Hubungan Status Kepemilikan Lahan Terhad

i

HUBUNGAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN
TERHADAP PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT
(Studi Kasus di Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung,
Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor)

RIZKY SAPUTRA

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Hubungan
Status Kepemilikan Lahan Terhadap Pengusahaan Hutan Rakyat (Studi
kasus di Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung, Kecamatan Sukajaya,

Kabupaten Bogor) adalah benar-benar karya sendiri dengan bimbingan
dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada
perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 11 Juli 2013
Rizky Saputra
E14070108

i

HUBUNGAN STATUS KEPEMILIKAN LAHAN
TERHADAP PENGUSAHAAN HUTAN RAKYAT
(Studi Kasus di Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung,
Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Hubungan Status Kepemilikan Lahan Terhadap Pengusahaan
Hutan Rakyat (Studi kasus di Desa Pasir Madang dan Desa
Sipayung, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor).
Nama
: Rizky Saputra
: El4070108
NIM

Disetujui oleh


Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA .
Pembimbing I

Judul Skripsi : Hubungan Status Kepemilikan Lahan Terhadap Pengusahaan
Hutan Rakyat (Studi Kasus di Desa Pasir Madang dan Desa
Sipayung, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor).
Nama
: Rizky Saputra
NIM
: E14070108

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Didik Suharjito, MS

Ketua Departemen

i

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Hubungan Status Kepemilikan Lahan Terhadap Pengusahaan Hutan
Rakyat (Studi kasus di Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung, Kecamatan
Sukajaya, Kabupaten Bogor)”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu penyelesaian skripsi ini, terutama kepada Dosen Prof. Dr.
Ir. Dudung Darusman, MA selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan pandangan dan arahan, bimbingan serta saran dalam
pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam pembuatan
skripsi ini. Oleh karena itu, masukan, kritik, serta saran sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

diterima dan dijalankan dengan baik.

Bogor, 11 Juli 2013
Rizky Saputra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

i

DAFTAR GAMBAR

i

DAFTAR LAMPIRAN

i

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

3

METODE


3

Alat

4

Prosedur Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden

6
6

Aspek Budidaya

11


Uji Korelasi Data Biaya Produksi Terhadap Status Lahan

13

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran

14

DAFTAR PUSTAKA

15


RIWAYAT HIDUP

16

i

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13


Jenis data yang dikumpulkan
Komposisi responden berdasarkan desa
Sebaran umur responden Desa Sipayung
Sebaran umur responden Desa Pasir Madang
Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan
di Desa Sipayung
Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan
di Desa Pasir Madang
Kepemilikan lahan di Desa Sipayung
Kepemilikan lahan di Desa Pasir Madang
Persepsi responden terhadap pengusahaan hutan rakyat
Persepsi responden terhadap pengusahaan hutan rakyat
Biaya penanaman di Desa Sipayung
Biaya penanaman di Desa Pasir Madang
Data hasil uji-t

4
6
6

6
7
7
8
8
10
11
12
12
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kerangka penelitian
Persentase hutan rakyat pada lahan petani Desa Sipayung
Persentase hutan rakyat pada lahan petani Desa Pasir Madang

5
9
9

PENDAHULUAN
Latar Belakang
UU No. 41 tahun 1999 menjelaskan hutan rakyat merupakan jenis
hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hal ini menunjukkan
bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang telah
dibebani hak milik, dan tidak diusahakan pada tanah negara. Berdasarkan
data kementrian kehutanan tahun 2013, 75% bahan baku kayu dihasilkan
dari pengusahaan hutan rakyat.
Salah satu sasaran dari program revitalisasi kehutanan adalah
pembangunan dan pengembangan hutan tanaman dan hutan rakyat untuk
penyediaan bahan baku kayu dalam memenuhi kebutuhan konsumsi
masyarakat domestik dan global. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Direktorat Jenderal RLPS (2006), luas hutan rakyat di Indonesia sampai
dengan April 2006 tercatat 1 272 505,61 ha. Kebutuhan kayu nasional saat
ini 57,1 juta m3 per tahun dengan kemampuan hutan alam dan hutan
tanaman untuk menyediakannya sebesar 45,8 juta m3 per tahun
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2007). Dengan kondisi tersebut, terjadi
defisit kebutuhan kayu sebesar 11,3 juta m3 per tahun. Untuk memenuhi
kebutuhan kayu tersebut, penebangan ilegal banyak terjadi di kawasan hutan
(Kementerian Lingkungan Hidup, 2007). Berbagai masalah di Indonesia ini
timbul akibat tidak adanya kepastian hak atas tanah (Kartodihardjo 2006).
Kepastian akses lahan adalah hal yang mutlak karena menjadi syarat
dalam pengelolaan hutan berkelanjutan (Nugraha dan istoto 2007). Hal ini
dapat memicu konflik, mulai dari konflik batas lahan hingga pemilik sah
dari lahan. Konflik atau benturan sosial berlangsung dengan berbagai variasi
dan menyentuh hampir di segala aspek kehidupan masyarakat, baik itu
konflik agraria, sumberdaya alam, ideologi, identitas-kelompok, batas
teritorial, dan semacamnya (Darmawan 2006 dalam Putro 2010). Selain
konflik, konsekuensi logisnya adalah petani akan terkendala dalam
mengusahakan lahan tersebut secara optimal. Dinamika tersebut seharusnya
menjadi fokus pemerintah dalam upaya pemerataan pembangunan. Sehingga
pertanyaan yang harus dapat dijawab adalah sejauh mana pengaruh status
kepemilikan lahan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan kehutanan. Oleh karena itu, penelitian ini diperlukan untuk
mengetahui hubungan status kepemilikan lahan terhadap pengusahaan hutan
rakyat.

Perumusan Masalah
Pemanfaatan lahan dengan sistem hutan rakyat memberikan kontribusi
terhadap pendapatan rumah tangga petani setempat untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, baik sumber pendapatan utama maupun sumber
pendapatan tambahan. Pada sub sistem produksi dan pengolahan, hutan
rakyat juga memberikan kontribusi pendapatan terhadap orang-orang di luar

2

pemilik hutan rakyat, misalnya buruh tani atau tenaga kerja lainnya. Hal ini
dapat terlihat jelas pada hutan-hutan rakyat yang dikelola secara intensif
maupun secara sambilan, dimana pengusahaan hutan rakyat ini mampu
menyerap tenaga kerja di desa tersebut (Darusman dan Hardjanto 2006).
Perkembangan pengusahaan hutan rakyat di Desa Pasir Madang masih
stagnan, karena budidaya dilakukan pada lahan marjinal dengan status lahan
merupakan milik negara (eks-HGU). Kasus ini juga menjadi pertanyaan
besar karena pengusahaan hutan rakyat ini tidak sesuai dengan definisi dan
pengertian tentang hutan rakyat dalam UU No 41 tahun 1999, yang
merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Logika
dari pengertian tersebut telah mengabaikan kapasitas pelaku pengusahaan
hutan rakyat tetapi lebih menekankan pada kepemilikan lahan. Kemudian
dalam Permenhut No. P 26/Menhut-II/2005, secara tegas pengertian hutan
hak dinyatakan identik atau sama dengan hutan rakyat, dan merupakan
lahan milik atau memiliki sertifikat ijin pengguna lahan. Dari pengertian ini
jelas yang dijadikan pijakan untuk menentukan hutan rakyat adalah masih
pada kepemilikan lahan, belum pada kapasitas pelaku pengusahaan hutan.
Hal ini jelas akan menimbulkan ambiguitas pengusahaan hutan rakyat.
Dalam hal status lahannya, selain hak milik harus segera direalisasikan hak
guna usaha dan hak pakai lahan (Darusman dan Hardjanto 2006).
Pada Desa Pasir Madang, tidak adanya kepastian hak atas tanah
membuat para petani enggan untuk menanam tanaman kehutanan, dimana
tanah yang sekarang ini menjadi lahan bertani masyarakat adalah tanah
terlantar yang merupakan bekas tanah HGU untuk perkebunan cengkeh dan
teh. Mulanya lahan tersebut digunakan oleh Yayasan Cengkeh Indonesia
(YCI) pada masa orde baru seluas 2.060 ha. Kemudian yayasan tersebut
mengalami krisis dan diteruskan oleh PT. Perkebunan Pasir Madang yang
didalamnya terdapat tiga desa yaitu, Desa Pasir Madang, Cileuksa, dan
Cisarua. Tahun 1999 krisis dialami oleh PT. Perkebunan Pasir Madang.
Setelah itu pada tahun 2000 sampai tahun 2005 perkebunan tidak berjalan
dan pada saat itu pula masyarakat menggunakan lahan yang ditelantarkan
tersebut.
Beberapa petani mulai menanam kayu dan tanaman pertanian. Namun,
karena tanaman kehutanan memiliki daur yang cukup lama untuk
menghasilkan pendapatan, dengan pertimbangan bahwa lahan tersebut suatu
saat bisa saja diambil oleh negara, maka para petani lebih banyak memilih
untuk menanam tanaman pertanian yang bernilai tinggi, cepat menghasilkan
dan hanya menempatkan tanaman kayu sebagai usaha sambilan. Akhirnya,
perkembangan hutan rakyat belum optimal.
Pengaruh status lahan terhadap kegiatan pengusahaan hutan rakyat
dilihat dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan
kuantitatif. Penelitian ini akan membandingkan pengusahaan hutan rakyat di
lahan eks-HGU dengan hutan rakyat di lahan milik. Berdasarkan uraian di
atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1.
Apakah status kepemilikan hak atas tanah mempengaruhi kegiatan
pengusahaan hutan rakyat yang dilakukan para petani?

3

2.
3.

Apakah terdapat perbedaan budi daya yang dilakukan petani di
masing-masing desa?
Apa yang menjadi motivasi dalam pengelolaan hutan rakyat?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan status
kepemilikan lahan terhadap pengusahaan hutan rakyat. Hubungan tersebut
diharapkan dapat menjadi strategi pengembangan hutan rakyat berdasarkan
tantangan pengembangannya pada status lahan tanah eks-HGU, penentuan
rekomendasi dan penyelesaiannya melalui dua sasaran penelitian, yaitu
petani hutan rakyat pada lahan eks-HGU di Desa Pasir Madang dan petani
hutan rakyat pada lahan milik di Desa Sipayung.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada
masyarakat, pemerintah daerah setempat, praktisi hutan rakyat, dan pihakpihak yang tertarik pada kajian pengaruh status lahan terhadap pengusahaan
hutan rakyat, khususnya di Desa Pasir Madang dan Sipayung dan di
Indonesia pada umumnya.

METODE
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data primer meliputi teknik
observasi, yaitu data dikumpulkan dengan mengadakan pengamatan
langsung terhadap objek yang diteliti, dan teknik wawancara yaitu data
dikumpulkan dengan melakukan tanya jawab secara langsung terhadap
petani responden dengan menggunakan daftar kuisioner. Selain itu,
digunakan pendekatan kuantitatif dengan metode uji statistik. Metode
statistik yang digunakan komparasi dua variable adalah uji-t. Penggalian
informasi kualitatif terfokus kepada faktor-faktor yang menentukan dalam
pengusahaan hutan rakyat, terutama karakteristik masyarakat. Informasi
tersebut berguna untuk menggali kendala-kendala dalam pengusahaan hutan
rakyat. Sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk melihat
hubungan antara status lahan dengan tingkat perkembangan hutan rakyat.
Informasi yang dikaji untuk melihat perkembangan hutan rakyat tersebut
dilakukan dengan menggunakan pendekatan biaya produksi. Pendekatan
tersebut digunakan karena diasumsikan mampu mencerminkan intensitas
pengusahaan rakyat dalam daur lima tahun.
Objek penelitian ini adalah dua desa yang memiliki status lahan yang
berbeda, dimana Desa Pasir Madang adalah desa yang tempat bertaninya
adalah lahan bekas HGU, sedangkan Desa Sipayung adalah desa yang
tempat bertaninya merupakan lahan milik (minimal sertifikat letter C).
Masing-masing dari kedua desa akan diambil 20 responden menggunakan

4

metode pusposive sampling. Tentunya dengan kriteria hutan rakyat dan hak
kepemilikan lahan. Berikut tabel jenis data yang akan dikumpulkan.
Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan
Jenis Data
Data Primer

Klasifikasi
Data
Identitas
Responden

Potensi Lahan

Biaya Produksi

Rincian Data
- Nama responden
- Umur
- Jenis kelamin
- Jumlah keluarga
- Luas kepemilikan lahan
- Jenis pohon
- Jumlah Pohon/ha
- Pola penanaman
- Biaya penanaman
- Biaya pemeliharaan
- Biaya pemanenan

Motivasi petani
Data
Sekunder

Data demografi

Keterangan

wawancara
- Luas desa
- Jumlah penduduk
- Jumlah petani hutan
rakyat

Alat
Alat yang digunakan selama penelitian berlangsung adalah :
1. Kuesioner dan daftar pertanyaan
2. Data-data sekunder
3. Laptop
4. Software Microsoft Excel 2007
5. Kamera digital
6. Software SPSS 11.5
Prosedur Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis
menggunakan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Kedua jenis metode
analisis ini diperlukan untuk memperoleh hasil yang saling melengkapi.
Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai sistem
pengelolaan hutan rakyat di masing-masing desa, latar belakang pemilihan
jenis tanaman, data umum responden, data pendapatan dari hasil
pengusahaan hutan rakyat, dan permasalahan yang terjadi dalam
pengelolaan. Informasi yang diperoleh selanjutnya dikelompokkan dan
disajikan dalam bentuk tabel, tabulasi angka, serta gambar sesuai hasil yang
diperoleh.
Analisis kuantitatif digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai
hubungan status kepemilikan lahan terhadap masing-masing pengusahaan

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Komposisi responden bedasarkan desa
Responden pada penelitian ini diambil dari dua desa, yaitu Desa Pasir
Madang dan Desa Sipayung. Kedua desa tersebut terletak dalam satu
Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Pemilihan kedua desa ini
didasarkan pada dua karakteristik kepemilikan lahan yang berbeda. Jumlah
total responden dari kedua desa contoh adalah 40 responden (Tabel 2).
Tabel 2 Komposisi responden berdasarkan desa
Desa

Responden

%

Pasir Madang

20

50

Sipayung

20

50

Jumlah

40

100

Dalam pengambilan informasi dengan menggunakan metode
pusposive sampling, jumlah responden ditentukan oleh homogenitas
populasi dan informasi (Bungin 2006). Maka dari itu jumlah responden
dalam penelitian ini telah mencapai homogenitas informasi yang
representatif. Responden pada Desa Sipayung terdiri dari berbagai sebaran
umur yang didominasi oleh kelas umur III sebesar 40 persen (Tabel 3).
Tabel 3 Sebaran umur responden Desa Sipayung
Responden

%

I (25-34)

4

20

II (35-44)

3

15

III (45-54)

8

40

IV (> 55)

5

25

Jumlah

20

100

Kelas Umur

Data sebaran umur di Desa Pasir Madang memiliki kecenderungan
yang relatif berbeda dengan Desa Sipayung. Berbeda dengan Desa Sipayung
yang hanya didominasi oleh satu kelas umur saja, jumlah responden Desa
Pasir Madang didominasi oleh kelas umur II dan III masing-masing sebesar
40 dan 35 persen (Tabel 4).
Tabel 4 Sebaran umur responden Desa Pasir Madang
Kelas Umur

Responden

%

I (25-34)

3

15

II (35-44)

8

40

III (45-54)

7

35

IV (> 55)

2

10

Jumlah

20

100

7

Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan data yang diperoleh dari kuisioner, tingkat pendidikan
responden di Desa Sipayung berbeda-beda. Dari keseluruhan responden di
Desa Sipayung sebanyak 20 orang, sebagian besar tingkat pendidikannya
hanya sampai Sekolah Dasar (SD), yaitu sebanyak 15 responden (75%).
Jumlah responden yang berpendidikan sekolah menengah pertama (SMP)
sebanyak 1 orang (5%), dan jumlah responden yang berpendidikan sekolah
menengah atas (SMA) sebanyak satu orang (5%). Terdapat 3 (15%)
responden yang tidak tamat SD (Tabel 5). Data tersebut menunjukkan
tingkat pendidikan responden relatif rendah. Berdasarkan hasil wawancara
dengan responden, selain dari minimnya sarana dan prasarana pendidikan di
Desa Sipayung, akses transportasi umum, jarak, dan biaya menjadi faktor
pendukung dalam mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
Tabel 5

Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa
Sipayung
Jumlah Responden

%

Tidak tamat SD

3

15

SD/Sederajat

15

75

SMP/Sederajat

1

5

SMA/Sederajat

1

5

Jumlah

20

100

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan di Desa Pasir Madang secara keseluruhan tidak
jauh berbeda dengan Desa Sipayung. Sebanyak 17 (85%) dari keseluruhan
responden hanya berpendidikan SD, sedangkan untuk responden yang
berpendidikan SMP, SMA dan yang tidak tamat SD masing-masing
sebanyak satu orang (Tabel 6). Data tersebut menunjukan bahwa tingkat
pendidikan di Desa Pasir Madang relatif rendah. Berdasarkan wawancara
dengan responden, minimnya sarana dan prasarana pendidikan menjadi
faktor utama untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Menurut
mereka, untuk dapat sekolah di SMA terdekat mereka harus berjalan kurang
lebih 8 kilometer dari rumah. Akses transportasi dan biaya yang terbatas
menjadi faktor pendukung untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
Faktor yang sama dengan Desa Sipayung, lokasi kedua desa contoh
merupakan desa di kaki Gunung Halimun Salak.
Tabel 6

Komposisi responden berdasarkan tingkat pendidikan di Desa
Pasir Madang
Jumlah Responden

%

Tidak tamat SD

1

5

SD/Sederajat

17

85

SMP/Sederajat

1

5

Tingkat Pendidikan

SMA/Sederajat

1

5

Jumlah

20

100

8

Komposisi Responden Berdasarkan Pengelolaan Lahan
1.3.1 Kepemilikan lahan
Kepemilikan lahan di Desa Sipayung masih bersertifikat letter C atau
biasa disebut Girik. Kepemilikan lahan responden Desa Sipayung relatif
kecil, jumlah responden Desa Sipayung didominasi oleh kelas umur I (0.250.74) sebesar 80 persen (Tabel 7).
Tabel 7 Kepemilikan lahan di Desa Sipayung
Jumlah Responden

%

I (0.25-0.74)
II (0.75-1.49)
III (1.50-2.24)
IV (> 2.25)

16

80

4

20

0

0

0

0

Jumlah

20

100

Luas Lahan (ha)

Berbeda dengan status kepemilikan lahan di Desa Sipayung, status
kepemilikan lahan Desa Pasir Madang masih tanah negara. Hal itu terjadi
karena lahan di Desa Pasir Madang awalnya digunakan untuk perkebunan
teh dan cengkeh dengan status Hak Guna Usaha (HGU), kemudian
perkebunan tersebut mengalami krisis dan lahannya ditinggalkan begitu
saja. Melihat kondisi tersebut masyarakat secara inisiatif mengelola lahan
tersebut, pembagian lahannya berdasarkan modal yang dimiliki. Oleh karena
itu, sebaran luas lahan responden di Desa Pasir Madang relatif lebih besar
dibandingkan dengan Desa Sipayung. Jumlah responden Desa Pasir Madang
didominasi oleh kelas umur III (1.50-2.24) sebesar 40 persen (Tabel 8).
Tabel 8 Kepemilikan lahan di Desa Pasir Madang
Jumlah Responden

%

I (0.25-0.74)
II (0.75-1.49)
III (1.50-2.24)
IV (> 2.25)

6

30

5

25

8

40

1

5

Jumlah

20

100

Luas Lahan (ha)

Persentase Penggunaan Lahan
Kepemilikan lahan di Desa Sipayung tidak seluruhnya digunakan
untuk pengusahaan hutan rakyat. Kondisi dimana masyarakat memerlukan
uang dalam waktu yang singkat memaksa petani di Desa Sipayung
mengusahakan beberapa persen dari lahannya untuk menanam tanaman
palawija yang daurnya cepat untuk dipanen. Akan tetapi, sebagian besar dari
responden mengusahakan seluruh lahannya untuk pengusahaan hutan
rakyat. Hal ini dapat dilihat dari persentase responden dalam menggunakan
lahannya, 45 persen dari responden menggunakan lahannya untuk
pengusahaan hutan rakyat (Gambar 2).
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, terdapat dua pola
penggarapan lahan di Desa Sipayung, yaitu mempekerjakan buruh tani dan

9

digarap sendiri oleh pemilik lahan. Data yang didapat 60 persen dari
responden menggunakan pola dengan mempekerjakan buruh tani dan 40
persen dari responden menggarap lahannya sendiri.

Persentase responden

50%
40%
30%
20%
10%
0%
100%

90%

80%

75%

50%

Persentase penggunaan lahan untuk hutan rakyat

Gambar 2 Persentase penggunaan lahan responden pada Desa Sipayung
Kondisi penggunaan lahan di Desa Pasir Madang tidak jauh berbeda
dengan Desa Sipayung, sebagian besar responden Desa Pasir Madang
digunakan untuk pengusahaan hutan rakyat, Meskipun status lahannya tidak
sama dengan Desa Sipayung. Persentase penggunaan lahan responden Desa
Pasir Madang 35 persen diusahakan 100 persen untuk hutan rakyat (Gambar
3). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, terdapat dua pola
penggarapan yang sama dengan Desa Sipayung. Akan tetapi, persentase
pola penggarapan dengan mempekerjakan buruh lebih besar /dibandingkan
Desa Sipayung, yaitu 70 persen. Sedangkan 30 persen dari responden
menggarap lahannya sendiri.

40%

persentase responden

35%
30%
25%
20%
15%
10%
5%
0%
100%

90%

85%

75%

50%

persentase penggunaan lahan untuk hutan rakyat

Gambar 3 Persentase penggunaan lahan pada Desa Pasir Madang

10

Persepsi Masyarakat Terhadap Pengusahaan Hutan Rakyat
Persepsi adalah proses penginderaan penafsiran rangsangan suatu
obyek atau peristiwa yang diinformasikan, sehingga seseorang dapat
memandang, mengartikan, dan menginterpretasikan rangsangan yang
diterimanya sesuai dengan keadaan dirinya dan lingkungan dimana dia
berada, sehingga dia dapat menentukan tindakannya. Persepsi tang dimiliki
orang berbeda karena pengaruh berbagai faktor, mulai dari pengalaman,
latar belakang, lingkungan dimana dia tinggal, dan juga motivasi lainnya.
Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan perbedaan pendapat (Muchtar
1998).
Seluruh responden Desa Pasir Madang sebanyak 20 orang mengatakan
tidak berpengaruh antara status lahan dengan pengusahaan hutan rakyat
mereka (Tabel 9). Status Lahan Desa Pasir Madang saat ini adalah EksHGU perkebunan teh dan cengkeh. Sehingga tidak ada izin penggarapan
lahan. Berdasarkan hasil wawancara, permasalahn status lahan yang eksHGU ini tidak mengurangi motivasi masyarakat (responden) dalam
melakukan kegiatan pengusahaan hutan rakyat. Kondisi lahan yang seperti
itu dianggap oleh masyarakat sebagai pinjaman gratis dari negara,
masyarakat paham akan resiko atau konsekuensi yang akan dialami, apabila
sewaktu-waktu pemerintah menunjuk kawasan tersebut untuk kepentingan
negara atau lainnya. Kekhawatiran ini memang selalu membayangi para
petani hutan rakyat di desa tersebut. Akan tetapi, harapan masyarakat petani
hutan rakyat disana ketika hal tersebut terjadi ada sebuah mekanisme ganti
rugi yang sepadan karena konsekuensi logis dari kehilangan lahan maka
dampaknya masyarakat disana kehilangan mata pencaharian utama mereka.
Persepsi seperti itu muncul karena kondisi dan lingkungan masyarakat
disana yang kurang diperhatikan oleh negara. Selain itu akses informasi dan
pengetahuan yang sulit didapat membuat pola pikir yang kurang
berkembang. Akan tetapi, perlu diakui bahwa berdasarkan data dari
responden tidak pernah terjadi pencurian kayu dan biaya transaksi
keamanan. Hal ini membuktikan bahwa rasa percaya dalam masyarakat
disana masih terjaga.
Tabel 9 Persepsi responden Desa Pasir Madang terhadap pengusahaan
hutan rakyat
Pertanyaan

Ya

%

Tidak

%

Pengaruh status lahan

0

0

20

100

Izin penggarapan lahan

0

0

20

100

Pencurian kayu

0

0

20

100

Biaya keamanan lahan

0

0

20

100

Permasalahan modal

20

100

0

0

Preferensi penanaman kayu

19

95

1

5

Substitusi penanaman pertanian dari penanaman kayu

1

5

19

95

Sosialisasi status lahan oleh pemerintah desa

17

85

3

15

Kendala dalam pemasaran kayu

0

0

20

100

11

Berbeda dengan persepsi responden di Desa Sipayung, sebanyak 20
(100%) responden mengatakan status lahan berpengaruh terhadap
pengusahaan hutan rakyat (Tabel 10). Masyarakat (responden) beranggapan
bahwa ketika tidak adanya kepastian hak masyarakat tidak akan menanam
pohon (kayu) yang memiliki daur yang relatif lama. Status lahan di Desa
Sipayung bersertifikat Letter C atau yang biasa dikenal dengan sebutan
girik, dengan status lahan girik inilah mayarakat berani untuk menanam
kayu. Pencurian kayu pun tidak pernah terjadi di Desa Sipayung.
Persepsi yang berbeda ini muncul karena di dua kondisi dan
lingkungan yang berbeda, seperti yang dijelaskan Muchtar (1998) latar
belakang dan dimana dia tinggal dapat menyebabkan perbedaan pendapat.
Tabel 10 Persepsi responden Desa Sipayung terhadap pengusahaan hutan
rakyat
Ya

%

Tidak

%

Pengaruh status lahan

0

0

20

100

Izin penggarapan lahan

20

100

0

0

Pencurian kayu

0

0

20

100

Biaya keamanan lahan

0

0

20

100

Permasalahan modal

20

100

0

0

Preferensi penanaman kayu

18

90

2

10

Substitusi penanaman pertanian dari penanaman kayu

3

15

17

85

Sosialisasi status lahan oleh pemerintah desa

2

10

18

90

Kendala dalam pemasaran kayu

0

0

20

100

Pertanyaan

Aspek Budidaya
Aspek budidaya merupakan salah satu aspek terpenting dalam
menunjang keberhasilan suatu pengusahaan hutan rakyat. Aspek budidaya
ini meliputi karakteristik budidaya (pengetahuan sistem silvikultur) dan
permasalahan kapital (modal, tenaga kerja dan pemasaran). Mulai dari
persiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan. Uniknya tidak ditemukan
perbedaan karakteristik budi daya hutan antara Desa Sipayung dengan Desa
Pasir Madang. Sistem budi daya yang digunakan masyarakat di kedua desa
tersebut sangat sederhana.
Karakteristik Budidaya
Pada tahap persiapan lahan dari kedua desa tidak ada perbedaan,
metode land clearing yang digunakan sama, yaitu pembersihan lahan dari
rumput, ilalang dan sebagainya. Adapun perbedaan bukan terletak pada
metode kerjanya tapi lebih kepada pelaku land clearing. Pada Desa Pasir
Madang 14 responden (70%) dari keseluruhan responden (20)
mempekerjakan buruh tani untuk pembersihan lahan dan 6 responden
membersihkan lahannya secara mandiri. Sedangkan di Desa Sipayung 12
responden dari keseluruhan responden (20) mempekerjakan buruh tani

12

untuk membersihkan lahannya dan 8 responden (40%) membersihkan
lahannya secara mandiri.
Dalam pemilihan jenis pohon yang ditanam pun hanya ada dua jenis
pohon dari kedua desa tersebut, yaitu pohon sengon (Albizia chinensis) dan
pohon afrika (Maesopsis eminii). Bibit yang dipilih mempengaruhi terhadap
biaya penanaman. Pada Desa Sipayung dapat dilihat biaya penanaman kelas
I dan II kurang dari Rp1 000 000 (Tabel 11). Hal ini disebabkan selain
tanpa mempekerjakan buruh tani juga karena bibit yang digunakan adalah
anakan alami yang disemai sendiri tanpa menggunakan polybag atau yang
dikenal disana sebagai petet.
Bahkan beberapa responden setelah
diwawancara ada yang dibiarkan saja hidup di lahannya tanpa perlu disemai
terlebih dahulu.

Tabel 11 Biaya penanaman Desa Sipayung
Jumlah Responden

%

I (300 000 – 699 999)

Biaya Penanaman (Rp)

6

30

II (700 000 – 999 999)

10

50

III (1 000 000 – 1 399 999)

1

5

IV (> 1 400 000)

3

15

Jumlah

20

100

Pada Desa Pasir Madang pun demikian biaya penanaman kelas I dan
II kurang dari Rp1 000 000 adalah yang menggunakan bibit anakan alami
(petet) dan tanpa mempekerjakan buruh tani.
Tabel 12 Biaya penanaman Desa Pasir Madang
Biaya Penanaman (Rp)

Jumlah Responden

%

I (300 000 – 699 999)

5

25

II (700 000 – 999 999)

11

55

III (1 000 000 – 1 399 999)

0

0

IV (> 1 400 000)

4

20

Jumlah

20

100

Pola penanaman yang digunakan pada dua desa tersebut ada dua, yaitu
monokultur dan agroforestri. Jumlah responden pada Desa Pasir Madang
didominasi menggunakan pola agroforestri sebanyak 15 orang (75%) dari
20 responden. Sedangkan di Desa Sipayung relatif merata, 11 (55%)
responden dari keseluruhan 20 responden menggunakan pola agroforestri
dan sembilan responden menggunakan pola monokultur.
Tahapan selanjutnya adalah pemeliharaan, pada tahapan inilah yang
sangat menentukan berhasil atau tidaknya pengusahaan hutan rakyat.
Responden di kedua desa tidak mengalokasikan secara khusus biaya
pemeliharaan karena masih menggunakan metode tradisional. Pemupukan
dilakukan menggunakan pupuk kandang yang berasal dari ternak kambing
atau sapi milik masyarakat setempat dengan sistem pembayaran barter

13

menggunakan rumput pakan ternak dari lahan mereka. Karakter tersebut
memperlihatkan bahwa kemampuan atau kapasitas petani belum optimal
dalam mengusahakan hutan rakyat. Hal tersebut terjadi akibat kurangnya
akses informasi dan pengetahuan.
Tahapan terakhir sistem budidaya hutan rakyat adalah pemanenan,
pemanenan hutan rakyat di kedua desa contoh yaitu dengan cara menjualnya
kepada tengkulak dengan sistem borongan dan kondisi pohon masih berdiri,
sehingga petani tidak mengeluarkan biaya.
Sumberdaya Manusia
Seluruh aspek tadi adalah faktor teknis yang menunjang untuk
keberhasilan sebuah pengusahaan hutan rakyat. Setelah disebutkan faktor
teknis tadi, jelas terlihat bahwa kemampuan atau kapasitas petani responden
belum memenuhi standarisasi petani hutan rakyat, hal ini terbukti dari
perlakuan budidaya yang mereka lakukan. Kurangnya informasi dan
pengetahuan yang masuk akibat akses yang sulit membuat petani responden
minim akan pengetahuan khususnya pengetahuan mengenai pengelolaan
hutan rakyat. Hal ini tentunya menyebabkan kapasitas sumberdaya manusia
disana terhambat pekembangannya.
Proses pemasaran menjadi sesuatu yang sangat disayangkan akibat
kurangnya informasi dan pengetahuan terhadap harga kayu. Setelah
melakukan survei di seluruh 12 sawmill (industri penggergajian kayu) harga
satu pohon dengan diameter 18-25 cm sebesar Rp600 000. Sedangkan di
Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung dengan diameter pohon yang sama
hanya dihargai Rp20 000 – Rp100 000/pohon. Transaksi penjualan sangat
singkat memang. Tengkulak mengunjungi petani dan langsung ke lokasi
tegakan, kemudian terjadi akad jual beli secara borongan dan dijual dalam
keadaaan berdiri, semua biaya ditanggung oleh tengkulak. Setelah
diwawancara, sangat sederhana jawaban para petani responden, yaitu hanya
ingin proses yang mudah karena mengenai harga pasar pun mereka tidak
tahu.
Fenomena lain juga terjadi seperti, petani penggarap menjual lahannya
kepada pihak lain dan lebih memilih untuk bekerja kepada pihak tersebut di
bekas lahannya dan menerima upah. Hal ini terlihat bahwa karakteristik
penduduk di kedua desa tersebut lebih ingin menerima uang secara instan
daripada mencari tahu dan mengelola apa yang menjadi miliknya.
Kemampuan Modal
Berdasarkan dengan data kuisioner yang diperoleh, selain tingkat
pendidikan yang relatif rendah di kedua desa dan sulitnya akses informasi
dan pengetahuan yang masuk, modal juga menjadi permasalahan yang tidak
bisa dihindari oleh masyarakat petani disana. Preferensi petani responden
sudah sangat jelas, lebih memilih menanam kayu dibandingkan menanam
palawija (Tabel 8 dan 9). Bahkan pemaparan sebelumnya mengenai persepsi
lahan sudah terbukti pada Desa Pasir Madang, meskipun status kepemilikan
lahannya eks-HGU masyarakat petani disana tetap menanam kayu.

14

Uji Korelasi Data Biaya Produksi Terhadap Status Lahan
Uji korelasi digunakan untuk melihat perkembangan pengusahaan
hutan rakyat pada desa contoh. Pendekatan yang digunakan adalah biaya
produksi. Variabel yang digunakan adalah biaya yang dikeluarkan oleh
petani dalam pengusahaan hutan rakyat (tanaman kayu) dalam hubungannya
dengan status lahan. Komparasi uji-t ini merupakan uji statistik dengan dua
variabel yang tidak terikat. Berikut tabel hasil uji-t menggunakan software
SPSS 11.5 :
Tabel 13 Data hasil uji-t biaya produksi Desa Pasir Madang dan Desa
Sipayung
Variabel
Biaya
Produksi

Selang
Kepercayaan

Homogenitas Data (F)

t Hitung

0.05

0.906

0.586

Keterangan
Tdak berbeda
nyata

Pengujian statistik menunjukkan bahwa data yang diukur memiliki
homogenitas sebesar 0.906, yang artinya data tersebut telah memenuhi
syarat untuk dilakukan uji-t. Dengan hasil uji-t sebesar 0.586 pada SK 95%,
menunjukkan bahwa pendekatan biaya produksi sebagai cerminan dari
intensitas pengusahaan hutan rakyat dari kedua desa contoh tidak
menunjukkan perbedaan secara nyata.
Hasil uji tersebut menunjukkan tidak ada perbedaan terkait biaya
produksi antara dua status lahan yang berbeda. Hal ini terjadi karena adanya
faktor lokasi desa yang bersebelahan. Faktor tersebut mengindikasikan
bahwa dalam pengusahaan hutan rakyat di kedua desa contoh tidak terkait
dengan status lahan, namun lebih kepada homogenitas karakteristik
masyarakat dan kendala yang dihadapi. Soetomo (1995) menyatakan bahwa
masyarakat dengan lokasi yang relatif sama akan memiliki persepsi
dinamika permasalahan sosial yang sama pula.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Status kepemilikan lahan tidak berpengaruh nyata terhadap kegiatan
pengusahaan hutan rakyat pada Desa Pasir Madang dan Desa Sipayung. Hal
itu ditunjukkan dari hasil komparasi pendekatan biaya produksi. Faktor
yang mempengaruhi pola pengusahaan hutan rakyat di desa contoh bukan
status kepemilikan lahan, namun lebih kepada faktor akses informasi dan
pengetahuan serta modal.

15

Saran
Pemerintah perlu mengadakan sebuah program penyediaan akses
informasi dan memberikan kesempatan yang lebih mudah dalam fasilitasi
modal untuk usaha rakyat. Proses pendampingan dalam rangka peningkatan
kapasitas masyarakat menjadi hal yang fundamental terkait pengembangan
hutan rakyat.

DAFTAR PUSTAKA
Bungin B. 2006. Analisis data penelitian kualitatif. Jakarta (ID): Raja
Grafindo Persada.
[BPKH XI Jawa – Madura] Balai Pengukuhan Kawasan Hutan wilayah XI
Jawa – Madura. 2009. Strategi Pengembangan Pengelolaan dan Arahan
Kebijakan Hutan Rakyat di Pulau Jawa. Yogyakarta (ID): BPKH XI dan
MFP II
Darusman D, Hardjanto. 2006. Tinjauan Ekonomi Hutan Rakyat 2006
[Internet]. [diunduh 2012 Sep 12]; hlm 4-13. Tersedia pada
http://storage.jak-stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/Ekonomi_HR.pdf.
Dharmawan AH. 2006. Konflik Sosial dan Resolusi Konflik: Analisis
Sosio-Budaya (Dengan Fokus Perhatian Kalimantan Barat). Makalah
untuk Seminar PERAGI.
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2006. Data
potensi hutan rakyat di indonesia. Direktorat Jenderal RLPS.
Departemen Kehutanan. Jakarta.
Kartodihardjo H. 2006. Refleksi Kerangka Pikir Rimbawan. Bogor (ID):
Himpunan Alumni Kehutanan IPB.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2007. Status lingkungan hidup Indonesia.
Kementerian Lingkungan Hidup. Jakarta.
Muchtar T. 1998. Hubungan Karakteristik Elit Formal dan Elit Informal
Desa dengan Persepsi dan Tingkat Partisipasi Mereka dalam Program
P3DT Di Kabupaten Sukabumi [Tesis]. Program Pascasarjana IPB.
Bogor.
Nugraha A dan Istoto YEB. 2007. Hutan, Industri dan Kelestarian:
Dialektika Dikotomi Sepanjang Jaman. Jakarta (ID): Wana Aksara.
Putro HA. 2010. Analisis Program Pembinaan Masyarakat Desa Hutan pada
IUPHHK-HT PT. Inhutani II Pulau Laut, Kabupaten Kotabaru
Kalimantan Selatan. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Soetomo. 1995. Masalah Sosial dan Pembangunan. Jakarta (ID): Dunia
Pustaka Jaya.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuntitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung (ID): Alfabeta.
Wibisono Y. 2005. Metode Statistik. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Pr.

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 01 Nopember 1988 dari ayah
Zailan dan ibu Cicih Spd, MM. Penulis adalah putra kedua yang dilahirkan
kembar dari empat bersaudara. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA PLUS
BBS (Bina Bangsa Sejahtera) dan pada tahun yang sama penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur ujian Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi
internal kampus yakni, penulis salah satu pencetus dibukanya kembali Unit
Kegiatan Mahasiswa Bola Basket IPB pada tahun 2007 dan menjadi
anggota pengurus pada tahun 2007-2009, anggota pengurus Forest
Manajemen Student Club (FMSC) 2008/2009, anggota pengurus Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan 2008-2011. Pada bulan
Februari-Maret 2011 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di
IUPHHK-HA PT. Lestari Raya Timber, Kalimantan Tengah. Bulan
September-Oktober penulis melaksanakan penelitian di Kabupaten Bogor
dengan judul Hubungan Status Kepemilikan Lahan terhadap Pengusahaan
Hutan Rakyat.
Penulis juga aktif mengikuti kegiatan olahraga tingkat mahasiswa.
Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain ialah Juara I pra divisi
Liga Bola Basket Mahasiswa (LIBAMA) tingkat Jawa Barat tahun 2007,
Juara I cabang Futsal Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) tahun 2009, Juara
III cabang BolaBasket OMI 2009. Juara I cabang Bola Basket OMI tahun
2010, Juara II cabang futsal OMI 2010, Juara I cabang Bola Basket OMI
sebagai pelatih Bola Basket Fakultas Kehutanan tahun 2013.