PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH DAN BUKU FIQH LINTAS AGAMA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

  

PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR

AL-MISBAH DAN BUKU FIQH LINTAS AGAMA

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Suripto Bero

  

21214003

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2018

  

PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR

AL-MISBAH DAN BUKU FIQH LINTAS AGAMA

SKRIPSI

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

Suripto Bero

  

21214003

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SALATIGA

2018 Tri Wahyu Hidayati, M. Ag. Dosen IAIN Salatiga

  PENGESAHAN PEMBIMBING

  Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi KepadaYth.

  Dekan FakultasSyari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga.

  Assalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh

  Denganhormat, setelah di laksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa : Nama : Suripto Bero NIM : 212-14-003 Judul : Perkawinan Beda Agama Perspektif Tafsir al-Misbah dan Buku Fiqh Lintas Agama.

  Dapat diajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqosyah. Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.

  Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

  Salatiga, 26 September 2018 Pembimbing, Tri Wahyu Hidayati, M. Ag.

  NIP.197411232000032002

KEMENTERIAN AGAMA RI

  INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYRI’AH Jl. NakulaSadewa V No. 9Telp (0298) 3419400 Fax. 323423 Salatiga5022

  Website PENGESAHAN

  SkripsiBerjudul:

PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL-MISBAH DAN BUKU FIQH LINTAS AGAMA

  Oleh:

  Suripto Bero NIM 212-14-003

  Telah di pertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 28September 2018

  6 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH).

  Dewan Sidang Munaqosyah: KetuaPenguji : Muh. Hafidz, M. Ag.

  SekretarisPenguji : Tri Wahyu Hidayati, M. Ag. Penguji I : Dr. Ilyya Muhsin, M. SI. Penguji II : Luthfiana Zahriani, S. H., M. H.

  Salatiga, 1 Oktober 2018 DekanFakultasSyariah IAIN

  Dr. SitiZumrotun, M.Ag NIP. 19670115 199803 2002

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

  Saya yang bertandatangan di bawahini : Nama : Suripto Bero NIM : 212-14-003 Jurusan : HukumKeluarga Islam Fakultas : Syariah Judul : PERKAWINAN BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR

AL-MISBAH DAN BUKU FIQH LINTAS AGAMA

  Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-bena rmerupakan hasil karya saya sendiri, buka njiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

  Salatiga, 1 Oktober 2018 Yang menyatakan,

  Suripto Bero NIM21214003

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  

Motto

“Khoirunnas anfa’uhum linnas”

  

Persembahan

Untuk orang tuadan keluarga tercintaku

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang berkuasa atas segala sesuatu. Berkat tuntutan, hidayah serta karuniaNya lah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

  Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhamad SAW. Nabi akhir zaman yang akan selalu menjadi suritauladan bagi umat islam sampai yaumulqiyamah. Amin.

  Manusia tida kada yang sempurna. Begitupun dengan penulis, penulis hanyalah makhluk yang tiada mungkin tidak ada kekurangan. Penulis hanyalah manusia biasa yang semangatnya terkadang hidup dan padam , sehingga merupakan anugerah yang luar biasa dengan bekal niat dan dukungan dari banyak pihak yang pada akhirnya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul: Perkawinan Beda Agama Perspektif Tafsir al-Misbah dan Buku Fiqh

  

Lintas Agama. Atas terselesaikannya skripsi ini, penulis menghaturkan terima

  kaasih kepada: 1.

  Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.

  2. Ibu Dr. Sit iZumrotunM.Ag, Selaku Dekan Fakults Syariah IAIN Salatiga.

  3. Bapak Sukron Ma’mun, M.Si,selaku Kepala Jurusan Hukum Keluarga Islam.

  4. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M. Ag, selaku Pembimbing Skripsi 5.

  Ibu Luthfiana Zahriani, S. H., M. H,selaku dosenPembimbing Akademik.

  6. Segenap Bapak Ibu petugas Perspustakaan IAIN Salatiga yang selalu setulus hati memberikan pelayanan terbaiknya.

  7. Orang tua dan istri tercinta atas segala doa, bimbingan, arahan dan juga kesabarannya.

  8. Teman-teman Jurusan Hukum Keluarga Islam angkatan 2014.

  9. Pihak-pihak yang mendukungku dan memberikan banyak ilmu serta pengalaman.

  Penulis tidak mampu membalas dukungan, bimbingan serta motivasi yang telah diberikan selamaini, semoga semua itu menjadi amal shalih dan semoga Allah membalas amal shalih tersebut dengan balasan yang lebih baik. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelalaian, oleh karenanya penulis berlapang dada untuk menerima kritik dan saran yang membangun demi perbaikan.

  Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi salah satu sumber ilmu yang bermanfaat dunia dan akhirat.Trima kasih.

  Salatiga, 1 Oktober 2018 Penulis

  

ABSTRAK

Bero, Suripto. 2018.

  “Perkawinan Beda Agama Perspektif Tafsir al-Misbah dan Buku Fiqh Lintas Agama

  ”.Skripsi.FakultasSyari’ah. Jurusan Hukum Keluarga Islam .Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. PembimbingTri Wahyu Hidayati, M.Ag.

  Kata kunci: Perkawinan, Beda Agama.

  Tidak dipungkiri lagi bahwa perkawinan beda agama semakin marak terjadi di tengah kehidupan masyarakat, problematika ini menjadi akar permasalahan yang kemudian akan dibahas dalam Kitab Tafsir al-Misbah dan Buku Fiqh Lintas Agama. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahuibagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Tafsir al- Misbah, (2) mengetahui bagaimanahukum perkawinan beda agama menurut Buku Fiqih Lintas Agama, (3) mengetahui apa persamaan dan perbedaan pemikiran kitab Tafsir al-Misbah dan Buku FiqihLintas Agama tentang perkawinan beda agama serta bagaimana relevansinya terhadap Peraturan Perundang -undangan di Negara Indonesia.

  Penelitian ini bersifat literatur atau kepustakaan yang menggunakan kajian terhadap buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitis yang penulis gunakan untuk mengungkap permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini.

  Penelitian ini menunjukkan hukum nikah beda agama dalam Tafsir al- Misbah adalahdibolehkan dengandasar QS. al-Maidah ayat 5 yang menyatakan kebolehan laki-laki muslim menikahi wanita Ahl al-Kitab dengan tujuan dakwah, dan larangan pernikahan beda agama yang bersandar pada QS. al-Baqarah ayat 221 dengan alasan dikhawatirkan akan membuat runtuhnya bangunan rumah tangga karena perbedaan iman. Kemudian menurut Buku Fiqh Lintas Agama tentang pernikahan beda agama ini diperbolehkan berdasarkan QS. al-Maidah ayat 5 yang menyatakan kebolehan laki-laki muslim menikahi wanita Ahl al-Kitab, dan karena berkembangnya zaman serta adanya ijtihad yang seringkali melahirkan produk hukum baru, maka bisa dimungkinkan wanita muslimah boleh menikah dengan laki-laki Ahl al-Kitab. Selanjutnya persamaan antara pemikiran M.

  Quraish Shihab dan Nur Cholis Madjid adalah keduanya membolehkan seorang laki-laki muslim menikah denga wanita Ahl al-Kitab, sedang perbedaannya yakni dalam pemikiran Nur Cholis Madjid ini lebih luas memaknai kebolehan wanita muslimah menikah dengan laki-laki Ahl al-kitab yang dimungkinkan bisa diperbolehkan karena perkembangan zaman dan ijtihad yang seringkali melahirkan produk hukum baru. Terkait dengan relevansinya dengan Perundang- undangan berdasarkan keempat penjelasan tersebut di atas terdapat kontrovesri dan ketidak sinambungan satu sama lain. KarenaUU No. 1 Tahun 1974hanyamengaturtentangkeabsahansuatupernikahansajadantidakmengatursecar arincimengenaipernikahanbeda agama, sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam lebih melarang adanya perkawinan beda agama.

  DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i

LEMBAR BERLOGO .................................................................................... ii

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iv

PENGESAHAN .............................................................................................. v

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................................... vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................... vii

KATA PENGANTAR ................................................................................ viii

ABSTRAK ...................................................................................................... x

DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xv

  

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

A. Latar BelakangPenelitian .......................................................... 1 B. RumusanMasalah ...................................................................... 4 C. TujuanPenelitian ........................................................................ 4 D. KegunaanPenelitian ................................................................... 5 E. TelaahPustaka ............................................................................ 5 F. Metode Penelitian ...................................................................... 7 1. PendekatanPenelitian ........................................................... 7 2. Sumber Data ........................................................................ 8 3. Analisis Data ...................................................................... 8

  G.

  Penegasan Istilah . ................................................................... 10 H. SistematikaPenulisan ............................................................... 11

  BAB IIKAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 13 A. Perkawinan dalam Hukum Islam ............................................. 13 B. Syarat dan Rukun Perkawinan dalam Hukum Islam .............. 15 C. Larangan Perkawinan dalam Hukum Islam ............................ 19 D. Syarat dan Rukun Nikah dalam Peraturan Perundang-

  undangan dan Kompilasi Hukum Islam ................................... 21

  

BAB III HUKUM NIKAH BEDA AGAMA PERSPEKTIF TAFSIR AL-

MISBAH DAN BUKU FIQH LINTAS AGAMA.....................31 A. Biografi M. Quraish Shihab ...................................................... 31 B. Metode Tafsir al-Misbah .......................................................... 36 C. Pemikiran Beda Agama menurut M. Quraish Shihab .............. 37 D. Pemikiran Beda Agama menurut Buku Fiqh Lintas Agama .... 52 E. Makna Kata Musyrik dan Ahl al-Kitab dalam Pandangan M. Quraish Shihab dan Nur Cholis Madjid ................................... 75 F. Perkawinan Beda Agama dalam UU. No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam ........................................................... 76 BAB IV ANALISA ........................................................................................ 79 A. Analisa tentang Hukum Beda Agamamenurut M. Quraish Shihab

  .................................................................................................. 79 B. Analisa tentang Hukum Beda Agamamenurut Buku Fiqh Lintas

  Agama ....................................................................................... 82

  C.

  Analisa Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Kitab Tafsir al- Misbah dan Buku Fiqih Lintas Agama serta Relevansinya terhadap Peraturan Perundang-undangan di Negara Indonesia ............... 84

  BAB V PENUTUP ......................................................................................... 88 A. Kesimpulan .............................................................................. 88 B. Saran ........................................................................................ 91 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 92

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rasulullah di utus oleh Allah SWT kemuka bumi ini sebagai rasul

  penutup dan penyempurna akhlak mansuia, begitu pula al-Quran sebagai sumber hukum yang pertama risalah yang dibawa Rasulullah juga merupakan kitab penyempurna dari kitab sebelumnya ( Zabur, Taurat dan Injil ). Rasul diutus mewujudkan ummat yang rahmatal lil alamin .

  “Rasa cinta dan kasih sayanglah yang menjadikan bumi tercipta, ber-putar menunjukkan setiap peradabannya.” Demikian Jalaluddin Rumi berujar. Menurutnya cintalah yang menjadi sebab semuanya. Rasa yang keberadaan-nya jauh di luar kuasa manusia, sejauh khayal yang terbang, manusia hanya dapat mewakilkannya dengan kata. Ia adalah fitrah pemberian Allah. Allah yang menganugerahkan rasa cinta dan kasih sayang kepada makhluk-Nya, karena memang Dia adalah Dzat yang selalu dipenuhi ribuan cinta. Ia ciptakan semburat rasa itu agar antara makhluk saling berkasih sayang, bertemu se-bagai makhluk Allah atas nama cinta, untuk suatu saat nanti kembali kepada-Nya karena cinta.

  Indonesia merupakan salah satu negara dengan masyarakat yang pluralistik dengan beragam suku dan agama. Ini tercermin dari semboyan bangsa Indonesia “ BHINEKA TUNGGAL IKA “. Dalam kondisi keberagaman seperti ini bisa saja terjadi interaksi sosial di antara kelompok kelompok masyarakat yang berbeda kemudian berlanjut ke perkawinan.

  Agama sebagai aturan atau ketentuan dari langit yang mengatur hubungan antara makhluk dan Tuhannya atau sebagai sistem sosial merupakan sebuah kebutuhan pokok bagi manusia. Agama akan lebih dibutuhkan lagi bila kita pahami sebagai nilai nilai ruhaniah dan spiritual.

  Tak terkecuali agama Islam memiliki pandangan luhur dan syariat (aturan) berkaitan dengan pernikahan . Adanya pandangan suci terhadap pernikahan ini melahirkan paradigma dan apresiasi tinggi dan mulia terhadap pernikahan. Karena hanya dengan pernikahan relasi laki-laki dan perempuan dapat dibedakan dari kehidupan binatang. Hanya dengan pernikahan seseorang dianggap telah menempuh cara terbaik untuk menyalurkan kebutuhan biologis dan memperoleh keturunan.

  اَي

اَمُهْ نِم َّثَبَو اَهَجْوَز اَهْ نِم َقَلَخَو ٍةَدِحاَو ٍسْفَ ن ْنِم ْمُكَقَلَخ يِذَّلا ُمُكَّبَر اوُقَّ تا ُساَّنلا اَهُّ يَأ

اًبيِقَر ْمُكْيَلَع َناَك َوَّللا َّنِإ َماَحْرلأاَو ِوِب َنوُلَءاَسَت يِذَّلا َوَّللا اوُقَّ تاَو ًءاَسِنَو اًيرِثَك لااَجِر

  Artinya:

  “Wahai Manusia bertakwalah kamu kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu ( Adam ) dan Allah menciptakan pasangannya ( Hawa ) dari (diri) nya , dan dari keduanya Allah memperkembang biakan laki laik dan perempuan yang banyak. Bertakwalah Kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan peliharalah hubungan kekeluargaa n” .(Qs An nisa :1)

  Perkawinan adalah fitrah kemanusian, maka dari itu Islam menganjurkan untuk menikah, karena nikah merupakan gharizah

  

insaniyah ( naluri kemanusiaan ) bila gharizah insaniyah ini tidak

  terkecekupi dengan jalan yang sah maka akan mencari jalan jalan syetan yang menjeruskan kelembah hitam ( “Aturan Pernikahan dalam Islam “ Farid Fatcturohman ).

  Indonesia mendasarkan Negara dengan Ideologi Pancasila dan legitimasi atas agama di Indonesia mendapatkan perlindungan secara konstitusional, dan secara jelas disebutkan dalam UUD 1945 pasal 29 yang berbunyi sebagai berikut (Rosadi & Rais, 2006:01):

1. Negara berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

  2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

  Seiring dengan berkembangnya masyarakat, permasalahan yang terjadi kompleks. Berkaitan dengan perkawinan belakangan ini sering tersiar dalam berbagai media terjadinya perkawinan yang dianggap problematis dalam kehidupan bermasyarakat.

  Sudah tidak dipungkiri lagi terkait pasangan yang berbeda agama dan keyakinan yang semakin marak dalam kehidupan kita, mereka mempertahankan agama dan keyakinan masing masing tetapi mereka tetap mempertahankan cinta mereka ke jenjang pernikahan. Problematika ini menjadi akar permasalahan yang akan kami bahas pada kesempatan ini tentang pendapat M Quraish Shihab Dalam tafsir Al Misbahnya dan . Mohammad Monib, Ahmad Norcholish dalam Fiqh Lintas Agamanya

B. Rumusan masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah peneliti sampaikan di atas, maka peneliti dapat merumuskan beberapa rumusan masalah:

1. Bagaimana Hukum Perkawinan Beda Agama menurut Tafsir al-

  Misbah? 2. Bagaimana Hukum Perkawinan Beda Agama menurut Buku Fiqih

  Lintas Agama ? 3. Apa Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Kitab Tafsir al-Misbah dan

  Buku Fiqih Lintas Agama tentang Perkawinan Beda Agama serta Bagaimana Relevansinya terhadap Peraturan Perundang -undangan di Negara Indonesia? C.

   Tujuan Penelitian

  Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa setiap kegiatan atau aktivitas yang dilakukan seseorang pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah: 1.

  Bagaimana hukum perkawinan beda agama menurut tafsir al- Misbah 2. Bagaimana hukum perkawinan beda agama menurut Buku Fiqh

  Lintas Agama 3. Apa persamaan dan perbedaan pemikiran kitab tafsir al-Misbah dan

  Fiqih Lintas Agama tentang perkawinan beda agama serta bagaimana relevansinya terhadap Peraturan Perundang-undangan di Negara Indonesia.

D. Kegunaan Penelitian

  Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini diantaranya adalah:

  1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara teoritis bagi dunia akademik dan hukum yang ada di Indonesia.

  2. Secara Praktis Adapun manfaat praktis yang diharapkan di antaranya: a. Memperkaya pemahaman ajaran hukum Islam sebagai hukum yang rohmattan li al-alamin bagi penduduk Indonesia yang dinamis.

  b.

  Diharapkan menjadi bahan pertimbangan konsep hukum di Indonesia yang sesuai dengan ideologi dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

E. Telaah Pustaka

  Fenomena Perkawinan Beda Agama akan selalu menjadi hal yang kontroversi di tengah masyarakat luas, karena persoalan ini selain menyangkut keperdataan antar manusia juga menyangkut masalah keyakinan. Adapun penelitian ini sesungguhnya penelitian lanjutan, karena sebelumnya terdapat banyak penelitian yang berbicara tentang masalah Perkawinan Beda Agama diantaranya ada beberapa buku dan skripsi yang penulis temukan.

  Pertama, di dalam skripsi yang disusun oleh Ahmad Hasan

  Mafatih tahun 2006 STAIN Surakarta yang berjudul

  “Perkawinan Antar

Agama suatu Analisis Pandangan Muhammad Ali As-Shabuni tentang

perkawinan Al Musyrikah dengan Ahl al- kitab”. Kesimpulan dalam

  skripsi ini menjelaskan bahwa As Shabuni memperbolehkan laki-laki muslim menikah dengan wanita Ahl al-Kitab dan mengharamkan terjadinya pernikahan antara laki-laki muslim dengan wanita musyrik. Sedangkan pernikahan antara wanita uslimah dengan laki-laki non muslim lain baik laki-laki Ahl al-kitab ataupun musyrik adalah haram.

  Kedua, skripsi yang berjudul “Nikah Beda Agama (Studi komparasi Pemikiran Nurch olish Madjid dan Siti Musdah Mulia)”.

  Skripsi ini disusun oleh Mar Atur Robikhah pada tahun 2011 UIN Sunan Kalijaga. di dalam skripsi ini membahas tentang hukum nikah beda agama menurut Nurcholish Madjid dan Siti Musdah Mulia. Kesimpulan dalam skripsi ini Nurcholish Madjid berpendapat bahwa pernikahan beda agama antara pria muslim dengan wanita non muslim atau Ahl al-

  Kitāb

  hukumnya boleh dengan pertimbangan dakwah untuk membentuk keluarga sakinah mawaddah dan rohmah. Pendapat tersebut dipengaruhi paham pluralisme yang menyatakan bahwa semua agama adalah jalan yang sama-sama menuju Tuhan yang sama. Berbeda dengan pendapat Siti Musdah Mulia yang membolehkan perempuan muslim menikah dengan laki-laki non muslim atau Ahl al-Kit

  āb dengan alasan potensi perempuan

  muslim dalam menentukan identitas agama anaknya lebih besar dari pada potensi laki-laki muslim. Sehingga perempuan muslim lebih berhasil mengajak anak-anaknya ke lingkungan agama yang dianut ibunya.

  Ketiga, skripsi yang berjudul “Pernikahan Beda Agama Dalam Pemikiran Muslim (Studi Komparasi Antara Mahmud Syaltūt Dan M.

  Quraish Shihab)”. Skripsi ini disusun oleh Basoruddin pada tahun 2004

  UIN Sunan Kalijaga. Dalam skripsi ini membahas tentang hukum pernikahan beda agama menururt Mahmud Syaltūt Dan M. Quraish Shihab. Mahmud Syaltūt Dan M. Quraish Shihab sama-sama mengharamkan nikah beda agama dengan dasar hukum Q.S al Baqarah (2): 221 dan memperbolehkan laki-laki muslim nikah dengan perempuan Ahl al-Kitab, hanya pemaknaan redaksi ayat

  “wa al-muḥṣanāh min al- mu‟mināh wa al- muḥṣanāh min al-lażīn ūtu al-kitāb” saja yang dari

  masing-masing mempunyai pendapat yang berbeda, dengan metode yang berbeda pula.

F. Metode Penelitian 1.

  Pendekatan Penelitian Penelitian ini bersifat literatur (kepustakaan), sehingga penelitian ini menggunakan kajian terhadap buku-buku yang ada kaitannya dengan judul skripsi ini, yaitu Tafsir Al Misbah karangan M . Quraish Shihab Dan Fiqh Lintas Agama Karangan Mohammad Monib dan Ahmad Nurcholish dan buku lain yang membahas tentang Pernikahan beda Agama . Penelitian dilakukan dengan mencermati sumber-sumber tertentu, mencari, menelaah buku-buku artikel atau lainnya yang berkaitan dengan Pernikahan Beda Agama (Nazir, 1998:62).

  2. Sumber Data Dalam pengambilan dan pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode pencarian data berupa buku, artikel, dokumen dan lain sebagainya. Penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan (Arikunto, 1987:135).

  Sedangkan data-data tersebut dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a.

  Sumber Data Primer Sumber data primer adalah sumber data yang paling utama digunakan dan sesuai dengan permasalahan dalam peneliti ini.

  Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah Tafsir Al Misbah karangan M . Quraish Shihab dan Fiqh Lintas Agama karangan Mohommad Monib dan Ahmad Nurcholish.

  b.

  Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku- buku, artikel, dan sumber terkait lainnya.

  3. Analisis Data Untuk menganalisis data penulis menggunakan beberapa metode, yaitu: a.

  Metode Deskriptif Peneliti melakukan analisis data dengan metode deskripsi, yaitu menggambarkan pemikiran-pemikiran M. Quraish Shihab

  Dan Mohammad Monib , Ahmad Nurcholish tentang materi yang terkait dengan penelitian.

  b.

  Metode Analisis Analisis data merupakan cara penanganan terhadap obyek ilmiah dengan jalan memilih-milih antara pengertian yang satu dengan pengertian yang lain untuk mendapatkan pengertian yang baru (Sumargono, 1989:21). Data yang terkumpul selanjutnya peneliti analisa dengan menggunakan teknik analisa data, dengan cara: 1)

  Kategorisasi Kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan

  (Moleong, 2011: 288). Peneliti melakukan kategorisasi dengan cara memilah setiap data yang didapatkan, data dari dokumen atau buku-buku terkait penelitian ini. Kategorisasi dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam menyatukan data-data tersebut. 2)

  Sintesisasi Sintesisasi merupakan mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori yang lain agar bertemu titik permasalahan (Moleong, 2011:289). Data yang telah dikategorikan oleh peneliti kemudian dicari titik temu satu sama lain dan kemudian disatukan dalam pembahasan yang sama sehingga menjadi sebuah penjelasan yang utuh.

  3) Reflektif Thinking

  Metode Reflektif thinking yaitu berfikir yang prosesnya mondar-mandir antara yang empiris dengan yang abstrak. Empiris yang khusus dapat saja menstimulasi berkembangnya abstrak yang luas, dan menjadikan mampu melihat relevansi empiris pertama dengan empiris-empiris yang lain yang termuat dalam abstrak baru yang dibangunnya (Muhadjir, 1991: 66-67). Metode ini digunakan untuk melihat relevansi dalam kitab tafsir Al Misbah dan Fiqh Lintas Agama terhadap pernikahan beda agama dalam kehidupan sekarang dan Undang Undang Perkawinanan No 1 tahun 1974.

G. Penegasan Istilah

  Untuk menghindari kesalahan dalam memahami judul skripsi, maka penulis memberikan pengertian dan batasan skripsi ini, yaitu:

1. Perkawinan

  Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata kawin yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga pernikahan, berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk bersetubuh (wathi’). Kata nikah sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan, juga untuk arti akad nikah (Gozali, 2003: 7).

  Abdur Rahman Gazaly mengutip pendapat Muhammad Abu Israh memberikan definisi yang lebih, pernikahan ialah akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-istri) antara pria dan wanita dan mengadaka tolong menolong, dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban bagi masing-masing (Gozali, 2006: 1).

2. Perkawinan Beda Agama

  Perkawinan yang dilakukan oleh sepasang laki - laki dan perempuan yang berbeda agama atau pun kepercayaan.

H. Sistematika Penulisan

  Bab I, dalam bab ini berisi tentang pendahuluan. Hal ini mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian, penegasan istilah dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

  Bab II, dalam bab ini berisikan penjelasan mengenai pernikahan menurut Hukum Islam dan Perundang-undangan. BAB III, dalam bab ini berisikan Biografi M. Quraish Shihab, Metode Tafsir al-Misbah, Hukum Perkawinan Beda Agama Menurut Tafsir Al Misbah, Hukum Perkawinan Beda Agama Menurut Buku Fiqh Lintas Agama, Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Kitab Tafsir al- Misbah dan Fiqih Lintas Agama tentang Perkawinan Beda Agama serta Relevansinya terhadap Peraturan Perundang-undangan di Negara Indonesia.

  BAB IV, dalam bab ini merupakan bagian inti dari penelitian skripsi yang berisikan Analisa Hukum Perkawinan Beda Agama Menurut Tafsir Al Misbah, Analisa Hukum Perkawinan Beda Agama Menurut Fiqh Lintas Agama, Analisa Persamaan dan Perbedaan Pemikiran Kitab Tafsir al-Misbah dan Fiqih Lintas Agama tentang Perkawinan Beda Agama serta Relevansinya terhadap Peraturan Perundang-undangan di Negara Indonesia.

  BAB V, dalam bab ini berisikan tentang penutup, meliputi kesimpulan dari hasil penelitian yang penulis lakukan dan saran.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perkawinan dalam Hukum Islam Perkawinan juga disebut pernikahan yang berasal dari bahasa Arab

  yaitu nakaha yang pempunyai arti mengumpulkan, saling memasukkan dan digunakan untuk arti bersetubuh (

  wathi‟). Nikah menurut arti asli

  adalah hubungan seksual, tetapi menurut arti majazi atau arti hukum adalah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dengan seorang wanita (Idris, 2002: 1). Kata nakaha banyak terdapat dalam Al-

  Qur’an dengan arti nikah atau kawin, seperti QS. An- Nisa’ ayat 22 di bawah ini:

  اًتْقَمَو ًةَشِحاَف َناَك ُوَّنِإ َفَلَس ْدَق اَم لاِإ ِءاَسِّنلا َنِم ْمُكُؤاَبآ َحَكَن اَم اوُحِكْنَ ت لاَو ) ۲۲ ( لايِبَس َءاَسَو

  Artinya:

  ”Janganlah kamu menikahi perempuan yang telah pernah dinikahi oleh ayahmu kecuali apa yang telah berlalu” (QS.

  An- Nisa’: 22)

  Menurut Abu Yahya Zakariya Al-Anshari mendefinisikan Nikah menurut istilah syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya.

  Dari pengertian tersebut di atas dibuat hanya melihat dari satu segi saja, yaitu kebolehan hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dan seorang wanita yang semula dilarang menjadi halal (Rahman, 2003: 9). Dari beberapa pendapat mengenai pengertian perkawinan tersebut banyak beberapa pendapat yang satu sama lain berbeda. Tetapi perbedaan tersebut sebetulnya bukan untuk memperlihatkan pertentangan yang sungguh-sungguh antara pendapat satu dengan pendapat lainnya.

  Perbedaan tersebut hanya keinginan para perumus untuk memasukkan unsur-unsur yang sebanyak-banyaknya dalam merumuskan pengertian perkawinan di pihak yang lain. Dalam hukum Islam hukum perkawinan ada lima yang semuanya dikembalikan pada calon suami istri, yang adakalanya hukum menjadi (Soedarsono, 1994: 75): 1.

  Mubah (jaiz), sebagaimana asal hukumnya; 2. Sunnah, bagi orang yang sudah mampu baik secara dhohir maupun secara batin (culup mental dan ekonomi);

  3. Wajib, perkawinan hukumnya bisa menjadi wajib bagi mereka yang sudah mampu secara dhohir dan batin serta dikwatirkan terjebak dalam perbuatan zina; 4. Haram, pernikahan bisa menjadi raram hukumnya bagi mereka yang berniat untuk menyakiti perempuan yang akan dinikahkan;

  5. Makruh, pernikahan bisa berubah menjadi makruh bagi mereka yang belum mampu member nafkah baik secara dhohir maupun batin.

B. Syarat dan Rukun Perkawinan dalam Hukum Islam

  Sebelum menginjak lebih jauh tentang syarat dan rukun perkawinan, maka harus dipahami apa makna syarat dan rukun itu sendiri.

  Adapun syarat adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah atau tidaknya suatu pekerjaan yang berkaitan dengan ibadah, tetapi pekerjaan tersebut bukan ternasuk dalam rangkaian itu sendiri, seperti halnya menutup aurat dalam shalat atau dalam perkawinan dalam Islam bahwa calon suami atau istri harus beragama Islam. Sedangkan makna dari rukun itu sendiri adalah sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan yang berkaitan dengan ibadah dan pekerjaan tersebut termasuk dalam rangkaian ibadah itu sendiri, seperti adanya calon pengantin laki-laki dan calon perempuan dalam perkawinan (Rahman, 2003: 46).

  Adapun syarat dalam pernikahan adalah merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila syarat-syarat tersebut dipenuhi maka sah perkawinan itu dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri. Dalam hal hukum perkawinan, dalam menentukan mana yang rukun dan mana yang syarat terdapat perbedaan di kalangan ulama, yang mana perbedaan di antara pendapat tersebut disebabkan karena berbeda dalam melihat fokus perkawinan itu. Semua ulama sepakat dalam hal-hal yang terlibat dan harus ada dalam suatu perkawinan yaitu (Amir, 2007: 59): 1.

  Akad nikah,

2. Mempelai laki-laki dan perempuan,

  Dalam kedua pempelai harus termasuk orang yang bukan muhrim, seperti dalam surat An- Nisa’ ayat: 22-23 yaitu:

  َءاَسَو اًتْقَمَو ًةَشِحاَف َناَك ُوَّنِإ َفَلَس ْدَق اَم لاِإ ِءاَسِّنلا َنِم ْمُكُؤاَبآ َحَكَن اَم اوُحِكْنَ ت لاَو ) ۲۲ ( لايِبَس

ُتاَنَ بَو ِخلأا ُتاَنَ بَو ْمُكُتلااَخَو ْمُكُتاَّمَعَو ْمُكُتاَوَخَأَو ْمُكُتاَنَ بَو ْمُكُتاَهَّمُأ ْمُكْيَلَع ْتَمِّرُح

  

ُمُكُبِئاَبَرَو ْمُكِئاَسِن ُتاَهَّمُأَو ِةَعاَضَّرلا َنِم ْمُكُتاَوَخَأَو ْمُكَنْعَضْرَأ ِتِلالا ُمُكُتاَهَّمُأَو ِتْخلأا

َحاَنُج ِن ْنِم ْمُكِروُجُح ِفِ

لاَف َّنِِبِ ْمُتْلَخَد اوُنوُكَت َْلَ ْنِإَف َّنِِبِ ْمُتْلَخَد ِتِلالا ُمُكِئاَس

  

َفَلَس ْدَق اَم لاِإ ِْيَْ تْخلأا َْيَْ ب اوُعَمَْتَ ْنَأَو ْمُكِبلاْصَأ ْنِم َنيِذَّلا ُمُكِئاَنْ بَأ ُلِئلاَحَو ْمُكْيَلَع

) ۲۳ ( اًميِحَر اًروُفَغ َناَك َوَّللا َّنِإ

  Artinya: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah

  dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji dan dibenci

Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)

”. “Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak- anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak- anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang

  ”.

  Dari ayat tersebut, maka muhrim dapat dibagi menjadi, yaitu:

  a) Ibu kandung; b) Anak perempuan;

  c) Saudara perempuan baik saudara perempuan seibu-sebapak ;

  d) Saudara perempuan dari bapak termasuk semua anak-anak perempuan dari kakek atau nenek; e)

  Saudara perempuan dari ibu;

  f) Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki atau parempuan

  g) Ibu sesusuan

  h) Saudara sesusuan i)

  Mertua perempuan j) Anak tiri k)

  Istri anak kandung sendiri dan istri anak-anak keturunannya l) Dua saudara menjadi istri juga saudara perempuan bersama saudara ibu/bapaknya.

3. Wali

  Bagi mempelai perempuan harus ada izin atau persetujuan dari wali, sedang bagi mempelai laki-laki izin atau persetujuan di perlukan selama belum dewasa. Sedangkan yang menjadi wali menurut urutan adalah (Samidjo, 1993: 125): a)

  Bapak

  b) Kakak

  c) Saudara laki-laki seibu sebapak

  d) Saudara laki-laki sebapak

  e) Anak saudara laki-laki seibu sebapak f) Anak saudara sebapak

  g) Saudara laki-laki dari bapak, yang seibu sebapak

  h) Saudara laki-laki dari bapak, yang sebapak i)

  Anak laki-laki dari saudara laki-laki dari bapak, yang seibu sebapak j)

  Anak laki-laki dari Saudara laki-laki dari bapak, yang sebapak

4. Dua orang saksi

  Dalam sahnya perkawinan harus ada sedikitnya dua orang saksi, yang syarat-syaratnya sebagai berikut: a)

  Seorang muslim

  b) Seorang merdeka

  c) Dewasa

  d) Pikiran sehat

e) Kelakuan baik.

5. Mahar atau mas kawin.

  Dalam Islam “Sadaq” berarti mas kawin dan juga disebut mahar, dalam perkawinan harus ada mahar atau mas kawin yaitu suatu pemberian dari pihak laiki-laki sesuai dengan permintaan pihak perempuan. Sedangkan besarnya mahar tidak dibatasi, Islam hanya memberikan prinsip pokok yaitu secara ma’ruf artinya dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan kemampuan suami.

C. Larangan Perkawinan dalam Hukum Islam

  Meskipun dalam pernikahan telah dipenuhi syarat dan rukun perkawinan belum tentu perkawinan itu sah, karena pernikahan tersebut harus lepas dari segala hal yang menghalanginya dan disebut juga larangan perkawinan. Sedangkan larangan perkawinan dalam pembahasan ini adalah orang-orang yang tidak boleh melakukan perkawinan.

  Menurut hukum syara’ larangan pernikahan dalam Islam antaraseorang laki-laki dan seorang perempuan dibagi menjadi dua yaitu larangan abadi atau selamanya dalam arti sampai kapan pun dan dalam keadaan apapun laki-laki dan perempuan tidak boleh melakukan perkawinan yang disebut juaga Mahram Muabbad.

  Berdasarkan QS. an-Nisa ayat 23, wanita-wanita yang haram dinikahi untuk selamanya (mahram muabbad) karena pertalian nasab, yaitu (Tihami, 2009: 65): 1.

  Ibu, perempuan yang ada hubungan darah dalam garis keturunan garis ke atas, yaitu ibu, nenek (baik dari pihak ayah maupun ibu)

  2. Anak perempuan, wanita yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke bawah, yaitu anak perempuan, cucu perempuan, baik dari anak laki-laki maupun dari anak perempuan dan seterusnya ke bawah.

3. Saudara perempuan, baik seayah seibu, seayah saja atau seibu saja.

4. Bibi, saudara perempuan ayah atau ibu, baik saudara sekandung ayah atau seibu dan seterusnya ke atas.

  5. Kemenakan (keponakan) perempuan, yaitu anak perempuan saudara laki-laki atau saudara perempuan dan seterusnya ke bawah. Kemudian larangan yang kedua yaitu, larangan sementara waktu tertentu, jika suatu ketika bila keadaan dan waktu tertentu sudah berubah ia sudah tidak lagi menjadi haram dan pernikahan tersebut mahram muaqqat atau di sebut juga mahram ghairu muabbad.

  Mahram ghairu muabbad adalah larangan perkawinan yang berlaku untuk sementara waktu yang di sebabkan oleh hal tertentu.

  Larangan perkawinan (mahram ghairu muabbab) itu berlaku dalam hal- hal tersebut dibawah ini: a)

  Menikahi dua orang saudara dalam satu masa

  b) Poligami di luar batas

  c) Larangan karena ikatan perkawinan

  d) Larangan karena talak tiga

  e) Larangan karena ihram

  f) Larangan karena perzinaan

  g) larangan karena beda agama

D. Syarat dan Rukun Nikah dalam Perundang-undangan dan Kompilasi Hukum Islam

  Syarat-syarat perkawinan juga diatur dalam Perundang-undangan Indonesia yaitu dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam. Dalam Undang-undang Nomor

  1 Tahun 1974 diatur dalam Pasal 1 sampai dengan 12. Syarat-syarat yang harus dilaksanakan sebelum pihak melangsungkan perkawinan terbagi atas syarat materil dan formil. Syarat materil adalah mengenai diri pribadi calon suami istri, sedangkan syarat formil adalah mengenai formalitas atau prosedur yang harus diikuti oleh calon suami istri sebelum maupun pada saat dilangsungkannya perkawinan (Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementrerian Hukum dan HAM RI, hal 25). Dalam

  pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya itu.”

  Dalam Pasal 2 ayat (2) menyatakan: “Tiap-tiap Perkawinan dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku.” Pada dasarnya sahnya suatu perkawinan menurut Undang-undang ialah apabila dilaksanakan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan, setelah sah menurut agama dan kepercayaannya itu barulah Perkawinan tersebut dicatat untuk mendapatkan pengakuan dari Negara (Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementrerian Hukum dan HAM RI, hal. 25).

  Syarat materil terbagi menjadi 2 (dua) yaitu syarat materil umum yang berlaku bagi pernikahan pada umumnya dan syarat materil khusus bagi pernikahan tertentu. Syarat materil umum diatur pada pasal 6 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yaitu:

  (1) Perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai

  (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

  (3) Dalam hal seorang dari kedua orang tua meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehandaknya, maka izin yang dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya.

  (4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dalam keadaan menyatakan kehendaknya.

  (5) Dalam hal ada perbedaan antara orang-orang yang dimaksud dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka Pengadilan dalam daerah tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan ijin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang yang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) dalam pasal ini. (6)