Transposisi Dan Modulasi Dalam Terjemahan Peribahasa Pada Buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’ Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Bogdan and
Taylor (1975) menjelaskan definisi metode kualitatif yaitu: “qualitative
methodologies refer to research procedures which produce descriptive data:
people ownwritten or spoken and observable behavior.” Pendapat ini menegaskan
bahwa metode penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif tentang apa yang ditulis atau diucapkan masyarakat dan juga
perilaku yang dapat diamati. Hal senada dinyatakan oleh Silalahi (2012) bahwa
pada pendekatan kualitatif deskriptif, data yang dikaji adalah data kualitatif, yang
dalam penelitian ini berwujud peribahasa dalam tataran kalimat dan penilaian dari
rater.
Penelitian ini berorientasi pada produk atau karya terjemahan. Satuan
terjemahan (translation unit) yang dikaji adalah peribahasa yang berada pada
tataran kalimat. Seperti yang telah dijelaskan pada bab pendahuluan, penelitian ini
bertujuan untuk (1)menemukan dan mendeskripsikan jenis transposisi dan
modulasi yang terdapat dalam terjemahan peribahasa Batak Toba pada buku
‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’ dalam bahasa Indonesia dan (2)
menemukan dan mendeskripsikan bagaimana pengaruh transposisi dan modulasi

terhadap kualitas terjemahan peribahasa Batak Toba pada buku ‘Batak Toba
Karakter Kearifan Indonesia’ dalam bahasa Indonesia.
Kedua

tujuan

penelitian

ini

disusun

secara

linear,

yaitu:

(1)


pengidentifikasian peribahasa pada tataran kalimat akan menuntun peneliti dalam

Universitas Sumatera Utara

menemukan teks peribahasa yang mengalami transposisi dan modulasi (2)
penemuan pada tahap pertama dapat digunakan sebagai landasan untuk
mengetahui jenistransposisi dan modulasi yang diterapkan pada penerjemahan
peribahasa tersebut, (3) prosedur transposisi dan modulasi yang diterapkan oleh
penerjemah pada dasarnya dimaksudkan untuk menghasilkan terjemahan yang
berkualitas. Oleh karena itu, dampak dari penerapan prosedur tersebut terhadap
kualitas terjemahan tersebut juga perlu dikaji, yang dalam hal ini mencakup tiga
hal, yaitu (1) tingkat keakuratan, (2) tingkat keberterimaan, dan (3) tingkat
keterbacaan.

3.2 Langkah-langkah Penelitian
Secara umum, langkah-langkah penelitian mencakup hal-hal berikut, yaitu:
1. Menetapkan sumber data, data, dan satuan terjemahan yang hendak
dikaji.
2. Menetapkan masalah dan tujuan penelitian
3. Membandingkan teks bahasa sumber dan teks terjemahan untuk

menemukan transposisi dan modulasi.
4. Menganalisis dan menentukan jenis transposisi dan modulasi yang
terdapat pada teks terjemahan.
5. Menganalisis penilaian rater untuk mengetahui tingkat keakuratan,
keterbacaan, dan keberterimaan terjemahan.
6. Memadukan tingkat keakuratan, keterbacaan, dan keberterimaan
terjemahan untuk mengungkapkan kualitas menyeluruh (overall
quality) terjemahan.

Universitas Sumatera Utara

7. Menarik kesimpulan penelitian dan mengajukan saran serta implikasi
penelitian.

3.3 Data dan Sumber Data
3.3.1 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini mencakup dua kategori. Kategori
pertama adalah 72 peribahasa dalam bentuk kalimat yang terdapat pada buku
‘Batak Toba Karakter Kearifan Bangsa Indonesia’ dan terjemahannya dalam
bahasa


Indonesia.

Analisis

terhadap

data

kategori

pertama

ini

akan

mengungkapkan jenistransposisi dan modulasi yang diterapkan pada terjemahan
peribahasa Batak Toba. Kategori kedua merupakan penilaian raterdan peneliti
terhadap tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan yang akan menjadi

tolak ukur untuk menentukan kualitas dari terjemahan.

3.3.2

Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini ada 2, yaitu (1) Buku ‘Batak Toba

Karakter Kearifan Indonesia’yang ditulis oleh Mangala Pakpahan dan diterbitkan
oleh Erlangga Group berisi 72 peribahasa Batak Toba yang disajikan dalam tiga
bahasa, yaitu bahasa Batak Toba, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Akan
tetapi, fokus penelitian ini hanya pada terjemahan peribahasa dari bahasa Batak
Toba ke bahasa Indonesia. (2) Rater. Rater dalam hal ini berperan dalam
menentukan tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Dalam penelitian
ini, rater adalah orang-orang yang ahli dalam bidang penerjemahan yang
menguasai BSu dan BSa dengan baik. Di samping itu, peneliti juga ikut serta
dalam menilai kualitas terjemahan peribahasa tersebut.

Universitas Sumatera Utara

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian ini dikumpulkan dengan menerapkan tiga macam teknik
pengumpulan data sebagai berikut:
1. Analisis isi(content analysis)
Teknik ini diterapkan untuk mengumpulkan data yang terkait dengan
prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi. Menurut Salim dan
Syahrum (2007), analisis isi meliputi hal-hal berikut: 1) Data yang
tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang berdokumentasi,
2) Pemberian unsur-unsur teori tertentu mengenai data tersebut karena
bahasa yang digunakan oleh subyek yang diteliti sulit dipahami, dan 3)
Peneliti memiliki kemampuan teknis karena sering kali volume materi
melebihi kemampuan peneliti untuk menanganinya.

2. Kuesioner (questionnaire)
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang kualitas
terjemahan, yang mencakup tingkat keakuratan, tingkat keterbacaan,
dan tingkat keberterimaan.

3. Wawancara mendalam (in-depth interviewing)
Wawancara dilakukan dengan penerjemah untuk memastikan apabila
ada hal-hal yang kurang dimengerti oleh peneliti, sebagai contoh

arti/makna sesungguhnya dari suatu peribahasa agar hasil penelitian
menjadi lebih valid.

Universitas Sumatera Utara

Seperti yang telah dijelaskan di atas, penelitian ini juga menggunakan
kuesioner untuk mengumpulkan data tentang kualitas terjemahan. Dalam kaitan
itu, di dalam penelitian ini digunakan tiga kuesioner. Kuesioner pertama disebut
Accuracy Rating Instrument, yang dimanfaatkan untuk menentukan tingkat
keakuratan terjemahan. Kuesioner kedua disebut Acceptability Rating Instrument,
yang digunakan untuk mengukur tingkat keberterimaan terjemahan. Kuesioner
ketiga disebut Readability Rating Instrument, yang digunakan untuk mengukur
tingkat keterbacaan terjemahan (Silalahi: 2009).
Tabel 3.1 Instrumen pengukuran tingkat keakuratan terjemahan
Skala Nilai
3

Kategori
Terjemahan
Akurat


2

Kurang akurat

1

Tidak akurat

Kriteria Penilaian
Peribahasa-peribahasa dalam teks sumber
dialihkan secara akurat ke dalam teks
sasaran dan sama sekali tidak terjadi
distorsi makna.
Sebagian besar makna peribahasa dalam
teks sumber sudah dialihkan secara akurat
ke dalam teks sasaran. Namun, masih
terdapat distorsi makna atau makna ganda
(ambigu)
atau

ada
makna
yang
dihilangkan, yang mengganggu keutuhan
pesan.
Makna peribahasa dalam teks sumber
dialihkan secara tidak akurat ke dalam teks
sasaran atau dihilangkan (deleted).
Silalahi (2009) dengan modifikasi

Tabel 3.1. menunjukkan bahwa penelitian ini menggunakan skala 1 – 3. 3
merupakan skor tertinggi dan 1 merupakan skor terendah. Semakin tinggi skor
yang diberikan rater, semakin akurat pula terjemahan yang dihasilkan.
Sebaliknya, semakin rendah skor yang diberikan, semakin rendah pula tingkat
keakuratan terjemahan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3.2 Instrumen pengukuran tingkat keberterimaan terjemahan
Skala Nilai

3

Kategori
Terjemahan
Berterima

2

Kurang berterima

1

Tidak berterima

Kriteria Penilaian
Terjemahan terasa alamiah. Meskipun
berupa peribahasa, tetap memperhatikan
kaidah gramatikal bahasa Indonesia.
Pada umumnya terjemahan peribahasa
sudah terasa alamiah; namun ada sedikit

masalah pada penggunaan dan pemilihan
kata atau terjadi sedikit kesalahan
gramatikal.
Terjemahan peribahasa tidak alamiah
(kaku) atau terasa seperti karya
terjemahan.
Silalahi (2009) dengan modifikasi

Tabel 3.2 merupakan instrumen pengukuran tingkat keberterimaan
terjemahan dengan menggunakan skala 1-3 yang merupakan pedoman bagi rater
dalam menentukan tingkat keberterimaan terjemahan. Sama halnya dengan
instrumen pengukuran sebelumnya, nilai tertinggi adalah 3 dan nilai terendah
adalah 1. Semakin

tinggi skor yang diberikan rater, semakin tinggi tingkat

keberterimaan terjemahan dan sebaliknya.
Instrumen selanjutnya adalah intrumen pengukur tingkat keterbacaan
terjemahan. Skala nilainya juga sama dengan 2 (dua) instrumen sebelumnya, yaitu
3 sebagai nilai tertinggi dan 1 sebagai nilai terendah. Semakin tinggi tingkat
keterbacaan suatu teks, semakin mudah teks tersebut dipahami dan sebaliknya.
Tabel 3.3 Instrumen pengukuran tingkat keterbacaan terjemahan
Skala Nilai
3
2

Kategori
Terjemahan
Tingkat
keterbacaan tinggi
Tingkat
keterbacaan
sedang

Kriteria Penilaian
Terjemahan dapat dipahami dengan mudah
oleh pembaca.
Pada umumnya terjemahan dapat dipahami
oleh pembaca; namun ada bagian tertentu
yang harus dibaca lebih dari satu kali

Universitas Sumatera Utara

1

Tingkat
keterbacaan
rendah

untuk memahami terjemahan.
Terjemahan sulit dipahami oleh pembaca.

Silalahi (2009) dengan modifikasi
Secara sederhana penilaian kualitas penerjemahan dapat dilihat pada tabel
3.4 di bawah ini.
Tabel 3.4 Penilaian kualitas terjemahan
No.
1

2
3

Teks Sumber
Agia malap-malap,
asal ma di
hangoluan.
Hurang sangiris
asa sabalanga
Jolo ni dodo asa ni
nong-nong

Teks Sasaran
Biar menderita asal
hanya
dalam
kehidupan.
Kurang sepotong,
kurang satu kuali.
Ukur dahulu, baru
renangi
Jumlah
Skor rata-rata

Keakuratan

Nilai
Keberterimaan

Keterbacaan

Nababan, dkk (2012) dengan modifikasi

3.5. Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat
induktif yang berfokus pada analisis isi, yang diawali dengan pengumpulan data,
mengembangkan teori-teori, atau dugaan-dugaan, menguji validitas data dan
selanjutnya menemukan jawaban dari permasalahan sebagai kesimpulan akhir.
Dalam pengumpulan data, diperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan yang
kemudian dikembangkan berbagai macam refleksi yang mengarah pada usaha
pemantapan simpulan awal, perluasan dan pendalaman data pada waktu dilakukan
data berikutnya.Sedangkan model analisis yang diterapkan dalam penelitian ini
adalah model analisis interaktif. Dalam analisis interaktif dilakukan perbandingan
data yang diperoleh dari rater dengan data dari hasil observasi.

Universitas Sumatera Utara

Secara rinci langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data adalah
sebagai berikut:
1. Membaca buku ‘Batak Toba dan Karakter Kearifan Bangsa Indonesia’
secara keseluruhan.
2. Mengidentifikasi peribahasa dalam tataran kalimat yang mengalami
transposisi dan modulasi.
3. Menentukan jenis tranposisi dan modulasi menurut Machali (2009).
4. Menguji kualitas terjemahan dari segi keakuratan, keberterimaan, dan
keterbacaan berdasarkan model yang digunakan oleh Silalahi (2009) dan
Nababan, dkk (2012).
5. Membuat kesimpulan dari hasil analisis data.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian dibagi ke dalam tiga bagian utama, yaitu: 1) Memaparkan
tentang model prosedur penerjemahan 2) Menjelaskan tentang jenis transposisi
dan modulasi yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan teks
peribahasa Batak Toba dari BSu (bahasa Batak Toba) ke BSa (bahasa Indonesia)
dan 3) Menilai kualitas terjemahan peribahasa pada buku “Batak Toba Karakter
Kearifan Indonesia” dari segi keakuratan (accuracy), keterbacaan (readability),
dan keberterimaan (acceptability)). Pembahasan tersebut akan dijelaskan secara
sistematis sesuai dengan urutan permasalahan yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya.

4.1 Model Prosedur Penerjemahan
Menurut KBBI (2008) model dapat diartikan sebagai pola (contoh, acuan,
ragam, dsb) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Sedangkan menurut
Oxford Advanced Learner’s Dictionary (1995) model adalah a simple description
of system for explaining, calculating, etc. or a system used as a basis for a
pattern. Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa model merupakan
sebuah pola atau acuan dalam melakukan sesuatu untuk menghasilkan sesuatu
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan prosedur penerjemahan
sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya merupakan langkah atau cara yang
dilakukan oleh penerjemah untuk memecahkan masalah-masalah yang timbul
dalam menghasilkan suatu terjemahan. Dengan demikian, model prosedur
penerjemahan dapat dijadikan acuan untuk menentukan masalah-masalah yang

Universitas Sumatera Utara

dikaji dalam penelitian ini, yaitu dalam menentukan jenis transposisi dan
modulasi yang digunakan dalam terjemahan peribahasa Batak Toba sekaligus
mengukur kualitas dari terjemahan tersebut.
Data yang dikaji dalam penelitian ini adalah peribahasa dalam bentuk
kalimat yang diterjemahkan dari bahasa Batak Toba ke bahasa Indonesia dimana
unsur-unsur yang membentuknya saling berkaitan satu sama lain. Sejalan dengan
hal tersebut, dalam menerjemahkan peribahasa-peribahasa tersebut penerjemah
tidak hanya menerapkan salah satu dari jenis transposisi ataupun modulasi tetapi
juga dapat menerapkan dua, tiga, atau empat jenis transposisi dan modulasi yang
ada.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa penerjemah menggunakan salah satu
dari jenis transposisi atau modulasi atau yang lebih dikenal dengan model
penerjemahan tunggal dan juga menggunakan perpaduan dari jenis transposisi dan
modulasi, yaitu kuplet (2 jenis), triplet (3 jenis), dan kwartet (4 jenis).
Seluruh data yang dianalisis berjumlah 72 data. Dari keseluruhan data yang
dianalisis ditemukan bahwa terdapat 23 data dengan model penerjemahan tunggal,
42 data dengan model penerjemahan kuplet, 4 data dengan model penerjemahan
triplet dan 3 data dengan model penerjemahan kwartet.
Rekapitulasi model penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam
menerjemahkan peribahasa Batak Toba dari bahasa Batak Toba ke bahasa
Indonesia pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’dapat dilihat pada
tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1 Rekapitulasi persentase penerapan model penerjemahan
No
1
2
3
4

Model Penerjemahan

Jumlah

Persentase
(%)

23
42
4
3
72

31,94
58,33
5,56
4,17
100

Tunggal
Kuplet
Triplet
Kwartet
Total

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa persentase penerapan model penerjemahan
kuplet mendominasi pada terjemahan peribahasa dari bahasa Batak Toba ke
bahasa

Indonesia.

Secara

sederhana,

perbandingan

penerapan

model

penerjemahan dapat dilihat pada diagram 4.1 berikut ini.
Diagram 4.1. Perbandingan penerapanmodel penerjemahan
Penerjemahan
Kwartet
4,17%
Penerjemahan
Triplet
5,56%
Penerjemahan
Kuplet
58,33%

Penerjemahan
Tunggal
31,94%

Penerjemahan Tunggal
Penerjemahan Kuplet
Penerjemahan Triplet
Penerjemahan Kwartet

Tabel 4.1. dan diagram 4.1. menunjukkan bahwa penerapan model
penerjemahan ganda lebih banyak dari pada model penerjemahan tunggal dan
perbandingan keduanya dapat terlihat pada tabel dan diagram berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Perbandingan penerapan model penerjemahan tunggal dan ganda
No
1
2

Prosedur Penerjemahan

Angka

Penerjemahan tunggal
Penerjemahanganda
Total

Persentase
(%)
31,94
68,06
100

23
49
72

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa penerjemahan ganda yang meliputi
penerjemahan

kuplet,

triplet,

dan

kwartet

dominan

digunakan

dalam

penerjemahan peribahasa Batak Toba. Penerjemahan ganda mendominasi lebih
dari setengah data yang ada, seperti yang terlihat dalam diagram 4.2 berikut ini.
Diagram 4.2Perbandingan penerapan penerjemahan tunggal dan ganda
Penerjemahan
Tunggal
31,94%
Penerjemahan
Ganda
68,06%

Penerjemahan
Tunggal
Penerjemahan Ganda

Tabel 4.2. dan diagram 4.2 menunjukkan bahwa dominasi penggunaan
model penerjemahan ganda daripada model penerjemahan tunggal yang
digunakan penerjemah dalam menerjemahkan peribahasa Batak Toba dari bahasa
Batak Toba ke bahasa Indonesia memiliki arti bahwa lebih banyak peribahasa
yaitu sebesar 68,06% yang mengalami lebih dari satu jenis transposisi maupun
modulasi ketika diterjemahkan dari BSu ke BSa.

Universitas Sumatera Utara

4.1.1

Model Penerjemahan Tunggal
Model penerjemahan tunggal memiliki artibahwa dalam menerjemahkan

teks sumber ke teks sasaran, penerjemah hanya menggunakan satu jenis prosedur
penerjemahan, baik dari transposisi ataupun modulasi.Dari hasil analisis data yang
telah dilakukan, ditemukan 7 model penerjemahan tunggal, baik dari jenis
transposisi ataupun modulasi yang digunakan oleh penerjemah, seperti yang
terlihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.3 Model penerjemahan tunggal
No.
1.
2.
3.
4.

5.
6.

7.

Jenis Transposisi dan Modulasi

Jumlah Presentase
(%)
Transposisi ditandai dengan nomina jamak dalam bahasa
1
4,35
Batak Toba menjadi tunggal dalam bahasa Indonesia.
Transposisi ditandai dengan pergeseran struktur.
4
17,39
Transposisi ditandai dengan pergeseran unit.
1
4,35
Transposisi ditandai dengan suatu perangkat tekstual
5
21,74
penanda fokus dalam BSu yang dinyatakan dengan
konstruksi gramatikal dalam BSa.
Modulasi wajib ditandai pasangan kata dalam BSu yang
4
17,39
salah satunya saja ada padanannya dalam BSa.
Modulasi bebas ditandai dengan menyatakan secara
7
30,43
tersurat dalam BSa apa yang tersirat dalam BSu dan
sebaliknya.
Modulasi bebas ditandai dengan dengan penerjemahan
1
4,35
kata yang hanya sebagian aspek maknanya dalam BSu
dapat diungkapkan dalam BSa, yaitu dari bernuansa
khusus ke umum atau sebaliknya.
Total
23
100
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari 23 data model penerjemahan

tunggal, modulasi bebas ditandai dengan menyatakan secara tersurat dalam BSa
apa yang tersirat dalam BSu dan sebaliknya paling dominan dibandingkan dengan
bentuk lainnya, yaitu sebanyak 7data (30,43%). Dari tabel tersebut juga terlihat
bahwa modulasi lebih banyak digunakan dibandingkan dengan transposisi. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

tentunya sangat berkaitan erat dengan salah satu ciri dari peribahasa itu sendiri,
yaitu memiliki makna khusus di dalamnya.

4.1.2 Model Penerjemahan Kuplet
Model penerjemahan kuplet artinya penerapan dua jenis dari prosedur
penerjemahan transposisi ataupun modulasi atau gabungan kedua jenis prosedur
penerjemahan tersebut. Hasil analisis data yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa dari 38 data, ditemukan 12 model penerjemahan kuplet, seperti yang
terlihat dalam tabel berikut ini.
Tabel 4.4 Model penerjemahan kuplet
No.
1.

2.

3.

4.

5.
6.

Jenis Transposisi dan Modulasi

Jumlah Persentase
(%)
Modulasi bebas ditandai dengan menyatakan
6
14,29
secara tersurat dalam BSa apa yang tersirat dalam
BSu dan sebaliknya + Transposisi ditandai dengan
pergeseran unit.
Transposisi ditandai dengan suatu perangkat
1
2,38
tekstual penanda fokus dalam BSu yang
dinyatakan dengan konstruksi gramatikal dalam
BSa + Transposisi ditandai dengan pergeseran
struktur.
Modulasi bebas ditandai dengan menyatakan
9
21,43
secara tersurat dalam BSa apa yang tersirat dalam
BSu + Transposisi ditandai dengan pergeseran
struktur.
Transposisi ditandai dengan suatu perangkat
1
2,38
tekstual penanda fokus dalam BSu yang
dinyatakan dengan konstruksi gramatikal dalam
BSa + Modulasi wajib ditandai dengan
penerjemahan kata yang hanya sebagian aspek
maknanya dalam BSu dapat diungkapkan dalam
BSa, yaitu dari bernuansa khusus ke umum atau
sebaliknya.
Transposisi ditandai dengan pergeseran struktur +
1
2,38
Transposisi ditandai dengan pergeseran unit.
Modulasi wajib ditandai dengan penerjemahan
1
2,38
kata yang hanya sebagian aspek maknanya dalam
BSu dapat diungkapkan dalam BSa, yaitu dari

Universitas Sumatera Utara

7.

8.

9.

10.

11.

12.

bernuansa khusus ke umum atau sebaliknya +
Modulasi bebas ditandai dengan bentuk negatif
ganda dalam BSu menjadi posistif dalam BSa.
Modulasi wajib ditandai dengan penerjemahan
kata yang hanya sebagian aspek maknanya dalam
BSu dapat diungkapkan dalam BSa, yaitu dari
bernuansa khusus ke umum atau sebaliknya +
Transposisi ditandai dengan pergeseran struktur.
Transposisi ditandai dengan pergeseran struktur +
Modulasi bebas ditandai dengan struktur aktif
dalam BSu menjadi pasif dalam BSa dan
sebaliknya.
Transposisi ditandai dengan suatu perangkat
tekstual penanda fokus dalam BSu yang
dinyatakan dengan konstruksi gramatikal dalam
BSa + Modulasi bebas ditandai dengan
menyatakan secara tersurat dalam BSa apa yang
tersirat dalam BSu dan sebaliknya.
Modulasi bebas ditandai dengan menyatakan
secara tersurat dalam BSa apa yang tersirat dalam
BSu dan sebaliknya + Modulasi bebas ditandai
dengan struktur aktif dalam BSu menjadi pasif
dalam BSa dan sebaliknya.
Modulasi bebas ditandai dengan menyatakan
secara tersurat dalam BSa apa yang tersirat dalam
BSu dan sebaliknya + Modulasi wajib ditandai
pasangan kata dalam BSu yang salah satunya saja
ada padanannya dalam BSa.
Transposisi ditandai dengan suatu perangkat
tekstual penanda fokus dalam BSu yang
dinyatakan dengan konstruksi gramatikal dalam
BSa + Modulasi wajib ditandai pasangan kata
dalam BSu yang salah satunya saja ada
padanannya dalam BSa.
Total

3

7.14

2

4,76

7

16,67

1

2,38

9

21,43

1

2,38

42

100

Dari tabel 4.4. di atas terlihat bahwa dari 12model penerjemahan kuplet
yang meliputi transposisi dan modulasi, terdapat dua model penerjemahan kuplet
yang memiliki persentase yang sama, yaitu pertama modulasi bebas ditandai
dengan menyatakan secara tersurat dalam BSa apa yang tersirat dalam BSu dan
transposisi ditandai dengan pergeseran struktur dan yang kedua modulasi bebas
ditandai dengan menyatakan secara tersurat dalam BSa apa yang tersirat dalam

Universitas Sumatera Utara

BSu dan sebaliknya dan modulasi wajib ditandai pasangan kata dalam BSu yang
salah satunya saja ada padanannya dalam BSa, yaitu sebesar 21,43%. Hal ini
sangatlah sesuai dengan ciri dari peribahasa yang sarat dengan makna sehingga
perlu adanya eksplisitasi (memperjelas apa yang tersirat dalam makna) ataupun
implisitasi (tidak dinyatakan secara jelas apa yang tersurat dalam makna). Selain
itu, perbedaan struktur kalimat antara BSu dan BSa sangat berpotensi terjadinya
transposisi yang ditandai dengan pergeseran struktur.

4.1.3 Model Penerjemahan Triplet
Model penerjemahan triplet dapat diartikan sebagai penerapan tiga jenis dari
transposisi ataupun modulasi atau gabungan kedua jenis prosedur penerjemahan
tersebut. Dari hasil analisis data yang telah dilakukan, ditemukan 4model
penerjemahan kuplet dari 4 data yang ada, seperti yang terlihat dalam tabel berikut
ini.
Tabel 4.5 Model penerjemahan triplet
No.

Jenis Transposisi dan Modulasi

Jumlah

1.

Transposisi ditandai dengan suatu perangkat
tekstual penanda fokus dalam BSu yang
dinyatakan dengan konstruksi gramatikal dalam
BSa + Modulasi bebas ditandai dengan
menyatakan secara tersurat dalam BSa apa yang
tersirat dalam BSu dan sebaliknya + Transposisi
ditandai dengan pergeseran struktur.
Modulasi wajib ditandai dengan struktur aktif
dalam menjadi pasif dalam BSa atau sebaliknya+
Modulasi bebas ditandai dengan menyatakan
secara tersurat dalam BSa apa yang tersirat dalam
BSu dan sebaliknya + Transposisi ditandai dengan
pergeseran struktur.
Transposisi dengan pergeseran unit + Modulasi
bebas dengan bentuk negatif ganda dalam BSu
menjadi positif dalam BSa + Modulasi bebas

1

Presentase
(%)
25

1

25

1

25

2.

3.

Universitas Sumatera Utara

4.

ditandai dengan menyatakan secara tersurat dalam
BSa apa yang tersirat dalam BSu dan sebaliknya.
Modulasi bebas ditandai dengan menyatakan
secara tersurat dalam BSa apa yang tersirat dalam
BSu dan sebaliknya + Modulasi bebas dengan
bentuk negatif ganda dalam BSu menjadi positif
dalam BSa. + Transposisi ditandai dengan
pergeseran struktur.
Total

1

25

4

100

Dari jumlah jenis transposisi dan modulasi pada tabel 4.5 terlihat bahwa
untuk model penerjemahan triplet, jenis transposisi dan modulasi yang digunakan
dalam menerjemahkan peribahasa dari BSu ke BSa memiliki presentase yang
sama. Artinya tidak ada jenis transposisi maupun modulasi yang dominan untuk
penerjemahan triplet.

4.1.4 Model Penerjemahan Kwartet
Model penerjemahan kwartet adalah penerapan empat jenis dari transposisi
ataupun modulasi saja atau gabungan kedua jenis prosedur penerjemahan tersebut.
Dari hasil analisis data yang telah dilakukan, dari 3 data yang dianalisis,
ditemukan 3model penerjemahan kwartet, seperti yang terlihat dalam tabel berikut
ini.
Tabel 4.5 Model penerjemahan kwartet
No.

Jenis Transposisi dan Modulasi

Jumlah

1.

Transposisi dengan suatu perangkat tekstual penanda
fokus dalam BSu yang dinyatakan dengan konstruksi
gramatikal dalam BSa+Modulasi bebas ditandai
dengan bentuk positif dalam BSu menjadi bentuk
negatif ganda dalam Bsa + Modulasi wajib ditandai
dengan struktur aktif dalam menjadi pasif dalam BSa
atau sebaliknya + Transposisi ditandai dengan
pergeseran struktur.

1

Persentase
(%)
33,33

Universitas Sumatera Utara

2.

3

Modulasi wajib ditandai dengan struktur aktif dalam
menjadi pasif dalam BSa atau sebaliknya + Modulasi
wajib ditandai pasangan kata dalam BSu yang salah
satunya saja ada padanannya dalam Bsa +
Transposisi ditandai dengan pergeseran unit +
Transposisi ditandai dengan pergeseran kelas.
Transposisi ditandai dengan suatu perangkat tekstual
penanda fokus dalam BSu yang dinyatakan dengan
konstruksi gramatikal dalam BSa + Modulasi bebas
ditandai dengan menyatakan secara tersurat dalam
BSa apa yang tersirat dalam BSu + Transposisi
ditandai dengan pergeseran unit + Transposisi
ditandai dengan pergeseran struktur.
Total

1

33,33

1

33,33

3

100

Berdasarkan tabel 4.6. terlihat bahwa presentase ketiga model penerjemahan
kwartet adalah sama. Artinya tidak ada model penerjemahan kwartet yang
mendominasi data yang ada. Jika ditotalkan persentase jenis transposisi dan
modulasi untuk model penerjemahan kwartet besarnya adalah 99,99%. Akan
tetapi, jumlah data yang ganjil dengan proporsi yang sama tidak memungkinkan
untuk mendapatkan hasil 100%. Oleh karena itu, dilakukan pembulatan sehingga
hasil yang diperoleh mencapai 100%.

4.2

Jenis Transposisi dan Modulasi
Sesuai dengan rumusan masalah pada bab 1, penelitian ini bertujuan untuk

menemukan jenis-jenis transposisi dan modulasi yang digunakan dalam
terjemahan peribahasa Batak Toba dari bahasa Batak Toba sebagai bahasa sumber
ke bahasa Indonesia sebagai bahasa sasaran. Berikut ini adalah jenis transposisi
dan modulasi yang digunakan sesuai dengan tabulasi data jenis penerjemahan
yang telah diuraikan sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara

4.2.1 Transposisi
Berdasarkan teori mengenai jenis-jenis transposisi yang digagasi oleh
Machali (2009), jenis-jenis transposisi yang digunakan dalam terjemahan
peribahasa Batak Toba dari bahasa Batak Toba ke bahasa Indonesia pada buku
‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’ dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7 Jenis transposisi pada terjemahan peribahasa Batak Toba
No.
Data
A

B

C

Jenis Transposisi
Pergeseran bentuk wajib dan otomatis yang
disebabkan oleh sistem dan kaidah bahasa.
Dalam hal ini penerjemah tidak mempunyai
pilihan lain selain melakukannya.
1. Nomina Jamak dalam bahasa Batak Toba
menjadi tunggal dalam Bahasa Indonesia dan
sebaliknya.
2. Pengulangan adjektiva atau kata sifat dalam
bahasa Indonesia yang maknanya menunjukkan
variasi yang tersirat dalam adjektiva menjadi
penjamakan nominanya dalam bahasa Batak
Toba.
3. Adjektiva + nomina menjadi nomina + pemberi
sifat.
Pergeseran yang dilakukan apabila suatu
struktur gramatikal dalam BSu tidak ada dalam
BSa.
1. Peletakkan objek di latar depan dalam bahasa
Indonesia tidak ada dalam konsep struktur
grammatikal bahasa Batak Toba, kecuali dalam
kalimat pasif atau struktur khusus, sehingga
terjadi pergeseran bentuk menjadi struktur
kalimat berita biasa.
2. Peletakkan verba di latar depan dalam bahasa
Batak Toba tidak lazim dalam struktur bahasa
Indonesia, kecuali dalam kalimat imperatif.
Maka padanannya menjadi struktur kalimat
berita biasa.
Pergeseran yang dilakukan karena alasan
kewajaran pengungkapan.
1. Nomina/frasa nomina dalam BSu menjadi verba
dalam BSa.
2. Gabungan adjektiva bentukan dengan nomina

Jumlah

Persentase
(%)

1

1,85

0

0

5

9,26

0

0

10

18,52

5

9,26

0

0

Universitas Sumatera Utara

D

atau frasa nominal dalam Bsu menjadi nomina +
nomina dalam Bsa.
3. Klausa dalam bentuk partisipium dalam BSu
dinyatakan secara penuh dan eksplisit dalam BSa.
4. Frase nominal dengan adjektiva bentukan dari
verba (tak) transitif dalam BSu menjadi nomina +
klausa dalam BSa.
5. Semua struktur yang oleh Catford (1965) disebut
pergeseran kelas adalah transposisi.
Pergeseran yang dilakukan untuk mengisi
kesenjangan leksikal (termasuk perangkat
tekstual seperti/-lah /-pun/ dalam BSa dengan
menggunakan suatu struktur grammatikal.
1. Suatu perangkat tekstual penanda fokus dalam
BSu yang dinyatakan dengan konstruksi
gramatikal dalam BSa.
2. Pergeseran unit dalam ‘istilah’ Catford (1965)
termasuk dalam transposisi jenis ini yaitu
misalnya dari kata menjadi klausa, frase menjadi
klausa, dan sebagainya, yang sering kita jumpai
dalam penerjemahan kata-kata lepas bahasa
Inggris.
Total

2

3,70

0

0

1

1,85

20

37,04

10

18,52

54

100

Berdasarkan tabel 4.7. di atas terlihat bahwa dari ke 12 jenis transposisi
yang dikemukakan oleh Machali (2009), jenis transposisi dengan suatu perangkat
tekstual penanda fokus dalam TSu yang dinyatakan dengan konstruksi gramatikal
dalam TSa memiliki presentase tertinggi yaitu 37,04%. Transposisi tersebut pada
dasarnya dilakukan untuk mengisi kerumpangan kosa kata dalam BSa dengan
menggunakan suatu struktur grammatikal. Berdasarkan hasil analisis data yang
telah dilakukan, peranti gramatikal pada TSu semuanya berbentuk partikel yaitu ma, -do, -pe. Ketika partikel-partikel tersebut diterjemahkan ke dalam TSa
struktur gramatikalnya dapat berupa kata “hanya”, kata bantu “adalah”, kata bantu
“akan”, partikel “-pun” atau bahkan tidak diterjemahkan sama sekali.

Universitas Sumatera Utara

4.2.2 Modulasi
Teori yang digunakan dalam menganalisis jenis-jenis modulasi dalam
terjemahan peribahasa Batak Toba dari bahasa Batak Toba ke bahasa Indonesia
pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’ adalah teori yang digagasi
oleh Machali (2009) yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.8 Jenis modulasi pada terjemahan peribahasa Batak Toba
No.
Data
A

B

Jenis Modulasi
Modulasi wajib yang dilakukan apabila suatu
kata, frasa, atau struktur tidak ada padanannya
dalam BSa sehingga perlu dimunculkan.
1. Pasangan kata dalam BSu yang salah satunya saja
ada dalam BSa.
2. Struktur aktif dalam BSu menjadi pasif dalam
BSa dan sebaliknya.
3. Struktur subjek yang dibelah dalam bahasa
Indonesia perlu modulasi dengan menyatukannya
dalam bahasa Batak Toba.
4. Penerjemahan kata yang hanya sebagian aspek
maknanya dalam BSu dapat diungkapkan dalam
BSa, yaitu dari makna bernuansa khusus ke umum
dan sebaliknya.
Modulasi bebas yang dilakukan karena alasan
linguistik, misalnya untuk memperjelas makna
menimbulkan kesetalian dalam BSa, dan
sebagainya.
1. Menyatakan secara tersurat dalam BSa apa yang
tersirat dalam BSu dan sebaliknya
2. Frase prepositional sebab-akibat dalam BSu
menjadi klausa sebab akibat dalam BSa
3. Bentuk negatif ganda dalam BSu menjadi positif
dalam BSa.
Total

Jumlah

Persentase
(%)

15

20

6

8

0

0

6

8

44

58, 67

0

0

4

5, 33

75

100

Berdasarkan tabel 4.8. di atas terlihat bahwa jenis modulasi bebas dengan
menyatakan secara tersurat dalam TSa apa yang tersirat dalam TSu dan sebaliknya
memiliki persentase tertinggi, yaitu 58, 67%. Hal ini menunjukkan bahwa
probabilitas pergeseran makna dalam penerjemahan peribahasa sangat besar

Universitas Sumatera Utara

terjadi dikarenakan peribahasa itu sendiri memiliki makna tersendiri yang
terkadang tidak dapat dipahami secara langsung. Oleh karena itu, diperlukan
prosedur penerjemahan yang tepat sehingga makna atau pesan peribahasa pada
TSu dapat tersampaikan pada TSa.
Berdasarkan hasil analisis jenis transposisi dan modulasi yang digunakan
dalam penerjemahan peribahasa Batak Toba dari BSu ke BSa, maka perbandingan
persentase antara kedua jenis prosedur penerjemahan tersebut dapat dilihat pada
diagram 4.3 berikut ini.
Diagram 4.3 Perbandingan penggunaan prosedur penerjemahan
transposisi dan modulasi
Transposisi
41,86%
Modulasi
58,14%
Transposisi
Modulasi

Berdasarkan diagram 4.3 terlihat bahwa prosedur penerjemahan modulasi
lebih dominan dibandingkan prosedur penerjemahan transposisi dalam terjemahan
peribahasa Batak Toba dari bahasa Batak Toba ke bahasa Indonesia. Akan tetapi,
selisih persentase antara keduanya tidaklah terlalu jauh. Hal ini menunjukkan
bahwa kedua prosedur penerjemahan tersebut memiliki kedudukan yang sama
penting dalam penerjemahan peribahasa-peribahasa Batak Toba tersebut.

Universitas Sumatera Utara

4.3 Kualitas Terjemahan
Telah dijelaskan pada bab 2 bahwa penilaian kualitas terjemahan meliputi 3
(tiga)

hal,

yaitu

tingkat

keakuratan

(accuracy),

tingkat

keberterimaan

(acceptabilty), dan tingkat keterbacaan (readability). Untuk melihat pengaruh
prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi terhadap kualitas terjemahan
peribahasa Batak Toba dari bahasa Batak Toba ke bahasa Indonesia digunakan
model penilaian kualitas terjemahan oleh Silalahi (2009) dan Nababan, dkk
(2012). Berikut hasil penilaian tingkat keakuratan (accuracy), tingkat
keberterimaan (acceptabilty), dan tingkat keterbacaan (readability) akibat dari
penerapan prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi pada terjemahan
peribahasa Batak Toba secara keseluruhan.

4.3.1 Kualitas Terjemahan Menggunakan Transposisi
4.3.1.1 Keakuratan Terjemahan Menggunakan Transposisi
Tingkat keakuratan merupakan kriteria yang paling penting dalam
menentukan kualitas suatu teks terjemahan karena dari tingkat keakuratan dapat
dilihat apakah pesan dalam TSu tersampaikan sepenuhnya dalam TSa. Sesuai
dengan instrumen pengukuran tingkat keakuratan yang dikemukakan oleh Silalahi
(2009)

dan

Nababan,

dkk

(2012)bahwa

parameter

sebuah

peribahasa

dikategorikan akurat adalah apabila peribahasa dalam TSu dialihkan secara akurat
ke dalam TSa dan sama sekali tidak terjadi distorsi makna. Selanjutnya parameter
untuk peribahasa dengan kategori kurang akurat adalah apabila sebagian besar
makna peribahasa dalam TSu sudah dialihkan secara akurat ke dalam TSa namun
masih terdapat distorsi makna atau makna ganda (ambigu) atau ada makna yang
dihilangkan, yang mengganggu keutuhan pesan. Sedangkan parameter untuk

Universitas Sumatera Utara

peribahasa dikategorikan tidak akurat adalah makna peribahasa dalam TSu
dialihkan secara tidak akurat ke dalam TSa atau dihilangkan (deleted).
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala 1 – 3 dengan 3
untuk skor tertinggi dan 1 untuk skor terendah. Semakin

tinggi skor yang

diberikan oleh rater, semakin akurat pula terjemahan yang dihasilkan. Sebaliknya,
semakin rendah skor yang diberikan, semakin rendah pula tingkat keakuratan
terjemahan tersebut.
Dari 72 data, 13 data mengalami transposisi, 23 mengalami modulasi, dan
36 mengalami transposisi dan modulasi. Sehingga terdapat 49 data yang
mengalami transposisi dengan 42 data dikategorikan akurat, 6 data kurang akurat,
dan 1 data tidak akurat. Tingkat keakuratan dari terjemahan yang mengalami
transposisi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9Tingkat keakuratan terjemahan menggunakan transposisi
No

Tingkat Keakuratan

Angka

Persentase

42
6
1
49

85,71
12,25
2,04
100

(%)

1
2
3

Akurat
Kurang akurat
Tidak akurat
Total

4.3.1.2 Keberterimaan Terjemahan Menggunakan Transposisi
Tingkat keberterimaan juga merupakan bagian terpernting dalam menilai
kualitas suatu terjemahan. Tingkat keberterimaan dalam hal ini merujuk kepada
kealamiahan bahasa terjemahan dan kesesuaian kaidah kebahasaan pada bahasa
sasaran sehingga terjemahan tidak terasa seperti sebuah hasil terjemahan
meskipun sudah mengalami transposisi dan modulasi.

Universitas Sumatera Utara

Sesuai dengan instrumen penilaian tingkat keberterimaan oleh Silalahi
(2009) dan Nababan, dkk (2012), tingkat keberterimaan dalam penelitian ini
dibagi atas (tiga) kategori, yaitu berterima, kurang berterima, dan tidak berterima.
Sebuah terjemahan dikategorikan berterima apabila terjemahan terasa alamiah.
Meskipun berupa peribahasa, tetap memperhatikan kaidah gramatikal bahasa
Indonesia. Selanjutnya sebuah terjemahan dikategorikan kurang berterima apabila
secara umum terjemahan sudah terasa alamiah; namun ada sedikit masalah pada
penggunaan dan pemilihan kata atau terjadisedikit kesalahan gramatikal.
Sedangkan untuk terjemahan kategori tidak berterima adalah terjemahan
peribahasa tidak alamiah (kaku) atau terasa seperti karya terjemahan. Skala yang
digunakan adalah 3,2,1 dengan 3 sebagai nilai tertinggi dan 1 nilai terendah.
Semakin tinggi nilai yang diberikan oleh rater, semakin tinggi tingkat
keberterimaan dari terjemahan tersebut dan sebaliknya.
Transposisi yang digunakan pada suatu terjemahan tentunya juga sangat
berpengaruh

pada

kualitas

terjemahan

tersebut,

khususnya

dalam

hal

keberterimaan. Berikut rekapitulasi tingkat keberterimaan terjemahan peribahasa
yang mengalami transposisi.
Tabel 4.10 Tingkat keberterimaan terjemahan menggunakan transposisi
No

Tingkat Keberterimaan

Angka

Persentase
(%)

1
2
3

Berterima
Kurang berterima
Tidak berterima
Total

43
6
0
49

87,76
12,24
0
100

Universitas Sumatera Utara

4.3.1.3 Keterbacaan Terjemahan Menggunakan Transposisi
Tingkat keterbacaan dalam penilaian kualitas terjemahan memiliki arti
mudah tidaknya suatu teks terjemahan dipahami oleh pembaca. Sesuai dengan
instrumen penilaian tingkat keterbacaan oleh Silalahi (2009) dan Nababan, dkk
(2012), tingkat keterbacaan untuk menentukan kualitas terjemahan sebagai akibat
dari diterapkannya prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi juga dibagi
atas 3 kategori yaitu terjemahan dengan tingkat keterbacaan tinggi, sedang, dan
rendah. Parameter suatu terjemahan dikatakan memiliki tingkat keterbacaan tinggi
adalah terjemahan dapat dipahami oleh pembaca dan untuk terjemahan dengan
tingkat keterbacaan sedang adalah terjemahan dapat dipahami oleh pembaca pada
umumnya; namun ada bagian tertentu yang harus dibaca lebih dari satu kali untuk
memahami terjemahan. Sedangkan parameter untuk terjemahan dengan kategori
tingkat keterbacaan rendah adalah terjemahan sulit dipahami oleh pembaca. Skala
yang digunakan adalah 3, 2,1 dengan 3 nilai tertinggi dan 1 nilai terendah.
Semakin tinggi skala yang diberikan rater berarti semakin mudah suatu
terjemahan dimengerti sekaligus semakin tinggi tingkat keterbacaan terjemahan
tersebut.
Tingkat keterbacaan merupakan pelengkap dalam penilaian kualitas suatu
terjemahan dan tidak dapat dipandang sebelah mata. Oleh karena itu tingkat
keterbacaan dari suatu terjemahan yang mengalami transposisi perlu diukur agar
hasil penilaian yang diperoleh menjadi lebih valid. Berikut tingkat keterbacaan
terjemahan peribahasa yang dianalisis pada penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.11Tingkat keterbacaan terjemahan menggunakan transposisi
No

Tingkat Keterbacaan

Angka

Persentase
(%)

1
2
3

Tinggi
Sedang
Rendah
Total

42
7
0
49

85,71
14,29
0
100

Dari tabel 4.9, 4.10, dan 4.11 terlihat bahwa terjemahan yang menggunakan
modulasi memiliki tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan yang
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tingginya persentase dari terjemahan yang
berkategori akurat, berterima, dan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi. Hal
ini menunjukkan bahwa transposisi yang dilakukan penerjemah dalam
menerjemahkan peribahasa dari BSu ke BSa sudah sesuai dengan kaidah bahasa
pada BSa sekaligus juga menunjukkan bahwa kualitas terjemahan yang
menggunakan transposisi sangat baik.

4.3.2 Kualitas Terjemahan Menggunakan Modulasi
4.3.2.1 Keakuratan Terjemahan Menggunakan Modulasi
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa dari 72 data, 13 data
mengalami transposisi, 23 mengalami modulasi, dan 36 mengalami transposisi
dan modulasi. Sehingga data yang mengalami modulasi sebanyak 59 data dengan
37 data dikategorikan akurat, 17 data kurang akurat, dan 5 data tidak akurat.
Tingkat keakuratan dari terjemahan yang mengalami modulasi dapat dilihat pada
tabel berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.12 Tingkat keakuratan terjemahan yang menggunakan modulasi
No

Tingkat Keakuratan

Angka

Persentase
(%)

1
2
3

Akurat
Kurang akurat
Tidak akurat
Total

37
17
5
59

62,71
28,81
8,48
100

4.3.2.2 Keberterimaan Terjemahan Menggunakan Modulasi
Modulasi yang diterapkan pada suatu terjemahan juga sangat berpengaruh
dalam menentukan tingkat keberterimaan suatu terjemahan. Berikut tingkat
keberterimaan terjemahan peribahasa yang mengalami modulasi pada penelitian
ini.
Tabel 4.13 Tingkat keberterimaan terjemahan menggunakan modulasi
No

Tingkat Keberterimaan

Angka

Persentase
(%)

1
2
3

Berterima
Kurang berterima
Tidak berterima
Total

46
13
0
59

77,97
22,03
0
100

4.3.2.3 Keterbacaan Terjemahan Menggunakan Modulasi
Makna merupakan bagian terpenting dalam terjemahan. Modulasi yang
melibatkan pergeseran makna merupakan penentu suatu terjemahan dapat
dipahami dengan mudah atau sulit. Dengan kata lain, jika suatu terjemahan dapat
dipahami dengan mudah, ini berarti bahwa terjemahan tersebut memiliki tingkat
keterbacaan yang tinggi dan sebaliknya. Oleh karena itu, tingkat keterbacaan dari
data yang mengalami modulasi juga perlu dianalisis seperti yang terlihat pada
tabel berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.14Tingkat keterbacaan terjemahan menggunakan modulasi
No

Tingkat Keterbacaan

Angka

Persentase
(%)

1
2
3

Tinggi
Sedang
Rendah
Total

54
5
0
59

91,53
8,47
0
100

Dari tabel 4.12, 4.13, dan 4.14terlihat bahwa terjemahan yang menggunakan
modulasi juga memiliki tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan yang
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari tingginya persentase dari terjemahan yang
berkategori akurat, berterima, dan memiliki tingkat keterbacaan yang tinggi. Hal
ini menunjukkan bahwa modulasi yang dilakukan oleh penerjemahan mampu
menyampaikan pesan yang ingin disampaikan dari BSu ke BSa dan sekaligus juga
menunjukkan bahwa kualitas terjemahan yang menggunakan transposisi sangat
baik.
Hasil

penilaian

yang

menunjukkan

tingginya

tingkat

keakuratan,

keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan yang menggunakan transposisi dan
modulasi menunjukkan bahwa terjemahan peribahasa Batak Toba yang
diterjemahkan dari bahasa Batak Toba ke bahasa Indonesia sudah sesuai dengan
kaidah dan budaya bahasa sasaran serta dapat dimengerti dengan baik. Dengan
kata lain, kualitas terjemahan tersebut secara keseluruhan sangat baik.

Universitas Sumatera Utara

BAB V
ANALISISHASIL PENELITIAN

Pada bab IV telah ditampilkan hasil penelitian yang meliputi model
prosedur penerjemahan dan jenis-jenis transposisi dan modulasi yang digunakan
dalam terjemahan peribahasa Batak Toba dari bahasa Batak Toba ke bahasa
Indonesia serta kualitas dari terjemahan yang mengalami transposisi dan modulasi
dari segi keakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability), dan keterbacaan
(readability). Berikut ini akan dibahas secara mendalam hasil dari penelitian
tersebut.

5.1Model Penerjemahan Tunggal
5.1.1 Transposisi ditandai dengan nomina jamak dalam bahasa Batak Toba
menjadi tunggal dalam bahasa Indonesia
Di dalam penelitian ini teridentifikasi hanya 1 (satu) data yang mengalami
jenis transposisi ini, dimana nomina jamak dalam bahasa Batak Toba menjadi
tunggal dalam bahasa Indonesia, yaitu data nomor 01.
Contoh:
No. Data : 01/BTKKI-h.01
TSu

TSa

: Aek manuntun lomo angka tolbak
gadu-gadu.
air menuntun suka (prefiks) runtuh pematang sawahpematang sawah
: Air mengalir sesukanya, pematang sawah menjadi runtuh.

Pada data di atas, nomina jamak adalah gadu-gadu (pematang sawahpematang sawah) yang ditandai dengan prefiks angka dan pengulangan kata
benda tersebut. Akan tetapi, ketika peribahasa tersebut diterjemahkan ke dalam
bahasa sasaran, terjadi pergeseran dari nomina jamak dalam BSu menjadi nomina

Universitas Sumatera Utara

tunggal dalam BSa dimana gadu-gadu yang seharusnya diterjemahkan menjadi
pematang sawah-pematang sawah hanya diterjemahkan menjadi pematang sawah.
Hal tersebut dilakukan oleh penerjemah karena alasan tertentu, yaitu adanya
struktur bahasa yang berbeda antara BSu dan BSa sehingga penerjemah tidak
mempunyai pilihan lain selain untuk melakukan transposisi.

5.1.2

Transposisi ditandai dengan pergeseran struktur
Transposisi ditandai dengan pergeseran struktur tentunya pasti digunakan

dalam menerjemahkan peribahasa Batak Toba dari bahasa Batak Toba ke bahasa
Indonesia mengingat antara bahasa Batak Toba dan bahasa Indonesia memiliki
struktur kalimat yang berbeda. Bahasa Batak Toba secara umum memiliki struktur
Verba+Subjek+Objek

sedangkan

bahasa

Indonesia

memiliki

struktur

Subjek+Verba+Objek. Dari 21 data penerjemahan tunggal, terdapat 4 data yang
menggunakan transposisi ditandai dengan pergeseran struktur, yaitu data yang
nomor 17, 20, 32, dan 63.
Contoh:
No. Data: 17/BTKKI-h.17
TSu

: Ia tibu hamu lao, tibu hamu
dapotan.
jika cepat kamu pergi cepat kamu mendapat

TSa

: Jika kamu cepat berangkat, kamu cepat mendapat.

Peribahasa pada TSu dan TSa merupakan kalimat yang terdiri atas dua
klausa. Peribahasa pada TSu memiliki struktur kalimat Konjungsi + Adverbia +
Subjek + Verba, Adverbia + Subjek + Verba tetapi struktur tersebut bergeser
ketika diterjemahkan ke TSa yaitu Konjungsi + Subjek + Adverbia + Verba,
Subjek + Adverbia + Verba. Pergeseran struktur yang terjadi dapat dilihat dari

Universitas Sumatera Utara

posisi subjek dan adverbia. Pada TSu, adverbia terletak sebelum subjek sedangkan
pada TSa, adverbia terletak setelah subjek.
Pada dasarnya penerjemah dapat menerjemahkan peribahasa pada TSu
mengikuti struktur yang ada. Akan tetapi, hal tersebut tidak lazim. Oleh karena
itu, penerjemah melakukan pergeseran struktur sehingga terjemahan terasa alami
dan pesan yang terdapat dalam peribahasa dapat tersampaikan dengan jelas.

5.1.3

Transposisi ditandai dengan pergeseran unit
Transposisi ditandai dengan pergeseran unit disini misalnya pergeseran kata

menjadi klausa, frasa menjadi klusa, dan sebagainya. Transposisi jenis ini untuk
penerjemahan tunggal hanya ditemukan pada data nomor 24.
Contoh:
No. Data: 24/BTKKI-h.24
Manat unang tartuktuk, nanget unang tarrobung.
hati-hati jangan tersandung pelan jangan terperosok

TSu

:

TSa

: Berhati-hati agar tidak tersandung, pelan-pelan agar tidak
terperosok.

Transposisi unit yang terjadi pada data di atas adalah pergeseran unit kata
menjadi frasa. Kata unang (jangan) dalam TSu diterjemahkan menjadi frasa “agar
tidak” dalam TSa. Pergeseran unit ini dilakukan oleh penerjemah dengan maksud
untuk mengisi kesenjangan leksikal dalam BSa dengan menggunakan suatu
struktur gramatikal. Kesenjangan leksikal disini adalah pergeseran fungsi kata
“jangan” yang pada TSu berfungsi sebagai penanda kalimat larangan menjadi
frasa “agar tidak” yang pada TSu berfungsi sebagai kalimat anjuran/nasihat.

Universitas Sumatera Utara

5.1.4 Transposisi ditandai dengan suatu perangkat tekstual penanda fokus
dalam BSu yang dinyatakan dengan konstruksi gramatikal dalam Bsa
Transposisi jenis ini juga merupakan jenis transposisi yang dilakukan
dengan maksud mengisi kesenjangan leksikal dalam BSa dengan menggunakan
suatu struktur gramatikal. Dalam hal ini kesenjangan leksikal terlihat dari peranti
gramatikal yang mempunyai fungsi tekstual , seperti /-lah/ dan /-pun/. Transposisi
jenis ini dapat ditemukan pada data nomor 02, 12, 13, 48, dan 52.
Contoh:
No. Data: 02/BTKKI-h.2
TSu

: Agia malap-malap, asal
ma
di hangoluan.
biar
menderita asal (partikel) di kehidupan.

TSa

: Biar menderita asal hanya dalam kehidupan.

Peranti gramatikal dalam TSu adalah partikel ma (/-lah/) yang berfungsi
untuk menekankan atau menegaskan fokus dalam kalimat, yaitu “di kehidupan”.
Ketika diterjemahkan ke TSa peranti gramatikal berubah menjadi kata “hanya”
yang sekaligus menyebabkan terjadinya pergeseran level, yaitu dari morfem
menjadi kata.

5.1.5 Modulasi wajib ditandai dengan pasangan kata dalam BSu yang salah
satunya saja ada padanannya dalam BSa.
Modulasi wajib jenis ini dapat ditemukan pada data nomor 11, 54, 57, 60,
dan 65.
Contoh:
No. Data: 60/BTKKI-h.60
TSu

: Togon
marmahan sabara horbo sian
lebih mudah memelihara sekandang kerbau daripada

Universitas Sumatera Utara

marmahan sada jolma.
memelihara satu manusia
TSa

: Lebih mudah memelihara sekandang harimau, daripada
mengurus satu manusia.

Pada TSu terdapat perbandingan antara memelihara “kerbau” dengan
“manusia”, tetapi pada TSa terjadi perubahan sudut pandang dimana “kerbau”
diterjemahkan menjadi “harimau” yang juga dibandingkan dengan manusia. Hal
ini tentunya terjadi karena adanya perbedaan budaya. Bagi orang Batak Toba
“kerbau” merupakan binatang yang istimewa. Akan tetapi, bagi masyarakat
Indonesia secara umum, “harimau” dianggap memiliki nilai lebih dibandingkan
binatang-binatang lainnya karena harimau identik dengan sifat “buas” sehingga
tidaklah mudah memelihara harimau. Oleh karena itu, modulasi yang dilakukan
oleh penerjemah bersifat wajib sehingga perlu dimunculkan yang ditandai dengan
pasangan kata dalam BSu yang salah satunya saja ada padanannya dalam BSa.Hal
ini sesuai dengan sifat dari peribahasa itu sendiri, sehingga modulasi yang terjadi
dapat

menunjukkan adanya makna mendalam atau khusus dari peribahasa

tersebut.

5.1.6 Modulasi bebas ditandai dengan menyatakan secara tersurat dalam
BSa apa yang tersirat dalam BSu dan sebaliknya
Modulasi bebas adalah prosedur penerjemahan yang dilakukan karena
alasan linguistik, misalnya untuk memperjelas makna, menimbulkan kesetalian
dalam BSa, dan mencari padanan yang terasa alami dalam BSa, salah satunya
adalah dengan menyatakan secara tersurat dalam BSa apa yang tersurat dalam
BSu dan sebaliknya. Modulasi bebas jenis ini dapat ditemukan pada data nomor
25, 26, 27, 36, 55, 66, dan 68.

Universitas Sumatera Utara

Contoh:
No. Data: 55/BTKKI-h.55
TSu

: Sahali margapgap, pitu hali iba so porsea.
sekali berbohong tujuh kali saya tidak percaya

TSa

: Sekali berdusta, tujuh kali tak dipercaya.

Pada TSu kata iba (saya) dinyat