Transposisi Dan Modulasi Dalam Terjemahan Peribahasa Pada Buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka bertujuan untuk menggambarkan batasan teori-teori yang
akan digunakan sebagai landasan teori. Adapun landasan teori yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teori mengenai peribahasa, penerjemahan, transposisi,
modulasi, penilaian kualitas terjemahan, dan penelitian terdahulu.

2.1 Landasan Teori
2.1.1 Peribahasa
2.1.1.1 Pengertian Peribahasa
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) pengertian peribahasa
mencakup dua hal, yaitu:
1. kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan
maksud tertentu
2. ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan,
nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku
Peribahasa atau dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan istilah
“proverbs” adalah ungkapan atau kalimat ringkas, padat, berisi perbandingan,
perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku (Wijaya, 2012).
Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1987)

disebutkan “Proverb is a popular short saying, with words of advice or warning.”
Menurut Wasrie (2012), peribahasa adalah bahasa berkias berupa kalimat
atau kelompok kata yang tetap susunanannya. Waridah (2014) lebih jauh
memberikan penekanan mengenai definisi peribahasa, yaitu kalimat atau
kelompok kata yang tetap susunannya dan mengandung satu maksud tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Susunan kata di dalam peribahasa bersifat tetap karena jika diubah, susunan kata
itu tidak lagi dapat dikatakan peribahasa melainkan kalimat biasa.
Dari kesemua definisi yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa
peribahasa memiliki tiga ciri utama yaitu:
1. kalimatnya ringkas dan padat
2. susunannya tetap
3. isinya berupa perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau
aturan tingkah laku
Jika dihubungkan dengan penerjemahan terlihat bahwa penelitian mengenai
peribahasa sangatlah penting karena seperti dijelaskan sebelumnya bahwa esensi
dari sebuah penerjemahan adalah tersampaikannya pesan atau makna dari bahasa
sumber ke bahasa sasaran dengan tetap memperhatikan bentuk dan susunan dari

peribahasa tersebut.

2.1.1.2 Jenis Peribahasa
Azis (2013) menyebutkan ada 5 jenis peribahasa, yaitu:
1.

Bidal
Bidal adalah bahasa kias yang tetap susunannya.
Contoh:
a.

Habis gelap terbitlah terang.

b.

Bahasa menunjukkan bangsa.

2. Pepatah
Pepatah adalah kiasan yang dinyatakan dengan kalimat selesai, tetapi
seolah-olah dipatah-patah dan isinya berupa nasihat atau ajaran.


Universitas Sumatera Utara

Contoh:

3.

a.

Ikut hati mati, ikut rasa binasa.

b.

Berjalan pelihara kaki, berkata pelihara mulut.

Perumpamaan
Perumpamaan adalah kalimat yang menyatakan keadaan atau kelakukan
seseorang dengan menggunakan perbandingan alam sekitar dan selalu
menggunakan kata-kata perbandingan.
Contoh:

a. Seperti anjing dan kucing.
b. Laksana kera dapat bunga.

4.

Ibarat
Ibarat sebenarnya sama halnya dengan perumpamaan, ibarat pun
memperbandingkan, tetapi diiringi dengan bagian-bagian kalimat yang
menjelaskan.
Contoh:
a. Bagai karakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau.
b. Ibarat balam, mata lepas badan terkurung.

5.

Pemeo
Pemeo adalah bagian dari peribahasa. Akan tetapi, pemeo merupakan
kata-kata

yang


akhirnya

menjadi

populer.

Kata-kata

pemeo

mengandung dorongan semangat yang biasanya dipakai untuk
semboyan-semboyan

perjuangan

atau

bahkan


terkadang

untuk

mengejek orang.

Universitas Sumatera Utara

Contoh:
a.

Sekali merdeka, tetap merdeka.

b.

Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

2.1.1 Penerjemahan
2.1.2.1 Pengertian Penerjemahan
Penerjemahan bukanlah hal yang baru dalam kehidupan masyarakat saat ini.

Berbicara tentang

definisi

penerjemahan,

sangat

banyak

definisi

yang

dikemukakan oleh para ahli. Oleh karena itu, untuk mengindari kesalahpahaman
mengenai definisi penerjemahan, terlebih dahulu dipahami konsep dasar tentang
penerjemahan yang dikemukakan oleh Bell (1991), yaitu:
1. translating: the process (to translate: the activity rahther than tangible
object);
2. a translation: the product of the process of translating (i.e. the translated

text);
3. translation: the abstract concept which encompasses both the process of
translating and the product of that process.
Adapun yang menjadi fokus dari definisi-definisi yang dikemukakan adalah
konsep yang ketiga, yang tidak memisahkan terjemahan sebagai sebuah proses
saja atau sebuah produk saja. Akan tetapi, merupakan sebagai satu kesatuan atau
satu kemasan, yakni penekanan keduanya; proses penerjemahan dan hasil atau
produk dari proses penerjemahan tersebut.
Newmark (1988)dalam bukunya A Textbook of Translation memandang
terjemahan adalah mengungkapkan makna suatu wacana ke dalam bahasa lain
seperti wacana yang dimaksudkan oleh penulisnya. Ini berarti bahwa pengalihan
makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran merupakan faktor terpenting dalam

Universitas Sumatera Utara

penerjemahan. Jika makna yang dimaksud tidak tersampaikan dalam bahasa
sasaran, terjemahan tersebut tidak bisa dianggap sebagai sebuah terjemahan.
Defenisi ini kurang lengkap jika hanya menyampaikan pesan, mengingat
tata bahasa dan budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran terdapat perbedaan.
Banyak hal yang harus diperhatikan bukan hanya sekedar pengalihan makna.

Catford (1965) lebih jauh mendefinisikan terjemahan sebagai pengalihan
wacana dalam bahasa sumber (BSu) dengan wacana padanannya dalam bahasa
sasaran (BSa). Disini Catford menekankan bahwa dalam penerjemahan wacana
alihan haruslah sepadan dengan wacana aslinya. Karena padanan merupakan kata
kunci dalam proses terjemahan, dengan sendirinya pesan dalam wacana alihan
akan sebanding dengan pesan pada wacana asli. Sebaliknya, jika wacana alihan
dan wacana asli tidak sepadan, wacana alihan tidaklah dianggap sebagai suatu
terjemahan.
Hal senada juga dinyatakan oleh Machali (2009) dengan memberikan
definisi penerjemahan sebagai berikut:
1. penerjemahan adalah upaya “mengganti” teks bahasa sumber dengan
teks yang sepadan dalam bahasa sasaran;
2. yang diterjemahkan adalah makna, sebagaimana yang dimaksudkan
pengarang
Levy (1967) dalam Darwis (2008) memandang terjemahan sebagai proses
komunikasi dua arah dan produk. Terjemahan merupakan proses komunikasi yang
memberikan atau menyampaikan pengetahuan kepada pembaca asing. Ini berarti
bahwa pengetahuan yang ada di bahasa sumber atau sebut saja yang ada di pikiran
pembaca bahasa sumber yang terdapat dalam produk berupa terjemahan haruslah
sama atau sepadan dengan pengetahuan yang ada di pikiran pembaca sasaran atau


Universitas Sumatera Utara

pembaca asing. Jika hal ini tidak terjadi, maka terjemahan tersebut gagal karena
dalam terjemahan terjadi transfer ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Dari semua definisi yang telah dijelaskan di atas, terdapat empat hal penting
yang menjadi teori dasar dalam pengembangan penelitian ini yaitu:
1. terjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa
sasaran
2. kesepadanan makna harus tetap diupayakan dalam penerjemahan untuk
mendapatkan pesan yang dimaksud bahasa sumber pada bahasa sasaran
3. kesepadanan makna yang didapat menjadi tolak ukur sebuah teks untuk
dikatakan sebagai sebuah terjemahan
4. terjemahan memegang peranan penting dalam transfer ilmu pengetahuan
dan informasi antar pembaca dengan bahasa dan budaya yang berbeda.
Jika keempat hal tersebut telah dipenuhi, seseorang akan lebih mudah untuk
mengetahui mengapa prosedur tertentu diterapkan oleh seorang penerjemah dalam
suatu proses penerjemahan.
Proses penerjemahan dalam hal ini memiliki makna tahap-tahap atau
langkah-langkah yang dilakukan oleh seorang penerjemah sehingga dihasilkan

sebuah terjemahan. Menurut Larson (1984), ketika seorang penerjemah terlibat
dalam proses penerjemahan, tentunya dia akan melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi dan konteks
budaya dari teks bahasa sumber
2. menganalisis teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya

Universitas Sumatera Utara

3. mengungkapkan kembali makna yang sama itu dengan menggunakan
leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran dan
konteks budayanya
Secara skematis, proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
BAHASA SUMBER

BAHASA SASARAN

Teks yang akan diterjemahkan

Penafsiran Makna

Terjemahan

Pengungkapan Makna
MAKNA

Gambar 2.1 Proses penerjemahan (Larson 1984)
Dari gambar 2.1. di atas terlihat bahwa teks yang akan diterjemahkan dan
terjemahan ditempatkan dalam bentuk bangun yang berbeda. Teks yang akan
diterjemahkan dalam bentuk persegi panjang dan terjemahan dalam bentuk
segitiga. Hal ini memiliki arti bahwa Larson ingin menunjukkan adanya
perbedaan antara teks bahasa sumber dengan teks bahasa sasaran. Akan tetapi,
dengan melalui proses penafsiran makna pada teks yang akan diterjemahkan akan
didapatkan pengungkapan makna dimana kedua proses tersebut bertemu pada satu
titik yang sama, yakni makna. Hal ini memberikan implikasi bahwa proses
terpenting dalam sebuah proses penerjemahan adalah didapatkannya makna.
Dengan demikian, tentunya seorang penerjemah harus menerapkan prosedur
penerjemahan yang tepat agar makna pada BSu dapat disampaikan pada BSa.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.2 Prosedur Penerjemahan
Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary (1995) disebutkan bahwa “A
procedure is (1) a formal or official order or way of doing things or (2) series of
actions that need to be completed in order to achieve something”.
Sedangkan dalam KBBI (2008) disebutkan bahwa prosedur adalah:
1. tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas
2. metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu
masalah
Molina dan Albir (2002) berpendapat bahwa prosedur adalah strategi yang
digunakan oleh penerjemah untuk memecahkan masalah-masalah dalam proses
penerjemahan berdasarkan tujuan penerjemah itu sendiri. Menurut Machali (2009)
bahwa prosedur penerjemahan berlaku untuk kalimat dan satuan-satuan bahasa
yang lebih kecil seperti klausa, frasa, dan kata. Machali (2009) lebih lanjut
menyatakan bahwa ada lima prosedur penerjemahan yang dianggap penting untuk
menerjemahkan dari BSu ke BSa. Kelima prosedur tersebut yaitu, transposisi
(pergeseran bentuk), modulasi (pergeseran makna), adaptasi (penyesuaian), serta
pemadanan berkonteks dan pemadanan bercatatan.
Simatupang (1999) menyatakan bahwa dalam proses menerjemahkan
bahasa sumber ke bahasa sasaran paling sedikit ada dua hal yang terjadi, yaitu
pergeseran di bidang struktur dan pergeseran di bidang semantik atau makna. Hal
ini menunjukkan bahwa tranposisi dan modulasi sebagai prosedur penerjemahan
menduduki posisi yang penting dalam kegiatan penerjemahan khususnya dalam
menyelesaikan persoalan penerjemahan yang muncul.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2.2.1 Transposisi
Transposisi atau pergeseran bentuk merupakan prosedur penerjemahan
yang sudah sejak lama diperkenalkan oleh Catford (1965) yang dikenal sebagai
‘shift’, sedangkan Vinay dan Darbelnet dalam Newmark (1988) dan Molina dan
Albir (2002) menyebutnya sebagai ‘transposition’. Machali (2009) menyatakan
bahwa transposisi adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan
pengubahan bentuk gramatikal dari BSu ke BSa yang dibagi menjadi empat jenis,
yaitu:
1.

Pergeseran bentuk wajib dan otomatis yang disebabkan oleh sistem dan
kaidah bahasa. Dalam hal ini penerjemah tidak mempunyai pilihan lain
selain melakukannya.
a. Beberapa nomina jamak dalam bahasa Inggris menjadi tunggal
dalam bahasa Indonesia.
Contoh: BSa : a pair of trousers
BSu : sebuah celana
b. Pengulangan adjektiva atau kata sifat dalam bahasa Indonesia yang
maknanya menunjukkan variasi yang tersirat dalam adjektiva
menjadi penjamakan nominanya dalam bahasa Inggris.
Contoh: BSu : Rumah di Jakarta bagus-bagus.
BSa : The houses in Jakarta are built beautifully.
c. Adjektiva + nomina menjadi nomina + pemberi sifat.
Contoh: BSu : beautiful woman
BSa : wanita (yang) cantik

Universitas Sumatera Utara

2. Pergeseran yang dilakukan apabila suatu struktur gramatikal dalam
BSu tidak ada dalam BSa.
a. Peletakkan objek di latar depan dalam bahasa Indonesia tidak ada
dalam konsep struktur grammatikal bahasa Inggris, kecuali dalam
kalimat pasif atau struktur khusus, sehingga terjadi pergeseran
bentuk menjadi struktur kalimat berita biasa.
Contoh: BSu : Buku itu harus kita bawa.
BSa : We must bring the book.
b. Peletakkan verba di latar depan dalam bahasa Indonesia tidak
lazim dalam struktur bahasa Inggris, kecuali dalam kalimat
imperatif. Maka padanannya menjadi struktur kalimat berita
biasa.
Contoh:BSu : Telah disahkan penggunaannya
BSa : Its usage has been approved.
3.

Pergeseran yang dilakukan karena alasan kewajaran pengungkapan.
a. Nomina/frase nomina dalam BSu menjadi verba dalam BSa.
Contoh: BSu : …to train intellectual men for the persuits of an
intellectual life.
BSa : …untuk melatih para intelektual untuk mengejar
kehidupan intelektual.
b. Gabungan adjektiva bentukan dengan nomina atau frasa nominal
dalam BSu menjadi nomina + nomina dalam BSa.
Contoh: Bahasa Inggris
Adj + nomina

Bahasa Indonesia
nomina + nomina

Universitas Sumatera Utara

Medical student

mahasiswa kedokteran

c. Klausa dalam bentuk partisipium (bergaris bawah) dalam BSu
dinyatakan secara penuh dan eksplisit dalam BSa.
Contoh: BSu : The approval signed by the doctor is valid
BSa : Persetujuan yang ditandatangani oleh…..
d. Frase nominal dengan adjektiva bentukan dari verba (tak) transitif
dalam BSu menjadi nomina + klausa dalam BSa.
Contoh: Adjektiva + nomina
Thinking person

nomina + klausa
orang yang berpikir

e. Semua struktur yang oleh Catford (1965) disebut pergeseran kelas
adalah transposisi.
Contoh: BSu : The neighbours were hostile to the family.
BSa : Para tetangga itu memusuhi keluarga tersebut
(adjektiva menjadi verba)
4.

Pergeseran yang dilakukan untuk mengisi kerumpangan kosa kata
(termasuk perangkat tekstual seperti/-lah /-pun/ dalam BSu dengan
menggunakan suatu struktur grammatikal.
a. Suatu perangkat tekstual penanda fokus dalam BSu yang dinyatakan
dengan konstruksi gramatikal dalam BSa.
Contoh: BSu : Perjanjian inilah yang diacu.
BSa : It is this agreement which is referred to (not anything
else)
b. Pergeseran unit dalam ‘istilah’ Catford (1965) termasuk dalam
transposisi jenis ini yaitu misalnya dari kata menjadi klausa, frase

Universitas Sumatera Utara

menjadi klausa, dan sebagainya, yang sering kita jumpai dalam
penerjemahan kata-kata lepas bahasa Inggris.
Contoh:
- Adept : sangat terampil
- Amenity : sikap ramah tamah, tata karma, sopan santun.

2.1.2.2.2 Modulasi
Ada kalanya pergeseran struktur seperti yang terjadi pada proses transposisi
melibatkan perubahan yang menyangkut pergeseran makna karena terjadi juga
perubahan perspektif, sudut pandang atau segi maknawi yang lain. Pergeseran
makna semacam itu disebut modulasi (Machali, 2009). Hal ini senada dengan
Viney dan Darbelnet dalam Newmark (1988) yang menyatakan bahwa modulasi
adalah “a variation through a change of view point, of perspective and very often
of category of thought.”
Machali (2009) mengambil konsep modulasi berdasarkan pandangan
Newmark yang menamai modulasi menjadi modulasi wajib dan modulasi bebas.
Modulasi wajib dilakukan apabila suatu kata, frase ataupu struktur tidak ada
padanannya dalam BSa sehingga perlu dimunculkan. Berikut beberapa contohnya:
a. Pasangan kata dalam BSu yang salah satunya saja ada dalam BSa.
Contoh: Kata lessor dan lessee dalam bahasa Inggris.
Biasanya kata lessee diterjemahkan sebagai ‘penyewa’ tetapi padanan
untuk kata lessor tidak ada. Maka padanannya dapat dicari dengan
mengubah sudut pandangnya atau dicari kebalikannya: ‘Orang/pihak
yang menyewakan atau pemberi sewa’.
b. Struktur aktif dalam BSu menjadi pasif dalam BSa dan sebaliknya.

Universitas Sumatera Utara

Contoh:
(i) Infinitive of purpose dalam bahasa Inggris:
BSu : The problem is hard to solve.
BSa : Masalah itu sukar (untuk) dipecahkan. (kata ‘untuk’ bersifat
manasuka)
(ii) Konstruksi pasif nol dalam bahasa Indonesia menjadikonstruksi aktif
dalam bahasa Inggris.
Contoh: BSu : Laporan itu akan saya sampaikan besok pagi.
BSa : I will submit the report tomorrow morning.
c.

Struktur subjek yang dibelah dalam bahasa Indonesia perlu modulasi
dengan menyatukannya dalam bahasa Inggris.
Contoh: BSu : Buku tersebut telah disahkan penggunaannya oleh Dikti.
BSa : The use of the book has been approved by Dikti.

Sedangkan modulasi bebas adalah prosedur penerjemahan yang dilakukan
karena alasan linguistik, misalnya untuk memperjelas makna menimbulkan
kesetalian dalam BSa, dan sebagainya. Berikut beberapa contohnya:
1. Menyatakan secara tersurat dalam BSa apa yang tersirat dalam BSu dan
sebaliknya.
BSu : ‘environmental degradation
BSa : penurunan mutu lingkungan (konsep mutu tersirat dalam Bsu)
2. Frase prepositional sebab-akibat dalam BSu menjadi Klausa sebab akibat
dalam BSa.
Contoh: BSu : We all suffer from the consequences of environmental
degradation.

Universitas Sumatera Utara

BSa : Kita semua menderita karena (adanya) penurunan mutu
lingkungan.
3. Bentuk negatif ganda dalam BSu menjadi positif dalam BSa.
Contoh: BSu : Conflicts are bound to occur.
BSa : Konflik militer tak urung terjadi juga.
Teori transposisi dan modulasi yang dijelaskan oleh Machali merupakan
acuan dalam penelitian ini untuk mengetahui jenis-jenis transposisi dan modulasi
yang diterapkan penerjemah dalam menerjemahkan peribahasa sekaligus sebagai
tolak ukur untuk menilai kualitas terjemahan.

2.1.2.3 Penilaian Kualitas Terjemahan
Pengujian atau penilaian terhadap kualitas suatu terjemahan sangatlah
penting untuk dilakukan sebagai representasi keahlian bagi seorang penerjemah
dan perkembangan dunia terjemahan itu sendiri. Larson (1984) menyatakan
bahwa “There are three main reasons for testing a translation. The translator
wants to be sure his translation is accurate, clear and natural”. Hal tersebut
diperkuat dengan pendapat Nababan, dkk (2012) yang memberikan parameter
terjemahan berkualitas yang dalam hal ini memenuhi tiga aspek, yaitu aspek
keakuratan, aspek keberterimaan, dan aspek keterbacaan dengan penjelasan
sebagai berikut.

2.1.2.3.1

Aspek Keakuratan

Keakuratan

merupakan

sebuah

istilah

yang

digunakan

dalam

pengevaluasian terjemahan untuk merujuk pada apakah teks bahasa sumber dan
teks bahasa sasaran sudah sepadan ataukah belum. Konsep kesepadanan mengarah

Universitas Sumatera Utara

pada kesamaan isi atau pesan antar keduanya. Suatu teks dapat disebut sebagai
suatu terjemahan, jika teks tersebut mempunyai makna atau pesan yang sama
dengan teks lainnya (baca: teks bahasa sumber). Oleh sebab itu, usaha-usaha
untuk mengurangi atau menambahi isi atau pesan teks bahasa sumber dalam teks
bahasa sasaran harus dihindari. Usaha-usaha yang seperti berarti menghianati
penulis asli teks bahasa sumber dan sekaligus membohongi pembaca sasaran.
Dalam konteks yang lebih luas, pengurangan atau penambahan dapat
menimbulkan akibat yang fatal pada manusia yang menggunakan suatu karya
terjemahan, terutama pada teks-teks terjemahan yang beresiko tinggi, seperti teks
terjemahan di bidang hukum, kedokteran, agama dan teknik.

2.1.2.3.2

Aspek Keberterimaan

Aspek kedua dari penilaian kualitas terjemahan terkait dengan masalah
keberterimaan. Istilah keberterimaan merujuk pada apakah suatu terjemahan
sudah diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya yang berlaku
dalam bahasa sasaran ataukah belum, baik pada tataran mikro maupun pada
tataran makro. Konsep keberterimaan ini menjadi sangat penting karena meskipun
suatu terjemahan sudah akurat dari segi isi atau pesannya, terjemahan tersebut
akan ditolak oleh pembaca sasaran jika cara pengungkapannya bertentangan
dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya bahasa sasaran.
Dalam budaya penutur asli bahasa Inggris, seorang cucu dapat menyapa
kakeknya dengan How are you, John. Tampak jelas bahwa sang cucu langsung
menyebut nama kecil kakeknya. Penyapaan yang seperti itu tentu saja dipandang
tidak sopan bagi penutur bahasa Jawa, yang selalu menyertakan sapaan Mbah
yang diikuti oleh nama kecil kakeknya, misalnya Mbah Prawiro, ketika seorang

Universitas Sumatera Utara

cucu berinteraksi dengan kakeknya. Dalam konteks budaya batak Tapanuli,
penyebutan nama kecil seorang kakek dianggap tidak sopan. Contoh ini
menunjukkan bahwa konsep keberterimaan merupakan suatu konsep yang
relatif.Sesuatu yang dianggap sopan dalam suatu kelompok masyarakat bisa
dipandang tidak sopan dalam masyarakat lainnya.
Di atas telah dijelaskan bahwa salah satu parameter dari konsep
keberterimaan adalah apakah suatu terjemahan sudah diungkapkan sesuai dengan
kaidah-kaidah tatabahasa sasaran. Suatu terjemahan dalam bahasa Indonesia yang
diungkapkan menurut kaidah-kaidah tata bahasa Inggris, misalnya, akan membuat
terjemahan tersebut menjadi tidak alamiah dan dalam banyak kasus akan sulit
dipahami maksudnya. Demikian pula, suatu terjemahan abstrak penelitian sebagai
salah bentuk dari teks ilmiah akan ditolak pembaca sasaran jika terjemahan
tersebut diungkapkan dengan bahasa gaul. Demikian pula sebaliknya, suatu
terjemahan karya sastra akan tidak berterima bagi pembaca sasaran jika
terjemahan karya sastra tersebut diungkapkan dengan kaidah-kaidah tata bahasa
baku. Suatu istilah teknis mungkin mempunyai padanan yang akurat dalam bahasa
sasaran. Namun, penerjemah seyoganya tidak dengan serta merta menggunakan
padanan tersebut karena bisa berakibat terjemahan yang dihasilkannya tidak
berterima bagi pembaca sasaran.

2.1.2.3.3

Aspek Keterbacaan

Pada mulanya istilah keterbacaan hanya dikaitkan dengan kegiatan
membaca. Kemudian, istilah keterbacaan itu digunakan pula dalam bidang
penerjemahan karena setiap kegiatan menerjemahkan tidak bisa lepas dari
kegiatan membaca. Dalam konteks penerjemahan, istilah keterbacaan itu pada

Universitas Sumatera Utara

dasarnya tidak hanya menyangkut keterbacaan teks bahasa sumber tetapi juga
keterbacaan teks bahasa sasaran. Hal itu sesuai dengan hakekat dari setiap proses
penerjemahan yang memang selalu melibatkan kedua bahasa itu sekaligus. Akan
tetapi, hingga saat ini indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat
keterbacan suatu teks masih perlu dipertanyakan keandalannya. Terlepas dari
belum mantapnya alat ukur keterbacaan itu, seorang penerjemah perlu memahami
konsep keterbacaan teks bahasa sumber dan bahasa sasaran. Pemahaman yang
baik terhadap konsep keterbacaan itu akan sangat membantu penerjemah dalam
melakukan tugasnya.
Lebih jauh Silalahi (2009) menyatakan bahwa penilaian suatu terjemahan
menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data tentang kualitas terjemahan.
Kuesioner yang dimaksud ada tiga, yaitu: 1) Accuracy Rating Instrument, yang
digunakan untuk menentukan tingkat kesepadanan terjemahan, 2) Acceptability
Rating Instrument, yang digunakan untuk mengukur tingkat keberterimaan
terjemahan, 3) Readability Rating Instrument, yang digunakan untuk mengukur
tingkat keterbacaan terjemahan. Dalam melakukan penilaian kualitas terjemahan,
peneliti harus menggunakan ketiga kuesioner di atas. Parameter yang dijelaskan
oleh Nababan, dkk (2012) dan Silalahi (2009) merupakan panduan dalam
penelitian yang digunakan untuk mengukur kualitas terjemahan.

2.2

Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan relevan dalam penelitian ini

berupa tesis, disertasi, jurnal nasional, dan artikel nasional dan internasional
diantaranya sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Kuncara (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Terjemahan Tindak
Tutur Direktif pada Novel ‘The Godfather’ dan Terjemahannya dalam Bahasa
Indonesia. Dalam jurnal tersebut dinyatakan bahwa Penerjemahan suatu tuturan
memerlukan perhatian khusus. Hal tersebut dikarenakan terkadang dalam suatu
tuturan ada maksud lain dari penutur. Maksud lain penutur inilah yang harus
diungkap oleh seorang penerjemah. Konteks situasi yang menaungi suatu tuturan,
isi topik tuturan, kedudukan sosial penutur dan mitra tutur merupakan hal-hal
yang harus diperhatikan dalam menganalisis suatu ujaran. Penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi penerapan fungsi ilokusi tindak tutur direktif, penggunaan
teknik penerjemahannya ke dalam bahasa Indonesia, dan dampaknya terhadap
kualitas hasil penerjemahannya. Tindak tutur yang mengandung ilokusi direktif
dalam novel ‘The Godfather’ karya Mario Puzo adalah objek kajian dalam
penelitian ini. Hasil penelitian, dari 152 data, ditemukan sebanyak delapan fungsi
ilokusi direktif. Fungsi tersebut antara lain memerintah, menyarankan, meminta,
memohon, melarang, menasihati, membujuk, dan menyilakan. Kemudian,
ditemukan sebanyak 12 teknik penerjemahan dengan frekuensi total penggunaan
sebanyak 244 kali. Teknik tersebut meliputi teknik harfiah, peminjaman murni,
transposisi, reduksi, penambahan, modulasi, partikularisasi, adaptasi, amplifikasi
linguistik, penghilangan, padanan lazim, deskripsi dan generalisasi. Teknik yang
digunakan cenderung menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah
dipahami.
Tinambunan (2013) dalam tesisnya yang berjudul Kesepadanan Terjemahan
dalam Buku Bilingual Active English for Nurses. Tujuan penelitian ini adalah: 1)
mendeskripsikan teknik penerjemahan kata dan frasa dari bahasa Inggris ke

Universitas Sumatera Utara

bahasa Indonesia, 2) mendeskripsikan kesepadanan terjemahan kata dan frasa dari
bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Peneliti menerapkan metode deskriptif
kualitatif, sumber data adalah buku bilingual Active English for Nurses sebagai
produk terjemahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 91 data (80.5%)
menggunakan teknik penerjemahan tunggal, teknik penerjemahan kuplet 16 data
(14.2%) dan teknik penerjemahan triplet ada 6 data (5.3%). Berdasarkan frekuensi
penggunaannya, dari 112 data yang berwujud kata dan frasa teridentifikasi bahwa
teknik penerjemahan harafiah dipakai pada 42 (37.1%), adaptasi 19 (17%),
peminjaman alamiah 17 (15%), peminjaman murni 10 (9%), deskripsi 6 (5.3%),
amplifikasi 5 (4.4%), kreasi diskursif 4 (2.6%). Hasil penelitian ini menunjukkan
76 (67.9%) data diterjemahkan secara akurat, 25 (22.3%) data diterjemahkan
dengan kurang akurat dan 11 (9,8%) data diterjemahkan secara tidak akurat.
Nababan, dkk (2012) dalam jurnal mereka yang berjudul Pengembangan
Model Penilaian Kualitas Terjemahan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah
untuk menghasilkan sebuah model penilaian kualitas terjemahan dari bahasa
Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan
deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara dengan informan kunci,
pengamatan, content analysis, dan focus group discussion. Data yang diperoleh
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis interaktif. Hasil dari penelitian ini
mengindikasikan bahwa pertama, model penilaian kualitas terjemahan ini
menghasilkan evaluasi karya terjemahan secara komprehensif atau holistik.
Kedua, model penilaian kualitas terjemahan ini sangat sesuai untuk menilai
kualitas terjemahan dalam konteks penelitian dan pengajaran penerjemahan
profesional. Ketiga, model penilaian kualitas terjemahan ini memberikan peluang

Universitas Sumatera Utara

bagi para rater untuk memberikan penilaian terjemahan dalam berbagai satuan
unit, baik pada tataran mikro maupun makro. Keempat, keefektifan model
penilaian kualitas terjemahan ini dalam menilai kualitas terjemahan sangat
tergantung

pada

kemampuan

para

penilai

atau

rater

tersebut

dalam

menerapkannya di berbagai hal, utamanya bagi mereka yang terlibat dalam
penilaian kualitas penerjemahan tersebut harus membaca dan mengerti semua
informasi yang relevan serta prosedur bagaimana seharusnya menggunakan alat
penilaian ini.
Prasetyo (2011) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Transposisi dan
Modulasi Pada Buku Teori Budaya Terjemahan dari Buku “Culture Theory”.
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan teknik transposisi dan modulasi
dengan menggunakan metode dsekriptif-kualitatif dan menggambarkan tingkat
keakuratan, keterbacaan, dan keberterimaan dari kalimat-kalimat terjemahan yang
mengalami transposisi dan modulasi. Data primer dalam penelitian diambil dari
buku Culture Theory dan terjemahannya melalui observasi dan teknik catat
sedangkan data sekunder diperoleh dari kuesioner dan wawancara mendalam.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hal keakuratan, transposisi
lebih akurat daripada modulasi. Akan tetapi, dalam hal keberterimaan dan
keterbacaan, modulasi lebih tinggi daripada transposisi. Dari 100 data yang
mengalami transposisi, 86% dikategorikan akurat, 73% berterima, dan 91%
mudah. Dari 80 data yang mengalami modulasi, 83,75% dikategorikan akurat,
73,75% berterima, dan 93.75% mudah.
Anshori (2010) dalam tesisnya yang berjudul Teknik, Metode dan Ideologi
Penerjemahan Buku “Economic Concepts of Ibn Taimiyah” ke dalam Bahasa

Universitas Sumatera Utara

Indonesia dan Dampaknya Pada Kualitas Terjemahan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan teknik, metode, dan ideologi
penerjemahan, serta melihat dampaknya terhadap kualitas terjemahan dari aspek
keakuratan

(accuracy),

keberterimaan

(acceptability)

serta

keterbacaan

(readability) terjemahan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif
terpancang untuk kasus tunggal. Penelitian ini terdiri dari 2 jenis sumber data.
Sumber data pertama adalah dokumen yang berupa buku sumber dan produk
terjemahannya sebagai sumber data objektif. Sumber data kedua, diperoleh dari
informan yang memberi informasi mengenai keakuratan, keberterimaan dan
keterbacaan hasil terjemahan sebagai data afektif. Pengumpulan data dilakukan
melalui identifikasi teknik dengan pengkajian dokumen, penyebaran kuesioner
dan wawancara mendalam. Pemilihan sampel data dilakukan dengan teknik
purposif sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 14 jenis teknik
penerjemahan dari 593 teknik yang digunakan penerjemah dalam 165 data.
Berdasarkan frekuensi penggunaan teknik tersebut adalah: penerjemahan harfiah
187 (31,53%), peminjaman murni 132 (22, 26%), padanan lazim 78 (13, 15%),
modulasi 44 (7,42 %), amplifikasi 30 (5 ,06 %), penambahan 30 (5,06%),
peminjaman alamiah 24 (4, 05%), kalke 21 (3, 54%), reduksi 18 (3, 03 %),
eksplisitasi 10 (1, 69 %) partikularisasi 8 (1, 35%), penghilangan 6 (1, 01), dan
deskripsi 3 (0, 51%). Berdasarkan teknik yang dominan muncul, buku ini
cenderung menggunakan metode terjemahan harfiah dengan ideologi foreignisasi.
Dampak dari penggunaan teknik penerjemahan ini terhadap kualitas terjemahan
cukup baik dengan rata-rata skor keakuratan terjemahan 2, 53, keberterimaan 2,
73 dan keterbacaan 2, 91. Hal ini mengindikasikan terjemahan memiliki kualitas

Universitas Sumatera Utara

keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan yang baik. Teknik yang banyak
memberi kontribusi positif terhadap tingkat keakuratan, keberterimaan, dan
keterbacaan terjemahan adalah teknik penerjemahan harfiah, peminjaman murni,
dan padanan lazim. Sementara, teknik penerjemahan yang banyak mengurangi
tingkat keakuratan dan keberterimaan adalah modulasi, penambahan, dan
penghilangan. Implikasi penelitian, penerjemah perlu meningkatkan kompetensi
penerjemahan dan mesti berhati-hati dalam menentukan teknik penerjemahan agar
diperoleh terjemahan yang berkualitas baik.
Ardi (2010) dari Universitas Sebelas Maret Surakartadalam tesisnya yang
berjudul Analisis Teknik Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan Buku “Asal
Asul Elite Minangkabau Modern: Respons terhadap Kolonial Belanda Abad ke
XIX/XX”. Tujuan penelitian tersebut untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan
teknik, metode, dan ideologi penerjemahan, serta melihat dampaknya terhadap
kualitas

terjemahan

dari

aspek

keakuratan

(accuracy),

keberterimaan

(acceptability) serta keterbacaan (readabliity) terjemahan. Ini merupakan
penelitian holistik yang melibatkan 3 (tiga) jenis sumber data. Sumber data
pertama adalah dokumen yang berupa buku sumber dan produk terjemahannya
sebagai sumber data objektif. Sumber data kedua, diperoleh dari informan yang
memberi informasi mengenai keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan hasil
terjemahan sebagai data afektif. Sumber data ketiga adalah para penerjemah dan
editor ahli sebagai sumber data genetik. Pengumpulan data dilakukan melalui
identifikasi teknik dengan pengkajian dokumen, penyebaran kuesioner dan
wawancara mendalam. Pemilihan sampel data dilakukan dengan teknik purposif
sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 18 jenis teknik

Universitas Sumatera Utara

penerjemahan dari 731 teknik yang digunakan penerjemah dalam 285 data.
Berdasarkan frekuensi penggunaan teknik tersebut adalah: amplifikasi 122
(16,69%), penerjemahan harfiah 86 (11,76%), padanan lazim 84 (11,49%),
modulasi 73 (9,99%), peminjaman murni 71 (9,71%), reduksi/implisitasi 61
(8,34%), adaptasi 57 (7,80%), penambahan 37 (5,06%), transposisi 27 (3,69%),
generalisasi 22 (3,01%), kalke 19 (2,60%), inversi 16 (2,19%), partikularisasi 15
(2,05%), penghilangan 15 (2,05%), kreasi diskursif 10 (1,37%), deskripsi 9
(1,23%), peminjaman alami 6 (0,82%), dan koreksi 1 (0,14%). Berdasarkan teknik
yang dominan terungkap bahwa buku ini cenderung menggunakan metode
komunikatif dengan ideologi domestikasi. Dampak dari penggunaan teknik
penerjemahan ini terhadap kualitas terjemahan cukup baik dengan rata-rata skor
keakuratan terjemahan 3,33, keberterimaan 3,55, dan keterbacaan 3,53. Hal ini
mengindikasikan terjemahan memiliki kualitas keakuratan, keberterimaan dan
keterbacaan yang baik. Teknik yang paling banyak memberi kontribusi positif
terhadap tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan adalah
teknik amplifikasi, penerjemahan harfiah, dan padanan lazim. Sementara, teknik
penerjemahan yang banyak mengurangi tingkat keakuratan & keberterimaan
adalah modulasi, penambahan, dan penghilangan.
Harahap (2010), dalam tesisnya yang berjudul Fiksi Halilian dari Bahasa
Angkola ke Bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan
masalah kesepadanan dan pergeseran dalam teks terjemahan Fiksi Halilian
Angkola Indonesia. Peneliti menggunakan teori semantik, termasuk 1) reference
theory yang bisa mengungkapkan hubungan antar kata dengan entitas melalui cara
tertentu, 2) relasi makna atau meaning postulates yang bisa menangani hubungan

Universitas Sumatera Utara

kemiripan dan keberbedaan antar konsep dan 3) componential analysis yang
mampu melihat tipe kesepadanan lintas bahasa dan pergeseran makna sebagai
akibat dari proses pemadanan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif yang dilandasi oleh kerangka teori yang bersifat plural dan elektik (text
based on theory dan translator based theory) dan disisi lainform-based translation
dan meaning based translation yang diterapkan dengan cara mana suka, parsial,
atau simultan mengingat hakekat terjemahan sebagai suatu bidang ilmu terapan
dan kompleksitas fenomena terjemahan itu sendiri. Peneltian ini menerapkan
deskriptif kualitatif untuk menganalisis teknik penerjemahan dan kesepadanan
terjemahan pada tingkat kata dan frasa.
Mustaqin (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Pergeseran dan
Pemahaman Konteks dalam Penerjemahan Novel. Dalam jurnal tersebut
Mustaqin menekankan pentingnya shift atau pergeseran dan merupakan ‘nyawa’
dalam proses penerjemahan. Shift menghubungkan unit linguistik terkecil, seperti
morfem ke teks, yang dapat mengeksplorasi sesuatu di luar teks. Di lain sisi,
konteks dapat membantu untuk memahami dan menerapkan shift dalam proses
penerjemahan.

Selain itu, konteks dapat membantu mengetahui kata kunci

tentang novel, seperti topik, pesan, dan kode. Dalam penelitian ini, peneliti
menerapkan analisis dokumen untuk mengetahui pergeseran dan konteks yang ada
pada novel ‘Angels dan Demons’ yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
menjadi ‘Malaikat dan Iblis’. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pergeseran
dalam penerjemahan dan pemahaman konteks mendukung kesepadanan antara
teks sumber dan teks sasaran.

Universitas Sumatera Utara

Penelitian lainnya dilakukan oleh Silalahi (2009) dalam disertasinya yang
berjudul Dampak Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemahan Pada Kualitas
Terjemahan Teks Medical-Surgical Nursing dalam Bahasa Indonesia. Dalam
penelitian tersebut ditemukan bahwa teknik, metode dan ideologi penerjemahan
mempunyai dampak terhadap kualitas terjemahan. Kualitas terjemahan yang
dinilai adalah bagaimana tingkat kesepadanan terjemahan, tingkat keberterimaan
terjemahan, serta tingkat keterbacaan terjemahan. Dari penelitian tersebut
ditemukan bahwa 338 (64,75%) diterjemahkan secara akurat, 136 (26,05%)
kurang akurat, 48 (9,2%) tidak akurat. Dari aspek keberterimaan ditemukan 396
(75,86%) berterima, 91 (17,44%) kurang berterima, dan 35 (6,70%) tidak
berterima. Sementara itu, 493 (96,29%) data sasaran mempunyai tingkat
keterbacaan tinggi dan 19 (3,71%) mempunyai tingkat keterbacaan sedang.
Selanjutnya Susilawati (2009) dalam tesisnya Analisis Transposisi dan
Modulasi pada Terjemahan Petunjuk Pemakaian Produk-Produk Oriflame
Penelitian ini adalah penelitian tentang analisis bentuk-bentuk transposisi dan
modulasi yang digunakan oleh penerjemah pada terjemahan petunjuk pemakaian
produk-produk

Oriflame.

Tujuan

penelitian

ini

adalah;

pertama

untuk

mengidentifikasi bentuk transposisi dan modulasi yang terdapat pada terjemahan
petunjuk pemakaian produk-produk Oriflame terhadap kualitas terjemahan dalam
hal keakuratan dan keberterimaan. Tujuan kedua adalah untuk mengidentifikasi
dampak penerapan bentuk transposisi dan modulasi pada kualitas terjemahan
petunjuk pemakaian produk-produk Oriflame dalam hal keakuratan dan
keberterimaan, dan tujuan terakhir adalah untuk mengidentifikasi teknik mana
yang paling baik terhadap keakuratan dan keberterimaan. Metode penelitian yang

Universitas Sumatera Utara

diterapkan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang bersifat deskriptif. Sumber
data penelitian ini teks terjemahan petunjuk pemakaian produk-produk Oriflame
dan juga para informan. Data tersebut diidentifikasi bentuk-bentuk transposisi dan
modulasinya. Untuk mengetahui nilai keakuratan dan keberterimaan, data tersebut
dinilai oleh tiga rater yang berkecimpung di bidang penerjemahan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa bentuk-bentuk transposisi dan modulasi yang
digunakan oleh penerjemah berdampak terhadap kualitas terjemahan, konsumen
dan target penjualan, yaitu masih terdapat beberapa penyimpangan makna pesan
dalam Bsu yang tidak tersampaikan. Akibatnya, penyimpangan ini berpengaruh
terhadap kesalahan penggunaan produk tersebut sehingga berakibat fatal terhadap
konsumen.

Kemudian

berkenaan

dengan

keakuratan

dan

keberterimaan

terjemahan, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 172 data yang diteliti
terdapat 64% data yang dikategorikan sebagai transposisi akurat. Dinilai dari sisi
keberterimaan, sebanyak 72,2% dinilai sebagai transposisi berterima. Sementara
itu hasil penelitian terhadap penilaian bentuk-bentuk modulasi tercatat 62,8% data
yang dinilai akurat dan hasil keberterimaan bentuk modulasi adalah 78,5% data
dikategorikan modulasi berterima. Skor rata-rata yang diperoleh menunjukkan
bahwa teknik transposisi lebih baik terhadap nilai keakuratan dan untuk
keberterimaan lebih baik menggunakan teknik modulasi. Penelitian ini
mengimplikasikan bahwa penerjemah perlu mengenal lebih jauh tentang produkproduk Oriflame sehingga istilah-istilah yang berhubungan dengan kosmetika
dapat diterjemahkan dengan menggunakan padanan yang akurat dan berterima.
Hal ini bertujuan agar konsumen menggunakan produk Oriflame dengan tepat

Universitas Sumatera Utara

sehingga mereka puas yang akhirnya dapat mempertinggi tingkat penjualan
produk.
Felistyana (2008) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Penerjemahan
Kosakata Kebudayaan Fisik Bahasa Jepang ke Indonesia dalam Cerita Pendek
“Imogayu”. Penelitian ini berfokus pada penerjemahan kosakata kebudayaan fisik
bahasa Jepang ke Indonesia dalam cerita Imogayu. Permasalahan yang diangkat
adalah pergeseran bentuk dan makna yang terjadi dan pengurangan isi pesan. Data
berjumlah 27 data yang berupa kosakata kebudayaan fisik dalam bahasa Jepang
beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Data analisis secara bentuk
bahasa untuk mengetahui pergeseran bentuk yang terjadi. Data dianalisis secara
semantis dengan cara analisis komponen makna untuk mengetahui pergeseran
makna, kemudian dianalisis pengurangan isi pesannya berdasarkan kesesuaian
bentuk dan fungsi benda yang terkandung dalam kosakata kebudayaan fisik
tersebut. Dari analisis tersebut disimpulkan bahwa:1) Sebagain besar data
mengalami pergeseran bentuk, yaitu pergeseran tataran sintaksis atau tataran unit,
pergeseran struktur gramatikal dan pergeseran sistem bahasa; 2) Sebagian besar
data mengalami pergeseran makna, yaitu pergeseran makna spesifik ke generik
dan pergeseran makna yang tidak tergolong pergeseran makna spesifik-generik; 3)
Sebagian besar data tidak mengalami pengurangan isi pesan kosakata karena
fungsi benda dipertahankan walaupun bentuk bendanya berbeda antara
benda/objek dalam bahasa sumber dengan bahasa sasaran.
Halverson (2006) dalam artikelnya yang berjudul Concept of Equivalence in
Translation Studies: Much Ado about Something. Dalam artikel tersebut
Halverson

memberikan

penjelasan

secara

mendalam

mengenai

konsep

Universitas Sumatera Utara

kesepadanan dan relevansinya terhadap teori terjemahan dengan tujuan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang beragam sudut pandang dan
anggapan filosofis. Dia juga menekankan analogi antara konsep kesepadanan dan
konsep ilmu pengetahuan yang telah dipelajari dalam pilosofi ilmu dengan
melibatkan kesepadanan, terjemahan, dan ilmu pengetahuan.
Penelitian-penelitian tersebut sangatlah berguna dalam penelitian ini karena
memberikan pengetahuan tentang konsep teori dan gambaran mengenai cara-cara
untuk menganalisis prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi yang
diterapkan dalam suatu terjemahan dan menemukan model yang sesuai untuk
mengukur kualitas suatu terjemahan dari segi keakuratan, keberterimaan, dan
keterbacaan. Penelitian ini mengadopsi model penilaian kualitas yang digunakan
oleh Silalahi (2009) dan Nababan, dkk (2012) baik dari aspek keakuratan,
keberterimaan, maupun keterbacaan. Dari hasil penelitian-penelitian yang telah
disebutkan sebelumnya ditemukan bahwa prosedur penerjemahan transposisi dan
mdoulasi sangat sering terjadi dalam kegiatan penerjemahan dan penerapan dari
kedua prosedur tersebut dalam terjemahan memberikan dampak yang besar
terhadap kualitas terjemahan. Kontribusi semua penelitian terdahulu yang relevan
tentunya sangat membantu dalam penelitian ini, terlebih untuk mendapatkan
gambaran mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini.

2.3. Kerangka Berpikir
Diagram kerangka berpikir dirancang sebagai bentuk representasi dari apa
yang akan dilakukan peneliti dalam penelitian agar lebih terarah. Diagram
kerangka berpikir dimulai dengan mengidentifikasi terjemahan peribahasa yang
mengalami transposisi sekaligus menentukan jenis transposisi dan modulasi yang

Universitas Sumatera Utara

digunakan dalam terjemahan peribahasa dengan berpedoman pada jenis
transposisi dan modulasi oleh Machali (2009). Data tersebut kemudian digunakan
untuk

menilai

kualitas

terjemahan

yang

meliputi

tingkat

keakuratan,

keberterimaan dan keterbacaan yang dilakukan oleh rater dan peneliti sendiri
dengan menerapkan model penilaian kualitas terjemahan oleh Silalahi (2009) dan
Nababan, dkk (2012). Berikut diagram kerangka berpikir dari peneliti.
Buku
Batak Toba Karakter
Kearifan Indonesia
BSu
Bahasa Batak Toba

BSa
Bahasa Indonesia

Prosedur Penerjemahan
(Machali, 2009)
Transposisi

Raters

Keakuratan

Modulasi

Kualitas Terjemahan
Silalahi (2009)
Nababan, dkk (2012)

Keberterimaan

Peneliti

Keterbacaan

Kesimpulan
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Universitas Sumatera Utara