Analisis Pemasaran Kemenyan (Styrax spp.) (Studi Kasus: Kecamatan Tarutung dan Kecamatan Adiankoting, Kabupaten Tapanuli Utara)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Kemenyan (Styrax spp.)
Jayusman, dkk., (1999) pohon kemenyan termasuk ke dalam ordo
Ebenales, famili Styracaceae dan genus Styrax. Terdapat 7 (tujuh) jenis kemenyan

yang menghasilkan getah tetapi hanya 4 jenis yang secara umum lebih dikenal dan
bernilai ekonomis yaitu: kemenyan durame (S.benzoine DRYAND), kemenyan
bulu (S. benzoine var. hiliferum), kemenyan toba (S. sumatrana J.J.Sm) dan
kemenyan siam (S. tokinensis). Tetapi jenis kemenyan toba dan durame yang
paling umum dibudidayakan secara luas di Sumatera Utara. Jayusman, dkk(1997)
juga menambahkan jenis kemenyan alam yang kurang dikelola di Sumatera Utara
adalah kemenyan Bulu(S. benzoine var. hiliferum). Klasifikasi tanaman kemenyan
(Styrax spp.) dalam sistematika tumbuhan dapat disusun sebagai berikut:
Sub Divisio

: Angiospermae

Kelas

: Dikotiledonae


Ordo

: Ebeneles

Family

: Styraceae

Genus

: Styrax

Spesies

: Styrax spp.

Jenis Kemenyan
Menurut


Sasmuko

(2003)

terdapat

dua

jenis

kemenyan

yang

dikembangkan oleh masyarakat khususnya petani di Kabupaten Tapanuli. Kedua
jenis ini adalah kemenyan toba dan kemenyan durame. Kedua jenis ini dapat
dibedakan dari aroma dan warna getah yang dihasilkan, yaitu aroma getah toba

Universitas Sumatera Utara


ebih tajam dengan warna yang lebih putih dibandingkan kemenyan durame.
Secara botani kedua jenis ini dapat dibedakan dari bentuk dan ukuran daun.
Kemenyan durame mempunyai ukuran daun lebih besar dan berbentuk bulat
memanjang (oblongus). Kemenyan toba merupakan jenis yang disenangi oleh
masyarakat karena dalam perdagangan lokal getahnya lebih tinggi dibandingkan
dengan kemenyan durame.
Pengelolaan Kemenyan
Secara tradisional pengelolaan kemenyan oleh petani di Tapanuli Utara
meliputi kegiatan penanaman dan pemanenan. Pekerjaan penanaman secara
tradisional dilakukan dengan memindahkan anakan alam pada tempat yang
kosong yang mati dalam kebunnya. Sedangkan kegiatan pemungutan getah
(penyadapan) dilakukan satu kali dalam setahun dengan pola tradisional tanpa
adanya perlakuan tertentu. Untuk produksi getahnya tidak lebih dari 15 gr/takik
atau rata-rata 0,5 kg/pohon. Pengolahan kemenyan saat ini masih dilakukan
tanpaada pengolahan lanjut dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas.
Kemenyanyang dipasarkan baik lokal maupun ekspor pada umumnya masih
berupa bahanmentah (raw material). Pengolahan kemenyan menjadi bentuk
barang setengahjadi (semifinal goods) atau barang jadi (final goods) berupa hasilhasil ekstraksesuai dengan kandungan kimianya belum ada industri yang
melakukannya diSumatera Utara. Pemanfaatan kemenyan yang diketahui oleh
masyarakat secaraumum masih terbatas pada penggunaannya untuk industri rokok

dan kegiatantradisional atau religius (Silalahi, 2013).
Penentuan mutu bibit pada umumnya berdasarkan kepada hasil penilaian
atau evaluasi yang berdasarkan pada tiga kriteria yaitu mutu genetik, mutu fisik,

Universitas Sumatera Utara

dan mutu fisiologis. Mutu genetik didasarkan pada kelas sumber benih, mutu fisik
mencerminkan kondisi fisik bibit seperti kekompakan media, kekokohan, keadaan
batang, dan kesehatan; sedangkan mutu fisiologis menggambarkan pertumbuhan
tinggi, diameter, jumlah daun, warna daun (Pramono dan Suhaendi, 2006).
Manfaat Getah Kemenyan
a. Tradisional (konvensional)
Tradisi religi masih sering menggunakan getah kemenyan, terutama pada
upacara-upacara untuk mendapatkan aroma dupa yang baik. Di pulau Jawa sering
dicampur dengan kayu cendana pada saat pembakarannya. Ditimur Tengah
penggunaan getah kemenyan sebagai dupa yang sempurna dengan mencampur
dengan getah Murni (minyak). Penggunaan gatah untuk bahan pencampur pada
tembakau rokok.
b. Modern
1. Pengawet makanan dan minuman

2. Bahan pembuatan parfum
3. Kosmetik
4. Pembuatan Vernis
5. Sebagai salah satu bahan pembuatan obat pada bidang farmasi
6. Bahan pembuatan lilin
Sebagianbesar kegunaan lainnya adalah sebagai bahan baku dalam industri
antara lainindustri parfum, farmasi, obat-obatan, kosmetik, sabun, kimia dan
industry pangan. Ekstraksi kimia getah kemenyan menghasilkan tincture dan
benzoin resinyang digunakan sebagai fixative agent dalam industri parfum.

Ekstraksi kemenyanjuga dapat menghasilkan beberapa senyawa kimia yang

Universitas Sumatera Utara

diperlukan oleh industry farmasi, antara lain asam balsamat, asam sinamat,
benzyl benzoat, sodiumbenzoat, benzophenone, dan ester aromatic (Pasaribu dan

Sipayung, 1999).
Kondisi Umum Kawasan Hutan Batang Toru
Kawasan Hutan Batang Toru terdiri dari Blok Barat dan Blok Timur,

secara geografis terletak antara 98° 53’ - 99° 26’ Bujur Timur dan 02° 03’ - 01°
27’ Lintang Utara. Hutan alami (primer) di Batang Toru yang tersisa saat ini
diperhitungkan seluas 136.284 hadan berada di Blok Barat seluas 81.344 ha dan di
Blok Timur seluas 54.940 ha. Secara administratif berada di 3 Kabupaten yaitu
Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Selatan. Kabupaten Tapanuli
Utara: Kawasan hutan Batang Toru yang termasuk kedalamdaerah Tapanuli Utara
adalah seluas 89.236 ha atau 65,5% dari luas hutan. Air dari hutan Batang Toru di
Tapanuli Utara mengairi persawahan luas di lembah Sarulla dan hulunya dari
DAS Sipansihaporas dan Aek Raisan berada di Tapanuli Utara. Pegununganyang
paling tinggi di Batang Toru berada di Tapanuli Utara (Dolok Saut 1.802 m dpl)
(YEL, 2007).
Keadaan topografi di kawasan hutan Batang Toru sangat curam.
Berdasarkan peta kontur sebagian besar kelerengan berkisar > 40%, dan lebih
curam lagi di Blok Timur Sarulla. Tanah di hutan Batang Toru termasuk yang
peka terhadap erosi. Hutan Batang Toru menjadi areal yang penting untuk
mencegah banjir, erosi dan longsor di daerah Tapanuli ini yang rentan terhadap
datangnya bencana alam, termasuk gempa. Dengan ketinggian sekitar 400-1.803
m di atas permukaan laut, kawasan hutan Batang Toru merupakan hutan
pegunungan dataran rendah dan dataran tinggi. Status hutan Batang Toru saat ini


Universitas Sumatera Utara

sekitar 68,7 % Hutan Produksi (93.628 ha), APL 12,7 % (17.341 ha) dan sebagian
Hutan Lindung (Register) atau Suaka Alam 18,6 % (25.315 ha). Saat ini sedang
sedang disiapkan usulan perubahan status untuk menjadikan hutan Batang Toru
sebagai hutan lindung oleh kabupaten-kabupaten yang ada di Tapanuli (YEL,
2007).
Kondisi Umum Kabupaten Tapanuli Utara
Tapanuli Utara Dalam Angka (2012) secara geografis Kabupaten Tapanuli
Utara terletak pada koordinat 1º20'00" - 2º41'00" Lintang Utara (LU) dan 98 05"99 16" Bujur Timur (BT).Secara administratif Kabupaten Tapanuli Utara
berbatasan dengan lima kabupaten tetangga. Adapun batas-batas adalah sebagai
berikut :
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengahdan Kabupaten
Humbang Hasundutan,
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu,
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir,
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten TapanuliSelatan.
Kondisi Umum Kecamatan Adiankoting
Adiankoting dalam Angka (2012),secara geografis kecamatan Adiankoting
terletak pada koordinat 98o50’21,37’’ BT – 01o58’40,02’’ Lintang Utara.

Kecamatan Adiankoting terletak 400-1.300 mdpl dengan luas kecamatan 502, 90
Km2. Secara administratif kecamatan Adiankoting berbatasan dengan empat
kecamatan tentangga. Adapun batas-batas adalah sebagai berikut :
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah.

Universitas Sumatera Utara

Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tarutung.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kacamatan Parmonangan
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pahae Julu
Kecamatan Adiankoting terdiri atas 16 desa/kelurahan yaitu Pagaran
Lambung I, II, III, IV, Sibalanga, Pagaran Pisang, Adiankoting, Dolok Nauli,
Banuaji I, II, IV, Pansur Batu, Pardomuan Nauli, Siantar Naipospos, Pansur Batu I
dan II. Luas lahan untuk hutan kemenyan adalah 2.088 ha dengan produksi
kemenyan 524,07 ton/tahun. (BPS, 2012).
Pemasaran Kemenyan
Pola pemasaran kemenyan (Styrax spp.) yang paling banyak digunakan
adalah pola dimana petani menjual kemenyan melaluipengumpul desa dilanjutkan
ke


pengumpul

kecamatan,kebanyakan

petani

yang

menjual

langsung

kepadapengumpul desa karena dana yang dikeluarkan lebih sedikitkarena
transaksi langsung dilakukan di hutan. Dari pengumpul kecamatan selanjutnya
memasarkan kepadapengumpul kabupaten.Pengumpul kabupaten merupakan
pemasar antarkota, ada juga pengumpul kabupaten yang memasarkankemenyan
secara eksportir. Pemasaran kemenyan yangdilakukan oleh pengumpul kabupaten
bersifat

semi


tertutupkarena

adanya

monopoli

yang

dilakukan

oleh

pedagangbesar, sehingga dapat merugikan para pedagang kecil danmenengah.
Dalam hal ini pedagang kecil dan menengahadalah pengumpul desa dan
kecamatan.Hal ini disebabkan oleh sebagian petani merupakan pengumpul desa.
Disamping itu para pengumpul desa langsung turun ke wilayah sekitar hutan
untuk membeli kemenyan sehingga petani tidak mengeluarkan biaya untuk
pengangkutan dan transportasi. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kemenyan


Universitas Sumatera Utara

yang dihasilkan petani tidak selalu banyak. Kriteria efisiensi pemasaran adalah
margin pemasaran, distribusi keuntungan dan volume penjualan (Kotler, 2002).
Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani selama pengambilan getah
merupakan biaya kebutuhan para petani dalam mengambil getah kemenyan.
Petani biasanya bertahan di hutan selama seminggu untuk mengambil getah
kemenyan. Selama seminggu petani mengeluarkan biaya, diantaranya biaya
pangan sebesar Rp.170.000, biaya transportasi Rp.30.000 dan biaya kebutuhan
lainnya Rp.50.000. Sedangkan hasil yang didapatkan sebesar 10-12 kg. Sehingga
didapat biaya produksi sebesar Rp.25000/kg (Jayusman, 1997).
Kualitas Getah Kemenyan
Yuniandra

(1998)

menyatakan

bahwa

kualitas

kemenyan

yang

diperdagangkan di daerah Sumatera Utara di kalangan petani, pedagang, serta
pengolah dapat dikatakan belum ada suatu standar yang menjadi dasar umum
yang berlaku untuk semua transaksi pedagang dan eksportir. Kemenyan yang
dibeli pedagang, berupa sam-sam, mata, tahir dan jurur, disortir dengan memakai
ayakan, sehingga dapat diatur sesuai dengan mutu yang diinginkan, yaitu :
Kualitas I
Kemenyan mata kasar atau sidungkapi ialah bongkahan kemenyan berwarna
putih sampai putih kekuning-kuningan dengan rata-rata berdiameter lebih
besar dari 2 cm.
Kualitas II
Kemenyan mata halus ialah kemenyan berwarna putih sampai putih kekuningkuningan berdiameter 1-2 cm.

Universitas Sumatera Utara

Kualitas III
Kemenyan tahir ialah jenis kemenyan yang bercampur dengan kulitnya atau
kotoran lainnya, berwarna coklat dan kadang-kadang berbintik-bintik putih
atau kuning serta besarnya lebih besar dari ukuran mata halus.
Kualitas IV
Kemenyan jurur atau jarir yang biasanya dicampurkan atau disamakan
mutunya dengan jenis tahir dan warnanya merah serta lebih kecil dari mata
halus.
Kualitas V
Kemenyan barbar ialah kulit kemenyan yang dikumpulkan sedikit demi
sedikit sewaktu melakukan pembersihan.
Kualitas VI
Kemenyan abu ialah sisa-sisa berasal dari getah kemenyan dari semua
kualitas, bentuk dan warnanya seperti abu kasar.
Berdasarkan Standart Industri Indonesia (SII) 2044-1987 standart kualitas
normal kemenyan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Standart Lokal Kualitas Kemenyan
Kualitas
Warna

I
Putih

Ukuran
(cm)

L: 3-4
P: 5-6

II
Putih
Kekuningan
L: 2-3
P: 3-5

Mutu
III
Putih
Kekuningan
L: 1-2
P: 2-3

IV
Coklat
Kemerahan
L: 0,5-1
P: 1-2

Abu
Campur
Bentuk
Kerikil Pasir

Sumber: Standart Industri Indonesia (SII) No.2044-1987
Penyadapan Getah Kemenyan
Sasmuko (2003) menyatakan pohon kemenyan yang berdiameter
lebihkurang 20 cm sudah bisa disadap kemenyannya. Sebelum dilakukan

Universitas Sumatera Utara

penakikan, terlebih dahulu kulit batang pohon dibersihkan dari kotoran seperti
lumut, kulit kering. Kulit yang tidak bersih akan mempengaruhi kualitas
kemenyan yang dihasilkan karena banyak kotoran. Setelah kulit dibersihkan,
batang pohon kemenyan ditakik dengan pisau takik yang disebut panugi.
Kegiatan menakik dimaksudkan untuk membuat luka pada kulit dan
membuat rongga diantara kulit dan batang (kayu) di mana akan terbentuk resin
yang menggumpal dan mengering dalam rongga tersebut. Selain resin yang
menggumpal dalam rongga antara kulit dan batang ada juga resin yang meleleh
keluar. Setelah 3 bulan penakikan, kemenyan dipanen dan dipisahkan antara
kemenyan yang berasal dari dalam dan luar kulit. Selanjutnya disortir berdasarkan
besar kecilnya butiran sesuai dengan pembagian kualitas kemenyan yang ada di
pasaran (Waluyo, 2011).
Getah kemenyan dipanen setelah umur sadap setidaknya 3 bulan,
selanjutnya dilakukan pengeringan secara tradisional. Teknik pengeringan yang
dilakukan oleh para petani kemenyan di Sumatera Utara yaitu disimpan di atas
langit-langit rumah/gudang beratap seng. Pengeringan ini memerlukan waktu 3
bulan hingga kadar air kemenyan kurang dari 10% (Waluyo, 2011).
Purposive Sampling

Direktorat Jenderal Planalogi Hutan (2010) menyatakan bahwapurposive
sampling

yaknipengambilan

pertimbanganmenyangkut

sample

secara

wilayah/lokasi,

sengaja

dengan

beberapa

informan

(tokoh

kunci),

responden.Pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan pendekatan kualitatif
(Inventarisasi Bersama Masyarakat, yakni membangun hubungan baik dengan
warga setempat sambil melaukan obeservasi dan wawancara).

Universitas Sumatera Utara