Analisis Fakto-faktor yang Mempengaruhi Penderita Tuberkulosis (TB) Paru di Kota Medan Tahun 2005-2015
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi
kuman
Mycobacterium
tuberculosis.
Tuberkulosis
paru
termasuk
suatu
pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Tuberculosis
paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan
20% selebihnya merupakan tuberculosis ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009).
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pewarnan. Oleh karena itu disebut juga sebagai Basil Tahan Asam
(BTA). Kuman Tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun
(Depkes, 2008).
2.2.
Gejala Klinis TB Paru
Menurut Muaz (2014) yang mengutip pendapat (Sudoyo, Setiyohadi,
Alwi, Idrus dkk, 2009), gejala umum TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu
dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam ringan, nyeri dada, batuk
darah. Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan (Luckman
dkk, 1993).
Universitas Sumatera Utara
1. Demam
Subfebril menyerupai influenza, namun terkadang suhu mencapai 40-41°C.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat
ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Batuk berlangsung selama 2-3 minggu atau lebih karena adanya iritasi pada
bronkus, sifat batu dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi batuk produktif (sputum). Keadaan yang lebih lanjut
adanya dahak bercampur darah bahkan sampai batuk darah (hemaptoe) karena
terdapat pembuluh darah yang pecah.
3. Sesak Nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit TB paru yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila filtrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise
Sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,
meriang. Keluar keringat dimalam hari tanpa melakukan aktivitas (Pedoman Tata
Laksana Konsesus TB, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Klasifikasi TB Paru
2.3.1. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi Dari Penyakit
1. Tuberkulosis Paru
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB
dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat
gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB
ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB
ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya : pleura, kelenjar,
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis
TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau
klnis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan M.
tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ,
diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan
gambaran TB yang terberat (Pedoman Nasional Pengendalian TB, 2014).
2.3.2. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA)
1. Tuberkulosis Paru BTA (+)
a.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
Universitas Sumatera Utara
b.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
c.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
2. Tuberkulosis Paru BTA (-)
a.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta
tidak respons dengan pemberian antibiotic spectrum luas
b.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberkulosis positif.
2.3.3. Klasifikasi Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a.
Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
b.
Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau
biakan positif.
Universitas Sumatera Utara
c.
Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan disuatu kabupaten
dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut
harus membawa surat rujukan/pindah
d.
Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti
2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
e.
Kasus gagal
1. Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan)
2. Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f.
Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g.
Kasus bekas TB
1. Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik negative dan gambaran radiologik
paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial
menunjukkan gambaran yang menetap.
Universitas Sumatera Utara
2. Pada kasus dengan gambaran radiologic meragukan lesi TB aktif, namun
setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada
perubahan gambaran radiologic (Pedoman Tata Laksana Konsesus TB,
2010).
2.4.
Diagnosis TB Paru
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis ( history taking) dan
pemeriksaan fisik, foto toraks, serta hasil pemeriksaan bakteriologik. Diagnosis
pasti ditegakkan jika ada pemeriksaan bakteriologik ditemukan M. tuberculosis
didalam dahak atau jaringan. Karena usaha untuk menemukan basil TB tidak
selalu mudah, maka diupayakan cara untuk dapat membuktikan bahwa terdapat
basil TB didalam tubuh. Cara pembuktiannya adalah melalui pemeriksaan
seriologi (Djojodibroto, 2009).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang pedoman
penanggulangan tuberkulosis tahun 2010 yang menerangkan, diagnosis TB paru
ditegakkan mulai dari melakukan pemeriksaan semua suspek TB 3 spesimen
dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Pada program TB
Nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan
dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Pedoman Penanggulangan
Universitas Sumatera Utara
Tuberkulosis, 2010).
2.4.1. Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks
Pada sebagian besar tuberkulosis paru, diagnosis terutama ditegakkan
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:
a.
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis
tuberkulosis paru BTA positif.
b.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
c.
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma) (Depkes RI,
2006).
2.5.
Cara Penularan TB Paru
Sumber penularan adalah pasien TB BTA (+) melalui percik renik dahak
yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil
pemeriksaan negative tidak mengandung kuman dalam dahaknya (Pedoman
Universitas Sumatera Utara
Nasional Penanggulan TB, 2014).
Umumnya penularan tetrjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya faktor
yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2006).
2.6.
Inkubasi TB Paru
Menurut Hiswani (2009), adapun masa tunas (masa inkubasi) penyakit
tuberkulosis paru adalah muai dari terinfeksi sampai pada lesi primer muncul,
sedangkan waktunya berkisar antara 4-12 minggu untuk tuberkulosis paru. Pada
pulmonair progresif dan estrapulmonair, tuberkulosis biasanya memakan waktu
yang lebih lama, sampai beberapa tahun.
2.7.
Program Penanggulangan TB Paru
Sejak Tahun 1995, telah dilaksanakan dengan strategi DOTS ( Directly
Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri
atas lima komponen yaitu :
a.
Komitmen
politis
dari
pemerintah
untuk
bersungguh-sungguh
menanggulangi TB Paru
b.
Diagnosis penyakit TB Paru melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
Universitas Sumatera Utara
c.
Pengobatan TB Paru dengan paduan OAT jangka pendek dengan pencatatan
dan pelaporan dalam mengawasi penderita menelan obat secara teratur dan
benar pengawasan langsung oleh PMO
d.
Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita
e.
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program penanggulangan TB Paru (Depkes RI, 2009).
DOTS adalah strategi yang komprehensif untuk digunakan oleh pelayanan
kesehatan primer di seluruh dunia, untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien
TB Paru.Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB
Paru dapat berlangsung dengan cepat. DOTS bertujuan untuk memutuskan rantai
penularan di masyarakat dengan mengobati penderita BTA positif sampai sembuh
(Depkes RI, 2007 ).
Salah satu permasalahan dalam Program Penanggulangan TBC adalah
lamanya jangka waktu pengobatan yang harus dijalani penderita selama 6 sampai
8 bulan. Kegagalan proses pengobatan akibat ketidaktaatan penderita pada
instruksi dan aturan minum obat yang meliputi dosis, cara, waktu minum obat dan
periode, akan mengakibatkan terjadinya kekebalan terhadap semua obat Multiple
Drugs Resistance dan mengakibatkan terjadinya kekambuhan (Depkes RI, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.8.
Teori John Gordon
John Gordon mengemukakan pendapat bahwa timbulnya suatu penyakit
sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu penyebab penyakit (agent), manusia dan
karakteristiknya (host) dan lingkungan (environment).
Environment
Agent
Host
Gambar 2.1. Model Terjadinya Penyakit Menurut Teori John Gordon
2.8.1. Agent
Agent adalah penyebab essensial yang harus ada. Agent yang
mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium
tuberculosis. Apabila penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak
sufficient atau memenuhi syarat untuk menimbulkan penyakit, agent memerlukan
Universitas Sumatera Utara
dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent ini dipengaruhi
beberapa faktor diantaranya adalah patogenitas, infektifitas dan virulensi.
Patogentitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit
pada host. Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk kedalam tubuh
host dan berkembangbiak didalamnya. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba
bagi host.
2.8.2. Host
Hal ini perlu diketahui bahwa tentang host ataupun pejamu meliputi
karakteristik, gizi atau daya tahan tubuh, pertahanan tubuh, hygiene pribadi, gejala
dan tanda penyakit pengobatan (Ruswanto, 2010).
Host ataupun pejamu adalah manusia atau hewan hidup.
Host untuk
penyakit tuberkulosis adalah manusia dan hewan, tetapi host yang dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah manusia. Faktor yang paling berpengaruh terhadap
penularan penyakit tuberkulosis adalah kekebalan tubuh yakni kekebalan tubuh
yang didapat secara alami.
2.8.3. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada diluar diri host (pejamu) baik
benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak seperti suasana yang terbentuk akibat
interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Faktor lingkungan
merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam penularan
dan penyebaran suatu penyakit. Faktor lingkungan yang terdapat dalam penelitian
Universitas Sumatera Utara
ini adalah rumah sehat, jumlah kendaraan bermotor, kepadatan penduduk, dan
inflasi.
2.9.
Determinan Sosial Kesehatan (Social Determinants of Health)
Determinan sosial kesehatan atau social determinant of health adalah
kondisi-kondisi yang mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang, mulai dari
lahir, tumbuh, bekerja dan menjadi tua, yang termasuk didalamnya kondisi sistem
kesehatan, seperti : kemiskinan, kebijakan publik, ketahanan pangan, pekerjaan,
pendapatan, pendidikan, perumahan, transportasi, lingkungan dan jaringan sekitar
(Kemenkes RI, 2014). Menurut WHO tahun 2015, determinan sosial kesehatan
merupakan keadaan dimana manusia itu dilahirkan, tumbuh, hidup, bekerja, dan
menua serta mencakup keseluruhan sistem yang menciptakan kondisi kehidupan
sehari-hari. Keseluruhan sistem ini, mencakup kebijakan dan sistem ekonomi,
agenda pembangunan, norma sosial, kebijakan sosial dan sistem politik.
Determinan sosial adalah faktor yang penting dan berpengaruh terhadap
kejadian TB paru, karena secara langsung maupun tidak langsung faktor resiko
akan mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan adanya perbedaan determinan
sosial, masyarakat akan mempunyai faktor resiko yang lebih baik ataupun yang
lebih buruk yang akan mmbuatnya menjadi lebih rentan atau lebih kebal terhadap
penyakit menular TB paru (WHO, 2007). Faktor resiko determinan sosial TB paru
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi rumah, jumlah kendaraan
bermotor, kepadatan penduduk dan inflasi.
Universitas Sumatera Utara
2.10.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi TB Paru
Menurut Fletcher (1992), penyakit tuberkulosis banyak terjadi pada
populasi yang memiliki stress yang tinggi, nutrisi jelek, rumah penuh hunian,
ventilasi yang tidak baik, perawatan yang tidak cukup dan perpindahan tempat.
Genetik berperan kecil, dan dalam hal ini yang berperan terhadap besarnya
insiden kejadian tuberkulosis adalh faktor-faktor lingkungan.
Menurut Karyadi (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran
penyakit TB tidak hanya berupa faktor medis saja melainkan dipengaruhi juga
oleh faktor non medis seperti urbanisasi, kepadatan penduduk dan ekonomi.
Menurut Helmia (2004) dalam Tabrani (2007), penyakit TB di Indonesia sebagian
besar menyerang kelompok usia kerja produktif dan kebanyakan penderitanya
berasal dari kelompok sosioekonomi rendah.
2.10.1. Rumah Sehat
Pengertian rumah sehat menurut Permenkes RI No. 829 tahun 1999 adalah
kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah, lingkungan rumah dann perumahan
sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat
kesehatan yang optimal.
Menurut APHA (American Public Health Assosiation) tahun 2005 rumah
yang memenuhi persyaratan antara lain memenuhi kebutuhan fisiologis,
Universitas Sumatera Utara
psikologis, dapat terhindar dari penyakit menular dan terhindar dari kecelakaankecelakaan. Kondisi rumah yang baik penting untuk mewujudkan masyarakat
yang sehat. Menurut Permenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan, rumah dikatakan sehat apabila memenuhi persyaratan
empat hal pokok berikut:
1.
Memenuhi kebutuhan fisiologis seperti pencahayaan, penghawaan, ruang
gerak yang cukup dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2.
Memenuhi kebutuhan psikologis seperti “privacy” yang cukup dan
komunikasi yang baik antar penghuni rumah.
3.
Memenuhi persyaratan pencegahan penyakit menular yang meliputi
penyediaan air bersih, pembuangan tinja dan air limbah rumah tangga,
bebas dari vector penyakit, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, sinar
matahari yang cukup, makanan dan minuman yang terlindung dari
pencemaran serta pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
4.
Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
berasal dari dalam maupun dari luar rumah.
Menurut Permenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan, ketentuan rumah yang memenuhi persyaratan kesehatan sebagai
berikut:
1.
Bahan bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain: debu total kurang dari 150 μg/m2,
Universitas Sumatera Utara
asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, dan timah hitam (Pb) kurang
dari 300 mg/kg
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme pathogen.
2.
Komponen dan penataan ruangan rumah
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap
air dan mudah dibersihkan
c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir
e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya
f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan
tidak menyilaukan mata.
4.
Kualitas udara
a. Suhu udara nyaman antara 18 –30OC
b. Kelembaban udara 40 –70 %
c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam
d. Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni
e. Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam
f. Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3
Universitas Sumatera Utara
5. Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai
6. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah
7. Penyediaan air
a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/
orang/hari
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum
8. Sarana penyimpanan makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman
9. Pembuangan Limbah
a. Limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber air,
tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah
b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau,
tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah
Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
disebut-sebut sebagai faktor resiko yang mampu membantu dalam penyebaran
penyakit TB paru. Hal ini dikarenakan, sumber penularan penyakit TB paru erat
kaitannya dengan kondisi-kondisi sanitasi.
Peningkatan jumlah penderita TB paru, dari hasil beberapa penelitian yang
telah dilakukan selama ini, ditemukan bahwa penyebaran penyakit TB paru ini
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan
Universitas Sumatera Utara
fisik perumahan, faktor kependudukan dan faktor karakteristik bakteri.
Lingkungan rumah yang tidak sehat, seperti pada pencahayaan rumah yang
kurang atau tidak memenuhi syarat (terutama cahaya matahari), kurangnya
ventilasi rumah, kondisi ruangan yang lembab, hunian yang terlalu padat
mengakibatkan kadar CO2 didalam ruangan meningkat. Peningkatan CO2 sangat
mendukung perkembangan bakteri. Hal ini dikarenakan kuman TB adalah aerob
obligat dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana
(Widoyono, 2005).
Menurut Kusnindar (1993), kualitas fisik rumah dapat memepengaruhi
kesehatan penghuni seperti ventilasi dan pencahayaan yang buruk berhubungan
dengan kejadian penyakit TB paru didaerah Tangerang, dan seseorang penderita
TB paru yang telah berobat ke Puskesmas diperkirakan dapat menularkan kepada
anggota keluarganya sebesar 33,3 %.
Hasil penelitian Dahlan (2000) menyatakan bahwa pencahayaan, ventilasi
yang buruk dan kepadatan hunian yang tinggi merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi kejadian penyakit TB paru di Kota Jambi.
2.10.2. Jumlah Kendaraan Bermotor
Menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan tahun 2016, Kendaraan
bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang ada
pada kendaraan tersebut. Biasanya digunakan untuk angkutan orang atau barang
diatas jalan raya selain kendaraan yang berjalan di atas rel.
Jenis kendaraan bermotor, yaitu (UU RI No. 22 Tahun 2009) :
Universitas Sumatera Utara
1. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor yang memiliki roda dua dengan
atau tanpa rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan
bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.
2. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
sebanyak-banyaknya 8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk
pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan besi.
3. Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8
tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun
tanpa perlengkapan bagasi.
4. Mobil barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk
dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus.
5. Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor selain daripada kendaraan
bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor unutk barang yang
penggunaannya unutk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang
khusus.
Peningkatan
trend
jumlah
kendaraan
bermotor
akan
meningkatkan
kemungkinan pencemaran udara luar (outdoor air pollution) yang sering disebut
juga sebagai pencemaran udara ambient yang berdampak buruk untuk kesehatan.
Hal ini dikarenakan polutan-polutan hasil pembakaran yang dikeluarkan oleh
kendaraan bermotor bermacam-macam jenis. Pencemaran udara menyebabkan
penurunan kesehatan dan lingkungan. Adapun masalah kesehatan yang paling
sering diakibatkan oleh pencemaran lingkungan adalah gangguan pernafasan.
Universitas Sumatera Utara
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi lewat transmisi udara meningkat
berhubungan dengan rendahnya kualitas udara. Kepekaan untuk terinfeksi
penyakit ini adalah semua penduduk, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, tua muda, bayi dan balita. Kepekaan tertinggi pada anak kurang dari
tiga tahun terendah pada anak akhir usia 12-13 tahun, dan dapat meningkat lagi
pada umur remaja dan awal tua (Hiswani, 2010). Tingkat atau derajat penularan
tergantung kepada banyaknya basil tuberkulosis dalam sputum, virulensi atas basil
dan peluang adanya pencemaran udara dari batuk, bersin, dll.
Pada kondisi normal, saluran nafas manusia yang dalam keadaan sehat dan
dengan sistem kekebalan tubuh yang baik akan mampu mengatasi bakteri TB paru
dan polutan yang masuk bersama udara pernafasan tanpa menyebabkan gangguan
yang berarti ataupun dampak jangka panjang. Namun pada individu yang sensitif
dan dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk, pada saat terjadi polusi yang
tinggi, bakteri dan polutan akan berkontribusi lebih besar untuk masuk dan
menularkan penyakit TB paru.
Menurut World Health Organization (WHO), faktor lingkungan
memberikan kotribusi yang besar unutk menjadi media penularan TB paru dan
dapat menurunkan kualitas faal paru yaitu dengan adanya pencemaran debu yang
tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.10.3. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk suatu daerah adalah perbandingan antara jumlah
penduduk dengan luas daerah dalam kilometer persegi yang merpakan indicator
dari tekanan penduduk suatu daerah.
Hubungan antara peningkatan jumlah penduduk dengan penderita
tuberkulosis adalah postif. Menurut Leida, Widyaningrum, Khuzaimah, dkk
(2008), peningkatan penyakit tuberkulosis disebabkan beberapa faktor seperti
sosio-ekonomi, penambahan penduduk yang amat pesat, kemiskinan, urbanisasi,
lingkungan pemukiman yang padat dan kumuh, usia produktif yang terinfeksi
tuberkulosis paru, infeksi HIV, kelemahan program penanggulangan tuberkulosis
paru dan masalah kesehatan lainnya.
Hasil penelitian Aditama (2012) menyebutkan bahwa kasus distribusi
penyakit TB Paru tertinggi di Puskesmas Candilama Semarang triwulan terakhir
tahun 2012 terdapat di Kelurahan Jomblang yaitu 44% dengan jumlah 17 kasus,
disebabkan wilayah yang jumlah penduduknya paling tinggi dan luas wilayahnya
yang luas dibandingkan dengan Kelurahan Karang Anyar Gunung yang
kepadatannya 38% dengan jumlah 15 kasus. Lalu daerah yang terendah dengan
kasus TB Paru terdapat di Kelurahan Jati Ngaleh dengan kepadatan 18% dengan
jumlah 7 kasus TB paru disebabkan oleh faktor , kepadatan penduduk, kepadatan
rumah dan wilayah kelurahan. Artinya bahwa faktor resiko penyebaran penyakit
Universitas Sumatera Utara
TB
Paru
disebabkan
oleh
kuman
Mycobacterium
tuberculosis
yang
penyebarannya dapat melalui udara sehingga kondisi wilayah yang padat
penduduknya merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat penularan TB
paru.
Menurut WHO dalam Ginting (2006), wilayah yang penduduknya tinggi
cenderung memiliki tempat tinggal yang kumuh, hygiene,dan nutrisi yang buruk,
sehingga bila ada warganya terkena penyakit TB akan mempercepat proses
penyebarannya.
2.10.4. Inflasi
Menurut Mankiw (2007) inflasi adalah kecenderungan meningkatnya
tingkat harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas
kepada sebagaian besar harga-harga barang yang lainnya. Mankiw mendefinisikan
bahwa inflasi merupakan suatu fenomena peningkatan tingkat harga-harga
menyeluruh dalam perekonomian.
Inflasi yang merupakan kenaikan harga secara terus menerus dapat
disebabkan karena naiknya nilai tukar mata uang luar negeri secara signifikan
terhadap mata uang dalam negeri.
Berdasarkan pada jenis inflasi yang ada, putong (2008) mengelompokkan
inflais sebagai berikut :
1. Berdasarkan pada asal inflasi
a. Domestic Inflation, inflasi ynag bersal dari dalam negeri
Universitas Sumatera Utara
b. Imported Inflation, inflasi yan berasal dari kenaikan harga luar negeri.
2. Berdasarkan pada intensits inflasi
a. Creeping Inflation, inflasi yang terjadi dengan laju pertumbumbuhan
lambat.
b. Galloping Inflation, inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan yang
sedikit cepat.
c. Hyper Inflation, inflasi yan terjadi dengan laju pertumbuhan yang
tinggi
3. Berdasarkan pada bobot inflasi
a. Inflasi ringan, inflasi dengan laju pertumbuhan yang perlahan dan
berada pada posisi satu digit atau dibawah 10 % per tahun.
b. Inflasi sedang, inflasi dengan laju pertumbuhan yang berada diantara
lebih dari 10-20 % pe rtahun
c. Inflasi berat, inflasi dengan laju pertumbuhan yang berada diantara
lebih dari 20-100% per tahun.
Inflasi yang tinggi akan mempengaruhi sektor kesehatan. Bila inflasi
meningkat akan terjadi kenaikan harga dimasyarakat secara otomatis biaya
infestasi dan juga biaya operasional pelayanan kesehatan akan meningkat pula
(kenaikan harga alat kesehatan dan menurunkan kemampuan pembiayaan
program).
Universitas Sumatera Utara
2.11.
Deret Berkala (Time Series )
Menurut Hanke dan Winchern (2005), time series adalah runtun waktu
yang mempunyai himpunan observasi data terurut dalam waktu. Menurut
pendapat Prasmanasari dalam Kasmir (2003), time Series atau deret waktu analisis
merupakan hubungan antara variabel yang dicari (dependen) dengan variabel yang
mempengaruhinya (independen variable), yang dikaitkan dengan waktu seperti
mingguan, bulan, triwulan, catur wulan, semester atau tahun. Metode proyeksi
trend dengan regresi, merupakan metode yang digunakan baik untuk jangka
pendek maupun jangka panjang. Metode ini merupakan garis trend untuk
persamaan matematis.
2.11.1. Peramalan (Forcasting)
Kegiatan peramalan merupakan bagian dari pengambilan keputusan
manajemen. Peramalan mengurangi ketergantungan pada hal-hal yang belum
pasti (intuitif). Peramalan memiliki sifat saling ketergantungan antar divisi atau
bagian. Menurut Sugiarto dan Harihono (2000), peramalan merupakan studi
terhadap data historis untuk menemukan hubungan kecenderungan dan
polasistematis. Dengan peramalan, para perencana dan pengambil keputusan akan
dapat mempertimbangkan alternatif-alternatif strategi yang lebih luas.
Menurut Murahartawaty (2009), peramalan (forecasting) merupakan
bagian vital bagi setiap organisasi bisnis dan untuk setiap pengambilan keputusan
manajemen yang sangat signifikan. Peramalan menjadi dasar bagi perencanaan
Universitas Sumatera Utara
jangka panjang perusahaan. Menurut Hasibuan (2011), metode peramalan adalah
suatu cara memperkirakan atau mengestimasi secara kuantitatif maupun kualitatif
apa yang terjadi pada masa depan berdasarkan data yang relevan pada masa lalu.
Menurut Sugiarto dan Harihono (2000), menyatakan bahwa hampir semua
metoda peramalan formal dilakukan dengan cara mengekstrapolasi kondiri masa
lalu untuk kondisi masa mendatang. Ada 5 metode dalam Peramalan Kuantitatif
yang dikemukakan oleh Heizer dan Render (2009), kelima metode ini dibagi
kedalam dua kategori :
1. Model deret waktu
a. Pendekatan naif (naive approach)
b. Rata-rata bergerak (moving averages)
c. Penghalusan eksponensial
2. Model Assosiatif
a. Proyeksi tren (trend projection)
b. Regresi Linier (Linier Regression)
2.11.1.1 Motode Rata-rata Bergerak (Moving Averages)
Metode rata-rata bergerak menggunakan sejumlah data actual permintaan
yang baru untuk membangkitkan nilai ramalan untuk permintaan dimasa yang
akan datang. metode ini mmpunyai dua sifat khusus yaitu untuk membuat
forecasting memerlukan data historis dalam jangka waktu tertentu, semakin
panjang moving averages akan menghasilkan moving averages yang semakin
halus.
Universitas Sumatera Utara
2.12.
Kerangka Konsep Penelitian
Faktor-faktor yang berpengaruh positif dan signifikan dan positif terhadap
penderita TB paru di Kota Medan dalam penelitian ini dapat ditujukan dalam
gambar berikut ini :
Variabel independen
Variabel dependen
Rumah sehat
Jumlah kendaraan bermotor
Penderita TB Paru
Kepadatan penduduk
Inflasi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian.
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Tuberkulosis
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi
kuman
Mycobacterium
tuberculosis.
Tuberkulosis
paru
termasuk
suatu
pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Tuberculosis
paru mencakup 80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis, sedangkan
20% selebihnya merupakan tuberculosis ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009).
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pewarnan. Oleh karena itu disebut juga sebagai Basil Tahan Asam
(BTA). Kuman Tuberkulosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun
(Depkes, 2008).
2.2.
Gejala Klinis TB Paru
Menurut Muaz (2014) yang mengutip pendapat (Sudoyo, Setiyohadi,
Alwi, Idrus dkk, 2009), gejala umum TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu
dengan atau tanpa sputum, malaise, gejala flu, demam ringan, nyeri dada, batuk
darah. Gejala lain yaitu kelelahan, anorexia, penurunan Berat badan (Luckman
dkk, 1993).
Universitas Sumatera Utara
1. Demam
Subfebril menyerupai influenza, namun terkadang suhu mencapai 40-41°C.
Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat
ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Batuk berlangsung selama 2-3 minggu atau lebih karena adanya iritasi pada
bronkus, sifat batu dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah
timbul peradangan menjadi batuk produktif (sputum). Keadaan yang lebih lanjut
adanya dahak bercampur darah bahkan sampai batuk darah (hemaptoe) karena
terdapat pembuluh darah yang pecah.
3. Sesak Nafas
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit TB paru yang sudah lanjut, dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan, nyeri dada timbul bila filtrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5. Malaise
Sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit kepala,
meriang. Keluar keringat dimalam hari tanpa melakukan aktivitas (Pedoman Tata
Laksana Konsesus TB, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.3.
Klasifikasi TB Paru
2.3.1. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Anatomi Dari Penyakit
1. Tuberkulosis Paru
Adalah TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB
dianggap sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Limfadenitis TB
dirongga dada (hilus dan atau mediastinum) atau efusi pleura tanpa terdapat
gambaran radiologis yang mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB
ekstra paru. Pasien yang menderita TB paru dan sekaligus juga menderita TB
ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB paru.
2. Tuberkulosis ekstra paru
Adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya : pleura, kelenjar,
limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan tulang. Diagnosis
TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis atau
klnis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan berdasarkan penemuan M.
tuberculosis. Pasien TB ekstra paru yang menderita TB pada beberapa organ,
diklasifikasikan sebagai pasien TB ekstra paru pada organ menunjukkan
gambaran TB yang terberat (Pedoman Nasional Pengendalian TB, 2014).
2.3.2. Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak (BTA)
1. Tuberkulosis Paru BTA (+)
a.
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
Universitas Sumatera Utara
b.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
c.
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
2. Tuberkulosis Paru BTA (-)
a.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta
tidak respons dengan pemberian antibiotic spectrum luas
b.
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberkulosis positif.
2.3.3. Klasifikasi Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita yaitu :
a.
Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
b.
Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau
biakan positif.
Universitas Sumatera Utara
c.
Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan disuatu kabupaten
dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut
harus membawa surat rujukan/pindah
d.
Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti
2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif
e.
Kasus gagal
1. Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan)
2. Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
f.
Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g.
Kasus bekas TB
1. Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik negative dan gambaran radiologik
paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik serial
menunjukkan gambaran yang menetap.
Universitas Sumatera Utara
2. Pada kasus dengan gambaran radiologic meragukan lesi TB aktif, namun
setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada
perubahan gambaran radiologic (Pedoman Tata Laksana Konsesus TB,
2010).
2.4.
Diagnosis TB Paru
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis ( history taking) dan
pemeriksaan fisik, foto toraks, serta hasil pemeriksaan bakteriologik. Diagnosis
pasti ditegakkan jika ada pemeriksaan bakteriologik ditemukan M. tuberculosis
didalam dahak atau jaringan. Karena usaha untuk menemukan basil TB tidak
selalu mudah, maka diupayakan cara untuk dapat membuktikan bahwa terdapat
basil TB didalam tubuh. Cara pembuktiannya adalah melalui pemeriksaan
seriologi (Djojodibroto, 2009).
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang pedoman
penanggulangan tuberkulosis tahun 2010 yang menerangkan, diagnosis TB paru
ditegakkan mulai dari melakukan pemeriksaan semua suspek TB 3 spesimen
dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Pada program TB
Nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan
dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Pedoman Penanggulangan
Universitas Sumatera Utara
Tuberkulosis, 2010).
2.4.1. Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks
Pada sebagian besar tuberkulosis paru, diagnosis terutama ditegakkan
dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks.
Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:
a.
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis
tuberkulosis paru BTA positif.
b.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
c.
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis
berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma) (Depkes RI,
2006).
2.5.
Cara Penularan TB Paru
Sumber penularan adalah pasien TB BTA (+) melalui percik renik dahak
yang dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil
pemeriksaan negative tidak mengandung kuman dalam dahaknya (Pedoman
Universitas Sumatera Utara
Nasional Penanggulan TB, 2014).
Umumnya penularan tetrjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya faktor
yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi
percikan dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2006).
2.6.
Inkubasi TB Paru
Menurut Hiswani (2009), adapun masa tunas (masa inkubasi) penyakit
tuberkulosis paru adalah muai dari terinfeksi sampai pada lesi primer muncul,
sedangkan waktunya berkisar antara 4-12 minggu untuk tuberkulosis paru. Pada
pulmonair progresif dan estrapulmonair, tuberkulosis biasanya memakan waktu
yang lebih lama, sampai beberapa tahun.
2.7.
Program Penanggulangan TB Paru
Sejak Tahun 1995, telah dilaksanakan dengan strategi DOTS ( Directly
Observed Treatment Shortcourse) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri
atas lima komponen yaitu :
a.
Komitmen
politis
dari
pemerintah
untuk
bersungguh-sungguh
menanggulangi TB Paru
b.
Diagnosis penyakit TB Paru melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
Universitas Sumatera Utara
c.
Pengobatan TB Paru dengan paduan OAT jangka pendek dengan pencatatan
dan pelaporan dalam mengawasi penderita menelan obat secara teratur dan
benar pengawasan langsung oleh PMO
d.
Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita
e.
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program penanggulangan TB Paru (Depkes RI, 2009).
DOTS adalah strategi yang komprehensif untuk digunakan oleh pelayanan
kesehatan primer di seluruh dunia, untuk mendeteksi dan menyembuhkan pasien
TB Paru.Dengan menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB
Paru dapat berlangsung dengan cepat. DOTS bertujuan untuk memutuskan rantai
penularan di masyarakat dengan mengobati penderita BTA positif sampai sembuh
(Depkes RI, 2007 ).
Salah satu permasalahan dalam Program Penanggulangan TBC adalah
lamanya jangka waktu pengobatan yang harus dijalani penderita selama 6 sampai
8 bulan. Kegagalan proses pengobatan akibat ketidaktaatan penderita pada
instruksi dan aturan minum obat yang meliputi dosis, cara, waktu minum obat dan
periode, akan mengakibatkan terjadinya kekebalan terhadap semua obat Multiple
Drugs Resistance dan mengakibatkan terjadinya kekambuhan (Depkes RI, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.8.
Teori John Gordon
John Gordon mengemukakan pendapat bahwa timbulnya suatu penyakit
sangat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu penyebab penyakit (agent), manusia dan
karakteristiknya (host) dan lingkungan (environment).
Environment
Agent
Host
Gambar 2.1. Model Terjadinya Penyakit Menurut Teori John Gordon
2.8.1. Agent
Agent adalah penyebab essensial yang harus ada. Agent yang
mempengaruhi penularan penyakit tuberkulosis adalah kuman Mycobacterium
tuberculosis. Apabila penyakit timbul atau manifest, tetapi agent sendiri tidak
sufficient atau memenuhi syarat untuk menimbulkan penyakit, agent memerlukan
Universitas Sumatera Utara
dukungan faktor penentu agar penyakit dapat manifest. Agent ini dipengaruhi
beberapa faktor diantaranya adalah patogenitas, infektifitas dan virulensi.
Patogentitas adalah daya suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit
pada host. Infektifitas adalah kemampuan mikroba untuk masuk kedalam tubuh
host dan berkembangbiak didalamnya. Virulensi adalah keganasan suatu mikroba
bagi host.
2.8.2. Host
Hal ini perlu diketahui bahwa tentang host ataupun pejamu meliputi
karakteristik, gizi atau daya tahan tubuh, pertahanan tubuh, hygiene pribadi, gejala
dan tanda penyakit pengobatan (Ruswanto, 2010).
Host ataupun pejamu adalah manusia atau hewan hidup.
Host untuk
penyakit tuberkulosis adalah manusia dan hewan, tetapi host yang dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah manusia. Faktor yang paling berpengaruh terhadap
penularan penyakit tuberkulosis adalah kekebalan tubuh yakni kekebalan tubuh
yang didapat secara alami.
2.8.3. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada diluar diri host (pejamu) baik
benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak seperti suasana yang terbentuk akibat
interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Faktor lingkungan
merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam penularan
dan penyebaran suatu penyakit. Faktor lingkungan yang terdapat dalam penelitian
Universitas Sumatera Utara
ini adalah rumah sehat, jumlah kendaraan bermotor, kepadatan penduduk, dan
inflasi.
2.9.
Determinan Sosial Kesehatan (Social Determinants of Health)
Determinan sosial kesehatan atau social determinant of health adalah
kondisi-kondisi yang mempengaruhi kondisi kesehatan seseorang, mulai dari
lahir, tumbuh, bekerja dan menjadi tua, yang termasuk didalamnya kondisi sistem
kesehatan, seperti : kemiskinan, kebijakan publik, ketahanan pangan, pekerjaan,
pendapatan, pendidikan, perumahan, transportasi, lingkungan dan jaringan sekitar
(Kemenkes RI, 2014). Menurut WHO tahun 2015, determinan sosial kesehatan
merupakan keadaan dimana manusia itu dilahirkan, tumbuh, hidup, bekerja, dan
menua serta mencakup keseluruhan sistem yang menciptakan kondisi kehidupan
sehari-hari. Keseluruhan sistem ini, mencakup kebijakan dan sistem ekonomi,
agenda pembangunan, norma sosial, kebijakan sosial dan sistem politik.
Determinan sosial adalah faktor yang penting dan berpengaruh terhadap
kejadian TB paru, karena secara langsung maupun tidak langsung faktor resiko
akan mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan adanya perbedaan determinan
sosial, masyarakat akan mempunyai faktor resiko yang lebih baik ataupun yang
lebih buruk yang akan mmbuatnya menjadi lebih rentan atau lebih kebal terhadap
penyakit menular TB paru (WHO, 2007). Faktor resiko determinan sosial TB paru
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi rumah, jumlah kendaraan
bermotor, kepadatan penduduk dan inflasi.
Universitas Sumatera Utara
2.10.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi TB Paru
Menurut Fletcher (1992), penyakit tuberkulosis banyak terjadi pada
populasi yang memiliki stress yang tinggi, nutrisi jelek, rumah penuh hunian,
ventilasi yang tidak baik, perawatan yang tidak cukup dan perpindahan tempat.
Genetik berperan kecil, dan dalam hal ini yang berperan terhadap besarnya
insiden kejadian tuberkulosis adalh faktor-faktor lingkungan.
Menurut Karyadi (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran
penyakit TB tidak hanya berupa faktor medis saja melainkan dipengaruhi juga
oleh faktor non medis seperti urbanisasi, kepadatan penduduk dan ekonomi.
Menurut Helmia (2004) dalam Tabrani (2007), penyakit TB di Indonesia sebagian
besar menyerang kelompok usia kerja produktif dan kebanyakan penderitanya
berasal dari kelompok sosioekonomi rendah.
2.10.1. Rumah Sehat
Pengertian rumah sehat menurut Permenkes RI No. 829 tahun 1999 adalah
kondisi fisik, kimia, biologi didalam rumah, lingkungan rumah dann perumahan
sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat memperoleh derajat
kesehatan yang optimal.
Menurut APHA (American Public Health Assosiation) tahun 2005 rumah
yang memenuhi persyaratan antara lain memenuhi kebutuhan fisiologis,
Universitas Sumatera Utara
psikologis, dapat terhindar dari penyakit menular dan terhindar dari kecelakaankecelakaan. Kondisi rumah yang baik penting untuk mewujudkan masyarakat
yang sehat. Menurut Permenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan, rumah dikatakan sehat apabila memenuhi persyaratan
empat hal pokok berikut:
1.
Memenuhi kebutuhan fisiologis seperti pencahayaan, penghawaan, ruang
gerak yang cukup dan terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2.
Memenuhi kebutuhan psikologis seperti “privacy” yang cukup dan
komunikasi yang baik antar penghuni rumah.
3.
Memenuhi persyaratan pencegahan penyakit menular yang meliputi
penyediaan air bersih, pembuangan tinja dan air limbah rumah tangga,
bebas dari vector penyakit, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, sinar
matahari yang cukup, makanan dan minuman yang terlindung dari
pencemaran serta pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
4.
Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
berasal dari dalam maupun dari luar rumah.
Menurut Permenkes RI No. 829 tahun 1999 tentang Persyaratan Kesehatan
Perumahan, ketentuan rumah yang memenuhi persyaratan kesehatan sebagai
berikut:
1.
Bahan bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain: debu total kurang dari 150 μg/m2,
Universitas Sumatera Utara
asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, dan timah hitam (Pb) kurang
dari 300 mg/kg
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme pathogen.
2.
Komponen dan penataan ruangan rumah
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap
air dan mudah dibersihkan
c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan
d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir
e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya
f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan
tidak menyilaukan mata.
4.
Kualitas udara
a. Suhu udara nyaman antara 18 –30OC
b. Kelembaban udara 40 –70 %
c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam
d. Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni
e. Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam
f. Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3
Universitas Sumatera Utara
5. Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai
6. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah
7. Penyediaan air
a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/
orang/hari
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum
8. Sarana penyimpanan makanan
Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman
9. Pembuangan Limbah
a. Limbah cair yang berasal dari rumah tangga tidak mencemari sumber air,
tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah
b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau,
tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah
Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
disebut-sebut sebagai faktor resiko yang mampu membantu dalam penyebaran
penyakit TB paru. Hal ini dikarenakan, sumber penularan penyakit TB paru erat
kaitannya dengan kondisi-kondisi sanitasi.
Peningkatan jumlah penderita TB paru, dari hasil beberapa penelitian yang
telah dilakukan selama ini, ditemukan bahwa penyebaran penyakit TB paru ini
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan
Universitas Sumatera Utara
fisik perumahan, faktor kependudukan dan faktor karakteristik bakteri.
Lingkungan rumah yang tidak sehat, seperti pada pencahayaan rumah yang
kurang atau tidak memenuhi syarat (terutama cahaya matahari), kurangnya
ventilasi rumah, kondisi ruangan yang lembab, hunian yang terlalu padat
mengakibatkan kadar CO2 didalam ruangan meningkat. Peningkatan CO2 sangat
mendukung perkembangan bakteri. Hal ini dikarenakan kuman TB adalah aerob
obligat dan mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana
(Widoyono, 2005).
Menurut Kusnindar (1993), kualitas fisik rumah dapat memepengaruhi
kesehatan penghuni seperti ventilasi dan pencahayaan yang buruk berhubungan
dengan kejadian penyakit TB paru didaerah Tangerang, dan seseorang penderita
TB paru yang telah berobat ke Puskesmas diperkirakan dapat menularkan kepada
anggota keluarganya sebesar 33,3 %.
Hasil penelitian Dahlan (2000) menyatakan bahwa pencahayaan, ventilasi
yang buruk dan kepadatan hunian yang tinggi merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi kejadian penyakit TB paru di Kota Jambi.
2.10.2. Jumlah Kendaraan Bermotor
Menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan tahun 2016, Kendaraan
bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan teknik yang ada
pada kendaraan tersebut. Biasanya digunakan untuk angkutan orang atau barang
diatas jalan raya selain kendaraan yang berjalan di atas rel.
Jenis kendaraan bermotor, yaitu (UU RI No. 22 Tahun 2009) :
Universitas Sumatera Utara
1. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor yang memiliki roda dua dengan
atau tanpa rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan
bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.
2. Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
sebanyak-banyaknya 8 tempat duduk tidak termasuk tempat duduk
pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan besi.
3. Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8
tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun
tanpa perlengkapan bagasi.
4. Mobil barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang termasuk
dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus.
5. Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor selain daripada kendaraan
bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor unutk barang yang
penggunaannya unutk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang
khusus.
Peningkatan
trend
jumlah
kendaraan
bermotor
akan
meningkatkan
kemungkinan pencemaran udara luar (outdoor air pollution) yang sering disebut
juga sebagai pencemaran udara ambient yang berdampak buruk untuk kesehatan.
Hal ini dikarenakan polutan-polutan hasil pembakaran yang dikeluarkan oleh
kendaraan bermotor bermacam-macam jenis. Pencemaran udara menyebabkan
penurunan kesehatan dan lingkungan. Adapun masalah kesehatan yang paling
sering diakibatkan oleh pencemaran lingkungan adalah gangguan pernafasan.
Universitas Sumatera Utara
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi lewat transmisi udara meningkat
berhubungan dengan rendahnya kualitas udara. Kepekaan untuk terinfeksi
penyakit ini adalah semua penduduk, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan, tua muda, bayi dan balita. Kepekaan tertinggi pada anak kurang dari
tiga tahun terendah pada anak akhir usia 12-13 tahun, dan dapat meningkat lagi
pada umur remaja dan awal tua (Hiswani, 2010). Tingkat atau derajat penularan
tergantung kepada banyaknya basil tuberkulosis dalam sputum, virulensi atas basil
dan peluang adanya pencemaran udara dari batuk, bersin, dll.
Pada kondisi normal, saluran nafas manusia yang dalam keadaan sehat dan
dengan sistem kekebalan tubuh yang baik akan mampu mengatasi bakteri TB paru
dan polutan yang masuk bersama udara pernafasan tanpa menyebabkan gangguan
yang berarti ataupun dampak jangka panjang. Namun pada individu yang sensitif
dan dengan sistem kekebalan tubuh yang buruk, pada saat terjadi polusi yang
tinggi, bakteri dan polutan akan berkontribusi lebih besar untuk masuk dan
menularkan penyakit TB paru.
Menurut World Health Organization (WHO), faktor lingkungan
memberikan kotribusi yang besar unutk menjadi media penularan TB paru dan
dapat menurunkan kualitas faal paru yaitu dengan adanya pencemaran debu yang
tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.10.3. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk suatu daerah adalah perbandingan antara jumlah
penduduk dengan luas daerah dalam kilometer persegi yang merpakan indicator
dari tekanan penduduk suatu daerah.
Hubungan antara peningkatan jumlah penduduk dengan penderita
tuberkulosis adalah postif. Menurut Leida, Widyaningrum, Khuzaimah, dkk
(2008), peningkatan penyakit tuberkulosis disebabkan beberapa faktor seperti
sosio-ekonomi, penambahan penduduk yang amat pesat, kemiskinan, urbanisasi,
lingkungan pemukiman yang padat dan kumuh, usia produktif yang terinfeksi
tuberkulosis paru, infeksi HIV, kelemahan program penanggulangan tuberkulosis
paru dan masalah kesehatan lainnya.
Hasil penelitian Aditama (2012) menyebutkan bahwa kasus distribusi
penyakit TB Paru tertinggi di Puskesmas Candilama Semarang triwulan terakhir
tahun 2012 terdapat di Kelurahan Jomblang yaitu 44% dengan jumlah 17 kasus,
disebabkan wilayah yang jumlah penduduknya paling tinggi dan luas wilayahnya
yang luas dibandingkan dengan Kelurahan Karang Anyar Gunung yang
kepadatannya 38% dengan jumlah 15 kasus. Lalu daerah yang terendah dengan
kasus TB Paru terdapat di Kelurahan Jati Ngaleh dengan kepadatan 18% dengan
jumlah 7 kasus TB paru disebabkan oleh faktor , kepadatan penduduk, kepadatan
rumah dan wilayah kelurahan. Artinya bahwa faktor resiko penyebaran penyakit
Universitas Sumatera Utara
TB
Paru
disebabkan
oleh
kuman
Mycobacterium
tuberculosis
yang
penyebarannya dapat melalui udara sehingga kondisi wilayah yang padat
penduduknya merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat penularan TB
paru.
Menurut WHO dalam Ginting (2006), wilayah yang penduduknya tinggi
cenderung memiliki tempat tinggal yang kumuh, hygiene,dan nutrisi yang buruk,
sehingga bila ada warganya terkena penyakit TB akan mempercepat proses
penyebarannya.
2.10.4. Inflasi
Menurut Mankiw (2007) inflasi adalah kecenderungan meningkatnya
tingkat harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas
kepada sebagaian besar harga-harga barang yang lainnya. Mankiw mendefinisikan
bahwa inflasi merupakan suatu fenomena peningkatan tingkat harga-harga
menyeluruh dalam perekonomian.
Inflasi yang merupakan kenaikan harga secara terus menerus dapat
disebabkan karena naiknya nilai tukar mata uang luar negeri secara signifikan
terhadap mata uang dalam negeri.
Berdasarkan pada jenis inflasi yang ada, putong (2008) mengelompokkan
inflais sebagai berikut :
1. Berdasarkan pada asal inflasi
a. Domestic Inflation, inflasi ynag bersal dari dalam negeri
Universitas Sumatera Utara
b. Imported Inflation, inflasi yan berasal dari kenaikan harga luar negeri.
2. Berdasarkan pada intensits inflasi
a. Creeping Inflation, inflasi yang terjadi dengan laju pertumbumbuhan
lambat.
b. Galloping Inflation, inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan yang
sedikit cepat.
c. Hyper Inflation, inflasi yan terjadi dengan laju pertumbuhan yang
tinggi
3. Berdasarkan pada bobot inflasi
a. Inflasi ringan, inflasi dengan laju pertumbuhan yang perlahan dan
berada pada posisi satu digit atau dibawah 10 % per tahun.
b. Inflasi sedang, inflasi dengan laju pertumbuhan yang berada diantara
lebih dari 10-20 % pe rtahun
c. Inflasi berat, inflasi dengan laju pertumbuhan yang berada diantara
lebih dari 20-100% per tahun.
Inflasi yang tinggi akan mempengaruhi sektor kesehatan. Bila inflasi
meningkat akan terjadi kenaikan harga dimasyarakat secara otomatis biaya
infestasi dan juga biaya operasional pelayanan kesehatan akan meningkat pula
(kenaikan harga alat kesehatan dan menurunkan kemampuan pembiayaan
program).
Universitas Sumatera Utara
2.11.
Deret Berkala (Time Series )
Menurut Hanke dan Winchern (2005), time series adalah runtun waktu
yang mempunyai himpunan observasi data terurut dalam waktu. Menurut
pendapat Prasmanasari dalam Kasmir (2003), time Series atau deret waktu analisis
merupakan hubungan antara variabel yang dicari (dependen) dengan variabel yang
mempengaruhinya (independen variable), yang dikaitkan dengan waktu seperti
mingguan, bulan, triwulan, catur wulan, semester atau tahun. Metode proyeksi
trend dengan regresi, merupakan metode yang digunakan baik untuk jangka
pendek maupun jangka panjang. Metode ini merupakan garis trend untuk
persamaan matematis.
2.11.1. Peramalan (Forcasting)
Kegiatan peramalan merupakan bagian dari pengambilan keputusan
manajemen. Peramalan mengurangi ketergantungan pada hal-hal yang belum
pasti (intuitif). Peramalan memiliki sifat saling ketergantungan antar divisi atau
bagian. Menurut Sugiarto dan Harihono (2000), peramalan merupakan studi
terhadap data historis untuk menemukan hubungan kecenderungan dan
polasistematis. Dengan peramalan, para perencana dan pengambil keputusan akan
dapat mempertimbangkan alternatif-alternatif strategi yang lebih luas.
Menurut Murahartawaty (2009), peramalan (forecasting) merupakan
bagian vital bagi setiap organisasi bisnis dan untuk setiap pengambilan keputusan
manajemen yang sangat signifikan. Peramalan menjadi dasar bagi perencanaan
Universitas Sumatera Utara
jangka panjang perusahaan. Menurut Hasibuan (2011), metode peramalan adalah
suatu cara memperkirakan atau mengestimasi secara kuantitatif maupun kualitatif
apa yang terjadi pada masa depan berdasarkan data yang relevan pada masa lalu.
Menurut Sugiarto dan Harihono (2000), menyatakan bahwa hampir semua
metoda peramalan formal dilakukan dengan cara mengekstrapolasi kondiri masa
lalu untuk kondisi masa mendatang. Ada 5 metode dalam Peramalan Kuantitatif
yang dikemukakan oleh Heizer dan Render (2009), kelima metode ini dibagi
kedalam dua kategori :
1. Model deret waktu
a. Pendekatan naif (naive approach)
b. Rata-rata bergerak (moving averages)
c. Penghalusan eksponensial
2. Model Assosiatif
a. Proyeksi tren (trend projection)
b. Regresi Linier (Linier Regression)
2.11.1.1 Motode Rata-rata Bergerak (Moving Averages)
Metode rata-rata bergerak menggunakan sejumlah data actual permintaan
yang baru untuk membangkitkan nilai ramalan untuk permintaan dimasa yang
akan datang. metode ini mmpunyai dua sifat khusus yaitu untuk membuat
forecasting memerlukan data historis dalam jangka waktu tertentu, semakin
panjang moving averages akan menghasilkan moving averages yang semakin
halus.
Universitas Sumatera Utara
2.12.
Kerangka Konsep Penelitian
Faktor-faktor yang berpengaruh positif dan signifikan dan positif terhadap
penderita TB paru di Kota Medan dalam penelitian ini dapat ditujukan dalam
gambar berikut ini :
Variabel independen
Variabel dependen
Rumah sehat
Jumlah kendaraan bermotor
Penderita TB Paru
Kepadatan penduduk
Inflasi
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian.
Universitas Sumatera Utara