KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN YANG DIALAMI TOKOH MIRA DALAM NOVEL WAJAH SEBUAH VAGINA KARYA NANING PRANOTO SEBUAH KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indon

  

KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN YANG DIALAMI TOKOH MIRA

DALAM NOVEL WAJAH SEBUAH VAGINA KARYA NANING PRANOTO

SEBUAH KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Disusun Oleh:

FANY HARDIYANTO

  

024114021

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2008

  MOTTO MARILAH KEPADAKU, SEMUA YANG LETIH LESU DAN

BERBEBAN BERAT, AKU AKAN MEMBERI KELEGAAN KEPADAMU

  MATIUS, 11:28

  ( )

  Bila Engkau tidak bisa menjadi CEMARA di bukit, Jadilah BELUKAR yang terindah di tepi parit.

  Bila Engkau tidak bisa menjadi BELUKAR, Jadilah engkau RUMPUT yang membumbung membuat jalan-jalan semarak.

  Bila Engkau tidak bisa menjadi KOMANDAN, Jadilah PRAJURIT yang TANGGUH.

  Bukan kebesaran yang menentukan menang atau kalah, yang terpenting “JADILAH WAJAR APA ADAMU DAN MENJADI DEWASA” JUST DO THE BEST, LET GOD DO THE REST

  . Lakukan yang terbaik dari yang bisa kita lakukan, selebihnya biarkan Tuhan menyelesaikan.

  Berserah dan Berusaha

  

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Cristus dan Bunda Maria yang selalu melindungiku dan

mendengarkan doaku. ALUSIA TUGINEM (

  ALM )

Ia mengajariku berjalan, Ia mengajariku berlari dan

  

Ia mengajariku untuk berjuang dan mensyukuri nikmatnya hidup....I Love U

Tanpa beliau tanda dan kata tak bisa bermakna

Di Hati ini hanya selalu tersimpan rautnya

Aku hidup karna beliau, aku bisa menikmati hidup juga karna beliau

  

ROSALIA MUGIANTI... terimakasih bundaku....PETRUS SUCIPTO

HARDIYANTO dengan keringat dan peluh kalian, aku bisa seperti ini.

Kakakku..adikku.Bapak/Ibu dosen Sastra Indonesia. Sahabat-sahabatku

Ku persembahkan ini untuk semua.

  ABSTRAK

  Fany Hardiyanto.2008. Kekerasan terhadap Perempuan yang dialami Tokoh Mira dalam novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto (Sebuah pendekatan Sosiologi Sastra). Skripsi. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Penelitian ini mengkaji tentang kekerasan terhadap perempuan yang dialami tokoh Sumirah dalam novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto. Tujuan penelitian ini adalah 1) Mengkaji dan mendeskripsikan bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dialami tokoh Sumirah, 2) mengkaji dan mendeskripsikan penyebab kekerasan terhadap perempuan yang dialami tokoh Mira. Tokoh Mira dalam novel ini, memiliki peranan sangat penting dalam mengungkap bentuk-bentuk dan penyebab kekerasan terhadap perempuan.

  Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra, karena penelitian ini mengangkat masalah sosial yaitu kekerasan terhadap perempuan dengan memaparkan bentuk-bentuk dan penyebab kekerasan terhadap perempuan. Metode yang digunakan untuk memperoleh data dan hasil penelitian yang akurat adalah metode analisis isi dan deskriptif. Berdasarkan metode diatas, dapat digambarkan bahwa terdapat fakta-fakta yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti, kemudian diolah dan ditafsirkan. Adapun langkah konkret yang ditempuh adalah sebagai berikut: pertama, menganalisis bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dialami tokoh Mira. Kedua, menganalisis penyebab kekerasan terhadap perempuan yang dialami Mira.

  Analisis bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dialami Mira, Yaitu kekerasan seksual dan non seksual. 1. Kekerasan seksual,perkosaan dan pelecehan seksual. 2. Kekerasan nonseksual, a. kekerasan fisik, adanya remasan dan gigitan pada payudara, pemukulan, sulutan rokok pada vagina, tendangan pada perut dan dikubur hidup-hidup, b. kekerasan ekonomi, adanya ekslpoitasi atau pelacuran, c. kekerasan psikologi, hinaan, cemoohan, paksaan menjual diri, frustasi, diludahi dan trauma, d. kekerasan politik, perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang.

  Hasil analisis penyebab kekerasan terhadap perempuan yang dialami Mira menunjukkan bahwa gender-patriarki dan ekonomi menjadi penyebab kekerasan. Penelitian berakhir pada kesimpulan bahwa Mira merupakan korban dari laki-laki yang menganggap perempuan hanya sebagai pemuas nafsu. Selain itu, kemiskinan membawa Mira kepada eksploitasi.

  

ABSTRACT

  Fany Hardiyanto.2008. Women Oppression as Experienced by Mira in Naning Pranoto’s Wajah Sebuah Vagina (A Literary Sociological Appriach). Thesis.

  Sanata Dharma University. Yogyakarta. The research is aimed at analyzing the oppression on a woman experienced by the main character, Sumirah in Naning Pranoto’s Wajah Sebuah Vagina. The purposes of the research are 1) analyzing and describing the types of oppression on women, as experienced by the character Sumirah, 2) examining and describing the sources of oppression on a woman, as experienced by Mira. Mira, the main character in the novel, played important role in revealing the kinds and the sources of the oppression on a woman.

  The literary sociological approach was adopted in this research because the research analyzed the social problem, the oppression on the women by elaborating the kinds and the sources of the oppression on women. Content analysis and descriptive methods were conducted to gain data and to report the analysis. The stages included: firstly, analyzing the kinds of oppression on a woman, as experienced by Mira. Secondly, the writer analyzed the source of woman oppression experienced by Mira.

  The results showed that the kinds of women oppressions experienced by Mira included (1) physical abuses, squeezing and biting to the breast, hitting, kicking on the belly and lived burring, (2) sexual abuses; rape and sexual harassment, (3) economic oppression; exploitation or prostitution, (4) psychological abuses; insult, the force to be a prostitute, frustration, spitting, and trauma.

  The analysis also showed that the women oppression experienced by Mira was due to the gender-patriarchy and economic conditions. The conclusion which could be drawn from the analysis was that Mira represented the victim of the belief which viewed women as the object of sexual release. Furthermore, the poverty led Mira to the exploitation. From the perspective of the researcher, the oppression experienced by Mira was closely related with her attitude toward herself.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Karunia dan Kehendak-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kekerasan terhadap Perempuan yang Dialami Tokoh Mira Dalam Novel Wajah Sebuah Vagina Karya Naning Pranoto sebuah Kajian Sosiologi Sastra. Skripsi tidak akan pernah terwujud tanpa bimbingan dan semangat dari semua pihak. Saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Tuhan Yang Maha Esa, atas Karunia dan Kehendak-Nya.

  2. Bapak Drs. Yoseph. Yapi.Taum,M. Hum.,selaku Dosen pembimbing I skripsi yang telah membagikan ilmunya kepada saya.

  3. Ibu Susilowati Endah Peni Adji,S.S,M.Hum., selaku Dosen pembimbing II skripsi yang memberikan banyak masukan kepada saya.

  4. Seluruh Dosen Prodi Sastra Indonesia, Bapak Drs. B. Rahmato,M. Hum., Bapak Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum., Bapak Drs. Hery Antono, M. Hum., Bapak Drs. Ari Subagyo, M. Hum., Bapak FX Santoso, M.S., Ibu Dra. Fr.

  Tjandrasih Adji, M. Hum.

  5. Dari hati yang paling dalam, terimakasih untuk eyang Alusia Tuginem (Almarhum) seorang wanita yang selalu kupuja sepanjang hidupku….karna ia aku mengerti dan paham arti cinta kasih…terimakasih!

  6. Ibu Rosalia Mugiyanti, terimakasih…terimakasih….pejuang wanitaku, dengan paras ayumu hidup ini indah, karna keringatmu atas pengorbananmu, aku bisa seperti ini…I..LOVE..U BUNDA. Bapak Petrus Sucipto Hardiyanto…siapa beliau, bagaimana beliau dan apapun beliau aku sayang tanpa kalian tak berarti hidup ini.

  7. Teman-teman seperjuanganku Genk Baskom, Ira (Mlenuk), Eli (Tubruk), Luki, Erda, dan Rosa, untuk waktu dan indahya persahabatan kita semoga abadi selamanya.

  8. Keluarga besarku tercinta, kakakku tercinta mbak Lala, Mas Janto, adikku Dionisia, Pakdhe Anton sekeluarga. Mbah Wagio, Keluarga Eko Prihantoro, Keluarga Muji dan keponakan-keponakanku terima kasih untuk doa, semangat dan dukunganya pada penulis.

  9. Bapak Totok Sugiarto, beribu-ribu ungkapan terima kasih atas bantuan, semangat dan doa….terima kasih…terima kasih! Atas campur tangan beliau aku bisa meraih gelar sarjanaku….terimakasih Babe.

  10. Ibu Cris (bu Tono) terimakasih atas bantuan, semangat dan informasi beasiswa. Campur tangan beliaulah aku bisa bertahan melanjutkan kuliah. Dan tidak ketinggalan bu Agus he….terimakasih!

  11. Ma’Uci dan seluruh keluarga besar Darmo Suwito…terimakasih atas bantuan, semangat….dan doa.

  12. Teman-teman Mudika Alosius Gonsaga…terima kasih atas dukungan, semangat dan doa. He…he…Aku LULUS!

  13. Teman-teman Mudika Perum. Kanisius terima kasih atas keluh kesah…persahabatan dan pengertian .

  14. Denbagus IVO terima kasih atas semangat...doa...ia telah sudi mendengarkan keluh kesahku dan ia menemaniku dikala aku kesepian......ucil..

  15. Keluarga Parwoto dan Keluarga Ngadimo.

  16. Keluarga besar kantin Sanata Dharma, pak Supri, kang Yono, Bu yuli, bu lotek dan semuanya.

  17. Seluruh teman-teman Prodi Sastra Indonesia Angkatan 2002, Yogi, Robert, Bonet, Bangun, Plentong, Sapi, Sumantri, Marta, Lusi, Iren, dan teman – teman yang lain, kalian sangat spesial.

  18. Teman- teman KKN, Zius, Hendra, Moko, Mesya, Yanti, Dhani, Sulis, terima kasih atas persahabatan kalian.

  19. Terima kasih kepada warga desa Cangkring Bantul, atas dukungan, doa. Pak Pariman, Pak Dukuh, Putut, Wahyu dan Mudika Ganjuran.

  20. Seluruh pihak administrasi Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma.

  21. Seluruh Staff dan karyawan UPT Perpustakaan Universitas Sanata Dharma dan kepada pihak yang tidak bias saya sebutkan satu-persatu.

  Saya telah berusaha sebaik mungkin sebagaimana pengalaman hidup yang saya jalani, namun saya menyadari masih ada kekurangan dan keterbatasan kemampuan.

  Apabila terdapat saran untuk menunjang kesempurnaan skripsi ini saya sangat berterima kasih.

  Akhirnya semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan ilmu kepada pengetahuan khususnya di bidang sastra Indonesia dimasa yang akan datang. Terima kasih.

  Penulis Fany Hardiyanto

  

DAFTAR ISI

  1.6.2.1 Bentuk-bentuk Kekerasan terhadap Perempuan…..12

  2.1 Pengantar………………………………………………………..25

  BAB II BENTUK-BENTUK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN YANG DIALAMI MIRA

  1.9 Sistematika Penyajian………………………………………….…24

  1.8 Sumber Data…………………………………………………...…24

  1.7 Metode Penelitian………………………………………………...22

  1.6.2.3.2 Ekonomi……………………………...…..20

  1.6.2.3.1 Gender-Patriarki………………..………...15

  1.6.2.3 Penyebab Kekerasan terhadap Perempuan..............15

  1.6.2 Kekerasan terhadap Perempuan …………………………...12

  HALAMAN JUDUL …......................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………….……………….ii MOTTO.....................................……………………….……………………....iii HALAMAN PERSEMBAHAN..……………….…………………………......iv ABSTRAK………………………………..…………………………………....v ABSTRACT………………………..……………………………….................vi KATA PENGANTAR………………………..…………………….................vii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.………………………………………x DAFTAR ISI…………………….………………………………….................xi

  1.6.1 Pendekatan Sosiologi Sastra………………………..……...10

  1.6 Landasan Teori……………………………………………...…...10

  1.5 Tinjauan Pustaka…………………………………………….........8

  1.4 Manfaat Penelitian………………….……………………………..7

  1.3 Tujuan Penelitian…………….………………………....................7

  1.2 Rumusan Masalah………….…………………………..................7

  1.1 Latar Belakang Masalah…………….……………………………..1

  BAB I PENDAHULUAN

  2.2 Sinopsis……………………………………………………….....26

  2.3 Bentuk-bentuk Kekerasan yang dialami Tokoh Mira…………..28

  2.3.1 Kekerasan Seksual………………………………………...29

  2.3.2 Kekerasan Non Seksual…………….……………………...37

  2.3.2.1 Kekerasan Fisik..….…………………………….….37

  2.3.2.2 Kekerasan Ekonomi………………………………...43

  2.3.2.3 Kekerasan Psikologi……………………………..…47

  2.3.2.4 Kekerasan Politik……………………………………55

  2.4 Rangkuman……………………………………………….……..56

  BAB III FAKTOR PENYEBAB KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN YANG DIALAMI MIRA

  3.1 Pengantar………………………………………………………60

  3.2 Faktor Penyebab Kekerasan Yang dialami Mira.……….…......61

  3.2.1 Adanya Ketidakadilan Gender.……………………….….61

  3.2.2 Faktor Ekonomi………………………………………….72

  3.4 Rangkuman…………………………………………………….79

  BAB IV PENUTUP

  4.1 Kesimpulan…………………………………………………….82

  4.2 Saran……………………………………………………….…..86 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….…87

BAB I PENDAHULUAN

1.I Latar Belakang

  Perempuan mempunyai hak dan kekedudukan yang sama terhadap laki- laki, yaitu sama-sama mempunyai hak untuk mendapat perlindungan dari negara, dihormati dan dihargai sebagi ciptaan Tuhan, serta mempunyai hak untuk mengembangkan potensi yang dimiliki setiap individu. Namun, pada kenyataannya perempuan merupakan mahkluk yang paling rentan terhadap tindak kekerasan, baik di dalam keluarga, masyarakat, dan negara. Kedudukan perempuan hanya sebagai pelengkap kaum laki-laki, perempuan diibaratkan hanya sebagai konco wingkeng saja. Laki-laki digambarkan sebagai pemimpin, sedangkan perempuan harus patuh kepada laki-laki. Perbedaan tersebut yang menjadikan adanya ketidakadilan gender yang menimbulkan kaum perempuan rentan dengan kekerasan. (Arvita, 2004:45).

  Suharman (1998:44) mengatakan bahwa, perempuan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan umat manusia. Namun, sepanjang perjalanan sejarah kehidupan umat manusia, perempuan tidak jarang menjadi objek dari tindak kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki. Sepanjang sejarah itu pula, bukti- bukti kekuasaan laki-laki serta kerentanan perempuan selalu dapat dihadirkan.

  Hal tersebut dapat diketahui dari berbagai pemberitaan di media cetak maupun media elektronik baik kasus pemerkosaan, pelecehan seksual, pelacuran, pornografi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perdagangan perempuan dan sampai pembunuhan.

  Kekerasan terhadap perempuan (KTP) merupakan salah satu bentuk dari ketidakadilan gender yang patut diperhatikan baik dari individu, masyarakat dan negara, karena cenderung makin meningkat. Terbukti pada catatan tahunan Komnas Perempuan yang menunjukkan bahwa pada tahun 2005, teridentifikasi sebanyak 20,391 kasus KTP. Angka ini menunjukkan peningkatan 45% jika dibandingkan dengan jumlah kasus pada tahun 2004, yaitu 14.020 kasus dimana 82% dari kasus tersebut adalah KDRT. Di Indonesia, setiap tahunnya terjadi peningkatan kasus-kasus KTP. Pada tahun 2001, tercatat 3.160, tahun 2002 meningkat menjadi 5.103, pada tahun 2003 menjadi 7.787, dan tahun 2004 tercatat 14.020 kasus, 562 kasus traficking in woman (perdagangan perempuan).

  Dari data peningkatan kasus kekerasan tersebut, terbukti bahwa perempuan sangat rentan terhadap tindak kekerasan (www.komnas perempuan.co.id).

  Salah satu contoh tindak kekerasan terhadap perempuan di Indonesia, yakni kasus Marsinah, buruh perempuan yang bekerja di perusahaan jam tangan PT. Catur Surya, Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Ia meninggal pada tanggal 9 Mei 1993, ditemukan di sebuah gubuk terbuka sawah dekat hutan jati, tidak jauh dari rumahnya dengan luka-luka dan bekas siksaan. Pembunuhan Marsinah merupakan rangkaiaan dari pemogokan yang dilakukan buruh perusahaan tersebut dalam rangka memperbaiki kondisi kerja dan meningkatkan upah. Marsinah merupakan aktifis pemogokan buruh tersebut. Hal ini menjadi pertanyaan yang cukup pelik, mengapa usaha memperbaiki kesejahteraan di dalam kerangka yang ada meski menghadapi resiko begitu besar (www.tempointeraktif.com). Kisah yang dialami Marsinah memang sangat memprihatinkan, karena sampai sekarang belum ada kejelasan mengenai kasus tersebut dari pihak hukum.

  Kerusuhan bulan Mei 1998 yang terjadi di berbagai kota besar Indonesia, merupakan salah satu bentuk kekerasan yang dialami perempuan. Bentuk kekerasan yang berupa: pemerkosaan, penganiayaan seksual, serta pembunuhan yang didahului penyiksaan secara seksual (Saparinah via A.Rahman, 2002:145).

  Kerusuhan tersebut membawa kita untuk berpikir bahwa keberadaan perempuan rentan dengan tindak kekerasan.

  Fenomena KTP tidak hanya ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Berbagai wacana gambaran KTP diungkapkan pula dalam cerita fiksi seperti karya sastra. Beberapa karya sastra mengenai gambaran KTP merupakan inspirasi pengarang dari kehidupan sosial. Menurut Sumardjo (1989:15), karya sastra yang kita baca dibangun oleh pengarangnya, sebagai hasil rekaman berdasarkan perenungan, penafsiran, penghanyatan hidup terhadap realitas sosial dan lingkungan kemasyarakatan dimana pengarang itu hidup dan berkembang. Karya sastra merupakan bentuk realitas kehidupan alami masyarakat. Oleh karena itu, realitas kehidupan dalam masyarakat merupakan sumber bahan penciptaan karya sastra.

  Penciptaan sastra bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Dalam karya sastra hal-hal yang digambarkan tentang masyarakat dapat berupa sruktur sosial masyarakat, fungsi dan peran masing-masing anggota masyarakat maupun interaksi yang terjalin di antara seluruh anggotanya. Secara lebih sederhana, karya sastra menggambarkan unsur-unsur masyarakat yang terdiri dari laki-laki dan perempuan interaksi yang terjalin di antara keduanya merupakan tema yang menarik untuk dikaji sebab menyangkut hububungan antara dua jenis kelamin yang berbeda, yang membentuk tatanan kehidupan masyarakat, baik secara sosial maupun budaya (Rampan, 1984:16).

  Hal tersebut, menginspirasi beberapa penulis mengangkat tema kehidupan perempuan kedalam karya sastra. Salah satu penulis perempuan yang mengangkat masalah perempuan adalah Naning Pranoto. Naning, lahir pada tanggal 6 Desember 1957 di Yogyakarta. Kiprahnya di dunia tulis menulis sampai tahun 2003 telah meghasilkan lebih dari 17 novel dan ratusan cerita pendek. Novelnya antara lain Mumi Beraroma Minyak Wangi, Miss Lu, Musim Semi Lupa Singgah

  

Di Shizi, Bella Donna Nova, Asalea Jingga, Angin Sorrento, Perempuan Dari

Selatan dan Dialog Antara Dua Topeng, Wajah Sebuah Vagina serta Sebilah

Pisau Dari Tokyo .

  Salah satu novel yang menarik perhatian peneliti adalah novel yang berjudul Wajah Sebuah Vagina (kemudian ditulis WSV), karena dalam novel tersebut Naning mengangkat masalah ketidakadilan yang menimpa perempuan, melalui vagina mereka. Novel WSV ditulis oleh Naning, karena terinspirasi oleh kisah Sunarti (yang kisahnya ditulis Naning pada pengantar penulis di awal novel WSV). Sunarti menceritakan kisahnya kepada Naning, bahwa hampir 25 tahun ditindas oleh pasangan hidupnya, ia dijadikan pelacur dan disiksa. Dari kisah tersebut Naning mengangkatnya menjadi novel yang menarik dengan tokoh utama bernama Sumirah atau Mira.

  Naning menggunakan kata vagina dalam novelnya WSV hanya sebagai simbol dan fenomena yang tejadi pada kaum perempuan. Vagina bukan hanya sekedar embel-embel bagi eksistensi manusia yang memilikinya. Vagina adalah pembeda yang paling mendasar dan yang menentukan bagi pemilahan gender.

  Vagina memiliki peranan yang sangat religius, sebab vagina merupakan anugerah kemuliaan. Vagina bagi kaum perempuan merupakan simbol kesucian dan kehormatan yang patut dimuliakan. Namun, suatu ketika vagina bisa menjadi sumber malapetaka bagi perempuan, ketika keberadaannya dilecehkan sebagai sumber penghasil materi (Tamba, 2007).

  Dalam novel WSV, dikisahkan secara tragis mengenai kekerasan yang dialami tokoh perempuan yang bernama Sumirah. Sumirah atau lebih sering dipanggil Mira berasal dari desa Mijil, Jawa Tengah. Sejak umur 5 tahun orang tua Mira meninggal dunia, karena dibunuh oleh Petugas Keamanan Negara (PKN), terlibat anggota Barisan Tani Indonesia (BTI). Pada usia 14 tahun, pertama kali ia mendapat menstruasi, satu bulan setelah itu, ia diperkosa oleh Lurah Prakoso. Karena ancaman Lurah Prakoso, Mira pergi dari desanya dan lari ke Surabaya ke tempat Mbak Dinah tetangganya sewaktu di desa Mijil. Di kota Surabaya, Mira menjadi pelacur atas paksaan Mbak Dinah. Selama 5 tahun menjadi pelacur Mira mendapat perlakuan kasar dari pelanggannya. Kekerasan yang dialami Mira tidak hanya itu saja. Kehidupan ekonomi yang lemah membuat Mira meninggalkan Kang Suhar suaminya untuk hidup bersama Mister Mulder, lelaki Belanda yang mengaku pengusaha emas. Kemewahan yang melimpah dari Mister Mulder, menjadikan Mira seorang nyonya kaya. Namun kemewahan itu hanya sementara, Mira lalu dijual dan dijadikan pelacur oleh Mister Mulder di negara Afrika.

  Berdasarkan gambaran singkat kehidupan Mira di atas, novel WSV merupakan gambaran kekerasan terhadap perempuan. Berbagai tragedi kehidupan yang mewarnai kehidupan tokoh Mira membuat peneliti ingin mengetahui lebih dalam mengenai bentuk-bentuk kekerasan dan penyebab kekerasan yang dialami tokoh Mira.

  Kekerasan dalam novel WSV menggugah peneliti untuk menganalisis dengan menggunakan pendekatan yang memperhatikan segi-segi kemasyarakatan yang disebut sosiologi sastra. Dengan menggunakan pendekatan tersebut peneliti ingin lebih leluasa mendeskripsikan bentuk-bentuk kekerasan dan penyebab KTP yang dialami tokoh Mira. Peneliti tertarik meneliti novel WSV, karya Naning Pranoto karena menitikberatkan masalah perempuan tentang kekerasan terhadap perempuan. Novel ini pada hakikatnya menggambarkan realita sosial yang ada dalam kehidupan nyata, yang dialami sebagian perempuan seperti yang terjadi dalam kisah Sunarti.

I.2. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut.

  1.2.1 Apa saja bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dialami tokoh Mira dalam novel WSV karya Naning Pranoto?

  1.2.2 Apa yang melatarbelakangi penyebab kekerasan terhadap perempuan yang dialami tokoh Mira dalam novel WSV karya Naning Pranoto?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

  1.3.1 Mendeskripsikan bentuk-bentuk KTP yang menimpa tokoh Mira dalam novel WSV karya Naning Pranoto.

  1.3.2 Mendeskripsikan latar belakang penyebab KTP yang dialami tokoh Mira dalam novel WSV karya Naning Pranoto.

  1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat sebagai berikut.

  1.4.1 Bagi perkembangan ilmu sastra, hasil penelitian ini diharapkan sebagai masukan untuk lebih memperhatikan kekerasan terhadap perempuan dengan mengetahui bentuk-bentuk dan penyebabnya agar lebih bisa diperhatikan dan dijadikan sebuah penelitian karya sastra.

  1.4.2 Menambah perbendaharaan pustaka khususnya dibidang peneitian sastra yang dilihat dari segi sosiologi.

1.5 Tinjauan Pustaka

  Tinjauan pustaka ini akan memaparkan beberapa pembahasan mengenai novel WSV karya Naning Pranoto yang berupa resensi dan skripsi.

  Novel WSV adalah novel ke-17 Naning Pranoto yang terbit pada tahun 2004. Novel WSV sudah pernah dinaskahkan oleh Wijang Warek AM dan pernah dipentaskan oleh kelompok teater “ Tonil Klosed” Surakarta, di gedung Teater Arena Taman Budaya Surakarta yang disutradarai oleh Sosiawan Leak (Suara Merdeka , 2005: 29 November).

  Sunarwoto Dewo (dalam Jawa Pos, 4 Juli 2004) pada resensinya yang berjudul ”Potret Kekejaman Rezim Lelaki, mengatakan bahwa kisah Sumira dalam novel WSV terinspirasi kisah oleh kisah Sunarti, yang dibahas dalam bagian pengantar novel. Kisah Sunarti diangkat menjadi novel sebagai gambaran realita kekerasan atas perempuan yang hingga kini masih berlangsung. Sunarwoto menghubungkan kisah Sumira tokoh utama dalam novel WSV dengan kisah Ratu Pembayun yang menjadi tumbal intrik tipu muslihat Raja Mataram Panembahan Senopati. Kisah tersebut bukti adanya pemanfaatan perempuan sebagai alat untuk meraih ambisi. Sunarwoto Dewo berkesimpulan bahwa, kisah novel WSV merepresentasikan kekejaman rezim lelaki.

  Lebih lanjut Ahmad Fatony (dalam Sinar Harapan, 5 juli 2005) dalam resensinya yang berjudul ”Melirik Buku-buku Berlendir”, berbicara seputar novel- novel yang berbau lendir, dalam arti karya-karya yang bersifat porno. Novel-novel yang termasuk karya berlendir salah satunya yaitu, novel Wajah Sebuah Vagina.

  Fatoni memaparkan alasan Naning memakai kata vagina dalam judul novelnya. Vagina hanya sebagai simbol dari fenomena tentang kekerasan yang terus menerus dilakonkan laki-laki. Judul WSV itulah yang menjadikan novel tersebut sebagai novel berlendir dan ditolak oleh beberapa toko buku.

  Novel WSV pernah dibahas secara khusus, mendalam dan sistematis oleh Mery Kusumawardhani dan Nila Mei Tiastuti. Mery Kusumawardhani, mahasisiwi dari Universitas Airlangga, fakultas Sastra Indonesia angkatan 1999.

  Dalam skripsinya yang berjudul ”Representasi Patriarki dalam Novel Wajah Sebuah Vagina” mengkaji mengenai representasi patriarki yang terkihat pada tokoh laki-laki pada novel WSV .

  Berbeda dengan Nila Mei Tiastuti mahasiswi Universitas Negri Semarang, ia mengkaji novel WSV dengan judul ” Tokoh Wanita dalam Pandangan Gender Pada Novel Wajah sebuah Vagina”. Nila lebih memfokuskan penelitiannya pada tokoh wanita yaitu Mira dengan pandangan gender.

  Sedangkan penelitian ini akan mengupas tentang ”Kekerasan terhadap Perempuan yang Dialami Tokoh Mira”. Karena, sejauh pengetahuan peneliti belum ada penelitian yang mengangkat tema permasalahan kekerasan terhadap perempuan dalam novel WSV.

1.6 Landasan Teori

  Kajian teori yang akan digunakan dalam menganalisis novel WSV adalah pendekatan sosiologi sastra dan kekerasan terhadap perempuan yang memaparkan mengenai bentuk-bentuk KTP dan penyebab KTP.

1.6.1 Sosiologi Sastra

  Menurut Semi (1989:46) pendekatan sosiologis dalam penelitian sastra bertolak dari pandangan bahwa sastra merupakan pencerminan kehidupan masyarakat.

  Karya sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial (Damono, 1987:3). Menurut Rampan (1984:15) karya sastra sebagai media merefleksikan pandangan pengarang terhadap berbagai masalah yang diamati di lingkungan. Reatita sosial yang terjadi dimodifikasikan sedemikian rupa menjadi sebuah teks literer yang dimungkinkan menghadirkan pencitraan yang berbeda dibandingkan dengan realita empiris. Dengan demikian, realita sosial yang dihadirkan melalui teks kepada pembaca merupakan gambaran tentang berbagai fenomena sosial yang terjadi atau yang pernah terjadi di masyarakat, yang dihadirkan kembali oleh pengarang dalam bentuk dan pencitraan yang berbeda. Menurut Luxemburg (1978:45), hal ini berarti karya sastra memberikan wawasan kepada pembaca mengenai kenyataan dalam masyarakat

  Dengan demikian, pemahaman karya sastra tidak hanya ditemukan oleh struktur karya itu sendiri, tetapi juga oleh masyarakat. Pendekatan yang memperhatikan segi-segi kemasyarakatan itu disebut sosiologi sastra (Damono, 1987:2).

  Telaah sosiologi sastra mempunyai dua kecenderungan utama. Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomi belaka. Pendekatan ini bergerak dari faktor-faktor di luar sastra untuk membicarakan sastra, sastra hanya berharga dalam hubungannya dengan faktor-faktor diluar sastra itu sendiri. Jelas bahwa dalam pendekatan ini teks sastra tidak dianggap utama, ia hanya merupakan ephinimenon (gejala kedua). Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaah. Metode yang dipergunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk megetahui strukturnya, kemudian digunakan untuk memahami lebih dalam lagi gejala yang ada di luar sastra (Damono, 1978:2-3).

  Penelitian ini, menggunakan kecenderungan yang pertama yaitu pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa sastra merupakan cermin proses sosial ekonomi belaka. Dalam mengenalisis karya sastra perlu untuk menghubungkan karya sastra atau novel dengan masyarakat. Karena karya sastra merupakan bagian dari masyarakat.

  Model pendekatan ini dipilih dengan alasan, peneliti ingin lebih leluasa menganalisis mengenai ”Kekerasan terhadap Perempuan yang dialami Tokoh Mira dalam novel WSV”. Pendekatan sosiologis dipilih karena karya sastra seperti novel merupakan representasi dari fenomena sosial yang terjadi di masyarakat.

  Fenomena sosial yang diangkat dalam novel WVS adalah kekerasan terhadap perempuan yang banyak dialami sebagaian masyarakat khususnya kaum perempuan.

1.6.2 Kekerasan terhadap Perempuan

  Kekerasan terhadap Perempuan dalam pasal 1 Deklarasi Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di Nairobi pada tahun 1985, termuat pengertian kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik terjadi di depan umum maupun dalam kehidupan pribadi (Sugihastuti.2007: 172)

1.6.2.2 Bentuk-Bentuk Kekerasan terhadap Perempuan

  Menurut La Pona dkk.(2002:7), berdasarkan situs terjadinya, kekerasan terhadap perempuan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kekerasan yang dilakukan oleh pelaku yang memiliki hubungan kekerabatan atau hubungan perkawinan, meskipun dilakukan di sektor publik, dapat dikategorikan sebagai kekerasan domestik. Sebaliknya, bila kekerasan dilakukan oleh orang yang tidak memiliki hubungan kekerabatan atau perkawinan, meskipun dilakukan di dalam rumah, dikategorikan sebagai kekerasan sektor publik.

  Dzuhayatin dan Yuarsi (2002:6) mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dapat dibedakan menjadi dua bentuk yakni kekerasan seksual dan nonseksual. Perbedaan dari kedua kekerasan tersebut adalah ada atau tidaknya unsur kehendak seksual. Apabila terdapat unsur kehendak seksual, kekerasan tersebut dapat dikategorikan sebagai kekersan seksual. Sebaliknya, apabila unsur tersebut tidak didominan, kekerasan tersebut dimasukkan dalam kategori nonseksual.

  Rifka Annisa Women Crisis Center (Rifka Annisa WCC,2004:4) mengategorikan secara umum bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan sebagai berikut.

  a. Kekerasan seksual adalah perbuatan yang berupa perkosaan, pelecehan seksual, hingga pemaksaan hubungan seksual dalam perkawinan (marital

  rape) maupun insest. Akibat dari kekerasan tersebut bisa mengakibatkan seperti, luka pada alat kelamin, selaput dara rusak, hamil, keguguran.

  b. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan berupa, pemukulan, tamparan, penjambakan, sulutan rokok, dibenturkan dan segala tindakan yang menyerang fisik atau mengakibatkan luka fisik. Perbuatan tersebut menyebabkan rasa sakit, cidera, luka, atau cacat pada tubuh seseorang dan atau menyebabkan kematian.

  c. Kekerasan ekonomi adalah setiap perbuatan yang bersifat membatasi seseorang untuk bekerja, baik di dalam atau di luar rumah, yang menghasilkan uang atau barang; dan atau membiarkan korban bekerja untuk dieksploitasi; atau tindakan menelantarkan keluarga.

  d. Kekerasan Psikologis adalah perbuatan yang berupa umpatan, ejekan, cemoohan dan segala tindakan yang mengakibatkan tekanan psikologis termasuk ancaman dan pengekangan yang berakibat pada gangguan mental dan jiwa seperti adanya trauma, hilangnya kepercayaan diri, dan berbagai negatif lain.

  Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan diatas masih kurang satu bentuk kekerasan, yaitu kekerasan politik. Kekerasan politik adalah perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang yang menyebabkan seseorang terisolasi dari lingkungan sosalnya.

  Dari beberapa pendapat mengenai bentuk-bentuk KTP diatas, peneliti merumuskan kekerasan terhadap perempuan sebagai berikut.

  1. Kekerasan seksual adalah perbuatan yang berupa perkosaan, pelecehan seksual, hingga pemaksaan hubungan seksual dalam perkawinan (marital

  rape) maupun insest. Akibat dari kekerasan tersebut bisa mengakibatkan seperti, luka pada alat kelamin, selaput dara rusak, hamil, keguguran.

  2. Kekerasan Nonseksual

  a. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan berupa, pemukulan, tamparan, penjambakan, sulutan rokok, dibenturkan dan segala tindakan yang menyerang fisik atau mengakibatkan luka fisik. Perbuatan tersebut menyebabkan rasa sakit, cidera, luka, atau cacat pada tubuh seseorang dan atau menyebabkan kematian.

  b. Kekerasan ekonomi adalah setiap perbuatan yang bersifat membatasi seseorang untuk bekerja, baik di dalam atau di luar rumah, yang menghasilkan uang atau barang; dan atau membiarkan korban bekerja untuk dieksploitasi; atau tindakan menelantarkan keluarga. c. Kekerasan Psikologis adalah perbuatan yang berupa umpatan, ejekan, cemoohan dan segala tindakan yang mengakibatkan tekanan psikologis termasuk ancaman dan pengekangan yang berakibat pada gangguan mental dan jiwa seperti adanya trauma, hilangnya kepercayaan diri, dan berbagai negatif lain.

  d. Kekerasan Politik adalah perambasan kemerdekaan secara sewenang- wenang yang menyebabkan seseorang terisolasi dari lingkungan sosialnya.

1.6.2.3Penyebab Kekerasan terhadap Perempuan

1.6.2.3.1 Gender-Patriarki

  Kekerasan terhadap sesama manusia pada dasarnya berasal dari berbagai sumber, namun salah satu kekerasan jenis kelamin tertentu, misalnya perempuan, disebabkan oleh anggapan gender (Fakih, 1997:17)

  Pemahaman dan perbedaan antara konsep seks atau jenis kelamin dan konsep gender sangat penting untuk menganalisis dalam usaha memahami persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Mitos klasik tentang proses penciptaan perempuan berasal dari tulang rusuk laki-laki membenarkan inferioritas perempuan dan menguatkan superioritas laki-laki (Budiman;1981:10) .

  Fakih ( 1997:7) berpendapat bahwa, konsep penting yang perlu dipahami dalam membahas masalah kaum perempuan adalah membedakan antara konsep jenis kelamin (sex) dan konsep gender. Pembedaan terhadap kedua konsep tersebut sangat diperlukan karena mempunyai alasan sebagai berikut: pemahaman dan perbedaan konsep sex dan gender sangatlah diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa kaum perempuan. Hal ini dikarenakan ada kaitan erat antara perbedaan gender (gender differences) dan ketidakadilan gender (gender inequalities) serta kaitannya terhadap ketidakadilan gender dengan struktur ketidakadilan

  Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan jenis kelamin (sex). Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misal: bahwa manusia jenis lelaki adalah manusia yang memiliki penis, kalamenjing dan memproduksi sperma. Sedangkang perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi sel telur, memiliki vagina dan mempunyai alat menyusui, alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis perempuan dan lelaki selamanya (Fakih,1997:8-9).

  Sedangkan gender bersifat sociocultur karena merupakan sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara social cultural.

  Gender didukung oleh seperangkat perilaku khusus seperti penampilan, sifat, pakaian, kepribadian, pekerjaan, tanggung jawab keluarga. Contoh perbedaan gender adalah bahwa perempuan digambarkan sebagai lemah-lembut, cantik, keibuan, emosional, sedang laki-laki dikenal dengan kuat, jantan, perkasa, rasional, agresif, kebapakan(Fakih,1997:9).

  Perbedaan seks (jenis kelamin) antara perempuan dan laki-laki yang berproses melalui budaya dan menciptakan perbedaann gender tidak akan menjadi permasalahan, apabila dasar pemikiran dan pandangan dua jenis manusia ini dalam kesetaraan. Namun, perbedaan gender kemudian diwarnai oleh pandangan bahwa kedudukan laki-laki ”di atas” perempuan. Pandangan tersebut kemudian dikukuhkan lagi melalui agama dan tradisi. Dengan demikian, laki-laki ”diakui dan dikukuhkan” untuk menguasai perempuan. Situasi ini adalah hasil belajar manusia dari budaya patriarki. Dalam budaya ini, berbagai ketidakadilan muncul di berbagai bidang dan bentuk (Murniati, 2004:xix)

  Perbedaan gender telah melahirkan ketidakadilan gender yang berimbas pada posisi yang disandang oleh perempuan. Menurut Fakih (1997:147-151), perbedaan gender yang berdasarkan pada anggapan pada penilaian oleh konstruksi sosial pada akhirnya menimbulkan sifat atau stereotip yang terkukuhkan sebagai kodrat kultrural, dan dalam proses yang panjang telah mengakibatkan ketidakadilan bagi kaum perempuan. Ketidakadilan terhadap perempuan tersebut dapat dibagi dalam lima bagian. Pertama, perbedaan dan pembagian gender dalam bentuk subordinasi kaum perempuan dihadapan laki-laki, terutama menyangkut pengambilan keputusan dan pengendalian kekuasaan. Kedua, marginalisasi/peminggiran, dalam bidang ekonomi. Ketiga, stereotype negatif (pelabean/pemberian cap negatif pada satu kelompok atau individu). Keempat, beban kerja. Kelima, perbedaan gender juga mengakibatkan timbulnya kekerasan terhadap perempuan baik secara fisik maupun mental.

  Kekerasan terhadap perempuan adalah suatu bentuk ketidakadilan gender atau suatu konsekuensi dari adaya relasi yang timpang antara perempuan dan laki- laki sebagai bentukan nilai dan norma sosial. Dalam perspektif gender, kondisi ini kemudian dikaitkan adanya suatu budaya patriarkhi yang sejak awal sejarah membentuk peradaban manusia, yaitu suatu budaya yang menganggap bahwa laki-laki adalah superior terhadap perempuan dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan kehidupan bernegara (Mas’Udi,1997:58).

  Pada dasarnya, perbedaan gender adalah suatu hal yang wajar terjadi di masyarakat. Hanya saja perbedaan gender bisa menjadi masalah ketika menimbulkan ketidakadilan gender dan kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan tersebut dapat terjadi karena adanya relasi yang tidak seimbang yang diakibatkan oleh pembakuan peran gender dan persepsi gender yang berbeda.

  Misalnya anggapan masyarakat bahwa laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan kedudukan perempuan sehingga laki-laki merasa lebih berkuasa atas perempuan. Pandangan ini kemudian dikenal sebagai budaya patriarkhi (Riffka Annisa WCC, 2004 :04).

  Prasetyo dan Suparman (1997:1-2), melihat bahwa relasi sosial perempuan sifatnya sangat patriarkhis. Patriarkhis adalah ideologi yang menyatakan bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya dari pada perempuan, juga seorang perempuan sudah semestinya dikontrol oleh laki-laki karena dirinya adalah bagian dari milik laki-laki. Lebih jauh lagi ideologi itu menuntut perempuan untuk menerima perilaku feminis sebagai “kodrat”, Akhirnya perempuan pun menjadi objek dari berbagai usaha upaya perubahan yang disusun menurut ego laki-laki. Bias laki-laki itulah yang menjadikan salah satu faktor yang bisa menjelaskan mengapa kekerasan terhadap perempuan terus berlangsung.

  Patriarki merupakan sebuah sistem dominasi dan superioritas laki-laki, serta sistem kontrol terhadap perempuan tempat perempuan dikuasai. Dalam patriarki melekat ideologi yang menyatakan bahwa perempuan harus dikontrol laki-laki, dan bahkan perempuan adalah bagian dari milik laki-laki. Dengan demikian, terciptalah kontruksi sosial yang tersusun sebagai kontrol atas perempuan dan laki-laki berkuasa penuh mengendalikan hal tersebut (Bhasin, 1996: 3-4).

  Budaya patriarki yang melahirkan ketidakadilan gender dimasyarakat menempatkan perempuan dalam status lebih rendah dari pada laki-laki seolah- olah menjadikan perempuan sebagai ”barang” milik laki-laki yang berhak untuk diperlakukan dengan semena-mena , termasuk dengan cara kekerasan. Hal ini dipicu oleh relasi gender yang timpang, dan diwarnai oleh ketidakadilan dalam hubungan antar jenis kelamin, yang berkaitan erat dengan kekuasaan.

  (httpsitus.kesrepro.infogenderavewreperensi2.htm) Mufidah (2006:10), mengemukakan bahwa adanya kekuasaan laki-laki yang berlindung dibawah kekuatan jabatan, juga sering menjadi sarana untuk melakukan kekerasan. Jika hakikat kekerasan sesungguhnya merupakan kewajiban untuk mengatur, bertanggung jawab dan melindungi pihak yang lemah/bawahanannya, namun demikian seringkali kebalikannya bahwa, dengan sarana kekuasaan yang legitimate, penguasa seringkali melakukan kekerasan terhadap warga atau bawahannya.

  Berkaitan dengan budaya patriarki dan ketidakadilan gender terhadap perempuan, penelitian ini, akan mengulas mengenai kekerasan terhadap perempuan yang dialami tokoh Mira dalam novel WSV karya Naning Pranoto. Alasan peneliti memaparkan perbedaan jenis kelamin anatara laki-laki dan perempuan, serta budaya yang menempatkan kedudukan perempuan lebih rendah dari laki-laki melahirkan ketidakadilan gender. Salah satu bentuk dari ketidakadilan gender adalah kekerasan terhadap perempuan.

1.6.2.2.1 Ekonomi

Dokumen yang terkait

ANALISIS FEMINISME RADIKAL DALAM NOVEL WAJAH SEBUAH VAGINA KARYA NANING PRANOTO

0 24 10

ANALISIS FEMINISME RADIKAL DALAM NOVEL WAJAH SEBUAH VAGINA KARYA NANING PRANOTO

0 26 10

ANALISIS FEMINISME RADIKAL DALAM NOVEL WAJAH SEBUAH VAGINA KARYA NANING PRANOTO

1 12 11

PROSES PERJUANGAN KELAS DALAM NOVEL KABUT DAN MIMPI KARYA BUDI SARDJONO SUATU TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sastra Indonesia

1 3 102

GAYA HIDUP POSMODERN TOKOH-TOKOH DALAM NOVEL MATA MATAHARI KARYA ANA MARYAM SEBUAH TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 0 108

TEKANAN BATIN TOKOH PANCE DALAM NOVEL TOPENG JERO KETUT KARYA SUNARYONO BASUKI KS TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 0 71

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 0 139

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Program Studi Sastra Indonesia

0 0 97

LESBIAN “BUTCHIE” DALAM NOVEL LESBIAN LAKI-LAKI KARYA DEOJHA SEBUAH KAJIAN EKSPRESIVISME DAN PSIKOLOGI SASTRA Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 1 114

PERILAKU NEGATIF DALAM NOVEL PECUN MAHAKAM KARYA YATIE ASFAN LUBIS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

0 2 83