Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

(1)

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara

(Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan

Lanjut Usia Pematang Siantar)

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Disusun Oleh:

RIZKI FREDDY SIMAMORA

090902062

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Abstrak

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

Kehidupan seorang anak dimulai ditengah lingkungan keluarga, bagi anak-anak, pendengaran dan kemampuan berbahasa adalah alat yang sangat penting untuk belajar, bermain dan membangun kemampuan sosial. Akan tetapi jika mereka mengalami gangguan pada organ pendengarannya yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk mendengar, maka dipastikan akan menghambat perkembangan anak, sehingga keadaan tersebut mempengaruhi pada perkembangan intelijensi, bicara, emosi dan sosial si anak maupun pada kepribadiannya. Dalam hal ini, pekerja sosial seharusnya lebih menfokuskan pada pembangunan sosial yaitu penanganan masalah-masalah sosial yang bersifat mikro seperti mampu menunjukkan strategi dan indikator keberhasilan yang accountable sesuai dengan orientasi dan konsepsi pekerja sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan mengenai strategi pekerja sosial dalam pelayanan anak tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar dan mengetahui apakah strategi yang dilakukan pekerja sosial itu berjalan dengan baik.

Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif dengan unit analisis atau objek kajian sebanyak 4 orang pekerja sosial. Yang bertujuan untuk membuat gambaran tentang bagaimana strategi yang diterapkan pekerja sosial terhadap pelayanan anak tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi, studi kepustakaan, dan wawancara langsung.

Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaannya strategi-strategi yang digunakan oleh pekerja sosial UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar dalam pelayanan anak tuna rungu wicara telah berjalan dengan baik dan saling mndukung serta menghasilkan manfaat yang positif bagi warga binaan sosial tuna rungu wicara. Hal ini dapat dilihat dalam indikator strategi yang sesuai dengan prinsip dan fungsi pekerja sosial, strategi harus tanggap lingkungan eksternal, strategi harus sejalan dengan strategi lainnya yang terdapat didalam organisasi, dan strategi secara organisasional yang dipandang layak (wajar) sehingga kita dapat mengetahui bahwa strategi yang digunakan pekerja sosial tersebut telah berjalan dengan baik.


(3)

Abtract

The life of a child begins amid the family, for the children, hearing and language skills is a very important tool to learn, play and build social skills. But if they experience harassment at the hearing organ resulting in the inability to hear, then be assured will hamper the development of the child, until the situation is affecting the development intelijensi, speech, emotional and social development as well as the child in his personality. In this case, the social worker should have been more focused on social development, namely the handling of social problems such as micro programs able to demonstrate strategies and indicators of success are accountable in accordance with the orientation and conception of social workers. The purpose of this study is to describe the strategy of social workers in children's services deaf speech at UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar and determine whether the strategies that social workers do work well.

This study was classified as descriptive research with the unit of analysis or object of study as much as 4 social workers. Which aims to create a picture of how the strategy adopted social workers to service the deaf and speech impaired children at UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar. The data collection techniques using the method of observation, library research, and interviews.

Based on the analysis of data, it can be concluded that the implementation strategies used by social workers in UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar in a speech deaf children's services has been going well and each mndukung and generate positive benefits for social prisoners deaf speech. This can be seen in the indicator strategies in accordance with the principles and functions of social workers, a strategy must be responsive external environment, a strategy must be aligned with other strategies contained within the organization, and organizational strategies that are deemed feasible (reasonable) so that we can know that the strategy used the social worker has been going well.

Key Words : Strategy, Social Worker in UPT Pelayanan Sosial Tuna urngu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasihNya atas berkat dan anugerah, kasih setia, kekuatan, semangat dan kesempatan yang selalu diberikanNya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul “Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)”, merupakan salah satu untuk memperoleh gelar sarjana sosial di departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Selama menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak menerima bantuan bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Maka dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial. 3. Bapak Husni Thamrin, S.Sos, M.SP selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia

membimbing, meluangkan waktu,tenaga, kesabaran dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih ya pak, sudah berkenan membagi ilmu bapak kepada saya.

4. Seluruh bapak dan ibu Dosen serta Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara untuk segala ilmu pengetahuan selama perkuliahan.

5. Seluruh staff dan pegawai kantor dan warga binaan sosail tuna rungu wicara UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar. Terimakasih


(5)

atas bantuan penelitianya dalam mendapatkan data-data yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh pekerja sosial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar Area yang telah bersedia membantu dan bekerjasama dengan menjadi responden dalam penelitian penulis.

7. Teristimewa luar bisa kepada kedua orangtuaku Ayah A. Simamora dan Ibu H Br Pakpahan, yang telah merawat penulis dengan penuh kasih sayang serta telah banyak mengorbankan waktu dan materi yang tak terhitung nilainya guna keberhasilan penulis dalam meraih cita-cita. Semoga harapan, doa dan perjuangan bapak dan mamak akan terus memacu penulis untuk dapat yang terbaik.

8. Kepada keluarga, abangku Joshia Simamora, adik-adikku Yogi, Richard, Jonatan Simamora yang selalu memberikan motivasi kepada penulis serta adikku terbawel Artha Simamora (Ojong) yang tidak habis-habisnya menasehati abang untuk nyelesain skripsi ini, semoga menjadi dokter yang sukses yaa..

9. Seluruh keluarga besar Simamora dan Pakpahan untuk dukungan dan doanya selama penulis diperkuliahan hingga proses penyelesaian skripsi.

10.Kepada temen satu rasa yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu “Gantang Group” yang selalu bersama dalam suka dan duka. Serta teman-teman di WRONk GENK (Desy, Veny, Wilda, Swiss) Terimakasih buat kalian Tuhan beserta kita.

11.Seseorang yang spesial (Mrs. X) yang selalu memberikan motivasi dan doa yang luar biasa terlebih disaat penyelesaian skripsi ini, dan menjadi motivator terhebat bagi penulis. 12.Sahabat-sahabat seperjuangan di departemen ilmu Kesejahteraan sosial stambuk 2009,,


(6)

13.Seluruh abang kakak senior dan adik-adik junior di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan yang tak ternilai dengan materi.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun banyak membantu dam memberikan bantuan moril maupun materil bagi terselesainya skripsi ini, penulis banyak ucapkan terimakasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memerlukan kritik an saran yang sifatnya membangun, untuk itu sangat diharapkan masukanya. Akan tetapi penulis telah semaksimal mungkin berusaha memberikan yang terbaik. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang membutuhkannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberi perlindungan, kesehatan dan berkatNya kepada kita semua.

Medan, Januari 2014 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR BAGAN ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I: PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 7

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8

1.4 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Strategi ... 10

2.1.1Defenisi Strategi ... 10

2.1.2 Dimensi Strategi ... 11

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi ... 12

2.1.4 Tahapan Strategi ... 13

2.1.5 Jenis-jenis Strategi ... 15

2.2 Pekerja Sosial ... 17

2.2.1 Pengertian Pekerja Sosial ... 17

2.2.2 Fungsi dan Peran Pekerja Sosial ... 18

2.2.1 Strategi Pekerja Sosial ... 20


(8)

2.3.1 Defenisi Kesejahteraan Sosial ... 21

2.3.2 Klarifikasi Pelaksana Kesejahteraan Sosial ... 22

2.4 Pelayanan ... 23

2.4.1 Pengertian Pelayanan ... 23

2.4.2 Pelayanan Sosial ... 24

2.4.3 Fungsi-fungsi Pelayanan Sosial ... 26

2.4.4 Pelayanan Panti Sosial Tun Rungu Wicara ... 29

2.5 Konsep Anak ... 33

2.5.1 Pengertian Anak ... 33

2.5.2 Hak-hak Anak ... 34

2.6 Tuna Rungu Wicara ... 35

2.6.1 Pengertian Tuna Rungu WIcara ... 35

2.6.2 Dampak Kecacatan ... 37

2.7 Kerangka Pemikiran... 38

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 41

2.8.1 Definisi Konsep ... 41

2.8.2 Definisi Operasional ... 42

BAB III : METODE PENELITIAN ... 44

3.1 Tipe Penelitian ... 44

3.2 Lokasi Penelitian ... 44

3.3 Unit Analisis dan Informan ... 45

3.3.1 Unit Analisis ... 45

3.3.2 Informan ... 45

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 45


(9)

BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN... 47

4.1 Sejarah Berdirinya Lembaga ... 47

a. Visi dan Misi Lembaga ... 48

b. Gambaran Umum Lembaga ... 48

c . Dasar Hukum ... 49

d. Sasaran Garapan ... 50

e. Struktur Organisasi ... 50

f. Sarana dan Prasarana Panti ... 53

4.2 Pelayanan Panti ... 54

BAB V : ANALISA DATA ... 57

5.1 Hasil Penelitian ... 57

5.1.1 Informan I ... 57

5.1.2 Informan II ... 61

5.1.3 Informan III ... 64

5.1.1 Informan IV ... 67

5.2. Pembahasan... 71

5.2.1 Strategi Sesuai dengan Prinsip dan Fungsi Pekerja Sosial ... 71

5.2.2 Strategi Harus Tanggap Lingkungan Eksternal ... 74

5.2.3 Strategi Harus Sejalan dengan Strategi yang Lainnya didalam Organisasi ... 76

5.2.4 Strategi Secara Organisasional dipandang Layak (Wajar) ... 77

BAB VI : PENUTUP ... 79

6.1 Kesimpulan ... 79


(10)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL


(12)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Bagan Alir Pemikiran……….……... 40

Bagan 2 Bagan Susunan Organisasi UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar……….. 51


(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Abstrak

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

Kehidupan seorang anak dimulai ditengah lingkungan keluarga, bagi anak-anak, pendengaran dan kemampuan berbahasa adalah alat yang sangat penting untuk belajar, bermain dan membangun kemampuan sosial. Akan tetapi jika mereka mengalami gangguan pada organ pendengarannya yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk mendengar, maka dipastikan akan menghambat perkembangan anak, sehingga keadaan tersebut mempengaruhi pada perkembangan intelijensi, bicara, emosi dan sosial si anak maupun pada kepribadiannya. Dalam hal ini, pekerja sosial seharusnya lebih menfokuskan pada pembangunan sosial yaitu penanganan masalah-masalah sosial yang bersifat mikro seperti mampu menunjukkan strategi dan indikator keberhasilan yang accountable sesuai dengan orientasi dan konsepsi pekerja sosial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan mengenai strategi pekerja sosial dalam pelayanan anak tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar dan mengetahui apakah strategi yang dilakukan pekerja sosial itu berjalan dengan baik.

Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif dengan unit analisis atau objek kajian sebanyak 4 orang pekerja sosial. Yang bertujuan untuk membuat gambaran tentang bagaimana strategi yang diterapkan pekerja sosial terhadap pelayanan anak tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan metode observasi, studi kepustakaan, dan wawancara langsung.

Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaannya strategi-strategi yang digunakan oleh pekerja sosial UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar dalam pelayanan anak tuna rungu wicara telah berjalan dengan baik dan saling mndukung serta menghasilkan manfaat yang positif bagi warga binaan sosial tuna rungu wicara. Hal ini dapat dilihat dalam indikator strategi yang sesuai dengan prinsip dan fungsi pekerja sosial, strategi harus tanggap lingkungan eksternal, strategi harus sejalan dengan strategi lainnya yang terdapat didalam organisasi, dan strategi secara organisasional yang dipandang layak (wajar) sehingga kita dapat mengetahui bahwa strategi yang digunakan pekerja sosial tersebut telah berjalan dengan baik.


(14)

Abtract

The life of a child begins amid the family, for the children, hearing and language skills is a very important tool to learn, play and build social skills. But if they experience harassment at the hearing organ resulting in the inability to hear, then be assured will hamper the development of the child, until the situation is affecting the development intelijensi, speech, emotional and social development as well as the child in his personality. In this case, the social worker should have been more focused on social development, namely the handling of social problems such as micro programs able to demonstrate strategies and indicators of success are accountable in accordance with the orientation and conception of social workers. The purpose of this study is to describe the strategy of social workers in children's services deaf speech at UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar and determine whether the strategies that social workers do work well.

This study was classified as descriptive research with the unit of analysis or object of study as much as 4 social workers. Which aims to create a picture of how the strategy adopted social workers to service the deaf and speech impaired children at UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar. The data collection techniques using the method of observation, library research, and interviews.

Based on the analysis of data, it can be concluded that the implementation strategies used by social workers in UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar in a speech deaf children's services has been going well and each mndukung and generate positive benefits for social prisoners deaf speech. This can be seen in the indicator strategies in accordance with the principles and functions of social workers, a strategy must be responsive external environment, a strategy must be aligned with other strategies contained within the organization, and organizational strategies that are deemed feasible (reasonable) so that we can know that the strategy used the social worker has been going well.

Key Words : Strategy, Social Worker in UPT Pelayanan Sosial Tuna urngu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kehidupan seorang anak dimulai ditengah lingkungan keluarga, lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan, pelajaran, dan pendidikan. Dengan meningkatnya usia dan kematangan anak, lingkungan mereka makin luas dan anak diharapkan makin mampu menyesuaikan diri dengan baik (Munandar, 2001: 2).

Bagi anak-anak, pendengaran dan kemampuan berbahasa adalah alat yang sangat penting untuk belajar, bermain dan membangun kemampuan sosial. Dimana anak belajar untuk berkomunikasi dengan meniru suara yang mereka dengar. Akan tetapi jika mereka mengalami gangguan pada organ pendengarannya yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk mendengar, maka dipastikan akan menghambat perkembangan anak, sehingga keadaan tersebut mempengaruhi pada perkembangan intelijensi, bicara, emosi dan sosial si anak maupun pada kepribadiannya.

Secara fisik anak tuna rungu tidak berbeda dengan anak dengar (normal) pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa anak yang menyandang ketunarunguan pada saat berbicara. Mereka berbicara tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau bahkan tidak berbicara sama sekali melainkan hanya berisyarat. Dari ketidakmampuan anak tuna rungu dalam berbicara, muncul pendapat umum yang berkembang, bahwa anak tuna rungu ialah


(16)

anak yang hanya tidak mampu mendengar sehingga tidak dapat berkomunikasi secara lisan dengan orang dengar. Karena pendapat itulah ketunarunguan dianggap ketunaan yang paling ringan dan kurang mengundang simpati, dibanding dengan ketunaan yang berat dan dapat mengakibatkan keterasingan dalam kehidupan sehari-hari (Sutjihati Soemantri, 2006 : 20).

Masyarakat seakan-akan banyak yang tidak peduli dan bersifat acuh pada diri orang yang memiliki kekurangan pada dalam dirinya. Sikap tidak peduli dan acuh tersebut sebenarnya lambat laun merugikan orang yang berbuat tersebut. Karena pada kondisi tersebut mudah sekali terjadinya penyimpangan kondisi sosial pada lingkungan yang cenderung acuh dan individualistis tersebut. Hal itu pun sebenarnya telah mengganggu keadaan sosial masyarakat di sekeliling tempat beradanya orang yang memiliki gangguan tersebut.

Anak dengan kecacatan rungu wicara merupakan realitas sosial yang tidak terelakkan keberadaannya. Mereka membutuhkan perhatian dan dukungan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Secara umum keberadaan anak dengan kecacatan rungu wicara terkadang dianggap beban yang keadaannya disembunyikan atau diisolasi dari kehidupan masyarakat. Kecacatan pada anak merupakan kondisi yang tidak diinginkan oleh siapapun. diakses pada tanggal18 Mei 2013 pukul 21.01 wib)

Anak berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat merupakan salah satu sumber daya manusia bangsa Indonesia yang kualitasnya harus ditingkatkan agar dapat berperan, tidak hanya sebagai obyek pembangunan tetapi juga sebagai subyek pembangunan. Anak berkebutuhan khusus perlu dikenali dan diidentifikasi dari kelompok anak pada umumnya, karena mereka memerlukan pelayanan yang ntentunya bersifat khusus, seperti pelayanan medik, pendidikan khusus maupun latihan-latihan tertentu yang bertujuan untuk mengurangi


(17)

keterbatasan dan ketergantungan akibat kelainan yang diderita, serta menumbuhkan kemandirian hidup dalam bermasyarakat.

Masalah kecacatan pada anak merupakan masalah yang cukup kompleks baik secara kuantitas maupun kualitas, mengingat berbagai jenis kecacatan mempunyai permasalahan tersendiri. Jika masalah anak tuna rungu wicara ini ditangani secara dini dengan baik dan keterampilan mereka ditingkatkan sesuai minat, maka beban keluarga, masyarakat dan negara dapat dikurangi. Sebaliknya jika tidak diatasi secara benar , maka dampaknya akan memperberat

beban keluarga dan negara.

diakses pada tanggal 19 Mei 2013 pukul 20.55 wib)

Menurut data WHO (World Health Organization) di tahun 2011, 360 juta orang lahir dengan cacat dengar dan ketulian atau sekitar 5,3% dari total penduduk dunia. Sedangkan menurut data yang dikeluarkan oleh Kementrian Sosial RI per Desember 2010, jumlah penyandang cacat di Indonesia yakni sebesar 11.580.117 orang, dimana penyandang cacat tuna rungu wicara sebesar 2.547.626 orang atau sekitar 25% dari dari total keseluruhan.

diakses pada tanggal 19 Mei 2013 pukul 21.05 wib)

Tidak ada data yang akurat tentang populasi anak dengan kecacatan rungu wicara di Indonesia. Namun, sebagai gambaran terdapat 295.795 anak dengan kecacatan adalah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Sementara Departemen Pendidikan Nasional menyatakan baru sekitar 48.000 anak dengan kecacatan dari 1,3 juta anak penyandang cacat usia sekolah yang menikmati pendidikan. Sisanya lebih banyak tinggal dirumah. Dengan demikian anak dengan kecacatan termasuk anak dengan kecacatan rungu wicara masih mendapat perlakuan diskriminatif.


(18)

Kondisi di atas dalam sudut pandang perkembangan anak dipandang kurang menguntungkan terutama pada pemenuhan hak-hak anak secara umumnya. Berbagai keterbatasan yang ada pada keluarga yang memiliki anak dengan kecacatan rungu wicara menyebabkan terkendalanya keluarga dalam memberikan pelayanan dalam penanganan anak tersebut. Demikian juga para petugas dan penyelenggara pelayanan anak dengan kecacatan rungu wicara, sering kali juga terkendala oleh keterbatasan kemampuan serta keterampilan yang menyebabkan tidak optimalnya pelayanan dan rehabilitasi sosial anak dengan kecacatan rungu wicara (DepsosRI, 2008).

Permasalahan sosial yang ada di daerah-daerah lain dan yang ada di Sumatera Utara tidak terlepas dari permasalahan kesejahteraan sosial. Permasalahan sosial yang terjadi saat ini adalah sebagian dari permasalahan kesenjangan sosial yang perlu penanganan khusus untuk mengatasi dan menanggulanginya agar tidak semakin meluas dan menyebar, seandainya tidak segera dilakukan langkah-langkah strategis seperti dalam melakukan penanganan melalui ilmu kesejahteraan sosial, maka dihawatirkan akan menyebabkan dampak sosial yang lebih besar di masyarakat seperti kenakalan remaja, anak-anak terlantar, anak-anak jalanan, penyandang cacat dan pengemis. (Harian Sumut Pos, 23 April 2013 : 22)

Dengan semakin banyaknya permasalahan yang ada di Sumatera Utara pada khususnya dan yang ada di masyarakat pada umumnya, maka ilmu kesejahteraan sosial semakin diperlukan sebagai salah satu ilmu yang akan menjawab semua tantangan dan permasalahan sosial yang saat ini mendera masyarakat. Antara Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial saling terkait sebagai suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan, mengenai kesejahteraan sosial.

Midgley melihat kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan atau kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik, ketika


(19)

kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalkan (Midgley, dalam Adi, 2005 : 16)

Pekerja sosial merupakan aktivitas profesional untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan tersebut. Sejak kelahirannya sekian abad lalu, pekerja sosial (social worker) telah terlibat dalam penanggulangan kemiskinan. Dalam hal ini, pekerja sosial seharusnya lebih menfokuskan pada pembangunan sosial yaitu penanganan masalah-masalah sosial yang bersifat mikro. Namun demikian, dalam program anti kemiskinan terkait pemberdayaan para penyandang cacat, pekerja sosial masih belum mampu menunjukkan strategi dan indikator keberhasilan yang accountable sesuai dengan orientasi dan konsepsi pekerja sosial (Edi Suharto, 2007 : 2)

Salah satu penyebab dari kondisi ini adalah para teoritisi dan praktisi pekerja sosial belum mampu mensinergikan kemampuan profesionalnya dalam mengembangkan program-program pembangunan kesejahteraan sosial yang khas, genuine, dan sejalan dengan konsepsi keberfungsian sosial. Konsep keberfungsian sosial masih belum dikembangkan lebih jauh untuk menganalisis masalah kemiskinan terkait penyandang cacat. Konsepsi yang berkembang selama ini cenderung masih bermatra individual berdasarkan pendekatan casework yang masih sangat west-oriented. Namun, terdapat kecenderungan dimana para pekerja sosial lebih confident jika memakai konsep-konsep milik profesi lain.

Secara umum, istilah kesejahteraan sosial sering diartikan sebagai kondisi sejahtera (konsepsi pertama), yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan perawatan kesehatan. Hal-hal seperti itulah yang dilakukan oleh sebagian pekerja sosial yang ada di


(20)

lembaga-lembaga sosial, membantu dan memberikan pelayanan dan bimbingan sesuai dengan amanat yang harus dilaksanakan sebagai penopang keberlangsungan terwujudnya kesejahteraan sosial, sebagaimana disebutkan didalam UUD 1945 pasal 34 tentang kepedulian Negara terhadap kelompok lemah (fakir miskin dan anak terlantar) serta jaminan sosial.

Peran pekerja sosial dalam kaitannya dengan masalah tersebut, yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 34 sangatlah urgen dalam kaitannya dengan tercapainya kesejahteraan sosial. Pekerjaan sosial dalam lembaga-lembaga sosial memiliki peran dalam memberikan bimbingan, baik bimbingan yang bersifat perseorangan (casework), kelompok (groupwork) maupun dalam cakupan yang lebih luas seperti pengorganisasian masyarakat (community organization). Selain itu, pola strategi dalam menentukan kebijakan yang tepat dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan atau dengan kata lain dampak dari kebijakan itu bagi para anak penyandang cacat juga harus lebih diupayakan agar tumbuh kembang anak terjamin dan dapat diterima ditengah-tengah masyarakat (Edi Suharto, 2007 : 27).

Bimbingan pekerja sosial terhadap anak penyandang cacat tuna rungu wicara adalah bagian dari bimbingan perseorangan (casework) dan kelompok (groupwork) karena pekerja sosial atau social worker dihadapkan pada individu dan kelompok dalam sebuah panti sosial atau lembaga sosial yang khusus menampung anak-anak sampai usia remaja. Dimana pelayanan dan rehabilitasi sosial merupakan upaya yang tidak dapat terpisahkan dengan sistem pelayanan secara umum. Pelayanan dan rehabilitasi sosial anak cacat rungu wicara merupakan rangkaian kegiatan pembinaan dan pelayanan kesejahteraan sosial dalam rangka menjamin tumbuh kembang anak, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosial secara wajar disegala aspek kehidupan di dalam keluarga maupun masyarakat. Hal ini perlu didukung oleh lingkungan


(21)

khususnya wadah pelayanan dan rehabilitasi sosial yakni panti sosial seperti di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar.

Menampung untuk memberikan bimbingan psikologis, edukatif dan kreativitas kepada anak-anak yang ditampung di panti sosial adalah bagian dari kewajiban dan tugas dari Panti Sosial UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar, maka sebagai lembaga sosial yang menangani masalah-masalah sosial, diharapkan bisa mengurangi masalah sosial yang terjadi pada anak cacat rungu wicara dan dapat membangun sumber daya manusia yang lebih baik.

Panti sosial ini termasuk rencana penelitian yang akan diteliti karena Panti Sosial UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar tersebut mempunyai tugas memberikan pembinaan kesejahteraan sosial kepada 24 anak yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, bakat dan kemampuan serta keterampilan bagi penyandang cacat tuna rungu wicara agar dapat tumbuh dan berkembang serta wajar.

Dilihat dari tugas, fungsi dan kewajiban seorang pekerja sosial (social worker) secara khusus dan panti sosial secara umum diranah pelayanan sosial, peneliti tertarik untuk meneliti Panti Sosial UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar ini untuk diangkat sebagai sebuah karya ilmiah dengan judul “Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)”.


(22)

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan langkah yang penting, karena langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian itu diarahkan. Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimana strategi yang dilakukan pekerja sosial terhadap pelayanan anak tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan mengenai strategi pekerja sosial dalam pelayanan anak tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar dan mengetahui apakah strategi yang dilakukan pekerja sosial itu berjalan dengan baik.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharap dapat digunakan dalam rangka :

1. Secara teoritis, penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan sumbangsih pemikiran tentang memahami pekerja sosial dalam panti sosial.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan sebagai bahan kajian dan perbandingan para mahasiswa yang tertarik terhadap masalah terkait pekerja sosial.


(23)

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran pekerja sosial dalam menjalankan strateginya bagi peningkatan pelayanan terhadap anak tuna rungu wicara.

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan ini secara garis besarnya dikelompokkan dalam enam bab, dengan urutan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BAB IV : GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti.

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.


(24)

BAB VI : PENUTUP

Berisikan tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran-saran yang perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Strategi

2.1.1 Defenisi Strategi

Strategi mempunyai pengertian yang banyak dalam kamus bahasa Indonesia, namun yang paling penting sesuai dengan konteks penelitian, maka strategi sendiri memiliki pengertian yaitu; rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (KBBI 2001 : 1092). Kata strategi berasal dari panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan.

Edi Suharto (2007) mendefenisikan strategi adalah usaha-usaha menyeluruh yang dirancang untuk menjamin agar perubahan-perubahan yang diusulkan untuk dapat diterima oleh partisipan atau berbagai kalangan yang akan terlibat dan dilibatkan dalam proses perubahan. Atau dengan kata lain, Strategi adalah proses penentuan rencana par berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.

Seperti halnya Morrisey (1995) juga mendefenisikan strategi adalah proses untuk menentukan arah yang harus dituju oleh organisasi agar misinya tercapai dan sebagai daya dorong yang akan membantu organisasi dalam menentukan produk, jasa, dan pasarnya di masa depan. Dalam menjalankan aktifitas operasional setiap hari di organisasi, para pemimpin selalu merasa bingung dalam memilih dan menentukan strategi yang tepat karena keadaan yang terus menerus berubah.


(26)

Dengan kata lain strategi merupakan cara terbaik untuk mencapai beberapa sasaran. Untuk menetukan mana yang terbaik tersebut akan tergantung dari kriteria yang digunakan. Strategi menyebutkan satu persatu penyebab dari hasil antara apa yang dilakukan pelaku dan bagaimana dunia luar menanggapinya. Strategi disebut efektif jika hasil yang dicapai seperti yang diinginkan, karena kebanyakan situasi yang memerlukan analisis stratejik dan statis melainkan interaktif dan dinamis, maka hubungan antara penyebab dan hasilnya tidak tepat atau

pasti. diakses pada tanggal 30 Mei

2013 pukul 00.30 wib)

2.1.2 Dimensi Strategi

Berdasarkan pengertiannya diatas dapat dijelaskan bahwa strategi memiliki beberapa dimensi yang perlu diperhitungkan dan diketahui untuk mengurangi dampak elemen ketidakpastian dalam merumuskan dan mengimplementasikan strategi tersebut antara lain :

a. Dimensi Keterlibatan Manajemen Puncak

Keterlibatan manajemen puncak merupakan keharusan, karena hanya pada tingkat manajemen puncak akan tampak segala bentuk implikasi berbagai tantangan dan tuntutan lingkungan internal serta eksternal, pada tingkat manajemen puncaklah terdapat cara pandang yang holistik dan menyeluruh. Selain itu, hanya manajemen puncaklah yang memiliki wewenang untuk mengalokasikan dana, prasarana dan sumber lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah diputuskan.

b. Dimensi Lingkungan Internal dan Eksternal

Dimensi lingkungan internal dan eksternal adalah suatu kondisi yang sedang dihadapi yang berupa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang harus diketahui secara tepat untuk


(27)

merumuskan rencana strategi yang berjangka panjang. Dalam kondisi tersebut, manajemen puncak perlu melakukan analisi yang objektif agar dapat menetukan kemampuan organisasi berdasarkan berbagai sumber yang dimiliki.

Dengan demikian, manajemen puncak memahami terhadap kondisi lingkungan internal dan eksternal bagi organisasi dan mampu melakukan berbagai pendekatan juga teknik untuk merumuskan strategi organisasi yang dipimpinnya.

c. Dimensi Konsekuensi Isu Strategi

Dalam mengimplementasikan strategi harus didasarkan pada penempatan organisasi sebagai suatu sistem. Setiap keputusan strategi yang dilakukan harus dapat menjangkau semua komponen atau unsur organisasi, baik arti sumber daya maupun arti satuan-satuan kerja tersebut yang dikenal seperti departemen, divisi, biro, seksi dan sebagainya (Suharto, 2006).

2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Strategi

Adapun faktor yang menjadi pendukung dalam merumuskan strategi, agar suatu organisasi tetap eksis, tangguh menghadapi perubahan, dan mampu meningkatkan efektivitas serta produktivitas. Faktor-faktor tersebut antara lain, tipe dan struktur organisasi, gaya manajerial, kompleksitas lingkungan eksternal, kompleksitas proses produksi dan hakikat berbagai masalah yang dihadapi.

a. Tipe dan Struktur Organisasi

Struktur organisasi dapat didefenisikan sebagai lukisan interkasi, aktivitas-aktivitas peranan, hubungan dan hirarki tujuan suatu organisasi.

Tipe dan struktur organisasi yang dipilih untuk digunakan harus berhubungan dengan kepribadian organisasi tersebut, sebab setiap organisasi pasti memiliki kepribadian yang khas.


(28)

Dengan demikian, dalam struktur organisasi harus terdapat beberapa unsur antara lain, spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau disentralisasi dalam pengambilan keputusan kerja dan ukuran kerja.

b. Gaya Manajerial (Kepemimpinan)

Dalam teori kepemimpinan dikenal berbagai teologi kepemimpinan antara lain, tipe otokratik, paternalistik, laisez faire, demokratik, dan kharismatik. Namun demikian, tidak ada satupun tipe yang sesuai dan dapat digunakan secara konsisten pada semua jenis dan kondisi organisasi.

c. Kompleksitas Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal organisasi selalu bergerak dinamis. Gerakan dinamis tersebut berpengaruh pada cara mengelola organisasi dan termasuk dalam merumuskan dan menetapkan strategi. Karena tidak ada organisasi yang dapat membebaskan diri dari dampak lingkungan eksternal, maka dinamika tersebut harus dikenali, dianalisi, diperhitungkan demi mencapai tujuan dan sasasran organisasi.

d. Hakekat masalah yang dihadapi

Strategi merupakan keputusan dasar yang diambil oleh manajemen puncak melalui berbagai analisis dan diperhitungkan terhadap lingkungan internal dan eksternal organisasi. Karena itu keputusan yang diambil oleh manajemen puncak akan menetukan kesinambungan organisasi saat sekarang dan masa depan.

2.1.4 Tahapan Strategi

Penerapan strategi suatu organisasi merupakan suatu proses yang dinamis, agar terjadinya keberlangsungan dalam organisasi. Tahapan tersebut secra garis besar adalah sebgai berikut :


(29)

a. Analisis Lingkungan

Analisis lingkungan merupakan suatu proses awal menetapkan strategi yang bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai yang mempengaryhi kinerja lingkungan dan organisasi.

Secara garis besar analisis suatu organisasi mencakup dua komponen pokok yaitu analisis lingkungan internal dan analisis lingkungan eksternal. Adapun proses ini dikenal dengan analisis SWOT (Streight, Weakness, Oppurtinity, Theats).

Tujuan utama dilakukannya analisis lingkungan internal dan eksternal suatu organisasi adalah untuk mengidentifikasi peluang (oppurtinity) yang harus segera mendapatkan perhatian serius dan pada saat yang sama organisasi menetukan beberapa kendala ancaman (threats) yang perlu diantisipasi. Hasil analisis SWOT akan menggambarkan kualitas dan kuantifikasi posisi organisasi yang kemudian memberikan rekomendasi berupa pilihan strategi generic serta kebutuhan atau modifikasi sumber daya organisasi.

a. Penetapan Misi dan Tujuan

Setiap organisasi macamnya pasti memiliki misi dan tujuan dari organisasi itu. Misi dan tujuan ini menetukan arah mana yang akan dituju oleh organisasi. Misi menurut pengertiannya adalah suatu maksud dan kegiatan utama yang membuat organisasi memiliki jati diri yang khas dan sekaligus membedakannya dari organisasi lain yang bergerak dalam bidang usaha yang sejenis. Tujuan adalah landasan utama untuk menggariskan kebijakan yang ditempuh dan arah tindakan untuk mencapai tujuan perusahaan.

b. Perumusan Strategi

Perumusan strategi dalam hal ini adalah proses merancang dan menyeleksi berbagai strategi yang pada hakikatnya menuntun pada pencapaian misi dan tujuan organisasi. Strategi


(30)

yang ditetapkan tidak dapat lahir begitu saja. Diperlukan suatu proses dalam memilih berbagai strategi yang ada.

Setelah memilih strategi yang ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan strategi yang telah ditetapkan tersebut. Dalam tahap pelaksanaan strategi yang telah dipilih sangat membutuhkan komitmen dan kerja sama dari seluruh unit, tingkat dan anggota organisasi.

Ada beberapa yang penting dalam mengimplementasikan strategi dalam suatu organisasi yakni sebagai berikut :

1. Sajikan citra yang baru.

2. Kurangi konflik dan tangani secara terbuka. 3. Bentuk persekutuan dengan berbagai pihak. 4. Mulai secara kecil-kecilan (Suharto, 2006). 5.

2.1.5 Jenis-Jenis Strategi

Banyak organisasi menjalankan dua strategi atau lebih secara bersamaan, namun strategi kombinasi dapat sangat beresiko jika dijalankan terlalu jauh. Di perusahaan yang besar dan terdiversifikasi, strategi kombinasi biasanya digunakan ketika divisi-divisi yang berlainan menjalankan strategi yang berbeda. Juga, organisasi yang berjuang untuk tetap hidup mungkin menggunakan gabungan dari sejumlah strategi defensif, seperti divestasi, likuidasi, dan rasionalisasi biaya secara bersamaan.

Jenis-jenis strategi adalah sebagai berikut:


(31)

Integrasi ke depan, integrasi ke belakang, integrasi horizontal kadang semuanya disebut sebagai integrasi vertikal. Strategi integrasi vertikal memungkinkan perusahaan dapat mengendalikan para distributor, pemasok, dan / atau pesaing.

2. Strategi Intensif

Penetrasi pasar, dan pengembangan produk kadang disebut sebagai strategi intensif karena semuanya memerlukan usaha-usaha intensif jika posisi persaingan perusahaan dengan produk yang ada hendak ditingkatkan.

3. Strategi Diversifikasi

Terdapat tiga jenis strategi diversifikasi, yaitu diversifikasi konsentrik, horizontal, dan konglomerat. Menambah produk atau jasa baru, namun masih terkait biasanya disebut diversifikasi konsentrik. Menambah produk atau jasa baru yang tidak terkait untuk pelanggan yang sudah ada disebut diversifikasi horizontal. Menambah produk atau jasa baru yang tidak disebut diversifikasi konglomerat.

4. Strategi Defensif

Disamping strategi integrative, intensif, dan diversifikasi, organisasi juga dapat menjalankan strategi rasionalisasi biaya, divestasi, atau likuidasi. Rasionalisasi Biaya, terjadi ketika suatu organisasi melakukan restrukturisasi melalui penghematan biaya dan aset untuk meningkatkan kembali penjualan dan laba yang sedang menurun. Kadang disebut sebagai strategi berbalik (turnaround) atau reorganisasi, rasionalisasi biaya dirancang untuk memperkuat kompetensi pembeda dasar organisasi. Selama proses rasionalisasi biaya, perencana strategi bekerja dengan


(32)

sumber daya terbatas dan menghadapi tekanan dari para pemegang saham, karyawan dan media. Divestasi adalah menjual suatu divisi atau bagian dari organisasi. Divestasi sering digunakan untuk meningkatkan modal yang selanjutnya akan digunakan untuk akusisi ata strategis lebih lanjut. Divestasi dapat menjadi bagian dari strategi rasionalisasi biaya menyeluruh untuk melepaskan organisasi dari bisnis yang tidak menguntungkan, yang memerlukan modal terlalu besar, atau tidak cocok dengan aktivitas lainnya dalam perusahaan. Likuidasi adalah menjual semua aset sebuah perusahaan secara bertahap sesuai nilai nyata aset tersebut. Likuidasi merupakan pengakuan kekalahan dan akibatnya bisa merupakan strategi yang secara emosional sulit dilakukan. Namun, barangkali lebih baik berhenti beroperasi daripada terus menderita kerugian dalam jumlah besar.

5. Strategi Umum Michael Porter

Menurut Porter, ada tiga landasan strategi yang dapat membantu organisasi memperoleh keunggulan kompetitif, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi, dan fokus. Porter menamakan ketiganya strategi umum. Keunggulan biaya menekankan pada pembuatan produk standar dengan biaya per unit sangat rendah untuk konsumen yang peka terhadap perubahan harga. Diferensiasi adalah strategi dengan tujuan membuat produk dan menyediakan jasa yang dianggap unik di seluruh industri dan ditujukan kepada konsumen yang relatif tidak terlalu peduli terhadap perubahan harga. Fokus berarti membuat produk dan menyediakan jasa yang memenuhi keperluan sejumlah kelompok kecil konsumen.

diakses pada tanggal 30 Mei 2013


(33)

2.2 Pekerja Sosial

2.2.1 Pengertian Pekerja Sosial

Pekerjaan sosial sebagai suatu profesi masih dikatakan sebagai profesi yang baru muncul pada awal abad kedua puluh, meskipun demikian pekerja sosial mempunyai akar sejak timbulnya revolusi industri. Menurut Thelma Lee Mendoza, pekerjaan sosial merupakan profesi yang memperhatikan penyesuaian antara individu dengan lingkungannya; dan individu (kelompok) dalam hubungan dengan situasi (kondisi) sosialnya.

Konsep “pekerja sosial” digunakan untuk mengambarkan seseorang yang bergelut dibidang pekerjaan sosial yang berasal (lulusan) dari pendidikan pekerjaan sosial ataupun ilmu kesejahteraan sosial, maka beberapa alumni pendidiakan ilmu kesejahteraan sosial menggunakan istilah pekerjaan sosial professional untuk membedakan dari relawan (Adi, 2005 : 10).

Selain itu, pekerja sosial menurut Charles Zastrow (1982) (dalam Sukoco, 1995 : 7) adalah kegiatan profesional untuk membantu individu-individu, kelompok, maupun masyarakat guna meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam berfungsi sosial serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai tujuan.

Dari pengertian di atas, maka seorang pekerja sosial harus mampu menciptakan kondisi masyarakat yang baik dan teratur dalam menjaga setiap keberfungsian elemennya yang menjadi para pemeran berbagai peran yang ada di dalam masyarakat. Menciptakan kondisi masyarakat yang kondusif dengan relasi-relasi yang ada didlamnya untuk bisa memberikan keterikatan diantara pemegang peran tersebut.


(34)

2.2.2 Fungsi dan Peran Pekerja Sosial

Fungsi dan peran pekerja sosial menurut Heru Sukoco (1995) antara lain:

1. Fungsi-fungsi pekerja sosial

a. Membantu seseorang meningkatkan dan menggunakan kemampuannya secara efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka alami.

b. Meningkatkan orang dengan sistem-sistem sumber. c. Memberikan fasilitas interaksi dengan sistem sumber. d. Mempengaruhi kebijakan sosial.

e. Memeratakan atau menyalurkan sumber-sumber material. 2. Peranan pekerja sosial

a. Sebagai pemercepat perubahan (enabler), seorang pekerja sosial membantu individu-individu, kelompok maupun masyarakat dalam mengakses sistem sumber yang ada. Mengidentifikasi masalah dan mengembangkan kapasitasnya agar dapat mengatasi masalah dalam pemenuhan kebutuhannya.

b. Peran sebagai perantara (broker), yaitu menghubungkan individu-individu, kelompok, masyarakat dengan lembaga pemeberi pelayanan. Masyarakat dalam hal ini Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat serta Pemerintah agar dapat memberikan pelayanan kepada individu-individu , kelompok, masyarakay yang membutuhkan bantuan atau layanan masyarakat.

c. Pendidik (educator), yaitu dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, community worker diharapkan mempunyai kemampuan untuk menyampaikan informasi dengan baik


(35)

dan benar serta mudah diterima oleh individu, kelompok, mayarakat yang menjadi sasaran perubahan.

d. Tenaga ahli (expert), dalam kaitannya sebagai tenaga ahli, pekerja sosial dapat memberikan masukan, saran dan dukungan informasi dalam berbagai area individu, kelompok, dan masyarakat.

e. Perencana sosial (social planner), seorang perencana sosial mengumpulkan data mengenai masalah sosial yang dihadapi individu-individu, kelompok dan masyarakat menganalisa dan menyajikan alternatif tindakan yang rasional dalam mengakses sistem sumber yang ada untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan.

f. Fasilitator, dimana pekerja sosial berkaitan dengan menstimulasi atau mendukung pengembangan masyarakat. Peran ini dilakukan untuk mempermudah proses perubahan individu, kelompok, masyarakat menjadi katalis untuk bertindak dan menolong sepanjang proses pengembangan dengan menyediakan waktu, pemikiran dan sarana-sarana yang dibutuhkan dalam proses tersebut.

2.2.3 Strategi Pekerja Sosial

Untuk membantu masalah-masalah yang timbul dari perubahan sosial , peran pekerja sosial sangat diharapkan. Dalam proses aktifitasnya, peranan pekerja sosial sangat beragam tergantung pada konteksnya. Kinerja pekerja sosial dalam melaksanakan keberfungsian sosial dapat dilakukan melalui lima strategi pemberdayaan yaitu :

1. Pemungkinan 2. Penguatan 3. Perlindungan


(36)

4. Penyokongan

5. Pemeliharaan (Suharto, 2007).

Panti sosial sebagai lembag a pelayanan kesejahteraan sosial, dalam melaksanakan kegiatannya terikat dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan Panti Sosial dalam praktek pekerjaan sosial (Lampiran I Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 50/HUK/2004), yaitu :

1. Mengacu kepada rambu-rambu yang berlaku.

2. Memberikan kesempatan yang sama kepada mereka yang membutuhkan untuk mendapatkan pelayanan.

3. Menghargai dan memberi perhatian kepada setiap klien dalam kapasitas sebagai individu sekaligus juga sebgai anggota masyarakat.

4. Menyelenggarakan fungsi pelayanan kesejahteraan sosial yang bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi serta pengembangan.

5. Menyelenggarakan pelayanan kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara terpadu antara profesi pekerjaan sosial dengan profesi lainnya yang berkesinambungan.

6. Menyediakan pelayanan kesejahteraan sosial berdasarkan kebutuhan klien guna meningkatkan fungsi sosialnya.

7. Memberikan kesempatan kepada klien untuk berpartisipasi secara aktif dalam usaha-usaha pertolongan yang diberikan.

8. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan kesejahteraan sosial kepada pemerintah atau masyarakat.


(37)

2.3 Kesejahteraan Sosial

2.3.1 Defenisi Kesejahteraan Sosial

Ada beberapa pengertian kesejahteraan sosial menurut bebarapa ahli antara lain : a. Walter A. Friedlander

“Kesejahteraan Sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga sosial yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan relasi-relasi pribadi serta sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya secara selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat.”

b. Dwi Heru Sukoco

Dalam buku “Introduction to Social Work Practice” olen Marx Siporin, Kesejahteraan Sosial mencakup semua bentuk intervensi sosial yang secara pokok dan langsung untuk meningkatkan keadaan yang baik antara individu dan masyarakat secara keseluruhan. Kesejahteraan sosial mencakup semua tindakan dan proses secara langsung yang mencakup tindakan dan pencegahan masalah sosial, pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kualitas hidup.

c. Zastrow

Kesejahteraan sosial adalah sebuah sistem yang meliputi program dan pelayanan yang membantu orang agar memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan yang sangat mendasar untuk memelihara masyarakat.

diakses


(38)

Sebagaimana batasan PBB, kesejahteraan sosial adalah kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat (Suharto, 2006).

Sehingga, dapat didefenisikan bahwa kesejahteraan sosial merupakan suatu sistim yang terkoordinasi yang bertujuan untuk membantu individu, kelompok maupun masyarakat untuk memenuhi standar hidupnya agar dapat kembali menjalankan fungsi sosialnya. Hakikat pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, kelompok maupun masyarakat agar setiap orang mampuh mengambil peran dan menjalankan fungsinya didalam kehidupan (Undang-undang No. 13 tahun 1998).

2.3.2 Klarifikasi Pelaksana Kesejahteraan Sosial (Pekerja Sosial)

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial menjelaskan bahwa ada tiga jenis pelaksana kesejahteraan sosial, diantaranya:

1. Tenaga kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik atau dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan atau seseorang yang bekerja baik dilembaga pemerintah maupun swasta yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial.

2. Pekerja Sosial Profesional adalah sesorang yang bekerja baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerja sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan atau


(39)

pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah-masalah sosial.

3. Relawan Sosial adalah seseorang dan atau kelompok masyarakat baik yang berlatar belakang pekerjaan sosial maupun bukan berlatar belakang pekerjaan sosial, tetapi melaksanakan kegiatan penyelenggaraan di bidang sosial bukan di instansi sosial pemerintah atas kehendak sendiri dengan atau tanpa imbalan.

2.4 Pelayanan

2.4.1 Pengertian Pelayanan

Pelayanan berasal dari kata layan yang artinya membantu meyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang. Pelayanan yaitu setiap kegiatan yang manfaatnya dapat diberikan dari satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud (intangible) dan tidak berakibat pemilikan sesuatu. (http://Pengertian Kualitas Pelayanan html diakses pada tanggal 25 mei 2013 pukul 21.25 wib).Pelayanan merupakan istilah yang tidak mudah untuk dijelaskan. Pertama-tama kesulitannya karena service memiliki berbagai arti seperti pekerjaan atau kewajiban yang dilakukan untuk pemerintah, perusahaan, atau militer. Kata ini juga dapat berarti bagian dari suatu organisasi pemerintah seperti Civil Service dan Diplomatic Service. Kata service juga dapat berarti perawatan dan perbaikan kendaraan dan mesin secara reguler, dan juga digunakan sebagai pukulan awal dalam tenis atau badminton. Kata ini juga sering diartikan sebagai jasa seperti dalam good and service, yaitu barang dan jasa, dan sebagainya.

Pelayanan yang dimaksud disini lebih terfokus pada pelayanan yang diberikan kepada klien atau penyandang cacat yang berada di panti sosial atau di lembaga-lembaga sosial yang merehabilitasi gangguan atau penyakit yang terkait dengan permasalahan sosial. Pelayanan yang


(40)

diberikan oleh pekerja sosial biasanya berupa konseling, bimbingan mental dan psikologi untuk mengembangkan potensi yang baik terhadap klien.

2.4.2 Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial adalah sebagai suatu aktivitas yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan dengan lingkungan sosialnya. Dimana pelayanan sosial dapat diartikan sebagai seperangkat program yang diajukan dalam membantu individu atau kelompok yang mengalamai hambatan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Jika keadaan individu atau kelompok tersebut dibiarkan, maka akan menimbulkan masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, anak terlantar, dan bahkan kriminalitas. Kategori pelayanan sosial biasanya dikelompokkan berdasarkan sasaran pelayanannya, misalnya pelayanan atau perawatan anak, remaja, lanjut usia. Sedangkan berdasarkan setting atau tempatnya, misalnya pelayanan sosial di sekolah, tempat kerja, penjara, rumah sakit. Kemudian berdasarkan jenis atau sektor, misalnya pelayanan konseling, kesehatan mental, pendidikan khusus dan vokasional, jaminan sosial, perumahan.

Selain itu pelayanan sosial disebut juga sebagai pelayanan kesejahteraan sosial. Menurut Walter Friendler (1961), kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standard hidup dan kesehatan yang memuaskan serta relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. (Muhidin, 1992 : 1).


(41)

1. Konsep Kesejahteraan Sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.

2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya.

3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara meningkatkan “kemampuan individu” baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya.

Kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi dapat terlihat daru rumusan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Kesejahteraan Sosial pasal 1 ayat 1: “kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.”

Dalam pelayanan sosial juga ada usaha kesejahteraan sosial dimana pelayanan sosial juga termasuk dari salah satu didalamnya. Pelayanan sosial dapat diartikan dalam dua macam yaitu:

1. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup funsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, perumahan, tenaga kerja dan sebagainya.

2. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya. (Muhidin, 1992 : 41)


(42)

Semakin tersebarnya dan dipraktekkan secara universal pelayanan sosial, maka pelayanan sosial yang ditujukan kepada golongan masyarakat yang membutuhkan pertolongaan khusus tidak terkecuali para penyandang cacat.

2.4.3 Fungsi-Fungsi Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial telah dan mungkin akan diklasisikasikan dalam berbagai cara, tergantung dari tujuan klasisikasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengemukakan fungsi dari pelayanan sosial adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan kondisi kehidupan masyarakat. 2. Pengembangan sumber-sumber manusiawi.

3. Orientasi masyarakat terhadap perubahan-perubahan sosial dan penyesuaian sosial. 4. Mobilisasi dan pencipta sumber-sumber masyarakat untuk tujuan pembangunan.

5. Penyediaan dan penyelenggaraan struktur kelembagaan untuk tujuan agar pelayanan-pelayanan yang terorganisasi dapat berfungsi.

Richard M. Titmuss mengemukakan bahwa pelayanan sosial ditinjau dari perspektif masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan individu, kelompok dan masyarakat untuk masa sekarang dan untuk masa yang akan datang.

2. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan untuk melindungi masyarakat.


(43)

3. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai suati investasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

4. Pelayanan-pelayanan atau keuntungan-keuntungan yang diciptakan sebagai program kompensasi bagi orang-orang yang tidak mendapat pelayanan sosial misalnya, kompensasi kecelakaan industri dan sebagainya.

Fungsi utama pelayanan sosial menurut Alfred J. Khan adalah : 1. Pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan.

2. Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi. 3. Pelayanan akses.

Pelayanan sosial untuk sosialisasi san pengembangan dimaksuskan untuk mengadakan perubahan-perubahan dalam diri anak dan pemuda dalam program-program pemeliharaan, pendidikan (Non Formal) dan pengembangan. Dimana tujuannya untuk menanamkan nilai-nilai masyarakat dlam usaha pengembagan kepribadian anak.

Bentuk-bentuk pelayanan sosial tersebut adalah: 1. Program penitipan anak.

2. Program-program kegiatan remaja.

3. Program-program pengisian waktu luang bagi anak remaja dalam keluarga.

Pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi mempunyai tujuan untuk melaksanakan pertolongan kepada seseorang, baik secara individual maupun didalam kelompok/keluarga dan masyarakat agar mampu mengatasi masalah-maslahnya. Bentuk-bentuk pelayanan sosial tersebut antara lain:


(44)

2. Program asuhan keluarga dari adopsi anak.

3. Program bimbingan bagi anak-anak nakal dan bebas hukuman. 4. Program rehabilitasi bagi penderita cacat.

5. Program-program bagi lanjut usia.

6. Program penyembuhan bagi penderita gangguan mental.

7. Program bimbingan bagi anak-anak yang mengalami masalah dalam bidang pendidikan.

Kebutuhan akan program pelayanan sosial akses disebabkan karena: a. Adanya birokrasi modern.

b. Perbedaan tingkat pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap hal-hal dan kewajiban/tanggungjawab.

c. Diskriminasi dan

d. Jarak geografis antara lembaga-lembaga pelayanan dari orang-orang yang memerlukan pelayanan sosial (Muhidin, 1992 : 44).

Pelayanan sosial untuk tujuan menyembuhkan, memberikan bantuan, rehabilitasi, perlindungan sosial biasanya melalui kegiatan/program dalam suatu lembaga, misalnya lembaga panti, lembaga rehabilitasi dan lain-lain. Tujuan dari pelayanan ini adalah memulihkan kemampuan peranan sosial dan memberi bantuan guna penyesuaian yang memadai dengan lingkungan sosialnya. Bentuk pelayaann panti merupakan salah satu pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan bagi golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak-anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial. Pelayanan


(45)

kesejahteraan sosial yang diberikan misalnya pelayanan di panti asuhan, panti jompo, panti karya, dan lain-lain.

Tujuan pelayanan kesejahteraan sosial adalah mengaktualkan potensi klien. Sementara tugas pelayanan sosial adalah memberikan pelayanan (bantuan, santunan, bekal lain) untuk membangiktkan motivasi klien, dan mengorganisasi lingkungan yang sesuai atau mungkin disesuaikan (Nurdin, 1989 : 46).

Anak asuh adalah anak yang berasal dari keluarga pra sejahtera ataupun yang sudah tidak memiliki orantua dan mendapat pengasuhan di luar lingkungan keluarga yang sah. Lingkungan itu dapat berupa keluarga yang secara langsung mengasuh dan menyediakan segala keperluan anak. Dapat juga berupa yayasan ataupun lembaga yang bergerak dibidang pengasuhan dan perlindungan anak. Anak asuh merupakan anak terlantar yang mendapat bantuan, perlindungan serta bimbingan dalam panti asuhan dengan sistem pelayanan didalamnya.

Dalam salah satu teori Marxist, disebutkan bahwa organisasi atau lembaga pelayanan sosial cenderung mengutamakan nilai-nilai ekonomi dan menekankan sistem ekonomi kapitalis, yaitu mengambil keuntungan sehingga seringkali membawa kerugian pada masyarakat. Pandangan ini banyak dilakukakan organisasi atau lembaga pelayanan sosial.

Dari uaraian di atas dapat dilihat bahwa lembaga atau organisasi seringkali tidak mencapai tujaun yang sebenarnya. Hal ini disebabkan karena pekerja sosial sebagai pelaksana pelayanan tidak profesional dan tidak bersungguh-sungguh dalam melakukan pelayanannya kepada masyarakat.


(46)

2.4.4 Pelayanan Panti Sosial Tuna Rungu Wicara

Panti Sosial Tuna Rungu Wicara adsalah panti rehabilitasi sosial khusus penyandang cacat tuna rungu wicara yang mempunyai tugas memberikan pelayanan rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi orang dengan kecacatan rungu wicara agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Pada dasarnya program rehabilitasi sosial rungu wicara pada panti sosial tuna rungu wicara (PSBRW) adalah terbina dan terentasnya orang dengan kecacatan rungu wicara agar mampu melaksanakan fungsi sosialnya dalam tatanan kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Proses pelayanan panti sosial meliputi beberapa tahap antara lain tahap pendekatan awal, asesmen, perencanaan program pelayanan, pelaksanaan pelayanan dan rujukan, pemulangan dan penyaluran serta pembinaan lanjut. Dimana pada tahap akhir pelayanan adalah pembinaan lanjut yang merupakan rangkaian dari proses rehabilitasi sosial atau pemulihan, yang ditujukan agar eks klien dapat beradaptasi dan juga berperan serta di dalam lingkungan keluarga, kelompok, lingkungan kerja dan masyarakat.

Ada dua macam standar panti sosial, yaitu standar umum dan standar khusus. Standar umum adalah ketentuan yang memuat kondisi dan kinerja tertentu yang perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial jenis apapun. Mencakup aspek kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, pembiayaan, pelayanan sosial dasar, dan monitoring-evaluasi. Sedangkan standar khusus adalah ketentuan yang memuat hal-hal tertentu yang perlu dibenahi bagi penyelenggaraan sebuah panti sosial dan atau lembaga pelayanan sosial lainnya yang sejenis sesuai dengan karekteristik panti sosial. Adapun yang menjadi standar umum panti sosial adalah A.Kelembagaan, meliputi:


(47)

1. Legalitas Organisasi. Mencakup bukti legalitas dari instansi yang berwenang dalam rangka memperoleh perlindungan dan pembinaan profesionalnya.

2. Visi dan misi, memiliki landasan yang berpijak pada visi dan misi tersebut.

3. Organisasi dan Tata Kerja, memiliki struktur organisasi dan tata kerja dalam rangka penyelengaraan kegiatan.

B.Sumber Daya Manusia

1. Aspek penyelenggara panti, yang terdir dari 3 unsur yaitu:

a. Unsur Pimpinan, yaitu kepala panti dan kepala-kepala unit yang ada dibawahnya. b. Unsur Operasional, meliputi pekerja sosial, instruktur, pembimbing rohani, dan

pejabat fungsional lainnya.

c. Unsur Penunjang, meliputi pembina asrama, pengasuh, juru masak, petugas kebersihan, satpam dan sopir.

2. Pengembangan personil panti.

C.Sarana dan Prasarana, mencakup:

1. Pelayanan Teknis, mencakup peralatan asesmen, bimbingan sosial, keterampilan fisik dan mental.

2. Perkantoran, memiliki ruang kantor, ruang rapat, ruang tamu, kamr mandi, peralatan kantor sperti alat komunikasi, alat transportasi dan tempat penyimpanan dokumen.

3. Umum, memiliki ruang makan, ruang tidur, mandi dan cuci, belajar, kesehatan dan peralatannya serta ruang perlengkapan.


(48)

Memiliki anggaran yang berasal dari sumber tetap maupun tidak tetap.

E. Pelayanan Sosial Dasar

Memiliki pelayanan sosial dasar untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari penerima manfaat, meliputi makan, tempat tinggal, pakaian, pendidikan dan kesehatan.

F. Monitoring dan Evaluasi, meliputi

1. Money Process, yakni penilaian terhadap proses pelayanan yang diberikan kepada penerima manfaat.

2. Money Hasil, yakni monitoring dan evaluasi terhadap penerima manfaat, untuk melihat tingkat pencapaian dan keberhasilan penerima manfaat setelah memperoleh proses pelayanan.

Adapun Standar Khusus Panti Sosial, berupa kegiatan pelayanan yang terdiri dari tahapan sebagai berikut:

A.Tahap Pendekatan Awal, mencakup: 1. Sosialisasi program

2. Penjaringan/penjangkauan calon penerima manfaat 3. Seleksi calon penerima manfaat

4. Penerimaan dan registrasi 5. Konferensi kasus

B.Tahap Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (asessment), mencakup: 1. Analisa kondisi penerima manfaat, keluarga dan lingkungan


(49)

3. Kapasitas mengatasi masalah dan sumber daya 4. Konferensi kasus

C.Tahap Perencanaan Pelayanan, meliputi: 1. Penetapan tujuan pelayanan

2. Penetapan jenis pelayanan yang dibutuhkan penerima manfaat 3. Sumber daya yang akan digunakan

D.Tahap Pelaksanaan Pelayanan, terdiri dari: 1. Bimbingan individu

2. Bimbingan kelompok 3. Bimbingan sosial

4. Penyiapan lingkungan sosial 5. Bimbingan mental psikososial 6. Bimbingan pelatihan keterampilan 7. Bimbingan fisik kesehatan

8. Bimbingan pendidikan

2.5 Konsep Anak 2.5.1 Pengertian Anak

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Convention of the Child Right (CRC) atau KHA menetapkan defenisi anak yaitu setiap manusia yang di bawah 18 tahun kecuali menurut undang-undang yang berlaku pada anak, kedewasaan dicapai lebih awal. Sedangkan


(50)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Semestinya setelah lahir Undang-Undang Perlindungan Anak yang dalam strata hukum dikategorikan sebagai Lex specialist, semua ketentuan lainnya tentang defenisi anak harus disesuaikan termasuk kebijakan yang dilahirkan yang berkaitan dengan pemenuhan hak anak.

Tapi pada kenyataannya masih banyak perbedaan persepsi mengenau usia yang dikategorikan anak-anak. Masih banyak disharmonisasi perundangan-undangan yang berkaitan dengan anak. Beberapa Undang-Undang tersebut diantaranya :

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, misalnya mensyaratkan usia perkawinan 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.

2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak mendefenisikan anak berusia 21 tahun dan belum pernah kawin.

3. Undang-undang Nomor 3 tahun 1979 tentang pengadilan anak mendefenisikan anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal yang telah berusia 8 tahun, tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin.

4. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa anak adalah seorang yang belum berusia 18 tahun dan belum pernah kawin.

5. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan memperbolehkan usia bekerja 15 tahun.

6. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan wajib belajar 9 tahun, yang dikonotasikan menjadi anak berusia 7 sampai 15 tahun. 7. Dan ketentuan perundang-undangan lainnya.


(51)

2.5.2 Hak-Hak Anak

Deklarasi Internasional pada tahun 1979 yang dicanangkan sebagai “Tahun Anak Internasional”. Untuk itu pemerintah Polandia mengajukan usul bagi perumusan dokumen yang meletakkan standart internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal mula perumusan Konvesi Hak Anak (Convention of the Child Right).

konvensi Hak Anak diratifikasi oleh hampir semua nggota PBB, yang menandakan bahwa semua bangsa di dunia sepakat dan sepaham untuk terikat dengan ketentuan-ketentuan dalam KHA tersebut, termasuk Indonesia yang meratifikasi KHA berdasarkan Kepres Nomor 36 Tanggal 25 Agustus 1990.

KHA terdiri atas 54 pasal yang berdasarkan materi hukumnya mengatur mengenai hak-hak anak dan mekanisme implementasi hak-hak anak oleh negara sebagai pihak-hak yang meratifikasi KHA. Materi hukum mengenai hak-hak anak dalam KHA tersebut dapat dikelompokkan dalam empat kategori hak-hak anak :

a. Hak terhadap kelangsungan hidup (survival right), yaitu hak-hak anak dalam KHA yang meliputi hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the right of life) dan hak untuk memperoleh standart kesehatan tertinggi dan perawtan sebaik-baiknya (the right of the highest standart of health and medical care attainable).

b. Hak terhadap perlindungan (protection right), yaitu hak-hak anak dalam KHA yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga dan anak-anak pengungsi.

c. Hak untuk tumbuh kembang (development right), yaitu hak-hak anak dalam KHA yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non formal) dan hak untuk mencapai


(52)

standart hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spritual, moral dan sosial anak.

d. Hak untuk berpartisipasi (participation right), yaitu hak-hak anak dalam KHA yang meliputi hak anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak (the right of child to express her/his views in all matter affecting that child).

2.6 Tuna Rungu Wicara

2.6.1 Pengertian Tuna Rungu Wicara

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tuna rungu mempunyai arti tuli atau tidak dapat mendengar. Kata deaf dalam kamus bahasa Inggris berarti kekurangan atau kehilangan sebagian atau seluruh pendengaran atau tidak mampu mendengarkan. Sedangkan Deafness berarti ketunarunguan yaitu cacat pendengaran bawaan atau kehilangan pendengaran. Mufti Salim (dalam Depsos RI, 2008:14) mengatakan bahwa tuna rungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya, sehingga ia mengalami hambatan dan perkembangan bahasanya. Cacat rungu adalah cacat bawaan atau cacat yang diperoleh karena berbagai sebab yang mengakibatkan gangguan indera pendengaran, disebabkan kerusakan bagian penghantar bunyi, kerusakan organ kortil atau syaraf pendengaran, kerusakan pada interpretasi bunyi dipusat syaraf otak ( Depsos RI, 2008).

Anak dengan kecacatan rungu wicara merupakan salah satu jenis kecacatan yang secara lahiriah tak nampak, karena kecacatannya terdapat di dalam indera pendengaran sehingga sering dianggap sebagai kecacatan yang lebih ringan dibandingkan dengan kecacatan lain. Padahal kecacatan ini mempunyai dampak yang serius bagi penyandang cacatnya.


(53)

Anak berkelainan indera pendengaran atau tuna rungu secara medis dikatakan, jika dalam mekanisme pendengaran karena sesuatu dan lain sebab terdapat satu atau lebih organ mengalami gangguan atau rusak. Akibatnya, organ tersebut tidak mampu menjalankan fungsinya untuk menghantarkan dan mempersepsikan rangsang suara yang ditangkap untuk diubah menjadi tanggapan akustik. Secara pedagogis, seorang anak dapat dikategorikan berkelainan indera pendengaran atau tuna rungu, jika dampak dari disfungsinya organ-organ yang berfungsi sebagai penghantar dan persepsi pendengaran mengakibatkan ia tidak mampu mengikuti program pendidikan anak normal, sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus untuk meniti tugas perkembangannya.

Terminologi kelainan bicara atau tunawicara adalah ketidakmampuan seseorang dalam mengkomunikasikan gagasannya kepada orang lain (pendengar) dengan memanfaatkan organ bicaranya, dikarenakan celah langit-langit, bibir sumbing, kerusakan otak, tunarungu, dan lain-lain. Akibatnya pesan yang terlihat sederhana ketika disampaikan kepada lawan bicara menjadi tidak sederhana, sulit dipahami dan membingungkan (Depsos RI, 2008:7).

2.6.2 Dampak Kecacatan

Dampak rungu wicara pada anak dapat berdampak besar pada perkembangan anak itu sendiri, selain itu juga akan berdampak pada perkembangan pada anak itu sendiri, selain itu juga akan berdampak pada keluarga, masyarakat serta menimbulkan berbagai masalah.


(54)

Dampak kecacatan pada anak dapat mempengaruhi pada tingkat kecerdasan (inteligensia), kejiwaan (psikis), juga merugikan khususnya yang berkenaan dengan hubungan antara manusia, mempengaruhi pada pendidikan dan ekonomi.

b. Pada keluarga

Rendahnya pengetahuan orangtua (keluarga) tentang kecacatan rungu wicara merupakan salah satu faktor penyebab yang dapat memperberat kondisi anak. Selain itu, keluarga yang mempunyai anak dengan kecacatan rungu wicara akan mengalami beban ekonomi, orangtua merasa malu dan takut atau terlalu melindungi anak misalnya anaknya tidak dimasukkan sekolah, tidak boleh bergaul dan sebagainya. Akibat dari hal itu kembali dirasakan anak, seperti anak mengalami rendah dirdiri, dan mengalami hambatan untuk tumbuh kembang secara wajar dan optimal.

c. Pada masyarakat

Keberadaan anak dengan kecacatan rungu wicara di dalam masyarakat membawa beban dan masalah abagi masyarakat. Dalam hal ini, anggota masyarakat yang memiliki anak dengan kecacatan rungu wicara akan turut terganggu kehidupannya, selama anak dengan kecacatan rungu wicara belum dapat berdiri sendiri dan selalu menggantungkan dirinya pada orang lain. Masih adanya sikap masa bodoh masyarakat terhadap permasalahan anak dengan kecacatan rungu wicara. Masih adanya sikap yang ragu-ragu terhadap kemampuan (potensi) anak dengan kecacatan rungu wicara.


(55)

2.7 Kerangka Pemikiran

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar sebagai salah satu panti sosial yang mempunyai tugas memberikan pelayanan rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi anak tuna rungu wicara agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Sistem pelayanan dan rehabilitasi sosial anak tuna rungu wicara merupakan suatu bentuk perwujudan dari tanggungjawab dan kewajiban bersama antara orangtua/keluarga, masyarakat dan pemerintah. Selain itu dalam prosesnya, pelayanan dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan juga harus didukung oleh kemudahan/aksesbilitas bagi anak rungu wicara untuk membantu anak dalam menjalankan kehidupannya secara mandiri.

Sebagai kelompok rentan, anak tuna rungu wicara harus benar-benar diberikan pelayanan sosial secara utuh dan terpadu serta berkesinambungan melalui pendekatan fisik, mental dan sosialnya. Dimana keberadaan pelayanan sosial ini tentunya diharapkan bisa membantu anak tuna rungu wicara berfungsi secara sosial kembali. Dengan itu pelayanan sosial tersebut dapat menjalankan fungsi-fungsinya sebagai pelayanan sosial untuk sosialisasi dan pengembangan, pelayanan sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi, serta pelayanan akses.

Tidak ada jaminan apakah pelayanan ini benar-benar sesuai dengan hal yang dibutuhkan anak-anak tuna rungu wicara tersebut atau sudahkah pelayanan tersebut menjawab kebutuhan-kebutuhan anak-anak tersebut.

Tentu hal ini tidak terlepas dari kinerja pekerja sosial lembaga yang seringkali tidak mencapai tujuan dan sasaran sebagaimana mestinya. Untuk itu lembaga sosial harus memiliki


(56)

pelaksanaan pelayanan atau pekerja sosial yang profesional dan bersungguh-sungguh dalam melakukan pelayanannya kepada para anak tuna rungu wicara agar tujuan dan sasaran yang diharapkan dapat tercapai. Serta kepedulian dan dukungan dari seluruh elemen masyarakat terhadap anak tuna rungu wicara juga sangat diharapkan untuk mendukung berjalannya pelayanan yang baik.

Untuk mencapai hasil yang baik sesuai tujuan dan sasaran maka diperlukan sebuah strategi yang dimiliki oleh pekerja sosial. Strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran dalam pelayanan sosial tersebut haruslah sesuai dengan prinsip dan fungsi pekerjaan sosial. Dimana yang menjadi fokus strategi pekerja sosial itu adalah lebih mengarah kepada strategi pemberdayaan anak tuna rungu wicara, seperti halnya yang dilakukan di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

Untuk melihat lebih jelasnya alur pemikiran tersebut, Peneliti membuat bagan yang menggambarkan kerangka pemikiran tersebut sebagai berikut :


(57)

Bagan Alir Pikiran

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut

Usia Pematang Siantar

Pelayanan Sosial

1. Pelayanan Sosial untuk sosialisasi dan pengembangan.

2. Pelayanan Sosial untuk penyembuhan, perlindungan dan rehabilitasi.

3. Pelayanan Akses.

Anak Tuna Rungu Wicara

ANALISIS

(PENELITI)


(58)

2.8 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.8.1 Defenisi Konsep

Defenisi konsep adalah batasan arti dan gambaran hubungan dari antara unsur-unsur yang ada di dalamnya (Siagian, M. 2011 : 56).

Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan dikaji. Untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus menegaskan dan membatasi makna konsep-konsep yang diteliti. Proses dan upaya penegasan dan pembatasan makna konsep dalam suatu penelitian disebut defenisi konsep.

Untuk memahami konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan, sebagai berikut :

1. Strategi adalah adalah proses penentuan rencana par pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai

2. Pekerja Sosial adalah aktifitas profesional yang bertugas menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi secara sosial dan menciptakan kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan. 3. Strategi pekerja sosial adalah usaha-usaha menyeluruh yang dirancang oleh pekerja sosial

untuk menjamin agar perubahan-perubahan yang diusulkan untuk dapat diterima oleh partisipan atau berbagai kalangan yang akan terlibat dan dilibatkan dalam proses perubahan


(59)

4. Pelayanan sosial disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang tidak beruntung seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna sosial dan sebagainya.

5. Anak tuna rungu wicara adalah seseorang anak yang mempunyai kelainan pada alat pendengaran dan bicara sehingga tidak dapat melakukan fungsinya secara wajar.

6. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar adalah salah satu panti yang memberikan pelayanan sosial kepada warga binaan sosial penyandang cacat tuna rungu wicara yang berlokasi di Pematang Siantar.

2.8.2 Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah lanjutan dari perumusan defenisi konsep. Jika perumusan defenisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman tentang konsep baik berupa objek, peristiwa maupun fenomena yang diteliti, maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya mentransformasikan konsep ke dunia nyata sehingga konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, M. 2 011 : 141).

Defenisi operasional dalam suatu penelitian sangat penting karena menentukan bahan buku data yang akan dikumpulkan. Selain itu, jika defenisi operasional sudah dirumuskan dengan baik, akan memudahkan peneliti dalam merancang instrumen penelitian (Siagian, M. 2011 : 146).


(1)

5.2.4 Strategi Secara Organisasional dipandang Layak (Wajar)

Dalam organisasi ataupun lembaga mempunyai aturan-aturan yang digunakan bagi orang-orang yang berada didalam organisasi tersebut. Aturan-aturan tersebut diatur di dalam Anggaran Dasar ataupun Anggaran Rumah Tangga organisasi (AD/ART). Setiap orang-orang yang terlibat di dalam organisasi tersebut untuk menjalankan setiap tugasnya telah diatur dalam AD/ART organisasi. Tidak terkecuali pekerja sosial UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar yang dalam menetapkan strateginya berangkat dari aturan-aturan yang digunakan di dalam UPT.

Pekerja sosial dalam hal menetapkan strategi harus memerhatikan beberapa unsur-unsur penting, salah satunya dalam menetapkan strategi yang mana secara organisasional dipandang layak. Artinya, mengacu kepada rambu-rambu (prosedur) yang berlaku dalam organisasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan selama peneltian, salah seorang informan menjelaskan setiap strategi yang mereka terapkan dalam pemberian pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak tuna rungu wicara berada di panti telah sesuai dengan prosedur yang berlaku bahkan yang telah dianjurkan oleh Dinas Sosial sendiri. Sejauh ini, beliau menganggap belum ada ditemukan suatu hal yang melenceng atau tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku di organisasi dan berharap tidak ada yang salah lagi untuk pelaksanaan pelayanan kepada warga binaan sosial tuna rungu wicara dikemudian hari.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari hasil penelitian penulis di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar. Penulis memperoleh data melalui wawancara langsung dengan 4 orang responden. Adapun penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana strategi pekerja sosial dalam pelayanan anak tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar dan mengetahui apakah strategi yang dilakukan pekerja sosial itu berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Strategi yang digunakan oleh pekerja sosial UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar dalam pelayanan anak tuna rungu wicara adalah strategi prosedur tetap, yang merupakan sebuah strategi yang telah dicanangan oleh Dinas Sosial sesuai program-program yang telah ditetapkan. Selain strategi tersebut, pekerja sosial UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar juga menerapkan strategi yang mendukung berjalannya strategi tersebut yaitu strategi pemberian pelayanan penuh selama jam kerja. Dalam pelaksanaannya, kedua strategi ini telah berjalan dengan baik dan saling mendukung.

2. Kedua strategi ini dilaksanakan secara terpadu dalam penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak tuna rungu wicara. Artinya, antara profesi pekerja sosial dengan profesi lainnya yang ada di panti saling bekerjasama. Kendati demikian,


(3)

keseriusan dan kurangnya tenaga ahli di panti menjadi salah satu penghambat pelayanan terlaksana secara maksimal.

3. Strategi tersebut menghasilkan manfaat yang positif bagi warga binaan sosial tuna rungu wicara. Manfaat dari penerapan strategi tersebut bagi anak tuna rungu wicara dapat dilihat dari proses belajar mengajar yang semakin kondusif dan keseriusan dalam mengikuti program keterampilan yang diberikan panti, perubahan tingkahlaku yang lebih baik serta semakin nyamannya anak tuna rungu wicara untuk tinggal di panti. 4. Dalam pemberian pelayanan, semua pekerja sosial berperan aktif sesuai kewajiban

mereka sebagi pekerja sosial yakni antara lain dalam pemberian bimbingan keagamaan dan sosial untuk kelangsungan hidup anak tuna rungu wicara nantinya di tengah-tengah masyarakat, bimbingan keterampilan sebagai modal dasar anak tuna rungu wicara untuk mandiri.

5. Kurangnya tenaga ahli (profesional) yang menangani bidang-bidang tertentu di panti menjadi fokus perhatian pekerja sosial dalam rangka pemberian pelayanan bagi warga binaan sosial tuna rungu wicara. Hal ini dapat dilihat dari bimbingan keagamaan yang dlaksanakan bukan oleh orang yang memiliki keahlian khusus ataupun dalam hal perkembangan fisik dan mental anak tuna rungu wicara menjadi kewajiban pekerja sosial.


(4)

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian, beberapa saran yang dapat dipertimbangkan demi meningkatkan kualitas pelayanan sosial serta penetapan strategi pekerja sosial dalam pemberian pelayanan terhadap anak tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar adalah sebagai berikut :

1. Perlu adanya penambahan program-program pemberdayaan warga binaan sosial tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar demi terwujudnya strategi pekerja sosial yang lebih efektif, sehingga warga binaan sosial tuna rungu wicara jika keluar dari panti nantinya akan lebih siap untuk hidup di tengah-tengah masyarakat umum.

2. Penambahan tenaga-tenaga ahli (profesional) yang menangani bidang-bidang tertentu, sehingga tujuan dan sasaran program dapat tercapi secara maksimal yakni melalui strategi pekerja sosial yang bersifat pencegahan, perlindungan, pelayanan dan rehabilitasi serta pengembangan.

3. Perlu adanya peningkatan fasilitasi dan kordinasi pembangunan kesejahteraan sosial antara pemerintah dengan pejabat UPT serta dengan partisipasi masyarakat juga.

4. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pegawai yang ada didalamnya, sehingga mereka memiliki keterbebanan akan tugas dan tanggung jawab mereka demi mencapai kesejahteraan warga binaan sosial tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2005. Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial: Pengantar pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan. Jakarta : FISIP UI Press.

Departemen Sosial RI. 2008. Pedoman Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak dengan Kecacatan Rungu Wicara. Jakarta : Depsos RI

Efendi, Mohammad. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : PT. Bumi Akasara.

Munandar, Utami, SC. 2001. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan Pribadi dari Bayi Sampai Lanjut Usia. Jakarta : UI Press.

Muhidin, Syarif, Drs, MSC. 1992. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial. STKS : Bandung

Soetomo. 2008. Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Suharto, Edi. 2007. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri. Bandung : PT Refika Aditama.

Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategi Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung : PT. Refika Aditama. Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial - Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu-Ilmu

Sosial dan Kesehatan. Medan : PT. Grasindo Monoratama.


(6)

Sumber-sumber lain :

pada tanggal 19 Mei 2013 pukul 20.55 WIB

Harian Sumut Pos, tanggal 23 April 2013 halaman 22

iakses pada tanggal 30 Mei 2013

pukul 00.30 WIB

tanggal 29 Juli 2013 pukul 10.50 WIB


Dokumen yang terkait

Efektivitas Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

8 67 136

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 8 151

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 15

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 8

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 1 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Strategi 2.1.1 Defenisi Strategi - Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

0 0 36

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

0 2 10

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

0 0 12

Efektivitas Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

0 0 14