deviden adalah Rp.1,096 triliun atau 46% dari total penerimaan bukan pajak yang sebesar Rp.2,383 triliun. Pada tahun 1995/1996 kontribusi BUMN dari deviden meningkat menjadi Rp.1,447 triliun, tetapi proporsinya terhadap total penerimaan bukan pajak hanya 14% dari Rp.7,801 triliun. Penurunan ini juga nyata pada kontribusi pajak penghasilan (PPh) yang diterima BUMN terhadap total penerimaan pajak. Pada tahun 1990/1991, penerimaan pajak dai PPh BUMN mencapai Rp.1,438 triliun atau 41,2% dari total penerimaan pajak Rp.3,489 triliun. Selanjutnya, pada tahun 1995/1996 penerimaan pajak dari PPh BUMN meskipun mengalami kenaikan menjadi Rp.2,020 triliun tetapi hanya merupakan 9,8% dari total penerimaan pajak tahun tersebut. Demikian pula halnya dengan profitabilitas BUMN. Meskipun terjadi peningkatan asset BUMN dari tahun 1990/1991 yang senilai Rp.179,153 triliun menjadi Rp.312,802 triliun di tahun 1995/1996 (peningkatan sekitar 75%), laba BUMN hanya meningkat 12% pada kurun waktu tersebut47

Dalam perkembangannya kemudian, seiring dengan memburuknya ekonomi negara, tujuan privatisasi kemudian lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan keuangan negara. Strategi utama privatisasi BUMN adalah divestiture

(divestasi) yaitu dengan pengalihan asset pemerintah yang terdapat pada BUMN .

47


(55)

kepada pihak lain. Sampai dengan pertengahan tahun 1997 pemerintah telah berhasil melakukan privatisasi saham minoritas atas kepemilikan saham mayoritas yang dimilikinya pada sejumlah BUMN termasuk penawaran saham perdana untuk 6 perusahaan yaitu Telkom, Indosat, Tambang Timah, Aneka Tambang, Semen Gresik dan BNI.

Proses penjualan asset ini terus berlanjut. Pada tahun 1998/1999 dilakukan privatisasi atas sejumlah perusahaan termasuk Semen Gresik, Telkom (lanjutan), Pelindo, Indosat, Kimia Farma, Bank Mandiri, dan lainnya. Namun berbeda dengan proses privatisasi di Indonesia untuk kurun waktu 1994 sampai 1997 yang tidak pernah mengalami hambatan, privatisasi yang dilakukan setelah tahun 1997 terlihat banyak sekali mengalami hambatan tidak hanya dari pihak legislatif dan karyawan namun juga dari masyarakat yang sangat reaktif dari setiap usaha yang mengarah ke privatisasi BUMN yang mencapai puncaknya pada proses spin off

Semen Padang48

48

Jurnal Administrator Borneo; Volume 4; Nomor 2; 2008; hal. 1281

.

Privatisasi terus dilakukan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002, pemerintah menyusun Masterplan BUMN 2002-2006 sebagai pedoman untuk reformasi BUMN yang dilakukan untuk kurun waktu 2002-2006. Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah juga menyusun Masterplan 2005-2009. Pada masa ini, privatisasi tidak mendapatkan reaksi yang keras sebagimana diterima pemerintahan sebelumnya. Pada tahun 2008, dari total jumlah BUMN yang mencapai 140 perusahaan, sudah sekitar 10% yang diprivatisasi.


(56)

I.5.12 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial49

1. Kebijakan privatisasi adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat

. Dengan konsep itu peneliti dapat memahami apa yang dimaksud dengan pengertian variabel, indikator, parameter maupun skala pengukuran yang dikehendaki dalam penelitian. Oleh karena itu, untuk lebih memperjelas pemahaman dalam tulisan ini yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian ini adalah :

I.5.13 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau suatu informasi ilmiah yang membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama50

49

Singarimbun, Masri dan Sofyan, Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta.LP3ES. h.33.

50

Singarimbun, Masri. 1999. Metode Penelitian Survey. Jakarta. LP3ES. h. 46-47.

. Dari informasi tersebut dia akan mengetahui bagaimana caranya pengukuran atas variabel itu dapat dilakukan dan dengan demikian dia dapat menentukan apakah prosedur pengukuran yang sama akan dilakukan atau diperlukan prosedue pengukuran yang baru.


(57)

Untuk memberi kejelasan terhadap batasan yang akan diteliti, maka akan dijelaskan defenisi operasional sebagai berikut:

1) Privatisasi yang dimaksud adalah segala aktivitas pemerintah yang mengalihkan sebagian kepemilikan perusahaan negara (BUMN) kepada swasta atau masyarakat dengan mengurangi intervensi berlebih dari pemerintah sehingga meningkatkan kinerja, efesiensi dan nilai perusahaan melalui pasar dan kompetisinya sebagai sarana untuk meningkatkan peranan swasta dan masyarakat dalam perekonomian terkhusus dalam pengelolaan dan pengembangan BUMN di Indonesia. 2) Kebijakan privatisasi BUMN yang dimaksud adalah kebijakan

privatisasi BUMN yang terjadi selama masa pemerintahan SBY dan di batasi dari tahun 2004-2010.

I.5.14 Rincian Data

Sehubungan dengan rumusan masalah yang ada dalam penelitian ini, maka data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Latar belakang dan sejarah pendirian BUMN di Indonesia. 2. Maksud dan tujuan privatisasi di Indonesia.

3. Faktor-faktor pendorong pelaksanaan privatisasi BUMN. 4. Peraturan-peraturan tentang BUMN.

5. Peraturan-peraturan tentang privatisasi. 6. Prosedur perumusan kebijakan privatisasi.


(58)

7. Proses perumusan privatisasi yang sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang ada.

8. Jumlah BUMN di Indonesia.

9. Jumlah BUMN yang sudah dan yang akan di privatisasi di Indonesia. 10.Perkembangan BUMN selama pemerintahan SBY

11.Jumlah kepemilikan saham pada BUMN yang telah di privatisasi. 12.Unsur-unsur yang terkait dalam perumusan kebijakan privatisasi BUMN 13.Rangkaian proses perumusan kebijakan privatisasi.


(59)

BAB II

METODE PENELITIAN

II.1 Metode Penelitian

Pada dasarnya analisis kebijakan bersifat deskriptif, yang mencari tentang sebab dan akibat dari kebijakan-kebijakan publik. Dan analisis kebijakan juga bersifat normatif, artinya bahwa analisis kebijakan menciptakan dan melakukan kritik terhadap/tentang nilai-nilai kebijakan di masa lalu, masa kini, maupun masa yang akan datang.

Menurut Cassel dan Simon, metode kualitatif merupakan metode penelitian ilmu sosial yang berusaha melakukan deskripsi dan interpretasi yang akurat akan makna dari gejala yang terjadi dalam konteks sosial, dan metode ini menekankan pada pengumpulan dan analisis teks tertulis, ataupun juga yang terucapkan, serta memberikan gambaran menyeluruh tentang situasi yang dipelajari oleh peneliti.

Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan analisis data kualitatif yang mengemukakan gejala/kejadian/peristiwa/masalah sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi.


(60)

II.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan studi pustaka (library research), yaitu dengan mengumpulkan teori-teori dari buku-buku yang mendukung dan berkaitan dengan penelitian ini.

Peneliti juga akan mengumpulkan data sekunder yang meliputi dokumen yang dimiliki oleh pemerintah dan data-data penunjang lainnya yang termuat dalam jurnal-jurnal ilmiah, majalah, undang-undang, serta dokumen-dokumen tertulis maupun dokumen-dokumen visual lainnya.

III.3. Teknik Analisa Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar51

51

Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Ilmu Pengetahuan dan Aplikasinya. Jakarta. Ghalia Indonesia. h. 97.

. Penelitian ini bersifat deskriptif-eksploratif dengan pendekatan kualitatif karena mencoba mengeksplorasi dan mengelompokkan fakta yang ada dalam suatu kesimpulan. Data yang diperoleh akan dikumpulkan untuk kemudian dianalisis, disusun, diperinci secara sistematis dan selanjutnya diinterpretasikan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan. Hal ini dilakukan untuk mendeskripsikan secara umum dan kualitatif tentang masalah-masalah dalam topik penelitian ini. Selain itu, hal ini juga bertujaun agar penelitian ini nantinya menghasilkan gambaran yang jelas tentang penelitian ini.


(61)

Data-data yang telah diperoleh tersebut kemudian dianalisis berdasarkan daya nalar dan pola pikir peneliti dalam menghubungkan fakta-fakta informasi. Pada akhirnya data-data tersebut akan mengahasilkan kesimpulan yang menunjukkan hasil akhir dari penelitian ini.


(62)

BAB III

DESKRIPTIF FAKTOR PENDORONG

KEBIJAKAN PRIVATISASI BUMN

III. 1. Pendirian BUMN (Perusahaan Negara) di Indonesia

Didalam alinea ke-empat UUD 1945, disebutkan bahwa ada 4 tujuan utama dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni: “...(1)melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2)untuk memajukan kesejahteraan umum; (3)mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4)ikut melaksanakan ketertiban dunia bedasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,..”

Pendirian dan pengembangan BUMN merupakan salah satu upaya negara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, khususnya berkaitan dengan elemen “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Amanat inilah yang menjadi landasan awal bagi negara untuk mengadakan unit-unit usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum dapat dipenuhi secara mandiri oleh rakyatnya/swasta. Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, hampir seluruh sektor usaha yang penting bagi masyarakat belum dapat berkembang sendiri tanpa adanya keterlibatan langsung pemerintah. Oleh karena itu, dilakukanlah nasionalisasi perusahaan-perusahaan ex-Belanda, yang sektor usahanya sangat beragam, seperti perkebunan, perdagangan, konstruksi, asuransi, dan perbankan. Diantaranya adalah KLM yang


(63)

dinasionalisasikan menjadi Garuda Indonesia Arways, Batavie Verkeers Mij dan Deli Spoorweg Mij dinasionalisasikan menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) untuk sektor transportasi. Sedangkan untuk komunikasi, pemerintah melakukan nasionalisasi terhadap Post, Telegraph en Dienst menjadi Jawatan Pos, Telegraph dan Telepon.

Secara politik-ekonomi, pendirian BUMN di Indonesia mempunyai tiga alasan pokok52

1. Sebagai wadah bisnis aset asing yang dinasionalisasi. Alasan ini terjadi di tahun 1950-an, ketika pemerintah menasionalisasi perusahaan-perusahaan asing.

, yaitu :

2. Membangun industri yang diperlukan masyarakat, namun masyarakat sendiri (atau swasta) tidak mampu memasukinya, baik karena alasan investasi yang sangat besar maupun resiko usaha yang sangat besar.

3. Membangun industri yang sangat strategis karena berkenaan dengan keamanan negara. Oleh karena itu, pemerintah membangun industri persenjataan Pindad, bahan peledak Dahana, percetakan uang Peruri, hingga pengelolaan stok pangan Bulog.

Kebijakan menyangkut pengaturan perusahaan negara (BUMN) sebelumnya diatur melalui Undang-Undang Nomor 19 Prp 1960 tentang Perusahaan Negara yang kemudian ditegaskan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang

52Riant Nugroho dan Randy R. W. 2008.

Manajemen Privatisasi BUMN. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. h. xiv


(1)

sangat kecil dalam menjalankan sosialisasi terhadap masyarakat dan kelompok kepentingan lainnya, sehingga menyebabkan kemungkinan terjadinya praktek korupsi dalam privatisasi BUMN-BUMN tersebut sangat mungkin untuk dilakukan. Dan dalam penelitian ini, paradigma pemerintah tentang pelaksanaan privatisasi BUMN masih sebatas untuk menutupi defisit APBN dan bukan untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja BUMN.

Untuk menghindari hal tersebut, seharusnya proses privatisasi BUMN yang ideal adalah apabila dimulai dari rencana usulan manajemen BUMN bukan berdasarkan instruksi dari pemerintah. Privatisasi yang berasal dari usulan BUMN biasanya lebih lancar, dan pemerintah bertindak sebagai fasilitator, hanya tinggal menentukan besarnya saham yang akan dilepas, hari H-nya, modusnya apakah melalui penawaran umum ataukah aliansi strategis. Sedangkan proses-proses pembenahan intern BUMN (tidak terbatas kepada restrukturisasi, pensiun dini ) sosialisasi, dan proses lain yang diperlukan agar BUMN tersebut menjadi lebih menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dilakukan sendiri oleh manajemen BUMN tersebut.


(2)

BAB VI

PENUTUP

VI.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan terhadap hasil penelitian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Kebijakan Privatisasi BUMN, merupakan hasil dari proses politik yang didisain dalam bentuk undang-undang dan peraturan pelaksanaan di bawahnya.

2. Intensitas peran Pemerintah dan DPR lebih dominan di dalam perumusan kebijakan privatisasi BUMN dibandingkan dengan peran direksi/komisaris, karyawan/buruh BUMN, dan aktor kebijakan non-utama lainnya.

3. Proses perumusan kebijakan privatisasi berjalan sangat lambat dan tidak sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

4. Proses perumusan kebijakan privatisasi BUMN menggunakan model rasional, dimana perumusan kebijakan privatisasi BUMN berjalan sesuai dengan mekanisme penyusunan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(3)

berbentuk peraturan perundang-undangan yang meliputi UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, PP No.33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Persero jo PP No.59 Tahun 2010, PP No.45 Tahun 2005 tentang Pendirian, pengawasan, serta pembubaran Badan Usaha Milik Negara, serta Keputusan Presiden No.18 Tahun 2006 tentang Komite Privatisasi Persero.

VI.2. Saran

1. Dalam merumuskan kebijakan privatisasi, baik DPR ataupun Pemerintah harus dilakukan dengan bijak dan tetap dalam aturan hukum yang ada, mengingat misi BUMN tidak hanya mengejar keuntungan semata, namun juga berorintasi memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945.

2. Tujuan kebijakan privatisasi yang dilakukan pemerintah harus diubah, yaitu harus bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kinerja dan kualitas BUMN yang ada dan bukan lagi untuk menutup defisit APBN. 3. Pemerintah dan DPR harus meninjau lagi tentang kriteria umum bagi BUMN-BUMN yang akan diprivatisasi, yaitu dalam Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2005 pasal 7 agar kriteria BUMN yang sektor usahanya kompetitif diperjelas. Karena pengertian BUMN yang sektor usahanya kompetitif masih multitafsir.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan Publik Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah

Aminullah, Erman; Analisis Kebijakan (Pendekatan, Metode, dan Teknik Analsis), Warta Pengelolaan LITBANG Pengembangan IPTEK, Vol.8, No.20, 1997

Arikunto, Suharsimi. 2000. Prosedur penelitian; suatu pendekatan praktek edisi ke 3. Jakarta. Rineke Cipta

Bastian, Indra. 2002. Privatisasi Di Indonesia Teori Dan Implementasi.Jakarta. Salemba Empat

Dunn, William N., 2000, Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua, Yogyakarta. Gajah Mada University Press

Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Ilmu Pengetahuan dan Aplikasinya. Jakarta. Ghalia Indonesia

Ibrahim. 1997.BUMN dan Kepentingan Umum, Jakarta. PT. Citra Aditya

Imron, A. 1996. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia: Proses, Produk, dan Masa Depannya. Jakarta: Bumi Aksara.

Islamy, M Irfal. 2001. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijakan Pemerintah. Jakarta. Bumi Aksara

Jurnal Administrator Borneo; Volume 4; Nomor 2; 2008 Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol. 6, No. 4 Desember 2002

Moeljono, Djokosantoso. 2004. Reinvensi BUMN. Jakarta. Elex Media Komputindo-Gramedia

Moekjat. 1995. Analisis Kebijaksanaan Publik. Bandung: Mandar Maju.

Naihasy, S. 2006. Kebijakan Publik (Public Policy): Menggapai Masyarakat Madani. Yogyakarta: MIDA PUSTAKA.

Nugroho, Riant. 2003.KEBIJAKAN PUBLIK Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, Jakarta. Elex Media Komputindo


(5)

Nugroho, R. 2008. Public Policy: Teori Kebijakan-Analisis Kebijakan-Proses Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi, Risk Manajement dalam Kebijakan Publik, Kebijakan sebagai The Fith Estate, Metode Kebijakan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Nurcholis, Hanif. 2007. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta. PT Grasindo

Purwo Santoso dkk. 2004.Menembus Ortodoksi Kajian Kebijakan Publik. Yogyakarta. FISIPOL UGM

Parsons, W. 2005. Public Policy : Pengantar Teori dan Praktik Analis Kebijakan. Jakarta: Kencana

Tjager, I Nyoman; Dampak Privatisasi BUMN, Newsletter No.70, september 2007 Tangkilisan, Hessel. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta:

Lukman Offset

Singarimbun, Masri. 1999. Metode Penelitian Survey. Jakarta. LP3ES

Singarimbun, Masri dan Sofyan, Effendi. 2006. Metode Penelitian Survei. Jakarta.LP3ES

Soeharto, E. 2005. Analisis Kebijaksanaan Publik. Bandung: Alfabeta.

Supandi dan Sanusi, A. 1988. Kebijaksanaan dan Keputusan Pendidikan. Jakarta: P2LPTK Ditjen Dikti Depdikbud

Riant Nugroho dan Randy R. W. 2008. Manajemen Privatisasi BUMN. Jakarta. PT Elex Media Komputindo

Wahab, A.S. 1998. Analisis Kebijakan Publik Teori dan Aplikasinya. Malang: Fakultas Ilmu Administrasi UNIBRAW

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo

Winarno, Budi. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Jakarta: PT Buku Kita Yasin, Mahmudin. 2002. Reformasi BUMN : Upaya Menata Ulang Peran


(6)

Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945

Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara

Peraturan Pemerintah No.45 Tahun 2005 tentang Pendirian, pengawasan, serta pembubaran Badan Usaha Milik Negara

Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2005 tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan

KEPMEN BUMN No.KEP-100/MBU/2002 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN

MasterPlan BUMN 2010-2014 Sumber Internet

22-03-2011)

pada 22-03-2011)

2011)