Hubungan antara Psychological Capital dengan komitmen organisasi pada Pegawai Negeri Sipil (BPKAD) Surabaya.

(1)

Proposal Penelitian Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1)

Psikologi (S.Psi)

FERDHIKA AMIRUL FADJRI B07213006

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara psychological capital dengan komitmen organisasi pada pegawai negeri sipil BPKAD Surabaya.Penelitian ini merupakan penelitian korelasi dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa skala psychological capital dan skala komitmen organisasi. Subyek penelitian ini berjumlah 50 orang dari jumlah populasi sebanyak 200 melalui teknik pengambilan sampling penelitian ini menggunakan penelitian yakni purposive sampling atau

judgmental sampling Penarikan sampel secara purposif merupakan cara penarikan sample yang dilakukan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang dietapkan peneliti.

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data, yang telah melewati hasil uji validitas dan reliabilitas. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis product moment dengan bantuan komputer program SPSS for windows versi 16. Hasil penelitian harga koefisien korelasi sebesar 0,705, dengan signifikansi sebesar 0,000 artinya p<0,05. Menunjukkan signifikan, bahwa ada hubungan antara psychological capital dengan komitmen organisasi pada pegawai negeri sipil BPKAD Surabaya.

Psychological capital mempunyaihubungan secara positif dengan komitmen organisasi, artinya hubungan kedua variabel adalah berbanding lurus, semakin tinggi psychological capital akan di ikuti dengan tingginya penyesuaian akademik.

Kata Kunci : Psychological Capital, Komitmen Organisasi


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 17

A. Komitmen Organisasi ... 17

1. Pengertian Komitmen Organisasi ... 17

2. Kompenen Komitmen Organisasi ... 21

1. Komitmen Afektif ... 21

2. Komitmen Kontinuitans ... 22

3. Komitmen Normatif ... 23

B. Psychological Capital ... 24

1. Pengertian Psychological Capital ... 24

2. Dimensi Psychological Capital ... 24

1. Self-efficacy ... 24

2. Hope (the will and the way) ... 25

3. Optimism ... 26

4. Resiliency ... 28

C. Hubungan Antar Psychological Capital dengan Komitmen Organisasi ... 28

D. Landasan Teoritis... 33

E. Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 37

A. Variabel dan Definisi Operasional ... 37

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling... 38

C. Teknik Pengumpulan Data ... 39


(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Deskripsi Subyek ... 49

B. Deskripsi dan Reliabilitas Data ... 57

C. Hasil ... 57

D. Pembahasan ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blueprint Komitmen Organisasi ... 40

Tabel 2. Blueprint Psychological Capital ... 41

Tabel 3. Aitem Psychological capital ... 43

Tabel 4. Aitem Komitmen Organisasi ... 44

Tabel 5. Reliability Statistics ... 46

Tabel 6. Reliability Statistics ... 47

Tabel 7. Jenis Kelamin ... 49

Tabel 8. Status ... 49

Tabel 9. Tingkat Pendidikan ... 50

Tabel 10. Tahun Bekerja ... 51

Tabel 11. Pengelompokan Umur ... 52

Tabel 12 Jadwal Penelitian ... 56

Tabel 13. Statistik Deskriptif ... 57

Tabel 14. Tes Normalitas ... 59

Tabel 15. Uji product moment ... 60


(10)

Tabel 18. Analisis Faktor hope ... 61

Tabel 19. Analisis Faktor optimism ... 62

Tabel 20. Analisis Faktor resilience ... 62

Tabel 21. Analisis Faktor self-efficacy ... 62


(11)

DAFTAR GAMBAR


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Uji Realiilitas ... 84

Lampiran 2 Uji Ulang Realiilitas ... 88

Lampiran 3 Uji Ulang 2 Realiilitas ... 91

Lampiran 4 psychological capital ... 94

Lampiran 5 Uji ulang psychological capital ... 98

Lampiran 6 Uji 2 ulang psychological capital ... 100

Lampiran 7 Uji ulang 3 psychological capital ... 102

Lampiran 8 Uji product moment pearson ... 104

Lampiran 9 Uji Independent Gender ... 105

Lampiran 10 Uji Anova latar belakang pendidikan ... 106

Lampiran 11 Uji Normalitas Data ... 107

Lampiran 12 Uji Korelasi Kendal Tau ... 112

Lampiran 13 Uji Independent sample t-test ... 113

Lampiran 14 Angket ... 114

Lampiran 15 Surat Keterangan Penelitian ... 119

Lampiran 16 Struktur Organisasi BPKAD Surabaya... 120

Lampiran 17 Data Mentah Komitmen Organisasi ... 123

Lampiran 18 Data Dikotomik Komitmen Organisasi ... 125

Lampiran 19 Data Mentah Psychological Capital ... 127


(13)

Lampiran 21 Surat Izin Penelitian... 130 Lampiran 22 Kartu Bimbingan Skripsi ... 131 Lampiran 23 Kartu Rekapitulasi SKEK ... 132


(14)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian

Dalam dunia kerja sebuah komitmen terhadap suatu organisasi atau perusahaan seringkali menjadi isu yang sangat penting. Organisasi atau perusahaan tentunya memakai unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan yang ditawarkan dalam lowongan pekerjaan. Meskipun komitmen terhadap organisasi atau perusahaan sudah umum, namun tidak jarang pengusaha maupun pegawai masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh. Pemahaman tersebut penting untuk terciptanya kondisi kerja yang kondusif sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif (Kuncoro,2009).

Komitmen organisasi dipandang sebagai suatu orientasi nilai terhadap organisasi. Orientasi nilai menunjukkan individu sangat memikirkan dan mengutamakan pekerjaan dan organisasinya. Individu akan berusaha memberikan segala usaha yang dimilikinya dalam rangka membantu organisasi mencapai tujuannya. Komitmen organisasi didefinisikan sebagai “The degree to which an employee identifies with a particular organization and its goals, and wishes to maintain membership in the organization” (Robbins, 2003).

Komitmen organisasi merupakan perwujudan psikologis yang mengkarakteristikkan hubungan pekerja dengan organisasi dan memiliki implikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan keanggotaannya dalam organisasi (Meyer & Allen, 1990). Keinginan untuk


(15)

tetap menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan penerimaan akan nilai-nilai dan tujuan organisasi, serta kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi (Mowday,1982).

Menurut Chrysanti (2009) menyatakan bahwa budaya organisasi memberikan sumbangan efektif terhadap komitmen organisasi. Selain kepuasan kerja, hal lain yang bisa membantu perusahaan untuk semakin berkembang adalah komitmen organisasi karyawan. Menurut Oei (2010) komitmen organisasi adalah kekuatan relatif pengenalan pada keterlibatan dari dalam diri seorang individu dalam organisasi tertentu. Komitmen merupakan dedikasi atau pengabdian seseorang terhadap pekerjaannya. Selain dedikasi dan pengabdian komitmen juga sebagai kebutuhan dalam pekerjaannya. Komitmen mencerminkan keinginan pegawai untuk selalu terlibat dalam kegiatan-kegiatan di organisasinya. Komitmen organisasi yang tinggi biasanya mempengaruhi pekerja memiliki rasa memihak yang tinggi pada suatu organisasi atau perusahaan. Oei (2010) menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi komitmen organisasi, antara lain: Lama bekerja, kepercayaan, rasa percaya diri, kredibilitas, dan pertanggungjawaban.

Kusjainah (1998) telah melakukan studi empiris mengenai iklim organisasi. Hasil studinya membuktikan bahwa iklim organisasi berpengaruh positif terhadap pembentukan komitmen karyawan pada perusahaan. Semakin baik iklim organisasi, maka semakin tinggi komitmen karyawan pada organisasi, atau semakin buruk iklim organisasinya, maka akan semakin rendah komitmen karyawan pada organisasi tersebut.


(16)

Martini (2003) juga menguji hal serupa, hasil studinya menunjukkan bahwa persepsi karyawan terhadap iklim organisasi dapat memberi gambaran keputusan karyawan untuk berkomitmen pada organisasi. Selain itu, Sumardiono (2005) menguji pengaruh iklim organisasi terhadap komitmen karyawan dengan subyek penelitian karyawan Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP) di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil studinya menunjukkan bahwa faktor-faktor iklim organisasi berpengaruh terhadap komitmen karyawan. Pendapat para ahli mengenai hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi menyatakan bahwa ”High job satisfaction contributes to organizational comitment...” (Northercraft and Neale, 1993: 281). Hal ini diperkuat oleh penelitian Wahyu (2009) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja terdiri atas pembayaran seperti gaji, pekerjaan itu sendiri, promosi pekerjaan, kepenyeliaan (Supervisi), dan hubungan rekan sekerja.

Pegawai akan memiliki komitmen terhadap organisasi yang tinggi apabila merasakan kepuasan dalam pekerjaannya. Dalam sebuah penelitian pada anggota angkatan bersenjata di Amerika Serikat, kepuasan kerja menjadi kontributor utama untuk pembentukan komitmen terhadap organisasi karena para anggota angkatan tersebut merasakan kenikmatan tersendiri dengan pekerjaan militer (Miner 1992).

Mathiew and Jones (1991) mengatakan bahwa kepuasan kerja dan motivasi kerja sangat berkaitan langsung dengan komitmen organisasional karyawan (dalam Sutanto & Tania, 2013). Karyawan yang memiliki komitmen


(17)

organisasi yang tinggi akan mengerahkan usaha yang lebih dalam proyek perubahan guna membangun sikap positif terhadap perubahan (Julita & Wan Rafaei, 2010). Becker (1996) menyatakan komitmen organisasi adalah variabel kriteria dalam mengukur impact perubahan organisasi dikarenakan adanya hubungan yang kuat antara karyawan dengan organisasi (Julita & Wan Rafaei, 2010).

Komitmen organisasi merupakan dorongan dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi (Winner, 1982 dalam Yudi Syarif, 2006). Kalbers dan Fogarty (1995) dalam Sri Trisnaningsih (2001) menggunakan dua pandangan tentang komitmen organisasi yaitu affective dan

continuence. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa komitmen organisasi yang bersifat affective berhubungan dengan satu pandangan profesionalisme yaitu pengabdian pada profesi. Sedangkan komitmen organisasi continuence

berhubungan secara positif dengan pengalaman dan berhubungan negatif dengan pandangan profesionalisme kewajiban sosial.

Berdasarkan pernyataan di atas, sumber daya manusia menjadi hal yang penting untuk memajukan suatu organisasi. Meyer dan Allen (1997) mengatakan bahwa suatu organisasi tidak harus memiliki pekerja dengan jumlah banyak, akan tetapi pekerja yang menjadi “hati, otak dan otot” dari organisasi. Dengan kata lain, organisasi atau perusahaan membutuhkan pegawai yang memiliki komitmen untuk dapat memajukan organisasi.Hal ini


(18)

dikarenakan pegawai dengan komitmen yang tinggi akan bekerja dengan sepenuh hati untuk mencapai tujuan organisasi.

Kobasa, Maddi dan Kahn (1982, dalam Meyer dan Allen, 1997) menyatakan bahwa komitmen pada pekerja berkembang secara natural dan seseorang merasa perlu untuk berkomitmen pada sesuatu. Pekerja dengan komitmen tinggi, maka akan memiliki performa maksimal, jarang absen, senang dengan keanggotaannya dan merasa terikat dengan organisasi tempat ia bekerja. Hal ini sangat erat kaitannya dengan output yang muncul dari pekerja dengan komitmen yang baik. Oleh karena itu, komitmen merupakan salah satu aspek penting untuk mencapai tujuan perusahaan. Semakin tinggi komitmen yang dimiliki pekerja maka tujuan perusahaan akan semakin cepat tercapai.

Komitmen organisasi penting dalam meningkatkan performa individu dalam bekerja. Komitmen organisasi yang dimaksud tersebut meliputi keinginan dan sekuat tenaga dalam meningkatkan komitmen berorganisasi. Komitmen dalam beroganisasi perlu mengembangkan sifat optimis dalam individu karena Penelitian yang dilakukan Yousef & Luthan (2007) menunjukkan bahwa komponen hope dari psychological capital memiliki hubungan terhadap performa pekerja, kepuasan kerja, kebahagiaan dan komitmen.

Hasil pennelitian dari Luthan, Avolio, Walumba & Li (dalam Shahnawaz & jafri, 2009) menunjukkan bahwa psychological capital memiliki hubungan positif dengan kepuasan kerja, komitmen, dan kepuasan kerja.yang mempengaruhi komitmen organisasi seperti telah dipaparkan diatas didapatkan suatu kesimpulan bahwa aspek psikologis individu merupakan faktor yang


(19)

berpengaruh bagi munculnya komitmen organisasi dan salah satunya adalah

psychological capital. Psychological capital sendiri diartikan sebagai sebuah kapasitas psikologis individu yang berkembang dengan karakteristik yaitu efikasi diri, optimisme, harapan dan resiliensi. Hasil penelitian Luthan (dalam Luthan, Youssef & Avolio,2007) menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan antara psychological capital dan komitmen organisasi.

Pandangan psikologis yang positif bisa diterapkan pada saat karyawan bekerja sehingga tercipta suatu keadaan psikologis yang positif. Selain keadaan psikologis yang positif tidak hanya pada diri sendiri tetapi juga pada lingkungan kerja. Keadaan psikologi positif pada suatu organisasi disebut

Positif Organizational Behavior (POB). Menurut Luthan (dalam Luthan, Youssef & Avolio, 2007), Positif Organizational Behavior didefinisikan sebagai suatu aplikasi sumber daya manusia secara efektif diatur untuk meningkatkan performa di lingkungan kerja.

Psychological capital merupakan bagian dari possitive organizational behavior yang didefiniskan oleh Luthan. Youssef & Avolio (2007) sebagai suatu perkembangan keadaan psikologis yang positif pada individu sehingga individu mampu berkembang dengan karakteristik : self-efficacy, optimism, hope dan resilience.

Penelitian mengenai psychological capital dan komitmen organisasi memiliki hasil yang berbeda-beda. Komitmen organisasi itu sendiri bisa didefinisikan sebagai suatu keadaan psikologis yang (a) menggambarkan hubungan pekerja dengan organisasi dan (b) memiliki implikasi pada


(20)

keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan keanggotaan pada suatu organisasi. Allen dan Meyer (1990 dalam Palupi, 2004). Hasil penelitian-penelitian yang sudah ada menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan antar

psychological capital dan komitmen organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Youssef dan Luthan (2007 dalam Luthans, Norman, Avolio & Avey, 2008) menunjukkan bahwa komponen hope dari

psychological capital memiliki hubungan terhadap performa pekerja, kepuasan kerja bekerja, kebahagiaan dan komitmen. Selain itu penelitian dari penelitian dari Peterson and Luthan (2003 dalam Luthans, Norman, Avolio & Avey, 2008) menunjukkan bahwa komponen hope dari psychological capital

memiliki hubungan dengan performa finansial, kepuasan kerja dan employee retention. Hasil penelitian dari Luthan, Avolio, Walumba & Li (2004 dalam Shahnawas & Jafri, 2009) menunjukkan bahwa psychological capital memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat absen pekerja, ”employee cycnism” dan

intention to quit, akan tetapi memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan kerja, komitmen, organizational citizenship behavior, performa kerja dan keefektifan kepemimpinan. Hal ini disebabkan komitmen pegawai pada suatu organisasi secara tidak langsung akan mempengaruhi absenteism dan turn over.

Hasil penelitian (Larson & Luthans, 2006; Youssef & Luthans, 2007) juga mengungkapkan bahwa ada hubungan positif karyawan yang mempunyai ketahanan dalam bekerja dengan kepuasan kerja, komitmen dan kebahagiaan. Permasalahan komitmen pada karyawan mungkin saja ditanggulangi pada saat melakukan rekrutmen tetapi hal tersebut tidak bisa menjamin komitmen


(21)

bertahan seterusnya. Pada saat bekerja mungkin saja terdapat berbagai hal yang mempengaruhi komitmen karyawan itu sendiri sehingga tidak bisa dipastikan apakah orang yang memiliki komitmen tinggi diawal masa kerjanya akan terus memiliki komitmen yang tinggi untuk seterusnya. Colquitt, Lepine dan Wesson (2009 dalam Wiyardi, 2010) menjelaskan bahwa semakin tinggi komitmen organisasi seseorang maka perilaku menarik diri dalam organisasi akan semakin minim. Sebaliknya, tingginya perilaku perilaku menarik diri dalam organisasi yang berujung pada keluarnya anggota organisasi menunjukan komitmen organisasi yang rendah.

Peneliti menduga bahwa pegawai mempunyai komitmen cukup baik terhadap BPKAD Surabaya dengan melihat berbagai prestasi yang di lakukan dalam setahun dalam menjalankan visi dan misi. Menurut kesaksian dari beberapa pegawai negeri sipil di BPKAD, peneliti menemukan fakta dari pengakuan beberapa pegawai berdasarkan aspek komitmen organisasi yakni afektif, rasional dan normatif. Berdasarkan aspek afektif, pegawai menyatakan bahwa pegawai bekerja untuk melayani instansi dalam menjalankan standart operasional prosedur (SOP) pada bidang pengelolaan aset dan keuangan. Berdasarkan aspek rasional, pegawai mengaku merasa enggan untuk berkontribusi lebih pada pekerjaan lain diluar agenda instansi karena berbagai tugas yang padat hanya menjalani sesuai prosedur kerja saja tiap pegawai. Kemudian terakhir berdasarkan aspek normatif, pegawai juga mengaku untuk melakukan tugas yang belum terselesaikan dilakukan diluar waktu jam kerja selesai dan terkadang menggunakan hari sabtu dan minggu untuk lembur


(22)

pekerjaan di BPKAD dan menjalankan tugas diluar kota untuk kepentingan instansi.

Peneliti menduga jika pegawai memiliki komitmen organisasi yang cukup baik dalam menerapkan pekerjaannya, maka dapat dipastikan pegawai tersebut mempunyai berbagai aspek dari psychological capital Luthan, Youssef & Avolio (2007) seperti self-efficacy dikemukakan bahwa individu mementukan target yang tinggi bagi dirinya dan mengerjakan tugas-tugas yang sulit, menerima tantangan secara senang dan terbuka, memiliki motivasi diri yang tinggi, melakukan berbagai usaha untuk mencapai target yang telah dibuat, gigih saat menghadapi hambatan. Dengan penjelasan tersebut orang-orang dengan self-efficacy yang tinggi akan dapat mengembangkan dirinya secara mandiri dan mampu untuk menjalankan tugas secara efektif. Orang yang memiliki self-efficacy tinggi akan mampu untuk menetapkan tujuan dan memilih tugas yang sulit untuk dirinya.

Penjelasan lebih lanjut dari Luthans, Youssef & Avolio (2007) mengenai orang optimis adalah orang yang akan beranggapan segala sesuatu yang terjadi pada dirinya merupakan hal yang memang sengaja dilakukan dan berada dalam kontrol dirinya. Orang tersebut secara tidak langsung akan melihat segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya dan apabila terjadi suatu hal yang negatif dalam hidupnya, individu akan terus bersikap positif dan percaya akan masa depannya. Pada orang yang pesimistis, individu tidak akan perhatian pada hal yang positif dalam hidupnya bahkan hanya fokus pada anggapan hal yang terjadi tersebut dikarenakan kesalahan semata.


(23)

Individu yang optimis menjadi realistik dan fleksibel. Hal tersebut dikarenakan optimisme dalam psychological capital tidak hanya digambarkan sebagai perasaan positif danegois tetapi menjadi suatu pembelajaran yang kuat dalam hal disiplin diri. Individu dengan optimisme yang tinggi akan mampu merasakan implikasi secara kognitif dan emosional ketika mendapatkan kesuksesan. Individu tersebut juga mampu menentukan nasibnya sendiri meskipun mendapatkan tekanan dari orang lain mampu memberikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terkait ketika dirinya mencapaii kesuksesan (Luthans, Youssef & Avolio,2007).

Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa individu yang memiliki optimism akan mampu memandang permasalahan yang terjadi dalam hidupnya secara positif dan menganggap hal negatif bukanlah hambatan untuk dirinya sehingga individu mampu untuk menghadapi masa depan.

Luthans (2007) menyatakan bahwa ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan hope pada diri seseorang. Hal yang perlu diperhatikan adalah goal-setting. Individu perlu mengetahui apa yang menjadi tujuannya sehingga mengetahui apa yang di capai dan cara yang tepat. Selain itu, individu perlu melakukan stepping untuk meningkatkan hope dalam dirinya. Stepping

itu sendiri merupakan suatu cara untuk menjabarkan setiap langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Hal terakhir yang dapat meningkatkan hope

adalah reward. Reward mampu mendorong seseorang untuk mencapai harapannya sehingga individu akan termotivasi untuk bekerja.


(24)

Luthans (2007) individu yang memiliki kemampuan resiliensi yang tinggi mampu untuk belajar dan berkembang dari tantangan yang dihadapi. Masten dan Reed (dalam Luthan, 2007) mendefiniskan resiliensi sebagai fenomena dengan pola adaptasi positif dalam konteks situasi yang menyulitkan dan berisiko.

Masten dan Reed (dalam Luthan, 2007) menjelaskan bahwa perkembangan dari resiliensi itu sendiri bergantung pada dua faktor yaitu

resiliency assets dan resilience risk (Luthans, Youssef & Avolio,2007).

resiliency assets adalah karakteristik yang dapat diukur pada suatu kelompok atau individu yang dapat memprediksi keluaran positif dimasa yang akan datang dengan kriteria yang spesifik. Resiliene risk adalah sesuatu yang dapat meningkatkan keluaran yang tidak diinginkan, seperti pengalaman yang tidak mendukung perkembangan diri, contohnya seperti kecanduan alcohol, obat-obatan terlarang dan terpapar trauma kekerasan.

Baron dan Greenberg (1990 dalam Jiu, 2010), selain itu Meyer et. Al (1993 dalam Scultz T. Th) menunjukan bahwa pekerja yang berkomitmen memiliki ekspektasi yang tinggi kepada pekerjaannya. Baugh & Roberts, (1994 dalam Schultz T. Th) menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki performa yang lebih baik. Peneliti merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai komitmen organisasi dan psychological capital pada pegawai BPKAD Surabaya karena sebelumnya peneliti telah melakukan observasi atau preliminary terlebih dahulu terkait dengan aspek-aspek psychological capital yang terdapat pada pegawai di BPKAD.


(25)

Peneliti melakukan hal tersebut untuk mengukur tingkat komitmen organisasi dengan melihat susunan program yang terencana untuk mencapai visi yang ada. Penelitian ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Walaupun demikian, penelitian sejenis dibidang ini tetap diperlukan untuk memperkaya penelitian

psychological capital terhadap komitmen organisasi di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti mencoba melihat hubungan antara psychological capital dan komitmen organisasi karyawan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat disusun berdasarkan uraian latar belakang di atas adalah “adakah terdapat hubungan antara psychological capital dengan komitmen organisasi pada Pegawai Negeri Sipil (BPKAD) Surabaya ?

C. Tujuan

Berdasarkan permasalahan penelitian diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara psychological capital dengan komitmen organisasi pada Pegawai Negeri Sipil (BPKAD) Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

a. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menambah pengembangan ilmu pengetahuan dibidang psikologi, khususnya dalam psikologi industri dan organisasi dengan memberikan bukti empiris mengenai hubungan di antara


(26)

b. Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi instansi.

a. Memberikan informasi tentang seberapa besar modal psikologis (psychological capital) yang dimiliki para karyawan di instansi.

b. Memberikan informasi tentang komitmen organsasi yang ada pada pegawai di instansi.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Youssef dan Luthan (2007 dalam Luthans, Norman, Avolio & Avey, 2008) menunjukkan bahwa komponen

hope dari psychological capital memiliki hubungan terhadap performa pekerja, kepuasan kerja bekerja, kebahagiaan dan komitmen. Selain itu penelitian dari Peterson and Luthan (2003 dalam Luthans, Norman, Avolio & Avey, 2008) menunjukkan bahwa komponen hope dari psychological capital memiliki hubungan dengan performa finansial, kepuasan kerja dan

employee retention.

Hasil penelitian dari Luthan, Avolio, Walumba & Li (2004 dalam Shahnawas & Jafri, 2009) menunjukkan bahwa psychological capital

memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat absen pekerja, ”employee cycnism” dan intention to quit, akan tetapi memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan kerja, komitmen, organizational citizenship behavior,


(27)

komitmen pegawai pada suatu organisasi secara tidak langsung akan mempengaruhi absenteism dan turn over.

Hasil penelitian (Larson & Luthans, 2006; Youssef & Luthans, 2007) juga mengungkapkan bahwa ada hubungan positif karyawan yang mempunyai ketahanan dalam bekerja dengan kepuasan kerja, komitmen dan kebahagiaan. Permasalahan komitmen pada karyawan mungkin saja ditanggulangi pada saat melakukan rekrutmen tetapi hal tersebut tidak bisa menjamin komitmen tersebut bertahan seterusnya. Pada saat bekerja mungkin saja terdapat berbagai hal yang mempengaruhi komitmen karyawan itu sendiri sehingga tidak bisa dipastikan apakah orang yang memiliki komitmen tinggi diawal masa kerjanya akan terus memiliki komitmen yang tinggi utnuk seterusnya.

Colquitt, Lepine dan Wesson (2009 dalam Wiyardi, 2010) menjelaskan bahwa semakin tinggi komitmen organisasi seseorang maka perilaku menarik diri akan semakin minim. Sebaliknya, tingginya perilaku menarik diri dalam organisasi akan berujung kepada keluarnya anggota organisasi menunjukkan komitmen organisasi yang rendah.

Baron dan Greenberg (1990 dalam Jiu, 2010), selain itu Meyer, J. P., Allen, N. J,, & Smith, C. A. (1993) menunjukan bahwa pekerja komitmen memiliki ekspektasi yang tinggi kepada pekerjaannya. Baugh & Roberts, (1994 dalam Schultz T. Th) menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki performa yang lebih baik.


(28)

Persamaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah untuk mengetahui komitmen organisasi, sama–sama menggunakan variable psychological capital. Di beberapa penelitian-penelitian sebelumnya adalah psychological capital terdapat hubungan dengan komitmen organisasi

Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah bahwa didalam penelitian ini menggunakan alat ukur sendiri dan tidak menggunakan alat ukur pada peneliti sebelumnya. Dalam menganalisis data peneliti juga menambahkan berbagai varian analisis dengan menggunakan sampel lima puluh pegawai negeri sipil di BPKAD.

Penelitian ini menggunakan tempat di BPKAD Surabaya dikarenakan tempat tersebut tidak banyak dilakukan sebuah penelitian khususnya pada komitmen organisasi, pada lokasi penelitian BPKAD tidak sedikit meneliti tentang system manajemen keuangan dibanding aspek komitmen organisasi dari aspek psikologis yaitu self-efficacy, hope, resilience, dan

optimisme. Didalam penelitian-penelitian sebelumnya ini, didapati bahwa aspek psikologis yaitu self-efficacy, hope, resilience dan optimism terbukti terdapat hubungan dengan komitmen organisasi. Penelitian ini ingin membuktikan apakah aspek psikologis yaitu self-efficacy, hope, resilience,

dan optimism terdapat hubungan dengan komitmen organisasi.

Berdasarkan berbagai penelitian dan fakta-fakta empiris diatas, beberapa penelitian mendapatkan kesimpulan bahwa aspek psikologis yaitu self-efficacy, hope, resilience, dan optimism terdapat hubungan


(29)

dengan komitmen organisasi, maka dalam penelitian ini , peneliti tertarik untuk meneliti “Hubungan Antara Psychological Capital Dengan Komitmen Organisasi Pada Pegawai Negeri Sipil BPKAD Surabaya.


(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Komitmen Organisasi

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi merupakan perwujudan psikologis yang mengkarakteristikkan hubungan pekerja dengan organisasi dan memiliki implikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan keanggotaannya dalam organisasi (Meyer & Allen, 1990). Keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi, kepercayaan dan penerimaan akan nilai-nilai dan tujuan organisasi, serta kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi (Mowday,1982).

Menurut Iverson (1996) komitmen organisasi adalah prediktor terbaik dalam perubahan dibandingkan dengan kepuasan kerja. karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan mengerahkan usaha lebih dalam proyek perubahan guna membangun sikap positif terhadap perubahan (Julita & Wan Rafaei, 2010). Becker (1996) menyatakan komitmen organisasi adalah variabel kriteria dalam mengukur impact perubahan organisasi dikarenakan adanya hubungan yang kuat antara karyawan dengan organisasi (Julita & Wan Rafaei, 2010).

Komitmen organisasi merupakan dorongan dalam diri individu untuk berbuat sesuatu agar dapat menunjang keberhasilan organisasi dengan tujuan dan lebih mengutamakan kepentingan organisasi (Winner, 1982 dalam Yudi Syarif, 2006). Kalbers dan Fogarty (1995) dalam Sri Trisnaningsih (2001)


(31)

menggunakan dua pandangan tentang komitmen organisasi yaitu affective dan

continuence. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa komitmen organisasi yang bersifat affective berhubungan dengan satu pandangan profesionalisme yaitu pengabdian pada profesi. Sedangkan komitmen organisasi continuence

berhubungan secara positif dengan pengalaman dan berhubungan negatif dengan pandangan profesionalisme kewajiban sosial.

Selanjutnya, Porter, Lyman W., and Steers R.M. (1973) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai kekuatan relatif individu terhadap suatu organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu, yang dicirikan oleh tiga faktor psikologis: (1) Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu, (2) Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi dan (3) Kepercayaan yang pasti dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Berdasarkan pernyataan diatas, sumber daya manusia menjadi hal yang penting untuk memajukan suatu organisasi. Meyer dan Allen (2003) mengatakan bahwa suatu organisasi tidak harus memiliki pekerja dengan jumlah banyak, akan tetapai pekerja yang menjadi “hati, otak dan otot” dari organisasi. Dengan kata lain, organisasi atau perusahaan membutuhkan orang-orang yang benar-benar berkomitmen untuk dapat memajukan organisasi daripada memiliki jumlah pekerja yang banyak tetapi tidak berkomitmen. Hal ini dikarenakan pekerja dengan komitmen yang tinggi akan bekerja sepenuh hati untuk mencapai tujuan organisasi.


(32)

Kobasa, Maddi dan Kahn (1982, dalam Meyer dan Allen, 1997) menyatakan bahwa komitmen pada pekerja berkembang secara natural dan seseorang merasa perlu untuk berkomitmen pada sesuatu. Pekerja dengan komitmen tinggi, maka pekerja tersebut akan memiliki performa maksimal, jarang absen, senang dengan keanggotaannya dan merasa terikat dengan organisasi tempat ia bekerja. Hal ini sangat erat kaitannya dengan output yang muncul dari pekerja dengan komitmen yang baik. Oleh karena itu, komitmen merupakan salah satu aspek penting untuk mencapai tujuan perusahaan. Semakin tinggi komitmen yang dimiliki pekerja maka tujuan perusahaan akan semakin cepat tercapai.

Berdasarkan pernyataan diatas bahwa pegawai yang kurang berkomitmen pada organisasi, pegawai akan menyalurkan komitmennya tersebut pada hal lainnya seperti karir, hobi dan kelompok sosial. Seorang pekerja yang tidak berkomitmen pada organisasinya, ia akan mulai mengevaluasi kemampuan dan pengalamannya untuk kemudian mencari tahu seberapa besar ia dihargai diluar organisasi daripada memikirkan pekerjaannya yang sekarang atau karir kedepannya di organisasi tersebut. Hal ini secara tidak langsung memicu pekerja untuk tidak memperhatikan pekerjaannya, dan memiliki kemungkinan untuk tidak memperhatikan pekerjaannya, dan memiliki kemungkinan untuk meninggalkan organisasi tersebut.

Mengacu pada pernyataan diatas bahwa pegawa yangi sampai meninggalkan organisasi, maka hal ini akan sangat merugikan bagi organisasi


(33)

karena organisasi harus mencari sumber daya manusia baru untuk direktur dan dikembangkan agar sesuai dengan kebutuhan organsasi. Hal ini menyebabkan komitmen merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Allen dan Meyer (1990) mengatakan bahwa komitmen organisasi sangat berhubungan dengan turnover, seseorang yang komitmennya tinggi akan lebih terikat dengan organisasinya daripada pekerja yang komitmennya rendah. Pekerja dengan komitmen rendah akan memiliki kecenderungan untuk meninggalkan organisasinya.

Berdasarkan penjelasan dari Allen dan Meyer (1990) tersebut dapat ditinjau dari pentingnya komitmen organisasi untuk dimiliki pada pekerja agar organisasi bisa berjalan dengan optimal dan mencapai tujuannya. Komitmen seseorang pada organisasi bisa dikarenakan pegawai memang senang untuk bekerja di organisasi tersebut karena merasa mendapatkan keuntungan karena pegawai tersebut tidak memiliki pilihan lain. Hal ini menyebabkan pentingnya untuk mengetahui komitmen organisasi yang dimiliki individu.

Hal yang umum dari ketiga pendekatan tersebut adalah pandangan bahwa komitmen merupakan kondisi psikologis yang mencirikan hubungan antara karyawan dengan organisasi dan memiliki implikasi bagi keputusan individu untuk tetap berada atau meninggalkan organisasi. Namun demikian sifat dari kondisi psikologis untuk tiap bentuk komitmen sangat berbeda. Karyawan dengan komitmen afektif yang kuat tetap berada dalam organisasi karena menginginkannya (want to) karyawan dengan komitmen kontinuan


(34)

yang kuat tetap berada dalam organisasi karena membutuhkannya (need to), sedangkan karyawan yang memiliki komitmen normatif kuat tetap berada dalam organisasi karena mereka harus melakukan (ought to) (Allen and Meyer, 1990).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi komitmen organisasi dari Allen dan Meyer (1991 dalam Palupi 2004) yaitu keadaan psikologis yang (a) menggambarkan hubungan pekerja dengan organisasi dan (b) memiliki implikasi pada keputusasn dirinya untuk melanjutkan atau menghentikan keanggotaan pada suatu organisasi.

2. Komponen Komitmen Organisasi

Sesuai dengan definisi yang telah dipaparkan di atas, terdapat 3 komponen dalam komitmen organisasi yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuitas dan komitmen normatif.

1. Komitmen Afektif

Komitmen afektif merupakan komitmen yang berasal dari keterlibatan secara emosional individu pada organisasi dimana ia bekerja. Hal ini berarti individu dengan komitmen aktif yang tinggi adalah individu yang memiliki keinginan untuk tetap berada pada organisasi tersebut berdasarkan komponen afektif yang dimilikinya Megyer dan Allen (1997, dalam Wiyardi, 2010). Jadi komitmen afektif berkaitan dengan adanya keterkaitan emosional, identifikasi dan keterlibatan pekerja dalam organisasi. Meyer dan Allen (1997, dalam Wiyardi, 2010) menyebutkan bahwa keterlibatan individu


(35)

secara emosional terhadap organisasi membuat individu memiliki motivasi yang lebih kuat untuk memberikan kontribusi organisasinya. Sebagai contoh, seseorang akan memilih untuk tidak absen dari pekerjaannya dan menunjukkan performa yang baik, mengidentifikasikan dirinya terlibat dalam organisasi dan menikmati keanggotaannya tersebut.

2. Komitmen Kontinuitans ( Komitmen Rasional)

Menurut Meyer dan Allen (1990) komitmen rasional adalah komitmen berdasarkan persepsi akan untung dan rugi yang diperoleh apabila ia memutuskan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan keanggotaannya. Orang yang memiliki komitmen kontinuans yang tinggi akan bertahan pada suatu perusahaan karena perhitungan biaya yang akan ia keluarkan apabila ia meninggalkan perusahaan dan bukan karena keterikatan emosi. Orang tersebut akan tetap berada didalam organisasi karena ia membutuhkan organisasi tersebut. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingginya komitmen kontinuans adalah kondisi ekonomi, angka pengangguran dan kurangnya alternatif pekerjaan lain (Colquitt, Lepine & Wesson 2009 dalam Wiyardi 2010). Seseorang yang bekerja diperusahaan dengan komitmen ini akan mengalami kekecewaan apabila ia mengalami kerugian dan bisa berujung pada performa yang tidak sesuai (Meyer dan Allen, 1997 dalam Wiyardi, 2010).


(36)

3. Komitmen Normatif

Komitmen normatif berkaitan dengan adanya rasa wajib dari dalam diri seseorang untuk tetap bertahan atau berhenti bekerja dari perusahaan (Meyer & Allen, 1990). Dengan kata lain, komitmen ini melihat seberapa jauh loyalitas pekerja terhadap perusahaan berdasarkan rasa “wajib” yang dimilikinya untuk tetap tinggal di organisasi tersebut.

Wiener (1982 dalam Palupi 2004) mengatakan bahwa komitmen normatif merupakan tekanan yang muncul sebagai akibat dari adanya tekanan normatif. Tekanan normatif yang dimaksud adalah adanya “imbalan dimuka” yang diberikan organisasi kepada pekerjanya sehingga membuat orang tersebut merasa “tidak enak” untuk meninggalkan organisasinya sampai “utangnya” terbayarkan. Individu yang mempunyai komitmen normatif tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi, karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas.

Meyer & Allen (1991) menyatakan bahwa aspek dari komitmen normatife terdiri dari perasaan akan memotivasi individu untuk bertingkahlaku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi organisasi. Adanya komitmen normatif diharapkan memiliki hubungan yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti

job performance, work attendance, dan organizational citizenship

komitmen normatife akan berdampak kuat pada suasana pekerjaan (Allen & Meyer, 1997).


(37)

B. Psychological Capital

1. Pengertian Psychological Capital

Menurut Luthan (2007:3) Psychological Capital adalah kondisi perkembangan positif seseorang dan karakteristik oleh : (1) memiliki kepercayaan diri (self-efficacy) untuk menghadapi tugas–tugas yang menantang dan memberikan usaha yang cukup untuk sukses dalam tugas–tugas tersebut ; (2) membuat atribusi yang positif (optimism)

tentang kesuksesan dimana masa kini dan masa depan ; (3) tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuan dan bila perlu mengalihkan jalan untuk mencapai tujuan dan bila perlu mengalihkan jalan untuk mencapai tujuan

(hope) ; dan (4) ketika dihadapkan pada permasalahan dan halangan dapat bertahan dan kembali (resiliency), bahkan lebih untuk mencapai kesuksesan.

2. Dimensi Psychological Capital 1. Self–efficacy

Bandura (dalam Betz, 2004), menyatakan bahwa self-efficacy

merupakan keyakinan individu bahwa ia dapat berhasil menjalankan perilaku yang dibutuhkan oleh situasi tertentu. Dengan kata lain, self-efficacy merupakan kepercayaan seseorang terhadap keyakinan diri dan kemampuannya dalam melakukan suatu pekerjaan, sehingga memperoleh suatu keberhasilan. Keberhasilan diri adalah kepercayaan orang lain terhadap kemampuan seseorang untuk berhasil dalam situasi tertentu (Locke et al, 2004).


(38)

2. Hope (the will and the way)

Istilah hope digunakan secara luas dalam kehidupan sehari–hari. Namun, sebagai kekuatan psikologis, terjadi banyak salah persepsi tentang hope itu sebenarnya dan apa karakteristik dari individu, kelompok atau organisasi yang memiliki hope. Banyak yang mencampur adukan istilah hope dan wishfull thingking. C.Rick Synder (dalam Synder, Irving & Anderson 1991) mendefinisikan hope sebagai keadaan psikologis positif yang didasarkan pada kesadaran yang saling mempengaruhi antara : agency (energi untuk mencapai tujuan), path ways (perencanaan untuk mencapai tujuan).

Penelitian Synder (2002), mendukung ide bahwa hope adalah seseorang yang mampu menetapkan tujuan-tujuan dan pengharapan yang menantang namun realistis dan kemudian mencoba mencapai tujuan– tujuan tersebut dengan kemampuan sendiri, energi dan persepsi control internal. hal inilah yang disebut oleh Synder sebagai agency atau

willpower (kekuatan kehendak).

Seringkali terlewatkan dalam penggunaan istilah ini secara umum, namun seperti yang didefinisikan oleh Snyder, C. R., Irving, L., & Anderson, J. (1991) komponen yang sama sama penting dan integralnya dari hope adalah disebut sebagai pathways atau ways power (kemampuan untuk melakukan). Pada komponen ini, seseorang mampu menciptakan jalur–jalur alternatif untuk mencapai tujuan yang meereka inginkan ketika jalur asalnya tertutup atau mendapat halangan (Synder, 1994).


(39)

Synder, Luthan (dalam bisnis horizon, 2004) memberikan panduan khusus yang bisa digunakan dalam mengembangkan hope : 1) goal setting untuk menetapkan dan memperjelas dengan detail apa yang menjadi tujuan selama ini 2) stepping memberikan penjelasan tengang langkah–langkah kongkrit dalam mencapai tujuan tersebut 3)

participative initiatives membuat beberapa alternatif apabila satu alternatif sulit dilalui, maka menggunakan alternatif yang selanjutnya untuk tetap mencapai tujuan 4) showing confidence memberikan pengakuan pada diri individu bahwa proses yang dikerjakan untuk mencapai tujuan adalah hal yang disenangi dan tidak semata – mata fokus pada pencapapian akhir, 5) preparedness, selalu siap menghadapi rintangan.

Harapan didefinisikan sebagai keadaan motivasi positif yang didasarkan pada interaktif berasal rasa sukses (1) lembaga (energi yang diarahkan pada tujuan) dan (2) jalur (perencanaan untuk memenuhi tujuan) "(Snyder, Irving, & Anderson, 1991).

3. Optimism

Optimism adalah suatu explanatory style memberikan atribusi peristiwa–peristiwa positif pada sebab–sebab yang personal permanen serta pervasive dan menginterpretasikan peristiwa–peristiwa negatif pada faktor–faktor yang eksternal, sementara, serta situasional. Sebaliknya

explanatory style yang pestimistis akan menginterpretasikan peristiwa positif dengan atribusi–atribusi yang eksternal, sementara, serta


(40)

situasional dan mengatribusi peristiwa negatif pada penyebab yang personal, permanent dan pervasive (Seligman,1998).

Berdasarkan penjelasan Optimism di atas, maka individu yang

Optimism akan merasa ikut andil dalam keadaan positif terjadi dalam hidupya. Mereka memandang bahwa penyebab dari peristiwa–peristiwa yang menyenangkan dalam hidup mereka berada daam kekuasaan dan kontrol diri mereka. Seseorang yang Optimism akan berfikir bahwa penyebab peristiwa–peristiwa tersebut akan terus ada dimasa depan dan akan membantu mereka menangani peristiwa lain dalam hidupnya. Mereka memandang bahwa penyebab dari peristiwa–peristiwa yang menyenangkan dalam hidup mereka berada dalam kekuasaan dan kontrol mereka.

Seorang yang Optimism akan berpikir bahwa penyebab peristiwa– peristiwa tersebut akan terus ada dimasa depan dan akan membantu mereka menangani peristiwa–peristiwa lain didalam hidupnya.

Optimism explanatory style yang dimiliki membuat mereka memandang secara positif serta mengatribusikan secara internal aspek-aspek kehidupan baik bukan hanya dimasa lalu melainkan juga masa depan. Misalkan seorang karyawan mendapatkan umpan balik yang positif dari pengawasannya maka ia akan menganggap bahwa hal tersebut dikarenakan sikap kerja sendiri, ia akan memastikan dirinya bahwa karyawan tersebut atau mampu untuk bekerja keras dan sukses tidak hanya pada pekerjaan ini, namun juga pada setiap hal yang mereka


(41)

lakukan. Selain itu, ketika mereka mengalami peristiwa negatif atau dihadapkan pada situasi yang tidak di inginkan, orang yang Optimism

akan mengatribusikan penyebab hal tersebut pada sebab–sebab yang

eksternal dan situasional. Oleh karenanya, mereka tetap bersikap positif dan percaya terhadap masa depannya (Seligman, 1998).

4. Resiliency

Dari sudut pandang psikologi klinis, Masten dan Reed (2002) mendefinisikan resiliency sebagai kumpulan fenomena yang dikarakteristikan oleh pola adapatasi positif pada kontek keterpurukan namun juga kegiatan–kegiatan yang positif dan menantang. Resiliency

adalah kemampuan individu dalam mengatasi tantangan hidup serta mempertahankan energi yang baik sehingga dapat melanjutkan hidup secara sehat.

C. Hubungan Antara Psychological Capital dengan Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi merupakan perwujudan psikologis yang mengkarakteristikkan hubungan pekerja dengan organisasi dan memiliki implikasi terhadap keputusan untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan keanggotaannya dalam organisasi (Meyer & Allen, 1990).

Porter (1973) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan relatif individu terhadap suatu organisasi dan keterlibatannya dalam organisasi tertentu, yang dicirikan oleh tiga faktor psikologis: (1) Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu, (2)


(42)

Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi dan (3) Kepercayaan yang pasti dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Dengan mengacu pada pemaparan terkait dengan komitmen organisasi, karyawan memiliki tugas untuk memelihara mutu kinerja pada organisasi atau perusahaan. mutu kinerja yang cukup baik sangat erat kaitannya dengan perkembangan keadaan psikologis secara positif dari dalam diri karyawan itu sendiri. Luthans, Avolio, Walumbwa & Li (2004, dalam Shahnawaz & Jafri, 2009) menunjukkan bahwa psychological capital memiliki hubungan yang signifikan dengan performa pekerja dan komitmen pekerja.

Komitmen organisasi memiliki hasil yang berbeda-beda. Komitmen organisasi itu sendiri bisa didefinisikan sebagai suatu keadaan psikologis yang (a) mengambarkan hubungan pekerja dengan organisasi dan (b) memiliki implikasi pada keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan keanggotaan pada suatu organisasi. Allen dan Meyer (1991 dalam Palupi, 2004). Hasil penelitian-penelitian yang sudah ada menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan antar psychological capital dan komitmen organisasi. Begitu juga yang dilakukan oleh Larson & Luthans (2006, dalam Luthans, Avolio, Bruce, Avey and Norman, 2007) yang menjelaskan bahwa psychological capital memiliki korelasi yang signifikan dengan komitmen organisasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa


(43)

orang yang memiliki psychological capital tinggi akan memiliki komitmen organisasi yang tinggi pula.

Sejalan dengan penelitian Larson dan Luthan (2006), hasil penelitian Youssef & Luthan (2007, dalam Luthans. Avolio, Bruce, Avey and Norman,2007) mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komponen hope dan resilency apabila dikaitkan dengan komitmen organisasi. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Etabarian, Tavakoli dan Abzari (2012) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara psychological capital terhadap komponen hope dan self-efficacy

pada komitmen organisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Youssef dan Luthan (2007 dalam Luthans, Norman, Avolio & Avey, 2008) menunjukkan bahwa komponen

hope dari psychological capital memiliki hubungan terhadap performa pekerja, kepuasan kerja, kebahagiaan dan komitmen. Selain itu penelitian dari penelitian dari Peterson and Luthan (2003 dalam Luthans, Norman, Avolio & Avey, 2008) menunjukkan bahwa komponen hope dari

psychological capital memiliki hubungan dengan performa finansial, kepuasan kerja dan employee retention. Baron dan Greenberg (1990 dalam Jiu, 2010), selain itu Meyer et. Al (1993 dalam Scultz T. Th) menunjukkan bahwa pekerja yang berkomitmen memiliki ekspektasi yang tinggi kepada pekerjaannya. Baugh & Roberts, (1994 dalam Schultz T. Th) menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki performa yang lebih baik.


(44)

Hasil penelitian dari Luthan, Avolio, Walumba & Li (2004 dalam Shahnawas & Jafri, 2009) menunjukkan bahwa psychological capital memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat absen pekerja, ”employee cycnism” dan intention to quit, akan tetapi memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan kerja, komitmen, organizational citizenship behavior,

performa kerja dan keefektifan kepemimpinan. Hal ini disebabkan komitmen pegawai pada suatu organisasi secara tidak langsung akan mempengaruhi absenteism dan turn over.

Hasil penelitian (Larson & Luthans, 2006; Youssef & Luthans, 2007) juga mengungkapkan bahwa ada hubungan positif karyawan yang mempunyai ketahanan dalam bekerja dengan kepuasan kerja, komitmen dan kebahagiaan. Permasalahan komitmen pada karyawan mungkin saja ditanggulangi pada saat melakukan rekrutmen tetapi hal tersebut tidak bisa menjamin komitmen tersebut bertahan seterusnya. Pada saat bekerja mungkin saja terdapat berbagai hal yang mempengaruhi komitmen karyawan itu sendiri sehingga tidak bisa dipastikan apakah orang yang memiliki komitmen tinggi diawal masa kerjanya akan terus memiliki komitmen yang tinggi untuk seterusnya. Colquitt, Lepine dan Wesson (2009 dalam Wiyardi, 2010) menjelaskan bahwa semakin tinggi komitmen organisasi seseorang maka perilaku perilaku menarik diri dalam organisasi

akan semakin minim. Sebaliknya, tingginya perilaku perilaku menarik diri dalam organisasi yang berujung kepada keluarnya angota organisasi menunjukan komitmen organisasi yang rendah.


(45)

Peneliti menduga karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang cukup baik akan mempengaruhi pula pada psychological capital, Peneliti merasa tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai komitmen organisasi dan psychological capital pada pegawai BPKAD Surabaya karena sebelumnya peneliti telah melakukan observasi terlebih dahulu terkait dengan aspek-aspek psychological capital yang terdapat pada pegawai di BPKAD. Peneliti melakukan hal tersebut untuk mengukur tingkat komitmen organisasi dengan melihat susunan program yang terencana untuk mencapai visi yang ada. Penelitian ini merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Walaupun demikian, penelitian sejenis dibidang ini tetap diperlukan untuk memperkaya penelitian psychological capital terhadap komitmen organisasi di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti mencoba melihat hubungan antara psychological capital dan komitmen organisasi karyawan.

Berdasarkan beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi seperti telah dipaparkan diatas didapatkan suatu kesimpulan bahwa aspek psikologis individu merupakan faktor yang berpengaruh bagi munculnya komitmen organisasi dan salah satunya adalah psychological capital dengan berbagai aspek meliputi self-efficacy, hope, optimism dan resiliency.


(46)

D. Landasan Teoritis

Kerangka teoritis penelitian ini adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Soekidjo Notoatmodjo, 2010). Kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah variabel yang saling berhubungan. Adapun variabel bebas dari penelitian ini adalah psychological capital sedangkan variabel terikatnya adalah komitmen organisasi.

Pegawai memiliki komitmen organisasi yang cukup baik dalam menerapkan pekerjaannya, maka dapat dipastikan karyawan tersebut mempunyai berbagai aspek dari psychological capital Luthan, Youssef & Avolio (2007) seperti self-efficacy dikemukakan bahwa individu mementukan target yang tinggi bagi dirinya dan mengerjakan tugas-tugas yang sulit, menerima tantangan secara senang dan terbuka, memiliki motivasi diri yang tinggi, melakukan berbagai usaha untuk mencapai target yang telah dibuat, gigih saat menghadapi hambatan. Dengan penjelasan tersebut orang-orang dengan self-efficacy yang tinggi akan dapat mengembangkan dirinya secara mandiri dan mampu untuk menjalankan tugas secara efektif. Orang yang memiliki self-efficacy tinggi akan mampu untuk menetapkan tujuan dan memilih tugas yang sulit untuk dirinya.

Penjelasan lebih lanjut dari Luthans, Youssef & Avolio (2007) mengenai orang optimis adalah orang yang akan beranggapan segala sesuatu yang terjadi pada dirinya merupakan hal yang memang sengaja


(47)

dilakukan dan berada dalam kontrol dirinya. Orang tersebut secara tidak langsung akan melihat segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya dan apabila terjadi suatu hal yang negatif dalam hidupnya, individu akan terus bersikap positif dan percaya akan masa depannya. Pada orang yang pesimistis, individu tidak akan perhatian pada hal yang positif dalam hidupnya bahkan hanya fokus pada anggapan hal yang terjadi tersebut dikarenakan kesalahan semata.

Individu yang optimis menjadi realistik dan fleksibel. Hal tersebut dikarenakan optimisme dalam psychological capital tidak hanya digambarkan sebagai perasaan positif dan egois tetapi menjadi suatu pembelajaran yang kuat dalam hal disiplin diri. Individu dengan optimisme

yang tinggi akan mampu merasakan implikasi secara kognitif dan emosional ketika mendapatkan kesuksesan. Individu tersebut juga mampu menentukan nasibnya sendiri meskipun mendapatkan tekanan dari orang lain mampu memberikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang terkait ketika dirinya mencapaii kesuksesan (Luthans, Youssef & Avolio,2007).

Berdasarkan penjelasan diatas menunjukkan bahwa individu yang memiliki optimism akan mampu memandang permasalahan yang terjadi dalam hidupnya secara positif dan menganggap hal negatif bukanlah hambatan untuk dirinya sehingga individu mampu untuk menghadapi masa depan.


(48)

Luthans (2007) menyatakan bahwa ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan hope pada diri seseorang. Hal yang perlu diperhatikan adalah goal-setting. Individu perlu mengetahui apa yang menjadi tujuannya sehingga mengetahui apa yang di capai dan cara yang tepat. Selain itu, individu perlu melakukan stepping untuk meningkatkan

hope dalam dirinya. Stepping itu sendiri merupakan suatu cara untuk menjabarkan setiap langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Hal terakhir yang dapat meningkatkan hope adalah reward. Reward

mampu mendorong seseorang untuk mencapai harapannya sehingga individu akan termotivasi untuk bekerja.

Luthans (2007) individu yang memiliki kemampuan resiliensi yang tinggi mampu untuk belajar dan berkembang dari tantangan yang dihadapi. Masten dan Reed (dalam Luthan, 2007) mendefiniskan resiliensi sebagai fenomena dengan pola adaptasi positif dalam konteks situasi yang menyulitkan dan berisiko.

Masten dan Reed (dalam Luthan, 2007) menjelaskan bahwa perkembangan dari resiliensi itu sendiri bergantung pada dua faktor yaitu

resiliency assets dan resilience risk (Luthans, Youssef & Avolio,2007).

resiliency assets adalah karakteristik yang dapat diukur pada suatu kelompok atau individu yang dapat memprediksi keluaran positif dimasa yang akan datang dengan kriteria yang spesifik. Resiliene risk adalah sesuatu yang dapat meningkatkan keluaran yang tidak diinginkan, seperti


(49)

pengalaman yang tidak mendukung perkembangan diri, contohnya seperti kecanduan alcohol, obat-obatan terlarang dan terpapar trauma kekerasan.

Baron dan Greenberg (1990 dalam Jiu, 2010), selain itu Meyer et. Al (1993 dalam Scultz T. Th) menunjukan bahwa pekerja yang berkomitmen memiliki ekspektasi yang tinggi kepada pekerjaannya. Baugh & Roberts, (1994 dalam Schultz T. Th) menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki performa yang lebih baik. Peneliti merasa tertarik untuk melakukan sebuah pene

Gambar 1. Skema Konsep Penelitian

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian (Sugiono, 2008 : 96). Hipotesis dalam penelitian ini dijelaskan menjadi dua hipotesis yaitu hipotesis alternatif dan hipotesis null.

1. Hipotesis Alternatif (Ha)

Terdapat hubungan antara psychological capital dengan komitmen organisasi.

2. Hipotesis Null (H0)

Tidak terdapat hubungan antara psychological capital dengan komitmen organisasi.

Psychological


(50)

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN A.Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel bebas

Menurut Luthan (2007:3) Psychological Capital adalah kondisi perkembangan positif seseorang dan karakteristik oleh : (1) memiliki kepercayaan diri (self-efficacy) untuk menghadapi tugas–tugas yang menantang dan memberikan usaha yang cukup untuk sukses dalam tugas– tugas tersebut ; (2) membuat atribusi yang positif (optimism) tentang kesuksesan dimana masa kini dan masa depan ; (3) tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuan dan bila perlu mengalihkan jalan untuk mencapai tujuan dan bila perlu megnalihkan jalan untuk mencapai tujuan (hope) ; dan (4) ketika dihadapkan pada permasalahan dan halangan dapat bertahan dan kembali (resiliency), bahkan lebih untuk mencapai kesuksesan.

2. Definisi Operasional

Psychological capital adalah kondisi perkembangan positif seseorang dan karakteristik oleh : (1) memiliki kepercayaan diri ( self-efficacy) untuk menghadapi tugas–tugas yang menantang dan memberikan usaha yang cukup untuk sukses dalam tugas–tugas tersebut ; (2) membuat atribusi yang positif (optimism) tentang kesuksesan dimana masa kini dan masa depan ; (3) tidak mudah menyerah dalam mencapai tujuan dan bila perlu mengalihkan jalan untuk mencapai tujuan dan bila perlu mengalihkan jalan untuk mencapai tujuan (hope); dan (4) ketika


(52)

dihadapkan pada permasalahan dan halangan dapat bertahan dan kembali (resiliency), bahkan lebih untuk mencapai kesuksesan.

3. Variabel Tergantung (Komitmen Organisasi)

Allen dan Meyer (1990) Komitmen organisasi yaitu keadaan psikologis yang (a) menggambarkan hubungan pekerja dengan organisasi dan (b) memiliki implikasi pada keputusan dirinya untuk melanjutkan atau menghentikan keanggotaan pada suatu organisasi komitmen organisasi mempunyai 3 yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuitas dan komitmen normatif.

4. Definisi Operasional

Komitmen organisasi yaitu keadaan psikologis yang didalamnya memuat 3 komponen yaitu komitmen afektif, komitmen kontinuitas dan komitmen normatif.

B.Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi

Penelitian ini adalah pegawai yang bekerja di Pegawai Negeri Sipil (BPKAD) Surabaya dengan jumlah 200 pegawai negeri sipil.

2. Sampel

Subyek yang digunakan dalam penelitian adalah 50 pegawai negeri sipil di BPKAD Surabaya.


(53)

3. Teknik Sampling

Menggunakan teknik Acceidental sampling yang bersifat non probability sampling dengan teknik ini yang peneliti memberikan alat ukur secara kebetulan pada subjek yang ditemui atau mudah ditemui dilokasi.

C.Teknik Pengumpulan Data

Dalam Sugiono (2008) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standart data yang ditetapkan.

Dalam Azwar (2000) menurut Gable, 1986 metode rating yang dijumlahkan populer dengan nama penskalaan model Likert merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Dalam pendekatan ini tidak diperlukan adanya kelompok panel penilai (judging group) dikarenakan nilai skala setiap pernyataan tidak akan ditentukan derajat favorabelnya masing-masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi respon setuju atau tidak setuju dari sekelompok responden yang bertindak sebagai kelompok uji coba (pilot study).

Dalam Azwar (2000) Kelompok uji coba ini hendaknya memiliki karakteristik yang semirip mungkin dengan karakteristik individu yang hendak diungkap sikapnya oleh skala yang sedang disusun. Disamping itu, agar hasil analisis dalam penskalaan lebih cermat dan stabil responden yang digunakan


(54)

sebagai kelompok uji coba ini, menurut saran Gable (1986) adalah sekitar 6 sampai 10 kali lipat banyaknya pernyataan yang akan dianalisis.

Dalam Azwar (2000) prosedur penskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan didasari oleh dua asumsi, yaitu (1) setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai termasuk pernyataan yang favorabel atau pernyataan yang tak–favorabel (2) jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap negatif.

Pada penelitian ini tipe skala yang akan digunakan adalah skala Likert. Alasan peneliti menggunakan skala Likert yaitu untuk memudahkan partisipan untuk memberikan tanda pada setiap instrumen yang telah di pahami. Skala Likert memiliki asumsi bahwa setiap item yang digunakan memiliki bobot yang sama dan bertujuan untuk mengukur sikap seseorang terhadap suatu persoalan (Azwar, 2000).

Tabel 1.

Blueprint Komitmen Organisasi

Dimensi Indikator No item pernyataan Total

1. Komitmen Afektif

Keterlibatan secara emosional, keinginan tetap berada, identifikasi, memiliki motivasi kuat, memberikan kontribusi, tidak absen, performa baik, menikmati keanggotaannya 5,8,11,18,21,24,31,34,41,44 ,47,94,97,100,103 15 2. Komitmen Rasional

Persepsi akan untung dan rugi melanjutkan atau tidak melanjutkan keanggotaannya, bertahan pada suatu perusahaan, 6,9,12,19,22,29,32,35,42,45 ,48,95,98,101,104 15 3. Komitmen Normatif

Tetap bertahan, rasa wajib 7,10,17,20,23,30,33,36,43,4 6,93,96,99,102,105


(55)

Tabel 2.

Blueprint Psychological Capital

D. Validitas dan Reliabilitas Data

1. Uji Validitas

(Azwar, 1997) Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketetapan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya, suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut

Dimensi Indikator No item pernyataan Total

1. Hope

a. Keinginan yang didasari interaksi

akan perasaan sukses

1,13,53,65,81 5

b. Berfikir positif dalam merencanakan

tujuan

25,37,49,54,57,61,

69,73,77,85,89

11

2. Self Efficacy

a. Mampu memberikan motivasi diri

sendiri dan orang lain

4,52,72,76,80 5

b. Yakin akan kemampuan yang

dimiliki

28,40,50,56,60,

64,68,84,88,92

10

3. Resilience (Ketahanan)

a. Menghindarkan diri dari

ketidakbaikkan, ketidakpastian,

konflik, kegagalan

3,15,27,39,59,63,67,7

9,91,71

9

b. Menciptakan perubahan positif,

kemajuan dan peningkatan

tanggungjawab

51,55,75,83,87 5

4. Optimism (Optimis)

a. Berharap dan yakin akan sukses di

masa depan

2,14,16,26,38,58,62,6

6,

70,74,78,12,82,86,90 14


(56)

menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil alat ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

Data yang digunakan merupakan hasil skor dari kuisioner yang disebarkan dalam bentuk kualitatif dan diubah dalam bentuk kuantitatif. Data kuantitatif tersebut kemudian diuji validitasnya dengan menggunakan program SPSS 16 for windows dalam perhitungan korelasi. Uji validitas item–item pernyataan terdapat dalam kuesioner dilakukan dengan jalan melihat nilai probabilitasnnya atas nilai signifikansinya. Apabila nilai signifikansinya kurang dari taraf kesalahan ( 5% atau 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa alat tersebut valid.

Pengukuran validitas adalah dengan menentukan besarnya nilai r tabel dengan ketentuan. Adapun kaidah yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Jika harga corrected item total correlation

bertanda positif dan < r tabel, maka item tidak valid, 2) Jika harga

corrected item total correlation bertanda negatif dan < r tabel, maka item tidak valid, 3) Jika harga corrected item total correlation

bertanda negatif dan < r tabel, maka item tidak valid, dan 4) Jika harga

corrected item total correlation bertanda positif dan > r tabel, maka item valid.

a. Skala Psychological Capital

Dari hasil uji validitas 59 item skala Psychological Capital


(57)

aitem nomor 4, 14, 28, 37, 38, 40, 49, 51, 52, 55, 58, 61, 69, 74, 75, 76, 80, 86, 87, 88, 90, 91 dengan taraf signifikansi 5 %.

Tabel 3.

Aitem Psychological Capital

Aitem Aitem -total korelasi

r-tabel Keterangan

Aitem 4 0.323 0.250 Tinggi

Aitem14 0.288 0.250 Rendah

Aitem28 0.285 0.250 Rendah

Aitem37 0.361 0.250 Tinggi

Aitem38 0.341 0.250 Tinggi

Aitem40 0.372 0.250 Tinggi

Aitem49 0.346 0.250 Tinggi

Aitem51 0.472 0.250 Tinggi

Aitem52 0.473 0.250 Tinggi

Aitem55 0.446 0.250 Tinggi

Aitem58 0.347 0.250 Tinggi

Aitem61 0.441 0.250 Tinggi

Aitem69 0.383 0.250 Tinggi

Aitem74 0.431 0.250 Tinggi

Aitem75 0.518 0.250 Tinggi

Aitem76 0.331 0.250 Tinggi

Aitem80 0.391 0.250 Tinggi

Aitem86 0.297 0.250 Rendah

Aitem87 0.444 0.250 Tinggi

Aitem88 0.468 0.250 Tinggi

Aitem90 0.452 0.250 Tinggi

Aitem91 0.415 0.250 Tinggi

b. Skala Komitmen Organisasi

Dari hasil uji validitas 29 item skala Komitmen Organisasi terdapat 22 item yang aitem yang mempunyai nilai rendah dan tinggi yaitu item nomor 6, 7, 8, 9, 10, 11, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 24,


(58)

29, 31, 32, 32, 34, 35, 42, 43, 44, 45, 46, 93, 96, 97, 98, 103, 104 dengan taraf signifikansi 5 %.

Tabel 4.

Aitem Komiten Organisasi

Aitem Aitem Total korelasi

r-tabel Keterangan

Aitem 6 0.456 0.250 Tinggi

Aitem 7 0.352 0.250 Tinggi

Aitem 8 0.316 0.250 Tinggi

Aitem 9 0.308 0.250 Tinggi

Aitem 10 0.451 0.250 Tinggi

Aitem 11 0.370 0.250 Tinggi

Aitem 17 0.395 0.250 Tinggi

Aitem 18 0.462 0.250 Tinggi

Aitem 19 0.509 0.250 Tinggi

Aitem 21 0.419 0.250 Tinggi

Aitem 22 0.607 0.250 Tinggi

Aitem 23 0.346 0.250 Tinggi

Aitem 24 0.327 0.250 Tinggi

Aitem 29 0.769 0.250 Tinggi

Aitem 31 0.325 0.250 Tinggi

Aitem 32 0.544 0.250 Tinggi

Aitem 34 0.299 0.250 Tinggi

Aitem 35 0.370 0.250 Tinggi

Aitem 42 0.389 0.250 Tinggi

Aitem 43 0.395 0.250 Tinggi

Aitem 44 0.566 0.250 Tinggi

Aitem 45 0.545 0.250 Tinggi

Aitem 46 0.478 0.250 Tinggi

Aitem 93 0.616 0.250 Tinggi

Aitem 96 0.272 0.250 Rendah

Aitem 97 0.437 0.250 Tinggi

Aitem 98 0.279 0.250 Rendah

Aitem 103 0.434 0.250 Tinggi


(59)

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas ini ditunjukkan oleh konsistensi skor yang diperoleh subjek dengan memakai alat yang sama (Azwar, 1997).

Uji reliabilitas alat ukur menggunakan pendekatan konsistensi internal dengan menggunakan prosedur hanya memerlukan satu kali pengunaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2000). Teknik yang digunakan adalah teknik reliabilitas Cronbach’s Alpha. Alasan peneliti menggunakan koefisien reliabilitas Cronbach’s Alpha adalah karena dapat digunakan apabila asumsi tidak dapat dipenuuhi.

Asumsi paralel merupakan metode pembelahan aitem yang dibagi menjadi dua bagian dan pararel satu dengan yang lain. Dalam melakukan pembelahan sama sehingga diharapkan belahan–belahan seimbang. Selain itu koefisien Cronbach’s Alpha merupakan teknik statistika yang fleksibel sehingga dapat digunakan untuk berbagai jenis data (Azwar, 2000).

Menurut (Azwar,1997) pada umumnya bila koefisien Cronbach’s

Alpha < 0.6 dapat dikatakan tingkat reliabilitasnya kurang baik, sedangkan koefisien Cronbach’s Alpha > 0,7 – 0.8 tingkat reliabilitasnya dapat diterima dan akan sangat baik jika > 0.8. Teknik yang digunakan


(60)

adalah teknik koefisien reliabilitas Cronbach’s Alpha dengan bantuan komputer Seri Program Statistik atau Statistical Package For The Sciences (SPSS).

a. Psychological Capital

Perhitungan reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji

cronbach’s Alpha dengan bantuan program komputer SPSS. Pengukuran reliabilitas adalah dengan menentukan besarnya nilai r tabel . Pada penelitian ini ini karena N=50 berarti. Adapun kaidah yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Jika harga r alpha bertanda positif dan < r tabel, maka variabel tidak reliabel, 2) Jika harga r alpha bertanda negatif dan < r tabel, maka variabel tidak reliabel, 3) Jika harga r alpha bertanda negatif dan > r tabel, maka variabel tidak reliabel, dan 4) Jika harga r alpha bertanda positif dan > r tabel, maka variabel reliabel.

Tabel 5.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha Nilai dari aitem

.831 22

Berdasarkan nilai koefisien Cronbach’s Alpha sebesar 0.831 > 0.250, maka instrumen psychological capital tersebut cukup besar dan reliabel. Artinya semua item tersebut sangat reliabel sebagai instrumen pengumpul data.


(61)

b. Komitmen Organisasi

Perhitungan reliabilitas pada penelitian ini menggunakan uji

cronbach’s Alpha dengan bantuan program komputer SPSS. Pengukuran reliabilitas adalah dengan menentukan besarnya nilai r tabel. Pada penelitian ini ini karena N=50 berarti. Adapun kaidah yang digunakan adalah sebagai berikut : 1) Jika harga r alpha bertanda positif dan < r tabel, maka variabel tidak reliabel, 2) Jika harga r alpha bertanda negatif dan < r tabel, maka variabel tidak reliabel, 3) Jika harga r alpha bertanda negatif dan > r tabel, maka variabel tidak reliabel, dan 4) Jika harga r alpha bertanda positif dan > r tabel, maka variabel reliabel.

Tabel 6.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha Nilai dari aitem

.888 29

Berdasarkan nilai koefisien Cronbach’s Alpha sebesar 0.888 > 0.250, maka instrumen psychological capital tersebut cukup besar dan reliabel. Artinya semua item tersebut sangat reliabel sebagai instrumen pengumpul data.

E. Analisis Data

Menurut Sugiyono (2008) dalam penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan menjawab rumusan masalah atau menguji hipotesis yang telah dirumuskan dalam proposal. Karena datanya


(62)

kuantitatif, maka teknik analisis data menggunakan metode statistik yang sudah tersedia menggunakan analisis korelasi Pearson Product Moment. Analisis tersebut suatu hubungan satu variabel dengan variabel lainnya. Korelasi tersebut bisa secara kausal. Jika korelasi tersebut tidak menunjukkan sebab akibat, maka korelasi tersebut dikatakan korelasional, artinya sifat hubungan variabel satu dengan variabel lainnya tidak jelas mana variabel sebab dan mana variabel akibat.

Beberapa hal yang harus dipenuhi apabila adalah data kedua variabel berbentuk data kuantatif (interval dan rasio) dan data berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Berkaitan dengan besaran harga koefisien korelasi, harga korelasi berkisar dari 0 (tidak ada korelasi sama sekali) sampai 1 (korelasi sempurna). Semakin tinggi harga koefisien korelasinya berarti semakin kuat korelasinya, dan sebaliknya.


(63)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek

Subyek penelitian ini adalah pegawai negeri sipil (PNS) di Kantor Pemerintahan (BPKAD) Surabaya berjumlah 50 orang dengan karakteristik subyek adalah pegawai negeri tetap di BPKAD berusia 27-56 tahun, berdomisili di kota Surabaya pengelompokan sampel dalam penelitian ini berjenis laki-laki sebanyak 36 orang sedangkan perempuan sebanyak 14 orang. pada responden penelitian ini 49 subyek sebagai staff dan 1 responden sebagai Kasubid.

Tabel 7. Jenis Kelamin

No. Jenis kelamin Jumlah

1. Laki-laki 36

2. Perempuan 14

Peneliti juga menjelaskan status subyek yang diambil dari data angket penelitian di BPKAD Surabaya. Responden sebanyak 13 belum menikah dan responden sebanyak 37 sudah menikah.

Tabel 8. Status

No. Status Jumlah

1. Menikah 37


(1)

76

resilience juga memiliki sumbangan efektif secara positif dalam menyumbang terhadap komitmen organisasi.

Terdapat faktor psychological capital adalah hope dan optimism

yang memiliki sumbangan secara negatif artinya tidak terdapat pengaruh terhadap komitmen organisasi. Berdasarkan hal tersebut, maka semakin tinggi self-efficacy dan resilience maka semakin tinggi pula komitmen organisasi pada pegawai negeri sipil di BPKAD Surabaya.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan mengenai penelitian hubungan antara psychological capital terhadap komitmen organisasi pada pegawai BPKAD-Surabaya, peneliti menyampaikan beberapa saran diantaranya adalah :

1. Bagi Perusahaan

Peneliti berharap agar perusahaan dalam menjamin mutu kinerja pegawai untuk berkomitmen dalam bekerja supaya diberikan jaminan kehidupan yang layak untuk meningkatkan mutu kinerja yaitu terkait percaya diri, optimis, perasaan berharap pada perusahan dan bertahan dalam tekanan pekerjaan dengan langkah yang modern tanpa adanya penilaian subyektif. 2. Bagi peneliti selanjutnya

Penulis berharap agar penelitian selanjutnya, bisa mengawasi langsung pengisian kuesioner untuk memperoleh hasil yang lebih maksimal dan melihat secara langsung dilapangan


(2)

77

bagaimana kinerja karyawan mungkin juga melihat secara data performa kerja yang akan diteliti.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, N.J. & Meyer, J. P. (1997). The measurement and antecedents of affective, continuance and normative comitmen to the organization. Journal of Occupational Psychology (1991), 63,1-18

Allen, N.J. dan Meyer,J.P.(2003). Commitment int the Workplace; Theory, Research, and Application. Thausand Oanks,CA..Sage

Publishing,Inc.Azwar, S, (2000). Sikap Manusia; Teori dan

pengukurannya (edisi kedua). Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Azwar, S., 2007, Penyusunan Skala Psikologi, Pustaka Pelajar Offset, Yogyakarta Azwar, Saifuddin, (1997), Reliabilitas dan Validitas (edisi Ketiga). Yogyakarta :

Pustaka Pelajar Offset

Azwar, Saifuddin, (2004). Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Belajar. Baron, Byrne. (2005). Psikologi Sosial (terjemah) edisi kesepuluh. Jakarta:

Erlangga.

Betz, N.E. 2004. Contributions of self-efficacy theory to career counseling: a personal perspective. The Career Development Quarterly, 52(4): 340-353 Chrysanti, Hana. (2009) Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan Komitmen

Organisasi Ppada Perawat Rumah Pakit Panti Wilasa Citarum. Semarang. Skripsi.

Feist, J., & Feist, G.J (2006). Theories of Personalitiy.New York: Mc Graw Hill. Guilford, J.P., & Frunchter, B. (1981). Fundamental statistic in psychology and eduation. New York: McGraw-Hill.

Jibi (2012). Wah 6500 orang asing direksi perusahaan di Indonesia. Diakses Pada 5 Februari 2017 pada solopos.com/2012/ekonomi-bisnis/wah-6500-orang-asing-jabat-direksi-perusahaan-di-Indonesia-170051

Jiu, C. K. (2010). Hubungan Faktor Individu dan Organisasi Dengan Komitmen Perawat pada Organisasi di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso. Depok: Universitas Indonesia. Tesis.

Kusjainah, (1998). ”Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Komitmen Karyawan

pada Organisasi di PT. Uniqwood Karya Kulon Progo.” Penelitian. STIE "Yo". Yogyakarta.

Kuncoro, Mudrajad.2009. Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Lopez (Eds.), Handbook of positive psychology (pp. 74–88). Oxford, UK: Oxford University Press.

Luthan, F., Youssef, C. M., & Avolio, B. J. (2007). Psychological capital: Developing the human competitive edge. New York: Oxford University Press.

Luthan. F., Norman, S. M., Avolio, B. J & Avey, J. B (2008). The Mediating role of Psychological Capital in the Supportive Organizational Climate


(4)

Employee Performance Relationship. J. Organiz. Behav. 29, 219 – 238, DOI: 10.1002/job.507.

Luthans, F., Youssef, C. M., & Avolio, B. J (2007). Psychological capital:developing the human competitive edge. New York: Oxford University Prentice Hall.

Luthans, F., Youssef, C. M., & Avolio, B. J. (2007). Psychological capital: Developing the human competitive edge. New York: Oxford University Press.

Luthans, Fred; Avolio, Bruce J.; Avey, James B.; and Norman, Steve M., (2007).

Positive Psychological Capital: Measurement and Relationship with Performance and Satisfaction. Leadership Institute Faculty Publication. Paper 11.

Luthans. F., Norman, S. M., Avolio, B.J. & Avey, J.B. (2008). The mediating role of psychological capital in the supportive organizational climate- employee performance relationship. J. Organiz. Behav. 29, 219 - 238,

DOI:10.1002/job.507.

Locke, E.A., and Latham, G.P. 2004. What should we do about motivation theory? Six recommendations for the twenty-first century. Academy of Management Review, 29(3): 388-403

Martini, Y., (2003). ”Hubungan Antara Motivasi Berprestasi Iklim Organisasi,

dan Komitmen Organisasi Suatu Studi Pada Staf PT. X

Jakarta,”WW.Imfeni.Com/Umploads, 2003.

Mathiew & Jones. (1991). Further Evidence For The Discriminant Validity Measures of Organizational commitment, Job Satisfaction, and Job Involvement. Journal of Applied Psychology. Vol. 161.

Masten, A. S., & Reed, M. J. (2002). Resilience in development. In C. R. Snyder & S.

Meyer, J. P., Allen, N. J,, & Smith, C. A. (1993). Commitment to organizations and occupations: Some methodological considerations. Journal of Applied Psychology, 78, 538-551

Meyer, J. P., Allen, N. J., & Gellatly, I. R. (1990). Affective and continuance commitment to the organization: Evaluation of measures and analysis of concurrent and time-lagged relations. Journal of Applied Psychology, 75, 710-720.

Miner, J.B. 1992. Industrial-Organizational Psychology. Singapore : Mc Graw Hill Book Co.

Muhid, Abdul, (2008). Analisis Data Statistik Deskriptif (Modul Analisis Data).

Surabaya: IAIN Sunan Ampel.

Mowday, R. T., Porter, L. W., & Steers, R. M. (1982). Employee-organizational linkages: The psychology of commitment, absenteeism, and turnover. San Diego, CA: Academic Press.


(5)

Northcraft, Gregory and Margareth A.N., (1993), Organization Behavior, A Management Challenge, Second Edition. The Dryeden Press Harcourth Brace College Publisher.

Nugroho, Wahyu M., (2009), “Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Komitmen Organisasi Pada Karyawan Kontrak, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Skripsi, Universitas Islam Negeri Malang (tidak dipublikasikan). Oei, Istijanto. 2010. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia. Palupi, S. S. (2004). Hubungan Kepuasan Kerja dan Iklim Organisasi Terhadap

Komitmen Organisasi. Tesis. Depok: Universitas Indonesia.

Porter, Lyman W., and Steers R.M. 1973. Organizational, Work, and Personal Factors in Employee Turn Over and Absenteeism. Psychological Bulletin. 80 (2): 151-176.

Redaksi Sinar Grafika, 2014, UU RI No.13 Th. 2003 tentang Ketenagakerjaan, Sinar Grafika, Jakarta.

Schultz, (t.Th). Organizational Commitmen. Diunduh dari

digitalcommons.unl.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1031&context=mana gementfacpub.

Seligman, M. E. P. (1998). Learned optimism. New York: Pocket Books. Semarang.

Shahnawaz, M. G., & Jafri, Md. H. (2009) Psychological capital as predictors of organizational commitment and organizational citizenship behavior.

Journal of the Indian Academy of Applied Psychology. 35 (special issue) 78 - 84

Snyder, C. R. 2002. Handbook of hope : Theory, Measures and applications

(terjemah). San Diego : Academic Press

Snyder, C. R., Irving, L., & Anderson, J. (1991). Hope and health: Measuring the will and the ways. In C. R. Snyder & D. R. Forsyth (Eds.), Handbook of social and clinical psychology (pp. 285–305). Elmsford, NY: Pergamon. Sugiyono, 2008. Metode Peneletian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &

D, Bandung: Alfabeta,

Sumardiono, (2005). ”Analisis Terhadap Iklim Organisasi dan Komitmen

Karyawan Pada Karyawan Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP) Propinasi Daerah istimewa Yogyakarta”, Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Sutanto, E. M. & Tania, A. (2013). Pengaruh motivasi kerja dan kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional karyawan PT Dai Knife di Sura-baya. Agora, 1(3), 1–9.


(6)

Undang – undang No 13 tahun 2003 Tentang Ketenaga kerjaan.

http://www..menkokesra.go.id/sites/default/file_perundangan/UU%20NO %%2003%20%20-%202003.doc. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2013. Wiyardi, Riki. (2010). Hubungan Psychological Capital dengan Komitmen

Organisasi pada Anggota Polri yang sedang Mengikuti Pendidikan di Perguruan Tinggi Ilmuu Kepolisian. Depok: Universitas Indonesia. Skripsi.


Dokumen yang terkait

Hubungan antara Psychological Capital dengan Work Engagement pada Pegawai Negeri Sipil Dinas Pendidikan Kabupaten Karo

29 177 92

HUBUNGAN ANTARA PEMENUHAN KEBUTUHAN DENGAN KOMITMEN PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA ORGANISASI

0 3 2

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Komitmen Organisasi Dengan Persepsi Terhadap Disiplin Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Komitmen Organisasi Dengan Persepsi Terhadap Disiplin Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 2 19

PENDAHULUAN Hubungan Antara Komitmen Organisasi Dengan Persepsi Terhadap Disiplin Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 2 7

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN SEMANGAT KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Iklim Organisasi Dengan Semangat Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 2 16

HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN KEDISIPLINAN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Iklim Organisasi Dengan Kedisiplinan Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN KERJA HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL.

0 0 15

HUBUNGAN ANTARA PSYCHOLOGICAL CAPITAL DAN KOMITMEN ORGANISASI PADA PEKERJA SOSIAL DI ORGANISASI W SURABAYA SKRIPSI

0 0 19

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL - Unika Repository

0 0 17