Evaluasi Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kepuasan terhadap pelayanan kesehatan
Kepuasan pasien merupakan nilai subyektif terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan oleh rumah sakit, puskesmas. Walaupun subyektif tetap ada dasar
obyektifnya, artinya penilaian itu dilandasi atas beberapa faktor yaitu :
1. Pengalaman masa lalu.
2. Pendidikan.
3. Situasi psikis.
4. Pengaruh lingkungan.
Penilaian kepuasan pasien dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut :
1. Bagian dari mutu pelayanan.
Kepuasan pasien merupakan bagian dari mutu pelayanan, karena upaya
pelayanan dapat memberikan kepuasan tidak semata-mata kesembuhan
belaka.
2. Pemasaran rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, meliputi:
a) Pasien yang sakit akan memberi tahu kepada teman, keluarga, dan
tetangga.
b) Pasien yang puas akan datang lagi kontrol atau memberikan
pelayanan yang lain.

c) Iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan baru.

13

3. Prioritas peningkatan pelayanan dalam dana yang terbatas, peningkatan
kualitas pelayanan harus selektif sesuai dengan kebutuhan pasien.

2.1.1

Analisis Kuantitatif (Dari Penulis)

Dengan bukti hasil survai berarti tanggapan dapat diperhitungkan dengan
angka kuantitatif tidak perkiraaan atau perasaan belaka, dengan angka kuantitatif,
memberikan kesempatan pada berbagai pihak untuk diskusi.
Aspek kepuasan meliputi hal-hal dibawah ini :
NO

ASPEK

1


KENYAMANAN

URAIAN




HUBUNGAN

PASIEN

DENGAN



Makanan






PETUGAS RUMAH SAKIT





3

KOMPETENSI TEKNIS PETUGAS












14

Kebersihan





rumah

sakit,

puskesmas.

puskesmas.




2

Lokasi

rumah

Kenyamanan ruangan

Peralatan ruangan
Keramahan
Komunikatif
Responatif
Suportif
Cekatan
Keberanian bertindak
Pengalaman
Gelar
Terkenal
Kursus


sakit,

4



BIAYA









Mahalnya pelayanan
Sebandingnya
Terjangkau tidaknya
Ada tidakya keringanan

Kemudahan proses

Sumber: (Sabarguna, 2008: 12-13).

2.2 Pengertian Pasien
Mempertegas makna pasien, pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, menyatakan bahwa
pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlakukan baik secara langsung maupun
tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Dalam pelayanan bidang medis, tidak
terpisah akan adanya seorang tenaga kesehatan dengan konsumen, dalam hal ini
pasien. Pasien dikenal sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan dari pihak rumah
sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan dalam bidang perawatan kesehatan.
Dari sudut pandangan sosiologis, dapat dikatakan bahwa pasien maupun
tenaga kesehatan memainkan peranan-peranan tertentu dalam masyarakat. Dalam
hubungannya dengan tenaga kesehatan, misalnya dokter tenaga kesehatan
mempunyai posisi yang dominan apabila dibandingkan dengan kedudukan pasien
yang awam dalam bidang kesehatan, yang mana lebih mengetahui akan bidang
pengetahuan tersebut. Dengan demikian pasien senantiasa harus percaya pada
kemampuan dokter tempat dia menyerahkan nasibnya. Pasien sebagai konsumen

dalam hal ini, merasa dirinya bergantung dan aman apabila tenaga kesehatan
berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya. Keadaan demikian pada umumnya

15

didasarkan atas kerahasian profesi kedokteran dan keawaman masyarakat yang
menjadi pasien. Situasi tersebut berakar pada dasar-dasar historis dari kepercayaan
yang sudah melembaga dan membudaya di dalam masyarakat. Hingga kini pun
kedudukan dokter relatif lebih tinggi dan terhormat. Pasien sebagai konsumen jasa di
bidang tenaga kesehatan yang pesat, risiko yang dihadapi semakin tinggi (Triwulan
& Febriana, 2010: 21).

2.3 Pengertian Kesehatan
Kesehatan adalah hak “fundamental” setiap warga. Hal ini telah ditetapkan
oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO 1948). Dalam Undang-undang
Dasar 1945 Pasal 28 H ayat 1 dikatakan kesehatan adalah setiap orang yang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan
hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Sedangkan dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 dimana setiap
individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap

kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur agar masyarakat terpenuhi
hak hidup sehatnya termasuk bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Secara
makro, paradigma sehat berarti bahwa pembangunan semua sektor harus
memperhatikan dampaknya di bidang kesehatan. Minimal harus memberikan
kontribusi postif bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat. Sedangkan
secara mikro, paradigma sehat berkonotasi bahwa pembangunan kesehatan lebih
menekankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif
serta rehabilitatif.

16

Kesehatan adalah sebuah produk dari pelayanan kesehatan yang terkumpul
pada dua sarana pokok yaitu pelayanan kesehatan individu dan pelayanan kesehatan
masyarakat akan tetapi pelayanan kesehatan sering kali dipertukarkan dengan
pemeliharaan kesehatan (Admisto, 2007:189). Kesehatan dalam jangka panjang
“health oriented approach”, akan menjamin kemandirian mental dan fisik penduduk
yang bermuara kepada terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam
kegiatannya, kesehatan memiliki tiga peranan utama, yaitu :
A. Peran Pengobatan (Health Program for Survival).
Peran ini merupakan peran tertua dalam sejarah kesehatan, yang merupakan

upaya manusia untuk mempertahankan kehidupannya ketika mendapatkan gangguan
kesehatan. Tujuan utamanya adalah membebaskan individu dan keluarga dari
penyakit. Dalam perkembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologinya
selalu mengalami kemajuan yang sangat pasar.

B. Peran Mempersiapkan Generasi Muda yang Cerdas di Masa Mendatang
(Health Program for Human Services).
Peran kesehatan dalam pembangunan nasional terletak pada peran kesehatan
untuk mempersiapkan bahan baku serta memelihara dan meningkatkan sumber daya
manusia yang berkualitas. Sektor kesehatan melalui TAP MPR 1999 memiliki
argumentasi kuat bahwa pembangunan kesehatan dari setiap individu harus
didahulukan sebelum manusia dapat dikembangkan melalui upaya pengembangan
lain seperti pendidikan. Tanpa sumber daya manusia yang berkualitas maka
kemajuan yang telah dicapai oleh suatu negara yang tidak bisa dipertahankan apalagi
untuk dikembangkan. Hanya sumber daya manusia yang berkualitas yang mempu
17

menyerap dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih di masa
mendatang sehingga mampu mendukung pembangunan berkelanjutan.
C. Peran Membangun Model Ekonomi yang Sehat Produktif (Economic Value).

Pergeseran lain yang terjadi adalah kesehatan yang dulu hanya untuk
menjawab kebutuhan masyarakat kini merupakan hak asasi manusia. Programprogram kesehatan yang dulu dijalankan secara terpusat dari atas ke bawah,
berjangka pendek serta terfragmentasi dan kini menjadi terdesentralisasi dari bawah
ke atas, berjangka pendek serta terintegrasi.

Pelayanan medis berubah menjadi

pelayanan kesehatan dan partisipasi masyarakat menjadi kemitraan. Pembiayaan
kesehatan berubah dari pembayaran di muka atau asuransi kesehatan. Pelayanan
kesehatan tidak lagi bergantung pada subsidi pemerintah dan pembiayaan publik,
melainkan subsidi yang didukung pembayaran masyarakat serta pembiayaan oleh
negara dan swasta. Manajemen pelayanan kesehatan berubah dan birokratis menjadi
kewiraswastaan. Hal ini antara lain diwujudkan dengan perubahan rumah sakit
pemerintah menjadi badan usaha milik negara (Admisto, 2014: 187-189).

2.4 Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan hal yang penting yang harus dijaga maupun
ditingkatkan kualitasnya sesuai standar pelayanan yang berlaku, agar masyarakat
sebagai konsumen dapat merasakan pelayanan yang diberikan. Pelayanan sendiri
hakikatnya merupakan suatu usaha untuk membantu menyiapkan segala sesuatu
usaha seperti membantu menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan orang lain serta
dapat memberikan kepuasan sesuai dengan keinginan yang diharapkan oleh
konsumen. Terdapat tiga komponen yang terlibat dalam suatu proses pelayanan
18

yakni pelayanan sangat ditentukann oleh kualitas pelayanan yang diberikan, yang
melakukan layanan, dan konsumen yang menilai suatu pelayanan melalui harapan
yang diinginkannya.
Gronsos (dalam Tutik dan Shita, 2000: 11), menyatakan bahwa terdapat enam
kriteria pokok kualitas pelayanan kesehatan yang baik antara lain :
a) Profesionalisme dan ketrampilan.
b) Sikap dan perilaku.
c) Mudah dicapai dan fleksibel.
d) Reliable dan terpercaya.
e) Perbaikan.
f) Reputasi dan kredibilitas.
Selanjutnya Berry dan Zeithaml mengemukakan bahwa dimensi kualitas
pelayanan, antara lain :
a) Reliability mencakup konsistensi kerja dan kemampuan yang dapat
dipercaya.
b) Pemberian pelayanan kesehatan.
c) Ketrampilan dan pengetahuan standar.
d) Kemudahan hubungan.
e) Sikap perilaku.
f) Informatif.
g) Dipercaya dan jujur.
h) Pengamanan dari resiko.
i) Pemahaman terhadap kebutuhan pasien.
j) Bukti fisik jasa.
19

Dari kesepuluh dimensi tersebut, Berry dan Zeithaml menyederhanakan
menjadi lima dimensi yang meliputi :
a) Kehandalan yaitu kemampuan menyelesaikan kinerja sesuai dengan standar
yang berlaku.
b) Daya tanggap yaitu ketersediaan dan kesiapan serta kecelakaan petugas
dalam memberikan pelayanan.
c) Jaminan berupa jaminan akan kompetensi petugas.
d) Kesopanan, kepercayaan, dan keamanan.
e) Empati meliputi dimensi kemudahan akses komunikasi.
f) Memahami pelanggan.
g) Bukti langsung yaitu perwujudan jasa yang ditawarkan.
Tingkat keberhasilan kualitas pelayanan kesehatan dapat dibagi menjadi tiga
subyek yaitu pemakai, penyelenggara, dan penyandang dana pelayanan kesehatan.
Bagi pemakai jasa kesehatan, kualitas pelayanan lebih terkait pada dimensi
ketanggapan petugas memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas
dengan pasien, keprihatinan serta keramahtamahan petugas melayani pasien. Bagi
penyelenggara pelayanan kesehatan, kualitas pelayanan kesehatan lebih terkait pada
dimensi kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan
teknologi muktahir dengan otonomi profesi dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan.

Sedangkan bagi penyandang dana pelayanan kesehatan lebih terkait

dengan dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan,
kemampuan pelayanan kesehatan mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan
kesehatan.

20

2.5 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Pengertian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum publik
yang bertanggung jawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan program
jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia. Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial pada dasarnya mengemban misi negara untuk memenuhi hak setiap orang atas
jaminan sosial dengan menyelenggarakan program jaminan yang bertujuan untuk
memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Peranan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dalam menyelenggarakan
program jaminan sosial dengan cakupan seluruh penduduk Indonesia, maka UndangUndang Badan Penyelengara Jaminan Sosial memberikan batasan fungsi, tugas dan
wewenang yang jelas kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dengan
demikian dapat diketahui secara pasti batas, batas tanggung jawabnya dan sekaligus
dapat dijadikan sarana untuk mengukur kinerja kedua Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial.
2.5.1 Dasar Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Dasar hukum dalam penyelenggaraan program Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (Thabrany, 2014: 159) adalah :
ASPEK

UU SJSN/UU BPJS

UU

PERSEROAN/UU

BUMN
Rujukan dalam UUD Pasal 34 ayat 2, jaminan sosial Pasal 33 (rumusan mengingat
1945
Filosofi

untuk seluruh rakyat.

dalam UU 19/2003).

Pungutan wajib (sumber dana)

Badan Usaha Milik Negara

dan bantuan iuran/bantuan sosial

pelaku

21

kegiatan

ekonomi

(belanja

negara)

merupakan

(usaha

sukarela)

merupakan

upaya bersama dalam Sistem

bagian

dari

Sistem

Kesejahteraan Nasional.

Perekonomian

Nasional

(rumusan menimbang dalam
UU 19/2003).

Kendaraan
badan hukum)

(bentuk BPJS sebagai badan hukum BUMN

(Persero)

adalah

publik dibentuk dengan Undang-

perseroan

undang

hanya

modalnya terbagi dalam saham

program

dibentuk dalam UU BUMN.

jaminan sosial yang merupakan

Minimal 51 % saham BUMN

program negara sesuai dengan

dimiliki oleh negara RI. Sebuah

amanat pasal 28H ayat 1,2, dan

BUMN bertujuan mencari laba

3, serta pasal 34 ayat 1,2 UUD

bukan

1945. Sebagai program negara,

Dalam UU 40/2007 dijelaskan

modal kerja tidak terbagi atas

bahwa Persero adalah badan

saham. Badan hukum pemerintah

hukum

dan Bank Indonesia juga tidak

persekutuan modal, didirikan

memliki pemegang saham.

berdasarkan

khusus

menyelenggarakan

dan

terbatas

kesejahteraan

yang

melakukan
dengan

saham.

22

rakyat.

merupakan

perjanjian
kegiatan

modal

seluruhnya

yang

dasar

terbagi

usaha
yang
dalam

Maksud dan tujuan

Pasal 3 memenuhi kebutuhan

Pasal 2 ayat 1 UU BUMN

dasar yang layak bagi seluruh

a. Memberikan sumbangan bagi

rakyat.

perkembangan

perekonomian

nasional pada umumnya dan
penerimaan

negara

pada

khususnya.
b. Mengejar keuntungan.
c.Menyelenggarakan
kemanfaatan.
d. Menjadi perintis kegiatan
usaha

yang

belum

dapat

dilaksanakan oleh sektor swasta
dan koperasi.
e.

Turut

aktif

memberikan

bimbingan dan bantuan kepada
pengusaha golongan ekonomi
lemah, kperasi, dan masyarakat.

Modal, kekayaan, dana Modal BPJS adalah kekayaan Modal BUMN bersumber dari
yang dikelola

negara yang dipisahkan. Dana

kekayaan

yang

dipisahkan

dikelola

adalah

Dana

negara
dan

yang

penyertaan

Amanat milik seluruh peserta

modal

yang merupakan himpunan iuran

kapitalisasi

wajib (pajak khusus sesuai pasal

sumber lain dari usaha dagang.

23 A UUD 1945).

Dana pendapatan usaha adalah

negara

milik BUMN.

23

dari

APBN,

cadangan,

dan

2.5.2 Fungsi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Dalam pasal 5 ayat 2 UU No.24 Tahun 2011 disebutkan fungsi Badan
Penyelenggaran Jaminan Sosial adalah :
a) Menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
b) Menyelenggarakan program jaminan kesehatan kecelakaan. kerja, program
jaminan kematian, program jaminan pensiun dan jaminan hati tua.

2.5.3 Tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Dalam

melaksanakan

fungsi

sebagaimana

tersebut

diatas

Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial bertugas untuk:
a) Melakukan dan menerima pendaftaran peserta.
b) Memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja.
c) Menerima bantuan iuran dari Pemerintah.
d) Mengelola dana jaminan sosial untuk kepentingan peserta.
e) Mengumpulkan dan mengelola data peserta program jaminan sosial.
f) Membayarkan manfaat dan membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan program jaminan sosial.
g) Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial
kepada peserta dan masyarakat.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial meliputi pendaftaran kepesertaan dan
pengelolaan data kepesertaan, pemungutan, pengumpulan iuran termasuk menerima
bantuan iuran dari pemerintah, pengelolaan dana jaminan sosial, pembayaran
manfaat membiayai pelayanan kesehatan dan tugas penyampaian informasi dalam
24

rangka sosialisasi program jaminan sosial dan keterbukaan informasi. Tugas
pendaftaran kepesertaan dapat dilakukan secara pasif dalam arti menerima
pendaftaran atau secara aktif dalam arti mendaftarkan peserta.

2.5.4

Wewenang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Wewenang dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud di atas
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berwenang:
a) Menagih pembayaran iuran.
b) Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.
c) Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan peserta dan pemberi
kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan jaminan sosial nasional.
d) Membuat

kesepakatan

dengan

fasilitas

kesehatan

mengenai

besar

pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
e) Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan.
f) Mengenakan sanksi administratif kepada peserta atau pemberi kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya.
g) Melaporkan pemberi kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar iuran atau dalam memenuhi kewajiban
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Melakukan
kerjasama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan program jaminan
25

sosial. Kewenangan menagih pembayaran Iuran dalam arti meminta
pembayaran dalam hal terjadi penunggakan, kemacetan, atau kekurangan
pembayaran,

kewenangan

mengenakan

sanksi

melakukan

administratif

pengawasan

yang

diberikan

dan

kewenangan

kepada

Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial memperkuat kedudukan Badan Penyeleggara
Jaminan Sosial sebagai badan hukum publik. Program jaminan kematian
diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dengan
tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli
waris peserta yang meninggal dunia.

2.5.5 Prinsip SJSN dan Tugas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Sistem Jaminan Sosial nasional telah menetapkan prinsip-prinsip yang sangat
berbeda dengan prinsip pasar dan menjadi tugas Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial. Prinsip-prinsip tersebut dirumuskan dengan mengambil pelajaran dari praktik
lazim di negara lain.
a) Prinsip Kegotongroyongan.
Gotong royong dalam Jaminan Kesehatan Nasional harus terjadi antara
peserta yang mampu kepada peserta yang kurang mampu, yang berisiko rendah
membantu yang beresiko tinggi, dan yang sehat membantu yang sakit secara
nasional. Ketiga unsur gotong royong tersebut tidak terjadi pada mekanisme asuransi
kesehatan

komersial

yang

berbasis

mekanisme

pasar.

Melalui

prinsip

kegotongroyongan ini kita dapat mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia dalam pancasila. Hanya dengan prinsip ini, cakupan universal dapat
dicapai. Prinsip ini diwajibkan dengan kewajiban membayar iuran persentase upah
26

atau relatif proporsional terhadap pendapatan iuran harus cukup tinggi, bukan 2x
PTKP seperti yang diatur Perpres 111/2013. Pemerintah dan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial harus menjamin terlaksananya kegotongroyongan luas secara
nasional, oleh karenanya, tidak perlu ada daerah yang mengklaim “kami mendanai
peserta daerah lain”.
b) Prinsip Nirlaba.
Indonesia, istilah nirlaba masih belum dipahami utuh. Kata nirlaba dalam
bahasa Inggris disebut nonprofit kini sudah diganti dengan kata non for profit. Bukan
untuk mencari laba. Kata nirlaba di Indonesia sering ditafsirkan sebagai tidak boleh
ada surplus atau dengan kata lain untuk memberi keuntungan kepada sebagian orang
atau badan hukum yang disebut pemegang saham. Prinsip ini adalah konsekuensi
bagi sebagian orang merupakan hak orang bersaing mengahasilkan dan menjual
produk bemutu dan harga bersaing. Hasil penjualan adalah milik perusahaan atau
penjual. Dalam UU SJSN, dana yang terkumpul dari transaksi wajib yang disebut
Dana Amanat yang akan digunakan untuk membayar biaya berobat peserta yang
sakit. Tidak boleh ada peserta yang jatuh miskin, harus membayar biaya berobat,
meskipun ia sakait berat menghabiskan biaya berobat lebih dari Rp 1 Miliar setahun.
Selain akumulasi iuran, hasil investasi iuran merupakan Dana Amanat. Dana Amanat
harus ditanam atau diinvestasi untuk mendapat nilai tambah yang baik tapi aman.
Tetapi hasil pengembangan Dana Amanat hanya digunakan untuk kepentingan
peserta. Oleh karenanya, indikator kinerja Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
harus diukur dengan seberapa baik peserta mendapat perlindungan. Dana Amanat
mempunyai cirri yang mirip dengan dana Anggara Pendapatan Belanja Negara,
kecuali bahwa dana tersebut harus diinvestasi. Akan sangat mendukung kepercayaan
seluruh umat Islam jika investasi dilakukan sesuai dengan investasi syariah. Dana
27

Anggaran Pendapatan Belanja Negara tidak boleh diinvestasikan oleh penyelenggara
pemerintahan atau pengguna kuasa anggaran. Dana Amanat yang belum digunakan,
menunggu peserta pension atau sakit, justru harus diinvestasikan. Itulah sebabnya
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dipisahkan dari badan hukum pemerintahan
agar dimungkinkan terwujudnya fleksibilitas pengelolaaan Dana Amanat.
c) Prinsip Tata Kelola yang Baik, Keterbukaan, Kehati-hatian, Akuntabiitas,
Efesiensi, dan Efektivitas.
Negara maju, umunya rakyat lebih senang membayar pajak karena ada pajak,
dana publik atau dana amanat yang dikelola denga baik. Prinsip-prinsip manajemen
atau tata kelola yang baik juga berlaku atas dana amanat. Prinsip-prinsip manjemen
atau tata kelola yang baik merupakan pengawas dan seluruh pegawai Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Jika semua ornag wajib mengiur uang, investasi
harus dilakukan secara terbuka. Prinsip tersebut tidak berbeda dengan dana amal
yang disumbangkan umat ke mesjid atau gereja. Penggunaannya harus dilaporkan
secara berkala.
d) Prinsip Portabilitas.
Prinsip ini berlaku bagi jaminan manfaat baik berupa uang atau layanan yang
menjadi hak peserta. Portable artinya selalu dibawa, selaku berlaku di tanah air,
selalu mengikuti kebutuhan peserta dari lahir sampai mati. Karena prinsipnya peserta
harus selalu terjamin atau terlindungi kapan dan dimanapun dia berada di dalam
yurisdiksi Indonesia. Jaminan Sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
berkelanjutan sampai peserta meninggal dunia. Peserta yang berpindah pekerjaan
atau berpindah tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
harus selalu terlindungi. Ketika orang sakit, maka sakit adalah pencetus untuk
28

mendapatkan jaminan kesehatan. Maka Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak
boleh membatasi jaminan pada suatu wilayah tertentu. Penetapan dokter primer yang
dibayar secara kapitasi berlaku untuk masa normal. Ketika peserta

sedang

berpergian di luar wilayah tempat tinggal atau tempat kerja, jaminan harus tetap
berlaku. Itulah sebabnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berskala
nasional dan tidak terkait dengan pemerintahan. Batas administrasi pemerintahan
tidak boleh menghambat seorang peserta dari penerimaan layanan kesehatan. Oleh
karenanya, segala permenkes atau perda yang megatur rujukan di suatu wilayah
administratif pemerintahan bertentangan dengan prinsip ini tidak boleh dipatuhi.
Atas dasar prinsip portabilitas, Makamah Konstitusi pada tanggal 31 Agustus 2005
menetapkan bahwa penyelenggaraan eksklusif oleh Pemda bertengan dengan UUD
1945.
e) Prinsip Keterbukaan.
Transparansi

merupakan

syarat

terpenting

pejabat

publik

Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial. Publik harus mengetahui berbagai aspek yang
penting dalam manajemen pengelolaan Sistem Jaminan Sosial Nasional oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Nasional, termasuk proses seleksi pejabat Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam Badan Usaha Milik Negara dan badan hukum
Perseoran Terbatas, transparansi hanya terbatas pada pemegang saham. Transparansi
juga mencakup sistem besaran gaji, insetif, tunjangan fasilitas dan berbagai aspek
penyelenggaraan manajemen. Jika pejabat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
telah mendapat imbalan yang layak, mereka tidak boleh menerima honor apapun dari
pihak lain (Thabarany, 2014: 153-161).

29

2.5.7 Kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Peserta Jaminan Kesehatan adalah setiap orang asing yang bekerja paling
singkat enam bulan di Indonesia yang telah membayar iuran, meliputi :
a. Penerima bantuan iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : faktor miskin dan orang
tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), yang terdiri
dari :
1. Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya yaitu : PNS, TNI,
POLRI, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah, non Pegawai Negeri,
Pegawai Swasta. Dan Pekerja lain yang menerima upah, termasuk
Warga Negara Asing yang bekerja di Indonesia paling singkat enam
bulan.
2. Pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya yaitu pekerja
di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri dan pekerja lain yang
bukan penerima upah termasuk Warga Negara Asing yang bekerja di
Indoensia paling sedikit enam bulan.
3. Bukan pekerja dan anggota keluarganya yaitu Investor, Pemberi
Kerja, Penerima Pensiunan, Veteran, Perintis Kemerdekaan, Janda,
duda, atau anak yatim piatu, veteran, atau perintis kemerdekaan serta
bukan pekerja lain yang membayar iuran.

30

2.5.8

Hak Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan

1. Mendapatkan identitas peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh
pelayanan kesehatan.
2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur
pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan.
4. Menyampaikan keluhan atau pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau
tertulis ke kantor Badan penyelenggara Jaminan Kesehatan.

2.5.9

Kewajiban Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan

1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian,
kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah Fasilitas kesehatan Tingkat
Pertama
3. Menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang, dan dimanfaatkan oleh orang
yang tidak berhak.
4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

2.5.10 Anggota keluarga yang ditanggung
1. Pekerja penerima upah :
a) Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak
tiri atau anak angkat), sebanyak-banyaknya lima orang.

31

b) Anak kandung, anak tiri, dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang
sah dengan kriteria seperti :
a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri.
b. Belum berusia dua puluh satu tahun atau belum berusia dua puluh
lima tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

2.6 Peranan Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan Program Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial
Sebelum melakukan kajian tentang peranan pekerja sosial dalam program
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, terlebih dahulu penulis menguraikan tentang
arti pekerjan sosial itu sendiri. Hingga saat ini tentulah sangat banyak definisi tentang
pekerjaan sosial yang dikemukakan oleh banyak pakar ataupun institusi. Satu definisi
pekerjaan sosial yang banyak digunakan, yang memperoleh dalam kajian yang
dikemukakan oleh Skidmore dan kawan-kawan (dalam Thackeray.Et.ALL,2001)
yang mengemukakan bahwa pekerjaan sosial adalah suatu seni, ilmu dan profesi
yang menolong masyarakat untuk memecahkan masalah pribadi, kelompok, dan
masyarakat untuk mencapai kepuasan dalam hubungan-hubungan pribadi, kelompok,
masyarakat melalui praktek pekerjaan sosial termasuk didalamnya bimbingan
perseorangan,

bimbingan

kelompok,

pengorganisasian

dan

pengembangan

masyarakat, aksi sosial dan penelitian. Jika kita hubungkan dengan tingkat kepuasan
pasien dan keluarga dalam pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kurang memuaskan. Oleh karena itu peranan pekerja sosial dalam pelayanan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial diharapkan mampu memecahkan masalahmasalah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
32

Berdasarkan kurikulum diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pekerjaan
sosial adalah membantu dan mendidik orang untuk memperoleh pelayanan
kesehatan, dan sumber-sumber dalam komunitas. Selain itu juga mengatasi berbagai
hambatan, kesenjangan dan ketidakadilan pelayanan kesehatan didalam masyarakat.
Mengacu pada Parsons, Jorgensen, dan Hernandez (1994), dikenal beberapa strategi
dalam pengembangan masyarakat. Strategi tersebut disesuaikan dengan peranan
pekerja

sosial

dalam

melakukan

pengembangan

masyarakat

yang

dapat

dikelompokkan ke dalam lima kelompok peran, meliputi :
1. Sebagai fasilitator, pernanan pekerja sosial yaitu sebagai fasilitator yang
bertanggung jawab memfasilitasi atau memungkinkan klien mampu
melakukan perubahan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.
2. Sebagai broker, pernanan pekerja sosial yaitu menghubungkan klien dengan
barang barang dan pelayanan serta mengontrol kualitas barang dan pelayanan
tersebut. Dengan demikian ada tiga kata kunci dalam pelaksana peran sebagai
broker yaitu menghubungkan (linking), barang-barang kesehatan dan
pelayanan kesehatan (goods dan services) dan pengontrolan kualitas
pelayanan kesehatan (quality control).
3. Sebagai mediator, perananan pekerja sosial seiring melakukan peran mediator
dalam berbagai kegiatan pertolongannya. Peran ini sangat penting dalam
paradigma generalis. Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat
perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak.
4. Sebagai pembela, peran pembelaan atau advokasi merupakan salah satu
praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengan kegiatan politik. Peran
pembelaan dapat dibagi menjadi dua yaitu advokasi kasus dan advokasi

33

kausal. Pembelaan kausal terjadi manakala klien yang dibela pekerja sosial
bukanlah individu melainkan sekelompok masyarakat.
5. Sebagai pelindung, peranan pekerja sosial sebagai pelindung mencakup
peranan berbagai kemampuan yang menyangkut dengan kekuasaan,
pengaruh, otoritas, dan pengawasan sosial.
Peran pekerja sosial sebagai fasilitator dalam program pelayanan kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sangat penting, karena pasien dan keluarga
sebagai pihak yang membutuhkan pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial. Oleh karena itu, pekerja sosial bertanggung jawab dalam
memfasilitasi pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada
pasien dan keluarga.
Peran pekerja sosial sebagai broker menghubungkkan pasien dan keluarga
terhadap pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, seperti
perlengkapan obat-obatan dari Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) seperti
perlengkapan obat-obatan yang diterima oleh pasien dan keluarga. Oleh karena itu,
pekerja sosial harus mampu menghubungkan pasien dan keluarga atas pelayanan
kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang diterima oleh pasien
dan keluarga sebagai penerima pelayanan kesehatan.
Peran pekerja sosial sebagai mediator, sangat penting karena antara pasien
dan keluarga terlibat hubungan pertikaian, dikarenakan perbedaan yang mencolok
dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Oleh karena itu, pekerja sosial
sebagai

mediator

dalam

berbagai

kegiatan

Penyelenggara Jaminan Sosial.

34

pelayanan

kesehatan

Badan

Peran pekerja sosial sebagai pembela pasien dan keluarga kerap kali
mendapat perlakuan kurang baik dari pegawai pusat kesehatan masyarakat. Dalam
keadaan seperti ini pekerja sosial tampil sebagai seorang pembela dalam menangani
kasus pasien dan keluarga yang membutuhkan pelayanan kesehatan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan tujuan agar pegawai Pusat Kesehatan
Masyarakat (PUSKESMAS) menyadari kewajibannya terhadap pasien dan keluarga
dalam hal pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan
menjalin hubungan yang baik antara pasien dan keluarga dengan pegawai Pusat
Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS).
Peran pekerja sosial sebagai pelindung sangat penting karena erat kaitannya
dengan pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Pusat
Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) dikarenakan pasien dan keluarga kerap kali
menjadi pihak yang tidak berdaya jika dihadapkan dengan pihak yang menangani
pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Oleh karena itu,
peran pekerja sosial sebagai pelindung diharapkan dapat mendukung pasien dan
keluarga untuk memperoleh hak atas pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) dari Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) sehingga
membuat pasien dan keluarga dipersulit dalam bagian administrasi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

2.7 Kerangka Pemikiran
Dalam pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pasien dan
keluarga sangat berperan aktif sebagai salah satu faktor pendukung untuk
keberhasilan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kurangnya
35

pelayanan kesehatan terhadap masyarakat khususnya di bidang kesejahteraan
termasuk di dalamnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Sehubungan dengan upaya untuk memberikan pelayanan kesehatan,
pemerintah

memberikan

pelayanan

kesehatan

untuk

dapat

meningkatkan

kesejahteraan pasien dan keluarga di Indonesia khsusunya di Sumatera Utara.
Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) dan peraturan pemerintah tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) diharapkan dapat berlangsung dengan baik.
Melalui peraturan perundangan yang lebih operasional, seperti Peraturan
Pemerintah No. 108 Tahun 2013 tentang bentuk dan isi laporan pengelolaan program
jaminan sosial telah diatur dalam pelaksanaan program Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) termasuk didalamnya tentang pelayanan kesehatan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Sebagai pelaksana program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menjalin
institusi terkait dengan rumah sakit maupun klinik. Dilihat dari segi pelayanan
kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, misalnya pasien dan keluarga yang
sakit, segara ditangani oleh pihak yang bekerja di Pusat Kesehatan Masyarakat
(PUSKESMAS) sehingga mendapatkan pelayanan kesehatan yang memuaskan dari
program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dari unit pelaksana program
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), dimana pihak Pusat Kesehatan
Masyarakat (PUSKESMAS) yang mengatur semua biaya administrasi pasien dan
keluarga selama dalam masa perawatan di Pusat Kesehatan Masyarakat
(PUSKESMAS) dengan ketentuan yang telah diatur dalam program Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
36

Pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pada
kenyataannya berbeda dengan Undang-Undang tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) dikarenakan faktor kurang mampu masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan yang paling baik. Pasien dan keluarga sebagai
peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kerap kali menjadi korban
dalam pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Pada akhirnya Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) dan unit
pelaksana pelayanan kesehatan yang terlibat dalam program pelaksanaan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial. Pelayanan kesehatan dari Pusat Kesehatan
Masyarakat (PUSKESMAS) diharapkan dapat membantu dalam pelayanan kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pelayanan kesehatan yang didapat pasien dan
keluarga sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menimbulkan
kekecewaan terhadap pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) di Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS). Tingkat kepuasan yang
dirasakan pasien dan keluarga terhadap program Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Interaksi
diantara variabel penelitian hingga fenomena yang ditimbulkan secara konseptual
dapat digambarkan dalam bentuk bagan alur pikir sebagai berikut :

37

BAGAN ALUR PIKIR

Hak dan Kewajiban
pasien dan keluarga
terhadap pelayanan
kesehatan BPJS

UU BPJS

Pelayanan kesehatan
BPJS di Puskesmas
Jln.Letjen Jamin Ginting
No.540 Padang bulan
Medan.

Pelaksanaaan UU BPJS terhadap pelayanan
kesehatan pasien dan keluarga sebagai peserta
BPJS

Tingkat kepuasan pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan
BPJS di Puskesmas Jln.Letjen Jamin Ginting No.540 Padang bulan
Medan , meliputi :
a. Sosialiasasi program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
b. Pendaftaran pasien dan keluarga sebagai peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
c. Proses administrasi untuk mendapatkan pelayanan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial di Puskesmas Jalan Letjen Jamin
Ginting Nomor 540 Padang Bulan Medan
d. Tingkat kepuasan pasien dan keluarga atas pelayanan kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang diberikan oleh
pelaksana pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial

2.8 Definisi Konsep
Konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomenana yang dirumuskan atas
dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian kelompok atau individu.
Definisi konsep bertujuan untuk mendefinisikan istilah-istilah yang digunakan secara

38

mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian
yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.
Perumusan definisi konsep dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa
peneliti ingin mencegah salah pengertian atas konsep yang diteliti. Peneliti berupaya
menggiring para pembaca hasil penelitian tersebut memaknai konsep sesuai dengan
yang diinginkan yang dimaksudkan oleh si peneliti, definisi konsep adalah
pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian
(Siagian, 2011: 136-138)
Memahami pengertian mengenai konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti
membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut :
a) Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan antara
kinerja atau hasil yang dirasakan dengan yang diharapkannya.
b) Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya
untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlakukan baik secara
langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi.
c) Keluarga merupakan sekumpulan orang yang tinggal dalam satu rumah yang
masih

mempunyai

hubungan

kekerabatan/hubungan

darah

karena

perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya.
d) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum publik yang
bertanggungjawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia termasuk orang
asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia.
e) Pusat Kesehatan Masyarakat suatu organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina
39

peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok.
2.9 Definisi Operasional
Ditinjau dari proses atau langkah-langkah penelitian, dapat dikemukakan
bahwa perumusan definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan
definisi konsep. Definisi konsep ditujukan untuk mencapai keseragaman pemahaman
tentang konsep-konsep, baik berupa obyek, peristiwa, maupun fenomena yang
diteliti, maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya transformasi konsep
kedunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011 :
141). Untuk memahami operasionalisasi konsep penelitian, penulis menegaskan
bahwa penelitian ini melakukan kajian satu variabel yaitu pelayanan program Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial bagi pasien dan keluarga yang menjadi peserta Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial.
Sesuai dengan batasan masalah telah diketahui bahwa obyek penelitian ini
adalah pasien dan dan keluarga. Oleh karena itu, kajian pokok sekaligus indikator
variabel penelitian ini adalah tingkat kepuasan pasien dan keluarga ketika mendapat
pelayanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di puskesmas sebagai
peserta Badan Penyeleggara Jaminan Sosial, meliputi :
a. Sosialiasasi program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
b. Pendaftaran pasien dan keluarga sebagai peserta Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial

40

c. Proses administrasi untuk mendapatkan pelayanan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial di Puskesmas Jalan Letjen Jamin Ginting Nomor 540 Padang
Bulan Medan
d. Tingkat kepuasan pasien dan keluarga atas pelayanan kesehatan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial yang diberikan oleh pelaksana pelayanan
kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

41