PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS P (1)

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK UNTUK
MENINGKATKAN KETRAMPILAN BERBICARA TEMA MEMAPARKAN
JATIDIRI PADA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI KELAS 7-D
SMP NEGERI 2 BRINGIN TAHUN PELAJARAN 2013/2014
1

Yulianti Ratna Andriani
1

SMP Negeri 2 Bringin
Desa Suruh, Kec. Bringin – Ngawi 63285, Indonesia
[email protected]

ABSTRAK
Penelitian Tindakan Kelas ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi pembelajaran berbasis proyek untuk meningkatkan
ketrampilan berbicara siswa dalam tema memaparkan jatidiri, serta mengetahui apa saja kontribusi strategi pembelajaran
berbasis proyek terhadap peningkatan ketrampilan berbicara siswa dalam tema memaparkan jatidiri pada pembelajaran
Bahasa Inggris di Kelas 7-D SMP Negeri 2 Bringin. Penelitian dilakukan dalam 2 siklus. Masing-masing siklus terdiri atas
tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penulis mengambil data pada tiap siklus, yang terdiri dari data
penilaian ketrampiln berbicara, data sikap dan data angket. Penelitian melibatkan 22 siswa dan 1 kolaborator. Kesimpulan dari
Penelitian Tindakan Kelas ini adalah: 1) Metode Pembelajaran Berbasis Proyek dapat diterapkan untuk meningkatkan

ketrampilan berbicara pada siswa Kelas 7-D SMP Negeri 2 Bringin Kab. Ngawi; 2) Metode Pembelajaran Berbasis Proyek
dapat meningkatkan ketrampilan berbicara siswa. Hal ini dibuktikan pada peningkatan hasil penilaian unjuk kerja siswa pada
Siklus ke-1 dan Siklus ke-2; 3) Penerapan Metode Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan beberapa kontribusi positif
terhadap peningkatan Ketrampilan berbicara Bahasa Inggris siswa kelas 7-D pada tema memaparkan jatidiri. Saran dari
Peneliti adalah: 1) Para guru, khususnya guru yang mengajarkan Bahasa Inggris diharapkan dapat menerapkan Metode
Pembelajaran Berbasis Proyek kepada siswa Kelas 7 dalam upaya meningkatkan ketrampilan berbicara Bahasa Inggris
walaupun dalam bentuk yang sederhana. Disarankan agar metode pembelajaran Berbasis Proyek dapat dikembangkan ke
dalam pelajaran yang lain, sehingga dapat bermanfaat bagi siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya.; 2) Diharapkan guru
dapat menyelami dan memahami kesulitan belajar yang dialami oleh siswa Kelas 7 terutama dalam belajar Bahasa Inggris,
kemudian mencarikan solusi melalui strategi-strategi pembelajaran yang variatif sehingga siswa tidak mengalami kejenuhan
dan memfokuskan pada kesulitan utama yang dialami oleh siswa.; 3) Disarankan kepada semua fihak termasuk guru
(sekolah), orang tua, siswa dan masyarakat untuk saling bekerjasama dalam melancarkan kegiatan pembelajaran dalam upaya
meningkatkan hasil belajar siswa.; serta 4) Diharapkan sistem strategi pembelajaran Berbasis Proyek ini dapat dilaksanakan
pada semua kelas dan semua mata pelajaran.
Kata Kunci :

Metode Pembelajaran Berbasis Proyek, Ketrampilan Berbicara, Memaparkan Jatidiri

1


30
Pendahuluan
Permendiknas
No.81-A
Tahun
2013
mengamanatkan bahwa kegiatan pembelajaran harus
berprinsip pada: (1) berpusat pada peserta didik; (2)
mengembangkan kreatifitas; (3) menciptakan kondisi
yang menyenangkan dan menantang; (4) bermuatan
nilai, etika, logika dan kinestika; dan (5) menyediakan
pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan
berbagai strategi dan metode pembelajaran yang
menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien dan
bermakna.
Pembelajaran Bahasa Inggris melingkupi empat
ketrampilan bahasa, yaitu: mendengarkan (listening),
berbicara (speaking), membaca (reading) dan menulis
(writing). Di dalam pembelajaran ketrampilan
berbicara Bahasa Inggris diharapkan muncul situasi

ideal dimana peserta didik belajar mengutarakan teks
lisan sebagai ketrampilan ber-Bahasa Inggris lisan.
Mempelajari
bahasa
seringkali
diasosiasikan
mempelajari bagaimana berbicara dalam bahasa
tersebut.
Akan tetapi, guru Bahasa Inggris mungkin
mengalami situasi yang tidak berbeda dengan
pengalaman peneliti yang mengajar di SMP Negeri 2
Bringin Kabupaten Ngawi, dimana peserta didik
enggan untuk berbicara. Peserta didik merasa frustasi
dimana ketrampilan berbicara dalam Bahasa Inggris
merupakan ketrampilan yang kompleks. Ketrampilan
berbicara melibatkan banyak faktor tidak hanya
pengetahuan tentang language feature tetapi juga
ketrampilan untuk memproses informasi dan bahasa
(Harmer, 2001:269). Tentu ada beberapa sebab
mengapa peserta didik merasa enggan untuk berbicara.

Faktor penyebabnya antara lain peserta didik merasa
kurang percaya diri untuk berbicara, Mereka takut
untuk membuat kesalahan, peserta didik merasa tidak
tahu apa yang harus diucapkan untuk menyampaikan
maksudnya dalam Bahasa Inggris, dan sebab yang lain
adalah kurangnya peserta didik mendapatkan
kesempatan untuk berlatih ketrampilan berbicara
dalam Bahasa Inggris. Faktor lain yang tidak kalah
menentukan mengapa peserta didik enggan berbicara
dalam pembelajaran Bahasa Inggris adalah kurang
menariknya materi pembelajaran dan metode
pembelajarannya.
Zhao (1998) dalam artikelnya menyebutkan
bahwa buruknya ketrampilan berbicara siswa
disebabkan kurangnya latihan peseta didik dalam
berbicara dalam Bahasa Inggris. Hal tersebut
menyebabkan peserta didik cenderung enggan
berbicara dalam Bahasa Inggris, baik di dalam kelas
atau setelah pembelajaran. Maka dari itu saran Zhao
adalah penting bagi guru mendorong dan memotivasi

peserta didik untuk berbicara Bahasa Inggris terutama
saat dalam kegiatan pembelajaran.

Selama ini pembelajaran ketrampilan berbicara
Bahasa Inggris diajarkan dengan reading aloud,
repeating the utterences, dan simple role play yang
kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk
berlatih ketrampilan berbicaranya. Pada umumnya, ada
2 faktor penyebab mengapa siswa tidak mampu
berbicara lancar dalam bahasa asing (Bahasa Inggris),
yaitu: siswa tidak dapat menemukan kata yang sesuai
untuk mengekspresikan pikiran atau perasaannya dan
siswa merasa takut salah. Ketakutan akan melakukan
kesalahan dalam berbicara biasanya karena mereka
malu atau nervous. Untuk itu penting bagi guru untuk
menciptakan situasi di mana akan mempermudah
siswa dalam berbicara dan mengurungi kegugupan
mereka. Oleh karena kebutuhan akan penciptaan
suasana yang di mana siswa tidak lagi merasakan
kegugupan, di mana rasa percaya diri siswa tumbuh

untuk bertanya dan menjawab dan di mana siswa
merasa bebas menyuarakan pilihan mereka sendiri,
maka peneliti mengajukan metode pembelajaran
berbasis proyek.
Strategi pembelajaran berbasis proyek (Project
Based Learning) adalah strategi pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk menyelesaikan tugasnya
secara mandiri. Pembelajaran berbasis proyek adalah
model pembelajaran yang menekankan pada belajar
kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks
(CORD, 2001). Model pembelajaran ini sangat
menantang di mana siswa diwajibkan menyelesaikan
tugasnya dengan caranya sendiri dan dalam waktu
yang telah ditentukan.
Berdasarkan kondisi yang telah diuraikan tersebut,
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah strategi pembelajaran berbasis
proyek untuk meningkatkan ketrampilan berbicara
siswa dalam tema memaparkan jatidiri pada
pembelajaran Bahasa Inggris diterapkan di Kelas

7-D SMP Negeri 2 Bringin Tahun Pelajaran
2013/2014?
2. Apakah strategi pembelajaran berbasis proyek
dapat meningkatkan ketrampilan berbicara siswa
dalam tema memaparkan jatidiri pada
pembelajaran Bahasa Inggris di Kelas 7-D SMP
Negeri 2 Bringin?
3. Apa saja kontribusi strategi pembelajaran berbasis
proyek terhadap peningkatan ketrampilan
berbicara siswa dalam tema memaparkan jatidiri
pada pembelajaran Bahasa Inggris di Kelas 7-D
SMP Negeri 2 Bringin?
Dasar pemilihan Kelas 7-D dari lima kelas 7 (A,
B, C, D, dan E) adalah untuk efisiensi waktu, tenaga
dan biaya di mana akan menyita waktu, tenaga dan
biaya yang lebih besar jika peneliti melakukan
penelitian dengan subyek 5 kelas paralel sekaligus. Di
samping itu, menurut pengamatan peneliti, kelas 7-D

31

merupakan kelas yang paling pasif dalam
pembelajaran Bahasa Inggris Kelas 7 di SMP Negeri 2
Bringin.
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kelas 7-D SMP Negeri
2 Bringin, Desa Suruh Kecamatan Bringin, Kabupaten
Ngawi pada semester ganjil Tahun Pelajaran
2013/2014. Subjek penelitian sebanyak 22 siswa. Jenis
penelitian yang dipilih adalah Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action Research) yang diajukan oleh
Kemmis dan M.C Taggart (1988) yang terdiri atas
empat komponen, yaitu: perencanaan, tindakan,
observasi dan refleksi. Selanjutnya, ke-empat
komponen tersebut menjadi landasan dalam
perencanaan dan pelaksanaan PTK yang terbagi
menjadi dua siklus, Siklus I dan Siklus II.
Sumber data adalah informasi yang diperoleh dari
peserta didik, guru peneliti dan teman sejawat peneliti,
antara lain dari: 1) Lembar penilaian ketrampilan
berbicara dilengkapi dengan rubrik penilaian; 2)

Lembar penilaian sikap (attitude); 3) Hasil respon
peserta didik berdasarkan angket; 4) Dokumentasi.
Metode Pengumpulan Data menggunakan
observasi dan penilaian unjuk kerja. Instrumen yang
digunakan adalah: 1) Lembar Penilaian Unjuk Kerja
Ketrampilan Berbicara; 2) Lembar Penilaian Observasi
sikap kerja Proyek; 3) Angket respon peserta didik.
Teknik analisis data menggunakan model analisis
interaktif Miles dan Huberman (1996:60), dengan
sintaks sebagai berikut: 1) Reduksi data; 2) Penyajian
data; 3) Menarik kesimpulan/verifikasi.
Hasil Penelitian
Siklus I dilaksanakan pada awal bulan November
2013, diawali dengan kegiatan perencanaan penelitian,
pelaporan kepada kepala sekolah, penyusunanan RPP,
alat penilaian seperti lembar penilaian berikut rubrik
penilaiannya.
Pelaksanaan tindakan pada Siklus I ini terdiri dari
2 kegiatan tatap muka (pertemuan). Pada pertemuan
pertama, guru peneliti memulai kegiatan pembelajaran

dengan kegiatan pembuka dengan berdoa, absensi dan
apersepsi. Pertanyaan apersepsi antara lain: “Do you
have a name?”,”Where do you live?”, “Do you have a
new friend in this school”, “How do you know their
names?”, Where do your friends live?” dsb. Kegiatan
inti diisi dengan kegiatan mempelajari/mengamati
beberapa contoh dialog memaparkan jatidiri.
Kemudian siswa diberi kesempatan bertanya apa
saja yang berkaitan dengan dialog yang sedang
diamati. Guru memancing siswa untuk melakukan
perbandingan tentang cara memaparkan jatidiri dengan
kultur negara berbahasa Inggris dengan cara
memaparkan jatidiri dengan kultur budaya siswa.
Kegiatan selanjutnya siswa diminta untuk berlatih

berdialog dengan teman sebangku tentang
memaparkan jatidiri. Kegiatan experimenting
dilaksanakan dengan memberikan kerja proyek siswa.
Guru membagikan lembar kerja proyek siswa untuk
melakukan dialog menanyakan dan menjawab

pertanyaan memaparkan jatidiri dengan sepuluh teman
sekelas dan menuliskan jawaban/respon temannya.
Pada tahab ini guru peneliti sudah mulai melakukan
pengamatan/observasi terhadap kinerja siswa.
Pada pertemuan kedua, guru peneliti memulai
kegiatan dengan berdoa, absensi dan apersepsi.
Pertanyaan apersepsi yang diajukan guru antara lain :
“Do you still remember your task last meeting?”, “Are
you happy doing that?”, “What are your result?”.
Kegiatan inti diisi dengan kegiatan mengamati hasil
atau lembar kerja proyek siswa yang telah diisi dengan
data-data jatidiri temannya hasil dari kegitan pada
pertemuan ke- 1. Guru menanyakan kesulitan siswa
selama melaksanakan kerja proyeknya mengumpulkan
informasi data diri teman sekelasnya. Kegiatan
experimenting dilaksanakan dengan penilaian
performance siswa dalam mempresentasikan hasil
kerja proyeknya. Guru memberikan pernyataan
penuntun agar siswa bisa mengutarakan hasil kegiatan
proyeknya.
Pernyataan penuntun adalah sebagai berikut:
Hello friends. I have new friends. They are: .......
(mentioning names of friends). Let me tell you one of
them. His/her name is ...... (name of a friend). S/he is
from ........... S/he is ......... (age). S/he lives in ........
(address). His/her father is ........ and his/her father
works as ....... (father’s job).
Siswa bisa mengadaptasi atau merubah
pernyataan penuntun sepanjang itu tetap menyajikan
atau memaparkan jatidiri temannya. Pada kegiatan
inilah penilaian ketrampilan berbicara siswa dinilai.
Pada tahap pengamatan siklus 1 guru peneliti
melakukan pengamatan sendiri tanpa dibantu oleh
teman sejawat. Objek pengamatan adalah mengamati
masing-masing siswa saat melaksanakan kerja proyek
ke satunya berdialog dengan 10 teman sekelasnya.
Lembar pengamatan dengan panduan penilaian
pengamatan berupa rubrik penilaian digunakan dalam
tahap ini. Hasil pengamatan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Observasi Kelas Siklus I
(Penilaian Attitude)

32

Diketahui bahwa antusiasme (enthusiasm) siswa
dalam melaksanakan kerja proyek ini baik. Antusiasme
siswa terbangun karena mereka merasa kegiatan
proyek di kelas ini memicu ketrampilan berbicara
dalam Bahasa Inggris. Percaya diri (confident) siswa
juga baik, siswa tidak canggung melakukan dialog
memaparkan jatidiri walaupun diamati oleh guru
peneliti. Dalam aspek komunikatif (communicative),
terlihat masih ada beberapa siswa yang kurang
komunikatif. Mereka terlihat masih terbata-bata baik
dalam bertanya ataupun menjawab pertanyaan siswa
dan berusaha melakukan dialog (tanya jawab) dalam
bahasa Indonesia bahkan bahasa Jawa. Aspek rasa
ingin tahu (curiousity) masing kurang, terlihat siswa
kurang variatif dalam bertanya atau menjawab
pertanyaan temannya. Belum terlihat usaha mencari
tahu variasi dalam penyampaian informasi jatidiri.
Aspek keberanian menginisiasi (bravery) juga terlihat
masih kurang. Pada umumnya siswa masih malu-malu
menginisiasi (mengawali) percakapan dengan siswa
lawan jenis. Guru berusaha memotivasi agar siswa
mencari teman untuk melakukan kerja proyek ini tidak
sebatas teman akrabnya saja tetapi merata di baik
teman putra maupun teman putri.
Pada akhir siklus diadakan tes berupa unjuk kerja.
Performance siswa dinilai dalam aspek: kelancaran
(fluency),
akurasi
(accuracy),
pengucapan
(pronunciation), intonasi (intonation), dan pemahaman
(understanding). Secara umum hasil penilaian unjuk
kerja siswa tercantum dalam Tabel 2. berikut ini.
Tabel 2. Hasil Penilaian Unjuk Kerja
Siswa pada Siklus I

Gambar 1. Pie Chart Hasil Penilaian Unjuk Kerja
Siswa pada Siklus I
Kesimpulan dari hasil analisis di atas adalah
sebagai berikut:
1. Aspek Kelancaran (Fluency)
Banyak siswa
sudah cukup lancar dalam
penyampaian hasil kerja proyeknya. Hal ini mungkin
karena guru memberikan pernyataan penuntun. Hanya
ada beberapa siswa yang melakukan hesitate (terbata –
bata). Ada juga siswa yang benar-benar mengalami
kesulitan dalam berbicara di depan kelas melakukan
unjuk kerja mempresentasikan hasil kerja proyeknya.
Mungkin siswa tersebut belum pernah sama sekali
melakukan unjuk kerja sehingga penilaian kali ini
merupakan pengalaman pertama yang membuatnya
gugup sehingga mempengaruhi performancenya. Satu
siswa masih belum bisa mendapat penilaian maksimal
karena saat penilaian unjuk kerja berbicara siswa
tersebut hanya cengengesan saja, tanpa mampu
mengutarakan pokok pikirannya di depan kelas.
2. Aspek Akurasi/Ketepatan (Accuracy)
Kelemahan dalam aspek akurasi atau ketepatan
hampir merata dialami siswa. Siswa dalam
mempresentasikan hasil kerja proyeknya terlihat kaku
dan seperti orang membaca. Seharusnya dalam
menyampaikan atau mempresentasikan hasil kerja
proyeknya siswa selayaknya seperti orang yang
berbicara kepada audience/penontonnya. Ekspresi juga
belum tepat. Masih banyak siswa yang terlihat grogi
atau bahkan cengengesan ketika di depan kelas.
3. Aspek Pelafalan (Pronunciation)
Aspek pengucapan/pelafalan kosa kata yang
sering digunakan dalam memaparkan jatidiri terlihat
baik. Hal ini dimungkinkan dalam mengerjakan kerja
proyeknya siswa berlatih tanpa disadari untuk
mengucapkan/melafalkan kosa kata yang berhubungan
dengan memaparkan jatidiri secara berulang-ulang.
Contoh kosa kata yang berhubungan dengan
memaparkan jatidiri antara lain : name, origin, come
from, address, father, family, class, age, live.
4. Aspek Intonasi (Intonation)
Seperti halnya aspek akurasi, aspek intonasi juga
masih terlihat kelemahan. Siswa belum banyak
menguasai intonasi yang benar untuk kalimat

33
informatif, kalimat interogratif, begitu juga kalimat
negatif. Menurut peneliti, aksen intonasi bahasa lokal
(bahasa Jawa) juga mempengaruhi siswa masih begitu
kental mempengaruhi intonasi berbicara siswa dalam
berbahasa Ingris.
5. Aspek Pemahaman (Understanding)
Aspek pemahaman terlihat baik, siswa dapat
menggunakan pertanyaan yang tepat sesuai informasi
apa yang ingin dia dapatkan dari temannya. Begitu
juga saat menjawab pertanyaan, rata-rata siswa dapat
memahami maksud pertanyaan dan menjawab sesuai
maksud pertanyaan. Misalnya: saat pertanyaan “Where
do you live?” siswa dapat menjawab “I live in
Gandong (nama sebuah desa)”. Hanya sedikit siswa
yang menjawab dengan jawaban singkat “Gandong”.
Setelah melakukan refleksi terhadap Siklus I dan
menemukan kekurangan siswa dalam berbicara tema
memaparkan jatidiri, guru peneliti meminta siswa terus
berlatih dan melaksanakan kerja proyek tahap ke-2.
Pelaksanaan tindakan pada Siklus II ini juga
berlangsung dalam dua pertemuan.
Pada pertemuan pertama, guru memulai dengan
kegiatan awal berupa doa, apersepsi, motivasi dan
review kegiatan dari Siklus I. Kegiatan inti dimulai
dengan penjelasan guru tentang tugas siswa berikutnya
yang berupa kerja proyek yang diperluas skala
pelaksanaannya. Pada Siklus I, siswa melaksanakan
kerja proyeknya hanya dengan teman sekelas sejumlah
sepuluh teman, akan tetapi pada kerja proyek ke-2,
siswa diminta mengumpulkan informasi jatidiri teman
sesama kelas 7 tetapi beda kelas sejumlah 20 teman.
Artinya siswa harus mengumpulkan informasi jatidiri
teman dari kelas 7-A, 7-B, 7-C, dan 7-E. Guru tetap
menekankan siswa untuk melakukan tanya jawab
dalam rangka mengumpulkan informasi jatidiri dalam
Bahasa Inggris.
Guru mengharapkan siswa melaksanakan kerja
proyeknya dalam waktu satu minggu di saat-saat
istirahat. Guru juga menginformasikan kepada siswa
bahwa penilaian selama proses kerja proyek
dilaksanakan oleh guru dan guru Bahasa Inggris
lainnya (kolaborator). Kegiatan experimenting diisi
dengan kegiatan tanya jawab siswa tentang kesulitan
dan cara mengatasinya selama melaksanakan kerja
proyeknya.
Pelaksanaan siswa mengumpulkan informasi
teman selevelnya dalam kerja proyek pada Siklus II ini
ditargetkan selesai dalam waktu satu minggu. Akan
tetapi, siswa mampu menyelesaikan kerja proyek
Siklus II ini dalam waktu kurag lebih tiga hari.
Pada pertemuan kedua, guru melaksanakan
penilaian performance /unjuk kerja tahap ke dua.
Siswa diminta mempresentasikan hasil pengumpulan
data informasi jatidiri teman di luar kelasnya sebanyak
20 teman, tetapi tidak perlu diuraikan satu persatu,

cukup 2 teman saja sebagai contoh. Siswa juga
diperbolehkan membuat variasi penyataan penuntun
dan boleh membawa catatan hasil kerja proyeknya.
Karena pernyataan penuntun boleh divariasikan, maka
gaya siswa berunjuk kerja mempresentasikan hasil
kerja proyeknya semakin variatif.
Sebagai contoh, variasi yang dilakukan siswa
sebagai berikut:
Hello, friends. Let me introduce some new my
friends. I ask some new friend names. They are
Ambarwati from 7A, Fiki from 7C .... (mentioning
some other friends). I ask their house, Ambarwati is
from Suruh village, Fiki is from gandong city (she
means village), I ask their age also. Ambarwati is
twelve, Fiki is thirteen years old. Etc.
Tahap pengamatan dilaksanakan oleh dua orang
pengamat yaitu guru peneliti dan guru kolaborator
(teman sejawat). Hal ini dimaksudkan agar
pengamatan yang dilaksanakan lebih valid karena
pengesahan oleh teman sejawat dan karena tugas kerja
proyek ini dilaksanakan di lingkungan sekolah pada
waktu istirahat, kemungkinan beberapa siswa mungkin
tidak terpantau apabila
pengamatan hanya
dilaksanakan oleh guru peneliti saja. Hasil pengamat
pada Siklus II adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Observasi Kelas Siklus II
(Penilaian Attitude)

Dari tabel terlihat bahwa tingkat antusiasme siswa
menjadi sangat baik,hal ini disepakati oleh guru
peneliti maupun kolaborator bahwa dalam
melaksanakan tugas kerja proyek pada Siklus II ini,
siswa sangat antusias yang tercermin dari sikap siswa
yang sesegera mungkin melaksanakan tugasnya. Tugas
kerja proyek ini ditargetkan selesai dalam waktu satu
minggu. Akan tetapi seluruh siswa kelas 7-D berhasil
menyelesaikan tugasnya dalam waktu tiga hari.
Sehingga pertemuan ke-2 Siklus II guru peneliti bisa
melanjutkan program melakukan penilaian unjuk kerja
presentasi siswa.
Aspek Percaya Diri, terjadi persamaan persepsi
antara guru peneliti dan guru kolaborator yaitu pada
kriteria baik. Siswa terlihat tidak malu-malu untuk
melakukan tanya jawab kerja proyeknya dan sebagian
besar berusaha keras untuk tetap menggunakan Bahasa

34
Inggris baik saat mengajukan pertanyaan ataupun saat
menjawab pertanyaan temannya.
Guru peneliti menilai siswa sangat baik dalam
aspek komunikatif, hal ini terlihat sebagian besar dari
siswa berusaha menyampaikan maksud pertanyaan dan
jawaban kepada temannya sejelas mungkin. Bahkan
bilamana perlu, siswa mengulangi pertanyaan bila
temannya terlihat belum mengerti. Begitu sebaliknya,
dalam memberi jawaban, siswa juga berusaha
menggunakan seluruh potensi seperti facial expression
dan
body language untuk membuat temannya
mengerti apa yang dia maksudkan. Sedangkan guru
kolaborator menilai aspek komunikanif pada kriteria
baik.
Aspek rasa ingin tahu, guru kolaborator menilai
siswa kelas 7-D pada kriteria sangat baik. Menurutnya,
siswa terlihat memperhatikan teman-teman yang lain
melaksanakan kerja proyeknya dengan ekspresi rasa
ingin tahu yang sangat tinggi. Mereka ingin belajar dari
teman terlebih dahulu atau berusaha membuat
perbandingan kerja proyek temannya dengan hasil
kerja proyeknya sendiri. Siswa juga terlihat saling
bertanya, mendiskusikan kerja proyeknya di sela-sela
kerja proyeknya. Sedangkan guru peneliti memberikan
penilaian dalam aspek ini pada kriteria baik.
Aspek yang terakhir pada lembar pengamatan
yaitu keberanian. Guru peneliti dan guru kolaborator
memberi penilaian baik. Siswa berani dalam
mengawali percakapan dengan temannya. Hanya
sedikit yang terlihat mengalami kesulitan dalam
mengawaki percakap dengan teman di luar kelasnya.
Akan tetapi, guru peneliti maupun guru kolaborator
berusaha memotivasi siswa tersebut untuk berani
mengawali percakapan kerja proyeknya.
Pada akhir siklus diadakan tes berupa unjuk kerja.
Performance siswa dinilai dalam aspek : kelancaran
(fluency),
akurasi
(accuracy),
pengucapan
(pronunciation), intonasi (intonation), dan pemahaman
(understanding). Secara umum hasil penilaian unjuk
kerja siswa tercantum dalam Tabel 4. berikut ini.
Tabel 4. Hasil Penilaian Unjuk Kerja
Siswa pada Siklus II

Gambar 2. Pie Chart Hasil Penilaian Unjuk Kerja
Siswa pada Siklus II
Kesimpulan dari hasil analisis di atas adalah
sebagai berikut:
1. Aspek Kelancaran (Fluency)
Sebagian besar siswa sudah lancar dalam
penyampaian hasil kerja proyeknya. Hal ini mungkin
karena cukup banyak berlatih dalam kerja proyeknya
tanpa siswa sadari.. Hanya 2 siswa yang melakukan
hesitate (terbata –bata). Sudah tidak ada siswa benarbenar mengalami kesulitan dalam berbicara di depan
kelas melakukan unjuk kerja mempresentasikan hasil
kerja proyeknya. Siswa tersebut berhasil memperbaiki
performancenya.Semua
siswa
berhasil
mempresentasikan hasil kerja proyeknya dengan baik.
2. Aspek Akurasi/Ketepatan (Accuracy)
Sudah ada peningkatan dalam aspek akurasi atau
ketepatan. Siswa dalam mempresentasikan hasil kerja
proyeknya sudah terlihat santai dan tepat dan tidak lagi
seperti orang membaca. Seharusnya dalam
menyampaikan atau mempresentasikan hasil kerja
proyeknya siswa selayaknya seperti orang yang
berbicara kepada audience/penontonnya. Ekspresi
wajah juga terlihat percaya diri dan antusias.Hanya 1
siswa yang terlihat grogi dan tidak ada lagi yang
cengengesan ketika di depan kelas.
3. Aspek Pelafalan (Pronunciation)
Mayoritas aspek pengucapan/pelafalan kosa kata
yang sering digunakan dalam memaparkan jatidiri
terlihat sangat baik. Hal ini dimungkinkan dalam
mengerjakan kerja proyeknya siswa berlatih tanpa
disadari untuk mengucapkan/melafalkan kosa kata
yang berhubungan dengan memaparkan jatidiri secara
berulang-ulang. Contoh kosa kata yang berhubungan
dengan memaparkan jatidiri antara lain: name, origin,
come from, address, father, family, class, age, live.
4. Aspek Intonasi (Intonation)
Seperti halnya aspek akurasi, aspek intonasi juga
sudah terlihat ada peningkatan walau masih terlihat
kelemahan pada 2 siswa. Siswa sudah banyak
menguasai intonasi yang benar untuk kalimat
informatif, kalimat interogratif, begitu juga kalimat
negatif.

35
5. Aspek Pemahaman (Understanding)
Aspek pemahaman terlihat sangat baik, siswa
dapat menggunakan pertanyaan yang tepat sesuai
informasi apa yang ingin dia dapatkan dari temannya.
Begitu juga saat menjawab pertanyaan, mayoritas
siswa dapat memahami maksud pertanyaan dan
menjawab sesuai maksud pertanyaan. Misalnya: saat
pertanyaan “Where do you live?” siswa dapat
menjawab “I live in Gandong (nama sebuah desa)”.
Hanya sedikit siswa yang menjawab dengan jawaban
singkat “Gandong”.
Setelah Siklus II berakhir, guru memberikan
angket kepada siswa untuk mengetahui tanggapan
siswa terhadap pembelajaran berbasis proyek yang
baru saja mereka laksanakan. Bentuk angket adalah
kombinasi terbuka dan tertutup. Ada pertanyaan yang
diberi pilihan jawaban dan ada juga pertanyaan yang
siswa bebas menjawabnya.
Pertanyaan ke-1: Sukakah kamu diberi tugas
melakukan tanya jawab tentang memaparkan jatidiri
dengan teman di luar kelasmu? Pertanyaan ini diberi
pilihan jawaban: a) sangat suka b) suka c) tidak suka d)
sangat tidak suka. 10 siswa menyatakan sangat suka,
11 siswa menyatakan suka dan 1 siswa menyatakan
tidak suka. Tidak ada siswa yang menyatakan sangat
tidak suka. Pertanyaan ke-2: Sebutkan alasannya untuk
jawaban pertanyaan no.1. Di sini bentuk pertanyaan
angket terbuka, siswa bebas menyatakan alasan dan
penjelasannya. Sebanyak 8 siswa menyebutkan alasan
yang sama yaitu karena kegiatannya dilakukan di luar
kelas sehingga tidak bosan. 8 siswa yang lain
menyebutkan alasan bisa berlatih dialog/berBahasa
Inggris. Sebanyak 4 siswa menyebutkan alasan karena
berlatih dengan teman di luar kelas, jadi bisa mengenal
teman yang lain. 1 siswa menyebutkan alasan karena
menyenangkan dan satu siswa lagi tidak menjawab.
Pertanyaan ke-3: Mudahkah kamu memahami
instruksi dalam mengerjakan kerja proyek ini? Bentuk
pertanyaan tertutup dengan piliahan a) sangat mudah
b) mudah c) sulit d) sangat sulit. Sebagian besar siswa
atau sebanyak 10 siswa menyatakan sangat mudah dan
8 siswa menyatakan mudah dalam memahami
perintah/instruksi kerja proyek ini. 4 siswa yang
menjawab sulit tetapi tidak siswa yang menjawab
sangat sulit. Pertanyaan ke-4: Apa kesulitan kamu
dalam mengerjakan kerja proyek ini? Bentuk
pertanyaan angket ini terbuka tanpa pilihan jawaban.
Sebanyak 9 siswa menyatakan kesulitan mereka adalah
teman yang diajak bertanya jawab tidak mau merespon
atau memberi jawaban yang tidak benar. Satu siswa
mendeskripsikan ketika dia bertanya di mana alamat
teman yang diajak bertanya jawab, dia mendapat
jawaban: Arab Saudi. Sebanyak 8 menyatakan
kesulitan mereka adalah lupa atau tidak bisa Bahasa
Inggrisnya pertanyaan yang seharusnya mereka ajukan

untuk mendapat informasi jatidiri temannya. Sebanyak
4 siswa menyatakan kesulitan mereka adalah tidak bisa
menghafal dialog yang harus disampaikan kepada
temannya. Dan satu siswa menyatakan malu untuk
berdialog sebagai kesulitannya.
Pertanyaan ke-5: Bagaimana kamu mengatasi
kesulitan kamu pada pertanyaan no.4? Bentuk
pertanyaan angket ini terbuka tanpa pilihan jawaban.
Siswa yang menyatakan teman yang tidak kooperatif
sebagai kesulitan utama mereka menjawab mereka
berusaha tetap bertanya walaupun harus diulang dan
membujuk teman yang tidak kooperatif tersebut untuk
memberi respon yang diiinginkan. Sebagian lagi
menyebutkan jalan keluar dengan berusaha mengganti
teman yang tidak kooperatif dengan teman yang lain
yang bersedia diajak bertanya jawab memaparkan
jatidiri. Siswa yang menjawab kesulitan dalam
pemakaian Bahasa Inggris untuk bertanya jawab kerja
proyeknya menyatakan membawa catatan sebagai
solusi pemecahannya. Ada juga yang menjawab
bertanya kepada teman dan atau menirukan teman
yang lebih bisa. Pertanyaan ke-6: Bermanfaatkah tugas
kerja proyek ini terhadap kamu? Bentuk pertanyaan
tertutup dengan pilihan jawaban a) sangat bermanfaat
b) bermanfaat c) tidak bermanfaat dan d) sangat tidak
bermanfaat. Sebanyak 21 siswa menyatakan kerja
proyek ini bermanfaat bagi mereka. Sedangkan satu
siswa menyatakan sangat bermanfaat. Tidak ada siswa
menyatakan tidak bermanfaat atau sangat tidak
bermanfaat.
Pertanyaan ke-7: Jika bermanfaat, sebutkan
manfaat kerja proyek ini bagi kamu? Bentuk
pertanyaan angket ini terbuka tanpa pilihan jawaban.
Sebanyak 8 siswa menyebutkan bisa berlatih dialog/
bertanya jawab dalam Bahasa Inggris sebagai manfaat
yang mereka peroleh dari kerja proyek. Sedangkan 9
siswa yang lain menyatakan manfaatnya adalah bisa
belajar Bahasa Inggris di luar kelas sebagai
manfaatnya. 5 siswa menyebutkan bisa mendapat
teman baru sebagai manfaat yang mereka peroleh dari
kerja proyek ini. Pertanyaan ke-8: Cukupkah waktu
yang diberikan untuk mengerjakan tugas proyek ini?
Pilihan jawabnanya adalah a) sangat cukup; b) cukup;
c) kurang; dan d) sangat kurang. Jawaban siswa
sebanyak 15 jawaban menyatakan cukup, dan 7 siswa
menyatakan sangat cukup.
Pertanyaan ke-9: Bersediakah kamu jika kerja
proyek ini diulangi atau diperpanyak? Bentuk
pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban a) ya b)
tidak. Jawaban siswa sebanyak 21 jawaban
menyatakan ya dan hanya 1 siswa menyatakan tidak
bersedia. Pertanyaan ke-10: Tuliskan saran kamu
bagaimana pelaksanaan kerja proyek berikutnya
seharusnya dirancang? Bentuk pertanyaan terbuka
tanpa pilihan jawaban. Sebanyak 3 siswa menyatakan

36
kerja proyek berikutnya dengan turis asing yang
berbahasa Ingris. 8 siswa menyatakan ingin berlatih
bertanya jawab dengan teman yang lain di luar
sekolah. 8 siswa menyarankan untuk berlatih lebih
banyak dialognya. 2 siswa menyarankan guru Bahasa
Inggris lebih banyak memberi tugas dialog dan satu
siswa tidak menjawab pertanyaan ini.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
1. Metode Pembelajaran Berbasis Proyek dapat
diterapkan untuk meningkatkan ketrampilan
berbicara pada siswa Kelas 7-D SMP Negeri 2
Bringin Kab. Ngawi. Hal itu terbukti dari hasil
angket yang menunjukkan antusiasme siswa
dalam melaksanakan strategi pembelajaran ini.
Metode Pembelajaran Berbasis Proyek dapat
dilaksanakan sebagai alternatif metode dalam
rangka pembelajaran ketrampilan berbicara
Bahasa Inggris siswa.
2. Metode Pembelajaran Berbasis Proyek dapat
meningkatkan ketrampilan berbicara siswa. Hal
ini dibuktikan pada peningkatan hasil penilaian
unjuk kerja siswa pada Siklus I dan Siklus II.
3. Penerapan Metode Pembelajaran Berbasis Proyek
memberikan beberapa kontribusi positif terhadap
peningkatan Ketrampilan berbicara Bahasa
Inggris siswa kelas 7-D pada tema memaparkan
jatidiri, antara lain: 1) meningkatnya motivasi
belajar siswa; 2) meningkatnya ketrampilan siswa
dalam memecahkan masalah; 3) meningkatnya
ketrampilan siswa dalam menggunakan informasi;
4) Meningkatnya kolaborasi/kerjasama antar
siswa; 5) Meningkatnya ketrampilan siswa dalam
mengelola sumberdaya.
Saran
1. Para guru, khususnya guru yang mengajarkan
Bahasa Inggris diharapkan dapat menerapkan
Metode Pembelajaran Berbasis Proyek kepada
siswa Kelas 7 dalam upaya meningkatkan
ketrampilan berbicara Bahasa Inggris walaupun
dalam bentuk yang sederhana. Disarankan agar
metode pembelajaran Berbasis Proyek dapat
dikembangkan ke dalam pelajaran yang lain,
sehingga dapat bermanfaat bagi siswa dalam
meningkatkan hasil belajarnya.
2. Diharapkan guru dapat menyelami dan
memahami kesulitan belajar yang dialami oleh
siswa Kelas 7 terutama dalam belajar Bahasa
Inggris, kemudian mencarikan solusi melalui
strategi-strategi pembelajaran yang variatif
sehingga siswa tidak mengalami kejenuhan dan
memfokuskan pada kesulitan utama yang dialami
oleh siswa.

3) Disarankan kepada semua fihak termasuk guru
(sekolah), orang tua, siswa dan masyarakat untuk
saling bekerja sama dalam melancarkan kegiatan
pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil
belajar siswa.
4) Diharapkan sistem strategi pembelajaran Berbasis
Proyek ini dapat dilaksanakan pada semua kelas
dan semua mata pelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
CORD. 2001. Contextual Learning Resource.
http://www.cord.org/lev2.cfm/65
Harmer, Jeremy. 2001. The Practice of English
Language Teaching. Edinburgh. Pearson
Eductaion Limited.
Kemmis, S. dan Taggart, R. 1988. The Action
Research Planner. Deakin: Deakin University.
Miles dan Huberman. 1996. Analisis Data kualitatif,
Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru.
Jakarta: UI-Press.
Moleong, Lexy. 1994. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung, Remaja Karya.
Moursund, D. 1997. Project: Road a Head (ProjectBased Learning). http://www.iste.org/research/
roadahead/pbl.html
Permendiknas No.81A Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum 2013.
Steinberg, A. 1997. The Six A’a of Design Projects.
http://ph.red.ru/pedsovet/GSN/pbl.Sixa.htm