Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal dan Dampaknya terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan

(1)

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

TERHADAP BELANJA MODAL DAN DAMPAKNYA

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Oleh

NUR AINI DEWI

107003047/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012

S E K

O L A

H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)

TERHADAP BELANJA MODAL DAN DAMPAKNYA

TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH

KABUPATEN TAPANULI SELATAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

NUR AINI DEWI

107003047/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA MODAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN

Nama Mahasiswa : Nur Aini Dewi

Nomor Pokok : 107003047

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak) (Kasyful Mahalli, SE, M,Si Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.Dr.lic.rer.reg.Sirojuzilam,SE) (Prof.Dr.Ir.A.Rahim Matondang,MSIE)


(4)

Telah diuji pada Tanggal: 28 Juni 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak

Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE, M.Si 2. Ir. Supriadi, MS

3. Dr. Drs. H.B. Tarmizi, SU 4. Dr. Rujiman, SE, MA


(5)

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA MODAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN

ABSTRAK

Tesis ini bertujuan untuk menjelaskan Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Lain-lain PAD yang sah terhadap Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dikaitkan dengan pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder dalam bentuk triwulan dengan runtun waktu (time series) selama 11 tahun yaitu tahun 2000-2010 sehingga data diperoleh 44 triwulan yang dijadikan sampel dalam penelitian. Objek yang diteliti adalah hasil laporan keuangan pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan tentang komponen Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan lain-lain PAD yang sah dan Belanja Modal serta PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan. Data diolah dengan analisis Regresi Berganda dan analisis Regresi Sederhana.

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif terhadap belanja modal dan belanja modal berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tapanuli Selatan. PAD digunakan untuk belanja modal dalam pembangunan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dan menjadi investasi jangka panjang sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Tapanuli Selatan dan meningkatkan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan.

Kata kunci : Pendapatan Asli Daerah (PAD), belanja modal dan produk domestik regional bruto.


(6)

THE INFLUENCE OF LOCALLY GENERATED REVENUE (PAD) ON THE CAPITAL EXPENSES AND ITS IMPACT ON REGIONAL

DEVELOPMENT OF TAPANULI SELATAN DISTRCT

ABSTRACT

This thesis is objected to describe the effect of local revenue (PAD), consists of Local Taxes, Local fee and Other PAD. Legal for Capital Expenditure on Gross Regional Domestic Product within development Tapanuli Selatan Regency.

Data types used in this research using time series for 11 years, starting from 2000-2010 until data achieve 44 triwulan sample in the research. Object particular is a report of finance goverment Tapanuli Selatan regency above original income teritory which local taxes, local fee and other PAD legal capital expenditur and Gross Regional Domestic Product of Tapanuli Selatan regency data using path analysis doubled regrssion and analysis simple regression.

The results of this study indicate PAD that influence positive to expenditure asset and expediture asset influence positive to Product Domestic Regional Bruto (PDRB) of Tapanuli Selatan regency. Local revenue used for asset expenditure in the regional development of the Tapanuli Selatan long-term investment that can increase the community's economy and increase the GDP of Tapanuli Selatan regency.

Keywords: Local revenue, expenditure asset, and Gross Domestic Regional Bruto.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan Hidayah-Nya dapat menyelesaikan seluruh proses

penyusunan tesis dengan judul “ Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD)

terhadap Belanja Modal dan Dampaknya terhadap Pengembangan Wilayah

Kabupaten Tapanuli Selatan”. Adapun penulisan tesis ini merupakan tugas

akhir untuk mencapai derajat Strata Dua (S2) pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mengalami kesulitan-kesulitan namun dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Ir. A.

Rahim Matondang, MSIE yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Magister USU Medan pada PROGRAM STUDI Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD).

2. Bapak Prof. Dr. Lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE selaku Ketua Program Studi

Sekolah Pascasarjana USU Medan yang telah menyetujui judul dan membimbing penulis selama mengikuti pendidikan magister.

3. Ibu Prof. Erlina, SE. M.Si. Ph.D. Ak yang bersedia menjadi Ketua Komisi

Pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan yang sangat banyak dan bermanfaat bagi penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

4. Bapak Kasyful Mahalli, SE.M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

telah banyak memberikan bimbingan dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

5. Bapak Ir. Supriadi, MS, Bapak Dr. H.B Tarmizi, SE, SU dan Bapak Dr.

Rujiman, SE. MA yang bersedia menjadi dosen penguji serta memberi saran dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

6. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten

Tapanuli Selatan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan.

7. Kedua orang tua penulis, Suami tercinta dan kedua buah hati Dafa dan Dhafin

yang telah banyak memberikan dukungan berupa doa, moral dan materil bagi penulis, serta seluruh keluarga yang juga memberikan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

8. Buat Enni Harahap dan Nur Aini Ritonga yang telah bersedia setia menemani

penulis untuk menyelesaikan pendidikan Magister di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

9. Pengelola, Dosen Pengajar dan Staf Sekretariat Magister Sekolah

Pascasarjana pada program Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Universitas Sumatera Utara Medan.


(8)

10.Teman-teman PWD Sekolah Pascasarjana USU Angkatan 2010, yang penuh dengan rasa persahabatan dalam memberikan sumbangan fikiran dan semangat selama perkuliahan hingga menjadi kenangan yang tak terlupakan.

Dengan segala kerendahan hati, tulisan ini masih banyak kekurangan namun penulis berharap dapat memberikan manfaat sebagai bahan referensi untuk keperluan pengembangan ilmu pengetahuan dan kiranya tesis ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Medan, Juni 2012 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nur Aini Dewi, Lahir di Padangsidimpuan pada tanggal 18 September 1978, anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak Ir. H. Soripada Harahap dan Ibu Hj. Nyla Kesuma Siregar.

Pendidikan penulis dimulai dari Taman Kanak-Kanak Perwari Padangsidimpuan tamat tahun 1985, SDN 15 Padangsidimpuan tamat tahun 1991, SMPN 1 Padangsidimpuan tamat tahun 1994, SMUN 2 Padangsidimpuan tamat tahun 1997, dan kuliah S-1 Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian di Universitas Sumatera Utara Medan tamat tahun 2002.

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan sejak tahun 2003 sampai dengan sekarang.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Pendapatan Asli Daerah ... 8

2.2 Pajak Daerah ... 9

2.3 Retribusi Daerah ... 11

2.4 Lain-Lain PAD yang Sah ... 14

2.5 Belanja Modal ... 14

2.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 15

2.7 Pengembangan Wilayah ... 17

2.8 Penelitian Terdahulu ... 18

2.9 Kerangka Konseptual ... 20

2.10 Hipotesis Penelitian ... 21

BAB III. METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 22

3.2 Jenis Sumber Data ... 22

3.3 Model dan Tekhnik Analisa Data ... 23

3.3.1 Pengujian normalitas data ... 24

3.3.2 Pengujian heteroskedastisitas ... 25

3.3.3 Pengujian autokorelasi ... 25

3.3.4 Pengujian multikolinearitas ... 25

3.3.5 Pengujian hipotesis ... 26

3.4 Definisi Operasional ... 26

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 27

4.1.1 Pemerintahan ... 31

4.1.2 Penduduk dan ketenagakerjaan ... 32


(11)

4.1.3.1 Pajak daerah ... 34

4.1.3.1 Retribusi daerah ... 34

4.1.3.1 Lain-lain PAD yang sah ... 35

4.1.3.1 Belanja modal ... 36

4.1.3.1 PDRB ... 37

4.2 Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 38

4.2.1 Pengujian normalitas data model 1 ... 38

4.2.2 Pengujian normalitas data model 2 ... 42

4.2.3 Pengujian heteroskedastisitas model 1 ... 43

4.2.4 Pengujian heteroskedastisitas model 2 ... 44

4.2.5 Pengujian autokorelasi model 1 ... 45

4.2.6 Pengujian autokorelasi model 2 ... 46

4.2.7 Pengujian multikolinearitas model 1 ... 46

4.3 Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 47

4.3.1 Pengujian hipotesis 1 ... 47

4.3.1 Pengujian hipotesis 2 ... 50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1 Kesimpulan ... 56

5.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ………. 57


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Tapanulisi

Selatan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000

tahun 2008 – 2010 ………... 4

1.2 Anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010 ... 5

4.1 Data kecamatan, nama ibukota kecamatan dan jumlah desa serta jumlah kelurahan tahun 2010 ... 30

4.2 Luas wilayah masing-masing kecamatan, banyaknya penduduk, dan jarak ibukota ke kecamatan ke ibu kota kabupaten tahun 2010……... 31

4.3 Luas wilayah masing-masing kecamatan, banyaknya penduduk dan kepadatan penduduk tahun 2010 ... 33

4.9 One Sample Kolmogorov-Smirnov Model 1 ... 41

4.10 One Sample Kolmogorov-Smirnov Model 2 ... 42

4.11 Uji Autokorelasi Model 1 ... 45

4.12 Uji Autokorelasi Model 2 ... 46

4.13 Uji Multikolinearitas Model 1... 46

4.15 Ringkasan Pengujian Hipotesis 1... 47


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 21

3.1 Model Penelitian ………... 24

4.1 Grafik perkembangan pajak daerah Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2000-2010 ……... 34

4.2 Grafik perkembangan retribusi daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2000-2010 ... 35

4.3 Grafik perkembangan lain-lain PAD yang sah Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2000-2010 ... 36

4.4 Grafik perkembangan belanja modal Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2000-2010 ... 37

4.5 Grafik perkembangan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2000-2010 ……….. 37

4.6 Histogram Model 1 ... 41

4.7 Histogram Model 2 ... 43

4.8 Grafik Scatterplots Model 1... 44


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. PAD ( Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Lain-lain PAD yang

Sah), Belanja Modal dan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan

Tahun 2000 s/d 2010 ………. 60

2. Pendapatan Asli Daerah (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Lain-lain PAD yang Sah), Belanja Modal dan PDRB Dalam Bentuk Triwulan 1 dan Triwulan 4 ………... 61

3. Perkembangan Pajak Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan triwulan 1 Tahun 2000 s/d triwulan 4 tahun 2010 ... 64

4. Perkembangan Retribusi Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan triwulan 1 Tahun 2000 s/d triwulan 4 tahun 2010 ... 65

5. Perkembangan Lain-lain PAD yang Sah Kabupaten Tapanuli Selatan triwulan 1 Tahun 2000 s/d triwulan 4 tahun 2010 ... 66

6. Perkembangan Belanja Modal Kabupaten Tapanuli Selatan triwulan 1 Tahun 2000 s/d triwulan 4 tahun 2010 ... 67

7. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tapanuli Selatan dalam triwulan 1 Tahun 2000 s/d triwulan 4 tahun 2010 ... 68

8. Pengujian Normalitas Model 1 ... 69

9. Pengujian Heteroskedastisitas Model 1 ... 70

10. Pengujian Multikolinearitas Model 1... 71

11. Pengujian Normalitas Model 2 ... 72

12. Pengujian Heteroskedastisitas Model 2 …... 73


(15)

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP BELANJA MODAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP

PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN

ABSTRAK

Tesis ini bertujuan untuk menjelaskan Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Lain-lain PAD yang sah terhadap Belanja Modal dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dikaitkan dengan pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder dalam bentuk triwulan dengan runtun waktu (time series) selama 11 tahun yaitu tahun 2000-2010 sehingga data diperoleh 44 triwulan yang dijadikan sampel dalam penelitian. Objek yang diteliti adalah hasil laporan keuangan pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan tentang komponen Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan lain-lain PAD yang sah dan Belanja Modal serta PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan. Data diolah dengan analisis Regresi Berganda dan analisis Regresi Sederhana.

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa PAD berpengaruh positif terhadap belanja modal dan belanja modal berpengaruh positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Tapanuli Selatan. PAD digunakan untuk belanja modal dalam pembangunan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dan menjadi investasi jangka panjang sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Tapanuli Selatan dan meningkatkan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan.

Kata kunci : Pendapatan Asli Daerah (PAD), belanja modal dan produk domestik regional bruto.


(16)

THE INFLUENCE OF LOCALLY GENERATED REVENUE (PAD) ON THE CAPITAL EXPENSES AND ITS IMPACT ON REGIONAL

DEVELOPMENT OF TAPANULI SELATAN DISTRCT

ABSTRACT

This thesis is objected to describe the effect of local revenue (PAD), consists of Local Taxes, Local fee and Other PAD. Legal for Capital Expenditure on Gross Regional Domestic Product within development Tapanuli Selatan Regency.

Data types used in this research using time series for 11 years, starting from 2000-2010 until data achieve 44 triwulan sample in the research. Object particular is a report of finance goverment Tapanuli Selatan regency above original income teritory which local taxes, local fee and other PAD legal capital expenditur and Gross Regional Domestic Product of Tapanuli Selatan regency data using path analysis doubled regrssion and analysis simple regression.

The results of this study indicate PAD that influence positive to expenditure asset and expediture asset influence positive to Product Domestic Regional Bruto (PDRB) of Tapanuli Selatan regency. Local revenue used for asset expenditure in the regional development of the Tapanuli Selatan long-term investment that can increase the community's economy and increase the GDP of Tapanuli Selatan regency.

Keywords: Local revenue, expenditure asset, and Gross Domestic Regional Bruto.


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu faktor utama yang mengakibatkan daerah tidak berkembang adalah tidak diberikannya kesempatan bagi daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini didorong oleh kuatnya sentralisasi kekuasaan terutama dibidang politik dan ekonomi. Masalah pokok dalam pengembangan otonomi daerah adalah luasnya ruang lingkup pembangunan daerah terutama dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah yang belum didukung oleh kesiapan dan kemampuan aparatur pemerintah daerah secara memadai serta perangkat peraturan bagi pengelolaan sumber daya pembangunan di daerah (Tarigan, 2007).

Dalam era otonomi daerah sekarang ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, mempermudah masyarakat untuk untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), selain itu menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong munculnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintah yang dilimpahkan kepada daerah.


(18)

Kemampuan daerah dalam mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri merupakan salah satu kriteria penting untuk menilai secara nyata bahwa daerah mempunyai kemampuan melakukan pembiayaan. Tanpa adanya pembiayaan yang cukup, maka tidak mungkin daerah secara optimal mampu menyelenggarakan tugas dan kewajiban serta kewenangan yang melekat dengannya untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Semakin besar kemampuan pembiayaan daerah maka semakin besar pula kemampuan daerah untuk mengatur rumah tangganya.

Optimalisasi sumber-sumber PAD perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Untuk itu diperlukan intensifikasi dan ekstensifikasi subjek dan objek pendapatan. Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong pemerintah daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah.

Peningkatan kemandirian daerah sangat erat kaitannya dengan kemampuan daerah dalam mengelola PAD. Semakin tinggi kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD, maka semakin besar pula diskresi daerah untuk menggunakan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan prioritas pembangunan daerah (Mahmudi, 2010).

Pendapatan pemerintah daerah bersumber dari PAD, Dana perimbangan pembangunan Pinjaman Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah lainnya, Hibah, Dana darurat, dan lain-lain. Tingginya PAD dapat menjadi sumberdaya yang sangat penting bagi pemerintah daerah di dalam mengembangkan wilayah termasuk dalam peningkatan pendapatan masyarakat.


(19)

Pada tahun 2001 berdasarkan UU nomor 4 tahun 2001 tentang pembentukan Kota Padangsidimpuan, wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan dari kota Padangsidimpuan, kondisi ini belum terlalu mempengaruhi sumber PAD bagi wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan karena sumber PAD terbesar masih berada di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Pada tahun 2008-2010, yaitu setelah terdinya pemekaran wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan dengan Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara berdasarkan UU nomor 37 dan 38 tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas dan Padang Lawas Utara, komponen PAD Kabupaten Tapanuli Selatan mengalami penurunan hal ini dikarenakan sumber PAD terbesar Kabupaten Tapanuli Selatan berada di wilayah pemekaran yaitu Kabupaten Padang Lawas Utara dan Kabupaten Padang Lawas.

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator pengembangan wilayah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya kenaikan PDRB. Kinerja ekonomi Kabupaten Tapanuli Selatan selama kurun waktu 2008 – 2010 cenderung mengalami peningkatan jika diukur dengan menggunakan besaran PDRB atas dasar harga konstan. jika dilihat berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000, laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan tahum 2008 sebesar 4,97 persen, pada tahun 2009 laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 4,05 meningkat menjadi 5,09 persen pada tahun 2010. Lapangan usaha bangunan pada tahun 2008 menjadi sumber PDRB terbesar yaitu 7,06 persen. Untuk tahun 2009 pertambangan dan penggalian menjadi lapangan usaha terbesar yaitu 6,04 persen dan pada tahun 2010 listrik, gas dan air bersih menjadi lapangan usaha terbesar yaitu 7,19 persen. Perkembangan laju pertumbuhan


(20)

PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2008-2010 dapat kita lihat pada Tabel 1.1 berikut ini :

Tabel 1.1. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Tapanuli Selatan menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 tahun 2008 – 2010

No Lapangan Usaha 2008 2009 2010

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Pertanian 5,57 5,47 7,11

2 Pertambangan dan Penggalian 6,77 6,04 4,09

3 Industri Pengolahan 3,88 2,49 3,41

4 Listrik, Gas dan Air Bersih 2,10 2,26 7,19

5 Bangunan 7,06 5,39 6,00

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,96 4,81 2,77

7 Pengangkutan dan Komunikasi 3,17 4,92 5,37

8 Keuangan , Persewaan dan Jasa

Perusahaan 2,55 2,56 4,28

9 Jasa-Jasa 5,53 3,86 8,90

PDRB 4,97 4,05 5,06

Sumber : Kabupaten Tapanuli Selatan Dalam Angka, 2010

Sumber PAD digunakan untuk penggunaan belanja modal dan belanja modal dilakukan Pemerintah Daerah untuk pengadaan aset daerah sebagai investasi, dalam rangka membiayai pelaksanaan otonomi daerah. Alokasi belanja modal harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana baik untuk kelancaran tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Sedangkan belanja modal Kabupaten Tapanuli Selatan untuk tiga tahun terakhir ini lebih besar dibandingkan dengan belanja pegawai dan belanja barang dimana dana pemerintah atasan lebih besar digunakan untuk pembangunan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Belanja modal digunakan untuk pembangunan jalan, jembatan, gedung dan sebagainya.


(21)

Pada Tabel 1.2 komposisi APBD Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2010 terjadi defisit sebesar Rp. 7,2 milliar atau 1,30 persen. Hal ini dikarenakan pemekaran wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, dimana jumlah pegawai setelah dimekarkan menumpuk di wilayah Kabupaten tapanuli Selatan sehingga dana anggaran lebih besar untuk pembayaran belanja pegawai sementara pendapatan Kabupaten Tapanuli Selatan berkurang karena terjadinya pemekaran wilayah. Defisit anggaran akan ditekan Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan sehingga tidak lebih dari 2,50%, agar sesuai dengan ketentuan dalam Permendagri 37 tahun 2010 yang menyebutkan bahwa defisit anggaran tidak boleh melebihi 2,50 % dari APBD. Data APBD Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010 adalah sebagai berikut :

Tabel 1.2. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2010

Sumber: Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah KabupatenTapanuli Selatan

Dengan dana yang diperoleh dari PAD tersebut pemerintah daerah diharapkan mampu mengembangkan wilayahnya masing-masing. Disamping itu dengan pengembangan wilayah juga diharapkan adanya peningkatan penerimaan

Uraian Realisasi

Pendapatan

Pendapatan Asli Daerah 33.418.847.679

Dana Perimbangan 424.233.172.000,00

Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 79.348.047.729,00

Jumlah Pendapatan Daerah 537.000.067.408,00

Belanja

1. Belanja Tidak Langsung 340.975.865.663,00

2. Belanja Langsung 203.234.102.843,,00

Jumlah Belanja 544.209.968.505,00

Surplus / Defisit (7.209.901.097,00)

Pembiayaan

Pembiayaan Netto 7.209.901.097,00


(22)

daerah untuk membiayai urusan-urusan otonomi. Pengembangan wilayah merupakan pendekatan terhadap pembangunan daerah dengan konotasi pembangunan terpadu yang akan meningkatkan penerimaan daerah untuk mendukung otonomi daerah. Sebaliknya dari sudut otonomi daerah, pengembangan wilayah dituntut mengembangkan sumber-sumber daerah yang spesifik (Mubyarto dan Budyanto, 1997). Berdasarkan latar belakang ini peneliti tertarik untuk melakukan analisa tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Modal dan Dampaknya Terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Lain-lain PAD

yang sah terhadap Belanja Modal ?

2. Bagaimana pengaruh Belanja Modal terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli

Selatan ?

1.3.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Lain-lain

PAD yang sah terhadap Belanja Modal.

2. Untuk menganalisis pengaruh Belanja Modal terhadap PDRB Kabupaten


(23)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Sebagai referensi bagi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset

Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan.

2. Sebagai bahan studi bagi akademika untuk mengkaji Pengaruh Pendapatan

Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Modal dan dampaknya terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

3. Sebagai tugas akhir peneliti untuk menyelesaikan studi di Sekolah

Pascasarjana USU pada Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan (PWD).


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang terdiri atas:

1) Hasil pajak daerah yaitu pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah

kepada semua objek pajak, seperti orang / badan, benda bergerak / tidak bergerak.

2) Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan

suatu jasa/fasilitas yang berlaku oleh pemerintah daerah secara langsung dan nyata.

3) Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang

dipisahkan antara lain laba dividen, penjualan saham milik daerah.

4) Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah antara lain hasil penjualan aset

tetap dan jasa giro (Sirozujilam dan Mahalli, 2011).

Menurut Mardiasmo (2002) “PAD adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Menurut Halim (2003) PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, dituntut kemandirian pemerintahan daerah untuk dapat melaksanakan kebijakan desentralisasi fiskal secara lebih


(25)

bertanggungjawab. Oleh karena itu, pajak dan Retribusi yang telah diserahkan menjadi urusan pemerintah daerah sebagai bagian dari kebijakan desentralisasi fiskal baik untuk provinsi maupun kabupaten/kota harus dikelola dan ditingkatkan sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah. Hal ini mengingat Pajak dan Retribusi merupakan pendapatan asli daerah dan menjadi sumber pendanaan bagi keberlangsungan pembangunan daerah dalam kerangka otonomi daerah ( Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi belum merupakan jaminan tingginya pendapatan masyarakat di suatu daerah (regional income). Namun demikian, tingginya PAD dapat menjadi sumberdaya yang sangat penting bagi pemerintah daerah di dalam pengembangan wilayah termasuk dalam peningkatan pendapatan masyarakatnya (Rustiadi, Ghifari, Suradinata, Wijanarko, Supranto, Karmaji, Oyong, Nurbaya dan Martha, 2010).

Perolehan PAD diperlukan manajemen pemanfaatan dana yang mampu digunakan semaksimal mungkin bagi kemakmuran masyarakat yang sebesar-besarnya melalui program-program dan kegiatan-kegiatan yang diluncurkan pemerintah daerah tersebut (Susanto, Ghifari, Suradinata, Wijanarko, Supranto, Karmaji, Oyong, Nurbaya dan Martha, 2010).

2.2 Pajak Daerah

Kesit (2003) menyatakan bahwa pajak daerah merupakan iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan undang-undang yang berlaku, yang hasilnya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Mardiasmo (1992) yang dimaksud dengan pajak daerah


(26)

adalah pajak yang dipungut daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut.

Pajak daerah dalam hal ini ditetapkan oleh peraturan daerah. Untuk menerbitkan peraturan daerah peraturan daerah tentang pajak diharuskan memenuhi kriteria sebagai berikut :

1) Bersifat pajak dan bukan retribusi

2) Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten

3) Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan

umum

4) Objek pajak bukan objek provinsi dan atau objek pajak pusat.

5) Potensinya memadai, berarti bahwa hasil pajak cukup besar sebagai salah satu

sumber pendapatan daerah dan laju pertumbuhannya diperkirakan sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi.

6) Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif, yang berarti bahwa pajak

tidak mengganggu alokasi sumber-sumber ekonomi secara efisien dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah dan kegiatan ekspor-impor (Halim dan Mujib, 2009).

Pemerintah daerah harus memastikan bahwa penerimaan pajak lebih besar dari biaya pemungutannya. Selain itu, pemerintah daerah perlu menjaga stabilitas penerimaan pajak tersebut. Fluktuasi penerimaan pajak hendaknya dijaga tidak terlalu besar sebab jika sangat berfluktuasi juga kurang baik untuk perencanaan keuangan daerah (Mahmudi, 2010).


(27)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Jenis pajak daerah terdiri atas :

a. Pajak Hotel;

b. Pajak Restoran;

c. Pajak Hiburan;

d. Pajak Reklame;

e. Pajak Penerangan Jalan;

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;

g. Pajak Parkir;

h. Pajak Air Tanah;

i. Pajak Sarang Burung Walet;

j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan Bea Perolehan Hak

atas Tanah dan Bangunan.

2.3 Retribusi Daerah

Menurut Sumitro (1979), pengertian retribusi secara umum adalah pembayaran-pembayaran kepada negara yang dilakukan oleh mereka yang menggunakan jasa-jasa negara. Pengertian yang hampir sama diberikan oleh Munawir (1980), retribusi daerah adalah iuran kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dan jasa balik secara langsung dapat ditunjuk. Paksaan disini bersifat ekonomis karena siapa saja yang tidak merasakan jasa balik pemerintah dia tidak dikenakan iuran itu.

Retribusi daerah pada umumnya merupakan sumber pendapatan penyumbang PAD kedua setelah pajak daerah. Bahkan untuk beberapa daerah penerimaan retribusi daerah ini lebih tinggi daripada pajak daerah. Retribusi


(28)

daerah memiliki karakteristik yang berbeda dengan pajak daerah. Pajak daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib pajak atas pembayaran pajak tersebut. Sementara itu, retribusi daerah merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah daerah kepada wajib retribusi atas pemanfaatan suatu jasa tertentu yang disediakan pemerintah. Jadi dalam hal ini terdapat imbalan langsung yang dapat dinikmati pembayar retribusi.

Terdapat tiga jenis retribusi daerah yaitu, retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Berbeda dengan pajak daerah yang bersifat tertutup, untuk retribusi ini pemerintah daerah masih diberi peluang untuk menambah jenisnya namun harus pula memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diatur undang-undang (Mahmudi, 2010)

Karena retribusi ini terkait dengan pelayanan tertentu, maka prinsip manajemen retribusi daerah yang paling utama adalah perbaikan pelayanan tersebut. Tentunya selain perbaikan pelayanan, pemerintah daerah juga perlu melakukan berbagai perbaikan sebagaimana halnya pajak daerah, seperti perluasan basis retribusi, pengendalian atas kebocoran penerimaan retribusi, dan perbaikan administrasi pemungutan retribusi (Mahmudi, 2009).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Jenis Retribusi Jasa Umum adalah :

a. Retribusi Jasa Kesehatan;

b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;

c. Retribusi Pelayanan Parkir di tepi Jalan Umum;

d. Retribusi Pelayanan Pasar;


(29)

f. Retribusi Pemeriksaaan Alat Pemadam Kebakaran

g. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;

h. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;

i. Retribusi Pelayanan Pendidikan;

j. Retribusi Penyediaan dan/atau penyedot kakus;

k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair;

l. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi;

m. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan

Sipil.

Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah :

a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;

b. Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;

c. Retribusi Terminal;

d. Retribusi Tempat Khusus Parkir;

e. Retribusi Tempat Penginapan/Mess

f. Retribusi Rumah Potong Hewan;

g. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olah Raga;

h. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah :

a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;

b. Retribusi Izin Gangguan;

c. Retribusi Izin Trayek;


(30)

2.4. Lain-Lain PAD yang sah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pendapatan daerah yang berasal dari lain-lain yang sah antara lain :

1. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan

2. Jasa giro

3. Pendapatan bunga

4. Tuntutan Ganti Rugi

5. Komisi

6. Potongan

7. Keuntungan selisih kurs

8. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan

9. Pendapatan denda pajak dan retribusi

10.Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan

11.Pendapatan atas fasilitas sosial dan fasilitas umum

12.Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.

Pendapatan yang berasal dari penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, dan pendapatan bunga pada umumnya memberikan kontribusi yang cukup signifikan. Pemerintah daerah dapat meningkatkan pendapatan bunga dan jasa giro melalui optimalisasi manajemen kas daerah (Mahmudi, 2010).

2.5. Belanja Modal

Menurut Halim dan Abdullah (2003), belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta akan menimbulkan konsekuensi menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Belanja modal memiliki karakteristik


(31)

spesifik yang menunjukkan adanya pertimbangan dalam pengalokasiannya. Pemerolehan aset tetap juga memiliki konsekuensi pada beban operasional dan

pemeliharaan pada masa yang akan datang.

Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual (Abdullah, 2004).

Belanja modal merupakan belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan infrastruktur, sehingga masyarakat dapat menikmati manfaatnya dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan menjadi semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.

2.6. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Menurut Rahardja dan Manurung (2002) yang dimaksud dengan PDRB adalah nilai barang dan jasa akhir, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor- faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan keseluruhan nilai tambah yang dasar pengukurannya timbul akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Data PDRB menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya. Tingkat PDRB ini juga


(32)

ditentukan oleh lajunya pertumbuhan penduduk lebih dari PDRB, maka ini mengalami perubahan terhadap pendapatan per kapita, oleh sebab itu pertambahan PDRB tidak memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat karena terdapat kemungkinan timbulnya keadaan tersebut maka pengertian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi harus dibedakan (Sirojuzilam, 2011).

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dikatakan sebagai ukuran produktivitas wilayah yang paling umum dan paling diterima secara luas sebagai standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah. PDRB dinilai sebagai tolak ukur pembangunan yang paling operasional. PDRB pada dasarnya merupakan total produksi kotor dari suatu wilayah, yakni total nilai tambah dari semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu wilayah dalam periode satu tahun. Dengan demikian PDRB mempunyai arti nilai tambah dan aktivitas produktif manusia. Bila PDRB ini ini dibagi dengan jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut mencerminkan pendapatan per kapita masyarakat.

Tingkat PDRB belum menjamin peningkatan kesejahteraan bagi setiap individu dalam masyarakat. Bahkan mungkin sekali yang meningkat pendapatannya justru pada sekelompok orang tertentu saja sedangkan yang lainnya relatif tetap atau menurun. PDRB merupakan total nilai tambah kotor (bruto) yang dihitung dari jumlah gaji/upah, keuntungan-keuntungan perusahaan, sewa lahan, bunga, penyusutan dan pajak-pajak tidak langsung neto. Dengan demikian tingginya PDRB suatu daerah belum menjamin tingginya pendapatan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat suatu daerah (Rustiadi, Saefulhakim dan Panuju, 2011).


(33)

2.7. Pengembangan Wilayah

Dalam upaya pembangunan regional, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan regional adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Berbagai masalah timbul dalam kaitan dengan pertumbuhan ekonomi wilayah, dan terus mendorong perkembangan konsep-konsep pertumbuhan ekonomi wilayah. Pengembagan wilayah dapat diartikan sebagai suatu kegiatan manambah, meningkatkan, memperbaiki atau memeperluas terhadap aspek-aspek pembangunan wilayah dari suatu proses dinamis dan interaksi kajian teoritis dengan pengalaman yang bersifat praktis dalam rangka memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat.

Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata membaik, di samping menunjukkan lebih banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya (Sirojuzilam, 2011)

Dalam membahas analisis ekonomi kewilayahan, pendekatan yang dilakukan cenderung komprehensif dan tidak semata-mata berlandaskan kepada kepentingan individual ataupun berorientasi kepada keuntungan semata. Bahkan dalam upaya mengoptimalkan kinerja ekonomi suatu wilayah, analisis ekonomi kewilayahan cenderung lebih banyak mengakomodasi dan mempertimbangkan kepentingan publik atau masyarakat setempat. Dalam hal ini publik atau masyarakat setempat dipandang sebagai salah satu sumberdaya pelaku ekonomi,


(34)

sehingga peran mereka dalam perekonomian wilayah perlu diperlakukan sejajar dengan pemangku kepentingan pembangunan yang lain seperti pelaku usaha swasta dan pemerintah. Analisis ekonomi kewilayahan secara komprehensif juga mempertimbangkan berbagai interaksi sektoral dan spasial dari kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah dalam upaya mencari model sinergi ekonomi yang paling optimal. Satuan entitas perekonomian kewilayahan di Indonesia dapat berupa perekonomian desa dan kecamatan (lokal), atau pun perekonomian kabupaten, provinsi, pulau, kawasan dan sebagainya. Artinya entitas perekonomian kewilayahan mencakup bagian-bagian daerah tertentu (administratif, geografis), dan sebagainya (Soetiono, 2011).

Target pengembangan wilayah untuk jangka panjang adalah pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Sedangkan tujuan pengembangan wilayah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya yang tersebar di wilayah Indonesia guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Dengan demikian, arah dan kebijaksanaan pengembangan wilayah pada prinsipnya mendukung dan memperkuat pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional (Pusat Pengkajian Kebijakan Tekhnologi Pengembangan Wilayah, 2001).

2.8. Penelitian Terdahulu

Saggaf (1999) melakukan analisis pengaruh pendapatan asli daerah terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kotamadya Dati II Pekanbaru. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa pengaruh PAD dan komponen PAD terhadap pertumbuhan ekonomi di Kotamadya Dati II Pekanbaru, dengan


(35)

kesimpulan hasil analisis terdapat pengaruh yang signifikan antara PAD dan komponen PAD terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB).

Sembiring (2001) melakukan analisis potensi pendapatan asli daerah bagi pengembangan wilayah Kabupaten Karo. Tujuan penelitian untuk melihat apakah ada pengaruh PAD terhadap pertumbuhan (PDRB) dan pendapatan perkapita, dengan kesimpulan bahwa PAD Karo mempunyai hubungan yang signifikan terhadap PDRB dan pendapatan per kapita.

Hasil penelitian Munawar Ismail (2001) PAD masih memiliki peran yang relatif kecil dalam struktur keuangan daerah, sehingga anggaran daerah sangat tergantung dari pemerintah pusat, dengan kesimpulan PAD hanya bisa membiayai kurang dari 10 persen pengeluaran totalnya. Hal ini sangat menyulitkan untuk bisa melakanakan otonomi daerah secara nyata.

Tambun (2005) melakukan penelitian tentang pengaruh otonomi daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dan sektor-sektor berpotensi yang dapat dikembangkan di pemerintah kota Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor-sektor mana saja dari PAD yang berpotensi untuk dapat dikembangkan dalam meningkatkan PAD di pemerintah kota Medan, dengan kesimpulan hasil sektor yang mempengaruhi potensi atas PAD di pemerintah kota Medan untuk dapat dikembangkan adalah pajak daerah dan retribusi daerah.

Adi (2006) yang meneliti hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hasil penelitian adalah pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD dan Belanja Pembangunan mempunyai dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi.


(36)

Batubara (2011) melakukan penelitian tentang pengaruh PAD terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Toba Samosir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor-sektor mana saja dari PAD yang berpotensi untuk dapat dikembangkan dalam meningkatkan PAD di Kabupaten Toba Samosir. Penelitian ini menunjukkan bahwa retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah merupakan sumber PAD yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Toba Samosir.

2.9. Kerangka Konseptual

Pengaruh penerimaan daerah untuk meningkatkan keuangan daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi subjek dan objek pendapatan diperoleh dari PAD yang terdiri dari Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi Daerah, dan lain-lain PAD yang sah. Kemudian melihat pengaruh PAD terhadap penggunan belanja modal dan pengaruh belanja modal terhadap PDRB. PDRB ini akhirnya dijadikan indikator dalam pengembangan ekonomi wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan. Kerangka konseptual yang dijadikan dasar dalam penelitian ini adalah :


(37)

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian

2.10. Hipotesis Penelitian

Dari kerangka konseptual di atas maka rumusan hipotesis penelitian yang diajukan adalah :

1. PAD terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain PAD yang sah

berpengaruh positif terhadap Belanja Modal.

2. Belanja Modal berpengaruh positif terhadap PDRB Kabupaten Tapanuli

Selatan.

PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) :

1. Pajak Daerah

(X1)

2. Retribusi Daerah

(X2)

3. Lain-Lain PAD

yang sah (X3)

BELANJA MODAL (Y)

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (Z)

PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN TAPANULI SELATAN


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi pada pengaruh PAD (Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan lain-lain PAD yang sah) terhadap Belanja Modal dan dampaknya terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan yang diukur dengan PDRB.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersifat time series dari tahun 2000 sampai dengan 2010. Alasan peneliti memilih

data time series dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 karena kondisi

Kabupaten Tapanuli Selatan mengalami pemekaran wilayah pada tahun 2001 dan padan tahun 2007 dan data diperoleh dari instansi pemerintah yang terkait :

1) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan,

2) Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan.

3) Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten

Tapanuli Selatan.

Untuk memenuhi kriteria statistik maka dilakukan interpolasi data. Interpolasi data adalah cara untuk mencari nilai di antara beberapa titik data yang telah diketahui agar diperoleh data yang sesuai dengan menggunakan interpolasi (insukrindo, 1995) sebagai berikut :


(39)

Yt1 =

¼ {

Yt – 4,5/12 ( Yt-Yt

Yt2 =

¼ {

Y

-1)}

t – 1,5/12 ( Yt-Yt

Yt 3=

¼ {

Y

-1)}

t – 1,5/12 ( Yt-Yt

Yt 4=

¼ {

Y

-1)}

t – 4,5/12 ( Yt-Yt

Dimana : Y

-1)}

t

Y

= Data periode tahun t ( tahun anggaran)

t

Yt1 = Data triwulan pertama tahun t (tahun takwin) -1 = Data periode / tahun t-1 (tahun anggaran)

Yt2 = Data triwulan kedua tahun t (tahun takwin)

Yt3 = Data triwulan ketiga tahun t (tahun takwin)

Yt4 = Data triwulan keempat tahun t (tahun takwin)

Kemudian data Belanja modal terhadap PDRB dilakukan lag selama satu tahun, hal ini dilakukan mengingat belanja modal yang digunakan untuk investasi dampaknya terhadap pembangunan ekonomi bermanfaat melebihi satu tahun anggaran untuk dapat diukur dengan PDRB.

3.3. Model dan Tekhnik Analisis Data

Untuk menguji hipotesis I digunakan analisis Regresi Berganda, sedangkan untuk menguji Hipotesis II digunakan analisis Regresi Sederhana. Model penelitian dapat dinyatakan sebagai sebagai berikut :


(40)

H1 H2

Gambar 3.1. Model Penelitian

Dari gambar diatas maka model penelitian dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut :

1. Persamaan Model 1

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + µ0

2. Persamaan Model 2

Z = c0 + c1Y + µ

Dimana Y = Belanja Modal (Milliar Rupiah)

1

Z = PDRB (Milliar Rupiah)

X1

X

= Pajak daerah (Milliar Rupiah) 2

X

= Retribusi daerah (Milliar Rupiah)

3 b

= Lain-Lain PAD yang sah(Milliar Rupiah)

0 dan c0 =

b

Konstanta

1, b2, b3 dan c1

µ

= Koefisien regresi

0 dan µ1

3.3.1. Pengujian normalitas data

= Error term

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian adalah data yang dimiliki distribusi normal. Untuk melihat normalitas digunakan uji statistik.

PAD : Pajak Daerah (X1), Retribusi Daerah (X2), Lain-Lain PAD yang Sah (X3)

BELANJA


(41)

3.3.2. Pengujian heteroskedastisitas

Uji heteroskedasitisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot antara SRESID dan ZPRED. Dasar analisanya dapat dilihat :

1) Jika titik-titik yang membentuk pola yang teratur (bergelombang, melebar

kemudian menyempit). Maka identifikasikan telah terjadi heterikedastisitas.

2) Jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah

angka 0 pada sumbu y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

3.3.3. Pengujian autokolerasi

Pengujian autokolerasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tertentu dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan pengujian Durbin Watson (DW). Jika nilai Durbin Watson terletak antara -2 sampai +2, maka tidak terjadi autokorelasi.

3.3.4. Pengujian multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independent. Jika terjadi korelasi maka terdapat masalah multikolinearitas. Pada model regresi yang baik tidak terdapat korelasi di antara variabel independent. Pendeteksiannya dengan

menggunakan Tolerance value dan Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai


(42)

3.3.5. Pengujian hipotesis

Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak, maka dilakukan pengujian terhadap variabel-variabel penelitian secara parsial dan simultan. Pengujian secara parsial digunakan uji statistik t, uji koefisien regresi

dengan uji t (t-test) diperlukan untuk mengetahui tingkat pengaruh variabel

independent terhadap variabel dependent.

3.4. Definisi Operasional

Definisi dari masing – masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Pajak Daerah adalah jumlah realisasi penerimaan pajak daerah. Realisasi

pajak daerah meliputi realisasi berbagai jenis pajak daerah yang ada Kabupaten Tapanuli Selatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (dalam rupiah).

2. Retribusi Daerah merupakan realisasi penerimaan retribusi dari masyarakat

berdasarkan perundang-undangan (dalam rupiah).

3. Lain-Lain PAD yang sah merupakan pungutan daerah Kabupaten Tapanuli

Selatan sebagai bagian pendapatan daerah antara lain hasil penjualan aset daerah dan jasa giro (dalam rupiah).

4. Belanja Modal yaitu pengeluaran Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan

untuk membeli aset tetap dan aset lainnya (dalam rupiah).

5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan yang

merupakan keseluruhan nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai aktivitas ekonomi di Kabupaten Tapanuli Selatan dalam satu periode (dalam rupiah).


(43)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Gambaran umum wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan mencakup: geografi dan batas wilayah, pemerintahan, penduduk, dan ketenagakerjaan serta pertumbuhan ekonomi. Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu dari 33 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah

4.367,05 Km². Kabupaten Tapanuli Selatan terletak pada garis 0º58̒35˝ - 2º07̒33˝

Lintang Utara dan 98º42̒50˝ - 99°34̒16˝ Bujur Timur, dengan batas wilayah :

sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Tapanuli Utara. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas Utara serta Kabupaten Labuhan Batu. Sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal dan juga Samudera Indonesia. Kabupaten Tapanuli Selatan terletak pada ketinggian berkisar antara 0 – 1.925,3 meter diatas permukaan laut. Curah hujan Kabupaten Tapanuli Selatan cenderung tidak teratur di sepanjang tahunnya.

Pembangunan yang dilaksanakan di daerah Kabupaten Tapanuli Selatan ke depannya menitikberatkan pada bidang ekonomi dengan skala prioritas sektor pertanian, sektor listrik, gas dan air bersih dan sektor jasa-jasa. Penetapan skala prioritas pembangunan berdasarkan pada potensi dan perkembangn kontribusi masing-masing sektor terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) serta


(44)

masalah yang timbul sebagai pengaruh krisis ekonomi yang melanda Indonesia yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara keseluruhan.

Kondisi penggunaan lahan di kabupaten Tapanuli Selatan bervariasi, dan pada garis besarnya dapat dibedakan menjadi lahan sawah, pekarangan dan bangunan, tegal/kebun, ladang dan pengembalaan. Produksi padi sawah dan produksi padi ladang pada tahun 2010 mengalami penurunan. Untuk padi sawah menurun menjadi 136.634 Ton, sedangkan produksi padi ladang mengalami penurunan menjadi 3.337 Ton.

Salah satu komoditas unggulan dari Kabupaten Tapanuli Selatan adalah buah salak. Jika dilihat dari angka produksinya, buah salak adalah buah yang produksinya paling banyak dibandingkan dengan buah-buah yang lain. Produksi buah salak pada tahun 2010 meningkat sebanyak 78,42 persen dari tahun sebelumnya. Dari jenis sayur-sayuran, cabai adalah jenis sayuran yang angka produksinya menduduki angka tertinggi jika dibandingkan dengan jenis sayur-sayuran yang lain.

Luas tanaman karet perkebunan rakyat pada tahun 2010 adalah 20.336,50 Ha. Dan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, luas tanam mengalami peningkatan 0,83 persen. Jika dibandingkan dengan tanaman perkebunan yang lain, luas tanaman karet masih menduduki urutan pertama. Sedangkan jika dilihat dari produksinya, produksi kelapa sawit menempati urutan pertama jika dibandingkan tanaman perkebunan yang lain dengan jumlah produksi mencapai 45.881,52 Ton.

Menurut fungsinya hutan dibagi menjadi hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi, hutan produksi terbatas, dan APL (Area Penggunaan Lain). Luas


(45)

wilayah hutan Tapanuli Selatan mencapai 482.550 Ha, dimana persentase terbesar luas hutan adalah APL (Area Penggunaan Lain) yaitu 33,37 persen dari keseluruhan wilayah hutan. Setelah APL, persentase terbesar kedua adalah hutan lindung dengan 27,33 persen, hutan produksi terbatas 18,80 persen, hutan produksi 17,67 persen, dan hutan konservasi sebesar 2,82 persen. Areal hutan terluas ada di Kecamatan Batang Toru seluas 93,528 Ha, disusul Angkola Barat dan diurutan ketiga Saipar Dolok Hole dengan luas masing-masing 52.821 Ha dan 47.906 Ha.

Jenis ternak dibedakan menjadi tiga yaitu ternak besar, ternak kecil, dan juga ternak unggas. Pada tahun 2010 populasi ternak unggas menempati urutan pertama dengan populasi 422.870 ekor, ternak kecil 17.765 ekor, dan ternak besar 3.794 ekor.

Produksi ikan yang dihasilkan dari penangkapan di perairan umum lebih banyak daripada yang diperoleh dari budidaya air tawar. Produksi ikan dari perairan umum yang paling banyak didapatkan di danau yaitu sekitar 62,00 persen. Hal ini dikarenakan daerah Tapanuli Selatan memiliki danau yang kaya dengan kekayaan di dalamnya. Selain danau, produksi ikan diperairan umum banyak diperoleh di sungai dan juga di rawa. Hal ini sesuai dengan kondisi geografis Tapanuli Selatan yang daerahnya dilewati beberapa aliran sungai. Jumlah rumah tangga nelayan yang bekerja di perairan umum juga lebih banyak dari yang bekerja di laut. Rumah tangga nelayan di perairan umum berjumlah 1.083 keluarga dan yang bekerja di laut sekitar 65 keluarga.

Selain sektor-sektor pembangunan tersebut diatas, sektor pariwisata di Kabupaten Tapanuli Selatan juga tidak kalah pentingnya untuk terus


(46)

dikembangkan dan cukup potensial dalam peningkatan pendapatan asli daerah ini. Potensi pariwisata Tapanuli Selatan sangat beragam, namun pemanfataannya masih perlu ditingkatkan. Sarana dan prasarana di sektor pariwisata yang mendukung sektor pariwisata juga perlu ditingkatkan. Sarana dan prasarana tersebut diantaranya restoran dan hotel.

Tabel 4.1. Data kecamatan, nama ibukota kecamatan dan jumlah desa serta jumlah kelurahan tahun 2010

No Kecamatan Nama Ibukota Jumlah

Kelurahan

Jumlah Desa

1. Batang Angkola Pintu Padang 6 30

2. Sayur Matinggi Sayur Matinggi 1 18

3. Angkola Timur Pargarutan 2 13

4. Angkola Selatan Simarpinggan 4 13

5. Angkola Barat Sitinjak 2 12

6. Batang Toru Batang Toru 4 19

7. Marancar Marancar 1 11

8. Sipirok Sipirok 6 34

9. Arse Arse Nauli 2 8

10. Saipar Dolok Hole Sipagimbar 2 12

11. Aek Bilah Biru - 12

12. Muara Batang Toru Hutaraja 3 6

13. Tano Tombangan Angkola

Situmba 1 16

14. Angkola Sangkunur Simataniari 2 8

Jumlah 36 212


(47)

4.1.1. Pemerintahan

Kabupaten Tapanuli Selatan memiliki luas wilayah 4.367,05 Km² terbagi dalam 14 Kecamatan, 212 Desa dan 36 Kelurahan yang dihuni oleh berbagai macam penduduk dengan beraneka ragam etnis/suku bangsa, agama dan budaya. Kecamatan Sipirok merupakan ibu kota Kabupaten, pusat perdagangan, jaraknya dengan kota-kota kecamatan sangat bervariasi. Dari 248 desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2011, sekitar 29 desa swadaya, 159 desa swakarya dan 60 desa swasembada.

Tabel 4.2. Luas wilayah masing-masing kecamatan, banyaknya penduduk, dan jarak ibukota ke kecamatan ke ibu kota kabupaten tahun 2010 No Kecamatan Luas Wilayah (Km²) Banyak Penduduk (Jiwa) Jarak ke Ibukota Kabupaten (Km)

1. Batang Angkola 474,70 32.129 54,00

2. Sayur Matinggi 376,55 23.260 68,00

3. Angkola Timur 286,40 18.553 23,00

4. Angkola Selatan 225,31 26.675 50,00

5. Angkola Barat 195,60 24.069 55,00

6. Batang Toru 351,49 28.595 78,00

7. Marancar 86,88 9.351 74,00

8. Sipirok 557,26 30.435 0,00

9. Arse 248,75 7.872 12,00

10. Saipar Dolok Hole 474,13 12.674 31,50

11. Aek Bilah 327,17 6.396 60,00

12. Muara Batang Toru 273,13 11.401 78,00

13. Tano Tombangan Angkola

195,68 14.395 81,00

14. Angkola Sangkunur 295,00 18.010 85,00

Jumlah 4.367,05 263.815


(48)

4.1.2. Penduduk dan ketenagakerjaan

Kabupaten Tapanuli Selatan pada tahun 2010 memiliki jumlah penduduk 263.815 jiwa, dengan jumlah rumah tangga 61.012 Rumah Tangga. Jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit dibanding dengan jumlah penduduk perempuan pada tahun 2010. Jumlah penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 131.200 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 132.615 jiwa. Dengan demikian rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 99,00 persen.

Dari 14 Kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan, Kecamatan Sipirok merupakan kecamatan yang terluas dan merupakan ibukota Kabupaten Tapanuli Selatan seluas 557,26 Km². Kecamatan Batang Angkola dan Kecamatan Saipar Dolok Hole adalah kecamatan terluas setelah kecamatan sipirok, yang memiliki luas wilayah masing masing 474,70 Km² dan 474,13 Km². Dilihat dari kepadatan penduduknya, kecamatan yang terpadat penduduknya adalah Kecamatan Angkola Barat (124 Jiwa/Km²), Kecamatan Angkola Selatan (118 Jiwa/Km²) dan Kecamatan Marancar (108 Jiwa/Km²) dan yang paling rendah adalah Kecamatan Aek Bilah yakni 20 orang per kilometer persegi.

Dari sekitar 263.815 jiwa penduduk Kabupaten Tapanuli Selatan, maka rata-rata tingkat kepadatan penduduknya mencapai 60 jiwa per kilometer persegi. Seperti yang terlihat pada tabel berikut :


(49)

Tabel 4.3 Luas wilayah masing-masing kecamatan, banyaknya penduduk dan kepadatan penduduk tahun 2010

No Kecamatan

Luas Wilayah

(km²)

Rumah

Tangga Penduduk

(Jiwa)

Kepadatan (Jiwa/Km²)

1. Batang Angkola 474,70 7630 32.129 68

2. Sayur Matinggi 376,55 5523 23.260 62

3. Angkola Timur 286,40 4246 18.553 65

4. Angkola Selatan 225,31 5941 26.675 118

5. Angkola Barat 195,60 5354 24.069 124

6. Batang Toru 351,49 6499 28.595 81

7. Marancar 86,88 2259 9.351 108

8. Sipirok 557,26 7111 30.435 55

9. Arse 248,75 2043 7.872 32

10. Saipar Dolok Hole 474,13 2996 12.674 27

11. Aek Bilah 327,17 1546 6.396 20

12. Muara Batang Toru 273,13 2526 11.401 42

13. Tano Tombangan Angkola

195,68 3515 14.395 74

14. Angkola Sangkunur

295,00 3823 18.010 61

Jumlah 4.367,05 60.012 263.815 60

Sumber : BPS Tapanuli Selatan Dalam Angka 2011

Jika dilihat dari segi ketenagakerjaan, penduduk merupakan suplai bagi pasar tenaga kerja di suatu negara. Dan hanya penduduk berusia kerja (15 tahun atau lebih) yang bisa menawarkan tenaganya di pasar kerja. Yang termasuk angkatan kerja (penduduk bekerja dan aktif mencari kerja) di Tapanuli Selatan sebesar 80,48 persen, sedang sisanya sebesar 19,52 persen adalah bukan angkatan kerja sekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya.

Berdasarkan lapangan usaha utama dapat dilihat bahwa penduduk yang bekerja di sektor pertanian menempati urutan teratas yaitu 81,60 persen kemudian


(50)

sektor lembaga keuangan yaitu 8,47 persen dan kemudian sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan dan jasa akomodasi yaitu 6,78 persen.

4.1.3. Deskripsi data

Perkembangan pajak daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dari tahun 2000 s/d tahun 2010 jika di rata-ratakan sebesar 16,23 persen. Hasil pajak daerah terkecil pada tahun 2000 yaitu 2,2 milliar rupiah, pada tahun 2003 hasil pajak daerah terbesar Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 7,8 milliar rupiah. Perkembangan pajak daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dapat kita lihat pada grafik berikut ini :

4.1.3.1 Pajak daerah.

Gambar 4.1. Grafik perkembangan pajak daerah Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2000-2010

Perkembangan retribusi daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dari tahun 2000 s/d tahun 2010 jika dirata-ratakan adalah sebesar 21,32 persen. Retribusi tertinggi diperoleh pada tahun 2007 yaitu sebesar 5,9 milliar rupiah dan retribusi

4.1.3.2. Retribusi daerah.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Pajak Daerah


(51)

paling rendah diperoleh pada tahun 2000 yaitu 1,01 milliar rupiah. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada Gambar 4.2 berikut ini :

Gambar 4.2. Grafik perkembangan retribusi daerah Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2000-2010

Rata- rata perkembangan Lain-lain PAD yang sah Kabupaten Tapanuli Selatan dari tahun 2000 – 2010 adalah sebesar 140 persen. Tahun 2000 merupakan hasil paling rendah diperoleh lain-lain PAD yang sah yaitu 0,76 milliar rupiah, sedangkan lain-lain PAD terbesar diperoleh pada tahun 2006 sebesar 9,05 milliar rupiah. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada grafik berikut ini :

4.1.3.3 Lain-lain PAD yang sah.

0 1 2 3 4 5 6 7

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Retribusi Daerah


(52)

Gambar 4.3. Grafik perkembangan lain-lain PAD yang sah Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2000-2010

Rata-rata perkembangan belanja modal Kabupaten Tapanuli Selatan dari tahun 2000 s/d tahun 2010 adalah sebesar 18,73 persen. Belanja modal terbesar sekitar 253 milliar rupiah pada tahun 2008 dan belanja modal terkecil pada tahun 2000 yaitu 45, 17 milliar rupiah. Perkembangan belanja modal Kabupaten Tapanuli selatan dapat kita lihat pada Gambar 4.4 berikut ini :

4.1.3.4 Belanja Modal.

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Lain-lain PAD yang sah


(53)

Gambar 4.4. Grafik perkembangan belanja modal Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2000-2010

Perkembangan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan dari tahun 2000 s/d tahun 2010 jika di rata-ratakan sebesar 0,63 persen. PDRB terkecil pada tahun 2007 yaitu 1,5 milliar rupiah dan pada tahun 2006 PDRB terbesar Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 2,7 milliar rupiah. Perkembangan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan dapat kita lihat pada Gambar 4.5 berikut ini :

4.1.3.5. PDRB.

Gambar 4.5. Grafik perkembangan belanja modal Kabupaten Tapanuli Selatan tahun 2000-2010

0 50 100 150 200 250 300

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Belanja Modal

Milliar Rupiah

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

PDRB


(54)

4.2. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.2.1. Pengujian normalitas data model 1

Tujuan uji normalitas adalah ingin mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Pengujian ini diperlukan karena untuk melakukan uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar atau tidak terpenuhi maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil (Erlina, 2011).

Hasil uji normal dengan analisa Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada Tabel 4.9. Berdasarkan kriteria hasil normal dengan analisa Kolmogorov-Smirnov bahwa data normal disimpulkan nilai berada diatas diatas 0,01.


(55)

Tabel 4.9. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Model 1

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 40

Normal Parametersa,,b Mean .0000138 Std. Deviation 7.98273991E9 Most Extreme Differences Absolute .148

Positive .070

Negative -.148

Kolmogorov-Smirnov Z .934

Asymp. Sig. (2-tailed) .347

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Selain itu untuk melihat normalitas residual juga dapat dilakukan dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara observasi dengan distribusi normal yang mendekati distribusi normal.


(56)

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa data residual berdistribusi normal yang dilihat dari gambar yang hampir sempurna (simetris). Sedangkan jika grafik grafik histogram pola distribusi menceng ke kiri tidak normal

4.2.2. Pengujian normalitas data model 2

Hasil uji normal model 2 dengan analisa Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat pada Tabel 4.10. Berdasarkan kriteria hasil normal dengan analisa Kolmogorov-Smirnov suatu hipotesis dikatakan normal jika signifikant dari Kolmogorov-Smirnov adalah diatas 0,01. Berdasarkan Tabel 4.10 maka data hasil analisa model 2 adalah sebagai berikut :

Tabel 4.10. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Model 2

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 40

Normal Parametersa,,b Mean .0000000 Std. Deviation 6.00935771E4 Most Extreme Differences Absolute .119

Positive .097

Negative -.119

Kolmogorov-Smirnov Z .754

Asymp. Sig. (2-tailed) .621

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Normalitas residual model 2 juga dapat dilakukan dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara observasi dengan distribusi normal yang mendekati distribusi normal.


(57)

Gambar 4.7. Histogram Model 2

4.2.3. Pengujian Heteroskedastisitas Model 1

Pengujian gejala heterokedastisitas bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas (Erlina, 2011).

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi ada tidaknya hetroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik scatterplots sebagai berikut :


(58)

Gambar 4.8. Grafik Scatterplots Model 1

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola tertentu yang teratur, ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.

4.2.4. Pengujian Heteroskedastisitas Model 2

Sedangkan hasil Uji heteroskedastisitas pada model 2 dapat kita lihat pada Gambar 4.9 berikut ini :


(59)

4.2.5. Pengujian Autokorelasi Model 1

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi masalah autokorelasi di antaranya dengan uji Durbin Watson, karena uji ini yang umumnya digunakan. Uji ini hanya dapat digunakan untuk autokorelasi tingkat pertama (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi (Erlina, 2011).

Tabel 4.11. Uji Autokorelasi Model 1

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .885a .784 .766 8.309E9 1.406

a. Predictors: (Constant), Lain-lain PAD yang Sah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah b. Dependent Variable: Belanja Modal

Hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai statistik Durbin-Watson (DW). Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan pengujian Durbin Watson (DW). Jika nilai Durbin Watson terletak antara -2 sampai +2, maka tidak terjadi autokorelasi. Hasil uji autokorelasi hipotesis 1 adalah 1.406 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi positif maupun negatif atau dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.

4.2.6. Pengujian Autokorelasi Model 2

Sedangkan untuk hasil uji autokorelasi hipotesis 2 adalah 1.292 dapat kita lihat pada Tabel 4.12 berikut ini :


(60)

Tabel 4.12. Uji Autokorelasi Model 2

Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .775a .601 .590 60879.147 1.292

a. Predictors: (Constant), Belanja Modal b. Dependent Variable: PDRB

4.2.7. Pengujian Multikolinearitas Model 1

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi di antara variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.

Multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini kita sebut variabel-variabel bebas ini tidak ortogonal. Variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi di antara sesamanya sama dengan nol (Erlina, 2011).

Tabel 4.13. Uji Multikolinearitasi Model 1

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF 1 (Constant) 3.331E9 4.483E9 .743 .462

Pajak Daerah 14.070 3.925 .359 3.585 .001 .600 1.666 Retribusi Daerah -16.137 7.710 -.328 -2.093 .043 .244 4.098 Lain-lain PAD yang Sah 27.336 3.590 1.054 7.616 .000 .314 3.189

a. Dependent Variable: Belanja Modal

Dari ketentuan yang ada bahwa jika nilai VIF < 10 dan tolerance > 0,10 maka tidak terjadi multikolinearitas, dari hasil analisis diatas dapat diketahui nilai toleransi semua variabel ( Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Lain-lain PAD yang sah dan Belanja Modal) lebih dari 0,10 dan nilai VIF kurang dari 10, maka


(61)

disimpulkan bahwa variabel independennya tidak terjadi multikolinearitas sehingga model tersebut telah memenuhi syarat asumsi klasik dalam analisis regresi.

4.3. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

4.3.1. Pengujian Hipotesis 1

Setelah dilakukan pengujian asumsi klasik dan diperoleh kesimpulan bahwa hipotesis 1 sudah dapat digunakan untuk melakukan pengujian analisa regresi berganda, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis. Hipotesis yang akan diuji adalah Pajak Daerah, Retribusi Daerah , Lain-lain PAD yang sah berpengaruh terhadap Belanja Modal. Ringkasan hasil pengujian hipotesis dapat dilihat pada Tabel 5.14 berikut ini :

Tabel 5.14. Ringkasan Pengujian Hipotesis 1

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 3.331E9 4.483E9 .743 .462

Pajak Daerah 14.070 3.925 .359 3.585 .001 .600 1.666

Retribusi Daerah -16.137 7.710 -.328 -2.093 .043 .244 4.098

Lain-Lain PAD yang Sah 27.336 3.590 1.054 7.616 .000 .314 3.189

R = 0,885 R² = 0,784 Adjusted R2 = 0,766 F = 43,485 Sig. F = 0,0000

Nilai R² digunakan untuk mengukur seberapa besar hubungan antara independen variabel dengan dependen variabel. Berdasarkan hasil pengujian,

diperoleh nilai R² sebesar 0,784, hal ini menunjukkan bahwa variabel Pajak

Daerah, Retribusi Daerah, lain-lain PAD yang sah mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan Belanja Modal. Dalam penelitian ini tidak dilihat pengaruh langsung Pendapatan Asli Daerah terhadap pengembangan wilayah Kabupaten


(62)

Tapanuli Selatan. Nilai R² sebesar 0,784 dapat diartikan bahwa 78,4 % dari variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat (belanja modal) sedangkan sisanya 21,6 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian.

Dari uji ANOVA atau F test, didapat F hitung dengan tingkat signifikan 0,000. Karena probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka hasil dari model regresi menunjukkan bahwa secara simultan terdapat pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah , Lain-lain PAD yang sah terhadap Belanja Modal. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan maka Hipotesis 1 dapat dibuat persamaan sebagai berikut :

Y = 0,000003331 + 3.585 X1 – 2.093 X2 + 7.616 X3

Dari persamaan di atas, dapat dilihat bahwa koefisien dari variabel Pajak Daerah dan Lain-lain PAD yang sah menunjukkan angka positif. Berarti bahwa hubungan antara variabel Pajak Daerah dan lain-lain PAD yang sah dengan Belanja Modal adalah positif yaitu semakin tinggi Pajak Daerah dan Lain-lain PAD yang sah maka semakin tinggi Belanja Modal. Sedangkan untuk Retribusi Daerah menunjukkan angka negatif hal ini dikarenakan pendapatan hasil retribusi daerah Kabupaten Tapanuli Selatan bukan hanya digunakan untuk belanja modal, tetapi digunakan untuk belanja pegawai dan belanja barang dan jasa.

Pada saat pajak daerah bernilai satu milliar rupiah maka nilai belanja modal sebesar 3,585 milliar rupiah pada jangka waktu triwulan dan berpengaruh signifikan. Kondisi belanja modal yang nilainya lebih tinggi dari hasil pajak daerah karena anggaran belanja modal tidak hanya bersumber dari PAD tetapi anggaran belanja modal bersumber dari dana Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat. Pada saat Retribusi daerah bernilai satu milliar rupiah maka belanja modal berkurang sebesar 2.093 milliar dalam jangka waktu triwulan dan berpengaruh signifikan. Sebagai catatan saat pemekaran terjadi nilai data yang sangat berbeda jauh antara tahun 2000 dengan 2010 hal ini dikarenakan terjadinya pemekaran


(63)

Kabupaten Tapanuli Selatan. Sehingga nilai yang negatif salah satunya adalah pengaruh data yang sangat jauh berbeda. Pada saat Lain-lain PAD yang sah sebesar satu milliar rupiah maka belanja modal bertambah sebesar 7.616 milliar rupiah pada jangka waktu triwulan dan berpengaruh signifikan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Tambun (2005), bahwa hasil sektor yang mempengaruhi PAD di pemerintah Kota Medan untuk dapat dikembangkan adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Batubara (2011) menyatakan bahwa retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah merupakan sumber PAD yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Toba Samosir.

Untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen secara parsial terhadap Belanja Modal, maka dapat dilihat dari nilai t hitung dan signifikansi dari nilai t hitung tersebut. Jika nilai signifikansi dari t hitung tersebut lebih kecil dari 0.05, maka dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh variabel tersebut terhadap Belanja Modal. Berdasarkan hasil pengujian data, maka dapat dinyatakan bahwa hanya variabel Retribusi Daerah yang tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap Belanja Modal. Sedangkan variabel Pajak Daerah dan Lain-lain PAD yang sah pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Modal.

Untuk meningkatkan pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan pertumbuhan perekonomian daerah, diperlukan penyediaan sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah yang hasilnya memadai. Upaya peningkatan penyediaan pembiayaan dari sumber-sumber tersebut antara lain, dilakukan dengan peningkatan kinerja pemungutan, penyempurnaan dan penambahan jenis retribusi daerah, serta pemberian


(64)

keleluasaan bagi daerah untuk menggali sumber-sumber penerimaan khususnya dari sektor retribusi daerah sedangkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah. Hibah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintahan, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.

Dengan menggali secara ekstensifikasi dan intensifikasi sumber-sumber Pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah di wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan, diharapkan dapat menambah PAD untuk peningkatan PDRB Kabupaten Tapanuli Selatan.

4.3.2. Pengujian Hipotesis 2

Hasil pengujian hipotesis 2 dapat dilihat pada Tabel 5.16 berikut ini

Tabel 5.16. Ringkasan Pengujian Hipotesis 2

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 652622.566 18609.491 35.069 .000

Belanja Modal 4.294E-6 .000 .775 7.562 .000 1.000 1.000

R = 0,775 R² = 0.601 Adjusted R2 = 0.590 F = 57,177 Sig. F = 0.0000

Nilai R² sebesar 0,601 dapat diartikan bahwa 60,1 % dari variabel bebas dapat menjelaskan variabel terikat, sedangkan sisanya 39,9 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai


(65)

R² sebesar 0,601 hal ini menunjukkan bahwa variabel Belanja Modal mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan PDRB

Pengujian hipoetis 2 menggunakan uji t karena hanya satu variabel independennya. Berdasarkan hasil pengujian maka nilai t hitung adalah sebesar 7,562 dengan tingkat signifikan 0,000. Karena probabilitas 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka hasil dari model regresi menunjukkan bahwa ada pengaruh Belanja Modal terhadap PDRB. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan maka model penelitian adalah sebagai berikut:

PDRB = 652622,566 + 0.775 Y

Dari persamaan di atas, dapat dilihat bahwa koefisien dari variabel Belanja Modal angka positif. Berarti bahwa hubungan antara variabel Belanja Modal dengan PDRB adalah positip yaitu semakin tinggi Belanja Modal maka semakin tinggi PDRB. Apabila belanja modal adalah 0 maka PDRB berjumlah 652622,566 milliar rupiah.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya Saggaf (2009), dengan kesimpulan hasil analisis terdapat pengaruh yang signifikan antara PAD dan komponen PAD terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB). Sembiring (2001) melakukan analisis bahwa PAD Karo mempunyai hubungan yang signifikan terhadap PDRB dan pendapatan per kapita. Adi (2006), hasil penelitian adalah pertumbuhan ekonomi daerah mempunyai dampak yang signifikan terhadap peningkatan PAD dan belanja pembangunan mempunyai dampak yang positif dan signifikan terhadap PAD maupun pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak pemerintah melakukan pengeluaran untuk peningkatan sarana dan prasarana untuk investasi terutama peningkatan infrastruktur Kabupaten Tapanuli Selatan maka dalam jangka waktu tertentu akan berdampak pada peningkatan PDRB. Jika Infrastruktur jalan pembangunannya lebih baik maka untuk pengangkutan hasil produksi dari


(66)

Kabupaten Tapanuli Selatan ke daerah lain akan lebih cepat dan aksesnya akan menjadi lebih luas sehingga akan meningkatkan perekonomian Kabupaten Tapanuli Selatan dan dunia usaha semakin berkembang.

Kabupaten Tapanuli Selatan menggunakan belanja modal lebih besar dibandingkan belanja pegawai dan belanja barang dan jasa. Belanja modal dipergunakan untuk pembangunan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan seperti pembangunan jalan dan jembatan, pembangunan gedung dan infrastruktur lainnya yang dapat meningkatkan kegiatan pemberdayaan masyarakat Kabupaten Tapanuli Selatan dalam memanfaatkan Sumber daya alam dan tekhnologi serta peningkatan sumber daya manusia untuk dapat meningkatkan PDRB daerah Kabupaten Tapanuli Selatan dalam pengembangan wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jika pemerintah daerah mengalokasikan APBD nya ke dalam belanja modal khususnya, maka belanja modal yang digunakan dalam peningkatan sarana dan prasarana infrastruktur yang mendukung pengembangan daerah yang dapat meningkatkan PDRB daerah tersebut.

Implikasi dari penelitian ini bahwa salah satu indikator yang biasa dijadikan sebagai ukuran penilaian kemajuan pembangunan suatu daerah adalah aspek kesejahteraan masyarakat. Hal ini bisa diwujudkan dengan penggunaan belanja modal yang bersumber dari PAD untuk investasi pembangunan ekonomi seperti infrastruktur. Tingkat kesejahteraan masyarakat suatu daerah selain dapat dinilai dari perkembangan ekonomi secara makro juga dapat dilihat dari aksesibilitas masyarakat terhadap pemenuhan pelayanan akan kebutuhan fasilitas


(1)

Negative -.148

Kolmogorov-Smirnov Z .934

Asymp. Sig. (2-tailed) .347

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(2)

Lampiran 10. Pengujian Multikolinearitas Model 1

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .885a .784 .766 8.309E9 1.406

a. Predictors: (Constant), Lain-lain PAD yang Sah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah b. Dependent Variable: Belanja Modal


(3)

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 3.331E9 4.483E9 .743 .462

Pajak Daerah 14.070 3.925 .359 3.585 .001 .600 1.666

Retribusi Daerah -16.137 7.710 -.328 -2.093 .043 .244 4.098

Lain-lain PAD yang Sah 27.336 3.590 1.054 7.616 .000 .314 3.189

a. Dependent Variable: Belanja Modal

Lampiran 11. Pengujian Normalitas Model 2

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 9.006E21 3 3.002E21 43.485 .000a

Residual 2.485E21 36 6.903E19

Total 1.149E22 39

a. Predictors: (Constant), Lain-lain PAD yang Sah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah b. Dependent Variable: Belanja Modal


(4)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 40

Normal Parametersa,,b Mean .0000000

Std. Deviation 6.00935771E4

Most Extreme Differences Absolute .119

Positive .097

Negative -.119

Kolmogorov-Smirnov Z .754

Asymp. Sig. (2-tailed) .621

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.


(5)

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .775a .601 .590 60879.147 1.292

a. Predictors: (Constant), Belanja Modal b. Dependent Variable: PDRB


(6)

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 2.119E11 1 2.119E11 57.177 .000a

Residual 1.408E11 38 3.706E9

Total 3.528E11 39

a. Predictors: (Constant), Belanja Modal b. Dependent Variable: PDRB


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Luas Wilayah terhadap Alokasi Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Sumatera Utara

0 85 80

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Tengah

5 88 80

Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah (Pad) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sumatera Utara

3 82 84

Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Perimbangan terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh

1 80 82

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Belanja Daerah Dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Di Indonesia Dengan Konsumsi Sebagai Variabel Moderating

1 31 106

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dan Dana Transfer Terhadap Belanja Modal Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Aceh

4 114 97

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Pengembangan Wilayah Kabupaten Toba Samosir

3 35 90

Pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Belanja Pada Pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah

1 45 82

Analisis Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Pemeliharaan Dalam Realisasi Anggaran Pemerintahan Kabupaten Dan Kota Di Propinsi Sumatera Utara

1 33 98

Pengaruh Belanja Modal Dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Peningkatan Pendapatan Per Kapita Pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat Pada Tahun 2010-2013

2 36 69