Program Studi Magister Manajemen FAKULTA
Business Ethic & GG
Corporate social responsibility
ADE CASWITO
55116120090
Program Studi Magister Manajemen
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2017
0
Corporate Social Responsibility (CSR) jika kita definisikan berdasarkan bahasa terdiri atas
tiga suku kata,yaitu: corporate yang berarti berkedudukan badan hukum, social yang berarti
sosial, responsibility yang berarti pertanggung-jawaban. Jadi jika kita artikan dalam pengartian
bahasa maka akan memberikan suatu makna bahwa CSR itu berarti pertanggung-jawaban sosial
dari lembaga/organisasi yang berbadan hukum. Penulis lebih mengartikan CSR sebagai suatu
upaya kerja keras yang dilakukan oleh organisasi bersama – sama dengan publik demi mencapai
kesadaran dan kesejahteraan publik. Dari pengertian tersebut dapat dianggap bahwa CSR
sebagai satu diantara berbagai jembatan penghubung antara sebuah perusahaan dengan
semua stakeholders, termasuk di dalamnya adalah pelanggan, pegawai, masyarakat, pemilik
atau investor, pemerintah, penyedia, bahkan juga saingan.
Corporate Social Responsibility yang biasa disingkat CSR mungkin bukan kata yang asing
untuk didengar oleh kita. Namun, dari kata ini juga sering disalah artikan oleh sebagian orang
termasuk penulis ketika pertama mendengar kata tersebut. Pada awalnya penulis menganggap
CSR sebagai kegiatan sosial dari tanggung jawab perusahaan yang menunjukkan kedermawanan
maupun kemurahan hati secara sukarela. Namun, setelah banyak diskusi dengan dosen dan
membaca buku akhirnya penulis dapat mengetahui bahwa CSR tidaklah sesederhana itu.
Sebelum jauh kita melangkah, ada baiknya kita mengetahui bagaimana konsep tanggung
jawab tersebut. Secara teoritis, tanggung jawab yang berkaitan dengan perusahaan dihadapkan
pada dua pemaknaan tanggung jawab (Isa Wahyudi & Busyra Azheri, 2011: 2), yaitu:
1. Konsep tanggung jawab dalam makna responsibility, merupakan tanggung jawab yang
pada prinsipnya lebih menekankan pada suatu perbuatan yang harus atau wajib
dilakukan secara sadar dan siap untuk menanggung segala resiko dan atau konsekuensi
apapun dari perbuatan yang didasarkan atas moral tersebut. Dengan kata lain,
responsibility merupakan tanggung jawab yang hanya disertai sanksi moral, sehingga
tidak salah apabila pemahaman sebagian pelaku usaha atau perusahaan terhadap CSR
hanya sebatas tanggung jawab moral yang diwujudkan dalam bentuk philanthropy
(kedermawanan) maupun charity (kemurahan hati)
2. Konsep tanggung jawab dalam makna liability, merupakan tanggung jawab dalam
konteks hukum yang biasanya diwujudkan dalam bentuk tanggung jawab keperdataan.
Dalam hal ini tanggung jawab diatur sesuai dengan perundang – undangan yang berlaku
di Indonesia. Sehingga tanggung jawab dalam konsep ini seperti suatu tanggung jawab
yang dipaksakan jika tidak ingin dikenai sanksi hukum perdata. Maka sesuatu yang amat
sangat lucu jika suatu kegiata C“‘ harus dilakuka atas dasar takut aka huku ya g
menjerat.
1
Dari penjabaran konsep diatas dapat kita lihat perbedaan yang terlihat dari kedua
konsep tersebut terletak pada sumber pengaturannya. Tanggung jawab yang dilakukan atas
dasar moral masuk dalam kategori tanggung jawab responsibility, sedangkan apabila tanggung
jawab tersebut dilakukan atas dasar hukum yang berlaku maka termasuk dalam kategori
liability. Dari hal ini sudah dapat membuat kita bingung terhadap kegiatan tanggung jawab
perusahaan yang ada di Indonesia lebih pantas disebut Corporate Social Responsibility (CSR)
ataukah Corporate Social Liability (CSL).
Menurut pendapat saya tentang Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) di
Lingkungan perusahaan, Banyak perusahaan yang akhir-akhir ini terus gencar melakukan
kegiatan sosial dan kemudian mengklaimnya sebagai bagian dari kegiatan Corporate Social
Responsibilites (CSR) akibat kesalahan. Pemahaman yang salah mengenai CSR telah menjadikan
konsep CSR semakin kabur dan tidak jelas. Ironisnya, campur aduk CSR dan kegiatan sosial
justru tak dipahami dengan benar. Konsep CSR sejatinya merupakan bagian dari upaya
pemberdayaan sosial yang hendak disandingkan dengan kepentingan perusahaan. Sejalan
dengan kewajiban perusahaan untuk melakukan tanggung jawab sosial melalui undang-undang
CSR tahun 2007, implementasi CSR sejatinya bukan sekadar bagi – bagi sembako kepada kaum
miskin atau sekadar penanaman 1000 pohon maupun bagi – bagi air bersih. Dalam konsep
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan, konsep CSR hendaknya
dilakukan dalam jangka panjang melalui program-program yang mampu menyentuh sendisendi kehidupan masyarakat atau pun komunitas. Itu artinya CSR haruslah memiliki dampak
secara ekonomi dan sosial. Pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan UKM yang
merupakan pola kemitraan antara perusahaan dan publik mungkin bisa jadi salah satu alternatif
untuk menyentuh sendi – sendi kehidupan publik, pada intinya permasalahan di atas mengenai
Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) di Lingkungan perusahaan belum seperti
yang diharapkan oleh masyarakat dan pemerintah khususnya dilingkungan perusahaan.
HUBUNGAN BUSINESS ETHIC (ETIKA BISNIS) DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Hubungan business ethic (etika bisnis) dengan corporate social responsibility(CSR)?
Sebagian orang mungkin menganggap kalau kedua nya tidak memiliki hubungan apapun.
Namun, Vice Chair Board of Management Indonesia Business Links (IBL), etika bisnis merupakan
dasar atau jiwa dari pelaksanaan sebuah unit usaha. Sementara CSR merupakan
a ifestasi ya. Etika is is er i ara e ge ai ilai. Apakah se uah perusahaa
e ga ut
nilai yang baik atau yang buruk. Kalau memang memegang nilai yang baik dalam berbisnis,
maka perusahaan tersebut pasti akan menjalankan CSR yang memang bertanggung jawab, etika
bisnis lebih melekat kepada individu yang menjalankan entitas bisnis. Sedangkan CSR sebagai
hasil atau kebijakan dari perusahaan itu sendiri. Etika bisnis pengusaha di Indonesia semakin
hari semakin membaik. Ia menyebut krisis moneter yang sempat meruntuhkan perekonomian
2
Indonesia sebagai contoh dari etika bisnis perusahaan yang buruk. Namun, semakin banyaknya
pelaksanaan dan beragamnya kegiatan CSR menunjukkan kalau etika bisnis di Indonesia terus
membaik. Hal ini lepas dari diwajibkannya CSR seperti tertuang di Undang-Undang Perseroan
tahun 2007. Menjadikan CSR sebagai bentuk tanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan, menunjukkan etika bisnis yang baik.
Memang, perusahaan masih mendefinisikan CSR secara beragam. Namun, secara esensi CSR
harus memiliki makna bahwa perusahaan untuk bertanggung jawab kepada stakeholder
(pemangku kepentingan). Bukan hanya shareholder(pemegang saham).
Kepentingan bisnis jangka panjang pun dicapai tidak hanya melalui pertumbuhan dan laba.
Namun juga sejalan dengan kesejahteraan masyarakat, kelestarian lingkungan hidup, dan
perbaikan kualtias hidup.
Masih banyak yang melihat CSR sebagai sisa-sisa dari keuntungan. Ini terlihat dari banyaknya
yang bertanya mengenai berapa dana CSR yang dianggarkan. Seharusnya memang sudah
dianggarkan dan menjadikannya built-in di dalam perusahaan dengan menjadikannya sebagai
way of doing business. Sehingga CSR tidak menjadi cost, melainkan investasi.
Implementasi etika bisnis tersebut akan memiliki beberapa manfaat. Antara lain, memastikan
kalau segenap sumber daya perusahaan dikelola secara bertanggung jawab untuk kepentingan
seluruh stakeholder.
Dunia bisnis harus sadar dan yakin kalau menjalankan usaha dengan benar ada gunanya, yakni
akan lebih sustain. Contohnya, Nike yang pernah kehilangan kepercayaan dari masyarakat dan
merugi karena mempekerjakan anak-anak dan memberikan upah minimum.
Mengkritisi implementasi CSR yang terjadi di Indonesia. Dari penjelasan sebelumya telah
kita singgung mengenai implementasi, definisi CSR, konsep tanggung jawab dan prinsip –
prinsip CSS. Dalam topik ini penulis akan menggabungkan pemahaman dari apa yang telah
diuraikan diatas mengenai implementasi CSR di Indonesia terjebak dalam budaya pop. Kenapa
demikian?. Argumen ini dasari atas program – program CSR dari beberapa perusahaan yang
menyatakan telah melakukan CSR, namun pada kenyataannya hanya berupa kegiatan sosial,
kedermawanan (philanthropy) maupun kemurahan hati (charity).
Kegiatan sosial, kedermawanan, dan kemurahan hati merupakan keterjebakan pihak
perusahaan dalam melaksanakan kegiatan CSR mereka. Keterjebakan ini terjadi karena masih
belum jelasnya konsep CSR tersebut, dan juga disebabkan atas pemahaman sebagian pelaku
usaha atau perusahaan atas CSR hanya sebagai tanggung jawab moral yang kemudian mereka
wujudkan dalam bentuk kedermawanan maupun kemurahan hati. Akibat dari sempitnya
pemahaman mengenai CSR, banyak perusahaan yang akhirnya melakukan kegiatan CSR dalam
3
bentuk yang sama, yaitu kegiatan sosial, kedermawanan, kemurahan hati, hingga lingkungan.
Sehingga terlihat dari tujuannya yang penting kegiatan tersebut dapat membuat publik senang,
melupakan masalah yang terjadi, hidup sejahtera dalam jangka waktu tertentu sehingga
tergantung pada keberadaan perusahaan, dan lain sebagainya. Walaupun lingkungan dianggap
se agai salah satu aspek C“‘ dala Triple Botto Li e oleh Joh Elki gsto s (Isa Wahyudi &
Busyra Azheri, 2011: 44), namun pada tulisan ini penulis bermaksud melepaskan aspek
lingkungan sebagai aspek dari CSR, karena bagi penulis aspek lingkungan merupakan aspek
tersendiri yang tidak boleh untuk dimasukkan dalam tanggung jawab responsibility, lingkungan
merupakan kewajiban bagi seluruh publik terlebih bagi perusahaan sebagai konsekuensi dari
lingkungan yang telah dirusak. Kembali ke topik semula bahwa CSR merupakan program yang
dilakukan demi meningkatnya taraf kehidupan publik dari segi apapun tanpa tergantung ke
perusahaan tersebut.
Di Indonesia masih sering terjadi permasalahan bentuk tanggung jawab seperti yang diuraikan
diatas, contohnya
1. Program CSR air mineral yang berusaha mengangkat nama perusahaannya sebagai
perusahaan yang dermawan lewat program 1 liter untuk 10 liter.
2. Pengucuran dana besar – besaran yang dibanggakan oleh perusahaan pertambangan
di Kalimantan Timur dengan menganggarkan dana US$ 5 Juta atau sekitar Rp 45
Milyar untuk program CSR dalam Majalah Bisnis dan CSR.
3. Bagi – bagi televisi kepada penonton setia, program ini sering ada di salah satu stasiun
televisi swasta.
Dari ketiga contoh tersebut dapat kita lihat bagaimana pihak perusahaan berusaha
untuk tampil dermawan dan murah hati. Selain tiga contoh diatas tentu masih banyak lagi
kegiatan – kegiatan sosial yang dilakukan perusahaan untuk menunjukkan betapa dermawan
dan murah hatinya mereka. Dan di Indonesia ada musimnya perusahaan untuk menunjukkan
kedermawanan dan kemurah hatian mereka, yaitu ketika bencana alam terjadi. Pada musim ini
kita akan banyak melihat lalu lalang mobil – mobil lengkap dengan spanduk besar bertuliskan
nama perusahaan, posko – posko bencana yang bernamakan perusahaan, dan segala bantuan
yang bertempelkan nama perusahaan. Program musiman ini akan tetap berjalan ketika semua
pandangan publik tertuju ke lokasi bencana tersebut, namun ketika pandangan publik sudah
mulai menjauh dari lokasi bencana maka para dermawan – dermawan ini pun mulai
meninggalkan lokasi satu persatu. Fenomena yang lucu dari perusahaan tersebut yang
berusaha mengambil kesempatan untuk memoles citra perusahannya menjadi terlihat
dermawan. Hal ini terlihat dari hasil survey yang dilakukan Suprapto (Isa Wahyudi & Busyra
4
Azheri, 2011: 210) dari 375 perusahaan lokal di Jakarta, sekitar 55,75 % (209) perusahaan
melakukan kegiatan CSR yang meliputi:
1. Kegiatan kekeluargaan perusahaan berjumlah 116 perusahaan.
2. Sumbangan pada lembaga agama berjumlah 50 perusahaan.
3. Sumbangan pada yayasan sosial berjumlah 39 perusahaan.
4. Pengembangan komunitas berjumlah 4 perusahaan.
Dari data diatas dapat kita lihat yang terang – terangan menganggap sumbangan sebagai
program CSR sebanyak 89 perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa masih banyak
perusahaan yang terjebak dalam budaya kedermawanan dan kemurahan hati perusahaan
Selain kegiatan sosial, kedermawanan dan kemurahan hati, ada satu lagi kegiatan yang penulis
anggap bukanlah sebagai suatu tanggung jawab yang menjadi program favorit perusahaan,
yaitu kepedulian lingkungan. Saat ini perusahaan mulai suka mengatakan bahwa melakukan
program penghijauan sebagai kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Lingkungan akhir –
akhir ini dijadikan eksploitasi tanggung jawab perusahaan dengan melakukan kegiatan
penghijauan 1000 pohon, konservasi lingkungan dan lain sebagainya. Padahal menurut penulis,
lingkungan bukanlah aspek dari CSR yang perlu kesadaran untuk memperdulikannya. Karena
lingkungan merupakan kewajiban bersama dengan harga mati untuk dijaga baik oleh publik
terlebih perusahaan yang telah mengeksploitasi lingkungan secara besar – besaran.
Dari penjelasan diatas semoga dapat diketahui bagaimana keadaan implementasi kegiatan CSR
di Indonesia benar – benar telah terjebak dengan budaya pop yang mengkungkung melalui
kegiatan sosial, kedermawanan, kemurah hatian hingga masalah lingkungan. Kegiatan CSR
bukanlah kegiatan yang ingin dikenal atas kebaikannya, besar dana yang dikeluarkan, hingga
berapa banyak yang telah dibantu. CSR merupakan kegiatan yang ingin dikenal atas prestasinya
untuk memajukan taraf kehidupan publik dari segi apapun.
5
Sumber :
http://www.ti.or.id/index.php/news/2010/11/22/dasari-csr-dengan-etika-bisnis
https://putradaerahkalbar.wordpress.com/2011/04/18/implementasi-corporate-social-responsibility-diindonesia-terjebak-dalam-budaya-pop/
6
Corporate social responsibility
ADE CASWITO
55116120090
Program Studi Magister Manajemen
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2017
0
Corporate Social Responsibility (CSR) jika kita definisikan berdasarkan bahasa terdiri atas
tiga suku kata,yaitu: corporate yang berarti berkedudukan badan hukum, social yang berarti
sosial, responsibility yang berarti pertanggung-jawaban. Jadi jika kita artikan dalam pengartian
bahasa maka akan memberikan suatu makna bahwa CSR itu berarti pertanggung-jawaban sosial
dari lembaga/organisasi yang berbadan hukum. Penulis lebih mengartikan CSR sebagai suatu
upaya kerja keras yang dilakukan oleh organisasi bersama – sama dengan publik demi mencapai
kesadaran dan kesejahteraan publik. Dari pengertian tersebut dapat dianggap bahwa CSR
sebagai satu diantara berbagai jembatan penghubung antara sebuah perusahaan dengan
semua stakeholders, termasuk di dalamnya adalah pelanggan, pegawai, masyarakat, pemilik
atau investor, pemerintah, penyedia, bahkan juga saingan.
Corporate Social Responsibility yang biasa disingkat CSR mungkin bukan kata yang asing
untuk didengar oleh kita. Namun, dari kata ini juga sering disalah artikan oleh sebagian orang
termasuk penulis ketika pertama mendengar kata tersebut. Pada awalnya penulis menganggap
CSR sebagai kegiatan sosial dari tanggung jawab perusahaan yang menunjukkan kedermawanan
maupun kemurahan hati secara sukarela. Namun, setelah banyak diskusi dengan dosen dan
membaca buku akhirnya penulis dapat mengetahui bahwa CSR tidaklah sesederhana itu.
Sebelum jauh kita melangkah, ada baiknya kita mengetahui bagaimana konsep tanggung
jawab tersebut. Secara teoritis, tanggung jawab yang berkaitan dengan perusahaan dihadapkan
pada dua pemaknaan tanggung jawab (Isa Wahyudi & Busyra Azheri, 2011: 2), yaitu:
1. Konsep tanggung jawab dalam makna responsibility, merupakan tanggung jawab yang
pada prinsipnya lebih menekankan pada suatu perbuatan yang harus atau wajib
dilakukan secara sadar dan siap untuk menanggung segala resiko dan atau konsekuensi
apapun dari perbuatan yang didasarkan atas moral tersebut. Dengan kata lain,
responsibility merupakan tanggung jawab yang hanya disertai sanksi moral, sehingga
tidak salah apabila pemahaman sebagian pelaku usaha atau perusahaan terhadap CSR
hanya sebatas tanggung jawab moral yang diwujudkan dalam bentuk philanthropy
(kedermawanan) maupun charity (kemurahan hati)
2. Konsep tanggung jawab dalam makna liability, merupakan tanggung jawab dalam
konteks hukum yang biasanya diwujudkan dalam bentuk tanggung jawab keperdataan.
Dalam hal ini tanggung jawab diatur sesuai dengan perundang – undangan yang berlaku
di Indonesia. Sehingga tanggung jawab dalam konsep ini seperti suatu tanggung jawab
yang dipaksakan jika tidak ingin dikenai sanksi hukum perdata. Maka sesuatu yang amat
sangat lucu jika suatu kegiata C“‘ harus dilakuka atas dasar takut aka huku ya g
menjerat.
1
Dari penjabaran konsep diatas dapat kita lihat perbedaan yang terlihat dari kedua
konsep tersebut terletak pada sumber pengaturannya. Tanggung jawab yang dilakukan atas
dasar moral masuk dalam kategori tanggung jawab responsibility, sedangkan apabila tanggung
jawab tersebut dilakukan atas dasar hukum yang berlaku maka termasuk dalam kategori
liability. Dari hal ini sudah dapat membuat kita bingung terhadap kegiatan tanggung jawab
perusahaan yang ada di Indonesia lebih pantas disebut Corporate Social Responsibility (CSR)
ataukah Corporate Social Liability (CSL).
Menurut pendapat saya tentang Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) di
Lingkungan perusahaan, Banyak perusahaan yang akhir-akhir ini terus gencar melakukan
kegiatan sosial dan kemudian mengklaimnya sebagai bagian dari kegiatan Corporate Social
Responsibilites (CSR) akibat kesalahan. Pemahaman yang salah mengenai CSR telah menjadikan
konsep CSR semakin kabur dan tidak jelas. Ironisnya, campur aduk CSR dan kegiatan sosial
justru tak dipahami dengan benar. Konsep CSR sejatinya merupakan bagian dari upaya
pemberdayaan sosial yang hendak disandingkan dengan kepentingan perusahaan. Sejalan
dengan kewajiban perusahaan untuk melakukan tanggung jawab sosial melalui undang-undang
CSR tahun 2007, implementasi CSR sejatinya bukan sekadar bagi – bagi sembako kepada kaum
miskin atau sekadar penanaman 1000 pohon maupun bagi – bagi air bersih. Dalam konsep
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan, konsep CSR hendaknya
dilakukan dalam jangka panjang melalui program-program yang mampu menyentuh sendisendi kehidupan masyarakat atau pun komunitas. Itu artinya CSR haruslah memiliki dampak
secara ekonomi dan sosial. Pemberdayaan masyarakat melalui pembinaan UKM yang
merupakan pola kemitraan antara perusahaan dan publik mungkin bisa jadi salah satu alternatif
untuk menyentuh sendi – sendi kehidupan publik, pada intinya permasalahan di atas mengenai
Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) di Lingkungan perusahaan belum seperti
yang diharapkan oleh masyarakat dan pemerintah khususnya dilingkungan perusahaan.
HUBUNGAN BUSINESS ETHIC (ETIKA BISNIS) DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)
Hubungan business ethic (etika bisnis) dengan corporate social responsibility(CSR)?
Sebagian orang mungkin menganggap kalau kedua nya tidak memiliki hubungan apapun.
Namun, Vice Chair Board of Management Indonesia Business Links (IBL), etika bisnis merupakan
dasar atau jiwa dari pelaksanaan sebuah unit usaha. Sementara CSR merupakan
a ifestasi ya. Etika is is er i ara e ge ai ilai. Apakah se uah perusahaa
e ga ut
nilai yang baik atau yang buruk. Kalau memang memegang nilai yang baik dalam berbisnis,
maka perusahaan tersebut pasti akan menjalankan CSR yang memang bertanggung jawab, etika
bisnis lebih melekat kepada individu yang menjalankan entitas bisnis. Sedangkan CSR sebagai
hasil atau kebijakan dari perusahaan itu sendiri. Etika bisnis pengusaha di Indonesia semakin
hari semakin membaik. Ia menyebut krisis moneter yang sempat meruntuhkan perekonomian
2
Indonesia sebagai contoh dari etika bisnis perusahaan yang buruk. Namun, semakin banyaknya
pelaksanaan dan beragamnya kegiatan CSR menunjukkan kalau etika bisnis di Indonesia terus
membaik. Hal ini lepas dari diwajibkannya CSR seperti tertuang di Undang-Undang Perseroan
tahun 2007. Menjadikan CSR sebagai bentuk tanggung jawab terhadap masyarakat dan
lingkungan, menunjukkan etika bisnis yang baik.
Memang, perusahaan masih mendefinisikan CSR secara beragam. Namun, secara esensi CSR
harus memiliki makna bahwa perusahaan untuk bertanggung jawab kepada stakeholder
(pemangku kepentingan). Bukan hanya shareholder(pemegang saham).
Kepentingan bisnis jangka panjang pun dicapai tidak hanya melalui pertumbuhan dan laba.
Namun juga sejalan dengan kesejahteraan masyarakat, kelestarian lingkungan hidup, dan
perbaikan kualtias hidup.
Masih banyak yang melihat CSR sebagai sisa-sisa dari keuntungan. Ini terlihat dari banyaknya
yang bertanya mengenai berapa dana CSR yang dianggarkan. Seharusnya memang sudah
dianggarkan dan menjadikannya built-in di dalam perusahaan dengan menjadikannya sebagai
way of doing business. Sehingga CSR tidak menjadi cost, melainkan investasi.
Implementasi etika bisnis tersebut akan memiliki beberapa manfaat. Antara lain, memastikan
kalau segenap sumber daya perusahaan dikelola secara bertanggung jawab untuk kepentingan
seluruh stakeholder.
Dunia bisnis harus sadar dan yakin kalau menjalankan usaha dengan benar ada gunanya, yakni
akan lebih sustain. Contohnya, Nike yang pernah kehilangan kepercayaan dari masyarakat dan
merugi karena mempekerjakan anak-anak dan memberikan upah minimum.
Mengkritisi implementasi CSR yang terjadi di Indonesia. Dari penjelasan sebelumya telah
kita singgung mengenai implementasi, definisi CSR, konsep tanggung jawab dan prinsip –
prinsip CSS. Dalam topik ini penulis akan menggabungkan pemahaman dari apa yang telah
diuraikan diatas mengenai implementasi CSR di Indonesia terjebak dalam budaya pop. Kenapa
demikian?. Argumen ini dasari atas program – program CSR dari beberapa perusahaan yang
menyatakan telah melakukan CSR, namun pada kenyataannya hanya berupa kegiatan sosial,
kedermawanan (philanthropy) maupun kemurahan hati (charity).
Kegiatan sosial, kedermawanan, dan kemurahan hati merupakan keterjebakan pihak
perusahaan dalam melaksanakan kegiatan CSR mereka. Keterjebakan ini terjadi karena masih
belum jelasnya konsep CSR tersebut, dan juga disebabkan atas pemahaman sebagian pelaku
usaha atau perusahaan atas CSR hanya sebagai tanggung jawab moral yang kemudian mereka
wujudkan dalam bentuk kedermawanan maupun kemurahan hati. Akibat dari sempitnya
pemahaman mengenai CSR, banyak perusahaan yang akhirnya melakukan kegiatan CSR dalam
3
bentuk yang sama, yaitu kegiatan sosial, kedermawanan, kemurahan hati, hingga lingkungan.
Sehingga terlihat dari tujuannya yang penting kegiatan tersebut dapat membuat publik senang,
melupakan masalah yang terjadi, hidup sejahtera dalam jangka waktu tertentu sehingga
tergantung pada keberadaan perusahaan, dan lain sebagainya. Walaupun lingkungan dianggap
se agai salah satu aspek C“‘ dala Triple Botto Li e oleh Joh Elki gsto s (Isa Wahyudi &
Busyra Azheri, 2011: 44), namun pada tulisan ini penulis bermaksud melepaskan aspek
lingkungan sebagai aspek dari CSR, karena bagi penulis aspek lingkungan merupakan aspek
tersendiri yang tidak boleh untuk dimasukkan dalam tanggung jawab responsibility, lingkungan
merupakan kewajiban bagi seluruh publik terlebih bagi perusahaan sebagai konsekuensi dari
lingkungan yang telah dirusak. Kembali ke topik semula bahwa CSR merupakan program yang
dilakukan demi meningkatnya taraf kehidupan publik dari segi apapun tanpa tergantung ke
perusahaan tersebut.
Di Indonesia masih sering terjadi permasalahan bentuk tanggung jawab seperti yang diuraikan
diatas, contohnya
1. Program CSR air mineral yang berusaha mengangkat nama perusahaannya sebagai
perusahaan yang dermawan lewat program 1 liter untuk 10 liter.
2. Pengucuran dana besar – besaran yang dibanggakan oleh perusahaan pertambangan
di Kalimantan Timur dengan menganggarkan dana US$ 5 Juta atau sekitar Rp 45
Milyar untuk program CSR dalam Majalah Bisnis dan CSR.
3. Bagi – bagi televisi kepada penonton setia, program ini sering ada di salah satu stasiun
televisi swasta.
Dari ketiga contoh tersebut dapat kita lihat bagaimana pihak perusahaan berusaha
untuk tampil dermawan dan murah hati. Selain tiga contoh diatas tentu masih banyak lagi
kegiatan – kegiatan sosial yang dilakukan perusahaan untuk menunjukkan betapa dermawan
dan murah hatinya mereka. Dan di Indonesia ada musimnya perusahaan untuk menunjukkan
kedermawanan dan kemurah hatian mereka, yaitu ketika bencana alam terjadi. Pada musim ini
kita akan banyak melihat lalu lalang mobil – mobil lengkap dengan spanduk besar bertuliskan
nama perusahaan, posko – posko bencana yang bernamakan perusahaan, dan segala bantuan
yang bertempelkan nama perusahaan. Program musiman ini akan tetap berjalan ketika semua
pandangan publik tertuju ke lokasi bencana tersebut, namun ketika pandangan publik sudah
mulai menjauh dari lokasi bencana maka para dermawan – dermawan ini pun mulai
meninggalkan lokasi satu persatu. Fenomena yang lucu dari perusahaan tersebut yang
berusaha mengambil kesempatan untuk memoles citra perusahannya menjadi terlihat
dermawan. Hal ini terlihat dari hasil survey yang dilakukan Suprapto (Isa Wahyudi & Busyra
4
Azheri, 2011: 210) dari 375 perusahaan lokal di Jakarta, sekitar 55,75 % (209) perusahaan
melakukan kegiatan CSR yang meliputi:
1. Kegiatan kekeluargaan perusahaan berjumlah 116 perusahaan.
2. Sumbangan pada lembaga agama berjumlah 50 perusahaan.
3. Sumbangan pada yayasan sosial berjumlah 39 perusahaan.
4. Pengembangan komunitas berjumlah 4 perusahaan.
Dari data diatas dapat kita lihat yang terang – terangan menganggap sumbangan sebagai
program CSR sebanyak 89 perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa masih banyak
perusahaan yang terjebak dalam budaya kedermawanan dan kemurahan hati perusahaan
Selain kegiatan sosial, kedermawanan dan kemurahan hati, ada satu lagi kegiatan yang penulis
anggap bukanlah sebagai suatu tanggung jawab yang menjadi program favorit perusahaan,
yaitu kepedulian lingkungan. Saat ini perusahaan mulai suka mengatakan bahwa melakukan
program penghijauan sebagai kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Lingkungan akhir –
akhir ini dijadikan eksploitasi tanggung jawab perusahaan dengan melakukan kegiatan
penghijauan 1000 pohon, konservasi lingkungan dan lain sebagainya. Padahal menurut penulis,
lingkungan bukanlah aspek dari CSR yang perlu kesadaran untuk memperdulikannya. Karena
lingkungan merupakan kewajiban bersama dengan harga mati untuk dijaga baik oleh publik
terlebih perusahaan yang telah mengeksploitasi lingkungan secara besar – besaran.
Dari penjelasan diatas semoga dapat diketahui bagaimana keadaan implementasi kegiatan CSR
di Indonesia benar – benar telah terjebak dengan budaya pop yang mengkungkung melalui
kegiatan sosial, kedermawanan, kemurah hatian hingga masalah lingkungan. Kegiatan CSR
bukanlah kegiatan yang ingin dikenal atas kebaikannya, besar dana yang dikeluarkan, hingga
berapa banyak yang telah dibantu. CSR merupakan kegiatan yang ingin dikenal atas prestasinya
untuk memajukan taraf kehidupan publik dari segi apapun.
5
Sumber :
http://www.ti.or.id/index.php/news/2010/11/22/dasari-csr-dengan-etika-bisnis
https://putradaerahkalbar.wordpress.com/2011/04/18/implementasi-corporate-social-responsibility-diindonesia-terjebak-dalam-budaya-pop/
6