Evaluasi Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aji, Firman B. 1990. Perencanaan dan Evaluasi (PDE). Jakarta: Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi & Jabar, CSA. 2004. Evaluasi Program Pendidikan – Pedoman

Teoritis Praktis Bagi Praktisi Pendidikan. Jakarta: PT.Bumi Aksara. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Peneltian, Suatu Pendekatan Praktik Edisi

Revisi VI-Agustus 2006. Jakarta: PT.Rineka Cipta.

Dunn, William. 2003.Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Dwiyanto, Agus. 2010. Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, Inklusif dan Kolaboratif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial – Pedoman Praktis Penelitian Bidang Ilmu-Ilmu Sosial dan Kesehatan. Medan: Grasindo Monoratama. Siagian, M & Agus, S. 2010. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) Perspektif

Pekerjaan Sosial. Medan: FISIP USU Press

Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik – Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tayibnapis, Farida Yusuf. 2000. Evaluasi Program. Jakarta: PT.Rineka Cipta. Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Yogyakarta: MedPress.

Sumber Lain:

Laporan SPM Kota Malang. 2013

Peraturan Menteri Sosial Nomor 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.


(2)

Sumber Online:

WIB).


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskrispsikan objek dan fenomena yang ingin diteliti. Termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan ada pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011: 52). Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengukur pencapaian SPM Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan.

Evaluasi program yang digunakan dalam penelitian ini adalah model evaluasi ketimpangan atau kesenjangan (The Discrepancy Evaluation Model) karena penelitian ini akan membandingkan pelaksanaan SPM dengan indikator menurut Peraturan Menteri Sosial Nomor 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

Melalui penelitian deskriptif kuantitatif, penulis ingin menggambarkan secara menyeluruh tentang pelaksanaan SPM Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan di Jalan Karya Jaya Nomor 267 Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor Kota Medan. Alasan memilih Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung


(4)

Johor Medan sebagai lokasi penelitian adalah peneliti tertarik untuk mengetahui pelaksanaan SPM Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di yayasan tersebut.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dapat diartikan sebagai sekumpulan objek, benda, peristiwa atau individu yang akan dikaji dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 155). Berdasarkan pengertian tersebut maka yang akan menjadi populasi dalam penelitian ini adalah warga binaan di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan, yang pada saat ini berjumlah 100 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian yang bersifat representatif dari populasi yang datanya diambil secara langsung (Siagian, 2011: 156). Jika jumlah sampel lebih dari 100 maka yang diambil adalah 10-20% dari jumlah populasi dan dianggap representatif. Maka yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 20% dari populasi. Berdasarkan ketentuan tersebut maka perhitungannya adalah 20% x 100 = 20 warga binaan. Maka sampel yang akan diambil peneliti adalah berjumlah 20 orang.

Penarikan sampel adalah proses dimana sejumlah atau sebagian dari populasi dipilih sebagai sumber data sehingga memungkinkan kita membuat suatu generalisasi yang berkaitan atau berlaku bagi populasi (Siagian, 2011: 159), sedangkan teknik penarikan sampel adalah cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dalam rangka pemilihan sebagian atau sejumlah dari populasi dimana ciri-ciri populasi terwakili dalam sampel sehingga dimungkinkan untuk merumuskan generalisasi yang berkaitan dan berlaku bagi populasi secara keseluruhan. Dengan


(5)

demikian tujuan utama penarikan sampel adalah menjamin sampel memiliki ciri-ciri umum dari populasi (Siagian, 2011: 160).

Untuk menjamin keterwakilan populasi dan sampel, maka penulis menerapkan teknik penarikan sampel bertujuan (purposive sampling technique) dengan menjadikan usia sebagai kriteria. Dalam penelitian ini, peneliti memilih warga binaan berusia 12-17 tahun sebagai sampel karena dianggap lebih mampu untuk menjawab pertanyaan di dalam kuesioner.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Untuk mendapatkan informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data atau informasi yang menyangkut masalah yang akan diteliti melalui penelaahan buku, jurnal dan karya tulis lainnya.

2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. Adapun alat-alat yang digunakan dalam rangka studi lapangan ini, yaitu:

a) Observasi, yaitu pengamatan terhadap objek atau fenomena yang berkaitan dengan penelitian.

b) Wawancara, yaitu percakapan atau tanya jawab yang dilakukan pengumpul data dengan responden yaitu warga binaan dan pengurus panti untuk memberikan data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian. Dalam melakukan wawancara, peneliti memberikan


(6)

pertanyaan yang berbeda kepada pengurus panti dan responden sesuai dengan kapasitas masing-masing.

c) Penyebaran kuesioner, yaitu kegiatan mengumpulkan data dengan responden yaitu warga binaan melalui pemberian daftar pertanyaan sehingga peneliti memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Kuesioner berisi pertanyaan-pertanyaan tentang pelayanan yang diterima warga binaan selama mendapatkan pengasuhan di panti asuhan.

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yaitu dengan menjabarkan hasil penelitian sebagaimana adanya dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Editing, yaitu dengan meneliti data-data yang diperoleh dari penelitian. 2. Koding, yaitu mengklarifikasi jawaban-jawaban menurut macamnya.

3. Membuat kategori untuk mengklarifikasi agar data mudah dianalisis dan disimpulkan sehingga jawaban yang beraneka ragam dapat diangkat.

4. Menghitung frekuensi yaitu dengan menghitung besar frekuensi data pada masing-masing kategori.


(7)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Latar Belakang Berdirinya Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah 4.1.1 Sejarah Awal Organisasi Al Djami’yatul Al-Washliyah

Al Djami’yatul Washliyah merupakan organisasi Islam yang lahir pada tanggal 30 November 1930 bertepatan pada tanggal 9 Rajab 1349 H di kota Medan. Al Jami’yatul Washliyah yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Washliyah lahir ketika bangsa Indonesia masih dijajah Belanda (Nederlandsh Indie). Tujuan utama berdirinya organisasi ini adalah untuk mempersatukan umat yang terpecah belah dan berbeda pandangan. Perpecahan dan perbedaan tersebut merupakan salah satu strategi Belanda untuk terus berkuasa di Indonesia. Oleh karena itu, Organisasi Al Djami’yatul Al-Washliyah turut berkontribusi dalam meraih kemerdekaan Indonesia dengan menggalang persatuan umat di Indonesia.

Upaya memecah belah rakyat terus merasuk hingga ke sendi-sendi agama Islam. Umat Islam kala itu dapat dipecah belah lantaran perbedaan pandangan dalam hal ibadah dan cabang dari agama (Furu’iyah). Kondisi ini terus meruncing, hingga umat Islam terbagi menjadi dua kelompok yaitu kaum tua dan kaum muda. Perbedaan paham di bidang agama ini semakin hari kian tajam dan sampai pada tingkat yang meresahkan.

Terjadinya perselisihan di kalangan umat Islam di Sumatera Utara khususnya di kota Medan, membuat para pelajar yang menimba ilmu di Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) Medan berupaya untuk mempersatukan kembali umat yang terpecah belah tersebut. Upaya untuk mempersatukan umat Islam terus dilakukan salah satunya dengan mendirikan Organisasi Al Djami’yatul Washliyah yang artinya


(8)

perkumpulan yang menghubungkan manusia dengan Allah SWT dan menghubungkan manusia dengan sesamanya.

Perselisihan paham antara kaum tua dengan kaum muda tentang masalah ibadah membuat kaum pelajar yang menimba ilmu di Madrasah Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) Medan menjadi resah. Para pelajar tersebut memiliki perkumpulan pelajar yang bernama Debating Club (Perkumpulan Debat atau Diskusi). Dalam diskusi-diskusi rutin diperkumpulan tersebut sering dibahas tentang masalah yang tengah terjadi antara umat Islam termasuk perbedaan pendapat di tubuh umat Islam.

Diskusi mencapai puncaknya pada bulan Oktober tahun 1930 dengan diadakannya pertemuan di kediaman Yusuf Ahmad Lubis di Jalan Glugur Kota Medan. Pertemuan ini dipimpin oleh Abdurrahman Syihab dan dihadiri oleh Yusuf Ahmad Lubis, Adnan Nur, Muhammad Isa dan beberapa pelajar lainnya. Pertemuan tersebut mengambil sebuah kesepakatan untuk memperbesar perkumpulan pelajar melalui Debating Club yang mereka miliki. Untuk menindaklanjuti hasil pertemuan sebelumnya, pertemuan kembali diadakan di rumah Abdurrahman Syihab di Jalan Petisah Kota Medan yang dihadiri oleh Ismail Banda, Yusuf Ahmad Lubis, Adnan Nur, Abdul Wahab dan Muhammad Isa. Pertemuan kedua tersebut menghasilkan sebuah keputusan untuk mengundang ulama, guru-guru dan para pelajar lainnya untuk hadir pada pertemuan akbar yang akan diselenggarakan pada tanggal 26 Oktober 1930 di Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) Medan.

Pertemuan akbar tersebut berlangsung dengan lancer. Pertemuan tersebut dihadiri oleh para ulama, guru-guru, pelajar serta pemimpin Islam di kota Medan dan sekitarnya. Setelah melakukan diskusi yang cukup panjang dan mendalam, maka seluruh peserta yang hadir kala itu sepakat untuk membentuk sebuah perkumpulan


(9)

yang bertujuan memajukan, mementingkan dan menambah tersyiarnya agama Islam melalui Organisasi Al Djami’yatul Al-Washliyah.

4.1.2 Berdirinya Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Yayasan Pesantren Sosial Indonesia (YAPSI) didirikan pada tanggal 14 Maret 1969 oleh (Alm) H.M Nurdin yang merupakan pimpinan umum Yayasan Amal Sosial Washliyah yang membawahi Panti Asuhan Amal Sosial Al-Washliyah dan perguruan sekolah untuk tingkat SD-MTs-Madrasah Aliyah. Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan merupakan pengembangan dari Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Pulo Brayan Medan yang dibangun pada tahun 1969 dan mulai mengasuh serta mendidik anak-anak yatim piatu, fakir miskin, dan anak terlantar sejak tahun 1970.

Berdirinya Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah dan perguruan sekolah pada tahun 1969 pasca G30S/PKI tahun 1965 bersamaan dengan musim paceklik, bencana alam yang berdampak kerawanan sosial bagi masyarakat dengan bertambahnya jumlah anak-anak terlantar yang kehilangan orang tua. Sulitnya mendapatkan kebutuhan dasar, tempat tinggal, pendidikan, serta kesehatan mendorong Yayasan Pesantren Sosial Indonesia (YAPSI) untuk mendirikan Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah dan sekolah yang bernama Perguruan SD-Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah YAPSI yang bernuansa islami.

Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah memiliki empat panti asuhan, yaitu: 1. Panti Asuhan Amal Sosial Al Djami’yatul Al-Washliyah Akte 67/1955 Pulo


(10)

2. Panti Asuhan Amal Sosial Al Djami’yatul Al-Washliyah Akte 67/1955 Gedung Johor Medan.

3. Panti Asuhan Amal Sosial Al Djami’yatul Al-Washliyah Akte 67/1955 Pinang Baris Medan Sunggal.

4. Panti Asuhan Amal Sosial Al Djami’yatul Al-Washliyah Akte 67/1955 Tanjung Pura langkat.

Hingga saat ini, masih terjadi perdebatan mengenai siapa yang berhak untuk mengurus Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan. Pimpinan panti asuhan saat ini yaitu Hj.Rodiah Manjorang menyatakan bahwa Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan tidak ada kaitannya dengan Pengurus Besar (PB) Al-Washliyah Pusat karena sejak berdiri hingga sekarang, panti asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan tidak pernah menerima bantuan dari PB Al-Washliyah Pusat tetapi memiliki surat akte pendirian panti yang sah.

4.2 Dasar Hukum

Adapun dasar hukum didirikannya Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah, yaitu:

1. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1976 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial.

3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. 6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang yayasan.


(11)

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah.

4.3 Visi dan Misi Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah 4.3.1 Visi

Adapun yang menjadi visi Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah adalah untuk memberdayakan anak yang kurang mampu (yatim piatu, yatim, piatu, fakir miskin, dan anak terlantar) dengan kasih sayang serta menumbuh kembangkan sosial, percaya diri, kemandirian, serta dapat menyesuaikan diri sebagaimana anak-anak beruntung lainnya dan menjunjung tinggi keberssamaan.

4.3.2 Misi

Adapun yang menjadi misi Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah adalah: 1. Panti asuhan sebagai pengganti orang tua atau keluarga sementara bagi anak

yang bermasalah sosial.

2. Panti asuhan sebagai rumah sosial tempat kelangsungan hidup sementara tumbuh kembang, perlindungan anak, serta peran dan partisipasi anak.

3. Meningkatkan kualitas pelayanan sosial panti dan sumber daya dalam pelayanan sosial sebagai profesi pekerja sosial.

4.4 Profil Panti Asuhan

1. Jenis Panti : Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA)

2. Nama Panti : Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah 3. Alamat : Jalan Karya Jaya Nomor 267

4. Kelurahan : Gedung Johor 5. Kecamatan : Medan Johor


(12)

6. Kota : Medan

7. Provinsi : Sumatera Utara 8. Telepon : (061) 7864519

9. Kapasitas : 100 orang warga binaan 10.Jumlah anak : 100 orang

4.5 Struktur Pengurus Panti

Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan memiliki struktur kepengurusan seperti pada umumnya sebuah yayasan, yaitu penyelenggara atau penanggung jawab, pimpinan panti, sekretaris, bendahara, hubungan masyarakat (humas) dan pembantu penyelenggaraan pelayanan panti asuhan.

Setiap pengurus memiliki tanggung jawab dan tugas masing-masing, yaitu: 1. Penyelenggara/penanggung jawab bertugas sebagai penanggung jawab

yayasan dan pencari sumber dana.

2. Pimpinan panti bertugas sebagai pengasuh, administrator dan motivator anak-anak asuh.

3. Sekretaris bertugas sebagai penyelenggara pengasuh, penyelenggara administrator, dan penyelenggara motivator anak-anak asuh.

4. Hubungan Masyarakat (Humas) bertugas sebagai wali anak-anak asuh dan penghubung antara yayasan dengan lingkungan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan dan pembiayaan anak-anak asuh.

5. Pembantu bertugas untuk membantu seluruh pengurus panti dalam penyelengaaraan pelayanan.


(13)

Adapun struktur pengurus panti asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan dapat dilihat dalam bagan berikut ini (Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan, 2015):

Bagan 4.1

Struktur Pengurus Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan

Penyelenggara/Penanggung Jawab Syarifuddin ST. Pane

Pimpinan Panti Hj. Rodiah Manjorang

Sekretaris Anhar Manik, S.Pd

Bendahara Siti Hajar Pasi

Hubungan Masyarakat Fachruddin K.Diri, SH

Pembantu Rabusin Kabeaken Pembantu

Ir. Zulhadi Angkat

Pembantu Sutomo


(14)

4.6 Pelayanan Kebutuhan Warga Binaan 4.6.1 Keadaan Warga Binaan

Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan hingga Desember 2015 memiliki warga binaan berjumlah 100 orang dimana warga binaan laki-laki berjumlah 59 orang dan perempuan berjumlah 41 orang. Keadaan warga binaan berdasarkan kategori usia, registrasi dan tingkat pendidikannya dapat dilihat melalui tabel dibawah ini:

Tabel 4.1

Keadaan Warga Binaan Menurut Usia

No.

Kelompok Umur

Jumlah Jenis Kelamin 0-6 7-10 11-16 17-20

1. 2.

Laki-laki Perempuan

- -

17 14

35 16

7 11

59 41

Jumlah - 31 51 18 100

Sumber : Data Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan Tahun 2015

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan hingga Desember 2015 didominasi oleh warga binaan dengan kelompok usia 11 sampai 16 tahun yaitu berjumlah 51 orang.

Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan mengasuh anak berdasarkan status atau permasalahan sosial yang berbeda-beda Keadaan warga binaan berdasarkan registrasi dapat dilihat melalui tabel berikut.


(15)

Tabel 4.2

Keadaan Warga Binaan Berdasarkan Registrasi

No. Keadaan Anak Laki-Laki Perempuan Jumlah 1.

2. 3. 4. 5.

Yatim Piatu Yatim Piatu

Fakir Miskin Anak Terlantar

14

8

11 26 - 6

6

8

21 - 20

14

19

47 -

Jumlah 59 41 100

Sumber : Data Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan Tahun 2015

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa secara umum Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan baik warga binaan laki-laki maupun perempuan berasal dari fakir miskin yaitu berjumlah 47 orang, dimana warga binaan laki-laki berjumlah 26 orang dan perempuan berjumlah 21 orang.

Pendidikan merupakan salah satu hak yang harus diterima setiap anak, untuk itu Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan turut memenuhi hak warga binaan untuk memperoleh pendidikan, keadaan warga binaan berdasarkan pendidikan dapat dilihat melalui tabel 4.3 berikut.


(16)

Tabel 4.3

Keadaan Warga Binaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah 1.

2. 3.

SD

MTs/SMP MA/SMA

40 17 2

17 14 10

57 31 12

Jumlah 59 41 100

Sumber : Data Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan Tahun 2015

Berdasarkan tabel 4.3, tingkat pendidikan warga binaan di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan merata, dimana seluruh warga binaan memperoleh pendidikan sesuai usianya baik dari tingkat SD hingga MA/SMA.

4.6.2 Sarana Pendukung Pelayanan

Demi tercapainya standar pelayanan minimal lembaga kesejahteraan sosial anak berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, maka lembaga asuhan perlu menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung pelayanan terhadap warga binaan. Adapun yang menjadi sarana pendukung panti asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan dapat dilihat melalui tabel berikut:


(17)

Tabel 4.4

Sarana Pendukung Pelayanan

No. Jenis Sarana Unit/Ruang

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Rumah Pengasuh Gedung Asrama Rumah Ibadah Gedung Sekolah Dapur/Ruang Makan Aula Kamar Mandi/WC Air Bersih Listrik Telepon Ruang Kantor Televisi

Transport (Roda 2 dan 4)

2 2 1 3 1 1 2 1 1 1 1 4 0

Sumber : Data Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan Tahun 2015

Berdasarkan tabel 4.4, terdapat beberapa sarana pendukung pelayanan panti asuhan yang dikategorikan kurang layak, yaitu gedung asrama, dapur atau ruang makan, aula, kamar mandi atau WC, dan ruang kantor. Selain itu, panti asuhan juga tidak menyediakan sarana transportasi baik roda 2 maupun roda 4 yang sebenarnya sangat dibutuhkan sebagai salah satu sarana penunjang pendidikan.


(18)

4.6.3 Biaya Operasional Warga Binaan

Agar pelayanan yang diterima warga binaan sesuai dengan standar pelayanan minimal lembaga kesejahteraan sosial anak, tentu diperlukan biaya operasional rutin untuk memenuhi kebutuhan dasar warga binaan. Biaya operasional rutin pertahun, sumber dana, serta neraca pendapatan dan pengeluaran Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan dapat dilihat melalui tabel dibawah ini:

Tabel 4.5

Biaya Operasional Rutin Pertahun

No. Jenis Pembiayaan (Rp.)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. Sandang Pangan Pendidikan Kesehatan Olahraga Rekreasi Renovasi Asrama Administrasi Honor Pengasuh

Transport Warga Binaan Taktis 60.000.000,- 40.000.000,- 85.860.000,- 20.000.000,- 36.000.000,- 10.000.000,- 30.000.000,- 6.000.000,- 37.200.000,- 6.000.000,- 12.000.000,- Sumber : Data Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan

Tahun 2015

Rincian Pembiayaan Perbulan : Rp. 28.551.000,-


(19)

Tabel 4.6 Sumber Dana

No. Sumber Dana Perbulan (Rp.) Pertahun (Rp.) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Yayasan Al-Washliyah Subsidi Pemerintah Pusat Subsidi Pemerintah Propinsi Subsidi Pemerintah Kota Yayasan Dharmais Jakarta Bantuan Masyarakat

Bantuan Perusahaan Swasta Bantuan BUMN

Bantuan Luar Negeri

10.000.000,- - - - - 10.000.000,- 3.000.000,- - - 120.000.000,- - - - - 120.000.000,- 36.000.000,- - - Jumlah 23.000.000,- 276.000.000,- Sumber : Data Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan

Tahun 2015

Sumber pendapatan perbulan : Rp. 23.000.000,- Sumber pendapatan pertahun : Rp. 276.000.000,-

Neraca pendapatan dengan pengeluaran

Penerimaan Dana : Rp. 23.000.000,-/bulan = Rp. 276.000.000,-/tahun Pengeluaran dana : Rp. 28.551.000,-/bulan = Rp. 343.060.000,-/tahun Minus : Rp. 5.551.000,-/bulan = Rp. 67.060.000,-/tahun

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa panti asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Wahsliyah Gedung Johor Medan dalam memenuhi kebutuhan dasar kepada


(20)

warga binaannya mengalami defisit, hal ini disebabkan pada tahun 2015 ini pihak yayasan tidak lagi mengusulkan Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan untuk memperoleh dana Bansos yaitu berupa bantuan subsidi dari pemerintah pusat, propinsi maupun kota, sehingga dana pemasukan panti hanya bergantung dari kas yayasan, bantuan masyarakat dan bantuan perusahaan swasta.

4.7 Program Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan

Salah satu indikator tercapainya standar pelayanan minimal (SPM) lembaga kesejahteraan sosial anak adalah lembaga asuhan harus mendukung akses pada pendidikan non formal sesuai perkembangan usia dan minat warga binaan. Untuk itu, Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan membuat program yang diharapkan dapat mengembangkan kemampuan lifeskill dan softskill. Adapun program-program tersebut adalah:

1. Program Bina Mental, yaitu program keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan kerohanian warga binaan terutama dalam bidang agama Islam dengan memberikan bimbingan sholat, pengajian, dan ilmu tarbiyah tentang hukum-hukum Islam.

2. Program perkembangan sosio-emosional, yaitu memberikan pemahaman agar warga binaan tidak berkecil hati karena harus tinggal di dalam panti asuhan. 3. Program wisata, yaitu bertujuan untuk memperkenalkan warga binaan kepada

lingkungan luar sambil belajar, program ini diadakan setahun sekali.

4. Program keterampilan, yaitu bertujuan untuk meningkatkan kemampuan lifeskill dan softskill anak-anak asuh. Program keterampilan yang diselenggarakan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan


(21)

adalah bercocok tanam dan menjahit (bordir). Walaupun pada tahun 2015 program menjahit (bordir) sudah tidak diselenggarakan lagi karena masalah biaya yang kurang memadai.


(22)

BAB V ANALISIS DATA

5.1 Pengantar

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menganalisis data yang diperoleh melalui wawancara dengan pengurus panti dan warga binaan, observasi serta penyebaran kuesioner kepada responden, yaitu sebanyak 20 orang yang merupakan warga binaan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan.

Analisis data adalah proses menjadikan data memberikan pesan kepada pembaca. Melalui analisis data, maka data yang diperoleh tidak lagi diam, melainkan “berbicara”. Analisis data menjadikan data itu mengeluarkan maknanya, sehingga para pembaca tidak hanya mengetahui data itu, melainkan juga mengetahui apa yang ada di balik data itu (Siagian, 2011: 277).

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara:

1. Terlebih dahulu peneliti mendatangi Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan dan bertemu dengan sekretaris panti untuk meminta ijin melakukan penelitian.

2. Setelah mendapatkan ijin penelitian dari Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan, peneliti mengurus surat ijin penelitian ke bagian pendidikan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Peneliti kembali lagi ke Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan untuk menyerahkan surat penelitian kepada sekretaris panti.


(23)

4. Peneliti terbantu dengan bantuan sekretaris panti yang sangat kooperatif ketika memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan penelitian dan kondisi Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan pada saat melakukan wawancara. Sekretaris panti juga membantu dalam mengarahkan warga binaan agar mau meluangkan waktunya untuk menjawab pertanyaan kuesioner.

5. Peneliti memberikan pengarahan dan menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya pengisian kuesioner dan cara-cara pengisian kuesioner.

6. Peneliti membimbing setiap responden yang mengalami kesulitan dalam pengisian kuesioner.

Evaluasi program yang digunakan dalam penelitian ini adalah model evaluasi ketimpangan atau kesenjangan (The Discrepancy Evaluation Model) karena penelitian ini akan membandingkan pelaksanaan SPM di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan dengan indikator menurut Peraturan Menteri Sosial Nomor 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Untuk Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Oleh karena itu, sebelum memaparkan hasil analisis data, peneliti terlebih dahulu menjabarkan indikator-indikator pelayanan dan pengasuhan yang terdapat pada Bab 4 tentang Standar Pelayanan Pengasuhan.

Agar pembahasan tersusun sistematis, maka pembahasan data dalam penelitian ini dilakukan dengan membagi menjadi dua sub bab yaitu:

1. Analisis karakteristik umum responden.

2. Evaluasi pelaksanaan standar pelayanan minimal (SPM) lembaga kesejahteraan sosial anak dilihat dari input, process, dan output.


(24)

5.2 Analisis Karakteristik Umum Responden

Data mengenai identitas responden yang akan disajikan terdiri dari: jenis kelamin, usia, pendidikan, agama, waktu pengasuhan, dan status warga binaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui tabel berikut:

Tabel 5.1

Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

No. Jenis Kelamin Frekuensi %

1. 2.

Laki-laki Perempuan

8 12

40 60

Total 20 100

Sumber: Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa responden perempuan lebih tertarik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disajikan dalam kuesioner. Hal ini dikarenakan responden perempuan lebih kooperatif ketimbang responden laki-laki. Selain itu, responden perempuan jauh lebih mudah untuk memahami maksud dari pengisian kuesioner ketimbang responden laki-laki meskipun jumlah warga binaan laki-laki lebih banyak.


(25)

Tabel 5.2

Distribusi Responden Berdasarkan Usia

No. Usia Frekuensi %

1. 2. 3. 4. 5. 6.

12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun 15 Tahun 16 Tahun 17 Tahun

3 3 5 3 1 5

15 15 25 15 5 25

Total 20 100

Sumber: Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa responden yang menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam kuesioner didominasi oleh responden berusia 14 tahun dan 17 tahun sebanyak 25 %, kemudian responden berusia 12,13, dan 15 tahun sebanyak 15 % lalu responden berusia 16 tahun sebanyak 5 %. Warga binaan di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah didominasi oleh remaja. Usia responden sudah dapat dikategorikan mampu untuk memahami dan menjawab semua pertanyaan di dalam kuesioner agar memperoleh hasil yang representatif.


(26)

Tabel 5.3

Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Frekuensi %

1. 2. 3.

SD

SMP/MTs SMA/MA

1 11 8

5 55 40

Total 20 100

Sumber: Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa seluruh responden masih bersekolah dan panti asuhan telah memenuhi hak responden untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan perkembangan usia mereka selama menjadi warga binaan di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan.

Distribusi Responden Berdasarkan Agama

Distribusi responden berdasarkan agama tidak disajikan dalam bentuk tabel, hal ini dikarenakan seluruh responden beragama Islam. Mengingat bahwa panti asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan didirikan oleh organisasi Al Djamiyatul Al-Washliyah, sehingga rujukan yang diterima oleh panti asuhan didominasi oleh anak-anak yang beragama Islam. Namun, Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan tetap menerima rujukan bagi anak yang beragama non-Islam, agama tidak membatasi panti asuhan untuk memberikan pengasuhan dan pelayanan sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.


(27)

Tabel 5.4

Distribusi Responden Berdasarkan Suku

No. Suku Frekuensi %

1. 2.

Pak-pak Batak

19 1

95 5

Total 20 100

Sumber: Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 5.4 diatas, responden didominasi oleh suku Pak-pak sebesar 95% dan hanya 5% yang merupakan suku Batak. Hal ini dikarenakan hampir seluruh warga binaan yang diasuh di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan berasal dari lokasi yang sama yaitu Pak Pak, Dairi.

Tabel 5.5

Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Pengasuhan

No. Waktu Pengasuhan Frekuensi %

1. 2. 3.

1-3 Tahun 4-5 tahun > 5 Tahun

9 4 7

45 20 35

Total 20 100

Sumber: Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 5.5 diatas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden telah menjadi warga binaan selama 1-3 tahun sebanyak 45%, kemudian diatas 5 tahun sebesar 35% dan 4-5 tahun sebesar 20%. Data primer tersebut juga menginformasikan bahwa Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan


(28)

memiliki rencana pengasuhan yang relatif lama, bahkan ada warga binaan yang sudah diasuh sejak berusia 5 tahun.

Tabel 5.6

Distibusi Responden Berdasarkan Status

No. Status Frekuensi %

1. 2. 3.

Yatim Piatu

Fakir Miskin

5 2 13

25 10 65

Total 20 100

Sumber: Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 5.6 dapat disimpulkan bahwa 65% responden didominasi oleh fakir miskin. Kemudian 25% responden merupakan anak yatim dan 10% responden tidak memiliki ibu atau piatu. Warga binaan yang hanya memiliki salah satu orang tua saja dititipkan di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan dengan alasan memiliki kesulitan ekonomi dan tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan si anak, baik itu kebutuhan hidup maupun perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Data primer tersebut juga menginformasikan bahwa tidak ada responden yang benar-benar yatim piatu.

5.3 Analisis Evaluasi Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak

Data mengenai evaluasi standar pelayanan minimal lembaga kesejahteraan sosial anak peneliti simpulkan berdasarkan hasil wawancara dengan sekretaris panti dan responden, observasi serta penyebaran kuesioner dengan 20 warga binaan yang


(29)

akan disajikan dalam empat aspek yaitu input (masukan), process (proses), dan output (keluaran). Untuk memudahkan pembaca, peneliti membedakan keempat aspek tersebut mulai dari input (masukan), process (proses), dan output (keluaran).

5.3.1 Input (Masukan)

Untuk aspek input (masukan) lebih jelasnya dapat dilihat melalui hasil wawancara peneliti dengan sekretaris panti berikut ini:

5.3.1.1 Standar Pendekatan Awal dan Penerimaan Rujukan 1. Pendekatan Awal

Pendekatan awal merupakan tahapan pertama untuk menemukan kesesuaian antara kebutuhan anak dan keluarganya terhadap pengasuhan, dengan pelayanan yang tersedia di komunitas ataupun di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

Maka peneliti merangkum hasil wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti: “Anak didata dulu keadaannya lalu dipertimbangkan baru diputuskan layak atau tidak untuk diasuh di panti. Kalau dirasa tidak layak dalam artian panti tidak menyanggupi dalam memberikan pelayanan ya dikembalikan kekeluarganya atau kepada siapa yang merujuk anak itu. Kebutuhan anak juga disesuaikan dengan kondisi mereka, selalu seperti itu.”

Pendekatan awal dilakukan agar panti asuhan tidak merekrut anak secara langsung untuk ditempatkan di dalam panti asuhan. Dalam hal ini, panti asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan memberikan format pendaftaran yang harus diisi oleh perujuk agar pengurus panti mengetahui kondisi


(30)

anak untuk menyesuaikan kebutuhan pelayanan selama masa pengasuhan. Pendekatan yang dilakukan oleh panti asuhan kepada masyarakat hanya dilakukan dalam upaya untuk mendukung pengasuhan keluarga dan perlindungan anak, sosialisasi pelayanan yang disediakan oleh panti asuhan harus mendukung Dinas Sosial dalam mengidentifikasi anak yang membutuhkan bantuan.

2. Penerimaan Rujukan

Kontak awal anak dan atau keluarga dengan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dapat dilakukan melalui:

a) Rujukan dari keluarga dan kerabat. b) Rujukan dari anggota komunitas.

c) Rujukan dari pihak yang memiliki kewenangan seperti kepolisian, Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) dan Dinas Sosial/Instansi Sosial.

d) Rujukan dari lembaga yang member pelayanan pada anak, seperti Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), sekolah, Posyandu.

e) Anak dan keluarga datang sendiri.

Maka peneliti merangkum hasil wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti:“Kalau masalah rujukan selama ini selalu keluarga yang mengantarkan mereka ke panti ya, belum pernah ada yang dirujuk dari Dinsos atau LSM. Paling dari pihak kelurahan pernah ada yang merujuk anak untuk mendapatkan pengasuhan disini.”


(31)

Panti asuhan mencatat semua proses rujukan anak yang mencakup pihak yang merujuk anak, penanggung jawab legal anak, alasan merujuk anak atau kronologi kasus/masalah yang diidentifikasi anak.

3. Asesmen Awal

Asesmen awal adalah proses yang harus dilakukan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak untuk:

a) Mengidentifikasi kebutuhan anak dan keluarganya terhadap pelayanan, termasuk apakah anak bisa tetap diasuh keluarganya atau membutuhkan pengasuhan alternatif.

b) Mengumpulkan data dasar tentang anak dan keluarganya sebagai dasar bagi pengambilan keputusan pelayanan yang sesuai untuk anak dan keluarganya. Maka peneliti merangkum hasil wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretatris panti:“Ada format data yang harus diisi sama keluarga dan calon anak asuh, dari data itu nanti panti tahu apa saja kebutuhan dan pelayanan yang cocok untuk anak nanti. Misalnya termasuk anak pra sejahtera, terancam putus sekolah atau putus sekolah. Dalam data itu lengkap, ada surat miskin juga surat berbadan sehat kalau memang tidak ada kecacatan, agar panti bisa memberikan penanganan apalagi di bidang kesehatannya selama anak mendapatkan pengasuhan”

Dalam melakukan asesmen awal, aspek-aspek yang perlu diperhatikan oleh panti asuhan adalah perkembangan anak (fisik, psikologis dan sosial), pengalaman anak, termasuk sejarah kekerasan yang dialami anak (bila ada) dan isu perlindungan


(32)

lain (pengobatan, eksploitasi ekonomi) yang harus menjadi bagian dari rencana pengasuhan dan penyusunan sejarah kasus anak (case record). Situasi pengasuhan keluarga mencakup relasi orang tua dengan anak, relasi antar anak, pola pengasuhan dalam keluarga, ketidakmauan orang tua dalam melakukan pengasuhan dan relasi keluarga inti dengan keluarga besar.

4. Pengambilan Keputusan Pelayanan

a) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak bersama anak dan keluarga mengambil keputusan berdasarkan asesmen awal tentang pelayanan yang dibutuhkan anak dan keluarganya.

b) Berdasarkan hasil asesmen, anak dapat menjadi klien Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dengan tetap tinggal di keluarganya atau keluarga pengganti atau tinggal di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Maka peneliti merangkum hasil wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti:“Setelah data diambil baru bisa diputuskan bahwa anak bisa diasuh di panti ini. Keputusan diambil melalui rapat seluruh pengurus panti, orang tua atau wali nya dilibatkan juga dalam rapat itu untuk memutuskan kalau anak bisa diasuh di panti dalam jangka waktu tertentu, terus dibuat asesmen lanjutan.”

Keputusan dalam menempatkan anak di panti asuhan didasarkan pada hasil asesmen tentang masalah yang dialami oleh anak dan keluarganya, pelayanan yang tersedia dan kesesuaian kriteria anak dan keluarganya untuk mendapatkan pelayanan pengasuhan melalui lembaga asuhan. Panti asuhan melakukan pertimbangan apakah anak dan keluarga dapat memperoleh pelayanan yang dibutuhkan atau perlu dirujuk


(33)

ke pihak lain (keluarga atau lembaga pelayanan lain) apabila sumber-sumber di dalam panti asuhan tidak dapat memenuhi kebutuhan anak dan keluarganya.

5. Kesepakatan

a) Untuk semua pelayanan yang akan diterima anak dan keluarganya perlu ada kesepakatan yang melibatkan anak, orang tua/wali, pihak Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

b) Untuk kasus anak yang tidak diketahui keberadaan keluarganya, kesepakatan harus melibatkan Dinas Sosial/Instansi Sosial.

c) Jika hasil asesmen menyatakan bahwa anak perlu tinggal di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, maka penempatan anak di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak perlu dilakukan berdasarkan kesepakatan yang melibatkan anak, orang tua atau wali dan pengurus Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak atau pihak Dinas Sosial/Instansi Sosial jika anak tidak diketahui keberadaan keluarganya.

d) Kesepakatan penempatan anak di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak anak harus mencantumkan pernyataan persetujuan yang memuat jangka waktu penempatan, hak-hak anak, dan tanggung jawab serta peran Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dan keluarga.

Maka peneliti merangkum hasil wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti: “Ya pasti kesepakatan bersama kalau pada akhirnya anak memang harus dititipkan ke panti asuhan dan jika panti memang menyanggupi untuk mengasuh anak tersebut. Sampai saat ini semua anak diketahui keberadaan keluarganya. Ada surat


(34)

pernyataan yang menyatakan bahwa orang tua atau walinya menyerahkan anak nya untuk diasuh dan dididik serta bersedia menjemput kembali jika anak nya tidak tamat sekolah karena suatu hal ataupun setelah tamat sekolah. Ditanda tangani oleh orang tua atau wali surat tersebut.”

Panti asuhan mengidentifikasi pihak yang menyetujui penempatan anak di panti asuhan untuk memastikan bahwa pihak tersebut tetap bertanggung jawab penuh selama anak tinggal di panti asuhan. Dalam kondisi anak dirujuk dari pihak perseorangan atau lembaga pelayanan yang tidak memiliki tanggung jawab legal terhadap anak tersebut, dan atau keberadaan orang tua tidak diketahui maka panti asuhan dengan bantuan pekerja sosial dan Dinas Sosial harus mengupayakan untuk melakukan pencarian dan penelusuran keberadaan orang tua, keluarga, atau kerabat anak.

Apabila pencarian dan penelusuran tidak berhasil menemukan orang tua, keluarga, atau kerabat anak maka Dinas Sosial akan menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam menyepakati penempatan anak di panti asuhan sampai diperolehnya solusi bagi penempatana anak secara permanen pada keluarga pengganti.

6. Rujukan ke Instansi Lain

a) Jika pelayanan yang tersedia di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak tidak dapat memenuhi kebutuhan anak dari keluarganya, maka Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus merujuk anak tersebut kepada Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak atau lembaga pelayanan lainnya yangs sesuai.


(35)

b) Jika anak diidentifikasi mengalami kasus perlindungan khusus, maka Dinas Sosial/Instansi Sosial harus merujuk seorang pekerja sosial profesional untuk menentukan dukungan khusus yang dibutuhkan anak. Maka peneliti merangkum hasil wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti:“Biasanya kalau panti memang tidak menyanggupi mengasuh anak tersebut, dari awal pasti dibilang ke keluarganya, pokoknya ke siapa yang merujuk anak itu ke panti ini. Kami kasih tawaran atau alternatif ke panti lain, selalu seperti itu. Sampai sekarang belum pernah ada rujukan anak-anak korban KDRT atau pelecehan, ya kalau gak yatim, piatu, yatim piatu sama fakir miskin.”

Panti asuhan yang diwakili oleh pengasuh atau pengurus panti memberikan penjelasan tentang lembaga rujukan yang akan membantu memenuhi kebutuhan anak. Dalam hal ini panti asuhan melakukan kontrak dengan lembaga rujukan dan merujuk anak secara tertulis termasuk menyampaikan hasil asesmen awal kepada lembaga tersebut.

7. Kebersamaan Anak Bersaudara

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memutuskan agar anak yang memiliki hubungan saudara tidak dipisahkan, selama tidak bertentangan dengan kepentingan terbaik anak.

Maka peneliti merangkum hasil wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:


(36)

Sekretaris panti:“Kalau kakak adik yang sekaligus diasuh disini, hubungannya masih terjaga seperti saudara. Tetap akur, saling peduli, kalau sama-sama perempuan atau laki-laki pasti ditempatkan sekamar.”

Panti asuhan tetap menjaga hubungan bersaudara jika warga binaannya memiliki ikatan saudara kandung. Upaya yang dilakukan panti dalam menjaga kebersamaan anak bersaudara adalah menempatkan warga binaan satu kamar dengan saudara kandungnya, agar tidak ada perubahan pola interaksi meskipun anak mendapatkan pengasuhan di dalam panti asuhan.

5.3.2 Process (Proses)

Untuk aspek proses pelaksanaan standar pelayanan minimal lembaga kesejahteraan sosial anak di Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan, data diperoleh peneliti dari hasil wawancara dengan sekretaris panti dan responden, observasi serta kuesioner yang disebarkan kepada 20 orang responden.

Peneliti membagi aspek proses kedalam tiga bagian yaitu: Standar Pelayanan Pengasuhan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, Standar Pelayanan Berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, dan Standar Pelaksana Pengasuhan.

5.3.2.1 Standar Pelayanan Pengasuhan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak

1. Asesmen Lanjutan dan Rencana Pengasuhan A. Asesmen Lanjutan

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus melakukan asesmen lanjutan kepada setiap anak dan keluarganya setelah dicapai kesepakatan tentang pelayanan yang akan diterima anak dan keluarganya.


(37)

Maka peneliti merangkum hasil wawancara dengan sekretaris panti adalah sebagai berikut:

Sekretaris panti:“Setelah mendata dan membuat kesepakatan, kita melakukan asesmen lanjutan, asesmen lanjutannya seperti mendata ulang anak tersebut untuk menyesuaikan kebutuhan pelayanan dengan kondisi anak.”

Asesmen lanjutan bertujuan untuk melengkapi asesmen awal agar panti asuhan mendapatkan gambaran lengkap tentang kondisi anak dan keluarganya, khususnya tentang kompleksitas masalah pengasuhan yang dihadapi anak dan keluarganya serta mengidentifikasi kemungkinan ketersediaan dukungan keluarga besar/kerabat ataupun bentuk dukungan lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah pengasuhan.

Fokus asesmen lanjutan kepada orang tua adalah untuk lebih memperoleh gambaran tentang kondisi pengasuhan yang diterima anak dari orang tua/keluarga/kerabat, kapasitas pengasuhan orang tua, termasuk kesadaran dan keinginan orang tua untuk memberikan pengasuhan yang optimal sesuai dengan kebutuhan anak.

Fokus asesmen lanjutan kepada anak adalah untuk memperoleh gambaran tentang kondisi psikososial anak secara lebih lengkap terkait dengan kebutuhannya akan pengasuhan termasuk apabila anak mengalami isu perlindungan.

B. Perencanaan Pengasuhan

1. Perencanaan pengasuhan harus didasarkan pada hasil asesmen lanjutan dan akan menjadi dasar untuk menentukan solusi pengasuhan tetap yang terbaik untuk anak dalam kasus masing-masing.


(38)

2. Perencanaan untuk setiap anak harus dirumuskan dengan tujuan:

a) Mengatasi masalah-masalah utama yang secara langsung menghambat dalam pengasuhan dari orang tua/keluarga atau kerabat.

b) Mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapi anak karena tidak terpenuhinya kebutuhan pengasuhan akibat ketidakmampuan orang tua.

c) Mengidentifikasi solusi pengasuhan alternatif untuk anak di luar keluarga jika diperlukan melalui orang tua asuh (fostering), perwalian (guardianship) atau pengangkatan anak (adopsi), apabila pengasuhan dalam keluarga bukan merupakan pilihan atau bukan dalam kepentingan terbaik untuk anak.

3. Perencanaan harus bersifat dinamis dan bertahap sesuai dengan perkembangan yang dicapai oleh anak dan orang tua dan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pengasuhan anak yang bersifat darurat, jangka menengah, dan jangka panjang.

Maka peneliti merangkum hasil wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti: “Rencana pengasuhan disesuaikan dengan hasil asesmen awal dan lanjutan, tapi semua urusan rencana pengasuhan itu menjadi wewenang panti untuk memutuskan. Rencana pengasuhan anak yang diutamakan itu masalah pendidikannya, anak harus selesai sekolahnya sampai SMA. Rencana pengasuhan disesuaikan dengan perkembangan anak, sesuai usia mereka karena pengasuhannya kan relatif lama. Sejauh ini pengasuh masih sanggup mengasuh semua anak-anak.”


(39)

Apabila akses terhadap pendidikan diidentifikasi sebagai isu utama yang dihadapi oleh keluarga, panti asuhan menyediakan atau memfasilitasi akses terhadap pendidikan. Hal tersebut dapat dilakukan misalnya dengan menyediakan beasiswa, atau memenuhi biaya pendidikan lainnya seperti transport, biaya ujian, seragam sekolah, dan kebutuhan sekolah lainnya termasuk mendukung proses belajar anak dengan menyediakan pelajaran tambahan atau mentoring.

2. Pelaksanaan Rencana Pengasuhan A. Pelayanan untuk Anak dalam Keluarga

Kegiatan-kegiatan pelayanan untuk anak dan keluarganya dapat diberikan melalui dukungan pengasuhan dalam keluarga; dukungan pengasuhan dalam keluarga pengganti, dan pelayanan pengasuhan dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak apabila anak terpaksa ditempatkan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

B. Dukungan Pengasuhan Berbasis Keluarga

1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mencegah keterpisahan anak dari keluarga dan mengupayakan penyatuan kembali anak dengan keluarga sesegera mungkin untuk anak-anak yang sudah ditempatkan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

2. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak perlu melakukan penguatan kepada keluarga dan lingkungan tempat tinggal anak untuk mempersiapkan kembalinya anak dan tetap memberikan dukungan yang dibutuhkan untuk membangun kapasitas keluarga dalam pengasuhan.


(40)

3. Dukungan kepada keluarga dapat dilakukan melalui dukungan psikososial, ekonomi. Serta menciptakan akses dan rujukan terhadap berbagai sumber dukungan yang tersedia untuk keluarga rentan.

C. Dukungan Pengasuhan Berbasis Keluarga Pengganti

1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus bekerjasama dengan Dinas Sosial/Instansi Sosial untuk mencari keluarga pengganti yang bisa memberikan pengasuhan melalui sistem orang tua asuh (fostering), perwalian (guardianship) atau pengangkatan anak (adopsi).

2. Dinas Sosial/Instansi Sosial harus melaksanakan kewenagangan dan tanggung jawabnya untuk mengidentifikasi, melakukan asesmen, membuat laporan sosial, dan melakukan pemantauan sesudah anak ditempatkan di keluarga asuh, wali, atau keluarga angkat.

3. Lembaga perlu mendukung Dinas Sosial/Instansi Sosial dalam proses identifikasi calon keluarga asuh dan calon keluarga angkat serta menghubungkan calon keluarga pengganti tersebut dengan anak dan atau keluarganya untuk memastikan bahwa anak ditempatkan sesuai dengan kepentingan terbaiknya dan kesepakatan anak.

4. Penentuan dan pengalihan pengasuhan anak pada keluarga asuh, wali, atau keluarga angkat harus dilakukan oleh Dinas Sosial/Instansi Sosial yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Indikator pelaksanaan rencana pengasuhan, peneliti rangkum dalam wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti:“Karna lembaga asuhan ini berbasis panti atau sifatnya massal, pasti tidak ada program keluarga pengganti kecuali yang berbasis


(41)

keluarga, sejauh ini semua anak ya kami yang mengasuh. Panti asuhan yang seperti itu lebih mudah ditemukan di Pulau Jawa ketimbang disini. Panti juga tidak melaksanakan Program Penguatan Keluarga. Tapi panti selalu memberikan pemahaman kepada anak-anak kalau mereka suatu waktu pasti kembali lagi kekeluarganya. Sebisa mungkin panti menanggulangi semua kebutuhan anak, bukan hanya masalah pendidikan dan makanannya tapi emosional dan rohaninya juga”.

Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan merupakan lembaga asuhan berbasis panti atau wisma yang tidak menyediakan program keluarga pengganti (family based care). Konsep yang diterapkan yaitu menempatkan anak di dalam asrama terpisah antara warga binaan laki-laki dan perempuan, dimana pengasuh bertempat tinggal di lingkungan panti asuhan, agar warga binaan tetap dalam pengawasan dan pembinaan secara intensif.

D. Pengasuhan Oleh Orang Tua Asuh (Fostering)

Pengasuhan melalui orang tua asuh bersifat sementara, dimana anak harus segera kembali dalam pengasuhan orang tua, keluarga besar, atau kerabat anak apabila berdasarkan hasil asesmen mereka dianggap sudah dapat melakukan pengasuhan kembali atau anak telah memperoleh solusi pengasuhan yang lebih permanen.


(42)

E. Perwalian

Pengasuhan melalui perwalian anak bersifat sementara, dimana kuasa asuh terhadap anak dialihkan secara legal kepada seseorang yang ditunjuk Pengadilan sesuai dengan UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

F. Pengangkatan Anak

Pengasuhan melalui pengangkatan anak bersifat permanen, dimana kuasa asuh terhadap anak dialihkan secara tetap dan legal kepada keluarga angkat pelaksanaannya diatur melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

Untuk indikator pengasuhan melalui orang tua asuh, perwalian dan pengangkatan anak, peneliti rangkum dalam wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti: “Dari awal panti ini berdiri hingga sekarang belum pernah ada anak yang diadopsi, sebenarnya pernah ada keluarga yang mencari anak angkat tapi mereka tidak mau ikuti prosedur, padahal semua kan sudah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Karena bagi pengadopsi terlalu berat kalau harus melalui kantor peradilan lagi, paling cepat juga 6 bulan baru bisa diputuskan anak itu sah untuk diadopsi. Jadi mereka merasa rumit. Kalau dari Dinsos sendiri, ya sekali 3 bulan datang ke panti tapi belum pernah ada yang mencarikan keluarga pengganti, dari pengasuh sendiri juga tidak mencarikan karena pengasuh memberikan pemahaman kepada anak-anak bahwa kami adalah orang tua pengganti sementara mereka.”


(43)

Sebelum proses pengalihan pengasuhan, Dinas Sosial perlu merujuk pekerja sosial atau pengurus panti yang berkompeten untuk mempersiapkan anak dan keluarga asuh guna memberikan pemahaman bahwa pengasuhan yang akan dilaksanakannya bersifat sementara, sehingga setiap saat anak akan kembali kepada keluarga asal (keluarga inti, keluarga besar, kerabat).

Pasca pengalihan pengasuhan, situasi anak dan keluarga asuh perlu dipantau oleh pekerja sosial atau pengurus panti yang kompeten dan ditunjuk oleh Dinas Sosial. Disamping pemantauan situasi anak dan keluarga asuh, pengurus panti atau pekerja sosial dari panti asuhan dan Dinas Sosial juga perlu memberikan penguatan psikososial kepada keluarga asuh untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang kemungkinan muncul dalam proses pengasuhan.

5.3.2.2 Standar Pelayanan Berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak 1. Pelayanan Pengasuhan dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak Dalam hal anak tidak mendapatkan pengasuhan dari keluarga, kerabat, atau keluarga pengganti, maka alternatif terakhir adalah pengasuhan berbasis Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

Maka peneliti merangkum wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti: “Kebanyakan anak yang dirujuk kesini semua masih punya keluarga, dan pada umumnya dari keluarga yang tidak mampu terutama dalam memenuhi pendidikan anaknya lalu memutuskan untuk menitipkan anaknya ke panti.”

Kebanyakan rujukan yang diterima panti asuhan adalah masalah ekonomi terutama dalam memenuhi kebutuhan pendidikan anak, bukan karena orang tua atau


(44)

keluarga tidak mampu lagi memberikan pengasuhan sehingga memutuskan untuk menitipkan anak ke panti asuhan. Dalam situasi ini, pengurus panti harus memberikan pemahaman bahwa anak-anak meskipun ditempatkan di panti asuhan akan tetapi hak-hak mereka tetap harus dipenuhi.

2. Peran Sebagai Pengganti Orang Tua

a) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus berperan sebagai pengganti orang tua untuk sementara bagi anak-anak yang ditempatkan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak, dan bertanggung jawab untuk memenuhi pemenuhan hak-hak mereka.

b) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memahami bahwa setiap aspek hak anak tidak dapat dipisahkan dan pemenuhan hak-hak anak harus dilakukan secara menyeluruh.

Maka rangkuman hasil wawancara antara peneliti dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti: “Peran utama pengasuh ya sebagai orang tua sementara, sebagaimana peran orang tua, tidak hanya memperhatikan urusan kesehatan, sekolah atau permakanan mereka saja, tapi juga psikologis, memberikan perlindungan, rohani dan emosinya. Bagaimana supaya mereka nyaman selama diasuh disinilah dan tetap merasa masih memiliki orang tua pokoknya.”

Sebagai pengganti orang tua sementara, tugas utama pengasuh tidak lepas dari memenuhi hak-hak anak yang meliputi hak terhadap perlindungan, hak tumbuh


(45)

kembang, hak terhadap partisipasi serta memenuhi hak anak terhadap kelangsungan hidup.

3. Martabat Anak Sebagai Manusia

a) Setiap anak harus diakui, diperlukan dan dihargai sebagai individu yang utuh, memiliki karakter yang unik, memiliki pendapat, pilihan, dan kapasitas serta kemampuan masing-masing.

b) Setiap anak harus dihargai martabatnya sebagai manusia.

c) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus menjamin bahwa anak terhindar dan terlindungi dari semua bentuk perlakuan, termasuk perkataan dan hukuman yang dapat memperlakukan atau merendahkan martabat mereka.

d) Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus menjamin setiap anak terhindar dari segala bentuk diskriminasi, antara lain berdasarkan jenis kelamin, status sosial, etnisitas, budaya, agama, atau kecacatan, baik dari orang dewasa maupun antar anak sendiri.

Maka peneliti merangkum wawancara dengan sekretaris panti dan responden sebagai berikut:

Sekretaris panti:“Kami selalu memberikan pemahaman kepada anak-anak meskipun tinggal di panti bukan berarti berbeda dengan anak-anak yang lain, semua yang dilakukan keluarga demi masa depan dan kebaikan mereka, semua anak punya potensinya masing-masing. Masyarakat disekitar panti juga sangat terbuka dengan mereka tidak mendiskriminasi, kalau ada acara seperti perwiritan atau acara tujuh belasan ya anak-anak sering dapat undangan.”


(46)

Responden (1): “Gak ngerasa dibedain kok kak, semua disini sama. Mau laki-laki atau perempuan, ya baik-baik ajalah pokoknya kak.”

Responden (2): “Biasa aja sih kak, sejauh ini kalau kami ngomong, mengeluh misalnya kan kak, ya masih didengerin.”

Panti asuhan memastikan bahwa staf dan pengasuh menghargai pendapat, pilihan, kemampuan dan kapasitas dari setiap anak yang diindikasi dalam berbagai keputusan yang dibuat panti asuhan, cara staf memperlakukan anak, juga kinerja staf dan pengasuh dalam memberikan pelayanan kepada anak. Panti asuhan membuat peraturan yang melarang segala bentuk tindakan, termasuk perkataan dan sebutan yang dapat mempermalukan, menyinggung atau melecehkan martabat anak.

4. Perlindungan Anak

A. Perlindungan dari Segala Bentuk Tindak Kekerasan dan Hukuman Fisik

1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak melarang digunakannya segala bentuk kekerasan dengan alasan apapun termasuk penegakan displin. 2. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak memiliki kebijakan dan prosedur

tertulis untuk mencegah, melaporkan segala tindakan kekerasan pada anak yang didiseminasikan kepada setiap pengurus, petugas, dan relawan yang bekerja atau memiliki kontak dengan anak, dan kepada anak.

3. Dalam mencegah dan merespon kekerasan, Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memperhatikan isu spesifik yang terkait dengan usia, gender, dan kecacatan.


(47)

B. Mekanisme Pelaporan

1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus menyediakan mekanisme pelaporan yang aman dan rahasia yang memungkinkan anak melaporkan kekerasan atau tindakan yang tidak senonoh pada pihak yang berwenang. 2. Anak harus memperoleh informasi dan penjelasan tentang bagaimana

mereka dapat menggunakan mekanisme tersebut untuk melaporkan kecurigaan atau kasus yang mereka alami, lihat, dengar pada instansi yang berwenang.

C. Kapasitas Pengurus, Petugas, dan Relawan dalam Merespon Kekerasan

1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memastikan bahwa setiap pengurus, petugas, dan relawan yang bekerja tidak memiliki catatan kriminal, sejarah kekerasan atau perilaku tidak pantas terhadap anak. 2. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memastikan bahwa semua

pengurus, petugas, dan relawan menerima pelatihan, dan kegiatan komunikasi, informasi, dan pendidikan lainnya untuk mencegah dan memberi respon yang efektif dan tepat terhadap kekerasan.

3. Review terhadap kinerja pengurus, petugas, dan relawan harus dilakukan dengan melihat kapasitas mereka untuk bekerja secara pantas dan memadai bersama anak, termasuk mempertimbangkan umpan balik dari anak dalam proses review.


(48)

D. Prosedur Pemberian Disiplin

1. Prosedur pemberian disiplin harus dijalankan untuk pengurus, petugas, dan relawan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak yang telah dilaporkan melakukan kekerasan terhadap anak, termasuk berhenti sementara selama investigasi jika dibutuhkan untuk memastikan perlindungan bagi anak. 2. Setiap kecurigaan atau kasus harus dicatat dan dilaporkan kepada Dinas

Sosial/Instansi Sosial dan ketika kasus tersebut digolongkan sebagai tindak kriminal, harus dilaporkan kepada pihak Kepolisian dan Kementerian Sosial RI.

3. Jika pengurus, petugas, dan relawan terbukti melakukan tindakan kekerasan, maka prosedur penegakan disiplin harus berjalan sesuai tingkat keseriusan dari kasus tersebut, mulai dari peringatan tertulis, larangan melaksanakan tugas sampai ada keputusan lebih lanjut, dan pemecatan.

E. Lingkungan yang Aman dari Kekeraan dan Hukuman Fisik

1. Lembaga Kesejateraan Sosial Anak harus menjamin lingkungan yang kondusif dan aman bagi keselamatan anak untuk mencegah terjadinya kekerasan melalui peraturan, prosedur dan mekanisme yang berlaku di lembaga, kegiatan pelayanan, dan sarana prasarana.

2. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memfasilitasi keterliibatan masyarakat untuk secara aktif mencegah, merespon, dan melaporkan kekerasan.


(49)

F. Pencegahan dan Respon Terhadap Kekerasan dan Hukuman Fisik Antar Anak

1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memberlakukan kebijakan untuk mencegah dan merespon terhadap segala bentuk tindakan kekerasan antar anak, termasuk pemerasan, ancaman, dan bullying.

2. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus melakukan berbagai upaya pencegahan melalui membangkitkan kesadaran akan dampak dari kekerasan, membangun kapasitas untuk menyelesaikan konflik tanpa menggunakan kekerasan, dan berbagi pengetahuan tentang hak asasi manusia dan perlindungan anak.

G. Kerahasiaan Laporan Tentang Kekerasan

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus menyediakan mekanisme pelaporan yang aman dan rahasia untuk anak melaporkan kekerasan pada pihak yang berwenang.

H. Pemahaman Perkembangan Anak

Pengasuh harus memahami tahapan perkembangan anak sehingga dapat memberikan respon yang tepat terhadap kebutuhan anak sebagai individu, termasuk kebutuhan untuk berpartisipasi sesuai kematangan anak.

Untuk indikator perlindungan anak peneliti merangkum wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti: “Sejauh ini belum pernah ada anak-anak yang kedapatan berkelahi atau melakukan kekerasan, kami menunjuk kepala kamar yang bertugas menanggungjawabi anak-anak. Kepala kamar belum


(50)

pernah memberikan pengaduan tentang perilaku kasar mereka, kami juga melakukan monitoring, karena mereka kan bertambah usianya, pola pikir juga pasti berubah. Pengasuh memberikan pemahaman apa yang boleh mereka lakukan dan apa yang tidak. Lingkungan sekitar juga mendukung anak-anak panti untuk melakukan hal positif, mereka sering dilibatkan misalnya seperti gotong royong, intinya lingkungan jauh dari bentuk kekerasan. Tapi sebagai bentuk antisipasi, panti tetap punya mekanisme untuk mengatasi anak yang harus berhadapan dengan hukum. Pertama-tama panti harus bekerja sama dulu dengan birokrat setempat kalau disini kepala lingkungan. Untuk kedepannya, panti akan bekerja sama dengan KPAID Sumut, setelah ditangani oleh KPAID baru bisa diputuskan bahwa anak tersebut memang harus berurusan dengan pihak yang berwenang atau mendapatkan karantina. Semua laporan harus dirahasiakan, agar anak-anak tidak merasa takut untuk tetap mendapatkan pengasuhan disini. Kalau dari pengurus sendiri, bersih, tidak ada catatan kriminal dan belum pernah terdengar keluhan tentang ketidaknyamanan anak terhadap sikap pengasuh. ”

Panti asuhan merumuskan kebijakan dan prosedur tertulis untuk mencegah, melaporkan, dan merespon segala tindakan kekerasan pada anak yang disosialisasikan kepada setiap pengurus, petugas, dan relawan yang bekerja atau memiliki kontak dengan anak, dan kepada anak.

Pihak yang berwenang dari panti asuhan (misalnya, kepala panti yang ditunjuk atas kesepakatan Dinas Sosial) bersama dengan Dinas Sosial menerapkan


(51)

prosedur yang ditetapkan oleh Dinas Sosial untuk menangani kasus kekerasan yang dialami anak.

5. Perkembangan Anak

a) Anak perlu didukung keterlibatannya dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk meningkatkan percaya diri dan membangun konsep diri yang baik.

b) Anak perlu memperoleh tanggung jawab sesuai kematangan usia mereka, sehingga diakui kapasitasnya untuk membuat pilihan dan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan.

c) Kegiatan dan pendekatan Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus dilakukan dengan pemahaman bahwa masa remaja adalah kunci bagi tahapan sosialisasi sehingga remaja perlu memperoleh ruang dan kesempatan yang fleksibel untuk bersosialisasi secara aman dan bertanggung jawab.

Maka peneliti merangkum wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti:“Disini anak-anak dibebaskan mengikuti kegiatan sesuai dengan minat mereka. Misalnya dari panti sendiri membuat kegiatan seperti bercocok tanam, membordir. Mereka juga aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler di sekolah seperti paskibra dan pramuka. Kalau ada perlombaan seperti Jambore Nasional untuk pramuka mereka diikutsertakan, atau setiap tujuh belasan kan pemko Medan mencari anggota paskibra untuk ditugaskan mengibar di Kantor Walikota, anak-anak tetap didaftar. Kalau dalam bidang agama,


(52)

seperti mengaji dan lomba adzan, itu pernah dilaksanakan, anak-anak antusias. Masalah menang atau tidaknya itukan belakangan, yang penting mereka mendapatkan pengalaman. Kalau dapat undangan makan, anak-anak juga sering dikasih uang, panti mengarahkan mereka untuk mengelola uangnya dengan baik dan mereka bisa.”

Panti asuhan mendorong anak untuk menjalin dan menjaga hubungan dengan teman seusia mereka, baik di dalam panti asuhan, sekolah, maupun di sekitar lingkungan panti asuhan untuk meningkatkan rasa percaya diri.

Panti asuhan mendorong dan memfasilitasi anak untuk aktif dalam kegiatan di sekolah antara lain dengan menyediakan transportasi, waktu yang fleksibel dan dukungan lain yang diperlukan.

Panti asuhan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengelola uang saku dan buku tabungan dengan mempertimbangkan kematangan usia anak dan pengunaan uang secara bijaksana.

6. Identitas Diri

A. Kelengkapan Identitas Anak

1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memastikan bahwa setiap anak memiliki identitas legal yang jelas, termasuk akta kelahiran dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

2. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak perlu mendukung keluarga untuk melengkapi akta kelahiran, kartu keluarga, dan KTP.

3. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dilarang mengganti identitas asal anak, termasuk nama, agama dan etnisitas.


(53)

Maka rangkuman wawancara antara peneliti dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti: “Untuk identitas anak sendiri sejauh ini masih Kartu Keluarga yang terpenuhi, kalau akta kelahiran belum menyeluruh, tapi panti tetap meminta kepada yang merujuk anak tersebut untuk mengurus akta nya, supaya data valid. Kalau anak yang sudah punya Kartu Keluarga dari daerah asalnya tidak perlu mengurus Kartu Keluarga lagi di Medan, tujuannya supaya mencegah terjadinya data ganda. Anak-anak yang kemudian memasuki usia 17 tahun selama mendapatkan pengasuhan disini, biasanya kita daftarkan ke kelurahan terus diajukan ke dinas kependudukan. Kerjasama dengan pemerintah lah. Semua identitas anak ya apa adanya, tidak ada yang diganti, sesuai dengan yang dikasih perujuk.”

Identitas legal bertujuan agar anak memiliki status yang jelas, baik asal usul, biodata orang tua bahkan status kependudukan anak. Hal ini bertujuan agar anak tetap menggunakan identitas yang telah dibawa dari lahir meskipun harus mendapatkan pengasuhan sementara di lembaga asuhan.

B. Identitas Anak

1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak perlu menjaga keakuratan dan memperbarui data yang terkait dengan keluarga anak setiap saat untuk memastikan anak tidak kehilangan identitas dan kontak dengan keluarga. 2. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak perlu mendukung anak untuk


(54)

keluarganya melalui berbagai media untuk mengekspresikan identitas diri mereka seperti lewat penulisan life history, juga pengumpulan foto atau gambar.

3. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus melakukan penelusuran dan reunifikasi untuk kasus anak yang mengalami keterpisahan dari keluarganya.

4. Anak perlu didukung untuk mengekspresikan identitas, budaya, bahasa, etnisitas serta agama mereka dengan mendukung penggunaan simbol-simbol identitas dan praktek berbagai kegiatan untuk memahami dan bersikap toleran terhadap keragaman identitas agama dan budaya tersebut. Maka peneliti merangkum wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti:“Semua anak asuh mengetahui asal usulnya dan tahu alasan mengapa mereka dititipkan di panti asuhan. Dari pihak panti sendiri juga tidak pernah melarang mereka untuk menjelaskan kepada orang lain dari mana mereka berasal, siapa keluarganya, pokoknya yang sifatnya menutupi identitas mereka selama memang untuk hal yang penting, seperti mahasiswa yang sedang melakukan penelitian, ya kami bebaskan mengambil data mereka untuk mendukung penelitiannya. Disini anak asuh masih suka berkomunikasi pakai bahasa daerah mereka sendiri, bahkan mereka jadi bisa berbicara pakai bahasa daerah lain karena belajar dari temannya yang berasal dari daerah berbeda.”

Panti asuhan melakukan pendataan tentang kondisi keluarga anak secara regular dan juga memfasilitasi serta mendukung anak untuk mengekspresikan


(55)

identitas diri. Panti asuhan mendukung anak untuk melaksanakan praktek agama mereka, seperti ibadah, memasang simbol-simbol agama, pergi ke tempat ibadah.

7. Relasi Anak

A. Dukungan Relasi Antara Anak dengan Keluarga/Kerabat

1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memfasilitasi komunikasi sesering mungkin antara anak yang tinggal di dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak dengan orang tua/keluarga/kerabat dan teman-teman dari lingkungan rumah.

2. Dukungan bagi anak untuk berealisasi dengan orang tua/keluarga/kerabat dan teman dari lingkungan rumah perlu diberikan sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan terbaik anak.

Maka peneliti merangkum wawancara dengan sekretaris panti dan responden sebagai berikut:

Sekretaris panti:“Kami memberikan ijin kepada orang tua atau keluarga untuk dapat berkunjung, tapi tetap ada prosedurnya, kalau disini per semester. Anak-anak juga bisa berkunjung atau pulang kerumah masing-masing pada hari raya idul fitri supaya bisa berkumpul.”

Responden :“Disini kami diijinkan punya handphone kak, jadi bisa nelfon kapan aja. Tapi itulah kak, karena keluarga tinggal dipelosok susah dapat sinyal jadinya payah buat dihubungi.”

Panti asuhan menyediakan fasilitas dan sarana yang dapat digunakan anak untuk berkomunikasi dengan orang tua/keluarga/kerabat/teman dari rumah, seperti telepn dan surat. Panti asuhan mengatur waktu yang sesuai untuk anak berkomunikasi dengan orang tua/keluarga/teman dari lingkungan asal. Panti asuhan


(56)

dapat menyediakan fasilitas untuk mendorong keluarga berkunjung ke panti asuhan, termasuk dengan kendaraan atau uang transport.

B. Kunjungan Anak kepada Keluarga Orang Tua/Kerabat/Teman

Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak perlu memfasilitasi anak untuk mengunjungi orang tua/keluarga/kerabat/teman di rumah sesering mungkin, minimal satu kali per bulan untuk menjaga keeratan relasi anak dengan lingkungan asal dan untuk menyiapkan anak kembali ke rumah.

Tabel 5.7

Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Berkunjung Warga Binaan

No. Kategori Frekuensi %

1. 2.

Hari raya keagamaan

Hari libur (sabtu, minggu, libur nasional)

15 5

75 25

Total 20 100

Sumber: Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 5.7 diatas, dapat dilihat bahwa 75% responden menyatakan bahwa panti asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan memberikan warga binaannya waktu kunjungan ke rumah masing-masing hanya di hari raya keagamaan saja dan sebesar 25% menjawab hanya di hari libur seperti sabtu, minggu dan libur nasional saja. Meskipun diberikan ijin untuk pulang kerumah masing-masing, tidak sedikit warga binaan lebih memilih untuk tetap tinggal di asrama terutama bagi warga binaan yang sudah mendapatkan pengasuhan yang cukup lama. Mereka mengaku menjadi tidak terbiasa jika harus berkumpul kembali dengan keluarga karena sudah terbiasa dengan lingkungan pengasuhan di asrama.


(57)

Panti asuhan seharusnya mendukung anak untuk pulang sesering mungkin atau jika anak merasa perlu, seperti jika anak atau orang tua/keluarga/kerabat/teman di rumah merasa rindu, atau jika ada orang tua/keluarga/kerabat/ juga teman di rumah ada yang sakit atau memiliki kepentingan tertentu seperti pernikahan atau ulang tahun.

C. Kunjungan oleh Keluarga/Kerabat/Teman

1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus memfasilitasi keluarga/kerabat/teman untuk berkunjung sesering mungkin untuk menjaga keeratan relasi dengan anak, juga untuk mengetahui perkembangan anak dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak.

2. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mendukung terjalinnya hubungan erat antara anak dan calon keluarga pengganti untuk anak yang sama sekali tidak memiliki keluarga, dengan mengunjungi atau dikunjungi oleh calon keluarga pengganti sesering mungkin.

3. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak perlu menunjukkan penerimaan yang ramah, menyediakan lingkungan yang nyaman, dan tidak membatasi kunjungan supaya orang tua/keluarga/kerabat dan teman merasa nyaman saat berkunjung.

4. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak memfasilitasi pertemuan bersama antara anak dan keluarga untuk membahas situasi anak dan keluarga supaya anak memahami pentingnya makna keluarga.


(58)

Tabel 5.8

Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Kunjungan Orang tua/Keluarga/Kerabat/Teman

No. Intensitas Kunjungan Frekuensi %

1. 2.

Sering

Kadang-kadang

4 16

20 80

Total 20 100

Sumber: Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 5.8 diatas, dapat disimpulkan bahwa sebesar 60% responden jarang mendapat kunjungan dari orang tua/keluarga/kerabat/teman di luar lingkungan panti dan sebesar 20% mengaku sering menerima kunjungan dari orang tua/keluarga/kerabat/teman. Alasan intensitas kunjungan keluarga/kerabat/teman anak asuh, peneliti rangkum dalam wawancara dengan responden sebagai berikut: Responden (1): “Kalau kunjungan yang kayak gitu, kita sering kak. Sering datang

keluarga kemari kak.”

Responden (2): “Karna saudara jauh tempat tinggalnya kak, aku kan asli Dairi kak jadi jarang datang. Sekali-sekali doang.”

Responden (3) : “Keluarga sibuk kerja kak, jadi gak sempat datang buat lihat aku disini. Kalau datang paling nanya kabar aja.”

Panti asuhan tidak melarang dan membatasi kunjungan dari orang tua/keluarga/kerabat/teman dari rumah, bahkan jika perlu memfasilitasi mereka untuk berkunjung, misalnya dengan menyediakan kendaraan dan uang transport. Tidak ada gangguan dan pembatasan saat melakukan kunjungan terhadap warga binaan. Staf dan pengasuh bersikap ramah dan menghargai keberadaan orang tua/keluarga/kerabat/ dan teman dari rumah anak yang berkunjung.


(59)

D. Kedekatan Antara Anak dan Keluarga/Kerabat/Masyarakat

Anak harus ditempatkan dekat dengan tempat tinggal keluarganya/komunitas dan tidak dipindahkan jauh dari lingkungan tersebut untuk menjaga relasi yang erat antara anak dan lingkungannya.

Maka peneliti merangkum wawancara dengan sekretaris panti dan responden sebagai berikut:

Sekretaris panti:“Sebagian besar anak-anak asuh disini berasal dari luar kota, kebanyakan dari Dairi, hampir semua anak asuh asalnya dari satu daerah. Kenapa anak-anak yang dari Dairi justru dititipkan disini itu karena disana kan daerah pelosok, jumlah anak-anak terlantarnya banyak sekali, dan yang mengkhawatirkan penanggulanagn terhadap keterlantaran anaknya tidak tersentuh pemerintah, jadi lambat dalam menemukan solusi. Makanya anak dirujuk kesini. Keluarga tetap bisa mengunjungi dan dikunjungi, kami kan juga tidak mau dituding memutuskan hubungan mereka dengan keluarganya tapi sepeti yang saya bilang di awal, harus ikuti prosedur panti.”

Responden: “Disini kebanyakan orang asli Dairi kak, keluarga disana sedangkan kami diasuh di Medan, udah pasti jauh lah dari lingkungan keluarga. Karena pengurus panti juga asli Dairi, makanya banyak orang Dairi dititipkan kemari kak buat disekolahkan.”

Anak seharusnya ditempatkan di lembaga asuhan yang paling dekat dengan keluarga dan komunitasnya. Penempatan anak di luar kabupaten/kota/propinsi yang berbeda dengan lokasi tempat tinggal anak hanya diperbolehkan untuk kepentingan


(60)

keselamatan anak. Dalam kasus semacam ini, Dinas Sosial harus terlebih dahulu memberikan persetujuan terhadap lokasi dimana anak akan ditempatkan.

E. Relasi Antar Anak di dalam Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak 1. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus mendukung relasi

persaudaraan diantara anak-anak dengan memperlakukan setiap anak secara adil dalam pemenuhan hak dan tanggung jawab, membiasakan untuk saling berbagi dan menghargai, juga untuk saling berdiskusi dan membuat keputusan bersama.

2. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak harus menghindari hubungan yang tidak sehat antara anak, termasuk memberi wewenang pada anak yang lebih tua untuk melaporkan pelanggaran dan mendisiplinkan anak yang lebih muda.

Maka peneliti merangkum wawancara dengan sekretaris panti sebagai berikut:

Sekretaris panti:“Sejauh ini baik, panti selalu memberikan pemahaman bahwa mereka semua disini adalah saudara. Sebagaimana saudara, harus saling tolong menolong, berbagi, menyayangi yang muda dan menghormati yang tua. Kalau pertengkaran kecil ya ada, saudara kandung juga sering tidak akur kan. Makanya saya tunjuk kepala kamar disini, kriterianya ya paling siapa yang panti nilai bisa bertanggung jawab, tugasnya mengawasi, membuat jadwal keseharian seperti piket, tujuan dari kepala kamar agar terkoordinir aja seperti di sekolah kan ada ketua kelas. Tapi tetap di bawah pengawasan pengasuh.”


(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ABSTRACT

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR BAGAN ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 9

1.4 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Evaluasi ... 11

2.1.1 Pengertian Evaluasi ... 11

2.1.2 Fungsi Evaluasi ... 11

2.1.3 Model-Model Evaluasi ... 12

2.1.4 Proses Evaluasi ... 13

2.1.5 Tahapan Evaluasi... 15

2.2 Program ... 15

2.2.1 Evaluasi Program ... 16

2.3 Kebijakan Publik ... 17

2.3.1 Pengertian Kebijakan Publik ... 17

2.3.2 Proses Penyusunan Kebijakan Publik ... 19

2.3.3 Tahapan Kebijakan Publik ... 19

2.4 Implementasi Kebijakan ... 20

2.4.1 Pengertian Implementasi Kebijakan ... 20

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan ... 21

2.5 Sistem Pelayanan Publik ... 26

2.5.1 Pengertian Pelayanan Publik ... 26

2.5.2 Standar Pelayanan ... 28

2.6 Standar Pelayanan Minimal Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak ... 29

2.6.1 Proses Penyusunan Standar ... 30

2.6.2 Tujuan Standar ... 31

2.6.3 Pengguna Standar ... 32

2.6.4 Cakupan Standar ... 34

2.7 Kerangka Pemikiran ... 35

2.8 Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 38

2.8.1 Definisi Konsep ... 38

2.8.2 Definisi Operasional ... 39


(2)

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

3.1 Tipe Penelitian ... 44

3.2 Lokasi Penelitian ... 44

3.3 Populasi dan Sampel ... 45

3.3.1 Populasi ... 45

3.3.2 Sampel ... 45

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.5 Teknik Analisa Data ... 47

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 48

4.1 Latar Belakang Berdirinya Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah ... 48

4.1.1 Sejarah Awal Organisasi Al-Djami’yatul Al-Washliyah ... 50

4.1.2 Berdirinya Panti AsuhanYayasan Amal Sosial Al-Washliyah ... 51

4.2 Dasar Hukum ... 51

4.3 Visi dan Misi Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah ... 52

4.3.1 Visi ... 52

4.3.2 Misi ... 52

4.4 Profil Panti Asuhan ... 52

4.5 Struktur Pengurus Panti ... 53

4.6 Pelayanan Kebutuhan Warga Binaan ... 55

4.6.1 Keadaan Anak Asuh ... 55

4.6.2 Sarana Pendukung Pelayanan ... 57

4.6.3 Biaya Operasional Warga Binaan ... 59

4.7 Program Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung Johor Medan ... 61

BAB V ANALISIS DATA ... 63

5.1 Pengantar ... 63

5.2 Analisis Karakteristik Umum Responden ... 65

5.3 Analisis Evaluasi Standar Pelayanan Minimal LKSA ... 69

5.3.1 Input (Masukan) ... 70

5.3.1.1 Standar Pendekatan Awal dan Penerimaan Rujukan ... 70

5.3.2 Process (Proses) ... 75

5.3.2.1 Standar Pelayanan Pengasuhan Oleh LKSA ... 76

5.3.2.2 Standar Pelayanan Berbasis LKSA ... 81

5.3.2.3 Standar Pelaksanaan Pengasuhan ... 142

5.3.3 Output (Keluaran) ... 150

5.3.3.1 Standar Evaluasi Serta Pengakhiran Pelayanan dan Pengasuhan Untuk Anak ... 150

BAB VI PENUTUP ... 156

6.1 Kesimpulan ... 156


(3)

DAFTAR BAGAN

1. Proses Penyusunan Kebijakan Publik ... 18 2. Skema Kerangka Pemikiran ... 37 3. Struktur Pengurus Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Gedung

Johor Medan ... 54


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Keadaan Warga Binaan Menurut Usia ... 55

Tabel 4.2 Keadaan Warga Binaan Menurut Registrasi ... 56

Tabel 4.3 Keadaan Warga Binaan Menurut Tingkat Pendidikan ... 57

Tabel 4.4 Sarana Pendukung Pelayanan ... 58

Tabel 4.5 Biaya Operasional Rutin Pertahun ... 59

Tabel 4.6 Sumber Dana ... 60

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 66

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 67

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Suku ... 68

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Pengasuhan ... 68

Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Status ... 69

Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Waktu Berkunjung Warga Binaan ... 97

Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Kunjungan Orangtua/Keluarga/Kerabat/Teman ... 99

Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Kebutuhan Makanan Utama ... 108

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Kebutuhan Makanan Tambahan ... 109

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Variasi Menu Makanan ... 109

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kebutuhan Nutrisi ... 110

Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Jadwal Makan Harian ... 111

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Makanan dengan Kebutuhan Ketika Sakit ... 112

Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Air Minum Matang ... 113

Tabel 5.16 Distribusi Responden Berdasarkan Akses terhadap Air Minum Matang ... 113

Tabel 5.17 Distribusi Responden Berdasarkan Situasi saat Makan di Panti Asuhan ... 115

Tabel 5.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuaian Kebutuhan Pakaian ... 117

Tabel 5.19 Distribusi Responden Berdasarkan Peran dalam Menentukan Pakaian ... 118

Tabel 5.20 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Pendataan Kebutuhan Pakaian ... 118

Tabel 5.21 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan terhadap Kebutuhan Pakaian ... 119

Tabel 5.22 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas dalam Berbagi Pakaian dengan Teman ... 120

Tabel 5.23 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Pendidikan Formal, Non-Formal maupun Informal ... 123


(5)

Tabel 5.24 Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas Penunjang

Pendidikan ... 123 Tabel 5.25 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Informasi tentang Alternatif Pilihan Sekolah ... 124 Tabel 5.26 Distribusi Responden Berdasarkan Keterlibatan Warga Binaan dalam Menentukan Pendidikan ... 125 Tabel 5.27 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan terhadap Sekolah ... 126 Tabel 5.28 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan dalam

Pemenuhan Perlengkapan Sekolah ... 127 Tabel 5.29 Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan dalam Kegiatan Ekstrakulikuler ... 127 Tabel 5.30 Distribusi Responden Berdasarkan Keterlibatan Orang Tua/Kerabat dalam Urusan Pendidikan ... 129 Tabel 5.31 Distribusi Responden Berdasarkan Kondisi Kesehatan Warga

Binaan selama Masa Pengasuhan ... 132 Tabel 5.32 Distribusi Responden Berdasarkan Perawatan selama Warga Binaan Sakit ... 133 Tabel 5.33 Distribusi Responden Berdasarkan Respon Panti Asuhan dalam Menanggapi Keluhan Ketika Sakit ... 134 Tabel 5.34 Distribusi Responden Berdasarkan Intensitas Pemeriksaan oleh Tenaga Medis ... 136 Tabel 5.35 Distribusi Responden Berdasarkan Penerimaan Vaksinasi,

Imunisasi, Obat Cacing dan Berbagai Kebutuhan Kesehatan

Lainnya ... 136 Tabel 5.36 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Peralatan P3K 137 Tabel 5.37 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Informasi Kesehatan Reproduksi, Bahaya Merokok dan Narkoba ... 139 Tabel 5.38 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Informasi terkait Pencegahan Penyakit yang Berpotensi Menjadi Epidemi di Sekitar Panti Asuhan ... 140 Tabel 5.39 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Jadwal Harian oleh Panti Asuhan ... 142 Tabel 5.40 Distribusi Responden Berdasarkan Keterlibatan Warga Binaan dalam Menyusun Jadwal Harian ... 143 Tabel 5.41 Distribusi Responden Berdasarkan Kesesuian Jadwal Harian dengan Kepentingan dan Kebutuhan Anak ... 144 Tabel 5.42 Distribusi Responden Berdasarkan Kewajiban Mengerjakan Tugas Piket saat Libur ... 145 Tabel 5.43 Distribusi Responden Berdasarkan Pemberian Waktu Istirahat dan Bermain ... 145 Tabel 5.44 Distribusi Responden Berdasarkan Pengadaan Kegiatan Rekreasi oleh Panti Asuhan ... 146 Tabel 5.45 Distribusi Responden Berdasarkan Pendataan Kebutuhan Bermain Sesuai Minat Anak ... 147 Tabel 5.46 Distribusi Responden Berdasarkan Pengadaan Fasilitas Bermain dan Istirahat ... 148 Tabel 5.47 Distribusi Responden Berdasarkan Ada/Tidaknya Kegiatan


(6)

Tabel 5.48 Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Warga Binaan dengan Orang Tua/Kerabat ... 153 Tabel 5.49 Distribusi Responden Berdasarkan Keterlibatan Orang Tua atau Kerabat dalam Pengambilan Keputusan Penting ... 154