Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Rukminto, Isbandi. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial : Dasar-dasar pemikiran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Bappenas, 2012. Data Program Perlindungan Sosial Bappnes 2012

Charles, O. J, 1996. Pengantar kebijakan publik. .Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Christina, Uripni, 2003. Komunikasi Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Depsos RI. 2008. Pedoman Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Anak dengan Kecacatan Rungu Wicara. Jakarta

Depertemen Sosial, 2004. Standar Rehabilitasi Psikososial Pekerja Migran. Jakarta: Depertemen Sosial.

Gerungan, W.A., 2004. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama

Gomes, Faustino Cardoso,2003. Manajemen Sumber Daya Manusia.Yogyakarta: Cv Andi offset.

Jones, C.O., 1996. Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy. Terjemahan Rick Ismanto. Jakarta : Penerbit Raja Grafindo Persada.

Minarni, Yuniarti, 2013. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Muhidin, S., 1992. Pengantar kesejahteraan sosial. Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial.

Nurdin, M. F., 1989. Pengantar Studi Kesejahteraan Sosial. Bandung: Angkasa

Rumah Tuna Rungu Wicara “Special Education For Change To Be Better”, 21 Oktober 2015, dari Website: http//arozi-k5113006-plbuns13.blogspot.com. Sastrawinata, E, Sugiarto, M.H., Salim, M., 1977. Pendidikan anak-anak tunarungu.

Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Siagian, Matias. 2011. Metode penelitian sosial – pedoman praktis penelitian bidang ilmu-ilmu sosial dan kesehatan. Medan: Grasindo Monoratama.


(2)

Somantri, T. S, 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama. Suharto, E. 2008. Pekerja Sosial Klinis. Jakarta: Pustaka Societa.

Sulistiyanto, Anggara Dwi, 2013. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bagian 2 Ilmu Pendidikan Praktis. Jakarta : PT. Imperal bhakti Utama

Tim Penyusun Kamus, 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia .Jakarta: Balai Pustaka.


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong tipe penelitian deksriptif, yang bertujuan untuk memberikan gambaran kenyataan mengenai keadaan subjek dan objek penulisan pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau bagaimana keadaan yang ada di dalamnya. Metode deskriptif digunakan dalam penulisan ini untuk memberikan gambaran mengenai keadaan pelayanan sosial remaja tuna rungu wicara yang telah diberikan di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar.

Dengan metode ini penulis berharap dapat menyajikan sebuah gambaran yang menggambarkan bagaimana pelayanan yang telah diberikan di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar melalui wawancara lapangan, catatan, dokumentasi lainnya dan dokumen resmi lainnya.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di salah salah satu lembaga pemerintahan milik Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara yakni Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia. yang berlokasi di Jln. Sisingamangaraja No.67 Pematang Siantar. Alasan memilih lokasi ini sebagai tempat penelitian ialah karena merupakan salah satu tempat untuk memberikan pelayanan sosial terhadap tuna rungu wicara dan peneliti merasa kondisi pelayanannya penting untuk diketahui banyak orang demi peningkatan kualitas pelayanan sosial di UPT ini.


(4)

3.3 Populasi Penelitian

Populasi dapat diartikan sekumpulan obyek, benda, peristiwa atau individu yang akan dikaji dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 155). Adapun yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh remaja tuna rungu wicara yang terlibat dalam program biopsikososial spiritual bagi penyandang cacat tuna rungu wicara yakni berjumlah 36 orang.

Berhubung jumlah populasi hanya 24 orang, maka peneliti menjadikan semua populasi menjadi sumber data. Dengan kata lain, peneliti melakukan penelitian sensus.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Guna memperoleh data yang diperlukan, maka dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Studi Kepustakaan yaitu mengumpulkan data melalui buku-buku, dokumentasi, dan sumber referensi yang menyangkut masalah yang diteliti. 2. Penelitian Lapangan yaitu mengadakan penelitian ke lokasi untuk

mendapatkan data yang lengkap sesuai dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian lapangan ini menggunakan beberapa metode, yakni:

a. Observasi, yaitu mengumpulkan data tentang gejala tertentu yang dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran penelitian.

b. Kuesioner atau angket, yaitu dimaksudkan untuk mendapatkan informasi dan data yang relevan dari responden melalui daftar pertanyaan yang akan diajukan sehingga peneliti memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian.


(5)

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan pendekatan secara kuantitatif. Teknik analisis data ini yaitu menjabarkan hasil penelitian dengan menganalisis data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan mentabulasi data yang didapat melalui keterangan responden. Kemudian, dicari frekuensi dan persentasenya. Setelah itu disusun dalam bentuk tabel tunggal dengan menggunakan Skala Likert.

Untuk mengetahui apakah hasil dari efektivitas terhadap program tersebut, maka digunakan interval sebagai skala pengukuran. Rumus untuk menghitung nilai interval (i) adalah sebagai berikut:

i = Nilai atas – Nilai bawah Jumlah kelas

i = 1 – (-1) 3

i = 2 = 0,66 3

Dengan demikian indikator efektif atau tidak efektif program pelayanan sosial bagi perkembangan biopsikososial remaja tuna rungu wicara di upt pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar ditetapkan sebagai berikut :

1. Nilai 1 sampai 0.33 artinya program tersebut dikategorikan efektif 2. Nilai 0.33 sampai -0.33 artinya program tersebut dikategorikan netral 3. Nilai -0.33 sampai -1 artinya program tersebut dikategorikan tidak efektif


(6)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah berdirinya Lembaga

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematangsiantar sebelumnya merupakan 2 (dua) unit pelayanan sosial yaitu:

a. Panti Karya

Panti Karya dulunya di sebut dengan Rumah Sosial didirikan ± tahun 1950 di Panei Tongah kab. Simalungun bertujuan memberikan pelayanan kepada para keluarga korban perang, masyarakat yang tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan serta masyarakat terlantar.

Pada tahun 1959 dibangunlah panti permanen yang berlokasi di Jalan. SM. Raja di Pematangsiantar dengan nama “Panti Karya Harapan Bah Kapul” dengan sasaran garapan masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan dan perumahan dengan tujuan pelayanan memberikan keterampilan berupa kegiatan bercocok tanam.

b. Panti Tuna Rungu Wicara

Panti tuna rungu wicara berlokasi di jalan SM. Raja No. 68 Pematangsiantar di

resmikan pada 19 Oktober 1987 oleh DR. Supangadi dengan nama “PANGHOB HOPON BANI NALONGAH” berada di bawah naungan Departemen Sosial RI

dengan jangkauan pelayanan meliputi D.I. Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Berdasarkan surat Kep. Menteri Sosial RI No. 14 tahun 1994 tanggal 23 April 1994 berubah nama menjadi panti sosial bina rungu wicara

“Teratai” Pematangsiantar (PSBRW Teratai).

Sehubungan dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi


(7)

sebagai daerah otonom maka Menteri Negara PAN mengeluarkan surat No. 49/ TP. PAN. 8/ 2000 tanggal 2 Agustus 2000 yang menyatakan bahwa PSBRW Teratai Pematangsiantar di arahkan ke pemerintah daerah dalam hal ini provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan Perda No. 03 tahun 2001 tentang dinas-dinas daerah provinsi Sumatera Utara maka panti karya Harapan Bah Kapul dan Panti Sosial Bina Rungu

Wicara “Teratatai” Pematangsiantar bergabung dan berubah menjadi unit Pelaksana

Teknis Daerah (UPTD) “Harapan Teratai Bah Kapul” Pematangsiantar.

Sasaran Garapan pelayanan adalah:

 Lanjut usia terlantar

 Penyandang cacat rungu wicara

Selanjutnya sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 33 tahun 2010 tentang struktur organisasi tugas dan fungsi UPT pada dinas kesejahteraan dan sosial provinsi Sumatera Utara berubah nomenklatur menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematangsiantar.

4.2 Visi dan Misi

a. Visi

 Terciptanya kenyamanan bagi lanjut usia dalam menikmati kehidupan di hari tua

 Terwujudnya tuna rungu wicara mandiri dan terampil di masyarakat b. Misi

 Memenuhi kebutuhan dasar bagi lanjut usia

 Meningkatkan pelayanan kesehatan, keagamaan, dan perlindungan sosial kepada lanjut usia.


(8)

 Mengembangkan sikap kemandirian dalam diri tuna rungu wicara melalui kegiatan bimbingan fisik mental dan sosial

 Menyediakan sarana dan prasarana untuk pelatihan keterampilan praktis

4.3 Gambaran Umum Lembaga

UPT pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lansia pematang siantar merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesejahteraan dan Sosial Propinsi Sumatera Utara, yang mempunyai tugas pokok dan fungsi memberikan pelayanan sosial kepada Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara dan Lansia

(Werda),berdasarkan Peraturan Gubernur Sumatera Utara No.33 Tahun 2010 (tentang struktur organisasi, tugas dan fungsi UPT Dinas Kesejahteraan dan Sosial

Sumatera Utara). UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia yang berdomisili di Jl.Sisingamaharaja No. 68 Pematang Siantar Sumatera Utara (Jl. Lintas menuju kotawisata Parapat).

4.3.1 Dasar Hukum

1. Undang-undang RI No. 4 tahun 1997, tentang Penyandang cacat

2. Undang-undang RI No. 13 tahun 1998, tentang kesejahteraan sosial lanjut usia

3. Undang-undang RI No. 11 tahun 2011, tentang kesejahteraan sosial

4. Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 33 tahun 2010, tentang struktur organisasi dan fungsi dinas kesejahteraan sosial provinsi Sumatera Utara

4.3.2 Sasaran garapan


(9)

Pengertian:

 Penyandang cacat rungu wicara (laki-laki dan perempuan) yaitu: Seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai kelainan/ gangguan pendengaran atau wicara sehingga tidak dapat melakukan komunikasi secara wajar.

 Lanjut usia terlantar (laki-laki/ perempuan) yaitu setiap warga negara yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas baik potensial maupun tidak potensial yang oleh karena sesuatu sebab mengalami hambatan fisik, psikologis maupun sosialnya.

Sasaran Garapan:

 Penyandang cacat rungu wicara:

 Laki-laki dan Perempuan

 Usia 15 – 35 tahun

 Belum menikah

 Sehat jasmani dan rohani

 Tidak cacat ganda

 Lanjut usia terlantar

 Laki- laki dan perempuan

 Usia 60 tahun ke atas

 Sehat jasmani dan rohani

 Tidak mempunyai penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan pokok meliputi sandang pangan dan kesehatan.

II. Syarat penerimaan calon warga binaan sosial (WBS) 1. Calon WBS tuna rungu wicara


(10)

b. Membawa surat keterangan Lurah/ kepala desa domisili c. Membawa surat berbadan sehat dari puskesmas

d. Foto semua badan sebanyak 2 lembar berwarna e. Belum menikah

f. Tidak cacat ganda

g. Foto copy ijazah sekolah atau rapor bagi yang belum tamat sekolah h. Rujukan dari dinas sosial kabupaten/ kota, LSM dan organisasi

sosial

i. Bersedia di asramakan selama pembinaan maksimal 2 tahun j. Mengisi formulir seleksi pada waktu pendaftaran

2. Calon WBS lanjut usia

a. Usia 60 tahun ke atas laki-laki dan perempuan

b. Membawa surat keterangan dari lurah/ kepala desa domisili c. Sehat jasmani dan rohani

d. Tidak menderita penyakit menular

e. Rujukan dari dinas sosial kabupaten/ kota, LSM dan organisasi sosial

f. Mengisi formulir seleksi pada waktu pendaftaran

3. Penerimaan calon Warga binaan sosial dilaksanakan setiap hari kerja

senin s/d jum’at pukul 08.00 s/d 16.00

4.3.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi diperlukan untuk membedakan batas-batas wewenang dan tanggung jawab secara sistematis yang menunjukkan adanya hubungan/keterkaitan antara setiap bagian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Demi tercapainya


(11)

tujuan umum suatu instansi diperlukan suatu wadah untuk mengatur aktivitas maupun kegiatan instansi. Pengaturan ini dihubungkan dengan pencapaian tujuan instansi yang telah ditetapkan sebelumnya. Wadah tersebut disusun dalam suatu struktur organisasi dalam instansi. Melalui struktur organisasi yang baik, pengaturan pelaksanaan pekerjaan dapat diterapkan, sehingga efisiensi dan efektivitas kerja dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan koordinasi yang baik sehingga tujuan instansi dapat dicapai.

BAGAN 4.1

STRUKTUR ORGANISASI UPT PELAYANAN SOSIAL TUNA RUNGU WICARA & LANSIA PEMATANG SIANTAR

Kepala UPT

Adapun uraian tugas dari Kepala Unit Pelaksana Teknis, adalah :

a) Menyelenggarakan pembinaan, bimbingan, arahan dan penegakan disiplin pegawai di lingkungan dinas.

b) Menyelenggarakan pembinaan, sinkronisasi dan pengendalian pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dinas.

KEPALA UPT

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL (PEKERKA

SOSIAL)

KASUB. BAG TATA USAHA


(12)

c) Menyelenggarakan penetapan perencanaan dan program kegiatan dinas, sesuai ketentuan yang berlaku.

d) Menyelenggarakan pengkajian dan menetapkan pemberian dukungan tugas atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah di bidang kesejahteraan dan sosial.

e) Menyelenggaraan fasilitasi penyelenggaraan program potensi sumber kesejahteraan sosial, pemberdayaan sosial, pelayanan dan rehabilitasi sosial, bantuan dan jaminan sosial.

f) Menyelenggarakan koordinasi dan kerjasama dengan instansi/lembaga terkait.

g) Menyelenggarakan pengkoordinasian penyusunan tugas-tugas teknis serta evaluasi pelaporan yang meliputi kesekretariatan, potensi sumber kesejahteraan sosial, pelayanan dan rehabilitasi sosial, bantuan dan jaminan sosial.

h) Menyelenggarakan penetapan penyusunan standar, norma-norma dan kriteria-kriteria sesuai ketentuan yang berlaku.

i) Menyelenggarakan koordinasi kegiatan teknis dalam rangka penyelenggaraan pelayanan di bidang kesejahteraan dan sosial.

j) Menyelenggarakan koordinasi kegiatan dengan dinas/lembaga kesejahteraan dan sosial lintas Kabupaten/Kota.

k) Menyelenggarakan tugas lain, yang diberikan Gubernur sesuai tugas dan fungsinya.

Pekerja Sosial Fungsional

Adapun yang menjadi tugas dari pekerja sosial fungsional adalah : a) Membuat kurikulum pembelajaran warga binaan sosial


(13)

b) Menyusun jadwal pembelajaran warga binaan sosial c) Menyusun rancangan dan istrumen asesmen

d) Menyusun rencana bimbingan fisik, keterampilan, sosial, psikososial, advokasi

e) Pendampingan bimbingan pengetahuan dasar, bahasa isyarat, dan bimbingan keterampilan

f) Melaksanakan bimbingan sosial, psikososial, dan advokasi g) Pembahasan kasus

h) Supervise pelaksanaan tugas

i) Evaluasi dan pembuatan laporan kegiatan

Sub Bag Tata Usaha

Adapun yang menjadi tanggung jawab Sub bag tata usaha, meliputi : a. Melaksanakan surat menyurat

b. Pengusulan kenaikan pangkat, gaji berkala, dan pensiunan c. Mutasi pegawai

d. Melakukan pembayaran air, listrik, dan telepon e. Mengurus gaji pegawai, honor daerah, honor lepas f. Memelihara sarana dan prasarana

g. Pembinaan pegawai apel pagi dan sore, upacara hari kesadaran nasional h. Menginventarisasi barang

4.3.4 Sarana dan Prasarana Panti

Tabel 4.1

Sarana dan Prasarana UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar


(14)

No Nama Bangunan Luas (m2) Jumlah (unit)

1 Kantor 312 1

2 Aula 392 1

3 Mess 200 5

4 Wisma I 48 1

5 Wisma II, III 72 2

6 Ruang Keterampilan pertukangan kayu 184 1 7 Ruang keterampilan menjahit, salon 147 1

8 Ruang pendidikan I 100 1

9 Ruang pendidikan II 216 1

10 Ruang pendidikan III 48 1

11 Dapur dan ruang makan 213 1

12 Garasi/gudang 340 1

13 Asrama putra WBS Rungu Wicar 255 1

14 Asrama putri WBS Rungu Wicar 110 1

15 Asrama WBS Lanjut Usia I, II, III 74 1

16 Rumah dinas kepala 74 1

17 Rumah keshatan/poliklinik 100 1

18 Ruang perawatan 30 2

19 pos jaga 9 1

UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar memiliki luas areal 56.500 m2.

4.4 Tata Cara Penanganan Tuna Rungu Wicara

Warga binaan sosial tuna rungu wicara sejumlah 36 orang, terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan. Proses pelayanan dilakukan dengan beberapa tahap, yakni :

I. Pelayanan Bagi WBS RUNGU WICARA DAN LANJUT USIA a) Pendekatan Awal


(15)

a. Membuat brosur yang berisikan tentang profil UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia.

b. Mengirimkan surat penerimaan WBS baru dari UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan lanjut Usia Pematang Siantar kepada Dinas Sosial se Kab/ Kota di Sumatera Utara.

c. Melaksanakan sosialisasi di kab/ kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara.

2. Identifikasi dan Motivasi

Kegiatan Identifikasi adalah pengisian formulir identitas (identitas calon WBS, keluarga, lembaga yang telah memberikan pelayanan). Diisi oleh orang tua/wali. Serta memberikan motivasi kepada keluarga dan calon warga binaan sosial.

3. Seleksi

Melakukan kegiatan wawancara terhadap calon WBS, orang tua/wali berdasarkan formulir identifikasi yang telah diisi. Kegiatan ini dilaksanakan oleh staf dan pekerja Sosial, selanjutnya penempatan WBS ke asrama dilaksanakan oleh petugas asrama.

b) Penerimaan

Dilakukan melalui kegiatan registrasi, orientasi pengenalan, penempatan program dan temu bahas kasus.

c) Pengungkapan dan Pemahaman Masalah (Asesmen)

1. Melaksanakan diagnosa psikososial wbs rungu wicara dan lanjut usia, guna untuk mengetahui seluruh kondisi obyektif dan latar belakang wbs, keluarga dan masyarakat, meliputi kondisi fisik, mental, sosial,


(16)

psikologi, sosial ekonomi, sosial budaya dan keadaan lingkungannya, untuk mengetahui sejauh mana keberfungsian sosial wbs

2. Tes vocational asesmen khusus wbs rungu wicara, tujuannya untuk menelusuri bakat, minat dan kemampuan wbs.. Melaksanakan pembahasan kasus ( case Comprehence) Pembahasan kasus dikerjakan oleh pekerja sosial dengan instruktur, pengetahuan dasar, keterampilan, pengasuh staf panti sosial rungu wicara dan lanjut usia, disaksikan para pejabat struktural

II. Perencanaan Pelayanan dan rehabilitasi

Kegiatan yang dilakukan dalam rencana pelayanan dan rehabilitasi sosial adalah :

1. Menetapkan tujuan pelayanan .

2. Pengelompokan wbs pada jenis program pelayanan berdasarkan rekomendasi asesmen. Jenis program tersebut adalah bimbingan fisik dan kesehatan, bimbingan pengetahuan dasar, bimbingan mental dan psikososial, bimbingan sosial, dan bimbingan latihan keterampilan. 3. Membuat kurikulum pengetahuan dasar dan keterampilan.

4. Membuat tahapan program kegiatan pemecahan masalah, meliputi : tahap pemberian motivasi, pemberian kemampuan dan penciptaan kesempatan dan mobilitasi sumber.

III. Pelaksanaan Program Pelayanan 1. Bimbingan Fisik

 Pemberian makanan bergizi


(17)

 Olahraga berupa senam , bulu tangkis dan tenis meja

 Kebersihan pribadi dan lingkungan

 Memelihara bunga/ tanaman dilingkungan UPT Pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lanjut usia pematang siantar.

2. Bimbingan Pengetahuan Dasar untuk wbs rungu wicara

 Belajar membaca, tulis dan menghitung.

 Belajar bina, persepsi bunyi dan irama serta bahasa isyarat (SIBI). 3. Bimbingan Mental dan Spritual

 Bimbingan disiplin

 Bimbingan etika dan budi pekerti

 Bimbingan hidup beragama

 Bimbingan psikologi 4. Bimbingan Sosial

 Bimbingan sosial perorangan

 Bimbingan sosial kelompok

 Bimbingan rekreasi

 Bimbingan kehidupan keluarga dan bermasyarakat

 Pertemuan orang tua wbs dengan petugas 5. Bimbingan Keterampilan

 Menjahit (wbs rungu wicara)

 Salon Kecantikan ( wbs rungu wicara)

 Pertukangan Kayu ( wbs rungu wicara)

 Bordir ( wbs rungu wicara)

 Berkebun ( wbs lanjut usia)


(18)

IV. Pasca pelayanan

Bantuan stimulan modal usaha (paket ketrampilan) untuk wbs rungu wicara dan bagi lanjut usia pemberhentian pelayanan dikarenakan di jemput oleh keluarganya atau meninggal dunia

Tujuan Program Tuna Rungu Wicara

1. Terciptanya kondisi fisik, psikis, mental dan sosial penyandang cacat rungu wicara yang mandiri dan memiliki keterampilan sehingga mau dan mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan baik di lingkungan masyarakat.

2. Terciptanya kondisi lingkungan yang mendukung para lanjut usia terlantar dapat menikmati hari tuanya dengan baik dan nyaman.

Tugas Pokok dan Fungsi

1. Memberikan pelayanan rehabilitasi sosial, berupa bimbingan fisik, psikis, mental dan sosial serta keterampilan bagi penyandang cacat rungu wicara untuk hidup mandiri.

2. Memberikan pelayanan kesejahteraan dan perawatan jasmani dan rohani kepada lanjut usia terlantar agar dapat hidup secara wajar.

Untuk melaksanakan tugas pokok diatas maka UPT Pelayanan sosial tuna rungu wicara dan lanjut usia Pematangsiantar mempunyai fungsi :

1. Sebagai pusat pelayanan kesejahteraan sosial melalui kegiatan

 Penyusunan program pelayanan.

 Pelaksanaan pelayanan.

 Resosialisasi dan terminasi. terhadap penyandang cacat rungu wicara dan lanjut usia.


(19)

(20)

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Pengantar

Analisis data adalah suatu proses menuntut penguasaan atas objek yang diteliti. Dalam bab ini penulis berusaha membahas objek yang diteliti dan selanjutnya melakukan analisa. Data yang diperoleh melalui observasi dan angket. Angket yang disebarkan berisi daftar pertanyaan yang sudah dibuat yang kemudian disebarkan kepada warga binaan UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar yang mengikuti program pelatihan keterampilan. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan tabel persentase. Masing-masing angket akan ditabulasi untuk membuktikan hipotesis yang telah ditetapkan.

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah teknik analisa data dengan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan menggunakan skala likert. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar pertanyaan. Jumlah pertanyaan seluruhnya 72 butir, sebagaimana tujuan penelitian ini daftar pertanyaan yang disebarkan kepada responden berisikan pertanyaan pelaksanaan pelayanan sosial terhadap perkembangan biopsikososial dan spritual remaja tuna rungu wicara.

Berdasarkan hasil penelitian melalui penyebaran angket diperoleh data mengenai identitas responden melalui nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa dan pendidikan terakhir. Selain itu diperoleh juga bagaimana efektivitas program pelayanan sosial bagi perkembangan biopsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar.

Agar pembahasan tersebut tersusun secara sistematis dan jelas, maka pembahasan data penelitian ini dilakukan dengan membagi dua subbab berikut ini:


(21)

A. Analisis indentitas responden

B. Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar.

5.2 Analisa Identitas Responden

5.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia

Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan usia disajikan dalam tabel 5.1 berikut ini:

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

No Usia Frekuensi Persentase (%)

1 2

< 15 15-35

2 20

9.09 90.91

Total 22 100

Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan data pada tabel 5.1 dapat diketahui bahwa persentase responden dengan usia 15-35 tahun adalah tertinggi sebesar 90.91 % (16 orang) sedangkan untuk usia dibawah 15 tahun sebesar 9.09 % (2 orang). Hal ini menunjukkan bahwa responden didominasi kategori remaja/dewasa. Dengan usia yang masih remaja, mereka masih membutuhkan pelayanan sosial yang mendukung perkembangan biologi/fisik, psikologi sosial dan spiritual (keagamaan).


(22)

Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin disajikan dalam tabel 5.2 berikut ini:

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1 2

Laki-laki Perempuan

8 14

36.36 63.63

Total 22 100

Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan data pada tabel 5.2 dapat kita ketahui bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 14 orang dan laki-laki berjumlah 8 orang. Artinya, jumlah responden remaja tuna rungu wicara yang tinggal di UPT didominasi oleh jenis kelamin perempuan sebesar 63.63 %.

5.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama

Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan agama disajikan dalam tabel 5.3 berikut ini

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Agama

No Agama Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Islam Kristen Katolik

11 9 2

50 40.90

9.09

Total 22 100


(23)

Negara Indonesia adalah negara Pancasila yang menjamin kemerdekaan dari setiap penduduknya untuk dapat memeluk agama sesuai kepercayaannya masing-masing. Undang-Undang Dasar 1945 pasar 29 ayat 1 dan 2 menyebutkan secara jelas bahwa kebebasan untuk memeluk agama adalah mutlak. Data mengenai distribusi responden berdasarkan agama melalui angket yaitu terdiri dari 5 klarifikasi. Adapun klarifikasi agama tersebut adalah Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.3 dapat diketahui bahwa mayoritas responden adalah beragama Islam sebanyak 11 orang (50.00 %) dan beragama Kristen 9 orang (40.90 %) dan beragama katolik sebanyak 2 orang (9.09 %). Perbedaan agama diantara mereka tidak menjadi pemecah persaudaraan antara responden. Mereka tetap dapat saling bekerja sama satu sama lain, saling membantu, dan saling menghormati antara sesama umat beragama seperti pada saat hari-hari besar beragama dan saat beribadah menurut agamanya masing-masing.

5.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa

Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan suku bangsa disajikan dalam tabel 5.4 berikut ini:

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa

No Suku Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Jawa Batak Toba Batak Karo

6 13

3

27.27 59.09 13.63

Total 22 100


(24)

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa mayoritas responden adalah suku batak toba yang berjumlah 13 orang (59.09 %), suku batak karo 3 orang (13.63%), dan suku jawa 6 orang (27.27%). Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa suku batak toba memiliki jumlah responden yang tertinggi. Meskipun memiliki suku-suku yang berbeda, responden tetap dapat hidup rukun dan tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya. Hal ini terlihat dari ada rasa saling menghargai sehingga tercipta kehidupan bersama yang rukun.

5.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan terakhir

Adapun data distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir disajikan dalam tabel 5.5 berikut ini:

Tabel 5.5

Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan terakhir No Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase

1 SD 10 45.45

2 SMP 12 54.54

Total 22 100

Sumber : Data Primer 2016

Berdasarkan tabel 5.5 yang disajikan, dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir responden tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat bahwa tingkat tertinggi pendidikan hanya sebatas tingkat SMP. Jumlah responden yang berpendidikan terakhir SMP adalah yang tertinggi sebanyak 12 orang (54.54 %) dan berpendidikan terakhir SD sebanyak 10 orang (45.45 %).

Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir dapat disimpulkan bahwa meskipun usia mereka tergolong usia remaja dan dewasa, namun dikarenakan keterbatasan


(25)

yang mereka miliki, mereka tidak mampu untuk melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Oleh karena itu mereka membutuhkan pelayan khusus yang mendukung perkembangan biologi (fisik), psikologi dan sosial serta spiritual (keagamaan) sehingga meski memiliki keterbatasan mereka dapat bertumbuh seperti remaja normal umumnya.

5.3 Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

Uraian tentang Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar akan disajikan dalam bentuk indikator meliputi pemahaman program, ketepatan sasaran, tepat waktu, tercapainya tujuan dan perubahan nyata program pelayanan sosial yang dilakukan untuk memberikan pelayanan sosial anak balita di Medan. Adapun analisis Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar dibagi kedalam sub-sub berikut ini:

a. Pemahaman Program b.Ketepatan Sasaran c. Tepat Waktu

d. Tercapainya Tujuan e. Perubahan Nyata


(26)

5.3.1.1. Sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik

Pelayanan sosial mempunyai fungsi sebagai “akses” untuk menciptakan

hubungan bimbingan yang sehat antara berbagai program, sehingga program-program tersebut dapat berfungsi dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya. Pelayanan akses bukanlah semata-mata memberikan informasi, tetapi juga termasuk menghubungkan seseorang dengan sumber-sumber yang diperlukan dengan melaksanakan program-program referral. Fungsi tambahan dari pelayanan sosial ialah menciptakan partisipasi anggota masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah sosial. Tujuannya dapat berupa terapi individual dan sosial (untuk memberikan kepercayaan pada diri individu dan masyarakat) dan untuk mengatasi hambatan-hambatan sosial dalam pembagian politik, yaitu untuk mendistribusikan sumber-sumber dan kekuasaan.

Partisipasi mungkin merupakan konsekuensi dari bagaimana program itu diorganisir, dilaksanakan dan disusun. Partisipasi kadang-kadang merupakan alat, kadang-kadang merupakan tujuan. Ada yang memandang bahwa partisipasi dan pelayanan merupakan dua fungsi yang selalu konflik, karenanya harus dipilih salah satu. Karena itu harus dipilih partisipasi sebagai tanggung jawab masyarakat dan pelayanan sebagai tanggung jawab program. Pada umumnya satu program sulit untuk meningkatkan kedua-duanya sekaligus.

Adapun data distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik disajikan dalam tabel 5.6 berikut ini:

Tabel 5.6

Distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik


(27)

1 2

Pegawai/pekerja sosial UPT Keluarga

19 3

86.36 13.64

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.6 dapat diketahui bahwa Pegawai/pekerja sosial UPT merupakan sumber utama responden untuk mendapat informasi tentang program bimbingan fisik/biologi bagi penyandang cacat tuna rungu wicara yakni sebanyak 19 orang (86.36%). Sebanyak 3 orang (13.64%) yang menyatakan mengetahui program bimbingan fisik/biologi penyandang cacat tuna rungu wicara dari keluarganya

Tabel 5.6 menggambarkan bahwa pegawai/pekerja sosial UPT berperan aktif menyampaikan informasi melalui sosialisasi mengenai program bimbingan fisik/biologi bagi penyandang cacat tuna rungu wicara. Sebagian lagi responden mengetahui adanya program pelatihan keterampilan tersebut dari kelurganya remaja tuna rungu wicara sendiri. Meskipun persentasenya cukup sedikit namun kita dapat melihat bahwa beberapa keluarga masih menunjukkan kepedulian yang cukup besar bagi kepentingan remaja tuna rungu wicara.

Kuantifikasi skala likert tentang sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 16, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala likert tentang sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0.72 dan termasuk dalam kategori efektif.


(28)

Adapun data distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan biologi/fisik disajikan dalam tabel 5.7 berikut ini:

Tabel 5.7

Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan biologi/fisik

No Keikutsertaan sosialisasi Frekuensi Persentase (%) 1

2

Ya Tidak

20 2

90.90 9.10

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.7 menunjukkan bahwa tingkat keikutsertaan remaja tuna rungu wicara dalam sosialisasi bimbingan fisik sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data bahwa 20 orang remaja tuna rungu (90.90%) mengikuti sosialisasi bimbingan fisik/biologi yang berada di UPT Tuna rungu wicara . Ini menggambarkan bahwa remaja tuna rungu wicara menganggap bahwa sosialisasi bimbingan fisik merupakan hal yang penting sehingga mereka mengetahui maksud dan tujuan dilaksanakannya bimbingan fisik bagi remaja tuna rungu selama berada di UPT. Sedangkan remaja tuna rungu wicara yang tidak ikut serta dalam bimbingan fisik/biologi sebanyak 2 responden (9.10%). Remaja tuna rungu wicara yang tidak mengikuti bimbingan fisik ini mungkin dikarenakan ketidakhadiran mereka saat proses sosialisasi atau juga dikarenakan anggapan bahwa bimbingan fisik bukanlah suatu hal yang cukup penting bagi diri mereka. Meskipun kategori yang cukup kecil, namun hal ini harus tetap diperhatikan oleh pihak UPT agar pada sosialisasi yang akan diadakan diwaktu mendatang akan diikuti oleh keseluruhan remaja tuna rungu wicara.


(29)

Kuantifikasi skala likert tentang keikutsertaan sosialisasi bimbingan biologi/fisik adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 18, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala likert tentang keikutsertaan sosialisasi bimbingan biologi/fisik di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0.81 dan termasuk dalam kategori efektif.

5.3.1.3 Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan biologi/fisik

Adapun data distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan biologi/fisik disajikan dalam tabel 5.8 berikut ini:

Tabel 5.8

Distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan biologi/fisik

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Paham

Kurang paham Tidak paham

10 3 9

45.46 13.63 40.91

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.8 dapat kita lihat bahwa perbandingan mengenai remaja tuna rungu wicara yang paham dan tidak paham tidak berbeda signifikan. Hal ini dapat dilihat dari responden yang memahami metode dan tujuan program bimbingan fisik sebanyak 10 orang (45.46%). Sedangkan responden


(30)

yang kurang paham mengenai metode dan tujuan program bimbingan fisik sebanyak 3 orang (13.63%) dan yang benar-benar tidak paham sebanyak 9 orang (40.91%).

Bagi responden yang kurang paham/tidak paham terhadap metode dan tujuan program bimbingan fisik dikarenakan latar belakang kemampuan menangkap pesan dari sosialisasi bimbingan fisik yang diberikan kepada remaja tuna rungu wicara. Hal ini dapat dimaklumi dikarenakan tingkat pendidikan akhir remaja tuna rungu wicara mayoritas hanya ditingkat SD atau SMP. Artinya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemberi sosialisasi untuk menyesuaikan penyampaian pesan dengan tingkat kemampuan orang menyerap pesan tersebut sehingga penyampaian metode dan tujuan program dapat dipahami oleh remaja tuna rungu wicara.

Kuantifikasi skala likert tentang pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan biologi/fisik adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 1, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala likert tentang pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan biologi/fisik di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0,04 dan termasuk dalam kategori netral.

5.3.1.4 Sumber pengetahuan mengenai program bimbingan psikososial

Adapun data distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan psikososial disajikan dalam tabel 5.9 berikut ini:

Tabel 5.9

Distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan psikososial


(31)

1 2

Pegawai/pekerja sosial UPT Keluarga

19 3

86.36 13.64

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.9 dapat diketahui bahwa Pegawai/pekerja sosial UPT merupakan sumber utama responden untuk mendapat informasi tentang program bimbingan psikososial bagi penyandang cacat tuna rungu wicara yakni sebanyak 19 orang (86.36%). Sebanyak 3 orang (13.64%) yang menyatakan mengetahui program bimbingan psikososial penyandang cacat tuna rungu wicara dari keluarganya

Tabel 5.9 menggambarkan bahwa pegawai/pekerja sosial UPT berperan aktif menyampaikan informasi melalui sosialisasi mengenai program bimbingan psikososial bagi penyandang cacat tuna rungu wicara. Sebagian lagi responden mengetahui adanya program psikososial tersebut dari kelurganya remaja tuna rungu wicara sendiri. Meskipun persentasenya cukup sedikit namun kita dapat melihat bahwa beberapa keluarga masih menunjukkan kepedulian yang cukup besar bagi kepentingan remaja tuna rungu wicara.

Kuantifikasi skala likert tentang sumber pengetahuan mengenai program bimbingan psikososial adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 16, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala likert tentang sumber pengetahuan mengenai program bimbingan psikososial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0,72 dan termasuk dalam kategori efektif.


(32)

Adapun data distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan psikososial disajikan dalam tabel 5.10 berikut ini:

Tabel 5.10

Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan psikososial

No Keikutsertaan sosialisasi Frekuensi Persentase (%) 1

2

Ya Tidak

20 2

90.90 9.10

Total 22

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.10 menunjukkan bahwa tingkat keikutsertaan remaja tuna rungu wicara dalam sosialisasi bimbingan psikososial sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data bahwa 20 orang remaja tuna rungu (90.90%) mengikuti sosialisasi bimbingan psikososial yang bertempat di UPT. Ini menggambarkan bahwa remaja tuna rungu wicara menganggap bahwa sosialisasi bimbingan psikososial merupakan hal yang penting sehingga mereka mengetahui maksud dan tujuan dilaksanakannya bimbingan fisik bagi remaja tuna rungu selama berada di UPT. Sedangkan remaja tuna rungu wicara yang tidak ikut serta dalam bimbingan psikososial sebanyak 2 responden (9.10%). Remaja tuna rungu wicara yang tidak mengikuti bimbingan psikososial ini mungkin dikarenakan ketidakhadiran mereka saat proses sosialisasi atau juga dikarenakan anggapan bahwa bimbingan psikososial bukanlah suatu hal yang cukup penting bagi diri mereka. Meskipun kategori yang cukup kecil, namun hal ini harus tetap diperhatikan oleh pihak UPT agar pada sosialisasi yang akan diadakan diwaktu mendatang akan diikuti oleh keseluruhan remaja tuna rungu wicara.


(33)

Nilai skala likert tentang keikutsertaan sosialisasi bimbingan psikososial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0.81 yang termasuk dalam kategori efektif.

5.3.1.6 Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan psikososial

Adapun data distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan psikososial disajikan dalam tabel 5.11 berikut ini:

Tabel 5.11

Distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan psikososial

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Paham

Kurang paham Tidak paham

10 3 9

45.46 13.63 40.91

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.11 dapat kita lihat bahwa perbandingan mengenai remaja tuna rungu wicara yang paham dan tidak paham tidak berbeda signifikan. Hal ini dapat dilihat dari responden yang memahami metode dan tujuan program bimbingan psikososial sebanyak 10 orang (45.46%). Sedangkan responden yang kurang paham mengenai metode dan tujuan program bimbingan


(34)

psikososial sebanyak 3 orang (13.63%) dan yang benar-benar tidak paham sebanyak 9 orang (40.91%).

Bagi responden yang kurang paham/tidak paham terhadap metode dan tujuan program bimbingan psikososial dikarenakan latar belakang kemampuan menangkap pesan dari sosialisasi bimbingan psikososial yang diberikan kepada remaja tuna rungu wicara. Hal ini dapat dimaklumi dikarenakan tingkat pendidikan akhir remaja tuna rungu wicara mayoritas hanya ditingkat SD atau SMP. Artinya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemberi sosialisasi untuk menyesuaikan penyampaian pesan dengan tingkat kemampuan orang menyerap pesan tersebut sehingga penyampaian metode dan tujuan program dapat dipahami oleh remaja tuna rungu wicara.

Nilai skala likert tentang pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan psikososial di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0.04 yang termasuk dalam kategori netral.

5.3.1.7 Sumber pengetahuan mengenai program bimbing spiritual/keagamaan

Adapun data distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan spiritual/keagamaan disajikan dalam tabel 5.12 berikut ini:

Tabel 5.12

Distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan spiritual/keagamaan

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 2

Pegawai/pekerja sosial UPT Keluarga

19 3

86.36 13.64


(35)

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.12 dapat diketahui bahwa Pegawai/pekerja sosial UPT merupakan sumber utama responden untuk mendapat informasi tentang program bimbingan spiritual/keagamaan bagi penyandang cacat tuna rungu wicara yakni sebanyak 19 orang (86.36%). Sebanyak 3 orang (13.64%) yang menyatakan mengetahui program bimbingan spiritual/keagamaan penyandang cacat tuna rungu wicara dari keluarganya.

Tabel 5.12 menggambarkan bahwa pegawai/pekerja sosial UPT berperan aktif menyampaikan informasi melalui sosialisasi mengenai program bimbingan spiritual/keagamaan bagi penyandang cacat tuna rungu wicara. Hal tersebut seharusnya memang terjadi karena yang menjadi sumber informasi mengenai sosialisasi di UPT adalah pegawai/pekerja sosial UPT. Sebagian lagi responden mengetahui adanya program spiritual/keagamaan tersebut dari kelurganya remaja tuna rungu wicara sendiri. Meskipun persentasenya cukup sedikit namun kita dapat melihat bahwa beberapa keluarga masih menunjukkan kepedulian yang cukup besar bagi kepentingan remaja tuna rungu wicara.

Nilai skala likert tentang sumber pengetahuan mengenai program bimbingan spiritual/keagamaan di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah 0.72 yang termasuk dalam kategori efektif.

5.3.1.8 Keikutsertaan sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan

Adapun data distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan disajikan dalam tabel 5.13 berikut ini:


(36)

Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan

No Keikutsertaan sosialisasi Frekuensi Persentase (%) 1

2

Ya Tidak

20 2

90.90 9.10

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.13 menunjukkan bahwa tingkat keikutsertaan remaja tuna rungu wicara dalam sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data bahwa 20 orang remaja tuna rungu (90.90%) mengikuti sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan yang diadakan di UPT Tuna rungu wicara. Ini menggambarkan bahwa remaja tuna rungu wicara menganggap bahwa sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan merupakan hal yang penting sehingga mereka mengetahui maksud dan tujuan dilaksanakannya bimbingan spiritual/keagamaan bagi remaja tuna rungu selama berada di UPT. Sedangkan remaja tuna rungu wicara yang tidak ikut serta dalam bimbingan spiritual/keagamaan sebanyak 2 responden (9.10%). Remaja tuna rungu wicara yang tidak mengikuti bimbingan spiritual/keagamaan ini mungkin dikarenakan ketidakhadiran mereka saat proses sosialisasi atau juga dikarenakan anggapan bahwa bimbingan spiritual/keagamaan bukanlah suatu hal yang cukup penting bagi diri mereka. Meskipun kategori yang cukup kecil, namun hal ini harus tetap diperhatikan oleh pihak UPT agar pada sosialisasi yang akan diadakan diwaktu mendatang akan diikuti oleh keseluruhan remaja tuna rungu wicara.


(37)

Berdasarkan data yang disajikan tentang keikutsertaan sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan, maka nilai skala likert adalah 0.81 dan termasuk dalam kategori efektif.

5.3.1.9 Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan

Adapun data distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan disajikan dalam tabel 5.14 berikut ini:

Tabel 5.14

Distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 2 3

Paham

Kurang paham Tidak paham

10 3 9

45.46 13.63 40.91

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.14 dapat kita lihat bahwa perbandingan mengenai remaja tuna rungu wicara yang paham dan tidak paham tidak berbeda signifikan. Hal ini dapat dilihat dari responden yang memahami metode dan


(38)

tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan sebanyak 10 orang (45.46%). Sedangkan responden yang kurang paham mengenai metode dan tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan sebanyak 3 orang (13.63%) dan yang benar-benar tidak paham sebanyak 9 orang (40.91%).

Bagi responden yang kurang paham/tidak paham terhadap metode dan tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan dikarenakan latar belakang kemampuan menangkap pesan dari sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan yang diberikan kepada remaja tuna rungu wicara. Hal ini dapat dimaklumi dikarenakan tingkat pendidikan akhir remaja tuna rungu wicara mayoritas hanya ditingkat SD atau SMP. Artinya, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemberi sosialisasi untuk menyesuaikan penyampaian pesan dengan tingkat kemampuan orang menyerap pesan tersebut sehingga penyampaian metode dan tujuan program dapat dipahami oleh remaja tuna rungu wicara.

Berdasarkan data yang disajikan tentang pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan, maka nilai skala likert adalah 0.04 yang termasuk dalam kategori netral.

Jika diukur efektifitas progam pelayanan sosial bagi perkembangan biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar sehubungan dengan pemahaman program dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

a. Sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik = 0.72 b. Keikutsertaan sosialisasi bimbingan biologi/fisik = 0.81

c. Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan biologi/fisik = 0.04


(39)

e. Keikutsertaan sosialisasi bimbingan psikososial = 0.81

f. Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan psikososial = 0.04

g. Sumber pengetahuan mengenai program bimbingan spiritual/keagamaan = 0.72

h. Keikutsertaan sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan = 0.81

i. Pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan = 0.04

Rata-rata = 0.72 + 0.81 + 0.04 + 0.72 + 0.81 + 0.04 + 0.72 + 0.81 + 0.04 9

= 4.71 9 = 0.52

Dengan demikian dilihat dari pemahaman program pelayanan sosial bagi perkembangan biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar tergolong dalam kategori yang efektif.

5.3.2 Ketepatan sasaran

5.3.2.1 Usia Responden Awal Masuk UPT

Data distribusi responden berdasarkan usia awal masuk UPT disajikan dalam tabel 5.15 berikut ini:

Tabel 5.15

Distribusi Reponden Berdasarkan Usia Awal Masuk UPT


(40)

1 2

< 15 15-35

2 20

9.09 90.91

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Tabel 5.15 menunjukkan bahwa mayoritas responden yang masuk ke dalam UPT berusia antara 35 tahun yakni sebanyak 20 orang (90.91). Kategori usia 15-35 tahun merupakan kategori yang tergolong remaja/dewasa yang juga tergolong usia produktif. Keseluruhan responden yang adalah tuna rungu wicara dapat diartikan sebagai orang-orang yang berkebutuhan khusus yang membutuhkan pelayanan biologi, psikososial serta bimbingan spiritual/keagamaan. Meskipun usia yang sudah cukup matang jika dibandingkan dengan manusia normal (tanpa kecacatan), keterbatasan dalam berkomunikasi dan berinteraksi yang dimiliki oleh remaja tuna rungu wicara menghambat mereka untuk berkembang sebagaimana remaja normal lainnya.

Namun, berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 5.15 juga menunjukkan adanya responden yang berusia < 15 tahun yakni sebanyak 2 responden (9.09 %). Meskipun angka tersebut tergolong kecil, hal ini menjadi suatu permasalahan. Hal ini dikarenakan oleh standar yang dikeluarkan oleh UPT mengenai usia yang diperbolehkan untuk mendapatka pelayanan sosial berupa bimbingan biologi, psikososial serta bimbingan spiritual/keagamaan adalah antara 15-35 tahun (tepat sasaran).

Berdasarkan data yang disajikan tentang usia awal masuk UPT, maka nilai skala likert adalah 0.81 yang termasuk dalam kategori efektif


(41)

Berdasarkan penelitian dapat dilihat bahwa keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang (100%) tidak memiliki penyakit berganda ataupun penyakit menular. Penyakit menular merupakan penyakit yang cukup berbahaya dikarenakan penyakit ini dapat berpindah dari satu orang ke orang lain yang disebabkan oleh banyak faktor. Ketidakpemilikikan penyakit berganda/menular memperlihatkan bahwa UPT merupakan suatu lingkungan yang baik bagi perkembangan biologi, psikososial dan spiritual/keagamaan.

Berdasarkan data yang disajikan tentang kepemilikan penyakit berganda/menular, maka nilai skala likert adalah 1 yang termasuk dalam kategori efektif

5.3.2.3 Status

Berdasarkan penelitian yang dilakukan keseluruhan responden menjawab dalam status belum menikah, sehingga dapat diketahui bahwa keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang (100%) merupakan kategori belum menikah. Hal ini cukup sesuai jika dibandingkan dengan rata-rata usia tuna rungu wicara yakni berusia 17 tahun. Kategori usia ini masih dikategorikan usia yang remaja/dewasa yang masih perlu belajar dan belum direkomendasikan untuk menikah.

UPT yang merupakan lembaga yang memberikan pelayanan sosial bagi remaja tuna rungu wicara juga membuat aturan bahwa tuna rungu wicara yang boleh menerima pelayanan sosial berupa bimbingan biologi/fisik, psikososial serta bimbingan keagamaan adalah orang-orang yang statusnya belum menikah. Artinya, sasaran yang telah ditetapkan oleh UPT telah benar-benar terlaksana dan sesuai di lapangan.


(42)

Berdasarkan data yang disajikan, maka nilai skala likert berdasarkan status menikah/belum menikah adalah 1 yang termasuk indikator efektif.

5.3.2.4 Tempat tinggal

Berdasarkan penelitian yang keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang (100%) tinggal di asrama yang disediakan oleh UPT selama dibina di UPT. Responden memperoleh tempat tinggal di asrama berkat tersedianya asrama bagi remaja tuna rungu wicara oleh pihak UPT dan merupakan kebijakan dari UPT dalam mengontrol perkembangan remaja tuna rungu wicara selama proses pembinaan. Asrama dibagi menjadi 2 bagian yakni khusus buat remaja tuna rungu wicara yang berjenis kelamin perempuan dan asrama khusus buat remaja tuna rungu wicara yang berjenis kelamin pria.

Kuantifikasi skala likert tentang tempat tinggal selama dibina di UPT adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni 22, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala likert tentang tempat tinggal selama dibina di UPT adalah 1 termasuk dalam kategori efektif.

5.3.2.5 Surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan)

Data distribusi responden berdasarkan surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan) disajikan dalam tabel 5.16 berikut ini:

Tabel 5.16

Distribusi responden berdasarkan surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan)


(43)

1 2

Ya Tidak

5 17

23.73 77.27

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan data yang disajikan pada tabel 5.16 dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang berjumlah 17 orang (77.27%) tidak mempunyai/membawa surat pengantar dari pemerintah setempat (kelurahan). Keterbatasan pengetahuan responden yang mengharuskan adanya surat pengantar dari pemerintah setempat sebagai syarat untuk dapat memperoleh pelayanan sosial di UPT menjadi penyebab rendahnya frekuensi yang membawa surat pengantar. Namun, pihak UPT memberikan keringanan bagi remaja tuna rungu wicara untuk mengurus surat pengantar dari pemerintah setempat dengan mensosialisasikan kepada keluarga masing-masing agar surat pengantar dilengkapi sebagai dokumen syarat remaja tuna rungu wicara dibina di UPT.

Kuantifikasi skala likert tentang ada tidaknya surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan) adalah dengan jumlah nilai dari jawaban responden yakni -12, nilai tersebut dibagi dengan jumlah responden yang berjumlah 22 orang. Nilai skala likert tentang ada tidaknya surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan) di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar adalah -0.54 dan termasuk dalam kategori tidak efektif.

Jika diukur efektifitas progam pelayanan sosial bagi perkembangan biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar sehubungan dengan ketepatan sasaran dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :


(44)

b. Kepemilikan penyakit berganda/menular = 1 c. Status = 1

d. Tempat tinggal selama dibina di UPT = 1

e. Surat pengantar dari pemerintah setempat (Kelurahan) = - 0.54 Rata-rata = 0.81 + 1 + 1 + 1 + (-0.54)

5 = 3.27

5 = 0.65

Dengan demikian dilihat dari ketepatan sasaran pelayanan sosial bagi perkembangan biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar tergolong dalam kategori yang efektif.

5.3.3 Ketepatan waktu 5.3.3.1 Bimbingan fisik

1. Jadwal makan

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, diketahui bahwa keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang menjawab jadwal makan yang telah ditentukan/direncanakan oleh UPT melalui bagian konsumsi/bagian dapur UPT telah dilaksanakan tepat dengan waktunya. Adapun jadwal makan dibagi menjadi 3 bagian yaitu serapan pagi (07.00 – 07.30), makan siang (12.00 -12.30) dan makan malam (19.00 -19.30). Keseluruhan jadwal tersebut dilaksanakan sesuai dengan waktunya masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa UPT telah melaksanakan program yang


(45)

mendukung perkembangan biologi/fisik remaja tuna rungu wicara sehingga remaja ini dapat bertumbuh secara fisik sama seperti remaja normal lainnya.

Jadwal makan yang telah direncanakan dan dilaksanakan oleh UPT juga mengajarkan remaja tuna rungu wicara untuk bertindak/berperilaku disiplin meskipun melalui hal-hal yang kecil. Pemberian makan di UPT juga merupakan salah satu program perawatan dan penyediaan makanan bergizi bagi remaja tuna rungu wicara, agar mereka lebih bersemangat dalam menjalankan kegiatan sehari-harinya.

Berdasarkan data yang disajikan tentang jadwal makan, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

2. Jadwal mandi

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, menunjukkan keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang menjawab bahwa jadwal mandi yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu mandi pagi dan mandi sore telah dilaksanakan sesuai dengan yang direncanakan oleh pihak UPT. Ketersediaan air bersih dan kamar mandi oleh UPT berperan dalam mendukung aktivitas mandi bagi remaja tuna rungu wicara. Ini menunjukkan bahwa UPT meyakini dalam kebersihan tubuh turut mendukung pertumbuhan tubuh yang sehat.

Berdasarkan data yang disajikan tentang jadwal mandi, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

3. Waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan di lapangan oleh peneliti mengenai waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga (senam jasmani), keseluruhan responden menjawab setiap hari Jum’at kegiatan senam.


(46)

Setiap hari jum’at remaja tuna rungu wicara diwajibkan berpakaian seragam olahraga yang didapat dari UPT. Kegiatan senam jasmani dilaksanakan setiap jum’at pagi yakni pukul 08.00 – 10.00. Olahraga merupakan program pembinaan fisik secara individu maupun kelompok bagi remaja tuna rungu wicara. Olahraga yang diberikan UPT berupa senam jasmani yang dirancang oleh instruktur senam yang merupakan staff pegawai UPT. Senam jasmani dirancang dengan menggunakan musik dan gerakan-gerakan dasar yang mudah dilakukan agar anak dapat mengikuti dan melakukan senam jasmani dengan senang, tidak mudah jenuh.

Selain senam jasmani, kegiatan olahraga berupa bulu tangkis dan sepakbola juga dilaksanakan secara rutin pada hari jumat pukul 15.00 – 17.00. Keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang menyatakan bahwa jadwal olahraga yang telah direncanakan oleh UPT telah dilaksanakan sesuai dengan waktunya.

Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

4. Pemeriksaan kesehatan

Data distribusi responden berdasarkan pemberian nutrisi tambahan (susu) disajikan dalam tabel 5.17 berikut ini:

Tabel 5.17

Distribusi responden berdasarkan pemeriksaan kesehatan

No

Jadwal pemeriksaan kesehatan

Frekuensi Persentase (%)

1 2

Sekali dalam sebulan

 Dari 1 bulan

18 4

81.82 18.18


(47)

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan tabel 5.17 dapat diketahui bahwa data yang diperoleh dari penelitian, menunjukkan mayoritas responden yang berjumlah 18 (81.81%) orang menjawab bahwa jadwal pemeriksaan kesehatan tidak sesuai dengan yang direncanakan atau tidak dilaksanakan dilapangan. Hal ini disebabkan pengecekan kondisi kesehatan hanya pada yang sakit saja, sedangkan jika tidak sakit tidak dilakukan pengecekan rutin, selain masalah tersebut masalah keterbatasan waktu juga mempengaruhi, padatnya jadwal siswa-siswi tuna rungu wicara sehingga tidak dilakukannya pengecekan kesehatan secara keseluruhan.

Berdasarkan data yang disajikan tentang jadwal pemeriksaan kesehatan, maka nilai skala likert adalah -0.81 dan termasuk dalam kategori tidak efektif.

5. Jadwal kebersihan harian

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, menunjukkan keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang menjawab bahwa jadwal kebersihan harian pukul 06.00 - 06.30 yang telah dijadwalkan oleh pihak UPT telah benar-benar terlaksana di lapangan. Proses kebersihan harian ini membagi remaja tuna rungu berdasarkan piket harian. Artinya, masing-masing remaja tuna rungu wicara telah memiliki jadwal piket kebersihan harian.

Menjaga kebersihan lingkungan UPT merupakan tugas dan tanggungjawab dari seluruh komponen UPT. Hal ini jugalah yang mendasari ikutnya peran remaja tuna rungu dalam menjaga kebersihan lingkungan melalui jadwal piket kebersihan harian. Lingkungan yang bersih dan nyaman turut mengurangi munculnya


(48)

sumber-sumber penyakit sehingga remaja tuna rungu wicara dapat bertumbuh secara fisik dengan baik.

Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

5.3.3.2 Bimbingan psikososial 1. Konseling psikologi

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, menunjukan konseling psikologi tidak tepat waktu yang telah direncanakan dan ditetapkan oleh UPT, karena keyataan dilapangan pelaksanaan bimbingan psikologi terhadap tuna rungu wicara dua kali seminggu, hal ini disebabkan konseling diadakan berselang seling setiap minggunya dengan warga binaan lansia.

Hal ini didukung oleh data yang menunjukan sebayak 22 (100 %) responden menyatakan bahwa konseling psikologi tidak tepat waktu dengan yang direncanakan oleh UPT, keterbatasan jumlah psikolog kemungkinan menjadi penyebab tidak tepat waktu dalam memberikan pelayanan psikologi, dimana psikolog yang memberikan pelayanan bimbingan mental hanya satu orang dan harus berbagi waktu dalam melayani warga binaan lansia.

Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga, maka nilai skala likert adalah -1 dan termasuk dalam kategori tidak efektif.


(49)

Kegiatan pemberikan pengetahuan dasar merupakan kegiatan yang meliputi membaca, menulis, berhitung, dan belajar komunikasi bahasa isyarat. Kegiatan ini dilakukan tiga dalam seminggu yaitu hari senin, selasa dan kamis

UPT menyediakan sarana dan prasarana berupa sekolah bagi siswa siswi tuna rungu wicara dalam memiliki pengetahuan dasar, yang dibimbing oleh instruktur dan pegawaai dalam memiliki pengetahuan dasar.

Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 22 (100 %) responden menyatakan bahwa pemberian pengetahuan dasar adalah tepat waktu.pemberian pengetahuan dasar ini sangat penting guna untuk meningkatkan pengetahuan tuna rungu dan memiliki kosa kata yang banyak, kecenderungan akibat ketenunarunguan mengakibatkan mreka memiliki kosakata yang terbatas, pemberian bimbingan komunikasi isyarat dilakukan oleh instruktur dibidang bahasa isyarat sehingga mereka memiliki keseragaman bahasa isyarat baik anatara sesama tuna rungu wicara maupun di masyarakat.

Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

3. Bimbingan sosial.

Bimbingan sosial dilakukan dalam mengkatkan kemampuan sosial tuna rungu wicara sehingga mampu beradaptasi dalam lingkungan UPT, menigkatkan penerimaan antara sesama tuna rungu, sehingga mengurangi konflik antara sesama tuna rungu dan memiliki hubungan yang harmonis baik di lingkungan lembaga maupun di dalam keluarga

Bimbingan sosial di UPT dilakukan dengan cara-cara selingan seperti kegiatan permainan, menonton video, bimbingan secara keseluruhan yang memupuk


(50)

rasa kebersamaan dan sikap saling menghargai anatar sesama. Data dari hasil penelitian menunjukkan ada sebanyak 22 (100 %) responden menyatakan program bimbingan sosial yang diadakan sekali seminggu tepat waktu dalam pelaksanaannya.

Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

4.Bimbingan Keterampilan

Bimbingan keterampilan merupakan bimbingan peminatan bakat tuna rungu wicara yang meliputi ketermpilan bordir-menjahit, pertukangan kayu dan salon. Bimbingan keterampilan merupakan salah satu program dari UPT yang bertujuan untuk meningkatkan keterampilan diri remaja tuna rungu wicara sehingga mereka memiliki peluang dunai kerja ketika mereka keluar dari UPT. Bimbingan keterampilan di UPT dilakukan 4 kalii dalam 1 minggu dengan jam pelatihan 4 jam dalam sehari yakni pukul 11.00-13.00 dan dilanjutkan pukul 14.00-16.00.

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, menunjukkan bahwa keseluruhan responden menyatakan kegiatan keterampilan yang diadakan oleh UPT bagi remaja tuna rungu wicara telah dilaksanakan sesuai dengan waktu yang direncanakana atau diatur oleh UPT. Pelatihan keterampilan dilatih dan diawasi oleh instruktur di bidang masing-masing sehingga kemampuan remaja tuna rungu wicara semakin meningkat tiap harinya.

Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

5.3.3.3 Bimbingan Spiritual 1. Bimbingan keagamaan


(51)

Nilai-nilai keagamaan merupakan pondasi atau dasar bagi umat beragama dalam kehidupannya sehari-hari di dunia. Kebutuhan nilai-nilai agama adalah mutlak bagi tiap manusia tanpa terkecuali remaja tuna rungu wicara sehingga perilaku kesehariannya tidak menyimpang dari kaedah-kaedah nilai agama. Keterbatasan remaja tuna rungu wicara dalam berkomunikasi menyebabkan remaja tuna rungu wicara membutuhkan cara khusus dalam mendapatkan bimbingan nilai agama. UPT hadir menyediakan orang-orang yang mengerti bahasa isyarat dan ditugaskan untuk memberikan bimbingan agama bagi remaja tuna rungu wicara satu kali dalam seminggu yakni hari rabu pukul 08.00 – 10.00. Bimbingan keagamaan yang direncanakan oleh UPT dibagi menjadi 2 bagian yakni bimbingan agama islam yang diikuti oleh tuna rungu beragama islam dan bimbingan agama kristen yang diikuti oleh remaja tuna rungu wicara yang beragama kristen.

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan responden menyatakan bimbingan keagamaan yang telah direncanakan dan diatur oleh UPT telah dilaksanakan sesuai dengan waktunya.

Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

2. Perayaan hari besar keagamaan

Kegiatan perayaan hari besar keagaaman seperti Hari Raya Idul Fitri dan Hari Natal diperingati oleh seluruh komponen UPT dilakukan 1 tahun sekali, baik dalam bentuk perayaan di luar UPT ataupun di dalam UPT. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan rasa spiritualitas mereka dalam memperingati hari-hari besar keagamaan. Keseluruhan perayaan ini difasilitasi oleh UPT dan menggunakan


(52)

remaja tuna rungu wicara sebagai pemeran utama di aktivitas perayaan hari besar keagamaan tersebut.

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa keseluruhan responden menyatakan kegiatan perayaan hari besar keagaaman seperti Hari Raya Idul Fitri dan Hari Natal yang telah direncanakan dan diatur oleh UPT telah dilaksanakan sesuai dengan waktunya yakni sekali dalam setahun.

Berdasarkan data yang disajikan tentang waktu remaja tuna rungu wicara berolahraga, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

Jika diukur efektifitas progam pelayanan sosial bagi perkembangan biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar sehubungan dengan ketepatan waktu dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Bimbingan biologi/fisik a. Jadwal makan = 1 b. Jadwal mandi = 1

c. Waktu remaja tuna rungu berolahraga = 1 d. Pemeriksaan kesehatan = -0.81

e. Jadwal kebersihan harian = 1 2. Psikososial

a. Konseling psikologi = -1

b. Pemberian pengetahuan dasar = 1 c. Bimbingan sosial = 1

d. Bimbingan keterampilan = 1 3. Spiritual (keagamaan)


(53)

b. Perayaan hari keagamaan = 1

Rata-rata = 1 + 1 + 1 + (-0.81) + 1 + (-1) + 1 + 1 + 1 + 1 + 1

11

= 7.19 11 = 0.65

Dengan demikian dilihat dari ketepatan waktu pelayanan sosial bagi perkembangan biospsikososial spiritual remaja tuna rungu wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar tergolong dalam kategori yang efektif.

5.3.4 Tercapainya Tujuan 5.3.4.1 Bidang biologi/fisik

1. Pemberian makan tiga kali sehari

Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang (100%) menyatakan pemberian makan sebanyak 3 kali dalam sehari dilaksanakan di UPT. Pemberian makanan diatur sesuai dengan jadwal yang dibagi menjadi 3 bagian yakni makan pagi, makan siang dan makan malam. Hal ini menunjukkan bahwa UPT memperhatikan frekuensi dan jadwal makan dikarenakan makanan adalah sumber utama energi untuk melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Makanan yang juga merupakan sumber utama dalam pertumbuhan fisik remaja tuna rungu wicara sangatlah penting untuk dipenuhi.


(54)

Berdasarkan data yang disajikan tentang pemberian makan tiga kali sehari, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

2. Pemberian nutrisi tambahan (susu)

Data distribusi responden berdasarkan pemberian nutrisi tambahan (susu) disajikan dalam tabel 5.18 berikut ini:

Tabel 5.18

Distribusi responden berdasarkan pemberian nutrisi tambahan (susu)

No Kategori Frekuensi Persentase (%)

1 2

Ya Tidak

18 4

81.82 18.18

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Nutrisi tambahan merupakan sumber nutrisi yang masuk ke dalam tubuh yang berguna untuk memberikan manfaatnya yang baik bagi perkembangan dan pertumbuhan tubuh. Salah satu sumber nutrisi tambahan yang cukup baik berasal dari susu. Kandungan nutrisi yang cukup lengkap dalam susu sangat baik bagi pertumbuhan.

Berdasarkan tabel 5.18 dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang berjumlah 18 orang (81.82 %) menyatakan pemberiaan nutrisi tambahan berupa susu diberikan oleh UPT. Pemberian susu ini ditambahi makanan ringan berupa snack. Mayoritas responden yang masih tergolong dalam usia remaja merupakan kelompok yang masih membutuhkan nutrisi tambahan dalam pertumbuhan biologinya. Hal inilah yang menjadi dasar UPT memberikan susu sebagai pelengkap nutrsi bagi remaja tuna rungu wicara. Namun, 4 responden (18.18 %) menyatakan bahwa


(55)

pemberiaan nutrisi tambahan tidak diberikan bagi mereka. Hal ini dimungkinkan karena pada saat jadwal pemberiaan susu yang biasanya dilakukan pada sore hari oleh UPT bagian konsumsi, ke-4 responden sedang tidak berada di UPT.

Berdasarkan data yang disajikan tentang pemberian makan tiga kali sehari, maka nilai skala likert adalah 0.63 dan termasuk dalam kategori efektif.

3. Jadwal pemberian nutrisi tambahan (susu) dalam 1 minggu

Data distribusi responden berdasarkan jadwal pemberian nutrisi tambahan (susu) dalam 1 minggu disajikan dalam tabel 5.19 berikut ini:

Tabel 5.19

Distribusi responden berdasarkan jadwal pemberian nutrisi tambahan (susu) dalam 1 minggu

No Kategori Frekuensi Persentase

1 2

2 kali dalam seminggu < 2 kali dalam seminggu

15 7

68.18 31.82

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan tabel 5.19 dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang berjumlah 15 orang (81.82 %) menyatakan pemberiaan nutrisi tambahan berupa susu dilakukan 2 kali dalam seminggu. Mayoritas responden yang masih tergolong dalam usia remaja merupakan kelompok yang masih membutuhkan nutrisi tambahan dalam


(56)

pertumbuhan biologinya. Keteraturan dalam mengatur pemerberian nutrisi tambahan adalah hal yang sangat penting. Hal inilah yang menjadi dasar UPT memberikan 2 kali dalam seminggu susu sebagai pelengkap nutrsi bagi remaja tuna rungu wicara. Namun, 7 responden (18.18 %) menyatakan bahwa pemberiaan nutrisi tambahan dilakukan < 2 kali dalam seminggu. Hal ini dimungkinkan karena pada saat jadwal pemberiaan susu yang biasanya dilakukan pada sore hari oleh UPT bagian konsumsi, remaja tuna rungu wicara sedang tidak berada di UPT atau sibuk dengan aktivitasnya.

Berdasarkan data yang disajikan tentang pemberian makan tiga kali sehari, maka nilai skala likert adalah 0.36 dan termasuk dalam kategori efektif

4. Ketercukupan kebutuhan makanan dan minuman

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, menunjukkan keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang (100 %) menyatakan bahwa kebutuhan makanan dan minuman mereka adalah tercukupi selam mereka tinggal di UPT. Artinya, remaja tuna rungu wicara tidak pernah kekurangan makanan dan minuman selama mereka tinggal dan dibina di UPT. Hal ini menunjukkan bahwa UPT sangat peduli dan betul-betul memperhatikan kebutuhan makanan dan minuman remaja tuna rungu wicara.

Makanan dan minuman merupakan sumber energi untuk dapat beraktivitas. Tercukupinya kebutuhan makanan dan minuman merupakan salah satu faktor untuk mendukung perkembangan fisik/biologi manusia. Begitu juga halnya dengan remaja tuna rungu wicara, mereka membutuhkan makanan dan minuman yang sehat dan bergizi untuk dapat tumbuh dengan baik. Dengan tercukupinya ini, remaja tuna rungu dapat beraktivitas sehari-hari.


(57)

Berdasarkan data yang disajikan tentang ketercukupan kebutuhan makanan dan minuman, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

5. Kondisi kesehatan

Data distribusi responden berdasarkan kondisi kesehatan disajikan dalam tabel 5.20 berikut ini:

Tabel 5.20

Distribusi responden berdasarkan kondisi kesehatan

No Kondisi kesehatan Frekuensi Persentase

1 2

Tidak pernah sakit Kadang-kadang sakit

6 16

27.27 72.73

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan tabel 5.20 dapat dilihat bahwa mayoritas responden kadang-kadang mengalami sakit. Hal ini dapat dilihat dengan jumlah responden yang berjumlah 16 orang kadang-kadang mengalami sakit ketika di UPT. Namun, hal ini tidaklah menjadi masalah yang cukup serius karena kondisi kesehatan yang menurun adalah hal yang lumrah dan biasa. Sedangkan 6 responden (27.27 %) menyatakan bahwa kondisi kesehatan mereka adalah sangat baik yang ditandai dengan tidak pernah jatuh sakit selama dibina di UPT.

Penurunan kondisi kesehatan disebabkan oleh banyak faktor yang diantanya ketahanan tubuh (antibodi) yang rendah, kondisi lingkungan dan cuaca yang tidak mendukung serta faktor-faktor lainnya. Diantara faktor inilah yang menjadi penyebab banyaknya responden yang kadang-kadang mengalami sakit.

Berdasarkan data yang disajikan tentang kondisi kesehatan, maka nilai skala likert adalah 0.27 dan termasuk dalam kategori netral.


(58)

6. Tempat berobat jika sedang sakit

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, menunjukkan keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang menjawab bahwa ketika responden sakit, mereka berobat ke klinik UPT yang terletak di daerah sekitar UPT. Hal ini menunjukkan bahwa UPT telah berusaha dan menyediakan fasilitas untuk mendukung kesehatan remaja tuna rungu wicara apabila mereka sedang sakit.

Berdasarkan data yang disajikan tentang ketercukupan kebutuhan makanan dan minuman, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

7. Ketersediaan obat-obatan ketika berobat ke klinik UPT

Data distribusi responden berdasarkan ketersediaan obat-obatan ketika berobat ke klinik UPT disajikan dalam tabel 5.21 berikut ini:

Tabel 5.21

Distribusi responden berdasarkan ketersediaan obat-obatan ketika berobat ke klinik UPT

No Obat-obatan di klinik Frekuensi Persentase 1

2 3

Tersedia

Kurang tersedia Tidak tersedia

7 11

4

31.82 50 18.18


(59)

Sumber : Data primer, 2016

Kebutuhan obat-obatan yang tersedia dan sesuai ketika sedang sakit adalah hal yang mutlak diperlukan agar seseorang lekas sembuh. Pada tabel 5.21 dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa ketersediaan obat-obatan ketika berobat ke klinik UPT kurang tersedia. Responden yang berjumlah 11 orang (50 %) menyatakan bahwa ketika mereka berobat ke klinik UPT, obat-obatan yang dibutuhkan kurang tersedia. Namun, 7 responden lain (31.82 %) menyatakan bahwa ketika mereka sedang berobat ke klinik UPT obat-obatan yang dibutuhkan adalah tersedia dan hanya 4 responden (18.18 %) yang menyatakan ketersediaan obat-obatan di UPT tidak tersedia.

Kebutuhan akan jenis obat-obatan tergantung pada jenis penyakitnya. Hal inilah yang mungkin menyebabkan kurang tersedianya obat-obatan di klinik UPT. Klinik yang hanya berukuran kecil dan memiliki jenis obat-obatan secukupnya menjdai alasan responden menyatakan bahwa obat-obatan kurang tersedia

Berdasarkan data yang disajikan tentang ketersediaan obat-obatan ketika berobat ke klinik UPT, maka nilai skala likert adalah 0.13 dan termasuk dalam kategori netral.

8. Tempat tinggal selama dibina di UPT

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian, menunjukkan keseluruhan responden yang berjumlah 22 orang (100%) tinggal di UPT (UPT). Hal ini menunjukkan bahwa UPT menyediakan tempat tinggal kepada remaja tuna rungu wicara selama mereka dibina. Adapun tempat tinggal remaja tuna rungu wicara berupa asrama yang terdiri dari beberapa kamar tidur. Asrama dibagi menjadi 2 bagian yaitu asrama khusus wanita dan asrama khusus pria.


(60)

Tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan setiap orang tidak terkecuali remaja tuna rungu wicara. Tersedianya tempat tinggal yang layak akan mendukung kenyaman selama tinggal di UPT. Selain itu, penempatan remaja tuna rungu wicara di lingkungan UPT juga mempermudah pengontrolan aktivitas mereka sehari-hari dan juga membiasakan diri mereka untuk hidup displin. Oleh karena itu, tersedianya tempat tinggal berupa asrama adalah hal yang sangat penting untuk mendukung perkembangan fisik remaja tuna rungu wicara selama mereka dibina di UPT.

Berdasarkan data yang disajikan tentang tempat tinggal selama dibina di UPT, maka nilai skala likert adalah 1 dan termasuk dalam kategori efektif.

9. Jumlah orang tinggal sekamar

Data distribusi responden berdasarkan jumlah orang tinggal sekamar disajikan dalam tabel 5.22 berikut ini:

Tabel 5.22

Distribusi responden berdasarkan jumlah orang tinggal sekamar No Jumlah orang tinggal sekamar Frekuensi Persentase

1 2

2 > 2

4 18

18.19 81.81

Total 22 100

Sumber : Data primer, 2016

Berdasarkan tabel 5.22 dapat dilihat bahwa jumlah orang yang tinggal dalam 1 kamar adalah > 2 orang merupakan jawaban mayoritas responden sebanyak 12 responden. Sedangkan 4 responden lainnya menyatakan bahwa jumlah orang yang tinggal dalam 1 kamar sebanyak 2 orang. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian


(1)

(2)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1.1 Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Orang Dengan

Kecacatan (ODK) Tahun 2012 ...2

5.1 Distribusi responden berdasarkan usia ...57

5.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ...58

5.3 Distribusi responden berdasarkan agama ...58

5.4 Distribusi responden berdasarkan suku bangsa ...59

5.5 Distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhir ...60

5.6 Distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan biologi/fisik ...63

5.7 Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan biologi/fisik ...64

5.8 Distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan biologi/fisik ...66

5.9 Distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan psikososial ...67

5.10 Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan psikososial ...68

5.11 Distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan tujuan program bimbingan psikososial ...70

5.12 Distribusi responden berdasarkan sumber pengetahuan mengenai program bimbingan spiritual/keagamaan ...71


(3)

5.13 Distribusi responden berdasarkan keikutsertaan sosialisasi bimbingan spiritual/keagamaan ...72 5.14 Distribusi responden berdasarkan pemahaman mengenai metode dan

tujuan program bimbingan spiritual/keagamaan ...74

5.15 Distribusi responden berdasarkan usia awal masuk UPT ...76

5.16 Distribusi responden berdasarkan surat pengantar dari pemerintah

setempat (Kelurahan) ...79

5.17 Distribusi responden berdasarkan jadwal pemeriksaan kesehatan....83

5.18 Distribusi responden berdasarkan pemberian nutrisi tambahan (susu)

...90

5.19 Distribusi responden berdasarkan jadwal pemberian nutrisi tambahan

(susu) dalam 1 minggu ...92

5.20 Distribusi responden berdasarkan kondisi kesehatan ...94

5.21 Distribusi responden ketersediaan obat-obatan ketika berobat ke klinik

UPT ...95

5.22 Distribusi responden berdasarkan jumlah orang tinggal sekamar ....97

5.23 Distribusi responden berdasarkan sikap ketika menghadapi masalah di

UPT ...98

5.24 Distribusi responden berdasarkan konsultasi dengan psikolog ketika

memiliki masalah ...99

5.25 Distribusi responden berdasarkan yang merasakan kekeluaargaan dan

memperoleh kasih sayang selama di UPT...102

5.26 Distribusi responden berdasarkan motivasi untuk berprestasi dalam

belajar ...103


(4)

5.28 Distribusi responden berdasarkan kebutuhan makanan ...108

5.29 Distribusi responden berdasarkan kebutuhan obat-obatan ...109

5.30 Distribusi responden berdasarkan kebutuhan tempat tinggal ...110

5.31 Distribusi responden berdasarkan kebutuhan olahraga ...111

5.32 Distribusi responden berdasarkan kebutuhan kesehatan ...113

5.33 Distribusi responden berdasarkan kebutuhan kebersihan ...115

5.34 Distribusi responden berdasarkan rasa percaya diri ...116

5.35 Distribusi responden berdasarkan hubungan dengan orang lain ...117

5.36 Distribusi responden berdasarkan tingkat konflik dengan orang lain ...119

5.37 Distribusi responden berdasarkan kebutuhan kasih sayang ...120

5.38 Distribusi responden berdasarkan motivasi berprestasi ...121

5.39 Distribusi responden berdasarkan pengetahuan dasar ...122

5.40 Distribusi responden berdasarkan keterampilan diri ...123

5.41 Distribusi responden berdasarkan pengetahuan agama ...125

5.42 Distribusi responden berdasarkan berdoa/sembahyang ...126


(5)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman


(6)

Dokumen yang terkait

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

3 95 103

Pola Interaksi Sosial Tuna Rungu Wicara ( Studi Deskriptif Di UPTD Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara Dan Lansia Pematangsiantar )

26 167 91

Efektivitas Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

8 67 136

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 15

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 8

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 1 30

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

0 0 12

Efektivitas Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

0 0 14