Penentuan Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Medan dengan Metode Analisis Faktor
Lampiran 1
Tabel Perhitungan korelasi antara variabel X1 dengan variabel X2, danvariabel X1 dengan variabel X4.
No X1 X2 X4
1 2 0 2 4 0 4 0 4
2 3 0 2 9 0 4 0 6
3 3 0 3 9 0 9 0 9
4 3 0 0 9 0 0 0 0
5 4 1 1 16 1 1 4 4
6 4 0 3 16 0 9 0 12
7 2 0 0 4 0 0 0 0
8 0 0 1 0 0 1 0 0
9 8 0 2 64 0 4 0 16
10 4 0 1 16 0 1 0 4
11 2 0 1 2 0 1 0 2
12 3 0 1 9 0 1 0 3
13 0 0 0 0 0 0 0 0
14 1 0 0 1 0 0 0 0
15 0 0 0 0 0 0 0 0
16 0 0 0 0 0 0 0 0
17 4 0 3 16 0 9 0 12
18 0 0 1 0 0 1 0 0
19 0 0 1 0 0 1 0 0
20 4 1 0 16 1 0 4 0
21 0 0 2 0 0 4 0 0
22 3 1 0 9 1 0 3 0
23 2 0 0 2 0 0 0 0
24 6 0 0 36 0 0 0 0
25 0 0 2 0 0 4 0 0
26 1 0 1 1 0 1 0 1
(2)
28 0 0 0 0 0 0 0 0
29 4 0 2 16 0 4 0 8
30 2 0 5 4 0 25 0 10
31 0 0 0 0 0 0 0 0
32 4 0 1 16 0 1 0 4
33 0 0 0 0 0 0 0 0
34 3 0 3 9 0 9 0 9
35 2 0 2 4 0 4 0 4
36 6 0 1 36 0 1 0 6
37 0 0 1 0 0 1 0 0
38 2 0 2 4 0 4 0 4
39 1 0 0 1 0 0 0 0
40 0 0 0 0 0 0 0 0
41 0 0 0 0 0 0 0 0
42 0 0 2 0 0 4 0 0
43 0 0 0 0 0 0 0 0
44 1 0 0 1 0 0 0 0
45 0 0 1 0 0 1 0 0
(3)
Korelasi Antara Variabel X1 dengan X2
=
=
=
=
= 0,241
Korelasi Antara Variabel X1 dengan X4
=
=
=
(4)
Lampiran 2
PERHITUNGAN KMO DAN MSA
Untuk menghitung KMO dan MSA maka diperlukan matriks korelasi sederhana dan matriks korelasi parsial yang semua entrinya telah dikuadratkan. Berikut ini akan disajikan matriks korelasi sederhana dan matriks korelasi parsial yang semua entrinya telah dikuadratkan.
MATRIKS KORELASI SEDERHANA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
X1 1,000 0,241 -0,120 0,254 0,034 0,043 0,008 0,108 0,099
X2 0,241 1,000 -0,124 -0,176 0,100 0,291 -0,043 0,333 0,197
X3 -0,120 -0,124 1,000 0,422 -0,092 0,055 0,245 0,089 0,537
X4 0,254 -0,176 0,422 1,000 -0,215 -0,071 0,059 0,048 0,238
Σ = X5 0,034 0,100 -0,092 -0,215 1,000 0,256 0,028 -0,089 0,040
X6 0,043 0,291 0,055 -0,071 0,256 1,000 0,134 0,014 0,195
X7 0,008 -0,043 0,245 0,059 0,028 0,134 1,000 0,039 0,615
X8 0,108 0,333 0,089 0,048 -0,089 0,014 0,039 1,000 0,241
(5)
Lanjutan Lampiran 2 Matriks Korelasi Parsial
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
X1 -0,224 0,270 -0,382 -0,076 0,024 0,003 -0,011 -0,088
X2 -0,224 0,167 0,227 0,023 -0,269 0,245 -0,283 -0,291
X3 0,270 0,167 -0,347 0,042 -0,054 0,155 -0,008 -0,497
X4 -0,382 0,227 -0,347 0,195 0,007 0,107 -0,015 -0,089
A = (aij) = X5 -0,076 0,023 0,042 0,195 -0,224 0,046 0,104 -0,089
X6 0,024 -0,269 -0,054 0,007 -0,224 -0,076 0,089 -0,040
X7 0,003 0,245 0,155 0,107 0,046 -0,076 0,069 -0,627
X8 -0,011 -0,283 -0,008 -0,015 0,104 0,089 0,069 -0,160
X9 -0,088 -0,291 -0,497 -0,089 -0,089 -0,040 -0,627 -0,160
Kuadrat Matriks Korelasi Sederhana
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Jumlah
X1 0,0581 0,0144 0,0645 0,0012 0,0019 0,0001 0,0117 0,0098 0.1615
X2 0,0581 0,0154 0,0301 0,0100 0,0847 0,0019 0,1109 0,0388 0.3507
X3 0,0144 0,0154 0,1781 0.0085 0.0030 0.0600 0.0079 0.2884 0.5757
X4 0,0645 0,0301 0,1781 0.0462 0.0050 0.0035 0.0023 0.0566 0.3873
Σ = ( ) = X5 0,0012 0,0100 0.0085 0.0462 0.0655 0.0008 0.0080 0.0016 0.1417
X6 0,0019 0,0847 0.0030 0.0050 0.0655 0.0180 0.0002 0.0380 0.2163
X7 0,0001 0,0019 0.0600 0.0035 0.0008 0.0180 0.0015 0.3782 0.4639
X8 0,0117 0,1109 0.0079 0.0023 0.0080 0.0002 0.0015 0.0581 0.2005
X9 0,0098 0,0388 0.2884 0.0566 0.0016 0.0380 0.3782 0.0581 0.8696
(6)
Lanjutan Lampiran 2
Kuadrat Matriks Korelasi Parsial
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 Jumlah
X1 0.0502 0.0729 0.1459 0.0058 0.0006 0 0.0001 0.0077 0.2832
X2 0.0502 0.0000 0.0279 0.0515 0.0005 0.0724 0.06 0.0801 0.0847 0.4273
X3 0.0729 0.0279 0.0000 0.1204 0.0018 0.0029 0.024 0.0001 0.247 0.497
X4 0.1459 0.0515 0.1204 0.0000 0.038 0.0001 0.0115 0.0002 0.0079 0.3755
D = ( ) = X5 0.0058 0.0005 0.0018 0.038 0.0000 0.0502 0.0021 0.0108 0.0079 0.1171 X6 0.0006 0.0724 0.0029 0.0001 0.0502 0.0000 0.0058 0.0079 0.0016 0.1415
X7 0 0.06 0.024 0.0115 0.0021 0.0058 0.0000 0.0048 0.3931 0.5013
X8 0.0001 0.0801 0.0001 0.0002 0.0108 0.0079 0.0048 0.0000 0.0256 0.1296
X9 0.0077 0.0847 0.247 0.0079 0.0079 0.0016 0.3931 0.0256 0.0000 0.7755
(7)
Lanjutan Lampiran 2
1) KMO=
= 0,509
2) MSA =
= = 0,364
= = 0,451
= = 0,537
= = 0,508
= = 0,548
= = 0,605
= = 0,481
= = 0,608
(8)
Lampiran 3
NILAI KOMUNALITAS
Variabel
X1 -0,125 0,170 0,218 0,854 0,015625 0,0289 0,047524 0,729316 0,821365
X2 -0,081 0,327 0,785 0,108 0,006561 0,106929 0,616225 0,011664 0,741379
X3 0,773 -0,203 -0,106 0,092 0,597529 0,041209 0,011236 0,008464 0,658438
X4 0,384 -0,349 -0,200 0,688 0,147456 0,121801 0,04 0,473344 0,782601
X5 -0,046 0,765 -0,119 -0,034 0,002116 0,585225 0,014161 0,001156 0,602658
X6 0,193 0,684 0,164 0,035 0,037249 0,467856 0,026896 0,001225 0,533226
X7 0,727 0,212 0,005 -0,103 0,528529 0,044944 0,000025 0,010609 0,584107
X8 0,159 -0,248 0,805 0,005 0,025281 0,061504 0,648025 0,000025 0,734835
(9)
Lampiran 4
OUTPUT SPSS
Tabel Korelasi Matriks
(10)
Tabel Anti Image Matrices
Tabel Eigenvalue, Nilai Varians Kumulatif
(11)
Tabel Faktor Loading Sebelum Dirotasi
Tabel Faktor Loading Setelah Dirotasi
(12)
(13)
DAFTAR PUSTAKA
Algifari. 2000. Analisis Regresi Teori, Kasus, dan Solusi. Yogyakarta: BFFE Yogyakarta.
Anggraningrum R. 2002. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebab tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan tol jagorawi tahun 2001. Skripsi. Fakultas kesehatan masyarakat. Universitas Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2015. Sumatera Utara Dalam Angka. Medan. BPS Prov. Sumut.
Direktorat jendral Perhubungan Darat. 2005. Master plan transportasi darat. Jakarta : departemen perhubungan.
Ditjen Perhubungan Darat. 2008. Jumlah kendaraan bermotor dibandingkan jumlah kecelakaan kendaraan bermotor berdasarkan jenis kendaraan 2002-2007. Jakarta diakses melalui www.dephub.go.id
Djaja, S. dkk 2016. Gambaran kecelakaan lalu lintas di Indonesia tahun 2010-2014. Jurnal ekologi kesehatan. 15(1) : 30-42
Jonathan Sarwono. Statistik Itu Mudah. Penerbit Andi.
Kartika. M. 2009. Kecelakaan Lalu Lintas pada Pengendara Sepeda Motor di Wilayah Depok Tahun 2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta. Diakses melalui www.digilib.ui.ac.id
Manurung, J.R.H. 2012. Hubungan Faktor-Faktor Penyebab dan Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Pengendara Sepeda Motor di Kota Medan Tahun 2008-2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan
Santoso, Singgih. 2010. Menggunakan SPSS Untuk Statistik Multivariat.Jakarta: PT. Alex Media Komputindo.
Santoso, Singgih. Aplikasi SPSS pada Statistik Multivariat. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo.
(14)
Simarmata,Y.W. 2008. Kecelakaan Lalu Lintas pada Pengendara Sepeda Motor Tahun 2007 di Wilayah Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia, Jakarta. Diakses melalui www.digilib.ui.ac.id
Sinaga,M.K. 2012. Gambaran Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Medan Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.
Soerjono Soekanto,1984, Inventarisasi dan Analisa terhadap Perundang-undangan Lalu Lintas, Pusat Penelitian dan Pengembangan, Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, CV. Rajawali, Jakarta, hlm. 21
Supranto, J. 2004. Analisis Multivariate Arti dan Interprestasi. Jakarta:PT. Rineka Cipta.
Sudjana. 2005. Metode Statistika. Bandung : PT. Tarsito.
Syafrizal Helmi Situmorang. dkk. Analisis Data Penelitian. USU press
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009. tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Warpani, Suwardjoko P. 2002. Pengelolaan Lalu Lintas dan Angutan Jalan. Bandung: ITB
(15)
BAB 3
PEMBAHASAN DAN HASIL
3.1Prosedur Penelitian
Pengambilan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data sekunder yang diperoleh dari Kantor Kepolisian Resor Kota Medan dalam data publikasi
“Catatan Kecelakaan Lalu Lintas tahun 2012-2015. Waktu pelaksanaan pengambilan dan pengumpulan data selama 1 bulan dimulai dari Maret 2016 sampai dengan April 2016. Adapun variabel-variabel yang dianalisis pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
( ) = Hujan
( ) = Pohon Tumbang ( ) = Tikungan Tajam ( ) = Lobang
( ) = Rem Tdak Berfungsi ( ) = Ban Kurang Baik ( ) = Batas Kecepatan ( ) = Mengantuk ( ) = Tidak Tertib
(16)
Adapun data yang akan dianalisis adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 Data Jumlah Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas Kota Medan Berdasarkan Jenis Faktornya Tahun 2012-2015.
Tahun
2012 Hujan Pohon Tumbang Tikungan Tajam Lobang
Rem Tidak Berfungsi
Ban Kurang Baik
Batas
Kecepatan Mengantuk Tidak Tertib
Januari 2 0 3 2 1 0 62 2 123
Februari 3 0 4 2 2 0 52 1 133
Maret 3 0 6 3 1 0 32 0 124
April 3 0 2 0 1 0 48 1 102
Mei 4 1 3 1 3 2 40 1 123
Juni 4 0 3 3 0 0 34 0 99
Juli 2 0 2 0 1 0 52 1 109
Agustus 0 0 3 1 2 2 45 1 100
September 8 0 1 2 1 0 43 2 86
Oktober 4 0 1 1 2 1 45 0 88
November 2 0 2 1 1 0 31 0 74
Desember 3 0 1 1 0 1 28 0 70
Jumlah 38 1 31 17 15 6 512 9 1231
Tahun
2013 Hujan Pohon Tumbang Tikungan Tajam Lobang
Rem Tidak Berfungsi
Ban Kurang Baik
Batas
Kecepatan Mengantuk Tidak Tertib
Januari 0 0 1 0 0 0 16 0 45
Februari 1 0 1 0 3 0 27 0 49
(17)
April 0 0 0 0 1 0 17 1 44
Mei 4 0 7 3 0 0 44 0 101
Juni 0 0 4 1 1 0 54 0 113
Juli 0 0 2 1 0 0 54 0 118
Agustus 4 1 1 0 0 0 33 4 114
September 0 0 11 2 1 0 35 1 119
Oktober 3 1 0 0 1 0 34 0 69
November 2 0 0 0 1 0 36 0 64
Desember 6 0 1 0 2 0 24 0 58
Jumlah 20 2 30 7 11 0 393 7 935
Tahun
2014 Hujan Pohon Tumbang Tikungan Tajam Lobang
Rem Tidak Berfungsi
Ban Kurang Baik
Batas
Kecepatan Mengantuk Tidak Tertib
Januari 0 0 3 2 2 0 19 1 70
Februari 1 0 2 1 1 0 54 0 84
Maret 1 0 2 3 0 0 35 0 75
April 0 0 1 0 0 0 16 0 79
Mei 4 0 1 2 3 0 44 0 67
Juni 2 0 3 5 0 0 27 2 77
Juli 0 0 4 0 0 1 54 0 87
Agustus 4 0 1 1 0 0 36 0 80
September 0 0 1 0 2 0 19 0 74
Oktober 3 0 1 3 1 0 34 0 75
(18)
Desember 6 0 1 1 0 0 24 0 77
Jumlah 23 0 22 20 9 1 395 3 924
Tahun
2015 Hujan Pohon Tumbang Tikungan Tajam Lobang
Rem Tidak Berfungsi
Ban Kurang Baik
Batas
Kecepatan Mengantuk Tidak Tertib
Januari 0 0 1 1 2 0 37 0 89
Februari 2 0 4 2 0 0 53 0 70
Maret 1 0 2 0 1 0 33 2 75
April 0 0 1 0 1 0 49 0 80
Mei 0 0 3 0 2 0 41 0 99
Juni 0 0 1 2 0 0 35 0 81
Juli 0 0 2 0 0 0 53 0 90
Agustus 1 0 1 0 3 0 46 0 95
September 0 0 3 1 0 0 44 3 85
Oktober 2 0 1 0 1 0 46 0 112
November 3 0 2 1 1 0 32 0 105
Desember 1 0 3 0 1 0 29 0 110
Jumlah 10 0 24 7 12 0 498 5 1091
(19)
3.2Perhitungan Analisis Faktor
Proses untuk mendapatkan model umum dari analisis faktor melalui beberapa tahapan. Dalam penelitian ini menggunakan SPSS 18.0 sebagai alat bantu untuk mempermudah proses perhitungan. Setelah data diolah menggunakan SPSS 18.0 maka akan dilakukan analisis tahap demi tahap dari proses analisis faktor.
3.2.1 Membentuk Matriks Korelasi
Matriks korelasi merupakan matriks yang memuat koefisien-koefisien dari semua pasangan variabel penelitian.Matriks ini digunakan untuk mendapatkan nilai kedekatan hubungan antar variabel, nilai kedekatan ini dapat digunakan untuk melakukan beberapa pengujian untuk melihat kesesuaian dengan nilai korelasi yang diperoleh dari analisis faktor. Adapun korelasi variabel kecelakaan lalu lintas dapat dilihat pada Lampiran 1. Dengan menggunakan rumus 2.7 maka diperoleh hasil perhitungan korelasi sebagai berikut:
Korelasi antara Variabel X1 dengan Variabel X2
N = 45 = 331
= 85 = 7.225
= 3 = 3
= 11 = 9
(2.7)
=
=
(20)
=
=
=
= 0,241Korelasi antara Variabel X1 dengan Variabel X4
N = 45 = 331
= 85 = 7.225
= 50 = 118
= 121 = 2.500
=
=
=
= 0,254Maka diperoleh korelasi antara variabel X1 dengan variabel X2 sebesar 0,241 dan korelasi antara variabel X1 dengan variabel X4 sebesar 0,254.
Dengan bantuan program SPSS 18.0 maka diperoleh korelasi antar variabel sebagai berikut:
Tabel 3.2 Matriks Korelasi
(21)
X1 1 0,241 -0,120 0,254 0,034 0,043 0,008 0,108 0,099
X2 0,241 1 -0,124 -0,176 0,100 0,291 -0,043 0,333 0,197
X3 -0,120 -0,124 1 0,422 -0,092 0,055 0,245 0,089 0,537
X4 0,254 -0,176 0,422 1 -0,215 -0,071 0,059 0,048 0,238
X5 0,034 0,100 -0,092 -0,215 1 0,256 0,028 -0,089 0,040
X6 0,043 0,291 0,055 -0,071 0,256 1 0,134 0,014 0,195
X7 0,008 -0,043 0,245 0,059 0,028 0,134 1 0,039 0,615
X8 0,108 0,333 0,089 0,048 -0,089 0,014 0,039 1 0,241
X9 0,099 0,197 0,537 0,238 0,040 0,195 0,615 0,241 1
Dari Tabel 3.2 menunjukkan korelasi yang cukup kuat antara variabel dengan variabel sehingga diharapkan nantinya bahwa variabel-variabel ini akan berkorelasi dengan faktor yang sama. Perhitungan nilai korelasi masing-masing variabel dapat diperoleh dengan menggunakan rumus korelasi.
Dalam tahap lain, hal yang perlu dilakukan agar analisis faktor dapat dilaksanakan yaitu dengan melihat nilai uji Bartlett’s test of sphericitydan uji
Kaiser Meyer Olkin (KMO) digunakan untuk mengukur kecukupan sampling dengan cara membandingkan besarnya koefisien korelasi yang diamati dengan koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan. Dengan fungsinya tersebut, uji KMO dapat menentukan layak atau tidaknya analisis faktor terhadap suatu data.Sedangkan Batrlett’s test of sphericity dipergunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak berkorelasi di dalam populasi. Kriteria kesesusaian dalam pemakaian analisis faktor adalah:
a. Jika harga KMO sebesar 0,9 berarti sangat sangat memuaskan, b. Jika harga KMO sebesar 0,8 berarti memuaskan,
c. Jika harga KMO sebesar 0,7 berarti harga menengah, d. Jika harga KMO sebesar 0,6 berarti cukup,
e. Jika harga KMO sebesar 0,5 berarti kurang memuaskan, f. Jika harga KMO kurang dari 0,5 tidak dapat diterima.
(22)
Kelengkapan matriks dapat dilihat pada Lampiran 2. Dengan menggunakan rumus 2.5 maka diperoleh hasil perhitungan KMO sebagai berikut:
KMO=
= 0,509
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai KMO lebih besar dari 0,5 yaitu sebesar 0,509 sehingga dapat disimpulkan data layak untuk dianalisis.
Untuk menguji apakah matriks korelasi sederhana bukan merupakan suatu matriks identitas, maka digunakan uji Bartlett’s test dengan pendekatan statistik chi square. Dengan menggunakan rumus 2.3 maka diperoleh hasil perhitungan sebagai berikut:
1. Menentukan Hipotesis
: Matriks korelasi sederhana merupakan matriks identitas : Matriks korelasi sederhana bukan merupakan matriks identitas 2. Statistik Uji
3. Taraf nyata α dan nilai dari tabel diperoleh:
α = 5% = 0,05
dengan df
= 50,998 4. Kriteria pengujian: H0 ditolak apabila H0 diterima apabila 5. Det (R) = 0,145
(23)
77,634
Dari hasil perhitungan diperoleh sehingga H0 ditolak.Dengan demikian, dapat disimpulkan matriks korelasi sederhana bukan merupakan matriks identitas.
Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) digunakan untuk mengukur kecukupan sampling (sampling adequacy) sedangkan Bartlett’s test of sphericity dipergunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tak berkorelasi di dalam populasi. Dengan menggunakan SPSS 18.0 diperoleh hasil KMO dan Bartlett’s test sebagai berikut: Tabel 3.3 Pengujian KMO dan Bartlett’stest Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. 0,509
Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square 77,634
Df 36
Sig. 0,000
Pada Tabel 3.3 diperoleh nilai KMO sebesar 0,509. Hal ini menunjukkan bahwa nilai KMO yang diperoleh tersebut lebih besar dari 0,5. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel indikator yang mempengaruhi perhitungan Jumlah tingkat kecelakaan lalu lintas sudah memenuhi syarat yang berimplikasi data dapat dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis faktor.Kemudian untuk menguji korelasi data dengan menggunakan Bartlett’s test diperoleh hasil sig (level of significance) sebesar 0,000. Hal ini mengidentifikasikan bahwa matriks korelasi antar variabel tidak sama dengan matriks identitas atau dengan kata lain ada korelasi antar variabel.
(24)
Menurut Santoso (2005) Angka MSA (Measure of Sampling Adequency) berkisar antara 0 sampai 1 dengan kriteria sebagai berikut:
MSA = 1, variabel dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh variabel lain.
MSA ≥ 0,5, variabel masih bisa diprediksi dan bisa dianalisis lebih lanjut. MSA < 0,5, variabel tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut.
Hipotesis untuk uji di atas adalah:
: Sampel belum memadai untuk dianalisis lebih lanjut : Sampel sudah memadai untuk dianalisis lebih lanjut
Kriteria untuk melihat probabilitas (tingkat signifikansi) adalah sebagai berikut:
Angka Sig ≥ 0,05, maka diterima Angka Sig < 0,05, maka ditolak
Dari Tabel 3.3 menunjukkan besaran nilai Bartlett's Test of Sphericity
adalah 77,634 pada signifikan 0,000 yang berarti pada penelitian ini ada korelasi yang sangat signifikan antar variabel. Hal ini mengidentifikasikan bahwa matriks korelasi antar variabel tidak sama dengan matriks identitas atau dengan kata lain ada korelasi antar variabel. Hasil perhitungan KMO sebesar 0,509 sehingga kecukupan sampel sudah memadai, maka variabel dan sampel sudah layak untuk dianalisis lebih lanjut.
Tabel 3.4 berikut yaitu nilai matriks anti image correlation khususnya nilai pada angka koefisien korelasi yang berada pada off diagonal (nilai yang ditebalkan). Apabila nilai matriks anti image correlation lebih kecil dari 0,5 maka variabel tersebut harus dikeluarkan atau dieliminasi dari analisis faktor.
Tabel 3.4Anti Image Matrices
Variabel X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
X1 -0,224 0,270 -0,382 -0,076 0,024 0,003 -0,011 -0,088
(25)
X3 0,270 0,167 -0,347 0,042 -0,054 0,155 -0,008 -0,497
X4 -0,382 0,227 -0,347 0,195 0,007 0,107 -0,015 -0,089
X5 -0,076 0,023 0,042 0,195 -0,224 0,046 0,104 -0,089
X6 0,024 -0,269 -0,054 0,007 -0,224 -0,076 0,089 -0,040
X7 0,003 0,245 0,155 0,107 0,046 -0,076 0,069 -0,627
X8 -0,011 -0,283 -0,008 -0,015 0,104 0,089 0,069 -0,160
X9 -0,088 -0,291 -0,497 -0,089 -0,089 -0,040 -0,627 -0,160
aMeasure of Sampling Adequacy (MSA)
Dari Tabel 3.4 menunjukkan ada 6 variabel yang memenuhi kriteria angka MSA lebih besar dari 0,5 yang berarti ada 3 variabel yang tereduksi dan 6 variabel masih bisa diprediksi untuk dianalisa lebih lanjut. Perhitungan nilai MSA secara manual dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.2.2 Ekstraksi Faktor
Pada tahap ini akan dilakukan proses inti dari analisis faktor, yaitu melakukan ekstraksi terhadap sekumpulan variabel yang ada pada KMO > 0,5 sehingga terbentuk satu atau lebih variabel.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Principal Componen Analysis (Analisis Komponen Utama) karena tujuan dari analisis komponen faktor adalah mereduksi. Secara sederhana, sebuah variabel akan mengelompok ke suatu faktor yang terdiri atas variabel-variabel lain jika variabel tersebut berkorelasi dengan sejumlah variabel lain yang masuk ke dalam kelompok faktor tertentu. Ketika sebuah variabel berkorelasi dengan variabel lain, variabel tersebut berbagi varian dengan variabel tersebut, dengan jumlah varian yang dibagikan adalah besar korelasi pangkat 2 ( ). Sebagai contoh jika variabel 1 dengan variabel 2 mempunyai korelasi sebesar 0,4 maka variabel 1 membagi 16% atau ( ) dari variannya dengan variabel 2.
Tabel 3.5 Komunalitas
No Variabel Initial Extraction
1 ( ) = Hujan 1,000 0,821
(26)
3 ( ) = Tikungan Tajam 1,000 0,659
4 ( ) = Lobang 1,000 0,783
5 ( ) = Rem Tidak Berfungsi 1,000 0,603
6 ( ) = Ban Kurang Baik 1,000 0,533
7 ( ) = Batas Kecepatan 1,000 0,584
8 ( ) = Mengantuk 1,000 0,735
9 ( ) = Tidak Tertib 1,000 0,834
Extraction Method: Principal Component Analysis
Menurut Santoso (2002), komunalitas adalah besarnya varian yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Semakin besar nilai komunalitas, semakin erat pula hubungan variabel yang bersangkutan dengan faktor yang terbentuk.Untuk variabel hujan, nilai komunalitasnya adalah 0,821. Hal ini berarti sekitar 82,1% varian dari variabel tersebut bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Untuk variable tidak tertib, nilai komunalitasnya adalah 0,834. Hal ini berarti sekitar 83,4% varian dari variabel tersebut bisa dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Demikian seterusnya untuk variabel lainnya, dengan ketentuan bahwa semakin besar komunalitas sebuah variabel, berarti semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk.Nilai komunalitas diperoleh dari jumlah kuadrat masing-masing factor loading sebuah variabel.
Dari Tabel 3.5 menunjukkan bahwa 9 variabel diuji memenuhi persyaratan komunalitas, yaitu lebih besar dari 0,5. Tahap selanjutnya adalah melihat nilai eigenvalue.Perhitungan nilai komunalitas dapat dilihat pada Lampiran 3.
Tabel 3.6 Nilai Eigenvalue untuk Setiap Faktor
Faktor/Komponen Initial Eigenvalues
Total % of Variance Cumulative %
(27)
2 1,698 18,872 43,377
3 1,341 14,900 58,277
4 1,048 11,640 69,917
5 0,851 9,461 79,378
6 0,723 8,038 87,416
7 0,536 5,961 93,376
8 0,373 4,143 97,520
9 0,223 2,480 100,000
Dari Tabel 3.6 menunjukkan bahwa terdapat 9 variabel yang akan di masukkan ke dalam analisis faktor. Dengan masing-masing variabel mempunyai varian 1, maka total varian adalah 9 × 1 = 9. Jika dalam 9 variabel tersebut dapat diringkas menjadi 1 faktor, maka varian yang dapat dijelaskan oleh 1 faktor tersebut adalah : 100% = 24,5%. Jika 9 variabel dapat di ekstrak menjadi 4 faktor, maka
varian yang dapat dijelaskan oleh 4 faktor tersebut adalah sebagai berikut: Varian faktor pertama adalah 24,5 %
Varian faktor kedua adalah 100% = 18,866 %
Varian faktor ketiga adalah 100% = 14,9 %
Varian faktor keempat adalah 100% = 11,644 %
Total keempat faktor yang dapat menjelaskan adalah:
24,5+18,866+14,9+11,644 = 69,91% atau 69,91 dari variabelitas 9 variabel asli tersebut, sehingga dari Tabel 3.6 di atas terlihat 4 faktor yang akan terbentuk.
3.2.3 Penentuan Jumlah Faktor
Penentuan banyaknya faktor yang dilakukan dalam analisis faktor adalah mencari variabel terakhir yang disebut faktor yang saling tidak berkorelasi, bebas satu sama lainnya, lebih sedikit jumlahnya daripada variabel awal akan tetapi dapat menyerap sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel awal
(28)
atau yang dapat memberikan sumbangan terhadap varian seluruh variabel. Beberapa prosedur yang dapat digunakan dalam menentukan banyaknya faktor antara lain adalah sebagai berikut:
a. Penentuan berdasarkan nilai eigenvalue
Dalam pendekatan ini hanya faktor dengan nilai eigenvalue lebih dari satu dipertahankan, faktor lainnya yang eigenvaluenya satu atau kurang dari satu tidak lagi dimasukkan di dalam model.Seluruh eigenvalue menunjukkan besarnya sumbangan dari faktor terhadap varian seluruh variabel asli.
Tabel 3.7 Sumbangan Masing-masing Faktor terhadap Varian Seluruh Variabel Asli
Faktor/Komponen Initial Eigenvalues
Total % of Variance Cumulative %
1 2,205 24,505 24,505
2 1,698 18,872 43,377
3 1,341 14,900 58,277
4 1,048 11,640 69,917
Extraction Method: Principal Component Analysis
Dari Tabel 3.7 menunjukkan ada 4 faktor atau komponen yang eigenvaluenya lebih dari 1 yaitu faktor 1, 2, 3, dan 4 masing-masing dengan eigenvaluenya adalah 2,205; 1,698; 1,341; dan 1,048.
b. Penentuan berdasarkan Scree Plot
Setelah diketahui bahwa 4 faktor tersebut adalah jumlah yang paling optimal, maka Tabel 3.6 di atas menunjukkan distribusi dari 9 variabel tersebut pada 4 faktor yang ada. Untuk itu selanjutnya dilihat dari tabel total varians explained diatas, maka nilai initial eigenvalues dapat dilhat melalui grafik
(29)
Gambar 3.1 Scree Plot
Dilihat pada Gambar 3.1 menjelaskan grafik dari faktor satu ke dua yang ditunjukkan oleh garis dari sumbu component number yaitu angka 1 ke 2 menunjukkan arah garis menurun dengan tidak terlalu tajam kebawah. Kemudian dari angka 2 ke 3 garis tersebut masih menurun sama seperti garis sebelumnya, sampai pada angka 3 ke 4 garis batas dari eigenvalues pada sumbu Y masih tidak melewati namun sudah pada slope yang lebih kecil. Pada saat perpindahan dari angka 4 ke angka 5, faktor tersebut sudah dibawah angka 1 dari sumbu Y. Scree
dimulai pada faktor ke 5 dan terlihat gerakan kurva semakin melemah, kemudian merata dan tidak terjadi keretakan lagi, sehingga dari semua nilai initial eigenvalues tersebut, maka dari faktor yang sudah dibentuk menunjukkan bahwa 4 faktor adalah paling baik untuk meringkas dari 9 variabel tersebut.
c. Penentuan berdasarkan nilai persentase varian
Pada pendekatan ini, banyaknya faktor yang diekstraksi ditentukan sedemikian rupa sehingga kumulatif persentase varian yang diekstraksi oleh faktor mencapai suatu level tertentu yang memuaskan. Ekstraksi faktor dihentikan apabila kumulatif persentase varian sudah mencapai paling sedikit 60% atau 75% dari seluruh varian variabel asli. Dari Tabel 3.7 menunjukkan persentase varian
(30)
sebesar 69,917%, artinya ekstraksi faktor sudah dapat dihentikan sebanyak 4 faktor.
3.2.4 Rotasi Faktor
Bagian terpenting dari analisis faktor adalah matrix factor atau disebut juga komponen matriks. Untuk mengetahui variabel mana yang dapat dimasukkan ke dalam faktor 1, 2, 3 atau 4 maka dilakukan uji kelayakan dengan menggunakan komponen matriks. Matrix factor berisi koefisien yang digunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan dinyatakan dalam faktor. Koefisien ini merupakan factor loading yang mewakili koefisien antara faktor dengan variabel.
Matrix factor atau komponen matriks awal dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut:
Tabel 3.8 Matrix factor(a) (Sebelum Rotasi)
Variabel
Component
1 2 3 4
X1 0,182 0,271 0,589 0,606
X2 0,172 0,760 0,326 -0,165
X3 0,703 -0,384 -0,122 -0,046
X4 0,474 -0,484 0,389 0,416
X5 -0,042 0,496 -0,463 0,374
X6 0,266 0,567 -0,303 0,222
X7 0,658 0,008 -0,385 -0,060
X8 0,341 0,302 0,499 -0,527
X9 0,896 0,091 -0,131 -0,078
Pada rotasi faktor, matriks faktor ditransformasikan ke dalam matriks yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dalam mengimplementasikannya. Dalam analisis ini rotasi faktor dilakukan dengan metode varimax rotation, yaitu rotasi
(31)
tinggi pada sebuah faktor, sehingga lebih mudah menginterpretasikannya. Rotasi
orthogonal menghasilkan faktor-faktor yang tidak berkorelasi. Matrix factor yang dirotasi membentuk dasar untuk menginterpretasikan faktor atau komponen yaitu berapa banyaknya faktor yang harus diekstraksi dari variabel asli.
Tabel 3.9 RotatedComponentMatrix (a) (Sesudah Rotasi) Variabel
Component
1 2 3 4
X1 -0,125 0,170 0,218 0,854
X2 -0,081 0,327 0,785 0,108
X3 0,773 -0,203 -0,106 0,092
X4 0,384 -0,349 -0,200 0,688
X5 -0,046 0,765 -0,119 -0,034
X6 0,193 0,684 0,164 0,035
X7 0,727 0,212 0,005 -0,103
X8 0,159 -0,248 0,805 0,005
X9 0,857 0,147 0,259 0,103
Extraction Method: Principal Component Analysis
Setelah diketahui empat faktor adalah jumlah yang paling optimal, Tabel 3.9 merupakan hasil rotasi yang memperlihatkan distribusi variabel yang lebih jelas dan nyata. Untuk melihat variabel mana yang akan dimasukkan kedalam faktor 1, 2, 3 dan 4 dengan melihat nilai factor loading tertinggi pada tiap baris faktor. Variabel hujan (X1) masuk ke faktor 4 karena memiliki nilai factor loading tertinggi (0,854). Variabel rem tidak berfungsi (X5) masuk ke dalam faktor 2 karena memiliki nilai factor loading tertinggi (0,765). Variabel mengantuk (X8) masuk ke dalam faktor 3 karena memiliki nilai factor loading tertinggi (0,805). Variable tidak tertib (X9) masuk ke dalam faktor 1 karena memiliki nilai factor
loading tertinggi (0,857), demikian seterusnya sehingga diperoleh 4 faktor dengan masing-masing variabel yang termasuk didalamnya.
(32)
Tabel 3.10 Korelasi antara Variabel Sebelum dan Setelah Dirotasi
Variabel
Korelasi antara
variabel Faktor Faktor akhir
variabel Sebelum rotasi Sesudah rotasi Sebelum rotasi Sesudah rotasi
X1 0,182 -0,125 4 4 4
X2 0,172 -0,081 2 3 3
X3 0,703 0,773 1 1 1
X4 0,474 0,384 1 4 4
X5 -0,042 -0,046 2 2 2
X6 0,266 0,193 2 2 2
X7 0,658 0,727 1 1 1
X8 0,341 0,159 3 3 3
X9 0,896 0,857 1 1 1
3.2.5 Interpretasi Faktor
Interpretasi hasil dilakukan dengan melihat factor loading. Factor loading adalah angka yang menunjukkan besarnya korelasi antara suatu variabel dengan faktor satu, dua, tiga dan empat yang terbentuk. Berdasarkan interpretasi dari matriks faktor diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3.11 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas
No Faktor Variabel Eigenvalue Factor
Loading Variance(%)
1. F1 2,205 0,773
0,727 0,857
24,505
2. F2 1,698 -0,046
0,193
(33)
X6
3. F3 1,341 -0,081
0,159
14,900
4. F4
X4
1,048 -0,125
0,384
11,640
Dengan demikian dari 9 variabel telah direduksi menjadi empat faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di kota Medan, yaitu:
1. Faktor 1 (F1) terdiri atas variabel (tidak tertib), (batas kecepatan), (tikungan tajam). Faktor ini diberi nama faktor penyebab pengemudi.
2. Faktor 2 (F2) terdiri atas variabel (rem tidak berfungi), X6 (ban kurang
baik) Faktor ini diberi nama faktor penyebab kendaraan.
3. Faktor 3 (F3) terdiri atas variabel (pohon tumbang) dan variabel (mengantuk). Faktor ini diberi nama faktor penyebab lingkungan.
4. Faktor 4 (F4) terdiri atas variabel (hujan) dan variable X4 (lobang). Faktor
ini diberi nama faktor penyebab jalan.
Interpretasi hasil berdasarkan nilai eigenvalue dari setiap faktor dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Faktor dominan pertama yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di kota medan adalah faktor penyebab pengemudi (24,505%). Faktor ini terdiri atas variabel (tidak tertib) dengan factor loading 0,857, (tikungan tajam) dengan factor loading 0,773, (batas kecepatan) dengan factor loading 0,727. Dapat dilihat variabel yang memiliki factor loading terbesar yaitu variabel (tidak tertib) dengan factor loading
0,857 berpengaruh paling kuat terhadap jumlah tingkat kecelakaan lalu lintas di kota medan.
b. Faktor dominan kedua yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di kota medan adalah faktor penyebab kendaraan (18,872%). Faktor ini terdiri dari variabel (rem tidak berfungsi) dengan factor loading -0,046, X6 (ban kurang baik) dengan factor loading 0,193. Dapat dilihat
(34)
bahwa pada faktor kecelakaan penyebab kendaraan yang memiliki factor loading tertinggi terjadi pada variable ban kurang baik.
c. Faktor dominan ketiga adalah faktor penyebab lingkungan (14,900%). Faktor ini terdiri dari variabel (pohon tumbang) dengan factor loading
-0,081 dan variabel (mengantuk) dengan factor loading 0,159. Dari kedua variabel tersebut yang mempunyai pengaruh terbesar pada tingkat kecelakaan di kota medan adalah variabel (mengantuk) karena memiliki factor loading terbesar.
d. Faktor dominan keempat adalah faktor penyebab jalan (11,640%). Faktor ini terdiri dari variabel (lobang) dengan factor loading 0,384 dan variable X1 (hujan) dengan factor loading -0,125. Maka faktor penyebab jalan dengan variable terbesar pada lobang.
3.2.6 Menetukan Ketepatan Model (Model Fit)
Menentukan ketepatan model (model fit) merupakan proses akhir dari analisis faktor. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar selisih (residual) antara korelasi yang diamati dengan korelasi yang diproduksi berdasarkan hasil estimasi matriks faktor. Jika banyak selisih (residual) yang nilainya lebih besar dari 0,05 (>0,05) artinya model faktor tidak tepat dan perlu dipertimbangkan kembali. Sebaliknya jika banyak selisih (residual) yang nilainya lebih kecil dari 0,05 (<0,05) berarti model sudah tepat. Berikut merupakan hasil uji ketepatan model (model fit) dengan menggunakan program SPSS for windows 18.0.
Tabel 3.12 Selisih (Residual) antar Matriks Korelasi Sebelum Analisis Faktor dengan Matriks Korelasi Setelah dilakukan Analisis Faktor
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
X1
X2 -0,088
(35)
X4 -0,182 0,051 -0,030
X5 -0,046 -0,057 0,089 0,069
X6 -0,115 -0,050 0,059 0,102 -0,238
X7 0,150 -0,046 -0,265 -0,075 -0,104 -0,148
X8 -0,010 -0,205 0,001 0,058 0,205 0,021 -0,027
X9 0,037 0,004 -0,078 -0,059 0,002 -0,117 -0,030 -0,068
Dari Tabel 3.12 dapat dilihat nilai residual yang lebih besar dari 0,05 adalah sebanyak 8 komponen (22,22% < 50%). Dengan keadaan residual tersebut, maka model dapat dinyatakan sudah tepat dan layak untuk digunakan
(36)
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Setelah dilakukan analisis faktor terhadap 9 variabel yang diteliti maka terdapat 4 faktor yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di kota Medan, yaitu:
a. Faktor pertama adalah faktor penyebab pengemudi. Faktor ini merupakan faktor yang paling dominan mempunyai nilai eigenvalue sebesar 2,205 dan mampu menjelaskan keragaman total sebesar 24,505%.
b. Faktor kedua adalah faktor penyebab kendaraan. Faktor ini mempunyai
eigenvalue sebesar 1,698 dan mampu menjelaskan keragaman total sebesar 18,872%.
c. Faktor ketiga adalah faktor penyebab lingkungan. Faktor ini mempunyai
eigenvalue sebesar 1,341 dan mampu menjelaskan keragaman total sebesar 14,900%.
d. Faktor keempat adalah faktor penyebab jalan. Faktor ini mempunyai
eigenvalue sebesar 1,048 dan mampu menjelaskan keragaman total sebesar 11,640%.
Dari keempat faktor yang dianalisis, faktor yang paling dominan yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas adalah faktor penyebab pengemudi dengan jumlah persentase keragaman total sebesar 24,505%. 2. Keempat faktor yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di kota
(37)
4.2Saran
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa hal yang disampaikan sebagai saran, yaitu:
1. Pihak kepolisian meningkatkan kinerjanya dalam meminimkan jumlah angka kecelakaan di kota Medan seperti melakukan sistem lalu lintas yang teratur serta tertib berlalu lintas di jalan raya dan melakukan penjagaan dengan patroli di beberapa tempat yang dianggap rawan kecelakaan. Serta bekerjasama dengan dinas lalu lintas jalan raya dengan memasang marka jalan, rambu-rambu lalu lintas di tempat-tempat yang rawan dengan kecelakaan.
2. Usaha pencegahan terjadinya kecelakaan juga dapat dilakukan secara perorangan atau pengemudi kendaraan bermotor, misalnya berhati-hati dalam berkendaraan jangan sampai menjadi korban kecelakaan, tidak lalai dalam berkendaraan dan memastikan kendaraan yang digunakan sesuai standart keamanan.
3. Seluruh lapisan masyarakat perkotaan harus sadar dan merasa ikut serta bertanggung jawab dalam usaha pencegahan terjadinya kecelakaan lalu lintas sesuai dengan kemampuan masing-masing di daerah perkotaan. Misalnya bersedia mengikuti pelatihan-pelatihan tentang keamanan berlalu lintas di jalan raya dan melaporkan langsung kepada kepolisian terdekat apabila di sekitar kita terjadi kecelakaan lalu lintas.
(38)
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1Geografi, Penduduk dan Transportasi Kota Medan
Kota Medan adalah ibu kota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini berada di wilayah dataran rendah timur dari Provinsi Sumatera Utara dengan ketinggian 22,5 meter di bagian utara Belawan sampai 37,5 meter di bagian selatan di atas permukaan laut. Kota ini dialiri oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka. Secara geografis Kota Medan terletak pada 3,30°- 3,43° LU dan 98,35°- 98,44° BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Di sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang. Di sebelah utara dan selatan berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional (BPS SU,2015)
Dari data BPS Provinsi Sumatera Utara, tercatat 13.766.851 jiwa jumlah penduduk Sumatera Utara, dari jumlah tersebut kota Medan memiliki jumlah penduduk tertinggi yaitu 2.191.140 jiwa dengan luas wilayah total area 265 km2. Kota Medan pada tahun 2014 merupakan kota dengan kepatadan penduduk tertinggi di Sumatera Utara yakni 8.268 jiwa/km2
Dari data Poldasu Direktorat Lalu Lintas Provinsi Sumatera Utara tahun 2004 s.d. 2014 didapatkan peningkatan jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya, dengan persentasi peningkatan jumlah total adalah 145,3% dari jumlah kendaraan bermotor tahun 2004 (BPS SU, 2015)
2.2Kecelakaan lalu lintas
2.2.1 Pengertian Kecelakaan lalu lintas
Menurut Pramudji dalam Anggraningrum (2002) kecelakaan lalu lintas adalah suatu kecelakaan yang terjadi di jalan yang sedang bergerak dengan akibat
(39)
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Konradus (2006), menyebutkan bahwa jika dilihat dari berat ringannya kecelakaan, kecelakaan lalu-lintas dapat diklasifikasikan atas kecelakaan berat (fatal), sedang (mati dan seorang luka berat), ringan (luka-luka ringan), yang menimbulkan kerugian material seperti kerusakan kendaraan dan atau jalan. Sementara dari sisi korban kecelakaan, kecelakaan lalu-lintas dapat dikategorikan atas kecelakaan yang menyebabkan kematian (fatality killed), luka berat (serious injury), serta luka ringan (lightinjury).
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 disebutkan bahwa kecelakaan lalu lintas digolongkan atas:
1. Kecelakaan lalu-lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
2. Kecelakaan lalu-lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang.
3. Kecelakaan lalu-lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.
Menurut Dirjen Perhubungan Darat (2005), kecelakaan lalu-lintas (lakalantas) dikelompokan ke dalam empat kategori dampak yaitu :
1. Kecelakaan fatal adalah kategori korban lakalantas yang meninggal dunia, baik di tempat kejadian perkara, maupun akibat luka parah sebelum 30 hari sejak terjadinya kecelakaan.
2. Kecelakaan dikatakan berakibat luka parah jika korban menderita luka-luka serius dan dirawat di rumah sakit selama lebih dari 30 hari.
3. Kecelakaan menyebabkan luka ringan bilamana korban memerlukan perawatan medis atau dirawat di rumah sakit kurang dari 30 hari.
(40)
4. Sedangkan PDO (Property Damage Only) adalah jenis kecelakaan yang hanya berakibat pada kerusakan barang hak milik saja, dan kerusakan atau kerugian ini biasanya dinyatakan dalam ukuran moneter.
2.2.2 Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas
Menurut Songer (2001) jumlah kendaraan bermotor yang meningkat dari tahun ke tahun merupakan faktor pendukung meningkatnya jumlah kecelakaan lalu-lintas. Kepadatan lalulintas (volume kendaraan), musim (kemarau/hujan), jenis kendaraan, bermotor, waktu (gelap/terang), perilaku berkendara yang aman (safety riding), kondisi kendaraan merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu-lintas.
Pendapat lainnya menyebutkan kecelakaan lalu lintas dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu:
1. Faktor manusia, kecelakaan lalu lintas dapat terjadi karena pengemudi kendaraan yang melanggar rambu-rambu lalu lintas, tidak terampil dalam berkendaraan dan rendahnya tingkat kesadaran pengendara. Tidak sedikit angka kecelakaan lalu lintas diakibatkan karena membawa kendaraan dalam keadaan mengantuk, mabuk dan mudah terpancing oleh ulah pengguna jalan lainnya.
2. Faktor kendaraan, yang paling sering terjadi dari faktor kendaraan adalah ban kendaraan yang pecah, rem tidak berfungsi, peralatan tida layak pakai, tidak diganti dan berbagai penyebab lainnya sehingga menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
3. Faktor jalan, antara lain adalah kecepatan rencana jalan, geometrik jalan, pagar pengaman di daerah pegunungan ada tidaknya median jalan, jarak pandang dan kondisi permukaan jalan. Jalan yang rusak atau belubang dapat menimbulkan adanya kecelakaan dan dapat membahayakan pemakai jalan terutama bagi pengguna jalan.
Selain tiga faktor utama tersebut, terdapat faktor lain yang ikut menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Seperti faktor cuaca, cuaca hujan dapat mempengaruhi
(41)
dapat mengganggu jarak pandang, khususnya di daerah pegunungan (Soekanto, S. 1984)
Sedangkan menurut Dewar (2007) Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kecelakaan lalu lintas dibagi menjadi 3 yaitu : faktor manusia, faktor kendaraan, faktor lingkungan dan jalan
1. Manusia sebagai pengendara memiliki faktor-faktor yang mempengaruhi dalam berkendara, yaitu faktor psikologis dan faktor fisiologis. Keduanya adalah faktor dominan yang mempengaruhi manusia dalam berkendara di jalan raya. faktor psikologis dapat berupa mental, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Sedangkan faktor fisiologis mencakup penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, kelelahan, dan sistem saraf
2. Faktor kendaraan merupakan faktor yang memiliki pengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Kendaraan yang mengalami perawatan secara berkala dan terus-menerus akan menciptakan rasa aman, nyaman dan selamat bagi pengemudi dan penumpangnya. Kondisi fisik dan mesin bus yang meliputi rem, ban, kaca spion, lampu utama, lampu sign dan sebagainya juga akan mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas. 3. Lingkungan fisik merupakan faktor dari luar yang berpengaruh terhadap
terjadinya kecelakaan lalu lintas, lingkungan fisik yang dimaksud terdiri dari dua unsur, yakni faktor jalan dan faktor lingkungan.
a. Faktor jalan meliputi kondisi jalan yang rusak, berlubang, licin, gelap, tanpa marka/rambu, dan tikungan/tanjakan/ turunan tajam, selain itu lokasi jalan seperti di dalam kota atau di luar kota (pedesaan) dan volume lalu lintas juga berpengaruh terhadap timbulnya kecelakaan lalu lintas.
b. Faktor lingkungan berasal dari kondisi cuaca, yakni berkabut, mendung, dan hujan. Interaksi antara faktor jalan dan faktor lingkungan inilah yang akhirnya menciptakan faktor lingkungan fisik yang menjadi salah satu sebab terjadinya kecelakaan lalu lintas.
(42)
Dari data Dirjen Perhubungan Darat - Departemen Perhubungan (2012) diketahui beberapa faktor penyebab kecelakaan lalu lintas di Indonesia yaitu faktor manusia sebesar 93,52%, faktor kendaraan sebesar 2,76%, faktor jalan 3,23%, dan faktor lingkungan sebesar 0,49%, diuraikan dalam tabel berikut :
Faktor
Penyebab Uraian %
Pengemudi
Lengah, mengantuk, tidak terampil, lelah, mabuk, kecepatan tinggi, tidak menjaga jarak, kesalahan pejalan, gangguan binatang
93,52
Kendaraan Ban pecah, kerusakan sistem rem, kerusakan sistem
kemudi, as/kopel lepas, sistem lampu tidak berfungsi 2,76
Jalan
Persimpangan, jalan sempit, akses yang tidak dikontrol/dikendalikan, marka jalan kurang/tidak jelas, tidak ada rambu batas kecepatan, permukaan jalan licin
3,23
Lingkungan
Lalu-lintas campuran antara kendaraan cepat dengan kendaraan lambat, interaksi antara kendaraan dengan pejalan, pengawasan dan penegakan hokum belum efektif, pelayanan gawat darurat yang kurang cepat, cuaca seperti gelap, hujan, kabut, asap
0,49
Sumber : Direktorat Jendral Perhubungan Darat – Departemen Perhubungan 2012 Tabel 2.1 Faktor-Faktor penyebab Kecelakaan lalu-lintas jalan
2.3Variabel-variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kecelakaan Lalu lintas
2.3.1 ( ) Faktor Hujan
Curah hujan secara konsisten disebut sebagai jenis cuaca yang bertanggung jawab untuk jumlah terbesar dari kecelakaan yang berhubungan dengan cuaca (Edwards dalam Jaroszweski, David 2014). Hujan menyebabkan kecelakaan melalui kombinasi beberapa efek fisik yang mendegradasi lingkungan mengemudi, termasuk hilangnya gesekan antara ban dan jalan serta gangguan
(43)
lain. (Friedstrom dalam Jaroszweski, David 2014). Kondisi jalanan yang menjadi basah dan licin pada saat juga merupakan faktor terjadinya kecelakaan lalu-lintas. Hal lain yang dapat memicu kecelakaan lalu-lintas saat hujan adalah jika pengemudi tidak mengemudi dengan hati-hati (Sugiarto,2009)
2.3.2 ( ) Faktor Pohon Tumbang
Pada kecelakaan lalu lintas akibat pohon tumbang, faktor cuaca juga berperan, umumnya pohon tumbang didahului oleh hujan deras dan angin kencang. Kemudian pohon tersebut secara tiba-tiba menimpa kendaraan yang sedang melintas. Menurut Polres Bantul, meskipun kelalaian dan pelanggaran rambu lalu-lintas mendominasi faktor penyebab kecelakaan, faktor alam seperti hujan dan pohon tumbang juga dapat dinilai sebagai penyebab terjadinya kecelakaan lalu-lintas. Di Bantul sendiri dilaporkan dalam kurun waktu 5 bulan, terdapat sedikitnya 2 korban tewas pada kecelakaan lalu-lintas akibat pohon tumbang (Humas Polres Bantul, 2015)
2.3.3 ( ) Faktor Tikungan Tajam
Tikungan tajam adalah jalan yang memiliki sudut kemiringan belokan kurang dari atau lebih dari 180 derajat, untuk melewati kondisi jalan seperti ini dibutuhkan keterampilan dan teknik khusus berkendara agar tidak hilang kendali dan menyebabkan kecelakaan laul-lintas, pada jalanan seperti ini sebaiknya pengemudi menurunkan kecepatan kendaraan (Kartika 2009)
Jalan menikung mempengaruhi jarak pandang pengemudi menjadi lebih terbatas, sehingga apabila terjadi kondisi yang tak terkendali, pengemudi mengalami kesulitan menilai situasi dan mengambil keputusan. Selain itu alinemen jalan menikung juga dapat memperparah dampak yang ditimbulkan akibat kecelakaan (Marsaid,2013)
2.3.4 ( ) Faktor Jalan Berlubang
Menurut Marsaid (2013) jalan berlubang adalah kondisi dimana permukaan jalan tidak rata akibat adanya cekungan kedalam dengan kedalaman
(44)
baik. Jalan berlubang beresiko menyebabkan kecelakaan lalu-lintas terutama pada pengemudi sepeda motor, pengemudi dapat mengalami ketidakseimbangan, kendaraan oleng lalu terjatuh. Tingkat keparahan yang ditimbulkan nantinya akan bergantung pada keparahan kerusakan jalan dan model kecelakaan (Buston 2007)
2.3.5 ( ) Faktor Rem Tidak Berfungsi
Rem merupakan komponen peting untuk memperlambat laju kendaraaan bermotor. Jarak terlalu dekat akan mempengaruhi pengereman, jika pengendara kurang memperhatikan jarak minimal antar kendaraan dan kecepatan kendaraan maka jarak pandang henti akan berkurang dan dapat menimbulkan kecelakaan (Ditjen Pehubungan Darat,2008)
Kecelakaan lalu-lintas yang disebabkan oleh disfungsi rem seringkali terjadi pada saat rem digunakan secara mendadak, sehingga kendaraan tidak terkendali dan dapat menabrak apa saja yang ada di depannya. Hal ini menunjukan kurangnya pengawasan dan perawatan rem pada kendaraan (Marsaid,2013)
2.3.6 ( ) Faktor Ban Kurang Baik
Noras dalam Anggraningrum (2002) menyebutkan bahwa tekanan angin pada ban sangat menentukan keamanan dalam berkendara dengan kecepatan tinggi. Tekanan angin yang terlalu rendah akan menyebabkan efek flapping
(melesak kedalam dan tertekan keluar) yang pada frekuensi tinggi akan mengakibatkan kerusakan serat ban dan retak pada dinding samping, sehingga akibat panas yang ditimbulkan dari gesekan ban dengan jalan memudahkan pecah atau meletusnya ban.
Pada kondisi mengebut, panas yang ditimbulkan oleh gesekan ban dengan jalan dapat meyebabkan penipisan pada ban dan pada akhirnya menyebabkan ban pecah. Ban yang pecah mendadak pada saat kendaraan melaju dapat menyebabkan kecelakaan beruntun, karena kendaraan berhenti tiba-tiba tanpa memberi aba-aba pada kendaraan di belakang (Marsaid,2013)
(45)
Ban kempes adalah kondisi dimana tekanan pada ban berkurang, hal ini dapat disebabkan rusaknya pentil pada ban secara tiba-tiba, misal pada keadaan tertusuk paku, batu tajam, atau benda lain yang dapat melubangi ban. Kondisi ban yang seperti ini dapat menjadi ancaman terutama pada saat mengendara dalam kecepatan tinggi (Marsaid,2013)
2.3.7 ( ) Faktor Batas Kecepatan
Yang dimaksud dengan pengendara kecepatan tinggi adalah pengendara yang mengendarai kendaraannya dengan kecepatan tinggi atau diatas kecepatan normal pada suatu kondisi lalu lintas sehingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan hasil penelitian Simarmata (2008), dapat disimpulkan kecepatan tinggi akan meningkatkan peluang terjadinya kecelakaan dan tingkat keparahan dari konsekuensi kecelakaan tersebut.
Selain dampak yang ditimbulkan baik langsung ataupun tidak langsung, hal lain yang dipengaruhi oleh kecepatan sebuah kendaraan adalah waktu yang tersedia bagi pengendara untuk mengadakan reaksi terhadap perubahan dalam lingkungannya (Komba 2006) Perbedaan kecepatan akan mempengaruhi frekuensi pengemudi menyalip kendaraan di depan dan mempengaruhi dalam hal mengurangi kecepatan ketika berada di belakang kendaraan lain. Dalam kondisi bertumbukan, kecepatan akan mempengaruhi tingkat kecelakan dan kerusakan yang ditimbulkan. Kecepatan yang lebih tinggi akan menghasilkan energi yang lebih tinggi, sehingga apabila terjadi tubrukan akan menimbulkan dampak yang semakin parah (Kartika 2009)
2.3.8 ( ) Faktor Mengantuk
Menurut Warpani (2002) mengantuk merupakan kondisi dimana hilang daya reaksi dan konsentrasi pengemudi diakibatkan kurang istirahat (tidur) dan atau sudah mengemudikan kendaraan lebih dari 5 jam tanpa istirahat. Ciri-ciri pengendara yang mengantuk adalah sering menguap, perih pada mata, lambat dalam bereaksi, berhalusinasi, dan pandangan kosong.
(46)
Menurut Manurung (2012) pengemudi tidak tertib adalah pengemudi yang melanggar peraturan dan rambu-rambu lalu lintas seperti melanggar marka atau rambu lalu lintas, mendahului kendaraan lain melalui jalur kiri. Terjadinya kecelakaan lalu-lintas umumnya didahului oleh pelanggaran (Marsaid,2013) beberapa pelanggaran yang sering terjadi seperti mengebut dan terburu-buru mendahului kendaraan lain dengan tidak tertib (lantas Polres Kab. Malang dalam Marsaid,2013). Pengendara biasanya mengebut karena terburu-buru lalu mengambil jalur pada arah berlawanan, sehingga membahayakan pihak lawan. Pelanggaran terhadap rambu dan lampu lalu-lintas juga termasuk hal yang sering menyebabkan kecelakaan lalu-lintas. Kurangnya kesadaran keamaan pada masyarakat yang lebih mengutamakan kecepatan dan faktor ekonomi daripada keselamatan diri merupakan faktor predisposisi terjadinya pelanggaran (Dephub RI, 2008).
2.4Analisis Komponen Utama (AKU)
Analisis Komponen Utama adalah teknik statistik yang digunakan manakala peneliti tertarik pada sekumpulan data yang saling berkorelasi. Tujuannya adalah untuk menemukan sejumlah variabel yang koheren dalam sub kelompok yang secara relatif independen terhadap yang lain. Analisis komponen utama kebalikan dari analisis faktor di mana analisis komponen utama bersifat konvergen dan analisis faktor bersifat divergen (Tabachnick, 1983).
Analisis komponen utama (AKU) biasanya digunakan untuk:
1. Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang mendasari data variabel ganda.
2. Mengurangi banyaknya dimensi himpunan variabel asal yang terdiri atas banyak variabel yang saling berkorelasi.
3. Menetralisir variabel-variabel asal yang memberikan sumbangan informasi yang relatif kecil.
Analisis komponen utama terkonsentrasi pada penjelasan struktur variansi dan kovariansi melalui suatu kombinasi linier variabel-variabel asal, dengan tujuan utama melakukan reduksi data dan membuat interpretasi.Analisis
(47)
komponen utama lebih baik digunakan jika variabel-variabel asal saling berkorelasi. Di dalam proses analisis faktor metode yang digunakan untuk melakukan proses ekstraksi adalah analisis komponen utama, metode ini dipilih karena tujuan utama dari analisis faktor adalah untuk mereduksi data. Umumnya analisis komponen utama merupakan analisis intermediate yang berarti hasil komponen utama dapat digunakan untuk analisis selanjutnya (Supranto, 2010). Keunggulan analisis komponen utama adalah tidak adanya asumsi mengenai acak sebaran tertentu, tidak ada hipotesis yang diuji dan tidak ada model yang mendasarinya (Chatfield, 1980).
2.5Analisis Faktor (AF)
Menurut J. Supranto (2004), analisis faktor merupakan teknik statistika yang utamanya dipergunakan untuk mereduksi atau meringkas data dari variabel yang banyak diubah menjadi sedikit variabel, misalnya dari 15 variabel yang lama diubah menjadi 4 atau 5 variabel yang baru yang disebut faktor dan masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam variabel asli (original variable). Dalam analisis faktor, tidak ada variabel dependen dan independen, proses analisis faktor sendiri mencoba menemukan hubungan (interrelationship) antara sejumlah variabel-variabel yang saling dependen dengan yang lain, sehingga bisa dibuat satu atau beberapa kumpulan variabel yang lebih sedikit dari jumlah awal.
Analisis faktor digunakan di dalam situasi sebagai berikut:
1. Mengenali atau mengidentifikasi dimensi yang mendasari (underlying dimensions) atau faktor yang menjelaskan korelasi antara suatu set variabel.
2. Mengenali dan mengidentifikasi suatu set variabel baru yang tidak berkorelasi (independent) yang lebih sedikit jumlahnya untuk menggantikan suatu set variabel asli yang saling berkorelasi di dalam analisis multivariat selanjutnya.
(48)
3. Mengenali atau mengidentifikasi suatu set variabel yang penting dari suatu set variabel yang lebih banyak jumlahnya untuk dipergunakan di dalam analisis multivariat selanjutnya.
Jika variabel-variabel dibakukan (standardized), maka model analisis faktor dapat ditulis sebagai berikut:
Xi = Bi1F1 + Bi2F2 + Bi3F3+ … + BijFj+ … + BimFm + Viµi (2.1)
keterangan:
Xi = Variabel ke-i yang dibakukan (rata-ratanya nol, standar deviasinya satu).
Bij = Koefisien regresi parsial yang dibakukan untuk variabel i pada common
factor ke-j.
Fj = common factor ke-j.
Vi = Koefisien regresi yang dibakukan untuk variabel ke-i pada faktor yang unik ke-i (unique factor).
µi = Faktor unik variabel ke-i. m = Banyaknya common factor. i = 1,2,3,...,n
j = 1,2,3,...,m
Faktor yang unik tidak berkorelasi dengan sesama faktor yang unik dan juga tidak berkorelasi dengan common factor. Common factor sendiri bisa dinyatakan sebagai kombinasi linier dari variabel-variabel yang terlihat/terobservasi (the observed variables) hasil penelitian lapangan.
(49)
keterangan:
i = 1,2,3,...,p
p = Jumlah variabel.
= Perkiraan faktor ke-i (didasarkan pada nilai variabel X dengan koefisiennya Wi).
= Timbangan/bobot atau koefisien nilai faktor ke-i. = Variabel ke yang sudah dibakukan (standardized).
Secara umum analisis faktor atau analisis komponen utama bertujuan untuk mereduksi data dan menginterprestasikannya sebagai suatu variabel baru yang berupa variabel bentukan. Andaikan dari p buah variabel awal/asal terbentuk k buah faktor/komponen di mana k < p, misalkan dari sejumlah variabel p sebanyak 10 variabel terbentuk k = 2 buah faktor/komponen yang dapat menerangkan kesepuluh variabel awal/asal tersebut. K buah faktor/komponen utama dapat mewakili p buah variabel aslinya sehingga lebih sederhana (Tabachnick, 1983).
Tujuan utama analisis faktor adalah untuk menjelaskan struktur di antara banyak variabel dalam bentuk faktor.Faktor yang terbentuk merupakan besaran acak (random quantities) yang sebelumnya tidak dapat diamati atau diukur secara langsung. Selain tujuan utama analisis faktor, terdapat beberapa tujuan lainnya yaitu:
1. Untuk mereduksi sejumlah variabel asal yang jumlahnya banyak menjadi sejumlah variabel baru yang jumlahnya lebih sedikit dari variabel asal dan variabel baru tersebut dinamakan faktor.
2. Untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel penyusun faktor atau dimensi dengan faktor yang terbentuk dengan menggunakan pengujian koefisien korelasi antar faktor dengan komponen pembentuknya.
3. Adanya validasi data untuk mengetahui apakah hasil analisis faktor tersebut dapat digeneralisasikan ke dalam populasinya sehingga
(50)
setelah terbentuk faktor maka peneliti sudah mempunyai suatu hipotesis baru berdasarkan hasil analisis faktor.
Konsep dasar analisis faktor adalah sebagai berikut:
1. Tidak mengaitkan antara dependen variabel dengan independen variabel tetapi membuat reduksi atau abstraksi atau meringkas dari banyak variabel menjadi sedikit variabel.
2. Teknik yang digunakan adalah teknik interdependensi yaitu seluruh
set hubungan interdependen diteliti. Prinsip menggunakan korelasi r = 0 dan r = 1 digunakan dalam mengidentifikasi variabel yang berkorelasi dan yang tidak/kecil korelasinya.
3. Analisis faktor menekan adanya komunalitas; jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel pada variabel lainnya.
4. Kovariansi antar variabel yang diuraikan akan muncul common factor (jumlah sedikit) dan unique factorsetiap variabel (faktor-faktor tidak secara jelas terlihat).
5. Adanya koefisien nilai faktor (factor score coefficient) sehingga faktor 1 menyerap sebagian besar seluruh variabel, faktor 2 menyerap sebagian sisa varian setelah diambil untuk faktor 1, faktor 2 tidak berkorelasi dengan faktor.
Analisis faktor termasuk pada kategori Interdependence Techniques, yang berarti tidak ada variabel dependen ataupun variabel independen pada analisis tersebut, yang berarti juga tidak diperlukan sebuah model tertentu untuk analisis faktor. Hal ini berbeda dengan model Dependence Techniques seperti regresi berganda, yang mempunyai sebuah variabel dependen dan beberapa variabel independen sehingga diperlukan sebuah model (Santoso, 2010).
2.6Statistik yang Relevan dengan Analisis Faktor
Statistik penting yang berkaitan dengan analisis faktor adalah:
a. Bartlett’s of sphericity yaitu suatu uji statistik yang dipergunakan untuk menguji hipotesis bahwa variabel tidak saling berkorelasi (uncorrelated) dalam
(51)
populasi. Dengan kata lain, matriks korelasi populasi merupakan matriks identitas (identity matrix), setiap variabel berkorelasi dengan dirinya sendiri secara sempurna dengan (r = 1) akan tetapi sama sekali tidak berkorelasi dengan lainnya (r = 0).
Statistik uji Bartlett’s adalah: Χ2
(2.3)
keterangan:
N = Jumlah observasi. p = Jumlah variabel.
= Determinan matriks korelasi.
Nilai df (degree of freedom) dihitung dengan menggunakan rumus =
b. Correlation matrix adalah matriks segitiga bagian bawah menunjukkan korelasi sederhana r, antara semua pasangan variabel yang tercakup dalam analisis. Nilai atau angka pada diagonal utama yang semuanya sama yaitu 1 diabaikan.
Tabel 2.1. MatriksKorelasi untuk Jumlah Variabel n = 3
X1 X2 X3
X1 1 r12 r13
X2 r21 1 r23
X3 r31 r32 1
Tabel 2.2. Matriks Korelasi untuk Jumlah Variabel n = 4
X1 X2 X3 X4
X1 1 r12 r13 r14
(52)
c. Communality adalah jumlah varian yang disumbangkan oleh suatu variabel dengan seluruh variabel lainnya dalam analisis. Bisa juga disebut proporsi atau bagian varian yang dijelaskan oleh common factor atau besarnya sumbangan suatu faktor terhadap varian seluruh variabel.
d. Eigenvalue merupakan jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor dari matriks identitas. Persamaan nilai eigen dan vektor eigen adalah:
(2.4) keterangan:
A = Matriks yang akan kita cari nilai eigen dan vektor eigennya x = Vektor eigen dalam bentuk matriks
= Nilai eigen dalam bentuk skalar
Untuk mencari nilai eigen (nilai ) dari sebuah matriks A yang berukuran n x n maka dilakukan langkah berikut: . Agar kedua sisi berbentuk vektor, maka sisi kanan dikali dengan matriks identitas I, sehingga:
sehingga det
Nilai eigenvalue> 1, maka faktor tersebut akan dimasukkan ke dalam model.
e. Factor loadings adalah korelasi sederhana antara variabel dengan faktor. f. Factor loading plot adalah suatu plot dari variabel asli dengan menggunakan
factor loadings sebagai koordinat.
g. Factor matrix yang memuat semua faktor loading dari semua variabel pada semua factor extracted.
h. Factor score merupakan skor komposit yang diestimasi untuk setiap responden pada faktor turunan (derived factors).
i. Kaiser-Meyer-Olkin (KMO)
Kaiser Meyer Olkin (KMO) digunakan untuk mengukur kecukupan sampling
(53)
koefisien korelasi parsialnya secara keseluruhan, di mana nilai yang tinggi antara0,5 - 1,0 berarti analisis faktor tepat, apabila kurang dari 0,5 analisis faktor dikatakan tidak tepat. Rumus untuk menghitung KMO adalah sebagai berikut (Johnson&Wichern, 2002):
(2.5)
keterangan:
rij = Koefisien korelasi sederhana antara ke-i dan ke-j.
aij = Koefisien korelasi parsial antara variabel ke-i dan ke-j.
i = 1,2,3,...,p dan j = 1,2,3,...,p
j. Measure of sampling adequacy (MSA), yaitu suatu indeks perbandingan antara koefisien korelasi korelasi parsial untuk setiap variabel. MSA digunakan untuk mengukur kecukupan sampel. Rumus untuk menghitung MSA adalah sebagai berikut:
(2.6)
keterangan:
p = Jumlah variabel.
= Kuadrat matriks korelasi sederhana. = Kuadrat matriks korelasi parsial. i = 1,2,3,...,p dan j = 1,2,3...,p
k. Percentage of variance merupakan persentase varian total yang disumbangkan oleh setiap faktor.
l. Residuals merupakan perbedaan antara korelasi yang terobservasi berdasarkan input correlation matrix dan korelasi hasil reproduksi yang diperkirakan dari
(54)
m.Scree Plot merupakan plot dari eigenvalue sebagai sumbu tegak (vertical) dan banyaknya faktor sebagai sumbu datar, untuk menentukan banyaknya faktor yang bisa ditarik (factor extraction).
2.7Tahap – Tahap Pelaksanaan Analisis Faktor
1. Merumuskan masalah
Perumusan masalah dalam analisis faktor yaitu mengidentifikasi variabel.Variabel yang digunakan harus disesuaikan berdasarkan penelitian sebelumnya, teori dan keinginan dari peneliti.Tujuan utama faktor harus diidentifikasi.Ukuran variabel yang sesuai adalah interval atau rasio.Untuk menentukan banyaknya sampel berdasarkan analisis faktor sedikitnya 4 atau 5 kali banyaknya variabel.
2. Membentuk matriks korelasi
Proses analisis didasarkan suatu matriks korelasi antar variabel. Agar analisis faktor menjadi tepat, variabel-variabel yang akan dianalisis harus berkorelasi. Jika koefisien korelasi antar variabel terlalu kecil maka hubungan lemah, analisis faktor tidak tepat. Karena prinsip utama analisis faktor adalah korelasi maka asumsi-asumsi terkait akan digunakan salah satunya ialah besar korelasi antar variabel independen harus cukup kuat misalnya 0,5. Banyaknya faktor lebih sedikit daripada banyaknya variabel. Untuk menghitung nilai korelasi antar variabel secara manual digunakan sebagai berikut (Algifari, 2000:51):
(2.7)
keterangan:
N = Jumlah observasi.
(55)
Y = Skor total.
3. Ektraksi Faktor
Terdapat dua metode ekstraksi faktor dalam analisis faktor yaitu
principal component analysis (PCA) dan common factor analysis (CFA). Di dalam principal component analysis total varian pada data yang diperhatikan yaitu diagonal matriks korelasi, setiap elemennya sebesar 1 dan full varian
digunakan untuk dasar pembentukan faktor, yaitu variabel-variabel baru sebagai pengganti variabel-variabel lama yang jumlahnya lebih sedikit dan tidak lagi berkorelasi satu sama lain. Di dalam common factor analysis faktor diestimasi hanya berdasarkan pada common variance.Comunalities
dimasukkan di dalam matrikskorelasi.Metode ini dianggap tepat jika tujuan utamanya ialah mengenali/mengidentifikasi dimensi yang mendasari dan
common variance yang menarik perhatian.
4. Penentuan Jumlah Faktor
Penentuan jumlah faktor artinya meringkas informasi yang terdapat dalam variabel asli, sejumlah faktor yang lebih sedikit akan diekstraksi. Beberapa jenis prosedur untuk menentukan banyaknya faktor yang harus diekstraksi antara lain:
a. Penentuan berdasarkan eigenvalue
Dalam pendekatan ini, hanya faktor dengan eigenvalue lebih besar dari 1 yang akan dipertahankan. Suatu eigenvalue adalah jumlah varian yang dijelaskan oleh setiap faktor. Faktor dengan nilai eigenvalue lebih kecil dari 1 tidak lebih baik dari sebuah variabel asli, karena variabel asli telah dibakukan (standardized) yang artinya rata-ratanya 0 dan standar deviasinya adalah 1.
b. Penentuan berdasarkan scree plot
(56)
slope tegak faktor dengan eigenvalue yang besar dan makin mengecil pada sisa faktor yang tidak perlu diekstraksi. Pengecilan slope ini disebut scree.
c. Penentuan berdasarkan persentase varian
Pada pendekatan ini, banyaknya faktor yang diekstraksi ditentukan sedemikian rupa sehingga kumulatif persentase varian yang diekstraksi oleh faktor mencapai suatu level tertentu yang memuaskan. Ekstraksi faktor dihentikan apabila kumulatif persentase varian sudah mencapai paling sedikit 60% atau 75% dari seluruh varian variabel asli.
d. Penentuan berdasarkan Split-Half Reliability
Sampel dibagi menjadi dua, analisis faktor dilakukan pada masing-masing bagian sampel tersebut.Hanya faktor dengan faktor loading yang sesuai pada kedua sub-sampel yang dipertahankan, maksudnya faktor-faktor yang dipertahankan memang mempunyai faktor loading yang tinggi pada masing-masing bagian sampel.
e. Penentuan berdasarkan uji signifikansi
Dimungkinkan untuk menentukan signifikansi statistik untuk eigenvalue
yang terpisah dan pertahankan faktor-faktor yang memang berdasarkan uji statistik eigenvaluenya pada signifikansi α = 5% atau 1%.
f. Penentuan berdasarkan apriori
Kadang-kadang karena pengalaman sebelumnya, peneliti sudah tahu berapa banyaknya faktor sebelumnya, dengan menyebutkan suatu angka misalnya 3 atau 4 faktor yang harus disarikan dari variabel atau data asli. Upaya untuk menyarikan (to extract) berhenti setelah banyaknya faktor yang diharapkan sudah didapat, misalnya cukup 4 faktor saja.
(57)
5. Rotasi Faktor
Hasil atau output yang penting dari analisis faktor adalah matriks faktor pola (factor pattern matrix) yang memuat koefisien yang digunakan untuk mengekspresikan variabel yang dibakukan (standardized) dinyatakan dalam faktor. Koefisien-koefisien ini disebut muatan faktor (factor loading) yang merupakan korelasi antara faktor dengan variabelnya.Suatu koefisien dengan nilai absolut yang besar menunjukkan bahwa faktor dan variabel berkorelasi sangat kuat.Koefisien tersebut bisa digunakan untuk menginterpretasi faktor. Beberapa literatur menyarankan besarnya nilai untuk batasan factor loadings
adalah 0,3, , .
Dalam melakukan rotasi faktor, diharapkan setiap faktor memiliki factor loadings atau koefisien yang tidak nol atau signifikan hanya untuk beberapa variable. Ada dua metode rotasi faktor yang berbeda yaitu: Orthogonal dan
oblique rotation. Rotasi dikatakan orthogonal rotation jika sumbu dipertahankan tegak lurus sesamanya (bersudut 90 derajat). Metode oblique rotation dapat dibedakan menjadi: quartimax, varimax, dan equimax. Rotasi dikatakan oblique rotation jika sumbu tidak dipertahankan harus tegak lurus sesamanya dan faktor-faktor tidak berkorelasi.Oblique rotation akan digunakan jika faktor-faktor pada populasi diperkirakan berkorelasi kuat. Metode ini dapat dibedakan menjadi oblimin, promax, orthobolique, Metode rotasi yang banyak digunakan adalah varimax procedure.Prosedur ini merupakan metode orthogonal yang berusaha meminimumkan banyaknya variabel dengan muatan tinggi pada suatu faktor. Rotasi orthogonal
menghasilkan faktor-faktor yang saling tidak berkorelasi satu sama lain.
6. Interpretasi Faktor
Interpretasi faktor dipermudah dengan mengenali (mengidentifikasi) variabel yang mempunyai nilai loading yang besar pada faktor yang sama. Faktor tersebut kemudian bisa diinterpretasikan menurut variabel-variabel yang mempunyai nilai loading yang tinggi dengan faktor tersebut.
(58)
7. Menentukan Ketepatan Model (Model Fit)
Untuk mengetahui apakah model dapat dinyatakan sudah tepat dan layak digunakan yaitu dengan melihat selisih atau nilai residual antara matriks korelasi sebelum dilakukan analisis faktor dengan matriks korelasi setelah dilakukan analisis faktor. Untuk menentukan sebuah model sesuai atau tidak, maka nilai absolute residual harus kurang dari 0,05 sehingga model tersebut dapat diterima.
(59)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dewasa ini, untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, bidang transportasi sebagai alat mobilisasi sangat berperan penting dalam mendukung pertumbuhan di berbagai sektor kehidupan. Meski demikian terdapat pula dampak negatif dari pemakaian alat transportasi itu sendiri seperti kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas diketahui banyak menimbulkan kerugian mulai dari kerusakan fasilitas umum hingga kematian pada korban.
Dari data Kepolisisan Daerah Sumatera Utara Direktorat Lalu Lintas Provinsi Sumatera Utara tahun 2014 didapatkan bahwa Kota Medan merupakan daerah dengan angka kejadian kecelakaan lalu lintas tertinggi di Provinsi Sumatera Utara yaitu, 1.326 kejadian, dengan korban meninggal sebanyak 292 orang, korban dengan luka berat sebanyak 647 orang, korban dengan luka ringan sebanyak 231 orang dan dengan perkiraan kerugian material sejumlah Rp. 2.109.810.000.000,- (BPS SU, 2015)
Dari data Direktorat Jendral Perhubungan Darat – Departemen Perhubungan 2012 didapatkan faktor penyebab kecelakaan ini bersumber dari perilaku berkendara yang tidak disiplin (93,52%), faktor kendaraan (2,76%), faktor jalan (3,23%) dan faktor lingkungan (0,49%).
Sejumlah penelitian dilakukan untuk menilai faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu-lintas yang angkanya cukup tinggi tersebut, seperti penelitian Marsaid (2013) di Kota Malang yang menyebutkan bahwa beberapa faktor manusia yang memiliki hubungan bermakna sebagai faktor yang berhubungan dengan kejadian kecelakaan lalu-lintas adalah lengah, mengantuk, mabuk, lelah, tidak terampil, tidak tertib dan kecepatan tinggi, adapun faktor kendaraan pada penelitian ini menunjukan hubungan yang tidak bermakna sebagai faktor penyebab kecelakaan. Namun, faktor lingkungan seperti hujan dan jalan yang menikung pada penelitian ini menunjukan hasil yang bermakna. Sedangkan
(60)
kejadian kecelakaan di Kota Kayu Agung, Sumatera Selatan yaitu usia, dimana 20% sampel berusia di bawah 17 tahun dan tidak memiliki lisensi mengemudi, sedangkan kejadian kecelakaan terbanyak dialami oleh pria (83,98%). Sinaga (2012) mendeskripsikan faktor penyebab kecelakaan lalu lintas pada tahun 2010 di Kota Medan, yang paling banyak adalah tindakan tidak aman pengemudi (99,4%) yang meliputi ketidaktertiban pengemudi (83,2%), tindakan tidak tertib dan lengah (11,9%), tidak tertib dan lelah (1,5%), tidak tertib dan mabuk(1,2%) tidak tertib dan mengantuk (1,2%) dan pengemudi mabuk (0,3%). Faktor lainnya adalah kondisi tidak aman pada lingkungan fisik (8,7%), yaitu tikungan tajam (2,5%), hujan atau gerimis (2,3%), tanpa marka atau rambu (1,9%), jalan berlubang, jalan rusak dan kabut atau mendung masing-masing sebanyak 0,6%, sedangkan hujan dan pohon tumbang (0,2%). Selain itu terdapat faktor kondisi tidak aman kendaraan sebanyak 2,1%, seperti pada rem blong (0,9%), ban pecah (0,4%), ban selip (0,4%), badan kendaraan rusak (0,2%), dan faktor tidak aman penumpang (0,2%) seperti muatan berlebih (0.2%).
Berdasarkan data-data diatas maka penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul “Penentuan Faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Medan dengan Metode Analisis Faktor”
1.2Rumusan Masalah
Pada penelitian ini perumusan masalah yang akan dibahas adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di Kota Medan.
1.3Pembatasan Masalah
Agar proses penelitian ini lebih jelas, maka penulis memberikan batasan masalah yang akan diteliti yaitu:
1. Penelitian dilakukan berdasarkan data dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 yang diperoleh dari kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia Resor Kota Medan.
2. Penelitian ini dibatasi pada 9 variabel dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas di kota medan yang terdiri dari ( ) Faktor Hujan, ( ) Faktor Pohon
(1)
DETERMINATION O THE FACTORS AFFECTING THE LEVEL OF TRAFFIC ACCIDENTS IN THE MEDAN CITY
BY FACTOR ANALYSIS METHOD ABSTRACT
Factor analysis is a multivariate methods were used to analyze the variables suspected of having links with one another so that the association can be explained and mapped or grouped on an appropriate factor. In this study used factor analysis to find out what the dominant factors that influence the rate of traffic accidents in the city of Medan based on data obtained at the office of the Indonesian National Police Resort Medan. The research showed four dominant factors affecting the level of traffic accidents are the factors causing the driver (24.505%), the factors causing the vehicle (18.872%), environmental causal factors (14.900%), the causative factor (11.640%). These four factors provide diversity cumulative proportion of 69.917% means that all four factors can affect the level of traffic accidents in the city field amounted to 69.917% and the rest can be influenced by other factors not identified by other models.
(2)
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN i
PERNYATAAN ii
PENGHARGAAN iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Pembatasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Tinjauan Pustaka 4
1.7 Metodologi Penelitian 5
BAB 2 LANDASAN TEORI 7
2.1 Geografi, Penduduk dan Transportasi Kota Medan 7
2.2 Kecelakaan Lalu Lintas menurut teori 7
2.2.1 Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas 7
2.2.2 Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas 9
2.3 Variabel yang Mempengaruhi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas 11
2.3.1 Faktor Hujan 11
2.3.2 Faktor Pohon Tumbang 12
2.3.3 Faktor Tikungan Tajam 12
2.3.4 Faktor Jalan Berlubang 12
2.3.5 Faktor Rem Tidak Berfungsi 13
2.3.6 Faktor Ban Kurang Baik 13
2.3.7 Faktor Batas Kecepatan 14
2.3.8 Faktor Mengantuk 14
2.3.9
Faktor Tidak Tertib 14
2.4 Analisis Komponen Utama 15
(3)
2.6 Statistik yang Relevan dengan Analisis Faktor 19
2.7 Tahap-tahap Pelaksanaan Analisis Faktor 23
BAB 3 PEMBAHASAN DAN HASIL 27
3.1 Prosedur Penelitian 27
3.2 Perhitungan Analisis Faktor 32
3.2.1 Membentuk Matriks Korelasi 32
3.2.2 Ekstraksi Faktor 37
3.2.3 Penentuan Jumlah Faktor 40
3.2.4 Rotasi Faktor 42
3.2.5 Interpretasi Faktor 45
3.2.6 Menentukan ketepatan model (Model fit) 46
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN 48
4.1 Kesimpulan 48
4.2 Saran 49
DAFTAR PUSTAKA 50
(4)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
2.1 Matriks Korelasi untuk Jumlah Variabel n=3 21
2.2 Matriks Korelasi untuk Jumlah Variabel n=4 21
3.1 Data Jumlah Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas Kota
Medan Tahun 2012-2015
29
3.2 Matriks Korelasi 33
3.3 Pengujian KMO dan Bartlett's Test Variabel Tingkat
Kecelakaan Lalu Lintas
36
3.4 Anti Images Matrices 37
3.5 Komunalitas 38
3.6 Nilai Eigenvalue Untuk Setiap Faktor 39
3.7 Nilai Initial Eigenvalues 40
3.8 Matriks Faktor Sebelum Rotasi 42
3.9 Matriks Faktor Setelah Rotasi 43
3.10 Korelasi antara Variabel Sebelum dan Sesudah Rotasi 44
3.11 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat
Kecelakaan Lalu Lintas
45
(5)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran
1 Perhitungan Korelasi antara Variabel X1
dengan Variabel X2 dan Variabel X1 dengan
Variabel X4 54
2 Perhitungan KMO dan MSA 57
3 Nilai Komunalitas 61