Pengolahan Jerami Jagung terhadap Kecernaan Pakan pada Ternak Sapi Peranakan Ongole

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Peranakan Ongole (PO)
Ternak sapi dapat digolongkan menjadi tiga kelompok Bos indicus (Zebu
sapi berponok), Bos Taurus bangsa sapi yang menurunkan bangsa-bangsa sapi
potong dan perah di Eropa, Bos sondaicus (Bos bibos). Dewasa ini kita kenal
dengan nama sapi bali, sapi madura, sapi jawa dan sapi lokal lainnya
(Sugeng, 2000).
Sapi peranakan ongole merupakan sapi yang berasal dari persilangan
antara bangsa sapiJawa (sapi lokal) dengan bangsa sapi Ongole (India) yang telah
berlangsung cukuplama yakni sejak tahun 1908. Persilangan tersebut merupakan
suatu ”Grading Up”yang bertujuan untuk memperoleh ternak sapi yang dapat
digunakan bagi keperluantenaga tarik membantu petani mengolah tanah pertanian
dan transportasi(Atmadilaga, 1979; Erlangga, 2009).
Sapi pada umumnya dapat digunakan sebagai salah satu ternak
penghasildaging.Sapi-sapi pedaging lokal sering digunakan sebagai bakalan dan
bibit dalamusaha peternakan rakyat.Sapi peranakan ongole merupakan bangsa
sapi pedaging lokal yangbanyak ditemui di Indonesia, termasuk di Kabupaten
Langkat.
Menurut Astuti (2003), beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi
peranakan ongole tanggap terhadap perubahan maupun perbaikan pakan dengan

menunjukkan pertambahan bobot badan yang berbeda, hal ini memperlihatkan
bahwa potensi sapi Peranakan Ongole cukup baik meskipun tanpa seleksi dan
hanya karena pengelolaan dan perbaikan pakan.

Universitas Sumatera Utara

Sistem Pencernaan Ternak Sapi
Pencernaan adalah rangkaian proses yang terjadi terhadap pakan yang
dikonsumsi dalam alat pencernaan sampai memungkinkan terjadi penyerapan di
usus. Ternak ruminansia mampu memanfaatkan pakan berkadar serat kasar tinggi
sebagai sumber nutrisi untuk produksinya (Parakkasi, 1995).
Bagian–bagian sistem pencernaan adalah mulut, parinks (pada ruminansia
terdapat rumen, reticulum, omasum, dan abomasums), usus halus, usus besar,
serta

glandula

aksesoris

yaitu


glandula

sahiva,

Hati

dan

pancreas

(Frandson, 1992).
Lambung ruminansia terdiri atas 4 bagian, yaitu rumen, retikulum,
omasum, dan abomasum dengan ukuran yang bervariasi sesuai dengan umur dan
makanan alamiahnya. Kapasitas rumen 80%, reticulum5%, omasum 7-8%, dan
abomasum 7-8%. Pembagian ini terlihat dari bentuk gentingan pada saat otot
sfinkter berkontraksi. Makanan dari kerongkongan akan masuk rumen yang
berfungsi sebagai gudang sementara bagi makanan yang tertelan. Di rumen terjadi
pencernaan protein, polisakarida, dan fermentasi selulosa oleh enzim selulase
yang dihasilkan oleh bakteri dan jenis protozoa tertentu. Dari rumen, makanan

akan diteruskan ke retikulum dan di tempat ini makanan akan dibentuk menjadi
gumpalan-gumpalan yang masih kasar (disebut bolus). Bolus akan dimuntahkan
kembali ke mulut untuk dimamah kedua kali. Dari mulut makanan akan ditelan
kembali untuk diteruskan ke omasum. Pada omasum terdapat kelenjar yang
memproduksi enzim yang akan bercampur dengan bolus. Akhirnya bolus akan
diteruskan ke abomasum, yaitu perut yang sebenarnya dan di tempat ini masih
terjadi proses pencernaan bolus secara kimiawi oleh enzim. Proses fermentasi atau

Universitas Sumatera Utara

pembusukan yang dilaksanakan oleh bakteri terjadi pada sekum yang banyak
mengandung bakteri dan protozoa (Pramesda et al. 2011).
Hewan ruminansia memiliki perut besar, beruang dan kebanyakan
kegiatan pencernaaan dilakukan oleh mikroba yang tinggal didalam perut besar.
Bagian terbesar dari lambung ruminansia adalah rumen, yang berfungsi sebagai
tempat fermentasi. Rumen mengandung populasi mikroba terdiri dari bakteri,
protozoa, jamur dan ragi memfermentasikan makanan yang di telan. Keuntungan
lain fermentasi rumen ialah kemampuan mikroba rumen mensintesa asam amino
dan protein dari amonia. Sumber utama protein pada ternak ruminansia adalah
pencernaan protein mikrobial (Tillmanet al. 1991).

Kecernaan Bahan kering dan Bahan Organik
Kecernaan pakan merupakan suatu rangkaian proses yang terjadi pada
pakan selama berada didalam saluran pencernaan sampai memungkinkan
terjadinya suatu penyerapan (Webster, 1987). Untuk penentuan kecernaan dari
suatu pakan maka harus diketahui terlebih dahulu dua hal yang penting yaitu
jumlah nutrisi yang terdapat dalam pakan dan jumlah nutrisi yang dapat dicerna
dan

dapat

diketahui

bila

pakan

telah

mengalami


proses

pencernaan

(Tillman et al. 1991).
Anggorodi (1984), manyatakan bahwa pengukuran kecernaan atau nilai
cerna suatu bahan pakan adalah usaha menentukan jumlah nutrisi dari suatu bahan
pakan yang didegradasi dan diserap dalam saluran pencernaan. Daya cerna juga
merupakan presentasi nutrisi yang diserap dalam saluran pencernan yang hasilnya
akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrisi yang diamankan dan

Universitas Sumatera Utara

jumlah nutrisi yang di keluarkan dalam feses. Nutrisi yang tidak terdapat dalam
feses inilah yang diasumsikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap.
Kecernaan setiap bahan makanan atau ransum dipengaruhi oleh spesies
hewan,

bentuk


fisik

makanan,

temperature

lingkungan

dan

umur

hewan.Kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein didalam
ransum (Ranjhan, 1980). Ransum yang mengandung protein rendah, umumnya
menpunyai kecernan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya
kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya
protein yang masuk kedalam saluran pencernaan (Tillman et al. 1998).
Tingkat kecernaan suatu pakan menggambarkan besarnya zat–zat
makanan yang tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk proses hidup
pokok (maintenance), pertumbuhan, produksinya, maupun reproduksinya

(Ginting, 1992).
Tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik jerami jagung hanya
sekitar 30%

saja yang bisa dicerna. Namun dengan bertambahnya ilmu

pengetahuan, khususnya pakan ternak, maka nilai cerna jerami yang rendah bisa
ditingkatkan menjadi 50% (Sudarmono, 2008).
Konsumsi Pakan
Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila
pakan tersebut diberi secara ad libitum. Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh
terhadap konsumsi pakan.Ternak yang sakit, walaupun gejala penyakitnya belum
jelas, nafsu makannya turun dan cenderung malas berjalan ketempat pakan
maupun minum. Pada keadaan suhu lingkungan lebih tinggi dari yang dibutuhkan,
nafsu makan akan menurun dan konsumsi air minum meningkat. Akibatnya, otot -

Universitas Sumatera Utara

otot


daging

lambat

membesar

dan

daya

tahan

tubuh

pun

menurun

(Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).
Dalam mengkonsumsi pakan ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu

tingkat energi, keseimbangan asam amino, tingkat kehalusan pakan, aktivitas
ternak, bobot badan, kecepatan pertumbuhan dan suhu lingkungan. Tingkat
perbedaan konsumsi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor
ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan
palatabilitas). Makanan yang berkualitas baik tingkat konsumsinya lebih tinggi
dibandingkan dengan makanan yang berkualitas rendah sehingga bila kualitas
pakan

relatif

sama

maka

tingkat

konsumsinya

juga


tidak

berbeda

(Parakkasi, 1995).
Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel
meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta
kualitas bahan pakan. Parakkasi (1995), menyatakan ketersediaan zat makanan
yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk menjalankan fungsi yang normal
harus mendapatkan perhatian khusus misalnya pertambahan suplai sumber N pada
bahan makanan yang rendah proteinnya akan meningkatkan konsumsi dari bahan
pakan tersebut.
Kebutuhan Nutrisi Ternak Sapi
Kebutuhan

nutrisi

ternak

sapi


berbeda

sesuai

dengan

tujuan

pemeliharaanya. Berikut ini disajikan kebutuha nutrisi ternak sapi untuk periode
pembibitan dan penggemukan.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. Kebutuhan nutrisi pakan untuk tujuan produksi pada usaha pembibitan
dan penggemukan sapi
Uraian bahan

Periode
Pembibitan

Penggemukan

Kadar Air (%)

12

12

Bahan kerin (%)

88

88

Protein Kasar (%)

10,8

12,7

Lemak Kasar (%)

2,6

3,0

Serat Kasar (%)

19,6

18,4

Kadar Abu (%)

6,8

8,7

64,2

64,4

TDN

Sumber: Wahyono dan Hardianto (2004)

Pakan Sapi
Setiap

hewan

memenuhisyarat.

ternak

Unsur-unsur

membutuhkan
pakan

yang

unsur-unsur
dimaksud

pakan

meliputi

yang
protein,

karbohidrat, lemak, mineral, vitamin dan air. Tubuh hewan akan mampu bertahan
hidup dankesehatannya terjamin karena setiap bahan baku pakan mengandung
sejumlah energi yang dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan penambahan
bobot badan.
Apabila kebutuhan hidup pokok tidak terpenuhi dari pakan, maka
kebutuhantersebut dipenuhi dari degradasi jaringan (Tillman et al. 1998).
Kebutuhan

pakan

disesuaikan

dengan

jenis

ternak,

umur

dan

tingkatproduksi.Konsumsi bahan kering (BK) pakan ditentukan oleh ukuran
tubuh, macamransum, umur dan kondisi ternak. Menurut Tillman et al. (1998),
kebutuhan bahankering pakan yang disarankan untuk sapi pedaging adalah antara
2,5%-3,0% daribobot badan. Parakkasi (1999), menyebutkan bahwa jumlah
konsumsi BK pakandipengaruhi beberapa variabel yang meliputi palatabilitas,

Universitas Sumatera Utara

jumlah pakan yangtersedia dan komposisi kimia serta kualitas bahan
pakan.Komposisi pakan, kondisihewan dan faktor pemberian pakan dapat
mempengaruhi kecernaan pakan (McDonald et al. 2002).
Teknologi pengolahan limbah pertanian dan limbah agroindustri menjadi
pakan lengkap (Completed Feed) dengan metode prossesing yang terdiri atas: 1)
pencacahan (chopping) untuk merubah ukuran partikel dan melunakan tekstur
bahan agar ternak dapat mengkonsumsi dengan lebih efesien. 2) pengeringan
(drying) dengan panas matahari atau dengan alat pengering untuk menurunkan
kadar air bahan. 3) pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampur
(mixer) dan penggilingan dengan alat giling Hammer Mill dan terakhir 4) proses
pengemasan (Wahyono, 2000).
Pemanfaatan limbah pertanian/perkebunan dan limbah agroindustri yang
tersedia secara lokal di masing - masing wilayah, merupakan salah satu upaya
dalam mengembangkan industri pakan yang murah. Ternak yang mempunyai
potensi genetik yang tinggi akan memiliki respon yang baik terhadap pakan yang
diberikan dan memiliki efesiensi pakan yang tinggi dan adanya keragaman yang
besar dalam konsumsi bahan kering rumput disebabkan oleh beda kualitas, daya
cerna dan spesies tanaman (Davendra, 1977).
Jerami Jagung
Jerami merupakan salah satu bahan pakan ternak yang kurang bermutu.
Zat-zat yang terkandung didalamnya seperti selulosa yang sebenarnya masih bisa
dimanfaakan oleh sapi terselubung oleh dinding keras, yakni silica dan
lignin.Sehingga selulosa sulit ditembusi oleh getah pencernaan ternak sapi.
Dengan kata lain, bahan pakan berupa jerami itu sulit dierna. Nilai cernaanya

Universitas Sumatera Utara

hanya sekitar 30% saja yang bisa dicerna. Namun dengan bertambahnya ilmu
pengetahuan, khususnya pakan ternak, maka nilai cerna jerami yang rendah bisa
ditingkatkan menjadi 50% (Sudarmono, 2008).
Menurut Jamarun, (1991). Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman
jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa
dan dapat diberikan pada ternak, baik dalam bentuk segar maupunkering.
Pemnfaatan jerami jagung adalah sebagai makanan ternak ruminansia seperti
kerbau, sapi, kambing dan domba.
Tabel 2. Kandungan nilai nutrisi jerami jagung.
Nutrien (Kandungan Zat)
Bahan Kering(%)
Serat Kasar (%)
Protein Kasar (%)
Lemak Kasar(%)
TDN

Nilai
60,0b
30,5a
3,3b
1,06a
30,0b

Sumber : a). Jamarun, (1991)
b). Sumoprastowo, (1993)

Teknologi Fermentasi
Menurut Sembiring (2006), menyatakan bahwa Fermentasi makanan
adalah kondisi perlakuan dan penyimpanan produk dalam lingkungan dimana
beberapa tipe organisme dapat berkembangbiak dengan baik sekali. Proses
fermentasi makanan dapat dilakukan melalui kultur media padat, semi padat atau
media cair, sedangkan kultur terendam dilakukan dengan menggunakan media
cair dalam biorektor atau fermentor.
Teknologi fermentasi dapat meningkatkan daya cerna pakan karena dapat
memecah serat kasar jerami jagung. Secara fisik terdapat perbedaan jerami jagung
fermentasi dan non fermentasi.Jerami jagung fermentasi lebih rapuh dan memiliki
bau yang khas (lebih wangi). Perbedaan ini disebabkan jerami jagung fermentasi

Universitas Sumatera Utara

telah mengalami perombakan struktur baik secara fisik, kimia, dan biologi dari
struktur kompleks menjadi lebih sederhana, sehingga kecernaan pakan menjadi
lebih tinggi. Jerami jagung mengandung lignoselulosa dan lignohemiselulosa
yang sulit dicerna. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat leh enzim enzim
tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan
hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi
pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler
dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein
(Winarno, 1983).
Teknologi Amoniasi
Amoniasi merupakan salah satu perlakuan kimiawi dengan menggunakan
urea yang bersifat alkalis yang dapat melarutkan hemiselulosa. Perlakuan alkali
dapat mendelignifikasi dengan cara memutuskan ikatas ester antara lignin dengan
selulosa dan hemiselulosa serta pembengkakan selulosa, sehingga menurunkan
kristalinitasnya (Sumarsih, 2006).
Amoniasi juga dapat menambahkan bahan kimia berupa kaustik soda
(NaOH), sodium hidroksida (KOH), atau urea CO(NH 2 ) 2 . Proses amoniasi yang
menggunakan urea sebagai bahan kimianya digunakan karena sangat mudah
diperoleh di setiap tempat, harganya relatif murah, mudah ditangani, memiliki
kandungan nitrogen yang tinggi (45 – 48%) dan tidak beracun dibandingkan
biuret (Ernawati, 1995).
Tingkat pemberian amonia yang optimal untuk amoniasi adalah 3 – 5%
(setara dengan urea 5,3 – 8,8%) dari bahan kering. Pemberian amonia kurang dari
3% tidak berpengaruh pada kecernaan, jadi hanya berfungsi sebagai bahan

Universitas Sumatera Utara

pengawet. Pemberian amonia lebih dari 5% akan terbuang karena bahan tidak
mampu menyerap amonia. Amoniasi dengan urea dapat meningkatkan daya cerna
setelah dilakukan penyimpanan minimal 21 hari (Nining, 2011).
Selama proses pengolahan, bila digunakan dosis kira–kira 4% maka 30 –
60% dari amoniak yang digunakan terserap (berfiksasi) ke dalam jaringan hijauan
atau jerami yang akan meningkatkan kandungan protein kasar dalam hijauan yang
diolah tersebut. Adanya fiksasi nitrogen ini karena sebagian dari amoniak diserap
oleh bagian lembab dari hijauan. Amoniak yang terserap tersebut akan berkaitan
dengan gugusan asetil dari hijauan kemudian membentuk garam amonium asetat
ini mengandung nitrogen (inti protein NH 2 ) yang dapat langsung dipakai
mikroorganisme rumen (Komar, 1984).
Setelah selesai proses amoniasi, jerami jangan langsung diberikan pada
ternak namun dibiarkan terlebih dahulu selama 2 hari untuk menhilangkan bau
amoniak yang menusuk hidung sehingga tidak mengurangi tingkat palatabilitas
dari jerami tersebut (Komar, 1984).
Urea yang diberikan pada ransum ternak ruminansia di dalam rumen akan
dipecah oleh enzim urease menjadi amonium, dimana amonium bersama
mikroorganisme akan membentuk protein mikroba dengan bantuan energi.
Apabila urea berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan di
absorbsi oleh dinding rumen, kemudian dibawa oleh aliran darah ke hati dan di
dalam hati dibentuk kembali amonium yang akhirnya di sekresikan melalui urine
dan feses (Ernawati, 1995).

Universitas Sumatera Utara

Teknologi Silase
Silase adalah pakan produk fermentasi hijauan, hasil samping pertanian
dan agroindustri dengan kadar air tinggi yang diawetkan dengan menggunakan
asam, baik yang sengaja ditambahkan maupun secara alami dihasilkan bahan
selama masa penyimpanan dalam kondisi anaerob dan kondisi ini tetap
dipertahankan sebab udara adalah musuh besar silase. Tujuan utama pembuatan
silase adalah untuk mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu
hijauan untuk dimanfaatkan pada masa mendatang. Ada tiga hal penting agar
diperoleh

kondisi

tersebut

yaitu

menghilangkan

udara

dengan

cepat,

menghasilkan asam laktat yang membantu menurunkan pH, mencegah masuknya
oksigen ke dalam silo dan menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan
dan pembuatannya tidak tergantung dengan musim (Coblentz, 2003)
Ada 2 cara pembuatan silase yaitu secara kimia dan biologis. Cara kimia
dilakukan dengan penambahan asam sebagai pengawet seperti asam format, asam
propionate, asam klorida dan asam sulfat. Penambahan tersebut dibutuhkan agar
pH silase dapat turun dengan segera (sekitar 4,2), sehingga keadaan ini akan
menghambat proses respirasi, proteolisis dan mencegah aktifnya bakteri
Clostridia, Sedangkan secara biologis dengan cara memfermentasi bahan
sampaiterbentuk asam sehingga menurukan pH silase. Asam yang terbentuk
selama proses tersebut antara lain adalah asam laktat, asam asetat dan asam butirat
serta beberapa senyawa lain adalah etanol, karbondioksida, gas metan, karbon
monoksida, nitrit dan panas (McDonald et al. 1991; Woolford, 1984).
Di dalam silo tersebut akan terjadi beberapa tahap proses anaerob (proses
tanpa udara/oksigen), yaitu bakteri asam laktat yang akan mengkonsumsi zat gula

Universitas Sumatera Utara

yang terdapat pada bahan baku, sehingga terjadilah proses fermentasi. Silase yang
terbentuk karena proses fermentasi ini dapat di simpan untuk jangka waktu yang
lama tanpa banyak mengurangi kandungan nutrisi dari bahan bakunya
(Kartasudjana, 2001).
Biasanya fermentasi yang terjadi di dalam silo (tempat pembuatan silase),
sangat tidak terkontrol prosesnya, akibatnya kandungan nutrisipada bahan yang
diawetkan menjadi berkurang jumlahnya.Maka untuk memperbaiki berkurangnya
nutrisi tersebut, beberapa jenis zat tambahan (aditif) harus digunakan agar
kandungan nutrisi silase tidak berkurang secara drastis, bahkan dapat
meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi ternak yang memakannya.
Pembuatan silase dapat juga menggunakan bahan tambahan, yang kegunaannya
tergantung dari bahan tambahan yang akan dipergunakan. Adapun penggunaan
bahan tambahan sangat tergantung dari kebutuhan hasil yang ingin dicapai, salah
satu yang sering ditambahkan adalah molases ataupun tepung jagung
(Prihatman, 2000).
Prinsip dasar dari pengawetan dengan cara silase (Prihatman, 2000) adalah
sebagai berikut:
1. Respirasi
Sebelum sel–sel di dalam tumbuhan mati atau tidak mendapatkan oksigen,
maka mereka melakukan respirasi untuk membentuk energy yang dibutuhkan
dalam aktivitas normalnya.Respirasi ini bermanfaat untuk menghabiskan oksigen
yang terkandung beberapa saat setelah bahan di masukkan ke dalam silo. Namun
respirasi ini mengkonsumsi karbohidrat dan menimbulkan panas, sehingga

Universitas Sumatera Utara

waktunya harus dibatasi dengan cara pengurangan kadar oksigen yang berada di
dalam bahan baku silase.
2. Fermentasi
Setelah kadar oksigen habis, maka proses fermentasi dimulai. Awal
fermentasi ditandai dengan menurunnya kadar pH di dalam bahan baku silase,
sampai dengan kadar pH yang pada kadar tersebut tidak ada lagi organisme dapat
hidup dan melakukan metabolism di dalam silo. Penurunan kadar pH ini karena
adanya kandungan asam laktat yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL),
salah satunya dari jenis Lactobacillus.
Saat pertama kali hijauan dipanen, pada seluruh permukaan hijauan
tersebut terdapat organism aerob, atau sering disebut sebagai bakteri aerobik,
yaitu bakteri yang membutuhkan udara/oksigen, sehingga pada saat pertama
sekali hijauan sebagai bahan pembuatan silase dimasukkan ke dalam silo, bakteri
tersebut akan mengkonsumsi udara/oksigen yang terperangkap di dalam ruang
silo tersebut.
Lactobacillus sebagai bakteri penghasil asam laktat akan tumbuh dan
berkembang dengan cepat sampai bahan baku terfermentasi semua. Bakteri ini
akan mengkonsumsi karbohidrat untuk kebutuhan energinya dan menghasilkan
asam laktat. Bakteri ini akan terus memproduksi asam laktat dan menurunkan
kadar pH di dalam bahan baku silase. Sampai pada kondisi kadar pH yang rendah
dan tidak lagi memungkinkan bakteri ini beraktivitas, sehingga kondisi di dalam
silo berada pada keadaan stagnan atau tidak ada lagi perubahan yang terjadi dan
bahan baku silase akan awet sampai digunakan untuk ternak. Keadaan inilah yang
disebut keadaan terfermentasi. Pada keadaan ini maka silase dapat disimpan

Universitas Sumatera Utara

bertahun–tahun selama tidak ada oksigen yang masuk/bersentuhan dengan bahan
pakan di dalam silo. Pencapaian final kadar pH tergantung dari jenis bahan baku
yang diawetkan dan juga kondisi saat dimasukan ke dalam silo. Hijauan pada
umumnya akan mencapai kadar pH 4,5 dan untuk tanaman jagung dapat mencapai
pH 4,0. Kadar pH saja tidaklah merupakan indikasi dari baik buruknya proses
fermentasi ini.
Fase yang terakhir adala pengangkatan silase dari tempatnya (silo). Proses
pengangkatan ini sangatlah penting namun biasanya tidak pernah diperhatikan
oleh para peternak yang kurang berpengalaman. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa lebih dari 50% silase mengalami kerusakan atau pembusukan yang
disebabkan oleh bakteri aerobik saat dikeluarkan dari silo. Kerusakan terjadi
hamper diseluruh permukaan silase yang terekspos oksigen, saat berada pada
tempat penyimpanan atau pada tempat pakan ternak setelah dikeluarkan dari silo.
Kecermatan, kerapihan dan kecepatan penangan silase setelah dikeluarkan dari
silo yang kedap udara sangatlah perlu agar tidak terjadi pembusukan.
Di Negara maju seperti Amerika, jagung merupakan bahan utama
pembuatan silase.Selain mudah pembuatannya juga tidak membutuhkan bahan
pengawet.Selain itu, silase ini sangat disukai ternak dan dapat diberikan ke ternak
tanpa banyak yang terbuang. Ada empat macam silase jagung yang dikenal saat
ini yaitu : (1) silase tanaman jagung ( the whole corn plant); (2) silase jagung
muda (ear corn silage); (3) silase batang jagung (corn stover silage); (4) silase
kulit jagung (shelled corn silage). Karena batang jagung berbeda dengan hijauan
yang berbatang kecil, umumnya sulit dikeringkan, maka pengawetannya
dilakukan dalam bentuk silase (Pasaribu et al. 1995).

Universitas Sumatera Utara

Probiotik Starbio
Starbio merupakan hasil teknologi tinggi yang berisi koloni mikroba
rumen sapi yang diisolasi dari alam untuk membantu penguraian struktur jaringan
pakan yang sulit terurai. Menurut Syamsu (2006), dalam koloni tersebut terdapat
mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Cellulomonas
clostridium thermocellulosa (pencerna lemak), Agaricus dan Coprinus (pencerna
lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum trasiliensis (pencerna protein).Starbio
adalah feed suplemen yang berfungsi membantu meningkatkan daya cerna pakan
dalam lambung ternak. Starbio ini terdiri dari koloni mikroba (bakteri fakultatif)
yang berasal dari lambung ternak ruminansia dan dikemas dalam campuran tanah
dan akar rumput serta daun-daun yang telah membusuk. Penggunaan starbio pada
pakan ternak akan menimbulkan karbohidrat, protein dan lemak yang undigested
pada feses akan lebih kecil sehingga lebihbanyak energi yang dibebaskan dan
dikonversi ke produksi serta sedikit energi yang hilang dalam bentuk gas methane
(Lembah Hijau Multifarm,1999).
Penggunaan Starbio pada pakan mengakibatkan bakteri yang ada pada
Starbio akan membantu memecahkan struktur jaringan yang sulit terurai sehingga
lebih banyak zat nutrisi yang dapat diserap dan ditransformasikan ke produk
ternak. Selain itu, produktivitas ternak akan meningkat, bahkan lebih banyak zat
nutrisi yang dapat diuraikan dan diserap (Samadi, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Kandungan nilai nutrisi starbio (%)
Zat nutrisi
Air
Protein

Kandungan (%)
9,71
10,42

Lemak kasar

0,11

Serat kasar

8,37

Abu

51,54

Sumber : CV. Lembah Hijau Multifarm Indonesia (2008)

Probiotik Starbio memiliki fungsi utama antara lain: menurunkan biaya
pakan, membantu penyerapan pakan lebih banyak sehingga pertumbuhan ternak
lebih cepat dan produksi dapat meningkat. (Feed Conversion Ratio / FCR) akan
menurun sehingga biaya pakan lebih murah. Mengurangi bau kotoran ternak,
pakan yang dicampur Starbio akan meningkatkan kecernaan sehingga kotoran
ternak (feses) lebih kering, kandungan ammonia dalam kotoran ternak akan
menurun sampai 50%, sehingga daya tahan tubuh ternak akan meningkat dan
kondisi ternak akan lebih segar, karena kontaminasi lalat lebih sedikit. Peternak
dan lingkungannya akan lebih nyaman, tidak terganggu dengan kotoran ternak
(Lembah Hijau Multifarm Indonesia, 2008).
Urea
Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasikan
dalam sistem pencernaan ruminansia. Urea bila diberikan kepada ruminansia akan
melengkapi sebagian dari protein hewan yang dibutuhkan, karena urea tersebut
disintesa menjadi protein oleh mikroorganisme dalam rumen. Untuk hal tersebut
diperlukan sumber energi seperti jagung atau molases (Anggorodi, 1979).
Parakkasi (1995), menyatakan bahwa disamping dapat menguntungkan,
urea dapat pula merugikan karena dapat menyebabkan keracunan (minimal tidak

Universitas Sumatera Utara

bermanfaat) bila penggunaannya tidak sesuai.Apabila berlebihan atau tidak
dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorpsi oleh dinding rumen,
kemudian dibawa aliran darah ke hati dibentuk kembali ammonium yang
kemudian disekresikan melalui urin dan feses.
Molases
Molases dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan
molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (46 - 60% sebagai
gula), kadar mineral cukup disukai ternak. Molases atau tetes tebu juga
mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak
seperti kobalt, boron, iodium, tembaga, mangan dan seng. Sedangkan
kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare bila
dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al. 1985). Kandungan nilai gizi molases
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Kandungan nilai gizi molases
Kandungan zat

Kadar zat (%)

Bahan kering

67,50

Protein kasar

3,00 – 4,00

Lemak kasar

0,08

Serat kasar

0,38

TDN

81,00

Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Jurusan Peternakan FP-USU, Medan (2005).

Universitas Sumatera Utara