Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Di Kabupaten Mandailing Natal

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra, 2006. Sistem Akuntansi Sektor Publik, Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta.

Darise, Nurlan, 2009. Pengelolaan Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD) dan BLU, Edisi 2, Indeks, Jakarta.

___________, 2008. Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi 1, Indeks, Jakarta.

Erlina, Sirojuzilam, Rasdianto, 2012. Pengelolaan dan Akuntansi Keuangan

Daerah, Usu|Press, Medan.

______, Srimulyani, 2007. Metodologi Penelitian, Edisi 1, USU Press, Medan. Nasution, Faizal Akbar, 2009. Pemerintahan Daerah dan Sumber-sumber

Pendapatan Asli Daerah, Edisi 1, PT. Soft Media, Jakarta.

Helmi, Syafrizal, dan Lufti Muslich, 2012. Analisis Data Untuk Riset Manajemen

dan Bisnis, Edisi 2, USU Press, Medan.

Halim, Abdul, 2002. Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi 1, Salemba Empat, Jakarta.

Karianga, Hendra, 2011. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Keuangan

Daerah, Edisi 1, PT. Alumni, Bandung.

Kuncoro, Mudrajat, 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi 1, Erlangga, Jakarta.

Mardiasmo, 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Edisi 1, Andi, Yoyakarta.

_________, 2002. Akuntansi Sektor Publik, Edisi 1, Andi, Yogyakarta.

Munir dkt, Dasril H. 2005. Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah, YPAPI, Yogyakarta.

Saragih, Juli P, 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam

Otonomi, Edisi 1, Graha Indonesia, Jakarta.

Sumarsono, Sonny, 2010. Manajemen Keuangan Pemerintah, Edisi 1, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Sutedi, Adrian, 2009. Implikasi Hukum Atas Sumber Pembiayaan Daerah Dalam


(2)

Renyowijoyo, Muindro, 2010. Akuntansi Sektor Publik, Edisi kedua, Edisi 2, Mitra Wacana Media, Jakarta.

Sudardjat, Ilyda, 2012. Modul Statistik II, Modul Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Perimbangan, 2011. Peningkatan

Kualitas Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi, Direktorat Jenderal Perimbangan, Jakarta.

_____________, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Negara.

_____________, Undang -Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

_____________, Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

_____________, Undang-Undang Nomor 33Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

_____________, Peraturan Pemerintah Nomor3 Tahun 2007 tentang Laporan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perawakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Keppada Masyarakat.

_____________, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

_____________, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002

Tentang Pengurusan Pertanggungjawaban dan Pengawasan keuangan Daerah, serta Tata Cara Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Pudjianto, Timbul, 2009. Mekanisme Penganggaran dan Pengelolaan Keuangan

Daerah, Makalah pada workshop Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan

Oleh Pemerintahan Daerah dan DPRD Menurut Azas Otonomi Daerah dan Tugas Pembantu Dalam Kerangka NKRI.

_____________, 2007. Akuntansi Belanja Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam

Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900/316/BAKD/2007. Makalah 2007.


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penulis menggunakan jenis penelitian uji hipotesis, yaitu dengan mengambil sampel dari populasi dan menetapkan kriteria sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan ilmiah dengan menggunakan struktur teori untuk membangun hipotesis yang membutuhkan pengujian secara kualitatif dan statistika.

3.2 Tempat dan Waktu Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Mandailing Natal dengan alasan Peneliti yang sejenis belum pernah dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal dan peneliti berdomisili di daerah tersebut sehingga dapat mempermudah pelaksanaan penelitian. Penelitian dilakukan oleh penulis mulai bulan Maret 2013 sampai dengan selesai.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Kuncoro (2003:103) “Populasi adalah kelompok elemen yang

lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita

tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian”. Sedangkan sampel

merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi bila jumlah populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari populasi, karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu maka peneliti dapat menggunakan sampel yang di ambil dari populasi tersebut (Ety Rochaety,dkk,2007:35). Populasi dalam


(4)

penelitian ini adalah APBD Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal, dengan menggunakan data kurun waktu (time series) selama tiga belas tahun yaitu tahun 2000-2012. Objek yang diteliti adalah hasil laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal tentang Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Daerah dalam bentuk laporan tahunan.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu yang diperoleh dari Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Mandailing Natal. Data penelitian ini berupa hasil laporan keuangan pemerintah Kabupaten Mandailing Natal tentang Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Daerah selama tiga belas tahun yaitu tahun 2000-2012. Laporan keuangan selama tiga belas tahun dijadikan sebagai sampel dalam penelitian.

3.5 Metode pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder time series berupa realisasi Pendapatan Asli Daerah dan Realisasi Belanja Daerah di Kabupaten Mandailing Natal selama periode pengamatan. Sumber data tersebut diperoleh dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKD) Kabupaten Mandailing Natal. Data Sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro,2003:127). Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan yang di peroleh dari berbagai sumber, seperti buku-buku, hasil publikasi dari instansi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian dan Undang-Undang.


(5)

3.6 Defenisi Operasional Variabel Penelitian

3.6.1 Variabel Independen

1. Pajak Daerah (X1)

Pajak Daerah merupakan kontribusi wajib orang pribadi atau badan kepada daerah. Dalam hal ini dinyatakan dalam bentuk laporan Jumlah realisasi penerimaaan atas pemungutan berbagai jenis objek pajak daerah yang ada di Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal, dihitung sejak tahun 2000-2012. Skala pengukuran variabel yang digunakan yaitu skala rasio.

2. Retribusi Daerah (X2)

Retribusi Daerah adalah jumlah realisasi penerimaan atas retribusi yang dikenakan kepada masyarakat oleh pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal, dihitung sejak tahun 2000-2012. Skala pengukuran variabel yang digunakan yaitu skala rasio.

3. Dan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (X3)

Dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah maerupakan penerimaan daerah diluar pajak dan retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.Skala pengukuran variabel yang digunakan adalah skala rasio.


(6)

3.6.2 Variabel Dependent Belanja Daerah (Y)

Belanja Daerah merupakan jumlah realisasi atas seluruh belanja daerah, baik belanja operasi, belanja modal dan belanja tidak terduga. Skala pengukuran variabel yang digunakan adalah skala rasio.

3.7 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik menggunakan software SPSS. Analisis data digunakan dengan melakukan pengujian asumsi klasik dan pengujian hipotesis.Pengujian hipotesis dilakukan dengan pengujian hipotesis sampel kecil. Suharyadi dalam Ilyda (2012:12) Sampel kecil yaitu sampel yang memiliki jumlah sampel kurang dari 30. Oleh karena itu, untuk sebaran distribusi sampel kecil dikembangkan suatu distribusi khusus yang dikenal sebagai distribusi t atau t-student. Nilai-nilai distribusi t dinyatakan sebagai berikut:

Dimana:

t : Nilai distribusi t

 : Nilai rata-rata populasi X : Nilai rata-rata sampel s : Standar deviasi sampel n : Jumlah sampel

n

s

t

(

)


(7)

Selain itu pengujian hipotesisdilakukan dengan metode analisis regresi linier berganda. Penggunaan metode analisis regresi dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut memenuhi asumsi klasik atau tidak. Model persamaan regresi yang digunakan untuk menguji hipotesis yang berbunyi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah berpengaruh terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Mandailing Natal , adalah sebagai berikut:

BD=d0 + d1PD + d2RD+ d3 LPAD + ε Keterangan:

d0 = Konstanta

d1, d2, d3 = koefisien estimasi d1 = Pajak daerah

d2 = Retribusi Daerah

d3= Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

ε = Error

3.7.1 Pengujian Normalitas Data

Pengujian Normalitas Data bertujuan untuk menentukan apakah data dari masing-masing variabel terdistribusi secara normal atau tidak normal. Untuk mengetahui normalitas data dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan analisis grafik yaitu pendekatan histogram dan grafik P-P Plot, dan menggunakan analisis statistik dengan menggunakan pendekatan


(8)

Pengambilan keputusan pada pendekatan histogram dapat dilakukan: Untuk menguji normalitas data dapat dilihat dengan kurva normal yang memiliki ciri-ciri khusus, salah satu diantaranya mean, mede, dan median pada satu tempat yang sama artinya tidak miring ke kiri dan kekanan. Maka pada grafik histogram distribusi data tidak miring ke kiri atau ke kanan dikatakan distribusi data normal.

Pengambilan keputusan pada Grafik P-P Plot dapat dilakukan: PP Plot akan membentuk Plot antara nilai teoritis (sumbu x) melawan nilai-nilai yang di dapat dari sampel (sumbu y). Pada scatter plot apabila terlihat titik-titik yang mengikuti data sepanjang garis diagonal, maka hal ini merupakan indikasi bahwa data menyebar normal.

Pengambilan keputusan pada Pendekatan Kolmogrov Simirnov dapat dilakukan:

Jika probabilitas > 0,05 maka distribusi data normal dan dapat digunakan analisis regresi. Jika nilai probabilitasnya < 0,05 maka distribusi data adalah tidak normal. 3.7.2 Pengujian Asumsi klasik yang terdiri dari:

3.7.2.1 Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode tertentu dengan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya. Uji Autokorelasi dapat dilakukan dengan pengujian Durbin-

Witson (DW) . Jika nilai Durbin- Witson terletak antara -2 sampai + 2 maka tidak


(9)

3.7.2.2 Uji Heterokedastisitas

Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Untuk melihat ada tidaknya heterokedasitas dapat dilakukan dengan melihat grafik scatterplot antara SREZID dan ZPRED . Cara memprediksi pola gambar scatterplot adalah sebagai berikut:

1) titik-titik tidak menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka 0, 2) titik data tidak hanya berkumpul hanya di atas atau di bawah saja,

3) penyebaran titik-titik data tidak boleh membentuk pola bergelombang melebar,

4) penyebaran titik-titik data sebaiknya tidak berpola. 3.7.2.3 Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui apakah ada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variable independent. Pengujian Multikolinieritas dapat dilakukan dengan menggunakan variance inflation factor

(VIF) dan tolerance value. Jika nilai tolerance value >0,10dan VIF < 5 maka

tidak terdapat multikolinieritas. 3.7.3 PengujianHipotesis

Pengujian hipotesis terhadap variable -variabel penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak. Pengujian tersebut dilakukan dengan Pengujian secara parsial dengan menggunakan uji statistik t, Pengujian secara simultan dengan menggunakan uji statistik F dan penentuan Koefisien Determinasi (R2).


(10)

3.7.3.1 Pengujian secara Parsial

Pengujian secara parsial digunakan Uji statistik t digunakan untuk mengetahui apakah hipotesis diterima atau ditolak. Uji koefesien regresi dengan uji t (t-test) untuk mengetahui tingkat pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent.

Hipotesis statistik yang diajukan adalah

H0: b1, b2, b3,= 0, artinya suatu variabel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

H1: b1, b2, b3, ≠ 0, artinya suatu variabel independen secara parsial berpegaruh terhadap variabel dependen.

Kriteria yang digunakan dalam menerima atau menolak hipotesis adalah sebagaiberikut:

1) H1 diterima atau H0 ditolak apabila thitung> ttabel, pada α = 5% dan nilai probabilitas < sebesar 0,05.

2) H1 ditolak atau H0 diterima apabila thitung< ttabel, pada α = 5% dan nilai probabilitas > sebesar 0,05.

3.7.3.2 Pengujian secara Simultan digunakan uji signifikansi simultan (uji statistik

F).

Hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut :

H0: b1, b2, b3 = 0, artinya variabel independen secara simultan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.


(11)

H1: b1, b2, b3 ≠ 0,artinya suatu variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap variabel dependen.

Kriterian yang digunakan dalam menerima atau menolak hipotesis adalah

1. H1 diterima atau H0 apabila Fhitung> Ftabel, pada α = 5% dan nilai probabilitas < 0,05.

2. H1 ditolak atau H0 apabila Fhitung < Ftabel, pada α = 5% dan nilai probabilitas > 0,05.

3.7.3.3 Pengujian Goodness Of Fit atau Uji Determinan (R 2)

Pengujian Goodness Of Fit atau Uji Determinan (R 2 ) bertujuan untuk

mengetahui seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi-variasi independent.


(12)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Penelitian

Data yang digunakan dalam peneliatian ini adalah data sekunder, yang diperoleh dari Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Mandailing Natal. Data ini berupa hasil laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal tentang Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Daerah selama tiga belas tahun yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini.

4.1.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskripti digunakan untuk menganalisis data dengan cara menjelaskan atau menggambarkan data. Berdasarkan data yang dperoleh selama 13 tahun , maka diperoleh deskriptif statistik data penelitian yang dijabarkan dalam bentuk statistik yang memuat n (banyaknya data), mean (jumlah rata-rata) , median(niali tengah), standar deviasi (akar dari varian), variance (ukuran variasi yang menunjukkan seberapa jauh data tersebar dari mean), range(ukuran variasi yang paling sederhana), nilai minimum (nilai yang paling rendah dari data), dan nilai maksimun (nilai yang paling tinggi dari data).


(13)

TABEL 4.1 Deskripsi Data

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

BD 13 26.877.158.040,00 765.109.821.478,00 386.721.436.388,24 229.257.092,704,33 PD 13 301.037.977,00 14.740.461.258,00 3.561.421.511,68 3.553.258.124,43 RD 13 314.795.857,00 6.202.572.014,00 2.452.784.673,92 1.689.843.511,67 LPAD 13 650.085.426,00 6.501.131.430,00 3.141.746.779,59 1.510.568.346,09 Valid N

(listwise) 13

Berdasarkan hasil pengelolaan data pada tabel 4.1 maka deskrpsi data dapat diseimpulkan.

1. Nilai Pajak Daerah (PD) maksimum dengan jumlah data 13 adalah 14.740.461.258,00 dengan niali minimum 301.037.977,00, niali rata-rata 3.561.421.511,68 dan nilai standart deviasi 3.553.285.124,43

2. Nilai Retribusi Daerah (RD) maksimum dengan jumlah data 13 adalah 6.202.572.014,00 dengan nilai minimum 314.795.857,00, nilai rata-rata 2.452.784.673,92 dan standart deviasi 1.689.843.511,67

3. Nilai Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (LPAD) maksimum dengan jumlah data 13 adalah 6.501.131.430,00 dengan nilai minimum 650.085.426,00, nilai rata-rata 3.141.746.779,59 dan nilai standart deviasi 1.510.568.346,09


(14)

4. Nilai Belanja Daerah (BD) maksimum dengan jumlah data 13 adalah 765.109.821.478,00, dengan nilai minimum 26.877.158.040,00 , nilai rata-rata 386.721.436.388,24 , dan standart deviasi 229.257.092.704,33.

4.1.2 Uji Asumasi Klasik 4.1.2.1 Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan analisis grafik yaitu pendekatan histogram dan grafik P-P Plot, dan menggunakan analisis statistik dengan menggunakan pendekatan Kolmogorav-Smirnov (1 sample KS). Pengujian normalitas data dengan hanya melihat grafik dapat menyesatkan kalau tidak melihat secara seksama, sehingga kita perlu melakukan uji normalitas data dengan menggunakan statistik agar lebih meyakinkan.

4.1.2.1.1 Pendekatan Histogram


(15)

Berdasarkan hasil pengelolaan data pada gambar 4.1 grafik histogram menunjukkan bahwa distribusi normal karena grafik tidak menceng kekiri maupun kekanan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi normalitas.

4.1.2.1.2 Normal P-P Plot of Reregresion Standarezed Residual

Gambar 4.2 Grafik Normal P-Plot of Regresion Standarized Residual Pada Gambar 4.2 Grafik Normal P-P Plot terlihat titik-titik data tersebar yang mengikuti data di sepanjang garis diagonal.Hal ini berarti data berdistribusi normal.


(16)

4.1.2.1.3 Kolmogorav-Simirnov

Tabel 4.2 Kolmogorov-Simirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 13

Normal Parametersa,b Mean ,0000716

Std. Deviation 6,195563601

Most Extreme Differences

Absolute ,157

Positive ,157

Negative -,116

Kolmogorov-Smirnov Z ,566

Asymp. Sig. (2-tailed) ,906

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Pada tabel 4.2.di atas terlihat bahwa nilai Asymp.Sig. (2-tailed) adalah 0,906 dan di atas nilai signifikan (0,05). Berarti variabel residual berdistribusi normal atau sudah memenuhi asumsi normalitas. Nilai Kolmogorov-Simirnov Z < 1,97, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini sudah berdistribusi normal atau sudah memenuhi asumsi normalitas.

4.1.2.2 UjiAutokorelasi

Berdasarkan tabel 4.3 dibawah ini dapat dilihat Nilai Durbin-Watson adalah 1,725 atau terletak antara -2 sampai +2 . Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi autokorelasi , yang artinya tidak terjadi hubungan antara variabel independen.


(17)

Tabel 4.3 Uji Autokorelasi Model Summaryb Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

1 ,963a ,927 ,903 1,154 1,725

a. Predictors: (Constant), LPAD, PD, RD b. Dependent Variable: BD

4.1.2.3 Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik Scatterplot. Ujiheteroskedastisitas juga bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain.

Gambar 4.3 Scatterplot

Berdasarkan gambar 4.3 scatterplot di atas maka dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu-y , dan tidak ada pola tertentu . Maka dapat disimpulkan tidak terjadi Heterokedastisitas pada model regresi.


(18)

4.1.2.4 Uji Multikolinieritas

Gejala multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance atau nilai Variance

Inflation Factor (VIF). Batas nilai tolerance adalah 0,10 dan batas VIF adalah 10.

Apabila nilai tolerance < 0,1 atau VIF >10 maka terjadi multikolinearitas. Sedangkan apabila nilai tolerance > 0,1 atau VIF < 10 = maka tidak terjadi multikolinearitas.

Tabel 4.4

Uji Multikolinieritas

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B

Std.

Error Beta

Toleran

ce VIF

1 (Constant) 7,470 4,756 1,571 ,151

PD 67,159 18,975 ,476 3,539 ,001 ,424 2,356 RD 133,006 20,330 ,980 6,542 ,000 ,361 2,767 LPAD -5,901 20,581 -,039 -,287 ,781 ,441 2,266 a. Dependent Variable: BD

Dari hasil pengujian Multikolinieritas di atas maka dapat dilihat bahwa nilai

tolerance semua variabel independent > 0,10. Demikian juga dengan Variance Inflation Factor (VIF) menunjukkan nilai VIF semua variabel independet < 10.

Jadi dapat disimpulkan tidak ada multikolinearitas pada model regresi tersebut. 4.1.3 Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis Pengaruh Pajak (PD), Retribusi Daerah (RD), dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah secara bersama-sama terhadap Belanja daerah dilakukan dengan pengujian secara parsial (Uji statistik-t) dan secara


(19)

simultan (Uji statistic-f) .dan Pengujian Goodness Of Fit atau Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan model

dalam menerangkan variasi-variasi independent. 4.1.3.1 Pengujian Koefisien Determinasi (R2)

Model

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 ,963a ,927 ,903 1,154

a. Predictors: (Constant), LPAD, PD, RD b. Dependent Variable: BD

Dari hasil pengelolaan data pada tabel diatas dapat diperoleh nilai koefisien determinasi ( R2 ) atau R Square 0,927 artinya angka tersebut menunjukkan bahwa variabel dependent dapat dijelaskan oleh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pajak Daerah yang Sah sebesar 92,7 sedangkan sisanya sebesar 7,3%dipengaruhi variabel lain yang tidak terdapat pada model penelitian ini. 4.1.3.2 Uji Simultan (Uji-F)

Uji F dilakukan untuk mengetahui Pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah secara simultan terhadap Belanja Daerah.

Hipotesis :

1) Ho : d1 = d2 = d3 = 0

Artinya Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah secara simultan tidak berpengaruh terhadap Belanja Daerah


(20)

Artinya Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yangSah secara simultan berpengaruh terhadap BelanjaDaerah. Kriteria pengambilan keputusan terhadap Uji F adalah Sebagai berikut :

1) jika nilai probabilitas < 0,05, maka Ha diterima, 2) jika nilai probabilitas > 0,05, maka Ha ditolak.

Tabel 4.5 Uji-F ANOVAb

Model Sum of

Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 5,846 3 1,949 38,078 ,000a

Residual 4,606 9 5,118

Total 6,307 12

a. Predictors: (Constant), LPAD, PD, RD b. Dependent Variable: BD

Dari hasil pengujian ANOVA pada tabel 4.5 di atas maka diperoleh nilai

Fhitung 38,078 dengan nilai Signifikansi 0,000. Pada tingkat kepercayaan 95%, α = 0,05dan diperoleh Ftabel = 4,10. Dengan demikian dapat disimpulkan nilai Fhitung (38,078) Ftabel (4,10), maka hasil dari model regresi menunjukkan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah atau Hipotesis Ho di tolak, terima hipotesis Ha yang menyatakan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah secara simultan berpengaruh terhadap Belanja Daerah.


(21)

4.1.3.3 Uji Parsial (Uji-t)

Uji-t dilakukan untuk mengetahui vaeriabel independent yang paling dominan untuk mempengaruhi variabel dependent maka dilakukan uji parsial. Hipotesis:

1. Ho : d1 = 0; Ho : d2 = 0; Ho : d3 = 0

Artinya: Pajak Daerah (PD), Retribusi Daerah (RD), Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (LPAD) secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah (BD).

2. Ha : d1≠ 0; Ho : d2≠ 0; Ho : d3≠ 0

Artinya Pajak Daerah (PD), Retribusi Daerah (RD), Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (LPAD) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah (BD).

Kriteria pengambilan keputusan terhadap uji-t adalah sebagai berikut: 1. jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima,

2. jika probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak. Tabel 4.6 Uji Statisti-t

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 7,470 4,756 1,571 ,151

PD 67,159 18,975 ,476 3,539 ,001

RD 133,006 20,330 ,980 6,542 ,000

LPAD -5,901 20,581 -,039 -,287 ,781


(22)

Dari hasil pengujian data diatas dijelaskan pengaruh variabel independen secara parsial dengan membandingkan nilai signifikansi (t hitung) yang terdapat pada tabel 4.5uji statistik-t maka diperoleh informasi sebagai berikut:

1. variabel PD : thitung = 3,539nilai signifikansi = 0,001 lebih kecil dari 0,05.

df = n – k = 13 – 1 = 12

maka diperoleh ttabel =1,782

Dengan demikian dapat disimpulkan thitung = 3,539>ttabel = 1,782ini menunjukkan Pajak Daerah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap belanja daerah.

2. variabel RD:thitung= 6,542, nilai signifikansi = 0,000 lebih kecil dari 0,05.

df = n-k = 131=12

maka diperoleh ttabel= 1,782.

Dengan demikian dapat disimpulkan thitung = 6,542 >ttabel = 1,782, ini menunjukkan Retribusi Daerah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah.

3. variabel LPAD: thitung= -0,287, nilai signifikansi = 0,781, lebih besar dari 0,05.

df = n – k =13 1 = 12


(23)

maka diperoleh ttabel = 1,782

Dengan demikian dapat disimpulkan thitung = - 0,287 ttabel = 1,782, ini menunjukkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap Belanja Daerah.

Berdasarkan uraian di atas maka di peroleh model persamaan regresi sebagai berikut :

BD = 7,470 + 67,159 PD + 133,006 RD - 5,901 LPAD

Model persamaan regresi tersebut diinterprestasikan sebagai berikut:

1. nilai konstanta sebesar 7,470 artinya apabila nilai variabel independen (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah) dianggap konstan atau bernilai 0, maka Belanja Daerah sebesar 7,470

2. variabel PD (Pajak Daerah) berpengaruh positif dan signifikan terhadap BD (Belanja Daerah), dengan nilai koefisien regresi PD 67,159 artinya apabila variabel PD ditingkatkan sebesar satu satuan, maka Belanja Daerah akan meningkat sebesar 67,159

3. Variabel RD (Retribusi Daerah) berpengaruh positif dan signifikan terhadap BD (Belanja Daerah), dengan nilai koefisien regresi RD 133,006 artinya apabila variabel RD ditingkatkan sebesar satu satuan, maka Belanja Daerah akan meningkat sebesar 133,006

4. variabel LPAD (Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah) berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap BD (Belanja Daerah), dengan nilai koefisien regresi LPAD -5,901 artinya apabila variabel LPAD


(24)

ditingkatkan satu satuan, makaBelanja Daerah tidak akan berkurang sebesar 5,901.

4.2 Pembahasan Penelitian

Dari pengujian yang telah dilakukan diatas maka diperoleh kesimpulan, secara simultan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara nilai Fhitung (38,078) Ftabel (4,10),

dengan nilai signifikansi 0,000 dan pada tingkat kepercayaan 95% α = 0,05.

Dengan demikian dapat diketahui dalam menentukan besarnya anggaran belanja daerah, Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal telah dapat memperhitungkan dan mempertimbangkan faktor-faktor realisasi Pendapatan Asli yang meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.

Hasil pengujian secara parsial diketahui bahwa variabel Pajak Daerah thitung = 3,539 >ttabel = 1,782 ,nilai signifikansi = 0,001 lebih kecil dari 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa Pajak Daerah berpengaruh secara positif terhadap Belanja Daerah. Retribusi daerah secara parsial memberikan pengaruh yang paling besar dengan thitung = 6,542 >ttabel = 1,782, nilai signifikansi = 0,000 lebih kecil dari 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa Retribusi Daerah berpengaruh secara positif terhadap Belanja Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah thitung= -0,287ttabel = 1,782 nilai signifikansi = 0,781, lebih besar dari 0,05. Ini menunjukkan bahwa Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah berpengaruh secara negatif dan tidak signifikan terhadap belanja daerah.


(25)

Dengan demikian Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dituntut untuk lebih meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang meliputi Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah dengan melak ukan langkah - langkah yang lebih konkrit denganmenggali sumber-sumber pendapatan daerah dan meningkatkan kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan daerah.

Tuntutan peningkatan pendapatan asli daerah ini semakin besar seiring dengansemakin banyaknya wewenang yang dilimpahkan kepada daerah. Dengan meningkatnya pendapatan asli daerah maka pendapatan daerah juga akan meningkat karena pendapatan asli daerah merupakan komponen dari pendapatan daerah dan akhirnya semakin besar juga stimulus untuk meningkatkan belanja yang akan mempengaruhi kesejahteraan masyarakat serta meningkatnya akuntabilitas dan keleluasaan dalam pembelanjaan APBD daerah Kabupaten Mandailing Natal.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Akbar (2011) yang meneliti Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Daerah pada Pemerintah Daerah di Sumatera UtaraSecara simultan realisasi PAD, DAU, jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja daerah pada Pemerintah Daerah di Provinsi Sumut.Andra (2007) meneliti tentang kemampuan keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap belanja daerah dikabupaten aceh tenggara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah, pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan


(26)

terhadap belanja daerah Kabupaten Aceh Tenggara. Selanjutnya Halim (2004) meneliti pengaruh Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemda di Jawa dan Bali.Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah Daerah di Jawa dan Bali.


(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Latar belakang dari penelitian ini telah dijelaskan pada bab-bab terdahulu, maka pada bab ini penulis akan mengambil suatu kesimpulan serta memberikan saran-saran tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Mandailing Natal.

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Secara simultan pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh positif terhadap belanja daerah di Kabupaten Mandailing Natal,

2. Secara parsial pajak daerah, retribusi daerah berpengaruh positif terhadap belanja daerah di Kabupaten Mandailing Natal dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah berpengaruh negatif terhadap belanja daerah di Kabupaten Mandailing Natal.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Berdasarkan hasilpenelitian yang telah dilakukan penulis, penelitian ini tidak terlepas dari beberapa keterbatasan, diantaranya:

1. variabel penelitian ini dibatasi, hanya dengan menganalisis pengaruh pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah.


(28)

2. sampel penelitian ini hanya meliputi satu Kabupaten yaitu Kabupaten Mandailing Natal, dengan menggunakan data sekunder dalam kurun waktu selama 13 tahun dalam bentuk laporan keuangan yang keseluruhan diambil sebagai sampel.

5.3 Saran

Berdasarkan kesimpulan, keterbatasan yang diperoleh dalam penelitian ini dan untuk penyempurnaan penelitian, maka peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1. pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal harus segera mengupayakan intensifikasi dan ekstensifikasi dalam meningkatkan hasil pendapatan asli daerah yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah demi tercapainya tujuan otonomi daerah. 2. bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas jumlah populasi

dan sampel pada tingkat Provinsi Sumatera Utara maupun diluar Provinsi Sumatera Utara ataupun secara Nasional dan menambahkan variabel-variabel lain yang diduga mempengaruhi belanja daerah sehingga hasilnya menjadi lebih baik.


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Otonomi Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 tentang Pemerintah Daerah menjelaskan bahwa Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mas’ud Said (2008:6) menjelaskan bahwa Otonomi Daerah dipahami sebagai sebuah proses devolusi dalam sektor publik dimana terjadi pengalihan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota. Dengan kata lain, dalam konteks Indonesia, otonomi daerah diartikan sebagai proses pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang.

Tujuan utama pembentukan pemerintah daerah pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong keikutsertaan masyarakat dalam meningkatkan pertumbuhan pembangunan daerah, baik itu pertumbuhan ekonomi maupun pertumbuhan pembangunan infrastruktur. Pudjianto (2009:2) menyatakan bahwa “tujuan utama otonomi daerah adalah meningkatkan efektifitas pengelolaan sumber daya di daerah, keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan dan meningkatan kesejahteraan serta pelayanan umum kepada masyarakat”.


(30)

2.1.2 Hubungan Antara Keuangan Pusat dan Daerah

Presiden selaku kepala negara yang berwewenang mengelola kekuasaan negara atau yang disebut pemerintahan pusat, menyerahkan kekuasaan tersebut kepada kepala pemerintahan daerah yaitu Gubernur, Walikota ataupun Bupati untuk mengelola keuangan daerahnya sendiri dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan yang terpisahkan. Konsep hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah diturunkan dari Undang -Undang Dasar 1945 Pasal 18A ayat 1. Pasal tersebut adalah yang melandasi lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Selanjutnya, Direktorat Jenderal Primbangan Keuangan (2011:II-11) menjelaskan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 18A ayat (2) menyebutkan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Pasal ini merupakan landasan filosofi dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang No 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Djumhana yang dikutip oleh Karianga (2011:42) menjelaskan:

1. hubungan antara pusat dan daerah menyangkut hubungan pengelolaan pendapatan(revenue) dan penggunaan (expenditure) baik untuk kepentingan pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka memberikan pelayanan publik yang berkualitas responsible dan akuntabel,


(31)

2. konsep hubungan antara pusat dan daerah adalah hubungan administrasi dan hubungan kewilayahan. Hubungan tersebut diatur sedemikian rupa melalui kewajiban pemerintah pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada pemerintah daerah. Sehingga semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan yang diserahkan ke daerah menjadi sumber keuangan daerah. Makalah Pudjiianto (2009:3) Hubungan antara Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Pembagian Urusan

. UU No.32/2004

sumber pendanaa

UUNo.33/2004

Gambar 2.1 Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah Pemerintah Pusat Pemerintah Daerah Desentralisasi Dekonsentrasi Tugas pembantu pemerintah pusat kepada daerah APBD PAD UU NO.34/2000 Pendapatan Transfer Lain-lain PAD yang sah Belanja Surplus/Defisit Pembiayaan APBN APBN Pelaksana Urusan DBH DAU DAK Dana Otsus Dana Hibah Dana Penyesuaian Dana Darurat Penggunaan SILPA Pencairan Dana Cadangan Hasil penjualan kekayaan yg dipisahkan Pinjaman Daerah


(32)

2.1.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terus berkembang dari era orde baru sampai pada era pasca reformasi. Pada era Orde Lama (Wajong, 1962:81 dalam Halim, 2002:16) mengatakan bahwa APBD adalah rencana pekerjaan keuangan (financial werkplan) yang dibuat untuk jangka waktu tertentu, dalam waktu dimana legislative (DPRD) memberikan kredit kepada badan eksekutif (Kepala Daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar (grondslag) penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk menutup pengeluaran tadi.

Pada era reformasi, berdasarkan pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah, APBD didefenisikan sebagai rencana operasional keuangan pemerintah daerah, dimana di satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain menggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud (Mamesah, 1995:20 dalam Halim, 2002:16 dalam Renyowijoyo, 2010: 172)

Kedua defenisi di atas menjelaskan bahwa Anggaran daerah memiliki unsur-unsur:


(33)

2. adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biayayang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan,

3. jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka, 4. periode anggaran, yaitu biasanya 1 (satu) tahun.

Fungsi anggaran dilingkungan pemerintah mempunyai pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan keuangan, antara lain karena:

1. anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik,

2. anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan,

3. anggaran memberikan landasan penilaian kinerja pemerintah,

4. hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan pemerintah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah kepada publik.

Pada era reformasi struktur APBD banyak mengalami perubahan. Bentuk APBD yang pertama di dasari oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Pengurusan Pertanggungjawaban dan Pengawasan keuangan Daerah, serta Tata Cara Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa:


(34)

1. APBD merupakan pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah,

2. APBD terdiri atas Anggaran Pendapatan, Anggaran Belanja dan Pembiayaan,

3. Pendapatan Daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah,

4. Belanja Daerah dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja, Proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan daerah, secara garis besar sebagai berikut:

1. penyusunan rencana kerja pemerintah daerah, 2. penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran, 3. penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara, 4. penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD, 5. penyusunan rancangan perda APBD,

6. penetapan APBD.

Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 menyebutkan bahwa Anggaran pendapatan dan belanja daerah adalah rencana keuangan pemerintah yang harus disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.


(35)

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah

Otonomi daerah tidak dapat lepas dari permasalahan kapasitas keuangan dari setiap daerah. Otonomi sering dikaitkan dengan prinsip automoney, yang Artinya kemampuan daerah dalam menyelenggarakan kewenangannya diukur dari kemampuannya menggali sumber-sumber pendapatan daerahnya sendiri. Implikasi dari prinsip ini yang kemudian mendorong pemerintah daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli daerah. Menurut Undang -Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pendapatan ASLI Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

Halim (2002:64) menyatakan Pendatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.Darise (2009:33) menyatakan Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan perundang-undangan. Selanjutnya (Kaho, 19998:129 dalam Munir, 2005:160) menyatakan Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan daerah yang berasal dari sumber-sumber keuangan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD, penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyatakan sumber-sumber PAD terdiri dari:

1. pajak daerah, 2. retribusi daerah,


(36)

3. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, 4. lain-lain PAD yang sah.

Menurut kementerian keuangan Republik Indonesia (2011: II-14), PAD bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengoptimalkan potensi pendanaan daerah sendiri dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Pendapatan Asli Daerah yang merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemerintah dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab dapat dilaksanakan.

Sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, apabila kebutuhan pembiayaan suatu daerah lebih banyak diperoleh dari subsidi, sumbangan atau bantuan dari pusat, dan nyata-nyata peranan atau kontribusi PAD terhadap kebutuhan pembiayaan tersebut sangat rendah, maka dapat dipastikan kinerja keuangan daerah tersebut masih lemah. Dan rendahnya PAD merupakan bukti ketidakmampuan daerah dalam mengelola sumber daya perekonomian terutama sumber-sumber pendapatannya.

2.1.4.1 Pajak Daerah

Sriyana 1999:106 dalam Munir,dkk 2005:141 menyebutkan bahwa pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan diseluruh negara. Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan tentang perpajakan yang mampu menjamin adanya efisiensi dan efektivitas pengelolaan pajak. Pajak daerah merupakan


(37)

komponen utama Pendapatan Asli Daerah. Sebagai sumber utama PAD, pemerintah senantiasa mendorong peningkatan penerimaan daerah yang bersumber dari pungutan pajak dan retribusi daerah melalui penyempurnaan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan sesuai dengan perkembangan keadaan. Pemungutan pajak daerah didasarkan atas Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyatakan Pajak Daerah adalah Kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya keperluan rakyat. Halim (2002:64) menyatakan bahwa Pajak Daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pajak. Munir,dkk (2005:141) menyatakan Pajak Daerah diartikan sebagai pembayaran wajib dari perorangan atau badan hukum kepada Negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi kepentingan umum.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia (2011: III-21) menjelaskan Untuk mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah dan membangun hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yang lebih ideal. Kebijakan perpajakan dan retribusi daerah diarahkan untuk lebih memberikan kepastian hukum, pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah


(38)

dibidang perpajakan (penguatan local taxing power), peningkatan efektivitas pengawasan, dan perbaikan pengelolaan pendapatan pajak.

Mardiasmo dkk (2002: 146-147) mengungkapkan bahwa langkah penting yang harus dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak daerah adalah dengan menghitung potensi penerimaan pajak daerah yang rill yang dimiliki suatu daerah tersebut, sehingga dapat diketahui peningkatan kapasitas pajak daerah. Peningkatan kapasitas pajak pada dasarnya adalah optimalisasi sumber-sumber pendapatan daerah.

2.1.4.2 Retribusi Daerah

Selain pajak daerah terdapat juga retribusi daerah yang merupakan sumber pendapatan asli daerah. Secara umum retribusi mungkin masih termasuk yang kurang populer bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di daerah pedalaman. Pemanfaatan hasil penerimaan dari masing-masing jenis retribusi daerah diutamakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan dengan jenis layanan bersangkutan yang pengalokasiannya ditetapkan dengan peraturan daerah tersebut.

Saragih (2003:64) menjelaskan Retribusi Daerah merupakan salah satu jenis penerimaan daerah yang dipungut sebagai pembayaran atau imbalan langsung atas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. Sedangkan yang dimaksud dengan Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah


(39)

sama halnya dengan pajak daerah yaitu dapat dipaksakan. Pemungutan retribusi tidak boleh dilakukan dengan semena-mena karena akan menimbulkan konflik. Baik pemerintah maupun masyarakat mempunyai posisi yang sama untuk menentukan bagaimana sebaiknya retribusi harus diterapkan sehingga pemenuhan kewajiban retribusi daerah seperti, berapa jumlah retribusi yang dibayar masyarakat harus sesuai dengan tarif retribusi daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah.

Mengenai potensi Retribusi Daerah, Saragih (2003:65) memaparkan bahwa Semakin banyak jenis pelayanan publik dan meningkatnya mutu pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah terhadap masyarakatnya, maka kecenderungan perolehan dana retribusi semakin besar. Namun banyaknya jenis retribusi yang dikenakan kepada masyarakat jelas merupakan beban bagi masyarakat lokal. Oleh sebab itu, kebijakan retribusi daerah sering menimbulkan kontraversial di daerah, baik sebelum maupun sesudah otonomi daerah diberlakukan.

2.1.4.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Dalam era globalisasi dan perkembangan Ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK), pemerintah dituntut memahami perubahan pola pikir untuk menggali sumber-sumber pendapatan melalui pola privatisasi dengan menciptakan hubungan kemitraan antara pemerintah daerah dengan pihak swasta. Beberapa pola privatisasi antara lain:


(40)

1. build, lase, and transfer (BLT) adalah pihak swasta membangun,

kemudian menyewakannya, selanjutnya jika keuntungan sudah didapat dalam jangka waktu kesepakatan bersama dengan pemerintah daerah makan fasilitas tersebut dikembalikan kepada pemerintah daerah. Penyewaan tersebut merupakan sumber pendapatan daerah,

2. build, operate, and late (BOT) adalah pihak swasta membangun fasilitas

umum kemudian mengoperasikannya sampai jangka waktu tertentu kemudian diambil alih oleh pemerintah daerah,

3. renovate, operate, and transfer (RLT), adalah pihak swasta merenovasi

fasilitas mulik pemerintah daerah kemudian mengoperasikannya dalam jangka waktu tertentu. Setelah pihak swasta tersebut memperoleh keuntungan kemudian mentransfernya kembali kepada pemerintah, Sesuai dengan Pasal 6 Undang -Undang Nomor 33 Tahun 2004 dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaiman telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan adanya perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:

1. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah /BUMD, 2. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Negara /BUMN, 3. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau


(41)

2.1.4.4 Dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan yang mencakup: hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan denda pajak dan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah.

2.1.5 Dana Perimbangan

Penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan subsistem dari pemerintahan negara sehingga antara keuangan daerah dengan keuangan negara akan mempunyai hubungan yang erat dan saling berpengaruh. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab di daerah serta secara proporsional diwujudkan dengan peraturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan keuangan daerah. Sumber pembiayaan pemerintahan daerah dalam rangka perimbangan keuangan pemerintah pusat dan


(42)

daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan.

Setiap penyerahan atau pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka desentralisasi dan dekonsentrasi disertai dengan pengalihan sumber daya manusia dan sarana serta pengalokasian anggaran yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan penyerahan dan pelimpahan kewenangan tersebut. Sedangkan penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka tugas pembantuan disertai pengalokasian anggaran dari ketiga jenis pelimpahan wewenang tersebut, hanya pelimpahan wewenang dalam rangka pelaksanaan desentralisasi saja yang merupakan sumber keuangan daerah melalui alokasi dana perimbangan dari pemerintah pusat kepada pemerintahan daearah.

Devas, dkk,(1989:144) mengemukakan bahwa hubungan keuangan pusat dan daerah pada prinsipnya adalah menyangkut pembagian tanggungjawab untuk melaksanakan kegiatan tertentu antara tingkat-tingkat pemerintahan dan menyangkut pembagian sumber penerimaan untuk menutup pengeluaran akibat kegiatan-kegiatan tersebut. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2011:II-14) menyebutkan Dana Perimbangan bertujuan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya, serta untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah dan untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-daerah. Ketiga komponen ini merupakan bagian dari transfer ke daerah dari pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh.


(43)

Konsep hubungan keuangan antara pusat dan daerah diturunkan dari Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18A ayat (2) menyebutkan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Pasal ini merupakan landasan filosofi dan landasan konstitusional pembentukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Pada pasal 1 Undang-Undang ini menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Puasat dengan Pemerintah Daerah adalah suatu system pemerintahan keuangan dalam Negara Kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah secara proporsional demokratis, adil, transparansi dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban, pembagian kewenangan, dan tanggungjawab serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2011: II-13) Peran pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk mendukung upaya pemerintah dalam rangka menjaga keserasian dan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan

(Growth with Equity). Disamping itu dalam menjaga keselarasan dengan prioritas

nasional, pemerintah daerah harus tetap memperhatikan pembangunan daerah yang memprioritaskan pada pengentasan kemiskinan (Pro Poor), menciptakan lapangan kerja (Pro Job), dan mempertahankan kelestarian lingkungan (Pro


(44)

dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional dengan tetap mengutamakan kemandirian daerah dalam mengelola sumber-sumber keuangan daerah.

Darise (2009:38) menyebutkan Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan untuk menciptakan keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan antara pemerintah daerah. Sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, dana perimbangan terdiri atas:

1. dana bagi hasil, 2. dana alokasi umum, 3. dana alokasi khusus, 2.1.5.1 Dana Bagi Hasil

Darise (2009-38) menjelaskan bahwa Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dibagihasilkan kepada daerah berdasrkan angka persentase tertentu dengan memperhatikan petensi daerah penghasil. Direktorat Jenderal Keuangan (2011: III-54) menyatakan Dana bagi Hasil terdiri dari:

1. dana bagi hasil pajak,

Penerimaan pajak diperoleh Pemerintah dalam APBN dibagihasilkan kepada dengan proporsi yang telah ditetapkan berdasrkan Undang -Undang Nomor 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 yang ditujukan dalam rangka memperkecil kesenjangan keuangan antara


(45)

pemerintah pusat dan pemerintah daearh untuk mendanai penyelenggaraan pemerintah daerah. Dana Bagi Hail Pajak bersumber dari :

1. pph Pasal 21 dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/Pasal 29 Wajib Pajakorang pribadi dalam negeri,

2. pajak bumi dan bangunan (PBB),

3. cukai hasil tembakau (dialokasikan sejak tahun 2009). 2. dana bagi hasil bukan pajak,

Penerimaan bukanpajak adalah penerimaan yang berasal dari Sumber Daya Alam, yang meliputi penerimaan dari Pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, pertambangan umum, pertambangan panas bumi, kehutanan dan perikanan.

2.1.5.2 Dana Alokasi Umum

Halim (2002:65) menjelaskan bahwa Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity) Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relative kecil. Sebaliknya daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiscal besar akan memperoleh alokasi DAU yang relative besar.


(46)

Dalam Undang -Undang Nomor 34 Tahun 2004 porsi Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26 persen dari penerimaan Dalam Negeri Netto. Sementara itu, proporsi pembagian DAU adalah bagian 10% untuk provinsi dan 90% untuk Kabupaten/Kota. Pengalokasian DAU kepada masing-masing daerah menggunakan formula DAU, yaitu dihitung berdasarkan formula atas dasar celah fiskal (CF) dan Alokasi dasar. Variabel DAU terdiri dari:

1. variabel alokasi dasar yaitu belanja pegawai yang dicerminkan oleh jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah (PNSD),

2. variabel kebutuhan fiskal terdiri dari jumlah penduduk, luas wilayah daratan dan perairan, indeks pembangunan manusia, indeks kemahalan konstruksi, dan produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita,

3. variabel kapasitas fiskal yang merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil Pajak dan bukan pajak.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2011:III-99) menyatakan bentuk umum formula alokasi DAU dapat ditunjukkan dengan persamaan berikut ini:

Dimana:

DAU = Dana Alokasi Umum AD = Alokasi Dasar


(47)

CF = Celah Fiskal Dimana

CF = KbF – kPf

Celah Fiskal (CF) merupakan selisih antara kebutuhan Fiskal(KbF) dengan Kapasitas Fiskal(KpF)

KbF = TBR (a1IP +a2 IW+a3IPM+a4IKK+a5IPDRB/Kap)

Dimana:

TBR = Total belanja rata-rata APBD IP = Indeks Jumlah Penduduk IW = Indeks Luas Wilayah

IPM = Indeks Pembangunan Manusia IKK = Indeks Kemahalan Konstruksi

Sampai dengan tahun 2007 penyaluran DAU dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan melalui KPPN setempat Kepala Daerah bertindak selaku KPA dari Bendaharawan Umum Negara membuat DIPA dan menyampaikannya kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan untuk mendapat pengesahan. Penyaluran DAU dilaksanakan setiap bulan masing-masing ½ dari besaran alokasi masing-masing daerah. Secara sistematika penyusunan Formula Dana Alokasi Umum dapat di lihat pada gambar 2.2 berikut ini:


(48)

Gambar 2.2

Formula Umum Dana Alokasi Umum Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

DANA ALOKASI UMUM

Alokasi

Dasar Alokasi

Berdasarkan Celah Fiskal Belanja

Pegawai

Kebutuhan Fiskal

Kapasitas Fiskal

Indeks Penduduk

Indeks Luas Wilayah

Indeks Pembangunan

Manusia Indeks PDRB

per kapita

Pendapatan Asli Daerah

Bagi Hasil Pajak

Bagi Hasil SDA


(49)

2.1.5.3 Dana Alokasi Khusus

Dana Alokasi khusus merupakan bagian dari dana perimbangan sesuai dengan UU Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Darise (2009:39) menjelaskan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai prioritas nasional khususnya untuk membiayai kebutuhan saran dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Yang dimaksudkan sebagai daerah tertentu adalah daerah-daerah yang mempunyai kebutuhan yang bersifat khusus.

Selain itu DAK akan berfungsi untuk pemberantasan masalah kemiskinan, pengembangan kapasitas disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Setiap daerah memiliki kebutuhan yang berdeda dengan daerah lain, seperti daerah transmigrasi. dana alokasi khusus berlangsung tanpa ada usulan dalam menetapkan hasil akhir alokasi kepada daerah. Kemampuan keuangan daerah dihitung melalui indeks fiskal neto (IFN) tertentu yang ditetapkan setiap tahun. Pada tahun 2011, arah kebijakan umum DAK adalah untuk membantu daerah-daerah yang kemampuan keuangannya relative rendah yaitu berada dibawah rata-rata nasional atau INF-nya kurang dari 1 (satu).

Pengalokasian dana alokasi khusus memperhatikan ketersediaan dana dalam APBN berarti bahwa besaran dana alokasi khusus tidak dapat dipastikan setiap


(50)

tahun. DAK tahun 2011 digunakan untuk mendanai kegiatan di bidang, yaitu: pendidikan, kesehatan, infrastruktur (jalan, irigasi, air minum, sanitasi), prasarana pemerintahan, pertanian, kelautan dan perikanan, lingkungan hidup, kehutanan, perdagangan, sarana dan prasarana desa tertinggal dan kawasan perbatasan, erumahan dan pemukiman, transportasi.

Formula Dana Alokasi Khusus TA 2011 secara garis besar dapat dibagi menjadi 4 kelompok besar, yaitu:

1. penetapan program dan kegiatan, 2. penghitungan alokasi DAK, 3. arah dan Penggunaan DAK, 4. administrasi pengelolaan DAK.

2.1.6 Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang pengelolaan keuangan daerah dalam Sutedi (2009:239) menjelaskan kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan meliputi:

1. hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lain, badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat, 2. dana darurat dari pemerintah dalam rangaka penanggulangan

korban/kerusakan akibat bencana alam,

3. dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota,


(51)

5. bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya. Demikian juga dengan penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, digunakan antara lain untuk menganggarkan hasil penjualan perusahaan milik daerah/BUMD dan penjualan aset milik pemerintah daerah yang bekerja sama dengan pihak ketiga, atau hasil divestasipenyertaan modal pemerintah.

2.1.7 Belanja Daerah

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 menyatakan Belanja daerah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih pada tahun anggaran yang bersangkutan. Menurut Halim (2007:322) menyatakan bahwa Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah mengurangi nilai kekayaan bersih.

Belanja Daerah dalam APBD yang semula dikelompokkan kepada: 1. belanja tidak langsung,

2. belanja langsung.

Setelah disesuaikan menjadi belanja:

1. belanja operasi, merupakan semua pengeluaran pemerintah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja ini meliputi:

a. belanja pegawai, b. belanja barang, c. belanja subsidi, d. belanja hibah,


(52)

f. belanja bantuan keuangan

2. belanja modal, merupakan pengeluaran pemerintah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah kekayaan atau aset daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi atau pemeliharaan

Belanja modal meliputi: a. belanja tanah,

b. belanja peralatan dan mesin, c. belanja gedung dan bangunan, d. belanja jalan, irigasi dan jaringan, e. belanja aset tetap lainnya,

f. belanja aset lainnya.

3. belanja tidak terduga, merupakan pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga.

Belanja Daerah (Basis Kas) adalah semua pengeluaran oleh bendahara umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam priode tahun anggaran bersangkutan yang tidak diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Belanja Daerah (Basis Akrual) adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.Belanja pemerintah yang efisien dan efektif akan menjadi kunci keberhasilan pembangunan suatu bangsa.


(53)

Berapapun besarnya pendapatan akan menjadi kurang bermakna apabila pola belanjanya masih melakukan pemborosan-pemborosan dan tidak berorientasi pada kepentingan masyarakat. Disamping itu, bagi negara yang masih berkembang seperti Indonesia belanja pemerintah mempunyai peranan yang cukup krusial sebagai stimulus pembangunan ekonomi. Dengan demikian Belanja daerah merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah pada suatu periode anggaran belanja daerah.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahuli

Berikut ini ada beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian M.Ali Akbar 2011 Pengaruh PAD, DAU,Jumlah penduduk,dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Daerah pada Pemda di Sumut

PAD, DAU, Jumlah penduduk, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Daerah

Secara simultan realisasi PAD, DAU, jumlah Penduduk dan

Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja daerah pada Pemerintah Daerah di Provinsi Sumut. Andra Eka Saputra 2007 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah dan Pengaruhnya terhadap belanja daerah di Kabupaten Aceh Tenggara Pendapatan Asli Daerah, Pajak Daerah, Retribusi Daerah Kemampuan Keuangan Daerah Berpengaruh secara Positif terhadap Total Belanja Daerah Kabupaten Aceh Tenggara


(54)

Abdul Halim 2004 Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah Daerah (Studi Kasus Kab/kota di Jawa dan Bali

Dana Alokasi umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Belanja Daerah

Bahwa Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja pemerintah daerah

Sumber: Penulis

Akbar (2011) meneliti pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Daerah pada Pemda Di Sumut. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan realisasi Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Jumlah Penduduk dan Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh signifikan terhadap anggaran Belanja Daerah pada Pemda di Sumut. Sedangkan secara parsial variabel. Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap anggaran Belanja Daerah pada Pemda di sumut.

Andra (2007) meneliti tentang kemampuan keuangan daerah dan pengaruhnya terhadap belanja daerah dikabupaten aceh tenggara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah, pajak daerah dan retribusi daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah Kabupaten aceh tenggara.

Halim (2004) meneliti pengaruh Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemda di Jawa dan Bali. Penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Pemerintah Daerah di Jawa dan Bali.


(55)

2.3 Kerangka Konseptual

Menurut Erlina (2008 : 38) menyatakan bahwa kerangka teoritis adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Berdasarkan Latar belakang dan landasan teori diatas maka dibuat kerangka konseptual seperti pada gambar 2.1 berikut

Gambar 2.3 Pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah

2.4 Hipotesi Penelitian

Hipotesis penelitian adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, Yang keberadaannya masih harus di uji secara empiris (Drs.Sumadi Surabaya, 2008). Menurut Erlina (2008:49) menyatakan bahwa hipotesis penelitian adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk di uji secara empiris.

Berdasarakan kerangka konseptual yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah berpengaruh terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Mandailing Natal baik secara parsial maupun secara simultan.

Pajak Daerah

Retribusi Daerah

Lain-Lain PAD yang Sah

Belanja Daerah


(56)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Reformasi membawa perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Republik Indonesia yang membawa pada suatu perubahan. Reformasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah disebut kebijakan Otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diatur dalam Undang-Undang telah membawa banyak perubahan bagi daerah untuk melaksanakan pembangunan di segala bidang, dengan harapan dapat dilaksanakan secara mandiri oleh Pemerintah Daerah.

Otonomi daerah tidak bisa terlepas dari Desentralisasi. Tuntutan akan adanya otonomi daerah dan desentralisasi merupakan salah satu bagian dari rangkaian reformasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka menstabilkan kembali roda perekonomian Indonesia yang sempat terpuruk sejak tahun 1997-2000 (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, I-3:2011). Kebijakan Otonomi daerah dibuat oleh pemerintah melalui amanat Undang -Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah daerah berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Kebijakan Otonomi Daerah dan Desentralisasi fiskal Indonesia bergulir pada awal tahun 2000 saat ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Otonomi daerah dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang di revisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun


(57)

2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertujuan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintah daerah yang di atur dalam Undang -Undang tentang pemerintah daerah.

Selain itu tujuan dari kewenangan tersebut adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan menciptakan persaingan yang sehat antar daerah serta mendorong timbulnya inovasi. Pemberlakuan kedua Undang –Undang ini berkonsekuensi pada perubahan pola pertanggungjawaban daerah atas dana yang dialokasikan. Pertanggungjawaban lebih bersifat Horizontal yaitu melalui peningkatan peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 menyatakan Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Implikasi dari kebijakan otonomi daerah adalah adanya pembagian kewenangan urusan pemerintahan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah yang disertai dengan pemberian sumber-sumber keuangan untuk menandai urusan yang telah diserahkan kepada daerah. Pemberlakuan otonomi daerah ini dimaksudkan agar pemerintah daerah lebih leluasa dalam menggali potensi daerah


(58)

yang merupakan sumber-sumber keuangan daerah guna untuk membiayai pelaksanaan pembangunan.

Pada intinya Tujuan dari Otonomi Daerah yaitu meningkatkan efektifitas pengelolaan sumber daya di daerah, keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dan meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan umum kepada masyarakat. Prinsip Otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.

Prinsip good Gavernance pada masa reformasi menuntut adanya perubahan paradigma berfikir dan bertindak bagi semua elemen birograsi pemerintah baik pusat maupun daerah. Perubahan paradigma tersebut diarahkan untuk menghasilkan suatu manajemen keuangan pemerintah yang transparan, akuntabel, dan efektif yang mendukung peningkatan peran serta masyarakat dan supremasi hukum, dibidang keuangan negara dan meningkatkan kinerja pemerintah. Pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antarsusunan pemerintahan dan antar pemerintah daerah yang satu dengan daerah yang lain.

Disamping itu perlu diperhatikan pula peluang dan tantangan dalam persaingan global dengan memanfaatkan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan alat dalam menentukan pendapatan dan pengeluaran, implementasi


(59)

dari perencanaan pembangunaan yang telah ditetapkan sebelumnya, otorisasi pengeluaran sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memobilisasi pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja.

Dalam hal pembiayaan atas pelaksanaan asas desentralisasi (otonomi), setiap daerah harus mempunyai kesanggupan untuk membiayai dirinya sendiri dari sumber-sumber pendapatan daerah, khususnya pendapatan asli daerah yang dimilikinya.Daerah yang mempunyai potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang besar akan memperoleh pendapatan yang relative besar dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki SDA.

Hal ini mengisyaratkan agar pemerintah daerah harus mampu untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan tolak ukur bagi daerah agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemerintah dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab dapat dilaksanakan.Kontribusi Pendapatan Asli Daerah dalam memenuhi alokasi dana untuk belanja daerah sebenarnya harus menjadi sumber dana utama untuk menjalankan pembangunan daerahnya, namun pada kenyataanya pemerintah daerah belum mampu mengoptimalkan potensi daerahnya untuk menggali sumber pendapatan daerah.

Semakin besar sumbangan PAD terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) akan menunjukkan semakin kecilnya ketergantungan pemerintah


(60)

daerah kepada pemerintah pusat. Pasal 6 Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyatakan sumber-sumber pendapatan asli daerah terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah. Namun, pada kesempatan ini peneliti hanya meneliti tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah. Hal ini disebabkan peneliti tidak menemui data yang lengkap mengenai Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Mardiasmo dkk. (2003:3-4) menyatakan bahwa sisi pendapatan, kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan pendapatan daerahnya secara berkesinambungan masih lemah. Bahkan masalah yang sering muncul adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk memperoleh prediksi pendapatan daerah yang akurat, sehingga belum dapat di pungut secara optimal. Untuk tujuan efektifitas atas dana yang dikelolanya, pemerintah daerah diwajibkan menyusun laporan keuangan sebagai bukti pertanggungjawaban kepala daerah. Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal yang merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara menyusun laporan keuangannya sebagai laporan pertanggungjawaban keuangan daerah.

Akbar (19:2009) Mengingat alokasi sumber-sumber pendapatan yang dikuasai daerah sangat terbatas dan berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain, maka dalam kenyataannya pendapatan asli daerah belum sepenuhnya dapat menutupi anggaran belanja yang ditetapkan pemerintah tersebut. Oleh karena itu peneliti akan meneliti Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah


(1)

6 PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP BELANJA

DAERAH DI KABUPATEN MANDAILING NATAL Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja daerah di Kabupaten Mandailing Natal.

Jenis penelitian ini adalah uji hipotesis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Mandailing Natal. Populasi penelitian ini adalah APBD Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal, dengan menggunakan data kurun waktu (time series) selama 13 tahun yaitu tahun 2000 – 2012. Objek yang diteliti adalah hasil laporan keuangan pemerintah Kabupaten Mandailing Natal tentang Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Daerah dalam bentuk laporan tahunan selama 13 tahun. Laporan keuangan selama 13 tahun dijadikan sebagai sampel dalam penelitian ini. Tekhnik analisis yang digunakan yaitu analisis regresi berganda dengan menggunakan sofware SPSS versi 17 for windows. Data yang telah dikumpulkan terlebih dahulu di uji dengan menggunakan uji asumsi klasik, kemudian dilakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan uji t, uji f, dan uji koefisien determinasi (R2).

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara parsial Pajak Daerah, Retribusi Daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belanja Daerah. Sedangkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap Belanja Daerah. Secara simultan Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja daerah. Hal ini dapat dijelaskan berdasarkan perhitungan koefisien determinasi (R2) sebesar 92,7 %, artinya Belanja Daerah dapat dijelaskan oleh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah sebesar 92,7%, sedangkan sisanya 7,3% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian.

Kata Kunci : Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah dan Belanja Daerah.


(2)

ABSTRACK

THE INFLUENCE OF LOCAL OWN REVENUE TOWARD THE LOCAL BUDGET OF MANDADAILING NATAL DISTRICT

The goal of research is to know the effect of local own revenue to local budget of Mandailing Natal District.

This type of research is to test the hypothesis. The data of this research is the secondary data that taken from Department of Financial and Asset Management Areas. The population of research is Realization of Region Income (APBD) of Mandailling Natal District by using time series data during 13 years, namely 2000 – 2012. The object of reservation is result of financial report of Mandailing Natal District about the Local Own Revenue and Local Budget ini annual report for thirteen years, 2000 – 2012. The financial report for 13 years has been mode as sample of the research. The technic analyze is used multiple regression with 17 version of SPSS software for windows. Firstly, the data that collected and examined with classical assumption test, after that done Hypothesis test. The Hypothesis test in this research use t-test, f-test, and coefficient determinant test.

The result of this research show that partially Local Tax and Local Retribution influence positive and significantly toward Local Budget. While Other Legal Local Own Revenue influence negative and not significantly on Local Budget. Simultaneously, Local Tax, Local Retribution, anda Other Legal Local Own Revenue influence positive and significantly toward the Local Budget. It can show from coefficient determinant obtained adjusted (R2) Value 92,7%, it means Local Budget can be explained by Local Tax, Local Retribution, and Others Legal Local Own Revenue for 92,7%. While the rest 7,3% influenced given by another variable is not mentioned in thi research model.

Keywords : Local Tax, Local Retribution, Other Legal Local Own Revenue, and Local Budget.


(3)

8 Halaman

PERNYATAAN... ... i

KATA PENGANTAR ... ii

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian... 6

1.4 Manfaat Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Tinjauan Teoritis ... 8

2.1.1 Otonomi Daerah ... 8

2.1.2 Hubungan Antara Keuangan Pusat dan Daerah ... 9

2.1.3 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ... 11

2.1.4 Pendapatan Asli Daerah ... 14

2.1.4.1 Pajak Daerah ... 15

2.1.4.2 Retribusi Daerah ... 17

2.1.4.3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan ... 18

2.1.4.4 Dan Lain-lain PAD Yang Sah ... 20

2.1.5 Dana Perimbangan ... 20

2.1.5.1 Dana Bagi Hasil ... 23

2.1.5.2 Dana Alokasi Umum ... 24

2.1.5.3 Dana Alokasi Khusus ... 28

2.1.6 Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah ... 29

2.1.7 Belanja Daerah ... 30

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 32

2.3 Kerangka Konseptual ... 34

2.4 Hipotesis Penelitian ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Tempat dan Waktu Lokasi Penelitian ... 36

3.3 Populasi dan Sampel ... 36

3.4 Jenis dan Sumber Data ... 37


(4)

3.5 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 38

3.6.1 Variabel Independen ... 38

3.6.2 Variabel Dependent ... 39

3.7 Metode Analisis Data ... 39

3.7.1 Pengujian Normalitas Data ... 40

3.7.2 Pengujian Asumsi Klasik ... 41

3.7.2.1 Uji Autokorelasi... 41

3.7.2.2 Uji Heterokedastisitas ... 42

3.7.2.3 Uji Multikolinieritas ... 42

3.7.3 Pengujian Hipotesis ... 42

3.7.3.1 Pengujian Secara Parsial ... 43

3.7.3.2 Pengujian Secara Simultan ... 43

3.7.3.3 Pengujian Koefisien Determinasi (R2)... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Data Penelitian ... 45

4.1.1 Statistik Deskriptif ... 45

4.1.2 Uji Asumsi Klasik ... 47

4.1.2.1 Uji Normalitas Data ... 47

4.1.2.1.1 Pendekatan Histogram ... 47

4.1.2.1.2 Normal P-P Pot of Regresion Standarized Residual ... 48

4.1.2.1.3 Kolmograv-Simirnov ... 49

4.1.2.2 Uji Autokorelasi... 49

4.1.2.3 Uji Heterokedaksitas ... 50

4.1.2.4 Uji Multikolinieritas ... 51

4.1.3 Uji Hipotesis ... 51

4.1.3.1 Pengujian Koefisien Determinasi (R2)... 52

4.1.3.2 Uji Simultan ... 52

4.1.3.3 Uji Parsial ... 54

4.2 Pembahasan Penelitian ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1 kesimpulan ... 60

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 60

5.3 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62


(5)

10 DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu ... 32

4.1 Statistik Deskriptif ... 46

4.2 One Sample Kolmogrov-Simirnov Test ... 49

4.3 Uji Autokorelasi ... 50

4.4 Uji Multikolinieritas ... 51

4.5 Koefisien Determinasi (R2) ... 52

4.6 Uji Simultan (Uji-f) ... 54

4.7 Uji Parsial (Uji-t) ... 55


(6)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah ... 10

2.2 Formula Umum Dana Alokasi Umum Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 ... 27

2.3 Kerangka Konseptual ... 34

4.1 Grafik Histogram ... 47

4.2 Grafik Normal P-P Plot of Regresion Standarized Residual ... 48