Analisis Tindak Kekerasan Pada Perilaku Kolektif Dalam Gerakan Sosial Mahasiswa

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Gerakan sosial adalah tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan
sekelompok masyarakat yang disertai program terencana dan ditujukan pada
suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan polapola dan lembaga masyarakat yang ada. Dalam sosiologi, gerakan tersebut
di atas diklarifikasikan sebagai suatu bentuk perilaku kolektif tertentu yang
diberi nama gerakan sosial.
Menurut Alan Touraine - sosiolog Prancis, gerakan sosial merupakan
perilaku/tindakan kolektif yang terorganisir dari aktor berbasiskan kelas
yang berjuang melawan kelas yang menjadi lawan (musuh) dalam untuk
mengambil kontrol sosial 1. Mahasiswa mewujudkan suatu gerakan sosial
yang berfungsi sebagai kontrol sosial dalam bentuk demonstrasi. Gerakan
sosial yang berfungsi sebagai kontrol sosial ini dilakukan secara historis
dalam sebuah komunitas yang konkret. Historisitas yang dimaksud Touraine
adalah keseluruhan sistem pemaknaan (system of meaning) yang
menciptakan

aturan-aturan


dominan atau

kebijakan-kebijakan

yang

cenderung tidak berpihak pada rakyat dalam sebuah masyarakat yang sudah
terbentuk.
Touraine berpendapat, yang memegang peranan paling penting
dalam perlawanan dan perjuangan kelas ini adalah mahasiswa karena
1

Scott, John. 2012. Teori Sosial Masalah-masalah Pokok Dalam Sosiologi. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar (hal 328).

Universitas Sumatera Utara

mahasiswa-lah yang paling terpapar kekuasaan teknokratis, selama
pendidikan mereka dan juga ketika masuk ke pasar kerja. Touraine juga
melihat unsur utama dari pergerakan mahasiswa adalah bahwa mahasiswa

berbicara berdasarkan pengetahuan untuk melawan aparat yang berusaha
untuk menundukkan pengetahuan pada kepentingan mereka sendiri, dan
mereka menyekutukan diri terhadap mereka yang dipaksa untuk menyingkir
oleh perangkat pusat dan tunduk pada kekuasaannya 2
Hari-hari masayarakat Kota Medan terus diakrabkan dengan aksi
demonstrasi mahasiswa terkait dengan kebijakan-kebijakan pemerintah
yang tidak pro-rakyat. Namun yang membuat miris adalah, masyarakat
sendiri tidak lagi simpati terhadap demonstrasi yang dilakukan mahasiswa.
Hal ini dikarenakan aksi demonstrasi mahasiswa yang terlampau sering
berujung dengan kekerasan. Sehingga masyarakat menjadi antipati dan
waspada ketika demonstrasi berlangsung. Kekerasan yang sering terjadi
adalah tindak perusakan fasilitas dan sarana publik seperti perusakan lampu
lalu lintas, perubuhan plang-plang iklan, dan kemacetan. Kemacetan,
walaupun tidak bisa dikategorikan sebagai tindakan kekerasan, namun
merupakan imbas dari demonstrasi yang dilakukan mahasiswa dan ini kerap
terjadi ketika mahasiswa melakukan demonstrasi. Hal ini tentu sangat
disayangkan, mengingat bahwa mahasiswa yang seharusnya bisa bersikap
lebih elegan karena status pendidikannya yang tinggi, justru malah
bertindak dengan kekerasan.


2

Ibid

Universitas Sumatera Utara

Mahasiswa sering dikatakan sebagai insan akademis

harus

memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap masalah-masalah
yang terjadi di sekitarnya saat ini. Kepekaan dan kekritisan terhadap suatu
masalah akan timbul bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu
mencari pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu
tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah
yang terjadi dan terlebih lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk
menyelesaikannya 3.
Insan akademis memiliki kewajiban harus selalu mengembangkan
dirinya sehingga mereka bisa menjadi generasi yang tanggap dan mampu
menghadapi tantangan masa depan. Dalam hal insan akademis sebagai orang

yang selalu mengikuti watak ilmu, ini juga berhubungan dengan peran
mahasiswa sebagai penjaga nilai, dimana mahasiswa harus mencari nilainilai kebenaran itu sendiri, kemudian meneruskannya kepada masyarakat,
dan yang terpenting adalah menjaga nilai kebenaran tersebut. Berpulang dari
hakikat mahasiswa sebagai insan akademis dan penjaga nilai, dalam sejarah
perkembangan negara Indonesia pun, mahasiswa dan para pemuda
memegang peranan besar. Pemuda memiliki posisi mitologis sebagai
kekuatan yang selalu tampil menyuarakan dan memperjuangkan nilai-nilai
kebenaran dan menentang segala bentuk ketidakadilan zamannya.
Dalam perjalanan sejarah sejak pembentukan bangsa modern sampai
di era reformasi, pemuda (mahasiswa) terbukti selalu memberikan kontribusi

3

Ibid

Universitas Sumatera Utara

yang sangat besar bagi bangsa dan rakyat Indonesia 4. Masyarakat Indonesia
memandang mahasiswa sebagai aktor perubahan dalam perkembangan
negara Indonesia. Terdapat beberapa periodesasi gerakan mahasiswa di

Indonesia, dimulai dari pra-kemerdekaan sampai pasca-kemerdekaan yang
menjadi sorotan5.
Pada masa pra-kemerdekaan, berdirinya organisasi kepemudaan
Budi Utomo yang pertama kali dibentuk di Indonesia tahun 1908 sebagai
organisasi kepemudaan. Sejak lahirnya Budi Utomo ini, bermunculan
organisasi dan perkumpulan pemuda dan pelajar lain yang semakin
mendorong pehun 1928 dideklarasikan Sumpah Pemuda yang digagas oleh
pemuda-pemuda Indonesia yang berasal dari Jong Java, Jong Soematranen
Bond, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Islamieten
Bond, Pemoeda Indonesia, Pemoeda Kaoem Betawi, dan berbagai organisasi
kepemudaan lain. Pergerakan pemuda terus berkembang hingga pada tahun
1945, para pemuda waktu itu antara lain Adam Malik, Chairul Saleh,
Sukarni menculik Soekarno-Hatta dan berhasil mendesak mereka untuk
segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanpa menunda waktu
lagi. Keberhasilan dari usaha ini lalu menjadi contoh kongkrit yang positif
dari Angkatan ’45 sebagai tindakan berani, cepat dan tepat 6.
Setelah kemerdekaan, ketika Indonesia masih berumur sekitar 20
tahun, Indonesia digemparkan dengan tindakan komunisme di Indonesia.
Pemuda kembali melakukan gerakan untuk melawan tindakan komunisme.
4


Prasentyoko, A. Indriyo, Wahyu dkk. 2001. Gerakan Mahasiswa dan Demokrasi Di Indonesia.
Bidang Kebijakan Publik BEM Unair. Gerakan Mahasiswa Dari Masa Ke Masa. 2012. Surabaya
6
Ridwan Saidi. 1989. Mahasiswa dan Lingkaran Politik. Jakarta : Lembaga Pers Mahasiswa
Mafussy Indonesia (hal 74).
5

Universitas Sumatera Utara

Gerakan ini dipelopori oleh para mahasiswa. Gerakan mahasiswa tahun ’65
dan ’66 berhasil membangun kepercayaan rakyat untuk mendukung
mahasiswa menentang komunisme yang ditunggangi PKI. Dengan
membentuk suatu Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang
direstui oleh Menteri PTIP Syarief Thayeb pada tanggal 25 Oktober 1965,
yang merupakan wadah yang menampung seluruh mahasiswa dari berbagai
latar belakang dan organisasinya untuk berdemonstrasi memerangi
komunisme dan berhasil menggulingkan Soekarno dari tahta kepresidenan.
KAMI melakukan gerakan demonstrasi yang mengajukan tiga tuntutan
kepada pemerintah yang disebut dengan Tritura (Tiga Tuntutan Rakyat),

yaitu :
1. Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya
2. Perombakan kabinet Dwikora
3. Turunkan harga sandang-pangan
KAMI muncul karena kebutuhan bersama untuk menghadapi musuh
bersama dan mencapai tujuan bersama. KAMI merupakan organisasi darurat
karena efektif KAMI hanya berjalan sekitar 4 bulan 7. Kesatuan gerak massa
mahasiswa melalui KAMI ini telah menggugah gerakan-gerakan kelompokkelompok lainnya dalam masyarakat, diantaranya kesatuan aksi di kalangan
pemuda dan pelajar (KAPPI), pelajar (KAPI), wanita (KAWI), sarjana
(KASI), pengusaha nasional (KAPNI), tani (KATI), buruh (KABI) 8.
Setelah Orde Lama berhasil dijatuhkan, mahasiswa juga ikut terlibat
melakukan demonstrasi dalam aksi protes terhadap pemerintahan Orde Baru
7

http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/1426/Kesatuan-Aksi (diakses 20 November
2013, 17.36 WIB).
8
Ibid

Universitas Sumatera Utara


yang dipimpin Soeharto hingga berujung pada kejatuhannya. Ditandai
dengan peristiwa Tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang
mahasiswa,

Soeharto

yang

telah

membuat

kemarahan

masyarakat

berakumulasi selama puluhan tahun dan dipicu oleh krisis finansial Asia
yang berimbas juga pada ekonomi Indonesia sehingga melambungkan
harga-harga kebutuhan pokok, akhirnya Soeharto mundur pada tanggal 21

Mei 1998. Setelah itu masih ada serangkaian demonstrasi yang dilakukan
mahasiswa dan masyarakat untuk menolak pemerintahan transisi yang
dianggap masih dari antek-antek Soeharto, yang kemudian demonstrasi itu
disebut dengan Peristiwa Semanggi I dan II yang menewaskan puluhan
orang dan ratusan korban luka-luka. Dan kesemua korban pada saat itu
dipastikan cedera akibat senjata militer yang pada saat itu sangat
mendominasi, apalagi setelah DPR mendesak pemerintah transisi untuk
mengesahkan RUU PKB (Penanggulangan Keadaan Bahaya) yang
cenderung akan membebaskan militer untuk meredam demonstrandemonstran yang dianggap sebagai pemberontak terhadap pemerintah.
Terlepas apakah kerusuhan pada demonstrasi mahasiswa memang disetting untuk chaos atau tanpa sengaja terprovokasi oleh oknum-oknum
tertentu, aksi gerakan yang dilakukan mahasiswa hampir semua berujung
pada tindakan kekerasan dan antara mahasiswa, rakyat dan militer yang
identik sebagai alat penguasa. Tindakan kekerasan pada saat demonstrasi tak
dipungkiri banyak berjatuhan korban, baik itu secara fisik ataupun
psikologis, hanya luka bahkan korban tewas. Korban tewas yang paling
terekspose sepanjang sejarah demonstrasi mahasiswa adalah Arif Rahman

Universitas Sumatera Utara

Hakim, mahasiswa UI yang terkena tembakan peluru tajam militer saat

demonstrasi Tritura tahun 1966. Lalu hal yang sama terjadi pada empat
mahasiswa Tri Sakti yang juga tewas terkena senjata militer di tahun 1998
yang dikenal sebagai peristiwa Tragedi Tri Sakti. Demonstran-demonstran
yang gugur tersebut berhasil memantik gelora mahasiswa dan amarah rakyat
untuk semakin menggencarkan protes terhadap kesewenangan pemerintah 9.
Selain itu kerugian-kerugian materi seperti kerusakan sarana dan prasarana
juga terjadi pada gerakan mahasiswa.
Pada era kepemimpinan SBY aksi demonstrasi mahasiswa kembali
muncul ke permukaan. Beberapa demonstrasi mahasiswa terjadi beberapa
kali berakhir kepada tindakan anarkistis dan perusakan sejumlah sarana. Di
masa pemerintahan SBY ini, isu yang mendorong gerakan mahasiswa
kembali bergejolak dan diwarnai kekerasan adalah kenaikan harga BBM. Di
Kota Medan, demonstrasi mahasiswa menolak kenaikan harga BBM terjadi
pada rentang waktu 2012 s/d 2013.
Pada 2012 lalu, Aksi demonstrasi menolak kenaikan BBM yang
dilakukan di Bandara Polonia Medan pada 26 Maret 2012 boleh jadi
dikatakan sebagai salah satu aksi menolak kenaikan harga BBM yang
berpengaruh di Indonesia. Aksi demonstrasi yang diikuti oleh ribuan massa
aksi itu menyebabkan kelumpuhan lalu lintas jalan raya Kota Medan dan
lalu lintas udara. Beberapa penerbangan terpaksa ditunda keberangkatan dan

kedatangannya guna mengantisipasi kerusuhan demonstrasi. Bentrok antara
aparat dan demonstran pun tak terelakkan. Puluhan aparat dan massa aksi
9

http://nasional.sindonews.com/read/2013/05/14/15/748499/tragedi-trisakti-sulut-apireformasi-1998

Universitas Sumatera Utara

mengalami luka-luka akibat bentrok tersebut. Walau demikian, aksi ini
merupakan pemantik untuk aksi-aksi di Indonesia.
Dikatakan sebagai pemantik, para demonstran kota Medan membuat
gebrakan dengan terblokirnya Bandara Internasional Polonia yang
merupakan akses masuk wilayah Sumatera Utara sekaligus merupakan pintu
gerbang Indonesia regional Sumatera. Strategi aksi ini pun kemudian diikuti
oleh beberapa demonstran di beberapa daerah di Indonesia. Demonstran di
daerah lain ikut memblokir sejumlah sarana transportasi seperti Stasiun
Kereta Purwokerto dan stasiun Gambir di Jakarta, lalu Bandara Ternate,
Riau, Yogyakarta, dan beberapa daerah lainnya. Aksi demonstrasi yang
dilakukan di berbagai daerah dengan masiv dan intens, boleh dikatakan
cukup memepengaruhi kebijakan pemerintah. Terbukti beberapa hari setelah
hampir setiap hari terjadi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM, pada
tanggal 30 Maret 2012, Rapat Paripurna DPR RI memutuskan untuk
menunda kenaikan harga BBM sampai enam bulan ke depan.
Lalu di tahun 2013, dengan mencuatnya kembali isu kenaikan harga
BBM, demonstrasi pun kembali terjadi. Demonstrasi di Kota Medan yang
cukup banyak mengakibatkan korban luka dan kerusakan sarana terjadi di
JL. Perintis Kemerdekaan (Simpang Nommensen) dan JL. Jamin Ginting
(Simpang USU). Dalam demonstrasi ini restoran cepat saji KFC yang
terletak tepat di seberang Kampus Nommensen menjadi sasaran perusakan.
Peristiwa ini terkesan salah sasaran karena banyak pihak dari masyarakat
yang tidak tau apa-apa dan kebetulan sedang bersantap didalamnya justru
menjadi korban dari anarkisnya aksi demonstrasi mahasiswa. Selain itu,

Universitas Sumatera Utara

lampu-lamu lalu lintas, pot-pot bunga kota juga menjadi sasaran amuk
mahasiswa. Masyarakat akhirnya cenderung bersikap tidak simpatik
terhadap gerakan mahasiswa dengan memberi label kepada mahasiswa
sebagai ‘tukang rusuh’. Sementara, isu-isu yang diperjuangkan jelas
merupakan kepentingan rakyat. Aksi demonstrasi mahasiswa dianggap
hanya sebagai huru-hara belaka.
Tindakan kekerasan seolah-olah erat kaitannya dengan demonstrasi
mahasiswa. Akibatnya mahasiswa yang seharusnya menjadi penyalur
aspirasi rakyat, justru menjadi olok-olokan masyarakat dan kehilangan
marwahnya sebagai agent of change. Terlebih demonstrasi atau gerakan
mahasiswa yang dilakukan tidak intens dan hanya bersifat momentum
sehingga sasaran ataupun targetan tuntutan demonstrasi tidak tercapai.
Pertanyaan besar yang muncul bagi kita semua, bagaimana bisa
mahasiswa yang dikatakan sebagai kaum intelektual dan terpelajar sanggup
melakukan tindakan destruktif dalam berdemonstrasi? Kemana menguapnya
etika, rasionalitas dan budi luhur mahasiswa saat menyampaikan aspirasi
rakyat? Apakah mutlak ini kesalahan mahasiswa atau ada yang sengaja
mendalangi? Lalu bagaimana pula kondisi dan iklim kampus tempat
mahasiswa menimba ilmu selama ini? Bicara mahasiswa, tentu bicara
kampus. Bisa saja kebijakan kampus yang terlalu otoriter malah membuat
mahasiswa terkekang dan mengekspresikan pemikiran-pemikirannya dalam
bentuk kekerasan saat berdemonstrasi.

Asumsi sebagian masyarakat,

kondisi ini tercapai karena sistem demokrasi yang terlalu bebas, sementara
di sisi lain sebagai kaum intelektual mahasiswa harusnya mampu

Universitas Sumatera Utara

mengendalikan emosinya dan tidak terpancing dengan settingan yang
sengaja dibentuk oleh oknum lain. Dan seharusnya mahasiswa memiliki
strategi jitu dalam berdemonstrasi ketika demokrasi dibatasi (seperti Orde
Baru) atau saat cara berekspresi sudah bebas seperti sekarang.
Bakunin berpendapat demonstrasi merupakan salah satu bentuk dari
tindakan kolektif. Tindakan kolektif yang kreatif menjadi mungkin hanya
ketika mereka dibebaskan dari tradisi membangun kemampuan untuk
melakukan refleksi kritis 10. Tindakan kolektif yang kreatif inilah yang
menjadi faktor kunci dalam perubahan sosial. Georges Sorel menekankan
bahwa pergerakan atau demonstrasi sebagai sebuah ciri integral dari
tindakan bebas dan melihat tindakan dari gerakan sosial radikal dan partaipartai politik sebagai tindakan yang spontan dan bebas. Strategi revolusioner
mereka melibatkan tindakan yang sadar dan disengaja dari keinginan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang didefenisikan dalam ‘mitos-mitos’ politik yang
mengorganisir permintaan politik mereka 11.
Pada dasarnya demonstrasi tidak hanya semata aksi kritik atau
tuntutan kepada pemerintah. Namun demonstrasi seyogyanya juga harus
bisa diterima masyarakat sehingga masyarakat bisa mendukung aksi
demonstrasi tersebut. Maka aksi demonstrasi tidak selalu harus berujung
bentrok (dengan aparat, terlepas aparat yang memancing atau bukan) atau
anarkis. Ada berbagai macam cara demonstrasi yang bisa dilakukan tanpa
menimbulkan aksi anarkis contohnya seperti aksi teatrikal.

10
11

Scott, John. 2012. Teori Sosial Masalah-masalah Pokok Dalam Sosiologi.
Ibid

Universitas Sumatera Utara

Boni Hargens,

pengamat

sosial

dari

Universitas

Indonesia

mengatakan bahwa demonstrasi berbeda dengan pawai yang penuh dengan
kesopanan dan santun serta rapi. Aksi demo, menurut pakar tersebut,
memang dipersiapkan untuk menyuguhkan aksi agar mendapat perhatian
dari yang menjadi objek demo 12. Artinya apabila sasaran atau objek demo
bereaksi, maka berhasillah demonstrasi tersebut. Kritik yang disampaikan
rakyat menunjukkan tingkat kegeraman masyarakat yang sudah memuncak
dan berakumulasi 13.
Pada saat ini, gerakan mahasiswa berada pada satu titik dimana
mengalami hilangnya eksisitensi dimata masyarakat. Pergerakan dengan
ekskalasi yang luas pada masa lalu, justru menimbulkan kecenderungan
untuk terus menurun. Dilihat dari dampak yang dihasilkan, keberadaan
gerakan mahasiswa dapat dikatakan kehilangan eksisitensinya. Hal inilah
yang menarik untuk diteliti.

1.2. Rumusan Masalah
Berpulang dari kondisi ini, ada beberapa soal yang menjadi perhatian
penulis dalam meneliti permasalahan ini, yaitu :
1. Mengapa tindak kekerasan dapat terjadi pada waktu kegiatan
demonstrasi yang dilakukan mahasiswa?
2. Bagaimana

bentuk

tindak

kekerasan

yang

terjadi

pada

demonstrasi mahasiswa?
3. Faktor apa yang menjadi penyebab tindak kekerasan yang terjadi?
12
13

http://roedijambi.wordpress.com/2010/02/04/pro-kontra-aksi-demonstrasi/
Setyaji, Ahmad. 2010. Mereka Menuduh Saya

Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya
tindak kekerasan yang dilakukan mahasiswa setiap demonstrasi. Selain itu
diharapkan juga penelitian ini dapat menjawab kebutuhan masyarakat akan
demonstrasi yang benar-benar dinantikan oleh mereka.

1.4. Manfaat Penelitian
Sebuah pekerjaan yang tak bermanfaat merupakan hal yang mubazir.
Maka peneliti memilih “Analisis Tindak Kekerasan Pada Perilak Kolektif
Dalam Gerakan Sosial Mahasiswa” sebagai judul penelitian karena dirasa
penelitian ini akan bermanfaat bagi para mahasiswa yang hakikatnya
merupakan

agent

of

change

untuk

menyalurkan

aspirasi

dan

memperjuangkan hak-hak rakyat. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi
media antara mahasiswa dan masyarakat agar demonstrasi yang dilakukan
mahasiswa sesuai dengan yang diinginkan rakyat dan juga tepat sasaran.
Dan sesuai dengan Tri Darma Perguruan Tinggi yang berisi
Pendidikan,Penelitian dan Pengabdian. Penelitian ini dapat dianggap sebagai
salah satu bentuk pengabdian, Penelitian ini harapannya akan menjadi
sumbangan pemikiran peneliti untuk memperkaya khasanah pendidikan
Indonesia.

1.5. Defenisi Konsep

Universitas Sumatera Utara



Demonstrasi merupakan suatu gerakan atau aksi menyuarakan
pendapat yang bersifat protes atau kritik terhadap suatu hal atau
oknum.



Mahasiswa

ialah

aktor

intelektual

yang

biasa

melakukan

demonstrasi. Merupakan pemuda dan pemudi yang diharapkan bisa
mewakilkan rakyat dalam menyuarakan pendapat.


Kekerasan adalah tindakan yang menyebabkan seseorang atau
sesuatu hal cedera dan rusak baik itu secara fisik maupun moral,
secara materi maupun immateri.



Demokrasi,

secara

ringkas

merupakan

kesamarataan dalam

kebebasan berpendapat dan pengambilan keputusan.


Rakyat sejatinya merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
negara menurut konsep demokrasi. Rakyat memberi mandat kepada
calon

pemerintah,

lantas

pemerintah

yang

dipilih

rakyat

memfasilitasi segala kebutuhan rakyat.

Universitas Sumatera Utara