Pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (Eq), dan Spritual Quotient (Sq) Terhadap Pemahaman Akuntansi pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Teori Multiple Intelligences (MI)
Pada awal 1980-an, psikolog Howard Gardner memperkenalkan suatu
teori kognitif baru yang dinamakannya teori Multiple Intelligences (teori MI),
sebagai sebuah alternatif. Teori ini mempertahankan suatu pandangan yang
pluralistik mengenai pikiran, mengakui banyak aspek kognisi yang berlainan
dengan memiliki kekhasan masing-masing, dan memandang setiap individu
memiliki kekuatan-kekuatan kognitif yang berbeda-beda dan gaya-gaya kognitif
yang tidak sama.
Menurut Gardner (2006) dalam Zakiah (2013) kecerdasan (intelligence)
adalah
seperangkat kapasitas, bakat-bakat, atau kecakapan-kecakapan mental.
Kapasitas di sini khususnya adalah suatu kapasitas komputasional, yakni
kapasitas untuk memproses suatu jenis tertentu informasi. Kapasitas ini
berbasis pada neurobiologi insani dan psikologi insani. Sebagai suatu
kapasitas mental, kecerdasan muncul dan berkembang tidak dalam suatu
kevakuman, tetapi terkait erat dengan latar sosiobudaya dan dengan
pendidikan dan pengasuhan. Dengan kecerdasan yang kita miliki, kita mampu
memecahkan masalah-masalah, atau untuk menciptakan produk-produk yang

dihargai tinggi di dalam satu atau lebih latar kultural. Kecuali di kalangan
individu yang tidak normal, berbagai jenis kecerdasan yang ada pada
seseorang dapat bekerja bersamaan dan terfokus pada satu tujuan. Dalam diri
seorang dewasa yang memiliki kekuatan kognitif luar biasa, beberapa
kapasitas mentalnya malah lebur menjadi satu.
Dalam pandangan Gardner, menetapkan peringkat kecerdasan seseorang
hanya berdasarkan tes IQ (yakni tes atas kemampuan nalar logis matematis,

Universitas Sumatera Utara

bersama dengan kemampuan linguistik), berarti mengabaikan kemampuankemampuan kognitif lain yang ada dalam diri setiap manusia, yang tidak kalah
signifikansinya jika dibandingkan dengan kecerdasan logis matematis. Sementara
tetap menghargai instrumen psikometrik tes IQ, dia menyatakan dengan tegas
bahwa instrumen ini sama sekali tidak adil.
Jika dilihat dari teori ini kecerdasan manusia hanya berdasarkan IQ.
Namun, di jaman sekarang ini kecerdasan manusia sangat berkembang. Bisa
dilihat dengan munculnya kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual juga.
Maka dari itu, penulis ingin meneliti apakah ketiga kecerdasan tersebut
berpengaruh terhadap pemahaman akuntansi.
2.1.2 Intellegent Quotient (IQ)

2.1.2.1 Pengertian Intellegent Quotient (IQ)
Intellegent quotient (IQ) dalam Bahasa Indonesia disebut dengan

kecerdasan intelektual yang merupakan “bentuk kemampuan individu untuk
berfikir, mengolah, dan menguasai lingkungannya secara maksimal serta
bertindak secara terarah. Kecerdasan ini digunakan untuk memecahkan masalah
logika maupun strategis”. Kecerdasan intelektual ini dipopulerkan pertama kali
oleh Francis Galton, seorang ilmuwan dan ahli matematika yang terkemuka dari
Inggris (Joseph, 1978) dalam Trihandini (2005).
Binet & Simon dalam Azwar (2006 : 45) mendefinisikan intelegensi
sebagai suatu kemampuan yang terdiri dari 3 komponen, yaitu:
a. Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan
tindakan.
b. Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan itu telah
dilakukan.

Universitas Sumatera Utara

c. Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri.
Menurut Pratiwi (2011) kehidupan sehari-hari orang adalah

bekerja, berfikir menggunakan pikiran inteleknya. Cepat tidaknya dan
terpecahkan atau tidaknya suatu masalah tergantung pada kemampuan
intelegensinya. Dilihat dari intelektualnyanya, kita dapat mengatakan cerdas,
berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan, yang
mempunyai kecerdasan tinggi terutama yg menyangkut pemikiran dan
pemahaman.
Sedangkan menurut Dwijayanti (2009) untuk memahami akuntansi adanya
intelligent quotient (IQ) merupakan

hal yang penting juga untuk dipertimbangkan. IQ merupakan
pengkualifikasian kecerdasan manusia yang didominasi oleh kemampuan
daya pikir rasional dan logika. Lebih kurang 80% IQ diturunkan dari
orangtua, sedangkan selebihnya dibangun pada usia sangat dini yaitu 0-2
tahun kehidupan manusia yang pertama. Sifatnya relatif digunakan sebagai
prediktor keberhasilan individu di masa depan. Implikasinya, sejumlah riset
untuk menemukan alat (tes IQ) dirancang sebagai tiket untuk memasuki dunia
pendidikan sekaligus dunia kerja.
Dari

beberapa


definisi

diatas,

kecerdasan

intelektual

merupakan

kemampuan seseorang untuk memperoleh pengetahuan, menguasai dan
menerapkannya dalam menghadapi masalah.
2.1.2.2 Komponen Intellegent Quotient (IQ)
Dalam penelitian ini kecerdasan intelektual mahasiswa di ukur dengan
indikator sebagai berikut: (Stenberg, 1981) dalam Dwijayanti (2009)
1. Kemampuan Memecahkan Masalah
Kemampuan memecahkan masalah yaitu mampu menunjukkan
pengetahuan mengenai masalah yang dihadapi, mengambil keputusan
tepat, menyelesaikan masalah secara optimal, menunjukkan fikiran jernih.

2. Intelegensi Verbal
Intelegensi verbal yaitu kosa kata baik, membaca dengan penuh
pemahaman, ingin tahu secara intelektual, menunjukkan keingintahuan.
3. Intelegensi Praktis
Intelegensi praktis yaitu tahu situasi, tahu cara mencapai tujuan, sadar
terhadap dunia keliling, menujukkan minat terhadap dunia luar.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3 Emotional Quotient (EQ)
2.1.3.1 Pengertian Emotional Quotient (EQ)
Goleman (2005 : 4) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah
“kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi
diri sendiri, serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam
hubungan dengan orang lain”.
Howes dan Herald (1999) dalam Rachmi (2010) mendefinisikan
“kecerdasan emosional sebagai komponen yang membuat seseorang menjadi
pintar menggunakan emosinya. Emosi manusia berada di wilayah dari perasaan
lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan sensasi emosi yang apabila diakui dan
dihormati, kecerdasan emosional akan menyediakan pemahaman yang lebih

mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain”.
Cooper dan Sawaf (1998) dalam Rachmi (2010) mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai kemampuan merasakan, memahami, dan
secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi,
informasi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi
menuntut seseorang untuk belajar mengakui, menghargai perasaan diri sendiri
dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara
efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari.
Dari beberapa pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa kecerdasan
emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri
sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan
dengan efektif energi emosi dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari.

Universitas Sumatera Utara

2.1.3.2 Komponen Emotional Quotient (EQ)
Goleman (2005 : 19) membagi kecerdasan emosional (EQ) menjadi lima
bagian yaitu
tiga komponen berupa kompetensi emosional (pengenalan diri, pengendalian
diri dan motivasi) dan dua komponen berupa kompetensi sosial (empati dan

keterampilan sosial). Lima komponen kecerdasan emosional tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pengenalan Diri (Self Awareness)
Pengenalan diri adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui perasaan
dalam dirinya dan digunakan untuk membuat keputusan bagi diri sendiri,
memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan memiliki
kepercayaan diri yang kuat.
2. Pengendalian Diri (Self Regulation)
Pengendalian diri adalah kemampuan menangani emosi diri sehingga
berdampak positif pada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati,
sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, dan
mampu segera pulih dari tekanan emosi.
3. Motivasi (Motivation)
Motivasi adalah kemampuan menggunakan hasrat agar setiap saat dapat
membangkitkan semangat dan tenaga untuk mencapai keadaan yang lebih
baik, serta mampu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif.
4. Empati (Emphaty)
Empati adalah kemampuan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
Mampu memahami perspektif orang lain dan menimbulkan hubungan
saling percaya, serta mampu menyelaraskan diri dengan berbagai tipe

individu.
5. Ketrampilan Sosial (Social Skills)
Ketrampilan sosial adalah kemampuan menangani emosi dengan baik
ketika berhubungan dengan orang lain, bisa mempengaruhi, memimpin,
bermusyawarah, menyelasaikan perselisihan, dan bekerjasama dalam tim.
2.1.4 Spritual Quotient (SQ)
2.1.4.1 Pengertian Spritual Quotient (SQ)
Spritual Quotient (SQ) dalam Bahasa Indonesia disebut dengan kecerdasan

spritual yang ditemukan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall pada pertengahan
tahun 2000. Zohar dan Marshall (2007 : 7) menegaskan bahwa “kecerdasan
spiritual adalah landasan untuk membangun IQ dan EQ”.

Universitas Sumatera Utara

“Spiritual berasal dari bahasa Latin spiritus yang berati prinsip yang
memvitalisasi suatu organisme. Sedangkan, spiritual berasal dari bahasa Latin
sapientia (sophia) dalam bahasa Yunani yang berati kearifan” (Zohar dan

Marshall, 2003) dalam Zakiah (2013). Zohar dan Marshall (2007 : 13)

menjelaskan bahwa
spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan aspek
ketuhanan, sebab seorang humanis atau atheis pun dapat memiliki
spiritualitas tinggi. Kecerdasan spiritual lebih berkaitan dengan pencerahan
jiwa. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi mampu memaknai
hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan
penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif akan
mampu membangkitkan jiwa dan melakukan perbuatan dan tindakan yang
positif.
2.1.4.2 Komponen Spritual Quotient (SQ)
Zohar dan Marshall (2005 : 28) menguji SQ dengan hal-hal berikut:
1. Kemampuan bersikap fleksibel, yaitu mampu menyesuaikan diri secara
spontan dan aktif untuk mencapai hasil yang baik, memiliki pandangan
yang pragmatis (sesuai kegunaan), dan efisien tentang realitas. Unsur-usur
bersikap fleksibel yaitu mampu menempatkan diri dan dapat menerima
pendapat orang lain secara terbuka.
2. Kesadaran diri yang tinggi, yaitu adanya kesadaran yang tinggi dan
mendalam sehingga bisa menyadari berbagai situasi yang datang dan
menanggapinya. Unsur-unsur kesadaran diri yang tinggi yaitu kemampuan
autocritism dan mengetahui tujuan dan visi hidup.

3. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan yaitu tetap
tegar dalam menghadapi musibah serta mengambil hikmah dari setiap
masalah itu. Unsur-unsur kemampuan untuk menghadapi dan
memanfaatkan penderitaan yaitu tidak ada penyesalan, tetap tersenyum
dan bersikap tenang dan berdoa.
4. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit, yaitu seseorang
yang tidak ingin menambah masalah serta kebencian terhadap sesama
sehingga mereka berusaha untuk menahan amarah. Unsur-unsur
kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit yaitu ikhlas dan
pemaaf.
5. Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu, yaitu selalu
berfikir sebelum bertindak agar tidak terjadi hal yang tidak diharapkan.
Unsur-unsur keengganan untuk menyebabkan kerugian tidak menunda
pekerjaan dan berpikir sebelum bertindak.

Universitas Sumatera Utara

6. Kualitas hidup, yaitu memiliki pemahaman tentang tujuan hidup dan
memiliki kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai. Unsurunsur kualitas hidup yaitu, prinsip dan pegangan hidup dan berpijak pada
kebenaran.

7. Berpandangan Holistik, yaitu melihat bahwa diri sendiri dan orang lain
saling terkait dan bisa melihat keterkaitan antara berbagai hal. Dapat
memandang kehidupan yang lebih besar sehingga mampu menghadapi dan
memanfaatkan, melampaui kesengsaraan dan rasa sehat, serta
memandangnya sebagai suatu visi dan mencari makna dibaliknya. Unsurunsur berpandangan holistik yaitu kemampuan berfikir logis dan berlaku
sesuai norma sosial.
8. Kecenderungan bertanya, yaitu kecenderungan nyata untuk bertanya
mengapa atau bagaimana jika untuk mencari jawaban-jawaban yang
mendasar unsur-unsur kecenderungan bertanya yaitu kemampuan
berimajinasi dan keingintahuan yang tinggi.
9. Bidang mandiri, yaitu yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan
konvensi, seperti: mau memberi dan tidak mau menerima.
2.1.5 Pemahaman Akuntansi
2.1.5.1 Pengertian Pemahaman
Menurut Poesprodjo (1987) dalam Panangian (2012 : 7) bahwa
pemahaman bukan kegiatan berpikir semata, melainkan pemindahan letak
dari dalam, berdiri di situasi, atau dunia orang lain. Mengalami kembali
situasi yang dijumpai pribadi lain didalam erlebnis (sumber pengetahuan
tentang hidup, kegiatan melakukan pengalaman pikiran), pengalaman yang
terhayati. Pemahaman merupakan suatu kegiatan berpikir secara diam-diam,
menemukan dirinya dalam orang lain.
Benyamin (1975) dalam Panangian (2012 : 7) mengatakan bahwa
pemahaman sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Menurut suatu terjadinya, pemahaman dapat dibedakan menjadi dua
macam:
a. Dengan sengaja ialah dengan sadar dan sungguh-sungguh
memahami,hasilnya akan lebih mendalam.
b. Tidak sengaja ialah dengan tidak sadar ia memperoleh suatu
pengetahuan, hasilnya tidak mendalam dan tidak teratur.
2. Menurut cara memahaminya, pemahaman dapat dibedakan menjadi dua
macam :
a. Secara mekanis ialah menghafal secara mesin dengan tidak
menghiraukan apa artinya, hasil dari pemahaman ini biasanya tidakakan
tahan lama dan akan cepat lupa.

Universitas Sumatera Utara

b. Secara logis ialah menghafal dan mengenal artinya, hasil dari
pemahaman ini akan lebih bertahan lama dan tidak akan cepat lupa.
Dengan demikian jelaslah, bahwa comprehension atau pemahaman
merupakan unsur yang sangat penting dalam belajar. Dari pengertian tersebut di
atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah pengertian dan pengetahuan
yang mendalam serta beralasan mengenai reaksi-reaksi pengetahuan atau
kesadaran untuk dapat memecahkan masalah suatu problem tertentu dengan
tujuan mendapatkan kejelasan.
2.1.5.2 Pengertian Akuntansi
Akuntansi memiliki berbagai macam pengertian tetapi pada dasarnya
sama, hal tersebut dikarenakan akuntansi telah mengalami perkembangan makna.
Ada beberapa pengertian akuntansi dalam Zakiah (2013), antara lain:
1. Menurut American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) dalam
Baridwan (2004 : 32) akuntansi adalah “suatu kegiatan jasa. Fungsinya adalah
menyediakan data kuantitatif, terutama yang mempunyai sifat keuangan, dari
kesatuan usaha ekonomi yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan
ekonomi dalam memilih alternatif-alternatif dari suatu keadaan”.
2. Menurut Suwardjono (2002 : 13), akuntansi dapat didefenisikan sebagai
seni pencatatan, penggolongan, peringkasan, dan pelaporan transaksi yang
bersifat keuangan yang terjadi dalam suatu perusahaan. Pengertian seni dalam
defenisi tersebut dimaksudkkan untuk menunjukkan bahwa akuntansi bukan
ilmu pengetahuan eksakta, karena dalam proses penalaran dan perancangan
akuntansi banyak terlibat unsur pertimbangan (judgement).
3. Menurut American Accounting Association dalam Halim dan Kusufi (2012 :
10) mendefinisikan akuntansi sebagai “proses pengidentifikasian, pengukuran,
pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari suatu organisasi

Universitas Sumatera Utara

atau entitas yang dijadikan sebagai informasi dalam rangka pengambilan
keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang memerlukan”.

2.1.5.3 Pengertian Pemahaman Akuntansi
Pemahaman Akuntansi menurut Napitupulu (2008) adalah
dapat dilihat dari hasil mahasiswa yang telah dievaluasi oleh pengajar mata
kuliah akuntansi dan juga akan dilihat dari jawaban mahasiswa terhadap
pertanyaan yang diajukan oleh peneliti pada mahasiswa. Dengan demikian
dapat diberi suatu kesimpulan, bahwa pemahaman akuntansi memiliki tujuan,
yaitu :
a. Pemahaman pengetahuan akuntansi tanpa menimbulkan kekeliruan tentang
arti akuntansi. Artinya jangan sampai mahasiwa mempunyai wawasan yang
sempit mengenai ruang lingkup akuntansi baik sebagai pengetahuanmaupun
sebagai bidang pekerjaan.
b. Menanamkan sifat positif terhadap pengetahuan akuntansi yang cukup luas
ruang lingkupnya, khususnya mereka yang tidak mengambil jurusan
akuntansi.
c. Memotivasi agar pengetahuan akuntansi dimanfaatkan dalam praktik bisnis
atau organisasi lain yang keberhasilannya sebenarnya ditentukan oleh
informasi keuangan.
Sedangkan menurut Sahara (2014), tingkat pemahaman akuntansi
mahasiswa dinyatakan dengan “seberapa mengerti seorang mahasiswa terhadap
apa yang sudah dipelajari yang dalam konteks ini mengacu pada mata kuliah
akuntansi”. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pemahaman akuntansi adalah
proses pembelajaran untuk mengerti akuntansi dari apa yang telah diajarkan oleh
dosen.
2.1.5.4 Komponen Pemahaman Akuntasi
Dalam penelitian ini komponen pemahaman akuntansi diukur dengan
menggunakan nilai mata kuliah yaitu, sebagai berikut:
1.

Pengantar Akuntansi I

2.

Pengantar Akuntansi II

Universitas Sumatera Utara

3.

Akuntansi Keuangan Menengah I

4.

Akuntansi Keuangan Menengah II

5.

Akuntansi Keuangan Lanjutan I

6.

Akuntansi Keuangan Lanjutan II

7.

Teori Akuntansi

8.

Akuntansi Biaya

9.

Akuntansi Manajemen

10. Akuntansi Sektor Publik
11. Akuntansi Perpajakan
2.2 Penelitian Terdahulu
Peran peneliti terdahulu sangat membantu penulis dalam melakukan
penelitian ini. Hasil penelitian terdahulu mengatakan hasil yang berbeda-beda
tentang IQ, EQ, dan SQ berpengaruh terhadap pemahaman akuntansi, sehingga
membuat penulis tertarik untuk menelitinya kembali. Peneliti ingin mengetahui
perkembangan

pemahaman

akuntansi

mahasiswa

S-1

fakultas

ekonomi

Universitas Sumatera Utara. Berikut adalah tabel 2.1 tentang penelitian terdahulu:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No

1.

Nama
Peneliti

Dwijayanti
(2009)

Variabel
Penelitian
Independen:
- Kecerdasan Emosional
- Kecerdasan Intelektual
- Kecerdasan Spiritual
-Kecerdasan Sosial
Dependen:
Pemahaman Akuntansi
Mahasiswa ABFII
Perbanas, Universitas
Pancasila, dan
Universitas
Muhammadiyah Jakarta

Independen:
- Kecerdasan Emosional
- Kecerdasan Spiritual,
- Perilaku Belajar
2.

3.

4.

Rachmi
(2010)

Yani
(2011)

Zakiah
(2013)

Dependen:
Tingkat Pemahaman
Akuntansi Universitas
Gajah Mada Dan
Universitas Diponegoro
Independen:
- Kecerdasan Intelektual
- Kecerdasan Emosional
- Kecerdasan Spritual
Dependen:
Pemahaman Akuntansi
Mahasiswa FKIP
Universitas Riau
Independen:
- Kecerdasan Intelektual
- Kecerdasan Emosional

Hasil
Penelitian
Secara Parsial,
kecerdasan emosional
dan kecerdasan sosial
berpengaruh terhadap
pemahaman akuntani.
Namun, kecerdasan
intelektual dan
kecerdasan spritual tidak
berpengaruh terhadap
pemahaman akuntansi.
Sedangkan, secara
simultan kecerdasan
emosional, kecerdasan
intelektual, kecerdasan
spiritual, dan kecerdasan
sosial berpengaruh
signifikan terhadap
pemahaman akuntansi.
Bahwa secara parsial
kecerdasan emosional,
kecerdasan spiritual, dan
perilaku belajar
berpengaruh signifikan
terhadap pemahaman
akuntansi.

Bahwa secara parsial,
kecerdasan intelektual
dan kecerdasan
emosional berpengaruh
terhadap pemahaman
akuntansi, namun
kecerdasan spritual tidak
berpengaruh terhadap
pemahaman akuntansi
Bahwa secara parsial,
kecerdasan intelektual,
kecerdasan emosional,

Universitas Sumatera Utara

- Kecerdasan Spritual

dan kecerdasan spritual
berpengaruh terhadap
pemahaman akuntansi

Dependen:
Terhadap Pemahaman
Akuntansi Mahasiswa
Universitas Jember

2.3 Kerangka Konseptual
Dalam Erlina (2011 : 33) kerangka teoritis adalah “suatu model yang
menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting
yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka teoritis akan
menghubungkan secara teoritis anatara variabel-variabel penelitian, yaitu antara
variabel bebas dengan varial terikat”.
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel
independen, yaitu intellegent quotient (IQ), emotional quotient (EQ), dan spritual
quotient (SQ). Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah

pemahaman akuntansi. Berikut adalah kerangka konseptual dalam penelitian ini:

Intelligent Quotient (X1)

hH1
Pemahaman
H2

Akuntansi

Emotional Quotient (X2)

H3

(Y)

Spiritual Quotient (X3)

H4
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara

Berikut

adalah

penjelasan

mengenai

hubungan

antara

variabel

independen dengan variabel dependen:
1. Hubungan Intelligent Quotient (IQ) Terhadap Pemahaman Akuntansi
Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat
intelligent quotient (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk

meraih kesuksesan yang lebih besar dibanding orang lain. Pada kenyataannya, ada
banyak kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat IQ yang tinggi tersisih
dari orang lain yang tingkat IQ lebih rendah. Ternyata IQ yang tinggi tidak
menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.
Para psikolog menyusun berbagai tes untuk mengukur IQ, dan tes-tes ini
menjadi alat untuk memilah manusia ke dalam berbagai tingkatan kecerdasan,
yang kemudian lebih dikenal dengan istilah IQ, yang katanya dapat menunjukkan
kemampuan mereka. Menurut teori ini, semakin tinggi IQ seseorang, semakin
tinggi pula kecerdasannya (Zohar & Marshall, 2007 : 15).
IQ memiliki dimensi yaitu intelegensi verbal, intelegensi praktis, dan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah (Stenberg, 1981) dalam Azwar (2008 :
46). Seorang mahasiswa akuntansi yang memiliki IQ yang baik maka mampu
memahami akuntansi dan dapat membaca dengan penuh pemahaman serta
menunjukkan keingintahuan terhadap akuntansi.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa intelligent quotient (IQ) memiliki
hubungan dengan pemahaman akuntansi.

Universitas Sumatera Utara

2. Hubungan Emotional Quotient (EQ) Terhadap Pemahaman Akuntansi
Emotional quotient (EQ) memungkinkan seseorang untuk memutuskan dalam

situasi apa dirinya berada lalu bersikap secara total di dalamnya. EQ memiliki
kesadaran mengenai perasaan milik diri sendiri dan juga perasaan milik orang
lain. EQ memberikan rasa empati, cinta, motivasi, dan kemampuan untuk
menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat (Goleman, 2003) dalam
Zohar & Marshall (2007 : 56)
Dengan EQ, seseorang mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka
sendiri dengan baik dan mampu membaca dan menghadapi perasaan-perasaan
orang lain dengan efektif. Seseorang dengan keterampilan emosional yang
berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan
dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Sedangkan seseorang yang tidak dapat
mehanan kendali atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin
yang merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya
dan memiliki pikiran yang jernih. EQ ditandai dengan kemampuan pengenalan
diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati, dan kemampuan sosial akan
mempengaruhi perilaku belajar mahasiswa yang nantinya juga mempengaruhi
seberapa besar mahasiswa dalam memahami akuntansi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa emotional quotient memiliki
hubungan dengan pemahaman akuntansi.
3. Hubungan Spiritual Quotient (SQ) Terhadap Pemahaman Akuntansi
Pada dasarnya manusia adalah makhluk spiritual karena selalu terdorong oleh
kebutuhan untuk mengajukan pertanyaan mendasar atau pokok seperti mengapa

Universitas Sumatera Utara

saya dilahirkan? Spiritual quotient (SQ) memungkinkan manusia menjadi kreatif,
mengubah aturan dan situasi.
SQ memberikan rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku
diikuti dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat kapan
cinta dan pemahaman sampai pada batasnya. Seseorang menggunakan SQ untuk
memilih hal baik dan jahat, serta untuk membayangkan kemungkinan yang belum
terwujud untuk bermimpi, bercita-cita, dan mengangkat diri dari kerendahan
(Zohar & Marshall, 2005 : 63).
SQ tidak harus berhubungan dengan agama. Untuk sebagian orang, SQ
mungkin menemukan cara pengungkapan melalui agama formal, tetapi beragama
tidak menjamin SQ tinggi. Banyak orang humanis dan ateis memiliki SQ sangat
tinggi, dan sebaliknya. Banyak orang yang aktif beragama memiliki SQ sangat
rendah.
Beberapa penelitian oleh Gordon Allport, lima puluh tahun silam,
menunjukkan bahwa orang memiliki pengalaman keagamaan lebih banyak diluar
batas-batas arus utama lembaga keagamaan daripada di dalamnya (Zohar &
Marshall, 2005 : 54). Spiritualitas mahasiswa akuntansi yang cerdas akan mampu
membantu dalam pemecahan permasalahan-permasalahan dalam menghadapi
kendala-kendala dalam proses pemahaman akuntansi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa spiritual quotient memiliki
hubungan dengan pemahaman akuntansi.

Universitas Sumatera Utara

4. Hubungan Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), Dan
Spiritual Quotient (SQ) Terhadap Pemahaman Akuntansi

Dari uraian sebelumnya telah dijelaskan hubungan dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen. Menurut uraian tersebut, selama ini
banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat intelligent
quotient (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih

kesuksesan yang lebih besar dibanding orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak
kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat intelligent quotient yang tinggi
tersisih dari orang lain yang tingkat IQ lebih rendah. Ternyata IQ yang tinggi
tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.
Kemudian, emotional quotient (EQ) memungkinkan seseorang untuk
memutuskan dalam situasi apa dirinya berada lalu bersikap secara total di
dalamnya. EQ memiliki kesadaran mengenai perasaan milik diri sendiri dan juga
perasaan milik orang lain. EQ memberikan rasa empati, cinta, motivasi, dan
kemampuan untuk menanggapi kesedihan atau kegembiraan secara tepat
(Goleman, 2003) dalam Zohar & Marshall (2007 : 56).
Beberapa penelitian oleh Gordon Allport, 50 tahun silam, menunjukkan bahwa
orang memiliki pengalaman keagamaan lebih banyak diluar batas-batas arus
utama lembaga keagamaan daripada di dalamnya (Zohar & Marshall, 2005 : 54).
Spiritualitas mahasiswa akuntansi yang cerdas akan mampu membantu dalam
pemecahan permasalahan-permasalahan dalam menghadapi kendala-kendala
dalam proses pemahaman akuntansi.

Universitas Sumatera Utara

Dari uraian diatas bisa dilihat bahwa IQ, EQ, dan SQ secara bersama-sama
berpengaruh terhadap pemahaman akuntansi.
2.4 Hipotesis
Menurut Erlina (2011 : 42) hipotesis adalah
proposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris.
Proposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya,
disangkal atau diuji kebenarannya mengenai konsep atau konstruk yang
menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena. Dengan demikian,
hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena atau
keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi.
Berdasarkan kerangka konseptual di atas maka dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H1: Intelligent Quotient (IQ) berpengaruh positif terhadap pemahaman akuntansi.
H2:Emotional Quotient (EQ) berpengaruh positif terhadap pemahaman akuntansi.
H3: Spiritual Quotient (SQ) berpengaruh positif terhadap pemahaman akuntansi.
H4: Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ)
secara simultan mempengaruhi pemahaman akuntansi.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Intelligent Quotient, Emotional Quotient, Dan Spiritual Quotient terhadap Pemahaman Akuntansi Pada Mahasiswa Akuntansi S-1 Di Universitas Sumatera Utara

3 58 117

Pengaruh Motivasi, Intelligent Quotient, Emotional Quotient, Spritual Quotient, dan Pengetahuan Tentang Profesi Akuntan Publik Terhadap Minat Mahasiswa Akuntansi Universitas Sumatera Utara Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi

0 8 99

Pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (Eq), dan Spritual Quotient (Sq) Terhadap Pemahaman Akuntansi pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara

0 2 100

Pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (Eq), dan Spritual Quotient (Sq) Terhadap Pemahaman Akuntansi pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara

0 0 12

Pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (Eq), dan Spritual Quotient (Sq) Terhadap Pemahaman Akuntansi pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara

0 0 2

Pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (Eq), dan Spritual Quotient (Sq) Terhadap Pemahaman Akuntansi pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara

0 0 6

Pengaruh Intelligent Quotient (IQ), Emotional Quotient (Eq), dan Spritual Quotient (Sq) Terhadap Pemahaman Akuntansi pada Mahasiswa Akuntansi S-1 di Universitas Sumatera Utara

0 0 18

PENGARUH INTELEGENCE QUOTIENT (IQ), EMOTIONAL QUOTIENT (EQ), DAN SPIRITUAL QUOTIENT (SQ) TERHADAP PEMAHAMAN AKUNTANSI SISWA DI SMK SUMPAH PEMUDA 2

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Intelligent Quotient 2.1.1.1 Pengertian Intelligent Quotient - Pengaruh Intelligent Quotient, Emotional Quotient, Dan Spiritual Quotient terhadap Pemahaman Akuntansi Pada Mahasiswa Akuntansi S-1 Di Univer

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 - Pengaruh Intelligent Quotient, Emotional Quotient, Dan Spiritual Quotient terhadap Pemahaman Akuntansi Pada Mahasiswa Akuntansi S-1 Di Universitas Sumatera Utara

0 0 7