Transposisi Dan Modulasi Dalam Terjemahan Peribahasa Pada Buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peribahasa merupakan salah satu bentuk kebahasaan yang dapat digunakan
untuk mengungkapkan sesuatu hal yang terlintas dalam alam pikir manusia, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Artinya peribahasa sarat dengan makna
yang dapat berisi perbandingan, perumpamaan, nasehat, prinsip hidup, atau aturan
tingkah laku. Pada hakikatnya, peribahasa merupakan refleksi dari penggunaan
bahasa yang memiliki suatu kekhasan tertentu, yakni mampu menunjukkan
identitas antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Hal ini menjadikan
peribahasa menjadi salah satu bagian dari kearifan lokal (local wisdom) yang
berharga bagi suatu masyarakat.
Kearifan lokal memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Kearifan lokal menjadi landasan bagi masyarakat dalam bertingkah
laku karena di dalamnya tergantung nilai-nilai berharga di dalamnya. Hal senada
dinyatakan oleh Sibarani (2012) bahwa kearifan lokal memiliki arti mengingat
masa lampau, memahami masa sekarang dan mempersiapkan masa yang akan
datang. Tradisi-tradisi masa lampau tidak mungkin ditampilkan sama persis
dengan masa sekarang karena tradisi tersebut sudah mengalami transformasi atau
bahkan punah. Akan tetapi, nilai-nilai dan norma-norma dari tradisi tersebut dapat
diaktualisasikan pada masa lampau dan masa sekarang, salah satunya adalah

melalui peribahasa.
Peribahasa sebagai salah satu kearifan lokal bangsa Indonesia tidak akan
bertahan lama jika tidak dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri, sebagai

Universitas Sumatera Utara

contoh masyarakat Batak Toba. Salah satu cara untuk memperkenalkan,
mempertahankan sekaligus untuk melestarikan peribahasa tersebut adalah dengan
menyampaikannya ke dalam bahasa lain atau yang disebut dengan istilah
“penerjemahan”. Dengan adanya penerjemahan, masyarakat di luar komunitas
Batak Toba dapat mengerti bagaimana karakter masyarakat Batak Toba melalui
peribahasa-peribahasa yang ada karena peribahasa dapat mencerminkan karakter
suatu masyarakat atau yang lebih dikenal dengan istilah cross-cultural
communication. Adanya pemahaman mengenai kearifan lokal suatu masyarakat
atau negara tentunya akan dapat menjadi filter munculnya konflik yang mungkin
terjadi di tengah-tengah masyarakat dunia. Oleh karena itu, penerjemahan
memegang peranan atau fungsi penting dalam transfer kearifan lokal atau nilainilai budaya yang ada.
Tentunya tidak mudah memahami makna atau nilai kearifan lokal yang
ingin disampaikan melalui peribahasa dari satu bahasa ke bahasa lain jika
terjemahan yang dihasilkan sulit dimengerti dan sebaliknya karena pada dasarnya

penerjemahan adalah proses pengalihan pesan dari bahasa sumber ke bahasa
sebagaimana yang dinyatakan oleh Nida (1964):
“Translating consists in reproducing in the receptor language the closest
natural equivalent of the source-language message, first in terms of meaning
and secondly in terms of style. Translating must aim primarily at reproducing
the message. But to reproduce the message one must take a good many
grammatical and lexical adjustments.”
Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penerjemahan adalah
pengungkapan kembali pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan
padanan yang terdekat dan wajar, pertama dalam makna dan yang kedua dalam
hal gaya bahasa. Untuk mengungkapkan kembali pesan dari teks sumber, seorang

Universitas Sumatera Utara

penerjemah harus membuat penyesuaian secara gramatikal dan leksikal dengan
baik. Ini berarti reproduksi pesan lebih penting daripada bentuk. Terjemahan
harus terasa sedekat mungkin dengan masyarakat bahasa sasaran. Penerjemahan
harus menghasilkan terjemahan yang wajar sehingga tidak menunjukkan
kekakuan dalam gramatikal dan gaya bahasa (Felystiana, 2008). Dalam
penerjemahan penyampaian makna harus menjadi hal yang utama. Tidak akan ada

kegiatan penerjemahan jika tidak ada makna yang harus dialihkan.
Penerjemahan harus tetap diupayakan, akan tetapi, mutu terjemahan juga
harus tetap dipertahankan. Oleh karena itu, seorang penerjemah haruslah
mengetahui prosedur penerjemahan yang sesuai agar pesan atau makna pada BSu
dapat tersampaikan pada BSa dan tentunya dengan kualitas yang tinggi, termasuk
di dalamnya penerjemahan peribahasa.
Diantara prosedur penerjemahan yang penting dalam proses penerjemahan
adalah transposisi (pergeseran bentuk) dan modulasi (pergeseran makna).
Transposisi adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan
bentuk gramatikal dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Sedangkan modulasi
adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan perubahan perspektif, sudut
pandang ataupun segi maknawi yang lain (Machali, 2009:). Menurut Brata (2010),
penerapan dari teknik pergeseran, yaitu transposisi dan modulasi, dilandasi oleh
suatu konsepsi atau pemahaman berikut ini. Pertama, penerjemahan selalu
ditandai oleh pelibatan dua bahasa, yaitu bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran
(BSa). BSu dan BSa tersebut pada umumnya berbeda satu sama lain, baik dalam
hal struktur maupun dalam hal budayanya. Dalam kaitan itu, perubahan struktur
sangat diperlukan. Kedua, dalam konteks pemadanan, korespondensi satu lawan

Universitas Sumatera Utara


satu tidak selalu bisa dicapai sebagai akibat dari adanya perbedaan dalam
mengungkapkan makna atau pesan antara BSu dan BSa. Dalam kondisi yang
demikian diperlukan pergeseran unit. Ketiga, penerjemahan dipahami sebagai
proses pengambilan putusan dan suatu putusan yang diambil oleh penerjemah
dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti kompetensi yang dimilikinya,
kreativitasnya, preferensi stilistiknya, dan orientasi pembacanya. Dari penjelasan
tersebut dapat disimpulkan bahwa transposisi dan modulasi merupakan prosedur
yang sering digunakan dalam proses penerjemahan dan berpengaruh terhadap
kualitas suatu terjemahan sebagaimana terlihat pada contoh terjemahan peribahasa
yang terdapat pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Bangsa Indonesia’
berikut ini:
(1) TSu

TSa

: Ia tibu hamu lao, tibu hamu
jika cepat kamu pergi cepat kamu

dapotan.

mendapat

: Jika kamu cepat berangkat, kamu cepat mendapat.

Pada contoh (1) di atas penerjemah menerapkan prosedur transposisi.
Transposisi disini dapat dilihat dari pergeseran struktur dari TSu ke TSa. Pada
TSu, kedua klausa, klausa bebas dan klausa terikat memiliki struktur adverbia +
subjek + verba tetapi diterjemahkan ke TSa dengan struktur subjek + verba +
adverbia. Peletakan adverbia pada awal kalimat tidak lazim pada TSa sehingga
penerjemahan perlu melakukan transposisi untuk mendapatkan terjemahan yang
wajar. Sedangkan contoh modulasi yang juga terdapat dalam terjemahan
peribahasa pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Bangsa Indonesia’dapat
terlihat dapat contoh berikut ini:
(2) TSu : Molo tarida urat ingkon tamboran-tamboran.
jika terlihat akar harus ditanam
Molo masuak ranting ingkon talion-talion.

Universitas Sumatera Utara

jika


patah ranting harus

diikat

Molo malos bulung ingkon taruan aek.
jika layu daun harus diantar air
TSa : Jika akar nampak harus ditanam, jika ranting patah harus diikat,
Jika daun layu harus disiram.
Peribahasa pada contoh (2) di atas memiliki arti bahwa sebagai makhluk
sosial, pedulilah kepada orang lain, khususnya yang memerlukan pertolongan.
Arti peribahasa tersebut mengandung nilai kearifan lokal yaitu ‘tolong menolong’.
Untuk mendapatkan kesepadanan makna dengan terjemahan peribahasa tersebut,
penerjemah merubah sudut pandang atau makna frasa taruan aek ‘diantar air’
menjadi kata ‘disiram’.Modulasi yang dilakukan oleh penerjemah dilakukan untuk
memberikan padanan yang lebih sesuai pada TSa yang mana pasangan kata dalam
TSu salah satunya saja ada padanannya dalam BSa yang lebih dikenal dengan
modulasi wajib (Machali, 2009). Dengan melakukan modulasi, makna yang
terdapat dalam terjemahan peribahasa tersebut menjadi lebih mudah dimengerti.
Dari contoh (1) dan (2) di atas, terlihat bahwa struktur dan bentuk

peribahasa tersebut telah berubah dengan adanya transposisi dan modulasi dan hal
tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas terjemahan.
Nababan (2008) menyatakan bahwa kritik terhadap suatu karya terjemahan
bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam terjemahan.
Penelitian terhadap mutu terjemahan tersebut terfokus pada tiga hal, yaitu
ketepatan pengalihan pesan (accuracy), ketepatan pengungkapan pesan dalam Bsu
(clarity), dan kealamiahan bahasa terjemahan (naturalness). Selanjutnya Nababan
juga menjelaskan bahwa kualitas suatu terjemahan pada umumnya dikaitkan
dengan tingkat keakuratan pengalihan pesan dan tingkat keterbacaan teks BSa.

Universitas Sumatera Utara

Dari pernyatan Nababan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian
kualitas suatu karya terjemahan melibatkan tiga komponen, yaitukeakuratan
(accuracy), keberterimaan (acceptability), danketerbacaan (readibility).
Sehubungan dengan pentingnya transposisi dan modulasi dalam proses
penerjemahan, peneliti tertarik untuk mengkaji bagaimana pengaruh transposisi
dan modulasi terhadap kualitas terjemahan peribahasa pada buku ‘Batak Toba
Karakter Kearifan Indonesia’yang ditulis dan diterjemahkan oleh Mangala
Pakpahan. Buku ini berisi tentang peribahasa-peribahasa suku batak Toba yang

ditulis dalam tiga bahasa. Bahasa pertama adalah bahasa Batak Toba kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan lagi ke dalam bahasa
Inggris. Akan tetapi, fokus penelitian ini hanya pada penerjemahan dari bahasa
Batak Toba ke bahasa Indonesia. Buku ini menarik untuk dikaji karena banyak
ditemukan transposisi dan modulasi pada terjemahan peribahasa yang ada.
Selain itu, penelitian-penelitian yang berfokus pada prosedur penerjemahan
transposisi dan modulasi yang berdampak pada kualitas terjemahan masih terbatas
dan masih memiliki beberapa kekurangan diantaranya: 1) penelitian-penelitian
tersebut hanya menganalisis salah satu dari kedua prosedur penerjemahan
tersebut, 2) penelitian-penelitian tersebut menganalisis kualitas terjemahan masih
pada tingkat keakuratan dan keberterimaan, belum sampai pada tahap keterbacaan
dan 3) penelitian-penelitian tersebut umumnya menganalisis terjemahan dengan
bahasa Inggris sebagai BSu dan bahasa Indonesia sebagai BSa atau sebaliknya,
belum ada yang mencoba menganalisis terjemahan dengan bahasa daerah sebagai
BSu dan BSa bahasa lain atau sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi dan dampaknya terhadap

kualitas terjemahan secara holistik. Artinya, peneliti mencoba untuk melakukan
penelitian mengenai kedua prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi dan
dampaknya terhadap kualitas terjemahan peribahasa dalam hal keakuratan,
keberterimaan, dan keterbacaan dengan bahasa Batak Toba sebagai BSu dan
bahasa Indonesia sebagai BSa.

1.1 Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1.

Transposisi dan modulasi apa saja yang terdapat dalam terjemahan
peribahasa Batak Toba pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan
Indonesiadalam bahasa Indonesia’?

2.

Bagaimana pengaruh transposisi dan modulasi terhadap kualitas
terjemahan peribahasa Batak Toba pada buku ‘Batak Toba Karakter
Kearifan Indonesia’dalam bahasa Indonesia?


1.2 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1.

Menemukan dan mendeskripsikan jenis transposisi dan modulasi yang
terdapat dalam terjemahan peribahasa Batak Toba pada buku ‘Batak
Toba Karakter Kearifan Indonesia’ dalam bahasa Indonesia.

2.

Menemukan dan mendeskripsikan bagaimana pengaruh transposisi dan
modulasi terhadap kualitas terjemahan peribahasa Batak Toba pada

Universitas Sumatera Utara

buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’ dalam bahasa
Indonesia.
1.3 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:
1.3.1 Manfaat Teoritis

1. Memberikan masukan berupa kontribusi terhadap kajian peribahasa,
transposisi, modulasi, dan kualitas terjemahan.
2. Memberikan pengetahuan tentang bagaimana menerapkan prosedur
penerjemahan

transposisi

dan

modulasi

dalam

menerjemahkan

peribahasa atau hal-hal yang berhubungan dengan budaya.
3. Memberikan gambaran dan pengetahuan mengenai pengaruh transposisi
dan modulasi terhadap kualitas terjemahan.
4. Memberikan kontribusi berupa referensi untuk penelitian berikutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis
1. Memberikan kontribusi kepadapenerbit mengenai buku peribahasa
sebagai alternatif buku bilingual.
2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya generasi muda
mengenai peribahasa sebagai salah satu kearifan lokal.
3. Memberikan motivasi kepada pembaca untuk lebih menghargai nilainilai budaya dan melestarikan kearifan lokal.
4. Memberikan motivasi dan inspirasi kepada peneliti-peneliti lainnya untuk
melakukan

penelitian

lebih

banyak

dan

mendalam

mengenai

penerjemahan peribahasa maupun teks yang berhubungan dengan
budaya.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Klarifikasi Makna Istilah
Klarifikasi bertujuan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman tentang
makna istilah yang digunakan di dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut,
antara lain:
1. Terjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa
sasaran.
2. Bahasa sumber (BSu) adalah bahasa teks asal yang diterjemahkan. Dalam
penelitian ini bahasa sumber adalah bahasa Batak Toba.
3. Bahasa sasaran (BSa) adalah bahasa teks hasil terjemahan. Dalam
penelitian ini bahasa sasaran adalah bahasa Indonesia.
4. Peribahasa (proverb) adalah ungkapan atau kalimat ringkas, padat, berisi
perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah
laku.
5. Prosedur penerjemahan adalah cara atau langkah yang dilakukan oleh
seorang penerjemah untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul pada
proses penerjemahan.
6. Transposisi (pergeseran bentuk) adalah suatu prosedur penerjemahan yang
melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari bahasa sumber ke bahasa
sasaran.
7. Modulasi adalah (pergeseran makna) adalah suatu prosedur penerjemahan
yang melibatkan perubahan perspektif, sudut pandang ataupun segi
maknawi yang lain.

Universitas Sumatera Utara

8. Kualitas terjemahan adalah sebuah istilah yang digunakan untuk
menunjukkan

tingkat

keakuratan

(accuracy),

keberterimaan

(acceptability), dan keterbacaan (readibility) suatu teks terjemahan.
9. Keakuratan (accuracy) adalah sebuah istilah yang merujuk pada
kesepadanan antara teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran.
10. Keberterimaan (acceptability) adalah sebuah istilah yang merujuk pada
kesesuaian suatu terjemahan dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya
yang berlaku dalam bahasa sasaran, baik pada tataran mikro maupun pada
tataran makro.
11. Keterbacaan (readibility) adalah sebuah istilah yang merujuk pada derajat
kemudahan sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya, baik oleh pembaca
teks sumber maupun pembaca teks sasaran.

Universitas Sumatera Utara