BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN - ISTY TULAINY BAB IV

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian

  “Pengaruh Auksin (2,4 D) Dan Air Kelapa Terhadap Induksi Kalus Pada Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L)

  ” telah dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Digunakan media dasar MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D sebesar 0

  • – 1,5 mg/l dan dikombinasikasi dengan air kelapa sebesar 0% - 15%. Tabel 4. Gambaran umun

  Variabel Pengaruh ZPT 2,4D dan Air Kelapa persentase kontaminasi 8% - 42% sumber kontaminan. bakteri, jamur eksplan yang tumbuh kalus, selain kalus (tunas/akar) waktu induksi kalus 6-8 minggu tekstur kalus Kompak warna kalus Putih

  Hasil pengamatan menunjukan terdapat 2 respon pertumbuhan eksplan pada rimpang kencur. Selain kalus, eksplan pada beberapa perlakuan menunjukan pertumbuhan tunas maupun akar. Waktu induksi kalus pertama terjadi mulai 6 minggu setelah penanaman eksplan dan eksplan kedua mulai terjadi 8 minggu setelah penanaman. Kedua kalus yang terbentuk bertekstur kompak dan berwana putih. Kontaminasi pada masing-masing perlakuan berkisar antara 8% - 42% dengan didominasi oleh bakteri.

A. Persentase Kontaminasi

  Hasil pengamatan terhadap kontaminasi menunjukan persentase kontaminasi pada masing-masing perlakuan yaitu antara 8% - 42% (Grafik 1).

  45

  40

  35

  30

  25 Persentase

  20 Kontaminasi (%)

  15

  10

  5 Gambar 1. Grafik Pengaruh Perlakuan Zpt Auksin (2,4 D) Dan Air Kelapa

  Terhadap Persentase Kontaminasi (%) Penyediaan eksplan yang dilakukan dengan cara mengambil potongan rimpang kencur, irisan rimpang yang terpilih kemudian disterilisasi dengan alkohol 70% selama 2 menit dan kaporit (Ca(ClO)

  2 ) 6% selama 20 menit cukup

  efektif untuk menekan terjadinya kontaminasi. Alkohol merupakan denaturan protein, suatu sifat yang terutama memberikan aktifitas antimikrobial pada alkohol ( Adji, 2007), sedangkan kaporit atau kalsium hipoklorit adalah suatu senyawa kimia dengan rumus Ca(ClO)

  2 mengandung klorin yang biasa digunakan sebagai zat disinfektan untuk membunuh bakteri, virus dan jamur.

  D0K1 (0 mg/l 2,4 D + 5 % air kelapa) merupakan perlakuan dengan persentase kontaminasi terendah yaitu sebanyak 8%, sedangkan persentase kontaminasi tertinggi sebesar 42% yaitu pada perlakuan D0K3 (0 mg/l 2,4 D + 15

  % air kelapa), D3K2 (1,5 mg/l 2,4 D + 10 % air kelapa), D3K3 (1,5 mg/l 2,4 D + 15 % air kelapa). Penyebab kontaminasi dapat bersumber dari media maupun eksplan yang kurang sempurna dalam sterilisasi sehingga tumbuh bakteri maupun jamur pada eksplan maupun media kultur. Kontaminasi pada media dan eksplan juga dapat terjadi karena adanya jamur ataupun bakteri yang tidak mati saat sterilisasi media maupun yang masuk dalam media saat proses penanaman eksplan atau saat pemeliharaan.

  Kontaminasi dapat disebabkan oleh dua sumber kontaminan yaitu bakteri dan jamur. Kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri awalnya ditandai dengan pembentukan selaput bening yang membayang pada media dan berubah menjadi putih kekuningan. Jamur yang terlihat awalnya berupa kumpulan spora berwarna putih maupun coklat pada media/eksplan yang kemudian menyebar ke sekeliling media dan menutupi seluruh permukaan eksplan, hingga akhirnya eksplan tersebut mati (Hidayat, 2005).

B. Sumber Kontaminan

  Kultur jaringan sangat rentan terjadinya kontaminasi. Kontaminasi dapat terjadi pada media ataupun pada eksplan yang digunakan. Kondisi media yang mengandung sukrosa dan hara, serta kelembaban yang memungkinkan mikroorganisme serta spora jamur tumbuh dan berkembang (Luri, 2014). Gambar 2. Grafik Pengaruh Perlakuan Zpt Auksin (2,4 D) Dan Air Kelapa terhadap Persentase Kalus yang Terkontaminasi oleh Beberapa Sumber Kontaminan

  (%)

  1 K0 D

  3 K2 D

  3 K1 D

  3 K0 D

  

2

K3 D

  2 K2

D

  2 K1 D

  2 K0 D

  1 K3 D

  1 K2 D

  1 K1 D

  90 100 D K0 D K1 D K2 D K3 D

  Selain kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri juga dapat disebabkan oleh jamur, kontaminasi yang disebabkan oleh jamur sebesar 7% ( Grafik 2 ). Jamur atau cendawan pada umumnya berbentuk seperti benang halus yang tidak bisa dilihat dengan mata secara langsung. Namun, kumpulan dari benang halus ini yang disebut miselium dapat dilihat dengan jelas. Warna miselium bermacam- macam yaitu ada yang berwarna putih, coklat, hitam, merah dan lain sebagainya (Wudianto, 2002).

  80

  70

  60

  50

  40

  30

  20

  10

  Kontaminasi jamur Gambar 3. Berbagai sumber kontaminasi eksplan pada media MS untuk induksi kalus rimpang kencur

  Gambar A. Kontaminasi bakteri Gambar B.

  3 K3 Jamur (%) Bakteri (%) Persentase eksplan tidak terkontaminasi (%) Menurut Shofiyani (2010) berdasarkan waktu munculnya kontaminassi dibagi menjadi 2 kelompok sumber kontaminan yaitu kontaminasi ekternal (waktu kontaminasi muncul kurang dari 10 hari) dan kontaminasi internal ( waktu kontaminasi lebih dari 10 hari). Dari hasil pengamatan kontaminasi eksternal sebesar 42% sedangkan kontaminasi internal sebesar 52%.

  Dari empat perlakuan media MS D0K0 (0 mg/l 2,4 D + 0 % air kelapa), D1K0 (0,5 mg/l 2,4 D + 0 % air kelapa), D2K0 (1 mg/l 2,4 D + 0 % air kelapa), D3K0 (0 mg/l 2,4 D + 0% air kelapa) tidak terdapat kontaminasi yang disebabkan oleh jamur. Hal ini dikarenakan air kelapa mempuyai kandungan nutrisi- nutrisi yang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Menurut Kristina (2012) air kelapa mengandung thiamin, piridoksin, zat pengatur tumbuh, unsurhara makro dan mikro serta sukrosa.

  Dari penelitian yang dilakuakan oleh Merisya, dkk (2014) bahwa peran air kelapa mampu mempercepat pertumbuhan jamur tiram. Karena banyaknya kandungan nutrisi yang tersedia dalam air kelapa seperti yaitu gula dan mineral yang merupakan nutrisi penting untuk pertumbuhan jamur.

  Selain itu, faktor lain yang mendukung terjadinya kontaminasi seperti bahan sterilan yang kurang meresap pada eksplan sehingga masih terdapat mikroorganisme penyebab kontaminasi dan faktor lingkungan yang kurang steril.

C. Eksplan yang Tumbuh

  Pengamatan terhadap kontaminasi eksplan rimpang kencur (Kaempferia

  galangal L) dilakukan selama 8 minggu dengan menunjukan hasil sebesar 73%

   

  D0K2 - 

    D3K2

    D2K2 - - - D2K3  - - D3K0 - - - D3K1 -

    D2K1 -

    D1K3 -   D2K0 -

    D1K2 -

  

  D0K1 -  

  eksplan tidak terkontaminasi. Dari eksplan ditanam pada berbagai perlakuan media MS menunjukan respon yang berbeda, ada yang membentuk kalus dan selain kalus (tunas dan akar). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hoesen (2004) pada kultur in vitro eksplan rimpang Z. zerumbet var.

  D0K0 -  

  Perlakuan Eksplan Yang Tumbuh Kalus Akar Tunas

  Respon Pertumbuhan Eksplan pada Berbagai Perlakuan

  Tabel 6 .

  Menurut Gunawan (1987) konsentrasi zat pengatur tumbuh yang berbeda memberikan respon yang berbeda terhadap induksi kalus. Selain zat pengatur tumbuh pembentukan kalus juga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti eksplan, media tanam dan faktor lingkungan (suhu, cahaya, kelembaban).

  Juga didukung oleh penelitian embryogenesis somatik jahe pada berbagai zat pengatur tumbuh yang dilakukan oleh Bakti, dkk (2005) dengan menggunakan ekplan rimpang jahe mampu membentuk kalus, tunas dan akar.

  aromaticum atau lempuyang wangi pada ekplan membentuk kalus, tunas dan akar.

  • D0K3 -
  • D1K0 -  - D1K1 -
  • D3K3 -  
Pembentukan kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin. Secara in vivo , kalus pada umumnya terbentuk pada bekas- bekas luka akibat serangan infeksi mikro organisme seperti Agrobacterium

  tumefacient , gigitan serangga dan nematoda. Kalus juga dapat terbentuk akibat stres ( Gunawan, 1988).

  Terdapat dua respon dari potongan eksplan dalam pembentukan kalus yaitu kalus terbentuk secara langsung pada ekplan dan kalus terbentuk setelah munculnya akar.

  Gambar A. Gambar B. Gambar C.

  Kalus Pembentuan kalus setelah Ekplan yang tidak munculnya akar tumbuh. Gambar 4. Pengaruh Auksin (2,4 D) Dan Air Kelapa Terhadap Pembentukan

  Kalus Pada perlakuan D3K2 merupakan media MS dengan penambahan 1,5 mg/l

  2,4 D dan 10 % air kelapa media mendukung pembentukan kalus. Kalus terbentuk mulai minggu ke-6 setelah penanaman. Penelitian yang telah dilakukan oleh Bustami (2011) konsentrasi 2,4-D 1,5 mg/l efektif untuk induksi kalus dari daun kacang tanah. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dwi PYD (2012) kombinasi media MS + 2,4 D 1,5 mg/l + air kelapa 10% menunjukan perlakuan yang paling baik untuk menginduksi kalus pada tanaman anggur hijau.

  Menurut Gunawan (1987), jika konsentrasi auksin lebih besar daripada sitokinin maka kalus akan terbentuk, sedangkan jika konsentrasi sitokinin yang lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi auksin maka yang terbentuk bukanlah kalus, melainkan tunas. Kalus yang terbentuk dapat dilihat pada (Gambar A ).

  Perlakuan D2K3 merupakan media MS dengan penambahan 1 mg/l 2,4 D dan 15% air kelapa. Pada perlakuan ini kalus terbentuk pada minggu ke-8.

  Pembentukan kalus pada perlakuan ini diawali dengan pembentukan akar pada minggu ke-4, pada minggu ke-8 kalus mulai terbentuk pada sekitar pangkal akar (Gambar B ). Muhit (2007) berpendapat bahwa pembentukan kalus embriogenik (dediferensiasi) dimulai dari sel-sel spesifik pembentuk akar, dilanjutkan inisiasi pembentukan akar pada sel-sel yang dekat dengan jaringan pengangkutan yang menjadi meristimatik akibat proses sebelumnya. Selanjutnya akar membentuk primordia akar di dalam jaringan. Primordia tersebut akan terus tumbuh dan membentuk akar ke luar jaringan tanaman. Pada penelitian yang dilakukan Wahyuningtiyas, dkk (2014) perlakuan kombinasi 1mg/l 2,4 D + 1 mg/l BAP mampu menginduksi kalus pada eksplan akasia.

  Gambar A. Gambar B. Eksplan tumbuh tunas Eksplan tumbuh akar

  Gambar 5. Respon Pertumbuhan Eksplan Selain Kalus

  Perlakuan MS murni (D0K0), 0 mg/l 2,4 D + 5 % air kelapa (D0K1), 0 mg/l 2,4 D + 10 % air kelapa (D0K2), 0 mg/l 2,4 D + 15 % air kelapa (DOK3), 0,5 mg/l 2,4 D + 0 % air kelapa (D1K0), 0,5 mg/l 2,4 D + 5 % air kelapa (D1K1), 0,5 mg/l 2,4 D + 10 % air kelapa (D1K2), 0,5 mg/l 2,4 D + 15 % air kelapa (D1K3), 1 mg/l 2,4 D + 0 % air kelapa (D2K0), 1 mg/l 2,4 D + 5 % air kelapa (D2K1), 1,5 mg/l 2,4 D + 5% air kelapa (D3K1), 1,5 mg/l 2,4 D + 15% air kelapa (D3K3) menunjukan adanya pertumbuhan akar maupun tunas pada eksplan. Pertumbuhan akar maupun tunas pada eksplan diduga adanya sel meristem yang lebih mengarah pada pertumbuhan akar maupun tunas sehingga eksplan yang ditanam mengalami pembentukan akar maupun tunas dan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan lebih sesuai untuk pertumbuhan akar maupun tunas.

  Perlakuan D2K2 (1 mg/l 2,4 D + 10 % air kelapa) dan D3K0 (1,5 mg/l 2,4 D

  • 0 % air kelapa) tidak menunjukan adanya pertumbuhan baik kalus, tunas maupun akar. Eksplan yang tidak tumbuh diduga konsentrasi zat pengatur tumbuh yang diberikan belum mampu merangsang pertumbuhan kalus, tunas, maupun akar.

D. Waktu Induksi Kalus

  Induksi kalus merupakan tahap awal munculnya kalus dari eksplan disebabkan oleh pembentukan dan pertumbuhan sel (Wahyono dan Koensoemardiyah, 1988). Pengamatan dilakukan secara visual dengan perhitungan waktu induksi kalus dimulai dari waktu eksplan ditanam sampai waktu pertama munculnya kalus. Menurut Abidin (1990), kalus akan terbentuk pada media yang mengandung konsentrasi auksin dan sitokinin dalam keadaan seimbang. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada 16 kombinasi perlakuan kosentrasi zat pengatur tumbuh 2,4 D dan air kelapa, terdapat 2 perlakuan yang mampu menginduksi kalus pada eksplan rimpang kencur (Kaempferia galangal L.) yaitu D2K3 (1 mg/l 2,4 D + 15 % air kelapa) dan D3K2 (1,5 mg/l 2,4 D + 10 % air kelapa).

  .

  Tabel 5 Waktu Induksi Kalus Konsentrasi 2,4 D Konsentrasi air kelapa (K)

  (D) 0% 5% 10% 15%

  • 0 mg/l
  • 0,5
  • 1 mg/l

  8 minggu 6 minggu

  • 1,5 mg/l Pembentukan kalus mulai terjadi pada umur 6 minggu setelah penanaman eksplan pada perlakuan 1,5 mg/l 2,4 D + 10% air kelapa (D3K2) sedangkan penambahan 1 mg/l 2,4 D + 15% air kelapa (D2K3) pada media MS, pembentukan kalus diawali dengan tumbuhnya akar pada eksplan 4 minggu setelah penanaman dan kalus mulai terbentuk pada umur 8 minggu.

E. Tekstur Kalus

  Tekstur kalus merupakan salah satu penanda kualitas suatu kalus. Kalus yang memiliki kualitas baik ditandai dengan struktur kalus yang remah (friable). Kalus yang remah biasanya mudah dalam hal pemisahan sel-selnya menjadi sel tunggal. Tekstur kalus dapat dibedakan atas kalus yang bertekstur kompak (non friable) dan kalus yang berstruktur remah (friable) (Lizawati, 2012). Tabel 6. Tekstur Kalus Konsentrasi air kelapa (K)

  Konsentrasi 2,4 D (D) 0% 5% 10% 15%

  • 0 mg/l
  • 0,5 mg/l
  • 1 mg/l

  Kompak

  • 1,5 mg/l Kompak - Kalus yang terbentuk pada kedua perlakuan perlakuan D2K3 (1 mg/l 2,4 D + 15 % air kelapa) dan D3K2 (1,5 mg/l 2,4 D + 10 % air kelapa) keduanya bertekstur kompak. Pada penelitian yang dilakukan oleh Dwi PYD (2012) kombinasi perlakuan media MS + 2,4 D 1,5 mg/l + 10 % air kelapa menghasilkan kalus dengan tekstur kompak, nampak dari sel-sel yang berikatan satu sama lainnya serta aktif dalam pembelahan sel. Kalus yang kompak mempunyai tekstur

  yang sulit untuk dipisahkan dan terlihat padat (Fitriani, 2008). George (1993) menyebutkan bahwa kalus yang diinduksi dari rimpang dengan penambahan sitokinin memiliki tekstur yang lebih kompak daripada kalus yang dihasilkan tanpa induksi sitokinin. Tekstur kalus yang kompak merupakan efek dari sitokinin dan auksin yang mempengaruhi potensial air dalam sel. Hal ini menyebabkan penyerapan air dari media ke dalam sel meningkat sehingga sel menjadi lebih kaku.

F. Warna Kalus Perbedaan warna kalus menunjukkan tingkat perkembangan dari kalus.

  Menurut Fatmawati, (2008); Mardini, (2015), warna kalus mengindikasikan keberadaan klorofil dalam jaringan, semakin hijau warna kalus semakin banyak pula kandungan klorofilnya. Warna terang atau putih dapat mengindikasikan bahwa kondisi kalus masih cukup baik. Kalus yang berwarna putih diduga karena konsentrasi zat pengatur baik auksin maupun sitokinin tumbuh yang diberikan Tabel 7. Warna Kalus

  Konsentrasi 2,4 D Konsentrasi air kelapa (K) (D) 0% 5% 10% 15%

  • 0 mg/l
  • 0,5
  • 1 mg/l

  Putih Putih - - - 1,5 mg/l

  Berdasarkan hasil pengamatan secara visual pada perlakuan D2K3 (1 mg/l 2,4 D + 15 % air kelapa) dan D3K2 (1,5 mg/l 2,4 D + 10 % air kelapa) kalus yang terbentuk berwarna putih. Aziz, dkk (2014), menunjukan bahwa hasil penelitian induksi kalus umbi iles-iles dengan kombinasi 1 mg/l 2,4 D + 1 mg/l BAP memiliki kalus berwarna putih.

  Menurut Ariati (2012), kalus yang berwarna putih merupakan jaringan embrionik yang belum mengandung kloroplas, tetapi memiliki kandungan butir pati yang tinggi. Leupin (2000) manambahkan bahawa kalus yang berwarna putih mengandung plastid yang berisi butir pati yang sedikit demi sedikit tumbuh menjadi sistem membran yang jelas yang akhirnya terbentuklah butir-butir klorofil dengan paparan cahaya, sehingga kalus menjadi berwarna hijau.