Hubungan Universal-Diverse Orientation dengan Psychological Capital

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berkembangnya zaman, ilmu, pengetahuan, dan teknologi serta adanya
pengaruh globalisasi menjadikan persaingan dunia semakin sengit. Setiap
negara berlomba-lomba menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada
dengan banyak cara. Bagi negara-negara yang tergabung dalam anggota
ASEAN, salah satu fenomena yang mereka rasakan terkait hal ini ialah adanya
kesepakatan dan realisasi AFTA (ASEAN Free Trade Area) dan MEA
(Masyarakat Ekonomi ASEAN) yang mulai dilaksanakan secara bertahap
sejak tahun 2015 untuk meningkatkan daya saing dan stabilitas perekonomian
di kawasan regional ASEAN (ASEAN Free Trade Aea (AFTA); Suroso,
2015).
Akibat hal tersebut, muncullah tuntutan implisit terhadap masyarakat
di negara-negara ASEAN, salah satunya Indonesia, untuk dapat meningkatkan
sumber daya manusia yang mereka miliki agar mampu bersaing dengan orangorang dari negara lain (Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA); AFTA 2015,
Berkah atau Bencana?, 2015). Untuk itu perlu bagi Indonesia untuk

membenahi dan mempersiapkan rakyatnya, salah satunya dari segi pendidikan
dengan mempersiapkan calon penerus bangsa, agar mampu bersaing di dunia
luar baik di masa sekarang maupun di masa-masa yang akan datang (Pengurus
Komisariat Management Telkom, 2015).

Universitas Sumatera Utara

2

Calon-calon penerus bangsa ini dianggap penting karena mereka
adalah generasi yang akan terus menjalankan bahkan memajukan negara, yang
terdiri dari siswa dan mahasiswa. Mahasiswa menjadi salah satu agen utama
yang dapat meningkatkan daya saing serta pembangunan bangsa dikarenakan
mereka sering berpikir kritis dan tidak jarang melakukan pergerakan, sebagai
contoh dengan menginformasikan kepada pemerintah tentang hal-hal yang
dirasa tidak sesuai untuk bangsa ini guna menyuarakan suatu hal yang dapat
membantu pengembangan atau pembenahan bangsa, dan masih banyak bukti
lain dari peran mahasiswa dalam pembenahan dan pembangunan bangsa ini
(Guna, 2011). Bukti lain bahwa mahasiswa memiliki peran yang sangat besar
bagi bangsa dapat dilihat dari reformasi beberapa negara yang dilakukan oleh

mahasiswa, misalnya Soeharto di Indonesia pada tahun 1998, Ferdinand
Marcos di Filipina pada tahun 1985, Juan Peron di Argentina pada tahun 1955,
dan masih banyak lagi (Hidayat, 2011). Selain karena perannya yang telah
terbukti untuk pembenahan bangsa, alasan lain mahasiswa penting untuk
diperlengkapi oleh suatu negara ialah karena mahasiswa ini merupakan caloncalon pekerja yang mana setelah selesai mengenyam pendidikannya di
perguruan tinggi, mahasiswa akan langsung masuk ke dunia kerja yang
kondisi

persaingannya

semakin ketat seperti

yang telah dijelaskan

sebelumnya. Oleh karena itu, pemuda-pemudi bangsa harus terus dipersiapkan
dari berbagai sisi agar memiliki kualitas yang mumpuni untuk dapat
memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut. Hal-hal yang umumnya diperlengkapi

Universitas Sumatera Utara


3

pada mahasiswa mencakup banyak hal, seperti karakter, studi/ akademik,
organisasi, dan sosial (Syaiful, Rofiqoh, Imma, & Byu, 2014).
Mahasiswa sendiri didefinisikan sebagai individu/ orang yang belajar
di perguruan tinggi (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Serupa dengan
pengertian tersebut, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No. 30
tahun 1990 mendefinisikan mahasiswa sebagai peserta didik yang terdaftar
dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Mahasiswa merupakan lapisan
masyarakat yang digolongkan sebagai pelajar yang memiliki pemikiran luas
dan kematangan fisik. Mahasiswa memiliki tujuan untuk menguasai ilmu
tertentu secara matang yang pada akhirnya ilmu tersebut akan diaplikasikan
dan diabdikan kepada masyarakat (Yahya dalam Suci, 2007; Putri & Budiani,
2012).
Selain studi, mahasiswa juga harus diperlengkapi dari banyak sisi lain.
Dekan Fakultas Ekonomi UNESA (dalam Syaiful, Rofiqoh, Imma, & Byu,
2014) mengatakan bahwa mahasiswa yang baik adalah mahasiswa yang
memiliki karakter, sukses dalam studi dan organisasinya, serta cakap dalam
bersosialisasi. Untuk memfasilitasi hal tersebut, setiap universitas selalu
menyediakan organisasi ataupun perkumpulan untuk mahasiswanya sebagai

wadah untuk aktualisasi diri dan dapat menjadi nilai/poin tambah bagi
mahasiswa. Organisasi tersebut dapat menjadi suatu wadah positif bagi
mahasiswa karena dapat membantu mahasiswa untuk mengembangkan minat
dan bakatnya bahkan memperoleh kecakapan baru yang dapat dibawa untuk
masa depan di samping memperoleh pengetahuan dan keterampilan secara

Universitas Sumatera Utara

4

akademis (Nurdin, 2014; Paryati Sudarman dalam Rivaldi, 2013; Febriana,
Amriyatun, Winanti, & Amelia, 2013).
Di dalam organisasi kampus, mahasiswa tidak hanya mengembangkan
atau memperoleh keahlian dalam hal yang diminatinya, namun juga
diperlengkapi dari banyak sisi lainnya (Sudiana, 2011; Worthington & Farrar,
1998). Hal ini didukung oleh pernyataan seorang mahasiswa anggota
organisasi kemahasiswaan sebagai berikut:
“Kalau aku sih yang ku pahami organisasi kayak KMK ya,
mungkin awalnya spiritualitas, sebenarnya visinya kan itu. Tapi
kalau aku sendiri sih yang ku dapatkan nggak hanya masalah

spiritualitas, nggak, tapi bagaimana membangun karakter kita
juga, kayak gitu. Memiliki karakter yang, sebagai seorang
mahasisswa dulu, mahasiswa, gitu. Kemudian membangun
mental kita juga, gitu, membangun mental kita berhadapan
dengan orang lain, berhadapan dengan banyak tantangan,
masalah, gitu... Banyak sih yang kudapatkan, jadi banyak
dibentuk sih dalam karakter
kemudian, jadi ada
kesinambungannya juga dengan psikologi, gitu ”.
(Wawancara Personal, 24 Oktober 2015)
Narasumber menambahkan lebih rinci terkait hal-hal yang mereka
dapatkan dan mereka rasa meningkat ketika mengikuti kegiatan kelompok.
Dari kelima narasumber yang diwawancarai, diperoleh informasi tentang halhal yang meningkat/berkembang dalam diri mereka selama di universitas, dan
hal-hal tersebut mengacu pada keempat dimensi PsyCap yang dikemukakan
oleh Luthans, Avey, Avolio, Norman, & Combs (2006). PsyCap didefinisikan
sebagai kondisi perkembangan psikologis yang positif dari individu yang
dikarakteristikkan dengan empat dimensi, yakni: (1) Memiliki kepercayaan
diri (self-efficacy) untuk melakukan dan memberi usaha yang berguna dalam

Universitas Sumatera Utara


5

suatu pekerjaan yang menantang; (2) Memiliki atribusi positif (optimism)
tentang keberhasilan di masa sekarang dan masa depan; (3) Tetap fokus
mengejar tujuan, dan jika perlu akan menciptakan jalan singkat untuk
mencapai tujuan (hope) agar dapat berhasil; dan (4) Akan tetap bertahan,
bahkan menjadi lebih baik dari sebelum mengalami masalah (resiliency)
dalam rangka mengejar dan mencapai keberhasilan (Luthans, Avey, Avolio,

Norman, & Combs, 2006).
Adapun pernyataan-pernyataan narasumber yang menunjukkan hal
tersebut akan ditampilkan di bawah ini. Pertama, dari dimensi PsyCap
efficacy yang mengindikasikan adanya kepercayaan individu terhadap

pekerjaan yang dilakukannya. Narasumber mendukung adanya peningkatan
dimensi ini sebagai berikut:
“Ada sih, kalau misalnya kan kalau aku di dalam organisasi
tiap orang kan memang harus menyampaikan pendapat, kayak
diskusi gitu, jadi aku sih lama-lama bisa terbiasa. Udah gitu

kan orang-orang di organisasi itu pun ngedukung kalau ada
yang menyampaikan pendapat, gitu. Ada juga kan senangnya
kalau nyampein pendapat kalau misalnya ada yang setujui, jadi
makin percaya diri gitu aku bisa ngelakuin ini itu, ada yang
mau dicapai buat target-target kita jadi lebih percaya bisa
dapat”.
(Wawancara Personal, 19 Januari 2016)
Kedua , untuk dimensi PsyCap optimism, pernyataan narasumber yang

mendukung adanya dimensi ini dapat dilihat dari hasil wawancara berikut.
“...jadi lebih punya apa namanya, lebih optimis dan punya
harapan, artinya kita pun bisa melihat bagaimana orang-orang
ketika mereka sudah alumni, ketika mereka sudah bekerja, kita
bisa melihat kehidupan-kehidupan mereka, belajar dari situ
juga sih. Lebih, dalam mengikuti kegiatan organisasi

Universitas Sumatera Utara

6


keagamaan ini ya, iya sih, pasti ya lebih punya rasa,
pengharapan, kemudian keyakinan, gitu”.

(Wawancara Personal, 24 Oktober 2015)
Dari dimensi PsyCap hope, narasumber menjelaskan bahwa dengan
berkumpul dengan banyak orang, dalam hal ini organisasi, ia merasa lebih
memiliki PsyCap hope. Adapun hasil wawancara tersebut dapat dilihat
sebagai berikut:
“Ada, ya ada lah. Karena kalau di dalam organisasi kita nggak
sendiri kan, kayak misalnya di organisasi yang ku ikuti ini kan
di bidang keagamaan. Yang aku dapatkan apa ya, masukan dari
temen-temen satu organisasi, hm, terus apa ya, terus kami
pelajari juga yang membuat aku, mengajarkan aku harus tetap
berpengharapan. Kalau sebelumnya sebelum ikut organisasi,
misalnya apa ya, kalau apa yang aku harapkan nggak tercapai
atau apa ngerasa sedih, tapi pas di organisasi aku bisa dapat
masukan dari temen-temen, nilai-nilai dari organisasi kalau
misalnya harus tetap berpengharapan. Nggak boleh lemah dan
nggak boleh, apa ya, patah semangat, gitu”.
(Wawancara Personal, 19 Januari 2016)

Dan

untuk

dimensi

terakhir,

PsyCap

resiliency,

narasumber

memberikan pernyataan yang mendukung adanya pengaruh menjadi anggota
suatu kelompok mahasiswa terhadap dimensi ini. Hal ini dapat dilihat dari
pernyataannya sebagai berikut.
“Ketahanan menghadapi? Iya, kalau dulu sih sebelum masuk
apa, apa namanya, organisasi, cukup agak pesimis sih, terus,
bukan, pesimis, terus, apa namanya, eeeh, gampang down gitu,

gampang putus asa dalam menjalani, kalau nggak, ketika
berhadapan dengan masalah, taip makanya kesinambungannya
kayak tadi, kita lebih punya pengharapan gitu ketika kita di sini
kita ada hope, ada kepercayaan, gitu, dan misalnya ada
masalah, apa, kita mengingat kembali gitu bahwa, nilai-nilai
yang kita dapatkan sih, kembali kepada nilai-nilai yang kita
dapatkan di organisasi ini juga sih, gitu. Menolong kita untuk

Universitas Sumatera Utara

7

bangkit kembali, bahkan orang lain yang di sekitar kita juga
menolong kita untuk bangkit, gitu”.

(Wawancara Personal, 24 Oktober 2015)
Sesuai dengan teori PsyCap yang dikemukakan Luthans, Avey,
Avolio, Norman, & Combs (2006), seluruh dimensi tersebut berorientasi
kepada diri individu dan cenderung berfokus pada pencapaian tujuan. Lebih
lanjut Luthans, Avey, Avolio, Norman, & Combs (2006) menjelaskan bahwa

PsyCap bersifat terbuka terhadap perubahan, serta mencakup level
metakonstruk kelompok, yang dalam artian dapat dipengaruhi oleh hubungan
dan dukungan sosial.
Salah satu pendekatan pada dimensi PsyCap, yakni resources pada
PsyCap hope, orang-orang berpengaruh yang ada di sekitar individu

merupakan salah satu resource itu sendiri, yang mana pengaruh orang-orang
ini dapat membantu individu mencapai tujuannya. Pada dimensi lain, yakni
PsyCap optimism, jelas dikatakan bahwa peran orang lain di sekitar individu

juga turut membantu individu mencapai kesuksesan sehingga individu yang
memiliki PsyCap optimism mampu menunjukkan perasaan terima kasihnya
terhadap orang-orang yang berkontribusi terhadap kesuksesannya tersebut
(Luthans, Youssef, & Avolio, 2007).
Hubungan sosial yang berpengaruh positif terhadap PsyCap tentunya
harus dapat mendukung perkembangan PsyCap individu, dan hubungan sosial
yang positif ini dapat diciptakan dengan banyak hal, salah satunya dengan
menerima persamaan dan perbedaan orang lain agar tidak muncul masalah/
konflik (Hogg & Vaughan, 2011). Pada salah satu dimensi PsyCap, yakni

Universitas Sumatera Utara

8

dimensi PsyCap resiliency, satu dari banyak faktor yang mempengaruhi tinggi
rendahnya PsyCap resiliency individu ialah resiliency assets, yang mana di
sini dijelaskan bahwa asset hubungan dan kontribusinya terhadap resiliency
merupakan hal

yang penting, khususnya

dalam konteks menerima

keragaman/perbedaan (Luthans, Youssef, & Avolio, 2007).
Hogg & Vaughan (2011) mengatakan konflik interpersonal dapat
muncul karena individu tidak dapat menerima persamaan atau perbedaan yang
ada pada diri orang atau kelompok lain yang ada di sekitarnya. Jika hal ini
terjadi maka dampak yang diberikan hubungan sosial terhadap PsyCap
kemungkinan akan buruk, dan karena PsyCap terbuka terhadap perubahan, hal
ini dapat memungkinkan terjadinya perubahan PsyCap ke arah yang negatif.
Untuk itu agar hal ini tidak terjadi, tiap orang perlu memahami dan menerima
setiap persamaan dan perbedaan yang ada pada orang lain di sekitarnya,
bahkan semestinya merasa nyaman di dalam keberagaman tersebut (Fuertes,
Miville, Mohr, Sedlacek, & Gretchen, 2000).
Berdasarkan

wawancara

yang dilakukan,

peneliti

menemukan

pernyataan seorang narasumber yang mendukung penjabaran di atas sebagai
berikut:
“Gini juga sih ya dek.. Hmm, gimana ya ku bilang.. Aku tuh
mau terlibat ngelakuin apa-apa di kelompok yang aku gabung
kalau orang yang di dalamnya tuh bikin aku nyaman. Ya, nggak
masalah sih kau dari suku mana, kau dari agama apa, nggak
penting buatku.. Hmm, cuman kan apa ya, bisa bikin nyamanlah
bisa saling terima gitu kan... Aku terima kau tapi kau nolak aku,
aku mau gimana coy? Ya aku nggak nyamanlah, mana bisa aku
ngelakuin misi organisasilah, capai targetlah, apalah.. Visi ya
namanya, ya itu, nggak bisalah”.
(Wawancara Personal, 20 Januari 2016)

Universitas Sumatera Utara

9

Dari penjelasan narasumber dapat disimpulkan bahwa penerimaannya
dan penerimaan dari orang lain terhadap persamaan dan perbedaan dirinya
dengan orang tersebut menjadi faktor kunci dirinya dalam keterlibatannya di
dalam suatu kelompok/masyarakat. Ketika ia dapat memahami dan menerima
persamaan dan perbedaan di sekitarnya maka ia akan terdorong untuk
berkontribusi di dalam kelompok tersebut.
Dalam penelitian ini, sampel penelitian ini ialah mahasiswa yang
berasal dari Universitas Sumatera Utara (USU). Alasan diambilnya sampel
penelitian dari universitas ini ialah karena keberagaman di universitas ini
cukup tinggi sebagaimana yang ditunjukkan dalam situs direktori mahasiswa
USU (2015). Untuk itu keberagaman dalam lingkup sosial ini dirasakan oleh
para mahasiswa di universitas ini. Hal ini dikarenakan banyaknya mahasiswa
di tiap universitas yang berasal dari latar belakang yang berbeda satu sama
lain sehingga terdapat keberagaman di dalamnya.
Akibat adanya keberagaman yang cukup tinggi di universitas ini, maka
baik secara langsung maupun tidak, tiap mahasiswa diwajibkan untuk
memiliki kesadaran akan perbedaan yang ada serta bersedia menerima
perbedaan dan kesamaan yang ada satu dengan yang lainnya agar tidak
muncul masalah/konflik interpersonal sehingga dapat tetap bertahan dalam
lingkungan multikultur yang demikian. Sikap terhadap orang lain di luar diri
individu yang bersifat inklusif dan sadar serta menerima persamaan dan
perbedaan yang ada antara satu dengan yang lain, termasuk dengan dirinya

Universitas Sumatera Utara

10

sendiri ini disebut sebagai universal-diverse orientation (UDO) (Miville et al.
dalam Toscano, 2012; Fuertes, Miville, Mohr, Sedlacek, & Gretchen, 2000).
Ketika UDO yang tinggi telah dimiliki mahasiswa, maka konflik
interpersonal dapat dihindari sehingga kontribusi kualitas hubungan sosial
terhadap PsyCap-nya dapat bersifat positif. Untuk itu peneliti tertarik untuk
melihat hubungan antara UDO dengan PsyCap, karena peneliti berasumsi
bahwa UDO dan PsyCap ini memiliki hubungan, khususnya dalam
kontribusinya untuk mencapai tujuan.

Universitas Sumatera Utara

11

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, rumusan masalah dalam
penelitian ini ialah “Apakah terdapat hubungan antara Universal-Diverse
Orientation dengan Psychological Capital? ”
C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk melihat ada tidaknya hubungan
antara UDO dengan PsyCap.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk membuktikan ada
tidaknya hubungan antara UDO dengan PsyCap;
b. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu psikologi
khususnya Psikologi Sosial;
c. Dapat menjadi referensi bagi para peneliti lain yang ingin meneliti
fenomena yang sama yakni terkait UDO dengan PsyCap.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi mahasiswa
terkait pentingnya penerimaan atas persamaan dan perbedaan dalam
lingkup sosial terkait kontribusinya terhadap PsyCap.

Universitas Sumatera Utara

12

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan penelitian ini ialah sebagai berikut:
BAB I

: Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : Landasan Teoritis
Berisi tentang teori yang digunakan dalam membahas permasalah
penelitian. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah
teori UDO dan aspek-aspeknya; PsyCap yang mencakup definisi,
dimensi, dan faktor yang mempengaruhi tiap dimensi. Penelitian
ini juga menyertakan dinamika hubungan di antara kedua variabel,
serta hipotesis penelitian.
BAB III : Metode Penelitian
Berisi tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional,
subjek penelitian, metode pengumpulan data, validitas dan
reliabilitas, dan metode pengolahan data yang digunakan dalam
penelitian ini.
BAB IV : Analisa dan Pembahasan
Berisi uraian tentang analisis data penelitian, hasil utama
penelitian, serta pembahasan.

Universitas Sumatera Utara

13

BAB V : Kesimpulan dan Saran
Berisi tentang kesimpulan utama dan tambahan dari penelitian; dan
saran baik secara metodologis maupun praktis.

Universitas Sumatera Utara