Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Mandailing Natal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Otonomi Daerah
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 tentang Pemerintah Daerah
menjelaskan bahwa Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan. Mas’ud Said (2008:6) menjelaskan bahwa Otonomi Daerah dipahami
sebagai sebuah proses devolusi dalam sektor publik dimana terjadi pengalihan
wewenang

dari

pemerintah

pusat

kepada

pemerintahan


provinsi

dan

kabupaten/kota. Dengan kata lain, dalam konteks Indonesia, otonomi daerah
diartikan sebagai proses pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana yang diamanatkan UndangUndang.
Tujuan utama pembentukan pemerintah daerah pada dasarnya dimaksudkan
untuk mendorong keikutsertaan masyarakat dalam meningkatkan pertumbuhan
pembangunan daerah, baik itu pertumbuhan ekonomi maupun pertumbuhan
pembangunan infrastruktur. Pudjianto (2009:2) menyatakan bahwa “tujuan utama
otonomi daerah adalah meningkatkan efektifitas pengelolaan sumber daya di
daerah, keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan meningkatan
kesejahteraan serta pelayanan umum kepada masyarakat”.

19
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Hubungan Antara Keuangan Pusat dan Daerah
Presiden selaku kepala negara yang berwewenang mengelola kekuasaan

negara atau yang disebut pemerintahan pusat, menyerahkan kekuasaan tersebut
kepada kepala pemerintahan daerah yaitu Gubernur, Walikota ataupun Bupati
untuk mengelola keuangan daerahnya sendiri dan mewakili pemerintah daerah
dalam kepemilikan kekayaan yang terpisahkan. Konsep hubungan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah diturunkan dari Undang -Undang Dasar 1945
Pasal 18A ayat 1. Pasal tersebut adalah yang melandasi lahirnya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Selanjutnya, Direktorat Jenderal Primbangan Keuangan (2011:II-11)
menjelaskan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 18A ayat (2) menyebutkan
bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan
dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Pasal ini
merupakan landasan filosofi dan landasan konstitusional pembentukan UndangUndang No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah. Djumhana yang dikutip oleh Karianga (2011:42)
menjelaskan:
1.

hubungan antara pusat dan daerah menyangkut hubungan pengelolaan
pendapatan(revenue)


dan

penggunaan

(expenditure)

baik

untuk

kepentingan pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka
memberikan pelayanan publik yang berkualitas responsible dan akuntabel,

20
Universitas Sumatera Utara

2.

konsep hubungan antara pusat dan daerah adalah hubungan administrasi
dan hubungan kewilayahan. Hubungan tersebut diatur sedemikian rupa

melalui kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan
kepada pemerintah daerah. Sehingga semua sumber keuangan yang
melekat pada setiap urusan yang diserahkan ke daerah menjadi sumber
keuangan daerah. Makalah Pudjiianto (2009:3) Hubungan antara
Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Pembagian Urusan

.

UU No.32/2004

Pelaksana

Pemerintah
Daerah

Pemerintah
Pusat
sumber pendanaa
UUNo.33/2004


Urusan

APBD

DBH
DAU

PAD

DAK

UU NO.34/2000

Desentralisasi
Dekonsentrasi
Tugas pembantu
pemerintah
pusat kepada
daerah


Dana
Otsus

Pendapatan
Transfer
Lain-lain PAD
yang sah

Dana
Penyesuaian
Dana Hibah

Belanja

Dana Darurat

Surplus/Defisit

Penggunaan

SILPA

Pembiayaan

Pencairan Dana

Cadangan
APBN

APBN

Hasil penjualan
kekayaan yg
dipisahkan

Pinjaman Daerah

Gambar 2.1 Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah

21

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terus
berkembang dari era orde baru sampai pada era pasca reformasi. Pada era Orde
Lama (Wajong, 1962:81 dalam Halim, 2002:16) mengatakan bahwa APBD adalah
rencana pekerjaan keuangan (financial werkplan) yang dibuat untuk jangka waktu
tertentu, dalam waktu dimana legislative (DPRD) memberikan kredit kepada
badan eksekutif (Kepala Daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan
rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag)
penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup
pengeluaran tadi.
Pada era reformasi, berdasarkan pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, APBD didefenisikan
sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah, dimana di satu pihak
menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai
kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu,
dan dipihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber
penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud (Mamesah,
1995:20 dalam Halim, 2002:16 dalam Renyowijoyo, 2010: 172)

Kedua defenisi di atas menjelaskan bahwa Anggaran daerah memiliki unsurunsur:
1.

rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci,

22
Universitas Sumatera Utara

2.

adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk
menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan
adanya biaya-biayayang merupakan batas maksimal pengeluaranpengeluaran yang akan dilaksanakan,

3.

jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka,

4.


periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun.

Fungsi anggaran dilingkungan pemerintah mempunyai pengaruh penting
dalam akuntansi dan pelaporan keuangan, antara lain karena:
1.

anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik,

2.

anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan
antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan,

3.

anggaran memberikan landasan penilaian kinerja pemerintah,

4.

hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan

pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada
publik.

Pada era reformasi struktur APBD banyak mengalami perubahan. Bentuk
APBD yang pertama di dasari oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29
Tahun 2002 Tentang Pengurusan Pertanggungjawaban dan Pengawasan keuangan
Daerah, serta Tata Cara Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah. Pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara disebutkan bahwa:

23
Universitas Sumatera Utara

1.

APBD merupakan pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap
tahun dengan Peraturan Daerah,

2.

APBD terdiri atas Anggaran Pendapatan, Anggaran Belanja dan
Pembiayaan,

3.

Pendapatan Daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah,

4.

Belanja Daerah dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja,

Proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan daerah, secara
garis besar sebagai berikut:
1. penyusunan rencana kerja pemerintah daerah,
2. penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran,
3. penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara,
4. penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD,
5. penyusunan rancangan perda APBD,
6. penetapan APBD.
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan
Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 menyebutkan bahwa Anggaran pendapatan
dan belanja daerah adalah rencana keuangan pemerintah yang harus disetujui
bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.

24
Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah
Otonomi daerah tidak dapat lepas dari permasalahan kapasitas keuangan dari
setiap daerah. Otonomi sering dikaitkan dengan prinsip automoney, yang Artinya
kemampuan daerah dalam menyelenggarakan kewenangannya diukur dari
kemampuannya

menggali

sumber-sumber

pendapatan

daerahnya

sendiri.

Implikasi dari prinsip ini yang kemudian mendorong pemerintah daerah untuk
meningkatkan Pendapatan Asli daerah. Menurut Undang -Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pendapatan ASLI Daerah adalah hak
pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Halim (2002:64) menyatakan Pendatan Asli Daerah merupakan semua
penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.Darise
(2009:33) menyatakan Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh
daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan perundangundangan. Selanjutnya (Kaho, 19998:129 dalam Munir, 2005:160) menyatakan
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah yang berasal dari sumbersumber keuangan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba
BUMD, penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyatakan sumbersumber PAD terdiri dari:
1. pajak daerah,
2. retribusi daerah,

25
Universitas Sumatera Utara

3. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
4. lain-lain PAD yang sah.
Menurut kementerian keuangan Republik Indonesia (2011: II-14), PAD
bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengoptimalkan
potensi pendanaan daerah sendiri dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai
perwujudan asas desentralisasi. Pendapatan Asli Daerah yang merupakan sumber
penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung
sebagian beban belanja yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemerintah dan
kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian
otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab dapat dilaksanakan.
Sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, apabila kebutuhan
pembiayaan suatu daerah lebih banyak diperoleh dari subsidi, sumbangan atau
bantuan dari pusat, dan nyata-nyata peranan atau kontribusi PAD terhadap
kebutuhan pembiayaan tersebut sangat rendah, maka dapat dipastikan kinerja
keuangan daerah tersebut masih lemah. Dan rendahnya PAD merupakan bukti
ketidakmampuan daerah dalam mengelola sumber daya perekonomian terutama
sumber-sumber pendapatannya.
2.1.4.1 Pajak Daerah
Sriyana 1999:106 dalam Munir,dkk 2005:141 menyebutkan bahwa pajak
merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan diseluruh negara. Oleh
karena itu, perlu adanya pengaturan tentang perpajakan yang mampu menjamin
adanya efisiensi dan efektivitas pengelolaan pajak. Pajak daerah merupakan

26
Universitas Sumatera Utara

komponen utama Pendapatan Asli Daerah. Sebagai sumber utama PAD,
pemerintah senantiasa mendorong peningkatan penerimaan daerah yang
bersumber dari pungutan pajak dan retribusi daerah melalui penyempurnaan
peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan sesuai dengan perkembangan
keadaan. Pemungutan pajak daerah didasarkan atas Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah yang merupakan
pengganti dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan
Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34
Tahun 2000.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah menyatakan Pajak Daerah adalah Kontribusi wajib kepada daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya keperluan rakyat. Halim
(2002:64) menyatakan bahwa Pajak Daerah merupakan penerimaan daerah yang
berasal dari pajak. Munir,dkk (2005:141) menyatakan Pajak Daerah diartikan
sebagai pembayaran wajib dari perorangan atau badan hukum kepada Negara
untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi kepentingan umum.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2011: III-21) menjelaskan
Untuk mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah dan membangun hubungan
keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang lebih ideal.
Kebijakan perpajakan dan retribusi daerah diarahkan untuk lebih memberikan
kepastian hukum, pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah

27
Universitas Sumatera Utara

dibidang perpajakan (penguatan local taxing power ), peningkatan efektivitas
pengawasan, dan perbaikan pengelolaan pendapatan pajak.
Mardiasmo dkk (2002: 146-147) mengungkapkan bahwa langkah penting
yang harus dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah adalah
dengan menghitung potensi penerimaan pajak daerah yang rill yang dimiliki suatu
daerah tersebut, sehingga dapat diketahui peningkatan kapasitas pajak daerah.
Peningkatan kapasitas pajak pada dasarnya adalah optimalisasi sumber-sumber
pendapatan daerah.
2.1.4.2 Retribusi Daerah
Selain pajak daerah terdapat juga retribusi daerah yang merupakan sumber
pendapatan asli daerah. Secara umum retribusi mungkin masih termasuk yang
kurang populer bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di
daerah pedalaman. Pemanfaatan hasil penerimaan dari masing-masing jenis
retribusi daerah diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan dengan jenis
layanan bersangkutan yang pengalokasiannya ditetapkan dengan peraturan daerah
tersebut.
Saragih (2003:64) menjelaskan Retribusi Daerah merupakan salah satu jenis
penerimaan daerah yang dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Sedangkan
yang dimaksud dengan Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas
jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah

28
Universitas Sumatera Utara

sama halnya dengan pajak daerah yaitu dapat dipaksakan. Pemungutan retribusi
tidak boleh dilakukan dengan semena-mena karena akan menimbulkan konflik.
Baik pemerintah maupun masyarakat mempunyai posisi yang sama untuk
menentukan bagaimana sebaiknya retribusi harus diterapkan sehingga pemenuhan
kewajiban retribusi daerah seperti, berapa jumlah retribusi yang dibayar
masyarakat harus sesuai dengan tarif retribusi daerah yang ditetapkan berdasarkan
peraturan daerah.
Mengenai potensi Retribusi Daerah, Saragih (2003:65) memaparkan bahwa
Semakin banyak jenis pelayanan publik dan meningkatnya mutu pelayanan publik
yang diberikan oleh pemerintah daerah terhadap masyarakatnya, maka
kecenderungan perolehan dana retribusi semakin besar. Namun banyaknya jenis
retribusi yang dikenakan kepada masyarakat jelas merupakan beban bagi
masyarakat lokal. Oleh sebab itu, kebijakan retribusi daerah sering menimbulkan
kontraversial di daerah, baik sebelum maupun sesudah otonomi daerah
diberlakukan.
2.1.4.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan
Dalam era globalisasi dan perkembangan Ilmu pengetahuan dan tekhnologi
(IPTEK), pemerintah dituntut memahami perubahan pola pikir untuk menggali
sumber-sumber pendapatan melalui pola privatisasi dengan menciptakan
hubungan kemitraan antara pemerintah daerah dengan pihak swasta. Beberapa
pola privatisasi antara lain:

29
Universitas Sumatera Utara

1. build, lase, and transfer (BLT) adalah pihak swasta membangun,
kemudian menyewakannya, selanjutnya jika keuntungan sudah didapat
dalam jangka waktu kesepakatan bersama dengan pemerintah daerah
makan fasilitas tersebut dikembalikan kepada pemerintah daerah.
Penyewaan tersebut merupakan sumber pendapatan daerah,
2. build, operate, and late (BOT) adalah pihak swasta membangun fasilitas
umum kemudian mengoperasikannya sampai jangka waktu tertentu
kemudian diambil alih oleh pemerintah daerah,
3. renovate, operate, and transfer (RLT), adalah pihak swasta merenovasi
fasilitas mulik pemerintah daerah kemudian mengoperasikannya dalam
jangka waktu tertentu. Setelah pihak swasta tersebut memperoleh
keuntungan kemudian mentransfernya kembali kepada pemerintah,
Sesuai dengan Pasal 6 Undang -Undang Nomor 33 Tahun 2004 dan
Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaiman telah diubah dengan
Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan adanya perubahan kedua dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, jenis hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang
mencakup:
1. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah /BUMD,
2. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Negara /BUMN,
3. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau
kelompok usaha masyarakat.

30
Universitas Sumatera Utara

2.1.4.4 Dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 jenis lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan
daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang mencakup: hasil penjualan
aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan
komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih
nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan
pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak dan denda retribusi, pendapatan
hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan
fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan

dan pelatihan,

pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah.
2.1.5 Dana Perimbangan
Penyelenggaraan

pemerintahan

daerah

merupakan

subsistem

dari

pemerintahan negara sehingga antara keuangan daerah dengan keuangan negara
akan mempunyai hubungan yang erat dan saling berpengaruh. Untuk mendukung
penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata dan
bertanggungjawab di daerah serta secara proporsional diwujudkan dengan
peraturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan,
serta perimbangan keuangan pusat dan keuangan daerah. Sumber pembiayaan
pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan

31
Universitas Sumatera Utara

daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas
pembantuan.
Setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat
kepada daerah dalam rangka desentralisasi dan dekonsentrasi disertai dengan
pengalihan sumber daya manusia dan sarana serta pengalokasian anggaran yang
diperlukan

untuk

kelancaran

pelaksanaan

penyerahan

dan

pelimpahan

kewenangan tersebut. Sedangkan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah
dalam rangka tugas pembantuan disertai pengalokasian anggaran dari ketiga jenis
pelimpahan wewenang tersebut, hanya pelimpahan wewenang dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi saja yang merupakan sumber keuangan daerah melalui
alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daearah.
Devas, dkk,(1989:144) mengemukakan bahwa hubungan keuangan pusat
dan daerah pada prinsipnya adalah menyangkut pembagian tanggungjawab untuk
melaksanakan kegiatan tertentu antara tingkat-tingkat pemerintahan dan
menyangkut pembagian sumber penerimaan untuk menutup pengeluaran akibat
kegiatan-kegiatan tersebut. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2011:II14) menyebutkan Dana Perimbangan bertujuan untuk membantu daerah dalam
mendanai kewenangannya, serta untuk mengurangi ketimpangan sumber
pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah dan untuk mengurangi
kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-daerah. Ketiga komponen ini
merupakan bagian dari transfer ke daerah dari pemerintah serta merupakan satu
kesatuan yang utuh.

32
Universitas Sumatera Utara

Konsep hubungan keuangan antara pusat dan daerah diturunkan dari
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18A ayat (2) menyebutkan bahwa hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya antara pemerintah dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Pasal ini merupakan
landasan filosofi dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah. Pada pasal 1 Undang-Undang ini menyatakan bahwa
yang dimaksud dengan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Puasat dengan
Pemerintah Daerah adalah suatu system pemerintahan keuangan dalam Negara
Kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah secara proporsional demokratis, adil, transparansi dengan
memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, sejalan dengan
kewajiban, pembagian kewenangan, dan tanggungjawab serta tata cara
penyelenggaraan kewenangan tersebut.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2011: II-13) Peran pemerintah
daerah sangat dibutuhkan untuk mendukung upaya pemerintah dalam rangka
menjaga keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan
(Growth with Equity). Disamping itu dalam menjaga keselarasan dengan prioritas

nasional, pemerintah daerah harus tetap memperhatikan pembangunan daerah
yang memprioritaskan pada pengentasan kemiskinan (Pro Poor), menciptakan
lapangan kerja (Pro Job), dan mempertahankan kelestarian lingkungan (Pro
Environment). Demikian, setiap daerah dapat memberikan kontribusi terbaik

33
Universitas Sumatera Utara

dalam

rangka

pencapaian

tujuan

pembangunan

nasional

dengan

tetap

mengutamakan kemandirian daerah dalam mengelola sumber-sumber keuangan
daerah.
Darise (2009:38) menyebutkan Dana Perimbangan adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk
mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan
untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dan antara pemerintah daerah. Sesuai dengan Pasal 10 UndangUndang Nomor 33 Tahun 2004, dana perimbangan terdiri atas:
1.

dana bagi hasil,

2.

dana alokasi umum,

3.

dana alokasi khusus,

2.1.5.1 Dana Bagi Hasil
Darise (2009-38) menjelaskan bahwa Dana Bagi Hasil adalah dana yang
bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasrkan angka
persentase tertentu dengan memperhatikan petensi daerah penghasil. Direktorat
Jenderal Keuangan (2011: III-54) menyatakan Dana bagi Hasil terdiri dari:
1. dana bagi hasil pajak,
Penerimaan pajak diperoleh Pemerintah dalam APBN dibagihasilkan
kepada dengan proporsi yang telah ditetapkan berdasrkan Undang -Undang
Nomor 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005
yang ditujukan dalam rangka memperkecil kesenjangan keuangan antara

34
Universitas Sumatera Utara

pemerintah pusat dan pemerintah daearh untuk mendanai penyelenggaraan
pemerintah daerah. Dana Bagi Hail Pajak bersumber dari :
1. pph Pasal 21 dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/Pasal 29 Wajib
Pajakorang pribadi dalam negeri,
2. pajak bumi dan bangunan (PBB),
3. cukai hasil tembakau (dialokasikan sejak tahun 2009).
2. dana bagi hasil bukan pajak,
Penerimaan bukanpajak adalah penerimaan yang berasal dari Sumber Daya
Alam, yang meliputi penerimaan dari Pertambangan minyak bumi,
pertambangan gas bumi, pertambangan umum, pertambangan panas bumi,
kehutanan dan perikanan.
2.1.5.2 Dana Alokasi Umum
Halim (2002:65) menjelaskan bahwa Dana Alokasi Umum adalah dana
yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antardaerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU suatu daerah ditentukan atas besar
kecilnya celah fiskal suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan
daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity) Alokasi DAU bagi daerah
yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh
alokasi DAU relative kecil. Sebaliknya daerah yang potensi fiskalnya kecil,
namun kebutuhan fiscal besar akan memperoleh alokasi DAU yang relative besar.

35
Universitas Sumatera Utara

Dalam Undang -Undang Nomor 34 Tahun 2004 porsi Dana Alokasi Umum
(DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26 persen dari penerimaan Dalam Negeri
Netto. Sementara itu, proporsi pembagian DAU adalah bagian 10% untuk provinsi
dan 90% untuk Kabupaten/Kota. Pengalokasian DAU kepada masing-masing
daerah menggunakan formula DAU, yaitu dihitung berdasarkan formula atas
dasar celah fiskal (CF) dan Alokasi dasar. Variabel DAU terdiri dari:
1. variabel alokasi dasar yaitu belanja pegawai yang dicerminkan oleh jumlah
gaji pegawai negeri sipil daerah (PNSD),
2.

variabel kebutuhan fiskal terdiri dari jumlah penduduk, luas wilayah
daratan dan perairan, indeks pembangunan manusia, indeks kemahalan
konstruksi, dan produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita,

3. variabel kapasitas fiskal yang merupakan sumber pendanaan daerah yang
berasal dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil Pajak dan bukan
pajak.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2011:III-99) menyatakan
bentuk umum formula alokasi DAU dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut
ini:
DAU = AD+CF
Dimana:
DAU

=

Dana Alokasi Umum

AD

=

Alokasi Dasar

36
Universitas Sumatera Utara

CF

=

Celah Fiskal

=

KbF – kPf

Dimana
CF

Celah Fiskal (CF) merupakan selisih antara kebutuhan Fiskal(KbF) dengan
Kapasitas Fiskal(KpF)
KbF

= TBR (a1IP +a2 IW+a3IPM+a4IKK+a5IPDRB/Kap)

Dimana:
TBR

= Total belanja rata-rata APBD

IP

= Indeks Jumlah Penduduk

IW

= Indeks Luas Wilayah

IPM

= Indeks Pembangunan Manusia

IKK

= Indeks Kemahalan Konstruksi

Sampai dengan tahun 2007 penyaluran DAU dilakukan oleh Ditjen
Perbendaharaan melalui KPPN setempat Kepala Daerah bertindak selaku KPA
dari Bendaharawan Umum Negara membuat DIPA dan menyampaikannya kepada
Kanwil Ditjen Perbendaharaan untuk mendapat pengesahan. Penyaluran DAU
dilaksanakan setiap bulan masing-masing ½ dari besaran alokasi masing-masing
daerah. Secara sistematika penyusunan Formula Dana Alokasi Umum dapat di
lihat pada gambar 2.2 berikut ini:

37
Universitas Sumatera Utara

DANA ALOKASI UMUM

Alokasi
Dasar

Alokasi
Berdasarkan
Celah Fiskal

Belanja
Pegawai

Kebutuhan
Fiskal

Indeks
Penduduk

Indeks Luas
Wilayah

Indeks
Pembangunan
Manusia

Kapasitas
Fiskal

Pendapatan
Asli Daerah

Bagi Hasil
Pajak

Bagi Hasil
SDA

Indeks PDRB
per kapita

Gambar 2.2
Formula Umum Dana Alokasi Umum Menurut Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 2004

38
Universitas Sumatera Utara

2.1.5.3 Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi khusus merupakan bagian dari dana perimbangan sesuai
dengan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Darise (2009:39) menjelaskan bahwa Dana Alokasi
Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai prioritas nasional
khususnya untuk membiayai kebutuhan saran dan prasarana pelayanan dasar
masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong
percepatan pembangunan daerah. Yang dimaksudkan sebagai daerah tertentu
adalah daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat khusus.
Selain itu DAK akan berfungsi untuk pemberantasan masalah kemiskinan,
pengembangan kapasitas disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Setiap daerah
memiliki kebutuhan yang berdeda dengan daerah lain, seperti daerah transmigrasi.
dana alokasi khusus berlangsung tanpa ada usulan dalam menetapkan hasil akhir
alokasi kepada daerah. Kemampuan keuangan daerah dihitung melalui indeks
fiskal neto (IFN) tertentu yang ditetapkan setiap tahun. Pada tahun 2011, arah
kebijakan umum DAK adalah untuk membantu daerah-daerah yang kemampuan
keuangannya relative rendah yaitu berada dibawah rata-rata nasional atau INF-nya
kurang dari 1 (satu).
Pengalokasian dana alokasi khusus memperhatikan ketersediaan dana dalam
APBN berarti bahwa besaran dana alokasi khusus tidak dapat dipastikan setiap

39
Universitas Sumatera Utara

tahun. DAK tahun 2011 digunakan untuk mendanai kegiatan di bidang, yaitu:
pendidikan, kesehatan, infrastruktur (jalan, irigasi, air minum, sanitasi), prasarana
pemerintahan, pertanian, kelautan dan perikanan, lingkungan hidup, kehutanan,
perdagangan, sarana dan prasarana desa tertinggal dan kawasan perbatasan,
erumahan dan pemukiman, transportasi.
Formula Dana Alokasi Khusus TA 2011 secara garis besar dapat dibagi
menjadi 4 kelompok besar, yaitu:
1. penetapan program dan kegiatan,
2. penghitungan alokasi DAK,
3. arah dan Penggunaan DAK,
4. administrasi pengelolaan DAK.
2.1.6

Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang

pengelolaan keuangan daerah dalam Sutedi (2009:239) menjelaskan kelompok
lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan meliputi:
1. hibah

berasal

dari

badan/lembaga/organisasi

pemerintah,
swasta

pemerintah
dalam

daerah

negeri,

lain,

kelompok

masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat,
2. dana

darurat

dari

pemerintah

dalam

rangaka

penanggulangan

korban/kerusakan akibat bencana alam,
3. dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota,
4. penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah,

40
Universitas Sumatera Utara

5. bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.
Demikian juga dengan penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, digunakan
antara lain untuk menganggarkan hasil penjualan perusahaan milik daerah/BUMD
dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang bekerja sama dengan pihak
ketiga, atau hasil divestasipenyertaan modal pemerintah.
2.1.7 Belanja Daerah
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 menyatakan Belanja daerah
kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan
bersih pada tahun anggaran yang bersangkutan. Menurut Halim (2007:322)
menyatakan bahwa Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah mengurangi
nilai kekayaan bersih.
Belanja Daerah dalam APBD yang semula dikelompokkan kepada:
1. belanja tidak langsung,
2. belanja langsung.
Setelah disesuaikan menjadi belanja:
1.

belanja operasi, merupakan semua pengeluaran pemerintah yang
berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja
ini meliputi:
a.

belanja pegawai,

b.

belanja barang,

c.

belanja subsidi,

d.

belanja hibah,

e.

belanja bantuan sosial,

41
Universitas Sumatera Utara

f.
2.

belanja bantuan keuangan

belanja modal, merupakan pengeluaran pemerintah yang manfaatnya
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah kekayaan atau aset
daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti
biaya operasi atau pemeliharaan
Belanja modal meliputi:

3.

a.

belanja tanah,

b.

belanja peralatan dan mesin,

c.

belanja gedung dan bangunan,

d.

belanja jalan, irigasi dan jaringan,

e.

belanja aset tetap lainnya,

f.

belanja aset lainnya.

belanja

tidak

terduga,

merupakan

pengeluaran

yang

dilakukan

pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga.
Belanja Daerah (Basis Kas) adalah semua pengeluaran oleh bendahara
umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam priode tahun anggaran
bersangkutan yang tidak diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.
Belanja Daerah (Basis Akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai
pengurangan nilai kekayaan bersih. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau
kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.Belanja pemerintah yang efisien dan
efektif akan menjadi kunci keberhasilan pembangunan suatu bangsa.

42
Universitas Sumatera Utara

Berapapun besarnya pendapatan akan menjadi kurang bermakna apabila
pola belanjanya masih melakukan pemborosan-pemborosan dan tidak berorientasi
pada kepentingan masyarakat. Disamping itu, bagi negara yang masih
berkembang seperti Indonesia belanja pemerintah mempunyai peranan yang
cukup krusial sebagai stimulus pembangunan ekonomi. Dengan demikian Belanja
daerah merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode
anggaran belanja daerah.
2.2

Tinjauan Penelitian Terdahuli
Berikut ini ada beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan
penelitian yang akan dilakukan penulis:
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
Peneliti

Judul Penelitian

Variabel

Hasil Penelitian

M.Ali
Akbar
2011

Pengaruh PAD,
DAU,Jumlah
penduduk,dan
Pertumbuhan
Ekonomi
terhadap Belanja
Daerah pada
Pemda di Sumut

PAD, DAU,
Jumlah penduduk,
Pertumbuhan
Ekonomi dan
Belanja Daerah

Andra
Eka
Saputra
2007

Analisis
Kemampuan
Keuangan
Daerah dan
Pengaruhnya
terhadap belanja
daerah di
Kabupaten Aceh
Tenggara

Pendapatan Asli
Daerah, Pajak
Daerah, Retribusi
Daerah

Secara simultan realisasi
PAD, DAU, jumlah
Penduduk dan
Pertumbuhan Ekonomi
berpengaruh signifikan
terhadap anggaran
belanja daerah pada
Pemerintah Daerah di
Provinsi Sumut.
Kemampuan Keuangan
Daerah Berpengaruh
secara Positif terhadap
Total Belanja Daerah
Kabupaten Aceh
Tenggara

43
Universitas Sumatera Utara

Abdul
Halim
2004

Pengaruh Dana
Alokasi Umum
dan Pendapatan
Asli Daerah
terhadap Belanja
Pemerintah
Daerah (Studi
Kasus Kab/kota
di Jawa dan Bali
Sumber: Penulis

Dana Alokasi
umum (DAU),
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
dan Belanja
Daerah

Bahwa Dana Alokasi
Umum dan Pendapatan
Asli Daerah berpengaruh
signifikan terhadap
belanja pemerintah
daerah

Akbar (2011) meneliti pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi
Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Daerah
pada Pemda Di Sumut. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan
realisasi Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan
Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap anggaran Belanja Daerah
pada Pemda di Sumut. Sedangkan secara parsial variabel. Pertumbuhan Ekonomi
tidak berpengaruh signifikan terhadap anggaran Belanja Daerah pada Pemda di
sumut.
Andra (2007) meneliti tentang kemampuan keuangan daerah dan
pengaruhnya terhadap belanja daerah dikabupaten aceh tenggara. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah, pajak daerah dan retribusi daerah
berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah Kabupaten aceh
tenggara.
Halim (2004) meneliti pengaruh Pengaruh Dana Alokasi Umum dan
Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemda di Jawa dan Bali. Penelitian ini
menunjukkan hubungan yang signifikan antara Dana Alokasi Umum dan
Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah Daerah di Jawa dan Bali.

44
Universitas Sumatera Utara

2.3

Kerangka Konseptual
Menurut Erlina (2008 : 38) menyatakan bahwa kerangka teoritis adalah suatu

model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor
penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Berdasarkan Latar
belakang dan landasan teori diatas maka dibuat kerangka konseptual seperti pada
gambar 2.1 berikut
Pajak Daerah

Retribusi Daerah

Belanja
Daerah

Lain-Lain PAD
yang Sah
Gambar 2.3 Pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah
2.4

Hipotesi Penelitian
Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian,

Yang keberadaannya masih harus di uji secara empiris (Drs.Sumadi Surabaya,
2008). Menurut Erlina (2008:49) menyatakan bahwa hipotesis penelitian adalah
proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk di uji secara empiris.
Berdasarakan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka
hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah berpengaruh terhadap
Belanja Daerah di Kabupaten Mandailing Natal baik secara parsial maupun secara
simultan.

45
Universitas Sumatera Utara