Penentuan Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Medan dengan Metode Analisis Faktor

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Geografi, Penduduk dan Transportasi Kota Medan
Kota Medan adalah ibu kota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan
kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini berada di
wilayah dataran rendah timur dari Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian
22,5 meter di bagian utara Belawan sampai 37,5 meter di bagian selatan di atas
permukaan laut. Kota ini dialiri oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai
Babura yang bermuara di Selat Malaka. Secara geografis Kota Medan terletak
pada 3,30°- 3,43° LU dan 98,35°- 98,44° BT dengan topografi cenderung miring
ke utara. Di sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten
Deli Serdang. Di sebelah utara dan selatan berbatasan dengan Selat Malaka. Letak
yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang
kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional
(BPS SU,2015)
Dari data BPS Provinsi Sumatera Utara, tercatat 13.766.851 jiwa jumlah
penduduk Sumatera Utara, dari jumlah tersebut kota Medan memiliki jumlah
penduduk tertinggi yaitu 2.191.140 jiwa dengan luas wilayah total area 265 km 2.
Kota Medan pada tahun 2014 merupakan kota dengan kepatadan penduduk
tertinggi di Sumatera Utara yakni 8.268 jiwa/km 2

Dari data Poldasu Direktorat Lalu Lintas Provinsi Sumatera Utara tahun
2004 s.d. 2014 didapatkan peningkatan jumlah kendaraan bermotor setiap
tahunnya, dengan persentasi peningkatan jumlah total adalah 145,3% dari jumlah
kendaraan bermotor tahun 2004 (BPS SU, 2015)
2.2 Kecelakaan lalu lintas
2.2.1

Pengertian Kecelakaan lalu lintas
Menurut Pramudji dalam Anggraningrum (2002) kecelakaan lalu lintas

adalah suatu kecelakaan yang terjadi di jalan yang sedang bergerak dengan akibat
kematian, luka-luka ataupun kerusakan benda yang tidak diharapkan. Sedangkan
7

Universitas Sumatera Utara

menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu-lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah
suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan
kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban

manusia dan/atau kerugian harta benda.
Konradus (2006), menyebutkan bahwa jika dilihat dari berat ringannya
kecelakaan, kecelakaan lalu-lintas dapat diklasifikasikan atas kecelakaan berat
(fatal), sedang (mati dan seorang luka berat), ringan (luka-luka ringan), yang
menimbulkan kerugian material seperti kerusakan kendaraan dan atau jalan.
Sementara dari sisi korban kecelakaan, kecelakaan lalu-lintas dapat dikategorikan
atas kecelakaan yang menyebabkan kematian (fatality killed), luka berat (serious
injury), serta luka ringan (light injury).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009
disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas digolongkan atas:
1. Kecelakaan lalu-lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan
kerusakan kendaraan dan/atau barang.
2. Kecelakaan lalu-lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka
ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
3. Kecelakaan lalu-lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban
meninggal dunia atau luka berat.
Menurut Dirjen Perhubungan Darat (2005), kecelakaan lalu-lintas
(lakalantas) dikelompokan ke dalam empat kategori dampak yaitu :
1. Kecelakaan fatal adalah kategori korban lakalantas yang meninggal dunia,
baik di tempat kejadian perkara, maupun akibat luka parah sebelum 30

hari sejak terjadinya kecelakaan.
2. Kecelakaan dikatakan berakibat luka parah jika korban menderita lukaluka serius dan dirawat di rumah sakit selama lebih dari 30 hari.
3. Kecelakaan menyebabkan luka ringan bilamana korban memerlukan
perawatan medis atau dirawat di rumah sakit kurang dari 30 hari.

8

Universitas Sumatera Utara

4. Sedangkan PDO (Property Damage Only) adalah jenis kecelakaan yang
hanya berakibat pada kerusakan barang hak milik saja, dan kerusakan atau
kerugian ini biasanya dinyatakan dalam ukuran moneter.

2.2.2

Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas
Menurut Songer (2001) jumlah kendaraan bermotor yang meningkat dari

tahun ke tahun merupakan faktor pendukung meningkatnya jumlah kecelakaan
lalu-lintas. Kepadatan lalulintas (volume kendaraan), musim (kemarau/hujan),

jenis kendaraan, bermotor, waktu (gelap/terang), perilaku berkendara yang aman
(safety

riding),

kondisi

kendaraan

merupakan

beberapa

faktor

yang

mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu-lintas.
Pendapat lainnya menyebutkan kecelakaan lalu lintas dipengaruhi oleh
tiga faktor utama yaitu:

1. Faktor manusia, kecelakaan lalu lintas dapat terjadi karena pengemudi
kendaraan yang melanggar rambu-rambu lalu lintas, tidak terampil dalam
berkendaraan dan rendahnya tingkat kesadaran pengendara. Tidak sedikit
angka kecelakaan lalu lintas diakibatkan karena membawa kendaraan
dalam keadaan mengantuk, mabuk dan mudah terpancing oleh ulah
pengguna jalan lainnya.
2. Faktor kendaraan, yang paling sering terjadi dari faktor kendaraan adalah
ban kendaraan yang pecah, rem tidak berfungsi, peralatan tida layak pakai,
tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya sehingga menimbulkan
kecelakaan lalu lintas.
3. Faktor jalan, antara lain adalah kecepatan rencana jalan, geometrik jalan,
pagar pengaman di daerah pegunungan ada tidaknya median jalan, jarak
pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang rusak atau belubang
dapat menimbulkan adanya kecelakaan dan dapat membahayakan pemakai
jalan terutama bagi pengguna jalan.
Selain tiga faktor utama tersebut, terdapat faktor lain yang ikut menyebabkan
kecelakaan lalu lintas. Seperti faktor cuaca, cuaca hujan dapat mempengaruhi
jarak pandang pengendara dan kinerja kendaraan. Selain itu, asap dan kabut juga

9


Universitas Sumatera Utara

dapat mengganggu jarak pandang, khususnya di daerah pegunungan (Soekanto, S.
1984)
Sedangkan menurut Dewar (2007) Faktor-faktor yang berhubungan
dengan terjadinya kecelakaan lalu lintas dibagi menjadi 3 yaitu : faktor manusia,
faktor kendaraan, faktor lingkungan dan jalan
1. Manusia sebagai pengendara memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam berkendara, yaitu faktor psikologis dan faktor fisiologis. Keduanya
adalah faktor dominan yang mempengaruhi manusia dalam berkendara di
jalan raya. faktor psikologis dapat berupa mental, sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.

Sedangkan

faktor

fisiologis


mencakup

penglihatan,

pendengaran, sentuhan, penciuman, kelelahan, dan sistem saraf
2. Faktor kendaraan merupakan faktor yang memiliki pengaruh terhadap
terjadinya kecelakaan lalu lintas. Kendaraan yang mengalami perawatan
secara berkala dan terus-menerus akan menciptakan rasa aman, nyaman
dan selamat bagi pengemudi dan penumpangnya. Kondisi fisik dan mesin
bus yang meliputi rem, ban, kaca spion, lampu utama, lampu sign dan
sebagainya juga akan mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas.
3. Lingkungan fisik merupakan faktor dari luar yang berpengaruh terhadap
terjadinya kecelakaan lalu lintas, lingkungan fisik yang dimaksud terdiri
dari dua unsur, yakni faktor jalan dan faktor lingkungan.
a. Faktor jalan meliputi kondisi jalan yang rusak, berlubang, licin,
gelap, tanpa marka/rambu, dan tikungan/tanjakan/ turunan tajam,
selain itu lokasi jalan seperti di dalam kota atau di luar kota
(pedesaan) dan volume lalu lintas juga berpengaruh terhadap
timbulnya kecelakaan lalu lintas.
b. Faktor lingkungan berasal dari kondisi cuaca, yakni berkabut,

mendung, dan hujan. Interaksi antara faktor jalan dan faktor
lingkungan inilah yang akhirnya menciptakan faktor lingkungan
fisik yang menjadi salah satu sebab terjadinya kecelakaan lalu
lintas.

10

Universitas Sumatera Utara

Dari data Dirjen Perhubungan Darat - Departemen Perhubungan (2012)
diketahui beberapa faktor penyebab kecelakaan lalu lintas di Indonesia yaitu
faktor manusia sebesar 93,52%, faktor kendaraan sebesar 2,76%, faktor jalan
3,23%, dan faktor lingkungan sebesar 0,49%, diuraikan dalam tabel berikut :
Faktor

Uraian

Penyebab

%


Lengah, mengantuk, tidak terampil, lelah, mabuk,
Pengemudi

kecepatan tinggi, tidak menjaga jarak, kesalahan

93,52

pejalan, gangguan binatang
Kendaraan

Ban pecah, kerusakan sistem rem, kerusakan sistem
kemudi, as/kopel lepas, sistem lampu tidak berfungsi

2,76

Persimpangan, jalan sempit, akses yang tidak
Jalan

dikontrol/dikendalikan, marka jalan kurang/tidak

jelas, tidak ada rambu batas kecepatan, permukaan

3,23

jalan licin
Lalu-lintas campuran antara kendaraan cepat dengan
kendaraan lambat, interaksi antara kendaraan dengan
Lingkungan

pejalan, pengawasan dan penegakan hokum belum

0,49

efektif, pelayanan gawat darurat yang kurang cepat,
cuaca seperti gelap, hujan, kabut, asap
Sumber : Direktorat Jendral Perhubungan Darat – Departemen Perhubungan 2012
Tabel 2.1 Faktor-Faktor penyebab Kecelakaan lalu-lintas jalan

2.3 Variabel-variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kecelakaan Lalu lintas
2.3.1


(

) Faktor Hujan
Curah hujan secara konsisten disebut sebagai jenis cuaca yang

bertanggung jawab untuk jumlah terbesar dari kecelakaan yang berhubungan
dengan cuaca (Edwards dalam Jaroszweski, David 2014). Hujan menyebabkan
kecelakaan melalui kombinasi beberapa efek fisik yang mendegradasi lingkungan
mengemudi, termasuk hilangnya gesekan antara ban dan jalan serta gangguan
visibilitas melalui tetesan air hujan di kaca depan dan semprotan dari kendaraan
11

Universitas Sumatera Utara

lain. (Friedstrom dalam Jaroszweski, David 2014). Kondisi jalanan yang menjadi
basah dan licin pada saat juga merupakan faktor terjadinya kecelakaan lalu-lintas.
Hal lain yang dapat memicu kecelakaan lalu-lintas saat hujan adalah jika
pengemudi tidak mengemudi dengan hati-hati (Sugiarto,2009)
2.3.2

(

) Faktor Pohon Tumbang
Pada kecelakaan lalu lintas akibat pohon tumbang, faktor cuaca juga

berperan, umumnya pohon tumbang didahului oleh hujan deras dan angin
kencang. Kemudian pohon tersebut secara tiba-tiba menimpa kendaraan yang
sedang melintas. Menurut Polres Bantul, meskipun kelalaian dan pelanggaran
rambu lalu-lintas mendominasi faktor penyebab kecelakaan, faktor alam seperti
hujan dan pohon tumbang juga dapat dinilai sebagai penyebab terjadinya
kecelakaan lalu-lintas. Di Bantul sendiri dilaporkan dalam kurun waktu 5 bulan,
terdapat sedikitnya 2 korban tewas pada kecelakaan lalu-lintas akibat pohon
tumbang (Humas Polres Bantul, 2015)
2.3.3

(

) Faktor Tikungan Tajam
Tikungan tajam adalah jalan yang memiliki sudut kemiringan belokan

kurang dari atau lebih dari 180 derajat, untuk melewati kondisi jalan seperti ini
dibutuhkan keterampilan dan teknik khusus berkendara agar tidak hilang kendali
dan menyebabkan kecelakaan laul-lintas, pada jalanan seperti ini sebaiknya
pengemudi menurunkan kecepatan kendaraan (Kartika 2009)
Jalan menikung mempengaruhi jarak pandang pengemudi menjadi lebih
terbatas, sehingga apabila terjadi kondisi yang tak terkendali, pengemudi
mengalami kesulitan menilai situasi dan mengambil keputusan. Selain itu
alinemen jalan menikung juga dapat memperparah dampak yang ditimbulkan
akibat kecelakaan (Marsaid,2013)
2.3.4

(

) Faktor Jalan Berlubang
Menurut Marsaid (2013) jalan berlubang adalah kondisi dimana

permukaan jalan tidak rata akibat adanya cekungan kedalam dengan kedalaman
dan diameter yang tidak berpola. Hal ini disebabkan sistem pelapisan yang kurang

12

Universitas Sumatera Utara

baik. Jalan berlubang beresiko menyebabkan kecelakaan lalu-lintas terutama pada
pengemudi sepeda motor, pengemudi dapat mengalami ketidakseimbangan,
kendaraan oleng lalu terjatuh. Tingkat keparahan yang ditimbulkan nantinya akan
bergantung pada keparahan kerusakan jalan dan model kecelakaan (Buston 2007)
2.3.5

(

) Faktor Rem Tidak Berfungsi
Rem merupakan komponen peting untuk memperlambat laju kendaraaan

bermotor. Jarak terlalu dekat akan mempengaruhi pengereman, jika pengendara
kurang memperhatikan jarak minimal antar kendaraan dan kecepatan kendaraan
maka jarak pandang henti akan berkurang dan dapat menimbulkan kecelakaan
(Ditjen Pehubungan Darat,2008)
Kecelakaan lalu-lintas yang disebabkan oleh disfungsi rem seringkali
terjadi pada saat rem digunakan secara mendadak, sehingga kendaraan tidak
terkendali dan dapat menabrak apa saja yang ada di depannya. Hal ini
menunjukan kurangnya pengawasan dan perawatan rem pada kendaraan
(Marsaid,2013)
2.3.6

(

) Faktor Ban Kurang Baik

Noras dalam Anggraningrum (2002) menyebutkan bahwa tekanan angin
pada ban sangat menentukan keamanan dalam berkendara dengan kecepatan
tinggi. Tekanan angin yang terlalu rendah akan menyebabkan efek flapping
(melesak kedalam dan tertekan keluar) yang pada frekuensi tinggi akan
mengakibatkan kerusakan serat ban dan retak pada dinding samping, sehingga
akibat panas yang ditimbulkan dari gesekan ban dengan jalan memudahkan pecah
atau meletusnya ban.
Pada kondisi mengebut, panas yang ditimbulkan oleh gesekan ban dengan
jalan dapat meyebabkan penipisan pada ban dan pada akhirnya menyebabkan ban
pecah. Ban yang pecah mendadak pada saat kendaraan melaju dapat
menyebabkan kecelakaan beruntun, karena kendaraan berhenti tiba-tiba tanpa
memberi aba-aba pada kendaraan di belakang (Marsaid,2013)

13

Universitas Sumatera Utara

Ban kempes adalah kondisi dimana tekanan pada ban berkurang, hal ini
dapat disebabkan rusaknya pentil pada ban secara tiba-tiba, misal pada keadaan
tertusuk paku, batu tajam, atau benda lain yang dapat melubangi ban. Kondisi ban
yang seperti ini dapat menjadi ancaman terutama pada saat mengendara dalam
kecepatan tinggi (Marsaid,2013)
2.3.7

(

) Faktor Batas Kecepatan
Yang dimaksud dengan pengendara kecepatan tinggi adalah pengendara

yang mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi atau diatas kecepatan
normal pada suatu kondisi lalu lintas sehingga menyebabkan kecelakaan lalu
lintas. Berdasarkan hasil penelitian Simarmata (2008), dapat disimpulkan
kecepatan tinggi akan meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan dan tingkat
keparahan dari konsekuensi kecelakaan tersebut.
Selain dampak yang ditimbulkan baik langsung ataupun tidak langsung,
hal lain yang dipengaruhi oleh kecepatan sebuah kendaraan adalah waktu yang
tersedia bagi pengendara untuk mengadakan reaksi terhadap perubahan dalam
lingkungannya (Komba 2006) Perbedaan kecepatan akan mempengaruhi
frekuensi pengemudi menyalip kendaraan di depan dan mempengaruhi dalam hal
mengurangi kecepatan ketika berada di belakang kendaraan lain. Dalam kondisi
bertumbukan, kecepatan akan mempengaruhi tingkat kecelakan dan kerusakan
yang ditimbulkan. Kecepatan yang lebih tinggi akan menghasilkan energi yang
lebih tinggi, sehingga apabila terjadi tubrukan akan menimbulkan dampak yang
semakin parah (Kartika 2009)
2.3.8

(

) Faktor Mengantuk
Menurut Warpani (2002) mengantuk merupakan kondisi dimana hilang

daya reaksi dan konsentrasi pengemudi diakibatkan kurang istirahat (tidur) dan
atau sudah mengemudikan kendaraan lebih dari 5 jam tanpa istirahat. Ciri-ciri
pengendara yang mengantuk adalah sering menguap, perih pada mata, lambat
dalam bereaksi, berhalusinasi, dan pandangan kosong.
2.3.9

(

) Faktor Tidak Tertib

14

Universitas Sumatera Utara

Menurut Manurung (2012) pengemudi tidak tertib adalah pengemudi
yang melanggar peraturan dan rambu-rambu lalu lintas seperti melanggar marka
atau rambu lalu lintas, mendahului kendaraan lain melalui jalur kiri. Terjadinya
kecelakaan lalu-lintas umumnya didahului oleh pelanggaran (Marsaid,2013)
beberapa pelanggaran yang sering terjadi seperti mengebut dan terburu-buru
mendahului kendaraan lain dengan tidak tertib (lantas Polres Kab. Malang dalam
Marsaid,2013). Pengendara biasanya mengebut karena terburu-buru lalu
mengambil jalur pada arah berlawanan, sehingga membahayakan pihak lawan.
Pelanggaran terhadap rambu dan lampu lalu-lintas juga termasuk hal yang sering
menyebabkan kecelakaan lalu-lintas. Kurangnya kesadaran keamaan pada
masyarakat yang lebih mengutamakan kecepatan dan faktor ekonomi daripada
keselamatan diri merupakan faktor predisposisi terjadinya pelanggaran (Dephub
RI, 2008).
2.4 Analisis Komponen Utama (AKU)
Analisis Komponen Utama adalah teknik statistik yang digunakan
manakala peneliti tertarik pada sekumpulan data yang saling berkorelasi.
Tujuannya adalah untuk menemukan sejumlah variabel yang koheren dalam sub
kelompok yang secara relatif independen terhadap yang lain. Analisis komponen
utama kebalikan dari analisis faktor di mana analisis komponen utama bersifat
konvergen dan analisis faktor bersifat divergen (Tabachnick, 1983).
Analisis komponen utama (AKU) biasanya digunakan untuk:
1.

Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang mendasari data
variabel ganda.

2.

Mengurangi banyaknya dimensi himpunan variabel asal yang terdiri
atas banyak variabel yang saling berkorelasi.

3.

Menetralisir variabel-variabel asal yang memberikan sumbangan
informasi yang relatif kecil.

Analisis komponen utama terkonsentrasi pada penjelasan struktur
variansi dan kovariansi melalui suatu kombinasi linier variabel-variabel asal,
dengan tujuan utama melakukan reduksi data dan membuat interpretasi.Analisis

15

Universitas Sumatera Utara

komponen utama lebih baik digunakan jika variabel-variabel asal saling
berkorelasi. Di dalam proses analisis faktor metode yang digunakan untuk
melakukan proses ekstraksi adalah analisis komponen utama, metode ini dipilih
karena tujuan utama dari analisis faktor adalah untuk mereduksi data. Umumnya
analisis komponen utama merupakan analisis intermediate yang berarti hasil
komponen utama dapat digunakan untuk analisis selanjutnya (Supranto, 2010).
Keunggulan analisis komponen utama adalah tidak adanya asumsi mengenai acak
sebaran tertentu, tidak ada hipotesis yang diuji dan tidak ada model yang
mendasarinya (Chatfield, 1980).
2.5 Analisis Faktor (AF)
Menurut J. Supranto (2004), analisis faktor merupakan teknik statistika
yang utamanya dipergunakan untuk mereduksi atau meringkas data dari variabel
yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama
diubah menjadi 4 atau 5 variabel yang baru yang disebut faktor dan masih
memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original
variable). Dalam analisis faktor, tidak ada variabel dependen dan independen,
proses analisis faktor sendiri mencoba menemukan hubungan (interrelationship)
antara sejumlah variabel-variabel yang saling dependen dengan yang lain,
sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari
jumlah awal.
Analisis faktor digunakan di dalam situasi sebagai berikut:
1.

Mengenali

atau

mengidentifikasi

dimensi

yang

mendasari

(underlying dimensions) atau faktor yang menjelaskan korelasi
antara suatu set variabel.
2.

Mengenali dan mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak
berkorelasi (independent) yang lebih sedikit jumlahnya untuk
menggantikan suatu set variabel asli yang saling berkorelasi di
dalam analisis multivariat selanjutnya.

16

Universitas Sumatera Utara

3.

Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari
suatu set variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan
di dalam analisis multivariat selanjutnya.

Jika variabel-variabel dibakukan (standardized), maka model analisis faktor dapat
ditulis sebagai berikut:
Xi = Bi1F1 + Bi2F2 + Bi3F3 + … + BijFj + … + BimFm + Viµ i (2.1)
keterangan:

Xi

= Variabel ke-i yang dibakukan (rata-ratanya nol, standar deviasinya
satu).

Bij

= Koefisien regresi parsial yang dibakukan untuk variabel i pada common
factor ke-j.

Fj

= common factor ke-j.

Vi

= Koefisien regresi yang dibakukan untuk variabel ke-i pada faktor yang
unik ke-i (unique factor).

µi

= Faktor unik variabel ke-i.

m

= Banyaknya common factor.

i

= 1,2,3,...,n

j

= 1,2,3,...,m
Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan

juga tidak berkorelasi dengan common factor. Common factor sendiri bisa
dinyatakan

sebagai

kombinasi

linier

dari

variabel-variabel

yang

terlihat/terobservasi (the observed variables) hasil penelitian lapangan.
Fi = Wi1X1 + Wi2X2 + Wi3X3 + … + WipXp

(2.2)

17

Universitas Sumatera Utara

keterangan:
i

= 1,2,3,...,p

p

= Jumlah variabel.
= Perkiraan faktor ke-i (didasarkan pada nilai variabel X dengan

koefisiennya Wi).
= Timbangan/bobot atau koefisien nilai faktor ke-i.
= Variabel ke yang sudah dibakukan (standardized).
Secara umum analisis faktor atau analisis komponen utama bertujuan
untuk mereduksi data dan menginterprestasikannya sebagai suatu variabel baru
yang berupa variabel bentukan. Andaikan dari p buah variabel awal/asal terbentuk
k buah faktor/komponen di mana k < p, misalkan dari sejumlah variabel p
sebanyak 10 variabel terbentuk k = 2 buah faktor/komponen yang dapat
menerangkan kesepuluh variabel awal/asal tersebut. K buah faktor/komponen
utama dapat mewakili p buah variabel aslinya sehingga lebih sederhana
(Tabachnick, 1983).
Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menjelaskan struktur di antara
banyak variabel dalam bentuk faktor.Faktor yang terbentuk merupakan besaran
acak (random quantities) yang sebelumnya tidak dapat diamati atau diukur secara
langsung. Selain tujuan utama analisis faktor, terdapat beberapa tujuan lainnya
yaitu:
1.

Untuk mereduksi sejumlah variabel asal yang jumlahnya banyak
menjadi sejumlah variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit dari
variabel asal dan variabel baru tersebut dinamakan faktor.

2.

Untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel penyusun
faktor atau dimensi dengan faktor yang terbentuk dengan
menggunakan pengujian koefisien korelasi antar faktor dengan
komponen pembentuknya.

3.

Adanya validasi data untuk mengetahui apakah hasil analisis faktor
tersebut dapat digeneralisasikan ke dalam populasinya sehingga

18

Universitas Sumatera Utara

setelah terbentuk faktor maka peneliti sudah mempunyai suatu
hipotesis baru berdasarkan hasil analisis faktor.
Konsep dasar analisis faktor adalah sebagai berikut:
1.

Tidak mengaitkan antara dependen variabel dengan independen
variabel tetapi membuat reduksi atau abstraksi atau meringkas dari
banyak variabel menjadi sedikit variabel.

2.

Teknik yang digunakan adalah teknik interdependensi yaitu seluruh
set hubungan interdependen diteliti. Prinsip menggunakan korelasi r
= 0 dan r = 1 digunakan dalam mengidentifikasi variabel yang
berkorelasi dan yang tidak/kecil korelasinya.

3.

Analisis faktor menekan adanya komunalitas; jumlah varian yang
disumbangkan oleh suatu variabel pada variabel lainnya.

4.

Kovariansi antar variabel yang diuraikan akan muncul common
factor (jumlah sedikit) dan unique factorsetiap variabel (faktorfaktor tidak secara jelas terlihat).

5.

Adanya koefisien nilai faktor (factor score coefficient) sehingga
faktor 1 menyerap sebagian besar seluruh variabel, faktor 2
menyerap sebagian sisa varian setelah diambil untuk faktor 1, faktor
2 tidak berkorelasi dengan faktor.

Analisis faktor termasuk pada kategori Interdependence Techniques,
yang berarti tidak ada variabel dependen ataupun variabel independen pada
analisis tersebut, yang berarti juga tidak diperlukan sebuah model tertentu untuk
analisis faktor. Hal ini berbeda dengan model Dependence Techniques seperti
regresi berganda, yang mempunyai sebuah variabel dependen dan beberapa
variabel independen sehingga diperlukan sebuah model (Santoso, 2010).
2.6 Statistik yang Relevan dengan Analisis Faktor
Statistik penting yang berkaitan dengan analisis faktor adalah:
a. Bartlett’s of sphericity yaitu suatu uji statistik yang dipergunakan untuk
menguji hipotesis bahwa variabel tidak saling berkorelasi (uncorrelated) dalam

19

Universitas Sumatera Utara

populasi. Dengan kata lain, matriks korelasi populasi merupakan matriks
identitas (identity matrix), setiap variabel berkorelasi dengan dirinya sendiri
secara sempurna dengan (r = 1) akan tetapi sama sekali tidak berkorelasi
dengan lainnya (r = 0).
Statistik uji Bartlett’s adalah:
Χ2

(2.3)

keterangan:
N = Jumlah observasi.
p

= Jumlah variabel.
= Determinan matriks korelasi.

Nilai df (degree of freedom) dihitung dengan menggunakan rumus =

b. Correlation matrix adalah matriks segitiga bagian bawah menunjukkan
korelasi sederhana r, antara semua pasangan variabel yang tercakup dalam
analisis. Nilai atau angka pada diagonal utama yang semuanya sama yaitu 1
diabaikan.
Tabel 2.1. MatriksKorelasi untuk Jumlah Variabel n = 3
X1

X2

X3

X1

1

r12

r13

X2

r21

1

r23

X3

r31

r32

1

Tabel 2.2. Matriks Korelasi untuk Jumlah Variabel n = 4
X1

X2

X3

X4

X1

1

r12

r13

r14

X2

r21

1

r23

r24

X3

r31

r32

1

r34

20

Universitas Sumatera Utara

X4

r41

r42

r43

1

c. Communality adalah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel
dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau
bagian varian yang dijelaskan oleh common factor atau besarnya sumbangan
suatu faktor terhadap varian seluruh variabel.
d. Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor dari
matriks identitas. Persamaan nilai eigen dan vektor eigen adalah:
(2.4)
keterangan:
A

= Matriks yang akan kita cari nilai eigen dan vektor eigennya

x

= Vektor eigen dalam bentuk matriks
= Nilai eigen dalam bentuk skalar

Untuk mencari nilai eigen (nilai ) dari sebuah matriks A yang berukuran n x n
maka dilakukan langkah berikut:

. Agar kedua sisi berbentuk vektor,

maka sisi kanan dikali dengan matriks identitas I, sehingga:

sehingga det
Nilai eigenvalue> 1, maka faktor tersebut akan dimasukkan ke dalam model.

e. Factor loadings adalah korelasi sederhana antara variabel dengan faktor.
f. Factor loading plot adalah suatu plot dari variabel asli dengan menggunakan
factor loadings sebagai koordinat.
g. Factor matrix yang memuat semua faktor loading dari semua variabel pada
semua factor extracted.
h. Factor score merupakan skor komposit yang diestimasi untuk setiap responden
pada faktor turunan (derived factors).
i. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO)
Kaiser Meyer Olkin (KMO) digunakan untuk mengukur kecukupan sampling
dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan

21

Universitas Sumatera Utara

koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan, di mana nilai yang tinggi
antara0,5 - 1,0 berarti analisis faktor tepat, apabila kurang dari 0,5 analisis
faktor dikatakan tidak tepat. Rumus untuk menghitung KMO adalah sebagai
berikut (Johnson&Wichern, 2002):

(2.5)
keterangan:
rij

= Koefisien korelasi sederhana antara ke-i dan ke-j.

aij = Koefisien korelasi parsial antara variabel ke-i dan ke-j.
i

= 1,2,3,...,p dan j = 1,2,3,...,p

j. Measure of sampling adequacy (MSA), yaitu suatu indeks perbandingan antara
koefisien korelasi korelasi parsial untuk setiap variabel. MSA digunakan untuk
mengukur kecukupan sampel. Rumus untuk menghitung MSA adalah sebagai
berikut:

(2.6)

keterangan:
p

= Jumlah variabel.
= Kuadrat matriks korelasi sederhana.
= Kuadrat matriks korelasi parsial.
i = 1,2,3,...,p dan j = 1,2,3...,p

k. Percentage of variance merupakan persentase varian total yang disumbangkan
oleh setiap faktor.
l. Residuals merupakan perbedaan antara korelasi yang terobservasi berdasarkan
input correlation matrix dan korelasi hasil reproduksi yang diperkirakan dari
matriks faktor.
22

Universitas Sumatera Utara

m. Scree Plot merupakan plot dari eigenvalue sebagai sumbu tegak (vertical) dan
banyaknya faktor sebagai sumbu datar, untuk menentukan banyaknya faktor
yang bisa ditarik (factor extraction).

2.7 Tahap – Tahap Pelaksanaan Analisis Faktor
1. Merumuskan masalah
Perumusan masalah dalam analisis faktor yaitu mengidentifikasi
variabel.Variabel yang digunakan harus disesuaikan berdasarkan penelitian
sebelumnya, teori dan keinginan dari peneliti.Tujuan utama faktor harus
diidentifikasi.Ukuran variabel yang sesuai adalah interval atau rasio.Untuk
menentukan banyaknya sampel berdasarkan analisis faktor sedikitnya 4 atau
5 kali banyaknya variabel.
2. Membentuk matriks korelasi
Proses analisis didasarkan suatu matriks korelasi antar variabel. Agar
analisis faktor menjadi tepat, variabel-variabel yang akan dianalisis harus
berkorelasi. Jika koefisien korelasi antar variabel terlalu kecil maka hubungan
lemah, analisis faktor tidak tepat. Karena prinsip utama analisis faktor adalah
korelasi maka asumsi-asumsi terkait akan digunakan salah satunya ialah besar
korelasi antar variabel independen harus cukup kuat misalnya 0,5.
Banyaknya faktor lebih sedikit daripada banyaknya variabel. Untuk
menghitung nilai korelasi antar variabel secara manual digunakan sebagai
berikut (Algifari, 2000:51):

(2.7)

keterangan:
N = Jumlah observasi.
X = Skor total tiap-tiap variabel.

23

Universitas Sumatera Utara

Y = Skor total.

3. Ektraksi Faktor
Terdapat dua metode ekstraksi faktor dalam analisis faktor yaitu
principal component analysis (PCA) dan common factor analysis (CFA). Di
dalam principal component analysis total varian pada data yang diperhatikan
yaitu diagonal matriks korelasi, setiap elemennya sebesar 1 dan full varian
digunakan untuk dasar pembentukan faktor, yaitu variabel-variabel baru
sebagai pengganti variabel-variabel lama yang jumlahnya lebih sedikit dan
tidak lagi berkorelasi satu sama lain. Di dalam common factor analysis faktor
diestimasi

hanya

berdasarkan

pada

common

variance.Comunalities

dimasukkan di dalam matrikskorelasi.Metode ini dianggap tepat jika tujuan
utamanya ialah mengenali/mengidentifikasi dimensi yang mendasari dan
common variance yang menarik perhatian.

4.

Penentuan Jumlah Faktor
Penentuan jumlah faktor artinya meringkas informasi yang terdapat
dalam variabel asli, sejumlah faktor yang lebih sedikit akan diekstraksi.
Beberapa jenis prosedur untuk menentukan banyaknya faktor yang harus
diekstraksi antara lain:
a. Penentuan berdasarkan eigenvalue
Dalam pendekatan ini, hanya faktor dengan eigenvalue lebih besar dari 1
yang akan dipertahankan. Suatu eigenvalue adalah jumlah varian yang
dijelaskan oleh setiap faktor. Faktor dengan nilai eigenvalue lebih kecil
dari 1 tidak lebih baik dari sebuah variabel asli, karena variabel asli telah
dibakukan (standardized) yang artinya rata-ratanya 0 dan standar
deviasinya adalah 1.
b. Penentuan berdasarkan scree plot
Scree Plot merupakan suatu plot dari eigenvalue sebagai fungsi banyaknya
faktor dalam upaya mengekstraksi. Biasanya plotakan berbeda antara

24

Universitas Sumatera Utara

slope tegak faktor dengan eigenvalue yang besar dan makin mengecil pada
sisa faktor yang tidak perlu diekstraksi. Pengecilan slope ini disebut scree.

c. Penentuan berdasarkan persentase varian
Pada pendekatan ini, banyaknya faktor yang diekstraksi ditentukan
sedemikian rupa sehingga kumulatif persentase varian yang diekstraksi
oleh faktor mencapai suatu level tertentu yang memuaskan. Ekstraksi
faktor dihentikan apabila kumulatif persentase varian sudah mencapai
paling sedikit 60% atau 75% dari seluruh varian variabel asli.

d. Penentuan berdasarkan Split-Half Reliability
Sampel dibagi menjadi dua, analisis faktor dilakukan pada masing-masing
bagian sampel tersebut.Hanya faktor dengan faktor loading yang sesuai
pada kedua sub-sampel yang dipertahankan, maksudnya faktor-faktor yang
dipertahankan memang mempunyai faktor loading yang tinggi pada
masing-masing bagian sampel.

e. Penentuan berdasarkan uji signifikansi
Dimungkinkan untuk menentukan signifikansi statistik untuk eigenvalue
yang terpisah dan pertahankan faktor-faktor yang memang berdasarkan uji
statistik eigenvaluenya pada signifikansi α = 5% atau 1%.
f. Penentuan berdasarkan apriori
Kadang-kadang karena pengalaman sebelumnya, peneliti sudah tahu
berapa banyaknya faktor sebelumnya, dengan menyebutkan suatu angka
misalnya 3 atau 4 faktor yang harus disarikan dari variabel atau data asli.
Upaya untuk menyarikan (to extract) berhenti setelah banyaknya faktor
yang diharapkan sudah didapat, misalnya cukup 4 faktor saja.

25

Universitas Sumatera Utara

5.

Rotasi Faktor
Hasil atau output yang penting dari analisis faktor adalah matriks faktor
pola (factor pattern matrix) yang memuat koefisien yang digunakan untuk
mengekspresikan variabel yang dibakukan (standardized) dinyatakan dalam
faktor. Koefisien-koefisien ini disebut muatan faktor (factor loading) yang
merupakan korelasi antara faktor dengan variabelnya.Suatu koefisien dengan
nilai absolut yang besar menunjukkan bahwa faktor dan variabel berkorelasi
sangat kuat.Koefisien tersebut bisa digunakan untuk menginterpretasi faktor.
Beberapa literatur menyarankan besarnya nilai untuk batasan factor loadings
adalah

0,3,

,

.

Dalam melakukan rotasi faktor, diharapkan setiap faktor memiliki factor
loadings atau koefisien yang tidak nol atau signifikan hanya untuk beberapa
variable. Ada dua metode rotasi faktor yang berbeda yaitu: Orthogonal dan
oblique rotation. Rotasi dikatakan orthogonal rotation jika sumbu
dipertahankan tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat). Metode oblique
rotation dapat dibedakan menjadi: quartimax, varimax, dan equimax. Rotasi
dikatakan oblique rotation jika sumbu tidak dipertahankan harus tegak lurus
sesamanya dan faktor-faktor tidak berkorelasi.Oblique rotation akan
digunakan jika faktor-faktor pada populasi diperkirakan berkorelasi kuat.
Metode ini dapat dibedakan menjadi oblimin, promax, orthobolique, Metode
rotasi yang banyak digunakan adalah varimax procedure.Prosedur ini
merupakan metode orthogonal yang berusaha meminimumkan banyaknya
variabel dengan muatan tinggi pada suatu faktor. Rotasi orthogonal
menghasilkan faktor-faktor yang saling tidak berkorelasi satu sama lain.

6. Interpretasi Faktor
Interpretasi faktor dipermudah dengan mengenali (mengidentifikasi)
variabel yang mempunyai nilai loading yang besar pada faktor yang sama.
Faktor tersebut kemudian bisa diinterpretasikan menurut variabel-variabel
yang mempunyai nilai loading yang tinggi dengan faktor tersebut.

26

Universitas Sumatera Utara

7. Menentukan Ketepatan Model (Model Fit)
Untuk mengetahui apakah model dapat dinyatakan sudah tepat dan layak
digunakan yaitu dengan melihat selisih atau nilai residual antara matriks
korelasi sebelum dilakukan analisis faktor dengan matriks korelasi setelah
dilakukan analisis faktor. Untuk menentukan sebuah model sesuai atau tidak,
maka nilai absolute residual harus kurang dari 0,05 sehingga model tersebut
dapat diterima.

27

Universitas Sumatera Utara