Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Program Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara
2.1.1 Program
Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu
kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam
setiap program dijelaskan mengenai:
1. Tujuan kegiatan yang akan dicapai.
2. Kegiatan yang diambil dalam mencapai tujuan.
3. Aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.
4. Perkiraan anggaran yang dibutuhkan.
5. Strategi pelaksanaan.
Melalui program maka segala bentuk rencana akan lebih terorganisir dan
lebih mudah untuk diopersionalkan. Hal ini sesuai dengan pengertian program yang
diuraikan. “A programme is collection of interrelated project designed to harmonize
and integrated various action an activities for achieving averral policy abjectives”
suatu program adalah kumpulan proyek-proyek yang berhubungan telah dirancang
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang harmonis dan secara integraft untuk
mencapai sasaran kebijaksanaan tersebut secara keseluruhan.
Menurut Charles O. Jones, pengertian program adalah cara yang disahkan

untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu
seseorang untuk mengindentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu:
1. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan atau
sebagai pelaku program.

Universitas Sumatera Utara

2. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang biasanya
juga diidentifikasikan melalui anggaran.
3. Program memiliki identitas sendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat
diakui oleh publik.
Program terbaik didunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis
yang jelas, yakni: sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan
memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius
terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi
terbaik (Jones, 1996: 295)

2.1.2 Pelayanan Sosial
Johnson (dalam Muhidin, 1992) mendefenisikan pelayanan sosial sebagai
program-program dan tindakan yang mempekerjakan pekerja-pekerja sosial atau

tenaga profesional yang berkaitan dan diarahkan pada tujuan-tujuan kesejahteraan
sosial. Adapun makna tujuan-tujuan kesejahteraan sosial adalah sebagai pelayanan
sosial.
Dalam kesejahteraan sosial juga terdapat usaha kesejahteraan sosial, dimana
pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu di dalamnya. Pelayanan sosial
diartikan dalam dua macam, yaitu:
a. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup
fungsi

pengembangan

termasuk

pelayanan

sosial

dalam

bidang


pendidikan, kesehatan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.
b. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan
kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan
kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak

Universitas Sumatera Utara

terlantar,

keluarga

miskin,

cacat,

tuna

sosial


dan

sebagainya

(Muhidin, 1992: 41).

2.1.3 Fungsi-fungsi Pelayanan Sosial
Pelayanan sosial dapat dikategorikan dalam berbagai cara tergantung dari
tujuan klasifikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi
pelayanan sosial sebagai berikut :
1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat.
2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.
3. Orientasi

masyarakat

terhadap

perubahan-perubahan


sosial

dan

penyesuaian sosial.
4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk tujuan
pembangunan.
5. Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar
pelayanan-pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi (Muhidin, 1992:
42).
Khan (dalam Muhidin, 1992: 43) menyatakan fungsi pelayanan sosial adalah:
1. Pelayanan sosial untuk pengembangan.
2. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi.
3. Pelayanan akses.
Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan dimaksudkan untuk
mengadakan perubahan-perubahan dalam diri a nak dan pemuda melalui programprogram pemeliharaan, pendidikan (non formal) dan pengembangan. Tujuannya
yaitu untuk menanamkan nilai-nilai masyarakat dalam usaha pengembangan
kepribadian remaja.

Universitas Sumatera Utara


Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi
mempunyai tujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara
individual maupun di dalam kelompok/keluarga dan masyarakat agar mampu
mengatasi masalah-masalahnya. Kebutuhan akan program pelayanan akses
disebabkan oleh karena :
a. Adanya birokrasi modern.
b. Perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahamam masyarakat terhadap halhal dan kewajiban/tanggung jawabnya.
c. Diskriminasi.
d. Jarak geografi antara lembaga-lembaga pelayanan dari orang-orang yang
memerlukan pelayanan sosial (Muhidin, 1992: 44).

2.1.4 Program Pelayanan Sosial
Program-program pelayanan sosial merupakan bagian dari intervensi
kesejahteraan sosial. Pelayanan sosial melalui kegiatan-kegiatan atau intervensi
kasus yang dilaksanakan secara diindvidualisasikan, langsung, dan terorganisir yang
bertujuan membantu individu, kelompok, dan lingkungan sosial dalam upaya
mencapai penyesuaian.
Bentuk-bentuk pelayanan sosial sesuai dengan fungsi-fungsinya adalah
sebagai berikut:

1). Pelayanan akses, mencakup pelayanan informasi, rujukan pemerintah,
nasehat dan partisipasi. Tujuannya membantu orang agar dapat mencapai
atau menggunakan layanan yang tersedia.
2) Pelayanan terapi, mencakup pertolongan dan terapi, atau rehabilitasi,
termasuk didalamnya perlindungan dan perawatan. Misalnya, pelayanan

Universitas Sumatera Utara

yang diberikan oleh badan-badan yang menyediakan konseling, pelayanan
kesejahteraan anak, pelayanan kesejahteraan sosial mendidik dan sekolah,
perawatan bagi orang-orang jompo dan lanjut usia.
3) Pelayanan sosialisasi dan pengembangan, misalnya taman penitipan bayi
dan anak, keluarga berencana, pendidikan keluarga, pelayanan rekreasi
bagi pemuda dan masyarakat yang dipusatkan atau community centre
(Nurdin, 1989).

2.2 Remaja Tuna Rungu Wicara
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tuna rungu berarti tuli atau tidak
dapat mendengar. Sementara itu, kata deaf menurut kamus bahasa inggris berarti
kekurangan atau kehilangan sebagian atau seluruh pendengaran atau tidak mampu

mendengarkan, sedangkan deafness berarti ketunarunguan yaitu cacat indera
pendengaran bawaan atau kehilangan pendengaran. Mufti Salim (dalam Depsos RI,
2008) mengatakan bahwa tuna rungu adalah remaja yang mengalami kekurangan
atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak
berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehingga ia mengalami
hambatan dalam perkembangan bahasanya.
Karakteristik tuna rungu wicara pasti berbeda dengan anak/remaja normal
pada umunya. Bentuk mimik remaja tuna rungu wicara berbeda dikarenakan mereka
tidak pernah mendengar atau mempergunakan panca inderanya yaitu mulut dan
telinga. Oleh sebab itu mereka tidak terlalu paham dengan apa yang dimaksud dan
dikatakan oleh orang lain.
Menurut Sastrawinata dkk (1997) anak tuna rungu wicara memiliki ciri yang
cukup khas dibanding anak normal lainnya. Ciri khas tersebut diantaranya:

Universitas Sumatera Utara

a. Ciri khas anak tuna rungu dalam segi fisik disebutkan, antara lain:
1. Cara berjalannya kaku dan agak membungkuk. Hal ini disebabkan
terutama terjadi jika di bagian telinga dalam terdapat kerusakan pada alat
keseimbangan.

2. Gerakan mata cepat dan agak beringas. Hal ini menunjukan bahwa ia
ingin menangkap keadaan di sekitarnya.
3. Gerakan kaki dan tangannya sangat lincah, hal ini tampak dalam
mengadakan komunikasi dengan gerak isyarat dengan orang di
sekitarnya.
4. Pernafasan pendek dan agak terganggu.
b. Ciri khas dalam segi intelegensi
Intelegensi merupakan faktor penting dalam belajar meskipun faktor
lain tidak bisa diabaikan begitu saja seperti faktor kesehatan,lingkungan.
Intelegensi merupakan motor dari perkembangan mental seseorang.
c. Ciri ciri khas segi emosi.
Kekurangan akan bahasa lisan dan tulisan sering menyebabkan anak
tuna rungu dalam menafsirkan secara negatif atau salah, hal ini sering
mengakibatkan tekanan emosinya. Tekanan emosi dapat menghambat
perkembangan pribadinya, sehingga menampilkan sikap menutup diri,
bertindak agresif, dan memiliki emosi yang bergejolak.
d. Ciri-ciri khas segi sosial.
Perlakuan yang kurang wajar dari anggota keluarga dan lingkungan
dapat menampilkan beberapa aspek negatif yaitu:
1. Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga dan

masyarakat,

Universitas Sumatera Utara

2. Perasaan cemburu dan merasa tidak adil,
3. Kurang dapat bergaul dan bersikap agresif.
e. Ciri khas dalam segi bahasa.
Pada umumnya anak tuna rungu wicara dalam segi bahasa memiliki ciri-ciri:
1. Miskin dalam kosakata,
2. Sulit mengartikan ungkapan bahasa,
3. Sulit mengartikan kata-kat abstrak,
4. Kurang menguasai irama bahasa
Panti sosial tuna rungu wicara adalah panti rehabilitasi sosial khusus
penyandang cacat tuna rungu wicara yang mempunyai tugas memberikan pelayanan
rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan fisik (biologis), mental (psikologi) ,
sosial, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi orang
dengan kecacatan rungu wicara agar mampu berperan aktif dalam kehidupan
bermasyarakat. Pada dasarnya program rehabilitasi sosial rungu wicara pada panti
sosial tuna rungu wicara (PSBRW) adalah terbina dan terentasnya orang dengan
kecacatan rungu wicara agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam tatanan

kehidupan dan penghidupan masyarakat. Proses pelayanan panti sosial meliputi
beberapa tahap antara lain tahap pendekatan awal, asessment, perencanaan program
pelayanan, pelaksanaan pelayanan dan rujukan, pemulangan dan penyaluran serta
pembinaan lanjut. Dimana pada tahap akhir pelayanan adalah pembinaan lanjut yang
merupakan rangkaian dari proses rehabilitasi sosial atau pemulihan, yang ditujukan
agar eks klien dapat beradaptasi dan juga berperan serta di dalam lingkungan
keluarga, kelompok, lingkungan kerja dan masyarakat.
Ada dua macam standar panti sosial, yaitu standar umum dan standar khusus.
Standar umum adalah ketentuan yang memuat kondisi dan kinerja tertentu yang perlu

Universitas Sumatera Utara

dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial jenis apapun. Mencakup aspek
kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pembiayaan, pelayanan
sosial dasar, dan monitoring-evaluasi. Sedangkan standar khusus adalah ketentuan
yang memuat hal-hal tertentu yang perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti
sosial dan atau lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis sesuai dengan
karekteristik panti sosial. Adapun yang menjadi standar umum panti sosial adalah
A. Kelembagaan, meliputi:
1. Legalitas Organisasi. Mencakup bukti legalitas dari instansi yang
berwenang dalam rangka memperoleh perlindungan dan pembinaan
profesionalnya.
2. Visi dan misi, memiliki landasan yang berpijak pada visi dan misi tersebut.
3. Organisasi dan Tata Kerja, memiliki struktur organisasi dan tata kerja
dalam rangka penyelengaraan kegiatan.
B. Sumber Daya Manusia
1. Aspek penyelenggara panti, yang terdiri dari 3 unsur yaitu:
a. Unsur Pimpinan, yaitu kepala panti dan kepala-kepala unit yang ada
dibawahnya.
b. Unsur Operasional, meliputi pekerja sosial, instruktur, pembimbing
rohani, dan pejabat fungsional lainnya.
c. Unsur Penunjang, meliputi pembina asrama, pengasuh, juru masak,
petugas kebersihan, satpam dan sopir.
2. Pengembangan personil panti.
C. Sarana dan Prasarana, mencakup:
1.Pelayanan Teknis, mencakup peralatan asesmen, bimbingan sosial,
keterampilan fisik dan mental.

Universitas Sumatera Utara

2. Perkantoran, memiliki ruang kantor, ruang rapat, ruang tamu, kamr mandi,
peralatan kantor sperti alat komunikasi, alat transportasi dan tempat
penyimpanan dokumen.
3. Umum, memiliki ruang makan, ruang tidur, mandi dan cuci, belajar,
kesehatan dan peralatannya serta ruang perlengkapan.
D. Pembiayaan Memiliki anggaran yang berasal dari sumber tetap maupun tidak
tetap.
E. Pelayanan Sosial Dasar Memiliki pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan
kebutuhan sehari-hari penerima manfaat, meliputi makan, tempat tinggal,
pakaian, pendidikan dan kesehatan.
F. Monitoring dan Evaluasi, meliputi
1. Money Process, yakni penilaian terhadap proses pelayanan yang diberikan
kepada penerima manfaat.
2. Hasil, yakni monitoring dan evaluasi terhadap penerima manfaat, untuk
melihat tingkat pencapaian dan keberhasilan penerima manfaat setelah
memperoleh proses pelayanan.
Adapun Standar Khusus Panti Sosial, berupa kegiatan pelayanan yang terdiri
dari tahapan sebagai berikut:
a. Tahap Pendekatan Awal, mencakup:
1. Sosialisasi program
2. Penjaringan/penjangkauan calon penerima manfaat
3. Seleksi calon penerima manfaat
4. Penerimaan dan registrasi
5. Konferensi kasus
b. Tahap Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (asessment), mencakup:

Universitas Sumatera Utara

1. Analisa kondisi penerima manfaat, keluarga dan lingkungan
2. Karakteristik masalah, sebab dan implikasi masalah
3. Kapasitas mengatasi masalah dan sumber daya
4. Konferensi kasus
c. Tahap Perencanaan Pelayanan, meliputi:
1. Penetapan tujuan pelayanan
2. Penetapan jenis pelayanan yang dibutuhkan penerima manfaat
3. Sumber daya yang akan digunakan
d. Tahap Pelaksanaan Pelayanan, terdiri dari:
1. Bimbingan individu
2. Bimbingan kelompok
3. Bimbingan sosial
4. Penyiapan lingkungan sosial
5. Bimbingan mental psikososial
6. Bimbingan pelatihan keterampilan
7. Bimbingan fisik kesehatan
8. Bimbingan pendidikan

2.3 Biopsiksosial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara
2.3.1 Teori Biologis
Motif manusia untuk berkembang berasal dari organismenya sebagai mahluk
biologis, dan motif-motif yang berasal dari lingkungan kebudayaannya. Kebutuhan
biologis manusia demi kelanjutan hidupnya, hal ini asli di dalam diri manusia dan
berkembang dengan sendirinya.

Universitas Sumatera Utara

Teori biologis didasarkan pada bukti bahwa perilaku yang sangat terganggu
sangat ditentukan oleh proses-proses organik dan fisik serta otak (Suharto, 2008).
Sebagai makluk holistik, manusia utuh dilihat dari aspek jasmani, rohani, unik serta
berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, dapat mengembangkan potensi yang
dimilikinya terus menerus menghadapi perubahan lingkungan, dan berusaha
beradaptasi dengan lingkungan. Manusia sebagai makluk bio. Bio berasal dari kata
bios yang artinya hidup. Manusia sebagai makluk biologis memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Terdiri dari sekumpulan organ tubuh yang semuanya mempunyai fungsi
terintegritasi. Dalam hal ini, setiap organ tubuh mempunyai tugas masing
masing, tetapi tetap bergantung pada orang lain dalam menjalankan tugasnya.
b. Diturunkan atau berkembang biak melalui jalan pembuahan sperma laki-laki
dan ovum wanita sehingga wanita dapat hamil lalu melahirkan bayi yang
kemudian tumbuh dan berkembang menjadi remaja, dewasa, menua dan
akhirnya meninggal.
c. Untuk mempertahankan kelangsungan hidup, manusia mempunyai kebutuhan
dasar yang harus dipenuhi. Kebutuhan dasar yang paling utama adalah
keyakinan kepada Tuhan, sedangkan kebutuhan dasar biologis adalah
kebutuhan fisiologis seperti oksigen, air, makanan eliminasi dan lainnya
(Asmadi, 2008).
Bimbingan fisik (biologis) merupakan bimbingan yang penting bagi remaja
tuna rungu wicara sebagai manusia yang harus berkembang dengan baik secara fisik.
Perkembangan fisik didukung oleh kebutuhan dasar sebagai makluk hidup seperti
sandang, pangan, papan, kesehatan, obat-obatan, serta olah raga yang mendukung
perkembangan fisik manusia. Makan sesuai dengan kebutuhan gizi dan kalori

Universitas Sumatera Utara

perharinya merupakan aspek yang penting untuk mendukung perkembangan
biologis, ketersediaan tempat tinggal yang layak juga merupakan hal yang tidak bisa
dilepaskan dari aspek pendukung perkembangan fisik yang baik, rutin melakukan
pemeriksaan kesehatan, tersedianya obat-obatan dan olah raga.
Upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar
merupakan panti yang memberikan pelayanan sosial kepada berkebutuhan khusus
tuna rungu wicara. Melalui program bimbingan fisik yang dilakukan untuk
mendukung perkembangan fisik (biologis) warga binaan, sehingga remaja tuna rungu
wicara memiliki perkembangan fisik

yang sama dengan remaja normal dan

kebutuhan dasar terpenuhi dengan baik, sehingga penyandang cacat tuna rungu dapat
bertumbuh secara fisik dengan baik selayaknya manusia.

2.3.2 Psikososial
Kata psikososial sendiri menggarisbawahi suatu hubungan yang dinamis
antara efek psikologis dan sosial yang mana keduanya saling mempengaruhi.
Kebutuhan psikososial mencakup cara seseorang berfikir dan merasa mengenal
dirinya dengan orang lain, keamanan dirinya dan orang lain, keamanan dirinya
dengan orang-orang yang bermakna baginya, hubungan dengan orang lain
lingkungan sekitarnya serta pemahaman dan reaksinya terhadap kejadian-kejadian
dan sekitarnya (Depertemen Sosial, 2004).
Manusia sebagai mahluk psiko. Psiko berasal dari phyche yang artinya jiwa.
Menurut Aristoteles, jiwa berarti kekuatan hidup. Jadi manusia sebagai mahluk
psiko, artinya adalah manusia mahluk yang berjiwa. Sebagai mahluk psiko, manusia
mempunyai kemampuan berpikir, kesadaran pribadi, dan kata hati (perasaan)
(Asmadi, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Konsep diri merupakan bagian dari masalah kebutuhan psikososial yang tidak
didapat sejak lahir, namun dapat dipelajari sebagai hasil dari pengalaman seseorang
terhadap dirinya. Konsep diri berkembang secara bertahap sesuai dengan tahap
perkembangan psikososial seseorang. Secara umum konsep diri adalah semua tanda,
keyakinan dan pendirian yang merupakan sesuatu pengetahuan individu tentang
dirinya, yang dapat mempengaruhi hubungan dengan orang lain, termasuk karakter,
kemampuan, nilai, ide, dan tujuan (Minarni dan Yuniati, 2013).
Manusia adalah mahluk sosial. Sejak lahir, manusia tumbuh dan berkembang
memerlukan bantuan orang lain. Menurut Aristoteles, manusia adalah mahluk
Zoonpoliticon. Artinya, manusia adalah mahluk sosial yang tidak lepas dari orang
lain dan selalu berinteraksi dengan mereka. Manusia akan belajar dari lingkungan
tentang norma, ajaran, peraturan, kebiasaan, tingkah laku yang etis maupun tidak etis
atau ragam budaya manusia (Asmadi, 2008).
Fase-fase Perkembangan Psikososial
Terdapat 8 fase menurut Erick H Erikson:
Kedelapan tahapan psikosisial menurut Erikson tersebut adalah sebgai
berikut:
a. Percaya versus tidak percaya (Balita).
Bayi yang baru keluar harus banyak belajar untuk percaya kepada
ibunya akan ada disampingnya untuk memberi makan, mengasuh, dan
memberikan perawatan mendasar. Jika kebutuhan dasar ini tidak dipenuhi,
balita tersebut akan tumbuh dan berkembang menjadi seorang yang tidak
mudah percaya dan tidak dapat mengandalkan orang lain, yang kemudian
secara signifikan mengurangi kecenderungan untuk menjalin hubungan yang
erat dengan orang lain dikemudian hari.

Universitas Sumatera Utara

b. Otonomi versus rasa malu dan keraguan (Awal masa kanak-kanak).
Pelatihan penggunaan toilet, yang merupakan aktivitas pertama yang
memerlukan pembelajaran aktif pada balita yang sedang berkembang,
merupakan suatu yang penting dalam aktivitas lanjutan yang memerlukan
kepercayaan diri. Jika seorang anak kecil diberi dukungan, dorongan dan
pujian pada proses ini, dia akan berkembang menjadi pribadi yang lebih
percaya diri dan mandiri. Jika kritik yang berlebihan diberikan oleh orangtua,
hilanglah kepastian dalam diri sang anak untuk perkembangan selanjutnya.
c. Inisiatif Vesus Rasa Bersalah (Usia Pra Sekolah)
Erikson, seperti halnya Sigmund Freud mengemukakan bahwa anakanak harus menghilangkan kemarahan pada ayah dan ibunya. Mereka harus
menyelesaikan rivalitasnya dan menggunakan energinya untuk beraktifitas
lain dan bermain dengan teman-temannya sebagai cara untuk melatih inisiatif
dan membangun kompetisi. Tanpa hal tersebut rasa bersalah akan muncul,
yang akan berujung pada ketidakmampuan dalam membangun hubungan
secara aktif.
d. Industri versus inferioritas (Masa Sekolah)
Kognitif, sama halnya dengan kemampuan sosial lainnya yang
dibutuhkan di sekolah adalah pusat dari perkembangan tahap ini, dan
identitas jenis kelamin seseorang adalah masalah yang penting. Anak yang
mengembangkan kemampuan ini, akan memperkuat keinginannya untuk
hidup berkecukupan atau industri, sedangkan perkembangan yang tidak
cukup baik dalam tahap ini akan berakhir dengan rasa yang tidak cukup dan
inferior.
e. Indentitas Versus Kegamangan Perang (Masa Remaja).

Universitas Sumatera Utara

Erikson memandang tahapan ini sebagai tahapan yang sangat penting
dalam pembentukan dasar kedewasaan. Para remaja diharapkan untuk
mengembangkan sebuah jaminan bahwa orang lain melihat mereka sama
seperti halnya mereka melihat dirinya sendiri. Tahapan ini, para remaja berani
bertemu dengan arti atau tujuan hidup dan mulai mengembangkan tujuantujuan masa depan secara mandiri. Mereka mulai menyadari bahwa mereka
perlu untuk memikul tanggung jawab atas diri mereka sendiri dan terhadap
apa yang mereka lakukan dalam hidupnya. Tanpa kesadaran mereka dalam
identitas diri, maka akan sulit mengembangkan sebuah hubungan, dan
keputusan yang diambil perihal tanggung jawab sebagai orang dewasa
menjadi sulit dijelaskan.
f. Intimidasi Versus Isolasi (awal Masa Dewasa)
Pada tahapan ini seorang dewasa muda belajar untuk bekerja sama
dengan orang lain dan membangun hubungan yang lebih dekat. Beberapa
hubungan yang sangat dekat mungkin yang memulai isolasi dapat terjadi jika
seseorang dewasa muda tidak dapat mengembangkan hubungan yang
kooporatif dan dekat
g. Generalis Versus Stagnasi (Usia Pertengahan)
Tahapan setelah bertanggung jawab untuk diri sendiri adalah tahapan
dimana seseorang bertanggung jawab pula untuk membantu orang lain.
Dengan membantu orang lain tumbuh dan berkembang, orang tersebut akan
menjadi dewasa. Mereka yang tidak mengembangkan rasa tanggung jawab ini
akan menjadi stagnan dan kehilangan perasaan dewasa yang dihubungkan
dengan kontribusi terhadap perkembangan orang lain.
h. Integritas versus keputusasaan (Masa Tua)

Universitas Sumatera Utara

Perasaan berharga dan berhasil dirasakan oleh orang-orang dewasa
tua usia 60. Ada perasaan bahwa mereka telah berhasil dengan baik dan telah
mengalami sebagian besar dari apapun yang orang dapat pertanyakan tentang
hidup. Mereka yang mencapai usia ini dengan perasaan bahwa mereka gagal
mencapai tujuan hidupnya, mengalami keterputusasaan, penyesalan, atau
perasaan tidak berharga dalam hidupnya. Mereka merasa bahwa mereka tidak
memberikan kontribusi apapun dan merasa takut tidak dapat berkontribusi
pada orang lain atau mencari arti hidup pada sisa umur yang ada (Suharto,
2008).
Bimbingan sosial bertujuan membantu remaja dalam mengatasi kesulitan
masalah sosialnya sehingga ia mampu mengadakan hubungan-hubungan sosial yang
baik. Bimbingan sosial merupakan bimbingan yang sering terlupakan seolah terdesak
karena kebutuhan bimbingan yang lain yang lebih jelas terlihat hasilnya
(Singgih, 1999: 36)
Upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar
memberikan bimbingan mental (Psikologi) dan sosial berupa konseling pribadi
kepada warga binaan tuna rungu wicra yang bertujuan untuk membantu masalah
masalah yang dialami remaja tuna rungu akibat kecacatan yang disandang serta
masalah mental yang harus dibentuk didalam keterbatasan fisik yang dimiliki. Warga
binaan tuna rungu wicara didalam lingkungan panti diajarkan agar mampu
bersosialisasi dengan baik sehingga memiliki hubungan yang baik diantara sesama
warga binaan upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar

2.3.2.1 Perkembangan Emosi Tuna Rungu Wicara

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik anak tuna rungu dalam aspek sosial-emosial adalah sebagai
berikut:
a. Pergaulan terbatas dengan sesama tunarungu, sebagai akibat dari keterbatasan
dalam berkomunikasi.
b. Sifat egosentris yang melebihi anak normal, yang ditunjukan dengan
sukarnya mereka menempatkan diri pada situasi berpikir dan perasaaan orang
lain, sukarnya menyesuaikan diri, serta tindakannya lebih terpusat pada ego,
sehingga jika ada keinginan harus selalu dipenuhi.
c. Perasaan takut atau khawatir terhadap lingkungan sekitar, yang menyebabkan
ia tergantung pada orang lain sehingga kurang percaya diri.
d. Perhatian anak tuna rungu sukar dialihkan, apabila ia sudah menyenangi
suatu benda atau pekerjaan tertentu.
e. Memiliki sifat polos, serta perasaannya umumnya dalam keadaan ekstrim
tanpa banyak nuansa.
f. Cepat

marah

dan

mudah

tersinggung

sebagian

akibat

seringnya

mengalami kekecewaan karena sulitnya menyampaikan perasaan secara
lisan

atau

dalam

memahami

pembicaraan

orang

lain

(Rumah Tuna Rungu Wicara, 2015).

2.3.2.2 Perkembangan Sosial Remaja Tuna Rungu Wicara
Sudah menjadi kejelasan bagi kita bahwa hubungan sosial banyak ditentukan
oleh komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Kesulitan komunikasi tidak
bisa dihindari. Namun, bagi anak tuna rungu wicara tidaklah demikian karena anak
ini mengalami hambatan dalam mendengar dan berbicara. Kemiskinan bahasa

Universitas Sumatera Utara

membuat mereka tidak mampu terlibat secara baik dalam situasi sosialnya.
Sebaliknya, orang lain akan sulit memahami perasaan dan pikirannya.
Anak tuna rungu wicara banyak dihinggapi kecemasan karena mengahadapi
lingkungan yang beraneka ragam komunikasinya. Hal ini akan membingungkan anak
tuna rungu wicara. Anak tuna rungu wicara sering mengalami berbagai konflik,
kebingungan, dan ketakutan karena ia sebenarnya hidup dalam lingkungan yang
bermacam-macam.
Faktor sosial dan budaya meliputi pengertian yang sangat luas, yaitu
lingkungan hidup dimana anak berinteraksi yaitu interaksi antar individu, dengan
kelompok, dengan keluarga, dan masyarakat. Untuk kepentingan anak tuna rungu
wicara, seluruh anggota keluarga, guru, dan masyarakat disekitarnya hendaknya
berusaha mempelajari dan memahami keadaan mereka karena hal tersebut dapat
menghambat perkembangan kepribadian yang negatif pada diri anak/remaja tuna
rungu wicara (Somantri, 2006).
Menurut Sastrawinata dkk (1977) perkembangan dan ciri khas anak
tunarungu, antara lain:
1. Perkembangan pada segi fisik dan bahasa pada anak tunarungu, dalam segi
fisik sebenarnya anak tunarungu tidak memiliki banyak hambatan
walaupun sebagian anak tunarungu yang terganggu keseimbangan karena
ada hubungan antara kerusakan telinga bagian dalam dengan indera
keseimbangan yang ada didalamnya. Demikian pula ada sebagian anak
tunarungu yang perkembangan fisiknya terhambat akibat tekanantekanan jiwa yang dideritanya. Sebaliknya ketunarunguan jelas
mengakibatkan

hambatan

dalam

perkembangan

bahasa,

karena

perkembangan bahasa banyak memerlukan kemampuan pendengaran;

Universitas Sumatera Utara

2. Perkembangan intelegensi anak tunarungu, sangat dipengaruhi oleh
perkembangan bahasa sehingga hambatan perkembangan bahasa pada
anak tunarungu menghambat perkembangan intelegensinya. Kerendahan
tingkat intelegensi bukan berasal dari kemampuan intelektuilnya yang
rendah, tetapi pada umumnya disebabkan karena intelegensinya tidak
mendapat kesempatan untuk berkembang;
3. Perkembangan emosi anak tunarungu, keterbatasan kecakapan berbahasa
mengakibatkan
menghambat

kesukaran

dalam

perkembangan

berkomunikasi,

emosi.

Emosi

dan

akhirnya

berkembang

karena

pengalaman dalam komunikasi seorang anak dengan anak yang lain,
orangtuanya dan orangorang lain disekitarnya. Selain sebab kemiskinan
bahasa anak tunarungu, yang mengakibatkan kedangkalan emosinya,
juga sikap masyarakat dan kegagalankegagalan dalam banyak hal
mengakibatkan emosi anak tunarungu menjadi tidak stabil;
4. Perkembangan kepribadian anak tunarungu, perkembangan kepribadian
terjadi dalam pergaulan, atau perluasan pengalaman pada umumnya dan
diarahkan oleh faktor-faktor anak sendiri. Pertemuan antara faktor-faktor
dalam diri anak tunarungu, yaitu ketidakmampuan menerima rangsang
pendengaran,
keterbatasan

kemiskinan
intelegensi,

berbahasa,
dihubungkan

ketidaktetapan
dengan

sikap

emosi,

dan

lingkungan

terhadapnya menghambat perkembangan pribadinya.

2.3.3 Spiritual
Manusia secara terus menerus menghadapi berbagai perubahan lingkungan
yang selalu berusaha menyesuaikan diri agar tercapai keseimbangan dan interaksi

Universitas Sumatera Utara

dengan lingkungan serta menciptakan hubungan antara manusia secara serasi.
Manusia sebagai manusia yang holistik merupakan pendekatan yang bersifat
menyeluruh terhadap individu dalam kontak biopsikososial, spiritual dan kultural
dimana sebagai mahluk hidup dengan dasar spiritual, manusia memiliki keyakinan
dan kepercayaan serta menyembah Tuhan atau sembahyang (Christina dkk, 2003).
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa. Kata “spiritual” sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk
memahami pengertian spiritual dapat dilihat dari berbagai sumber. Berdasarkan
etimologinya, spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu
menggerakkan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang. Anak
merupakan tahap perkembangan kepercayaan berdasarkan pengalaman, perilaku
didapatkan berdasarkan pengalaman. Perilaku yang didapat antara lain adanya
pengalaman dari interaksi dengan orang lain keyakinan dan kepercayaan yang dianut.
Pada saat ini, anak/remaja belum mempunyai pemahaman salah atau benar.
Kepercayaan atau keyakinan yang ada pada masa ini mungkin hanya mengikuti ritual
atau meniru orang lain. Pada masa ini mereka biasanya sudah mulai bertanya tentang
pencipta, arti doa, dan mencari jawaban tentang kegiatan keagamaan. Peran orangtua
sangat menentukan dalam perkembangan spiritual mereka. Hal terpenting bukan apa
yang diajarkan orangtua pada anak tentang Tuhan, tetapi apa yang mereka pelajari
mengenai Tuhan, kehidupan, diri sendiri dari perilaku mereka (Sulistiyanto dkk,
2013).
Upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar
memberikan bimbingan agama kepada warga binaan tuna rungu wicara melalui
bimbingan agama yang diadakan yaitu bimbingan agama kristen dan katolik, islam.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu banyak kegiatan yang dilakukan untuk meningkat spritualitas warga binaan
seperti perayaan hari besar agama dan kegiatan rutin agama masing-masing.

2.4 Efektivitas Program Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara
2.4.1 Efektivitas
Efektivitas diartikan sebagai sesuatu yang ada efeknya (akibatnya,
pengaruhnya), dapat membawa hasil, berhasil guna (tindakan) serta dapat pula
berarti

mulai

berlaku

(tentang

undang-undang/peraturan)

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1993). Selanjutnya bahasa inggris, kata efektif
yaitu effective yang berarti berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan
baik. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang
telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut
efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan
Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau
pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu
mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target
yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Efektivitas menurut Hidayat
(2006) yang menjelaskan bahwa : “Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan
seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin
besar

persentase

target

yang

dicapai,

makin

tinggi

efektivitasnya

(http://repository.unhas.ac.id ).
Dilihat dari perspektif efektivitas organisasi, Gaertner dan Ramnarayan
mengatakan, efektivitas dalam suatu organisasi bukan suatu benda, atau suatu tujuan,
atau suatu karakteristik dari output atau perilaku organisasi, tetapi cukup suatu
pernyataan dari relasi-relasi di dalam dan di antara jumlah yang relevan dari

Universitas Sumatera Utara

organisasi tersebut. Suatu organisasi yang efektif adalah yang dapat membuat
laporan tentang dirinya dan aktivitas-aktivitasnya menurut cara-cara dalam mana
jumlah-jumlah tersebut dapat diterima. Pandangan efektivitas sebagai suatu proses
ini mencerminkan aspek politik ketimbang aspek ekonomi atas bidang produktivitas.
Gerakan produktivitas tidak begitu disebabkan oleh dorongan ekonomi. Menjadi
produktif adalah menjadi tanggap secara politik (Gomes, 2003).
Unsur yang penting dalam konsep efektivitas adalah yang utama adalah
pencapaian tujuan yang sesuai dengan apa yang telah disepakati secara maksimal,
tujuan merupakan harapan yang dicita-citakan atau suatu kondisi tertentu yang ingin
dicapai oleh serangkaian proses. Diketahui bahwa efektivitas merupakan suatu
konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran mengenai
keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya atau dapat dikatakan
bahwa efektivitas merupakan tingkat ketercapaian tujuan dari aktivasiaktivasi yang
telah dilaksanakan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pada beberapa literatur ilmiah mengemukakan bahwa efektivitas merupakan
pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari
serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan
lainnya. Efektivitas juga bisa diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam
pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas
dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut
adalah benar atau efektif.

2.4.2 Efektivitas Program Pelayanan Sosial Tuna Wicara
Usaha Kesejahteraan Sosial mengacu pada program, pelayanan dan berbagai
kegiatan yang secara kongkret (nyata) berusaha menjawab kebutuhan ataupun

Universitas Sumatera Utara

masalah yang dihadapi anggota masyarakat. Usaha kesejahteraan sosial itu sendiri
dapat diarahkan pada individu, keluarga, kelompok ataupun komunitas. Berdasarkan
hal di atas dapat dirasakan bahwa kesejahteraan sosial tidaklah bermakna bila tidak
diterapkan dalam bentuk usaha kesejahteraan sosial yang nyata yang menyangkut
kesejahteraan warga masyarakat. Oleh karena itu dua terminologi ini sulit untuk
dipisahkan satu dengan lainnya (inseparable) dan seringkali digunakan secara tukarmenukar (interchangeably).
Dari terminologi tersebut terlihat bahwa usaha kesejahteraan sosial
seharusnya merupakan upaya yang konkret (nyata) baik ia bersifat langsung (direct
services) ataupun tidak langsung (indirect services), sehingga apa yang dilakukan
dapat dirasakan sebagai upaya yang benar-benar ditujukan untuk menangani masalah
ataupun kebutuhan yang dihadapi warga masyarakat, dan bukan sekedar program,
pelayanan ataupun kegiatan yang lebih dititikberatkan pada upaya menghidupi
organisasinya sendiri ataupun menjadikan sebagai “panggung” untuk sekedar
mengekspresikan penampilan diri person dalam suatu lembaga (Adi, 1994).
Efektivitas pelayanan sosial tuna rungu wicara adalah sejauh mana
pencapaian pelayanan yang sudah ditetapkan berdasarkan makna dari pelayanan
sosial itu sendiri, sehingga apa yang dilakukan dapat dirasakan sebagai upaya yang
benar-benar ditujukan untuk menangani masalah kebutuhan biospsikososial spritual
bagi perkembangan remaja tuna rungu wicara.

2.5 Kerangka Pemikiran
Remaja dengan kecacatan rungu wicara merupakan realitas sosial yang tidak
terelakkan keberadaannya di masyarakat. Pada dasarnya remaja tuna rungu wicara
memiliki hak yang sama dengan semua remaja yang lainnya. Remaja tuna rungu

Universitas Sumatera Utara

wicara berhak atas kesejahteraan, perawatan, dan bimbingan berdasarkan kasih
sayang baik dalam keluarga maupun di dalam asuhan tumbuh kembang dengan baik.
Keterbatasan yang dimiliki karena ketunarunguan menyebabkan kesulitan
berkomunikasi. Keberadaan remaja tuna rungu wicara di dalam masyarakat menjadi
kelompok yang direndahkan sehingga menyebabkan masalah yang kompleks bagi
perkembangan remaja tuna rungu wicara baik masalah biologi, psikologi, sosial dan
spiritual.
Masalah biologi yang dialami oleh remaja tuna rungu wicara di dalam
masyarakat disebabkan kurangnya pertahatian dari orang-orang di sekitarnya
sehingga kebutuhan fisiknya jarang dipenuhi, kesehatannya sering diabaikan.
Akibatnya mereka mengalami kesenjangan dalam pertumbuhan biologi. Masalah
lainnya yang dialami yaitu masalah psikososial, mental dan sosial remaja tuna rungu
wicara dalam masyarakat cenderung mengalami krisis. Hal ini disebabkan oleh
tekanan sosial, stigma sosial yang dihadapi oleh remaja tuna rungu akibat
keterbatasan yang dimiliki, sehingga dalam lingkungan sosial remaja tuna rungu
wicara cenderung bersifat egosentris yang hanya berfokus pada diri sendiri, selalu
menyendiri dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Begitu juga
dengan masalah perkembangan spiritual remaja tuna rungu wicara yang mengalami
kesenjangan akibat keterbatasan dalam memahami nilai-nilai agama sehingga kurang
memiliki motivasi diri yang baik.
Berdasarkan masalah yang dialami oleh remaja tuna rungu wicara tersebut
maka Upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar berdiri
memberikan penanganan pelayanan sosial terhadap masalah tuna rungu wicara dan
lansia. Sistem pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilakukan oleh upt pelayanan
sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar adalah suatu bentuk perwujudan

Universitas Sumatera Utara

dari tanggungjawab dan kewajiban pemerintah. UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu
Wicara dan Lansia memberikan pelayanan sosial kepada remaja tuna rungu wicara
berupa bimbingan biologis, bimbingan psikologi (mental), bimbingan sosial,
bimbingan spiritual. Bimbingan biologis meliputi sandang, papan, kesehatan, obatobatan, bimbingan psikologi dan sosial meliputi bimbingan mental dengan psikolog
dan bimbingan sosial terhadap warga binaan tuna rungu wicara sedangkan
bimbingan spritual meliputi kegiatan bimbingan agama, perayaan hari besar agama,
serta rutinitas kegiatan agama sesuai dengan kepercayaan warga binaan tuna rungu
wicara.
Pelayanan sosial ini diberikan kepada warna binaan dengan kriteria sasaran
yang telah ditetapkan oleh upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia
pematang siantar meliputi kriteria usia dalam batas 15-35 tahun, sehat dan tidak
memiliki penyakit menular, dalam keadaan belum menikah, selama menjadi warga
binaan bersedia untuk diasramakan, membawa surat pengantar dari pemerintah
setempat.
Pelayanan sosial yang diberikan kepada remaja tuna rungu ditujukan untuk
meningkatkan perkembangan aspek biopsikososial spiritual sehingga meningkatkan
keberfungsian sosial dan kemandirian remaja tuna rungu wicara. Dalam pelaksanaan
pelayanan sosial dalam menunjang perkembangan biopsikososial dan spritual tuna
rungu wicara perlu dipantau untuk memastikan program biopsikososial menunjang
perkembangan remaja tuna rungu wicara sehingga memiliki perubahan yang lebih
baik dalam aspek biologi, psikologi, sosial serta spritual.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5
BAGAN ALIR PEMIKIRAN

UPT PELAYANAN SOSIAL
TUNA RUNGU WICARA
DAN LANSIA
PROGRAM
BIOPSIKOSOSIAL
SPIRITUAL

Biologi/Bimbingan fisik
 Sandang, Papan
 Kesehatan, Obat
 Olahraga




Psikososial
Bimbingan mental
Bimbingan sosial

Spiritual/Bimbingan
keagamaan

REMAJA TUNA RUNGU WICARA
a. Usia 15-35 tahun
b. Tidak cacat ganda dan memilki
penyakit menular
c. Belum menikah
d. Bersedia diasramakan
e. Membawa surat pengantar

Efektifitas pelaksanaan program
1. Pemahaman program : pengetahuan tentang sosialisasi,
tujuan, dan metode pelayanan sosial
2. Ketepatan sasaran : remaja tuna rungu wicara < 18 tahun
3. Tepat Waktu : ketepatan jadwal frekuensi pemberian
pelayanan sosial, ketepatan jadwal mendapat bantuan
pelayanan.
4. Tercapainya tujuan : remaja tuna rungu wicara mendapatkan
perlindungan dan kebutuhan secara fisik, memperoleh
bimbingan psikologi dari psikolog secara rutin melalui
konseling, bimbingan sosial, memiliki motivasi dan nilai-nilai
agama yang mendukung sikap hidup.
5. Adanya perubahan nyata, meliputi: memiliki kesehatan yang
baik,memiliki tempat tinggal,terpenuhi kebetuhan olahraga
2.6 Defenisi
dan Defenisi
Operasional
semakinKonsep
baik, kebutuhan
kesehatan
dan kebersihan semakin
baik,rasa percaya diri meningkat, memiliki hubungan yang
harmonis, mendapatkan kasih sayang,memiliki prestasi,
pengetahuan meningkat, pengetahuan agama semakin
baik,memiliki kedekatan dengan tuhan, intensitas beribadah
Universitas Sumatera Utara

2.6.1 Defenisi Konsep
Defenisi konsep adalah batasan arti dan gambaran hubungan dari antara
unsur-unsur yang ada di dalamnya (Siagian, 2011). Konsep penelitian bertujuan
untuk merumuskan istilah dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara
mendasarkan agar tercipta suatu persamaan persepsi dan tidak muncul salah
pengertian pemakaian istilah yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Untuk
memperjelas penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep-konsep yang digunakan
sebagai berikut :
1. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(seperti reaksi, belajar, perilaku dan hasil organisasi ) yang telah dicapai
oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih
dahulu. Dengan demikian, suatu usaha atau kegiatan dikatakan efektif
apabila tujuan atau sasaran dapat dicapai sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan sebelumnya dan dapat memberikan manfaat yang nyata sesuai
dengan kebutuhan.
2. Penyandang cacat tuna rungu wicara adalah seseorang yang mempunyai
kelainan pada alat pendengaran dan bicara sehingga tidak dapat melakukan
fungsinya secara wajar.
3. Pelayanan Sosial disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup
program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak
beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin,
cacat, tuna sosial dan sebagainya.
4. Program biopsikososial spiritual adalah suatu program ataupun proyek
yang berhubungan dengan kondisi fisik, mental sosial dan spiritual yang

Universitas Sumatera Utara

dirancang untuk meningkatkan perkembangan, keberfungsian sosial dan
kemandirian remaja tuna rungu wicara.
5. UPT Tuna Rungu Wicara dan Lansia adalah lembaga yang memberikan
pelayanan sosial

berupa bimbingan sosial, fisik, psikososial dan

pendidikan keterampilan bagi remaja tunarungu wicara.
Dengan demikian kita ambil definisi konsep secara keselurahan yang
dimaksud dengan efektivitas program pelayanan sosial bagi perkembangan
biopsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT tuna rungu wicara dan
lansia adalah tercapainya tujuan dari seluruh program yang dilakukan oleh UPT
terhadap perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual.

2.6.2 Defenisi operasional
Defenisi operasional adalah proses operasionalisasi konsep yaitu upaya
transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat
diobservasi (Siagian, 2011). Dengan defenisi operasional dapat diketahui indikatorindikator apa saja yang akan diukur dan dianalisa dalam variabel yang ada.
1. Pemahaman program, meliputi:
a. Sosialisasi program pelayanan sosial yang diberikan kepada remaja tuna
rungu wicara
b. Pemahaman setelah sosialisasi program pelayanan sosial remaja tuna
rungu wicara
c. Pengetahuan tentang tujuan program pelayanan sosial remaja tuna rungu
wicara
d. Pengetahuan tentang metode program pelayanan remaja tuna rungu
wicara

Universitas Sumatera Utara

2. Ketepatan sasaran, meliputi:
a. Remaja tuna rungu wicara 18-35 tahun.
b. Tidak memiliki cacat ganda dan penyakit menular.
c. Belum menikah.
d. Bersediakan diasramakan.
e. Membawa surat pengantar dari pemerintah setempat.
3. Tepat waktu, meliputi:
a. Ketepatan waktu frekuensi pemberian pelayanan sosial.


Bimbingan Fisik (Biologis)



Bimbingan Psikososial



Bimbingan Agama (Spritual)

4. Tercapainya tujuan, meliputi:
a. Remaja tuna rungu wicara mendapatkan perlindungan dan kebutuhan
secara fisik yang mendukung tumbuh kembang

kesehatan yang baik

seperti kebutuhan sandang, pangan, papan .
b. Remaja tuna rungu wicara

memperoleh bimbingan psikologi dari

psikolog secara rutin melalui konseling untuk meningkatkan kepercayaan
diri, sikap mental, serta terkait masalah yang dihadapi remaja tuna rungu
wicara.
c. Remaja tuna rungu wicara mampu bersosialisasi dilingkungan panti,
mengenal sistem kekeluargaan.
d. Remaja tuna rungu wicara memiliki motivasi dan nilai-nilai agama yang
mendukung sikap hidup.
5. Adanya perubahan nyata, meliputi: peningkatan kebutuhan biologis seperti
makanan, obat-obatan, tempat tinggal, olahraga, kesehatan serta kebersihan.

Universitas Sumatera Utara

Peningkatan mental dan sosial yang lebih baik seperti rasa percaya diri
semakin optimal, hubungan sosial dengan orang sekitar harmonis, terpenuhinya
rasa kasih sayang, memiliki prestrasi, meningkatnya pengetahuan dasar dan
keterampilan.
Peningkatan spritual meliputi pengetahuan agama,rutinitas melakukan solat
dan berdoa, intensitas ke rumah ibadah.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

3 95 103

Pola Interaksi Sosial Tuna Rungu Wicara ( Studi Deskriptif Di UPTD Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara Dan Lansia Pematangsiantar )

26 167 91

Efektivitas Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

8 67 136

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 8 151

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 15

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 8

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

0 0 12

Efektivitas Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

0 0 14