Analisis Dampak Perubahan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Terhadap Pendapatan Petani Jagung di Kecamatan Tigabinanga Kabupaten Karo

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Agronomis Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang
terpenting selain gandum dan padi. Tanaman jagung ini termasuk ke salah satu
jenis pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan yang berasal dari Amerika
dan tersebar hampir di seluruh dunia (Tim Karya Tani Mandiri,2010).
Setiap

tanaman dalam proses pertumbuhannya memerlukan persyaratan

pertumbuhan, demikian pula tanaman jagung. Persyaratan tumbuh yang sesuai,
diharapkan dapat menunjang tingkat produksi sesuai dengan harapan petani
(AAK,1993).
Jagung yang dalam ilmu tumbuh-tumbuhan dikenal dengan nama Zea mays
adalah tanaman yang menyerupai rumput dengan keadaan tubuh yang lebih kuat.
Sebab memang jagung termasuk tumbuhan berbiji tunggal (Monokotil) dari famili
padi-padian (Gramineae) (HR,1983).
Meskipun tanaman jagung berasal dari daerah tropis, namun jagung mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar daerah tersebut. Hal ini disebabkan

variasi sifat pada sejumlah jenis jagung yang memiliki kemampuan beradaptasi
dengan baik, sehingga dalam jangka waktu relatif pendek jagung dapat tersebar
luas di berbagai penjuru dunia, seperti Eropa pada waktu dibawa oleh Columbus,
Afrika dan Australia, bahkan sampai Asia (AAK,1993).
Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah
beriklim sedang hingga daerah beriklim sub tropis / tropis yang basah. Adapun

Universitas Sumatera Utara

temperatur yang dikehendaki tanaman jagung berkisar antara 21°C hingga 30°C.
Akan tetapi temperatur optimum adalah antara 23°C sampai dengan 27°C
(AAK,1993).
Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah
pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1.000-1.800 meter dari permukaan
air laut. Jagung yang ditanam di dataran rendah di bawah 800 meter dari
permukaan air laut dapat berproduksi dengan baik, dan pada ketinggian di atas
800 meter dari permukaan air laut pun jagung masih bisa memberikan hasil yang
baik pula (AAK,1993).
Jagung menghendaki tanah yang selalu kering dengan curah hujan yang tidak
begitu lebat. Oleh karena itu saat penanaman jagung biasanya dilakukan pada

akhir musim penghujan, yaitu sekitar bulan Maret, atau pada akhir musim
kemarau, yaitu sekitar Bulan Oktober-November (HR,1983).
2.1.2 Kondisi Eksisting Usahatani Jagung di Sumatera Utara
Jagung merupakan salah satu komoditas yang mempunyai peranan strategis dalam
pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia. Komoditas jagung ini
mempunyai berbagai macam fungsi seperti sebagai bahan pangan maupun bahan
pakan. Beberapa tahun terakhir ini penggunaan jagung sebagai pakan mampu
mencapai 50% dari total kebutuhan (Badan Litbang Pertanian,2005).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Tanaman Jagung Provinsi
Sumatera Utara
Jenis
Luas Panen
Produktivitas
Produksi
Tahun
Tanaman
(Ha)

(Kw/Ha)
(Ton)
Jagung
2009
247.782,00
47,08
1.166.548,00
Jagung
2010
274.822,00
50,13
1.377.718,00
Jagung
2011
255.291,00
50,71
1.294.645,00
Jagung
2012
243.098,00

55,41
1.347.124,00
Jagung
2013
211.750,00
55,87
1.183.011,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara,2013.
Berdasarkan tabel 4 yaitu tabel luas lahan, luas panen, produksi dan produktivitas
tanaman jagung Provinsi Sumatera Utara diatas, luas panen di Sumatera Utara
menurun 13% dari tahun 2012. Hal ini disebabkan oleh cuaca ekstrim akibat
adanya bencana erupsi Gunung Sinabung sehingga membuat tanaman jagung
mengalami kerusakan bahkan fuso, juga berdampak pada menurunnya luas panen.
Produksi jagung di Sumatera Utara menurun sebesar 12% dari tahun 2012. Hal ini
disebabkan oleh penurunan luas panen karena cuaca ekstrim setelah bencana
erupsi Gunung Sinabung. Sementara itu produktivitas jagung di Sumatera Utara
mengalami kenaikan hampir 1% pada tahun 2013.
Tabel 5. Data Volume Impor, Nilai Impor, Volume Ekspor, Nilai Ekspor dan
Harga Produsen Komoditi Jagung di Sumatera Utara Tahun 20092012
Nilai

Volume
Harga
Volume
Nilai Ekspor
Tahun
Impor
Ekspor
Produse
Impor (Kg)
(US$)
(US$)
(Kg)
n (Rp)
2008
40.519.017
11.446.917
314.475
169.396
1.986
2009

102.475.113 21.127.756
179.479
88.947
2.436
2010
118.524.352 28.623.482
189.705
105.546
2.631
2011
286.361.482 87.307.877
401.631
271.389
2.835
2012
216.858.569 62.820.402
386.000
304.674
2.768
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2012.

Impor jagung dilakukan kebanyakan oleh industri bahan pakan ternak disebabkan
karena ketidaksesuaian jalannya industri dengan waktu panen jagung lokal. Saat

Universitas Sumatera Utara

industri berproduksi, jagung lokal sedang dalam masa penanaman sehingga
industri memutuskan untuk mengimpor jagung agar industrinya tetap berjalan.
Selain itu, tidak tersedianya lumbung-lumbung penyimpanan jagung yang bisa
digunakan pada saat terjadinya panen raya pada masa penanaman selanjutnya.
Penurunan impor disebabkan oleh kenaikan harga jagung di pasar dunia. Namun
disisi lain, kenaikan harga juga menumbuhkan minat petani untuk mengekspor
jagungnya sehingga pada tahun 2012 volume ekspor jagung di Sumatera Utara
menurun tetapi nilai ekspornya meningkat.
Sementara itu terjadi penurunan nilai ekspor jagung pada tahun 2009 yang dipicu
oleh krisis ekonomi global, namun berangsur – angsur pulih bahkan nilai ekspor
jagung dunia pada tahun 2011 sudah melampaui nilai ekspor pada tahun 2008.
Hasil panen jagung tidak semua berupa jagung tua, pemanenan dilakukan
tergantung dari tujuannya. Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen
sebelum bijinya terisi penuh. Saat itu diameter tongkol baru mencapai 1-2 cm.
Jagung untuk direbus dan dibakar, dipanen ketika matang susu. Tanda-tandanya

kelobot masih berwarna hijau, dan bila biji dipijit tidak terlalu keras serta akan
mengeluarkan cairan putih. Jagung untuk makanan pokok (beras jagung), pakan
ternak, benih, tepung dan berbagai keperluan lainnya dipanen jika sudah matang
fisiologis. Tanda-tandanya: sebagian besar daun dan kelobot telah menguning.
Apabila bijinya dilepaskan akan ada warna coklat kehitaman pada tangkainya
(tempat menempelnya biji pada tongkol). Bila biji dipijit dengan kuku, tidak
meninggalkan bekas. Dengan adanya perbedaan waktu pemanenan pada
komoditas jagung, maka harga pada sektor produsen pertanian jagung juga
berbeda seperti terlihat pada tabel-tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara

Tabel 6. Harga Produsen Sektor Pertanian Jagung Ontongan Muda 5 Tahun
Terakhir (Rp/100Kg) di Sumatera Utara
Kabupaten
Tahun Mandailing Dairi Langkat Batu
Asahan Labuhan
Labuhan
Natal
Bara

Batu
Batu Utara
2009
324.521
150.833
178.750
2010
338.500 213.333 110.000 165.833
227.917
2011
361.111 237.500
172.083 439.375 340.000
172.083
2012
369.444 283.333 132.500 188.333 479.083
150.000
2013
321.250 250.000 187.500 210.000
161.667
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2013.

Harga produsen naik disebabkan oleh penurunan luas lahan sehingga produksi
jagung juga ikut menurun. Permintaan jagung setiap tahunnya semakin
meningkat, namun tidak diimbangi dengan produksi sehingga terjadi kenaikan
harga setiap tahunnya di tingkat produsen.
Tabel 7. Harga Produsen Sektor Pertanian Jagung
Terakhir (Rp/100Kg) di Sumatera Utara
Kabupaten
Tahun Mandailing Langkat Serdang
Asahan
Natal
Bedagai
2009
275.146
255.417 149.167
2010
268.333 110.000 265.000 125.688
2011
281.111
255.833 182.458
2012

293.611 125.417 271.467 215.292
2013
310.833 182.667 222.500 259.792
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara 2013.

Ontongan Tua 5 Tahun

Labuhan
Batu
264.167
339.167
350.000
-

Deli Serdang
230.625
232.083
237.917

Harga di tingkat produsen tinggi karena adanya peningkatan biaya transportasi
yang harus dikeluarkan oleh petani jagung di satu sentra produksi kepada
distributor yang berada di luar daerah sentra produksi.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 8. Harga Produsen Sektor Pertanian Jagung Pipilan 5 Tahun Terakhir
(Rp/100Kg) di Sumatera Utara
Tahun
Kabupaten
2009
2010
2011
2012
2013
Mandailing Natal 214.167 214.167
250.625
279.444
362.292
Tapanuli Selatan
191.667 191.667
192.708
260.958
33.573
Tapanuli Tengah
304.167 304.167
Tapanuli Utara
219.139 219.139
242.889
247.277
317.727
Toba Samosir
234.167 234.187
241.667
219.000
279.167
Labuhan batu
247.500 259.167
Asahan
164.806 184.819
239.208
322.639
322.639
Simalungun
180.000 190.417
238.333
214.167
250.313
Dairi
200.695 216.875
258.646
247.292
287.083
Karo
198.645 211.042
234.583
213.958
249.792
Deli Serdang
212.292 222.083
263.542
251.528
263.800
Langkat
226.250 245.833
221.667
209.583
247.222
Humbang
266.667 290.458
253.750
286.417
290.292
Hasundutan
Samosir
230.833
250.000
296.667
346.250
Serdang Bedagai
295.417 305.333
349.500
392.500
295.000
Labuhan Batu
272.500
280.000
292.500
Utara
Sumber: Badan Pusat Statistik Sumatera Utara,2013.
Harga jagung di tingkat produsen tinggi disebabkan oleh meningkatnya harga
impor akibat pasokan yang ketat menyusul kegagalan panen di Amerika Serikat
dan Argentina.
2.1.3 Resolusi Kenaikan Harga BBM dan Dampaknya Terhadap Sektor
Pertanian
Resolusi kenaikan harga BBM yang terjadi pada tahun 2013 lalu mempunyai
beberapa alasan penting. Pertama, adanya kenaikan harga minyak mentah dunia.
Kedua, murahnya harga BBM bersubsidi Indonesia dibandingkan harga BBM di
kawasan ASEAN lainnya yang mampu mengakibatkan penyelundupan baik di
sektor industri/pertambangan maupun penyelundupan ke luar negeri. Ketiga,
harga BBM fosil yang murah menghambat munculnya energi alternatif. Keempat,
subsidi BBM yang berlangsung selama ini tidak sesuai dengan UU 30/2007

Universitas Sumatera Utara

tentang Energi yang mengatakan bahwa subsidi disediakan untuk kelompok
masyarakat tidak mampu yang pada kenyataannya subsidi BBM dinikmati lebih
70% oleh kelas menengah pemilik mobil pribadi dan sepeda motor bersilinder
tinggi (Anonimous, 2013).
Dampak perubahan harga BBM tersebut terhadap sektor pertanian ada yang
bersifat langsung sebagai salah satu input produksi seperti usaha traktor, pompa
air, tenaga kerja, sewa lahan, penggilingan padi, atau bersifat tidak langsung lewat
kenaikan biaya transportasi seperti pengiriman pupuk dan pestisida, serta ada
yang bersifat penyesuaian dengan berubah ongkos seperti ongkos traktor dan
harga barang-barang. ( Ketut Kariyasa, 2006).
Menurut Nasution (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Produksi dan Pendapatan Usaha Tani Jagung menyimpulkan
bahwa luas lahan, pupuk Phonsca, pupuk NPK, dan tenaga kerja berpengaruh
nyata terhadap produksi jagung di Desa Tanjung Jati. Harga jual, biaya bibit,
biaya tenaga kerja, dan biaya alsintan berpengaruh nyata terhadap pendapatan
usahatani jagung di Desa Tanjung Jati sehingga usaha tani jagung di Desa
Tanjung Jati tergolong layak dan efisien.
Menurut Sirait (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Dampak Kenaikan
Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap Harga Saprodi dan Harga Gabah
menyimpulkan bahwa kenaikan harga sarana produksi untuk usaha tani padi
sawah sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM di daerah penelitian adalah
bervariasi. Rata-rata kenaikan harga di tingkat pedagang besar adalah 11,48% dan
6,73% di tingkat pedagang pengecer. Sedangkan sebaran harga sarana produksi
sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM di tingkat pedagang besar dan

Universitas Sumatera Utara

pengecer cukup bervariasi, harga sarana produksi di pedagang pengecer selalu
lebih mahal dibandingkan di tingkat pedagang besar. Setiap kenaikan rata-rata
harga BBM sebesar 1% akan menyebabkan kenaikan rata-rata harga saprodi
sebesar 0,16% di tingkat pedagang besar dan 0,10% di tingkat pedagang pengecer.
Perbedaan biaya sarana produksi di tingkat petani padi sawah sebelum dan
sesudah kenaikan BBM cukup signifikan. Biaya saprodi sesudah kenaikan BBM
meningkat Rp. 60.150,00/Ha atau naik 7,32%. Maka pendapatan usaha tani
sesudah kenaikan BBM hanya meningkat Rp. 231.089,00/Ha atau naik 4,19%,
tetapi besarnya persentase laba yang diperoleh petani menurun dari 146,90%
menjadi 127,08% sesudah kenaikan BBM.
Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) ditetapkan pada kebijakan Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Tentang Harga Jual Eceran dan
Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu nomor 34 tahun 2014.
Peraturan ini menetapkan bahwa harga jual eceran jenis bahan bakar minyak
seperti minyak tanah (Kerosene) setiap liternya sebesar Rp. 2.500,00 ( Dua ribu
lima ratus rupiah), untuk setiap liter bensin (Gasoline) RON 88 sebesar
Rp.8.500,00 (delapan ribu lima ratus rupiah), dan Minyak Solar ( Gas Oil) sebesar
Rp.7.500,00 (tujuh ribu lima ratus rupiah). Peraturan Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral ini mulai berlaku pada tanggal 18 November 2014 pukul 00.00
WIB.
2.2 Landasan Teori
Kenaikan harga BBM akan meningkatkan biaya produksi pada industri agroinput
seperti benih, pupuk, dan pestisida. Hal ini menyebabkan harga benih, pupuk, dan
pestisida dipasaran turut mengalami peningkatan, sehingga biaya produksi dari

Universitas Sumatera Utara

produk pertanian menjadi meningkat pula. Selain pada industri agroinput,
kenaikan hasil produksi pertanian juga dipengaruhi oleh sektor lain seperti logistik
pada pertanian. Ada peningkatan biaya pengolahan lahan yang menggunakan
traktor sebagai mesin pertanian serta biaya transportasi dari kebun sampai ke
pasar. Kenaikan biaya produksi pertanian tersebut tidak diimbangi dengan
meningkatnya harga yang ada di konsumen yang mengakibatkan keuntungan
petani mengalami penurunan (Republika,2014).
Input produksi dibutuhkan untuk menghasilkan output produksi yang diinginkan.
Terdapat beberapa jenis input produksi yang digunakan oleh petani seperti benih,
pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian, dan transportasi.
Benih dapat diartikan sebagai biji tanaman yang berfungsi sebagai sarana
memperbanyak tanaman. Benih bisa didapat dari pembenihan sendiri atau
membeli benih yang bersertifikat. Pemilihan benih yang baik sangat penting untuk
meningkatkan produktivitas jagung (Tim Karya Tani Mandiri,2010).
Pupuk adalah bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia, atau
biologi tanaman sehingga mengakibatkan tanaman tumbuh secara optimal. Pada
produksi tanaman jagung jenis pupuk yang dibutuhkan salah satunya adalah
pupuk NPK (Tim Karya Tani Mandiri,2010).
Perubahan input menjadi output dalam kegiatan produksi tidak hanya menentukan
input apa saja yang diperlukan tetapi harga dari input tersebut juga harus
dipertimbangkan yang disebut juga biaya produksi dari output. Biaya produksi
mempunyai peranan penting dalam menentukan jumlah output. Secara sederhana
biaya produksi dapat dicerminkan oleh jumlah uang yang dikeluarkan untuk

Universitas Sumatera Utara

mendapatkan sejumlah input atau bisa juga disebut dengan jumlah uang keluar
yang tercatat (Sugiarto,dkk, 2002).
Biaya dapat dibagi menjadi biaya tetap (fixed cost/FC) dan biaya tidak tetap
(variable cost/ VC). Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang dalam periode
waktu tertentu jumlahnya tidak berubah atau tetap. Contohnya penyusutan
peralatan, sewa gedung, dan biaya administrasi. Sedangkan biaya tidak tetap
(variable cost) adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan jumlah
produk yang dihasilkan atau disebut output. Contohnya seperti biaya bahan baku
dan upah tenaga kerja berdasarkan output yang dihasilkan (Wijayanti dan
Vidyaningsih, 2007).
Biaya usahatani atau total biaya merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan
biaya tidak tetap, dengan rumus sebagai berikut :
TC = FC + VC
Keterangan :
TC = Total Biaya (Rp)
FC = Biaya Tetap (Rp)
VC = Biaya Variabel / Biaya Tidak Tetap (Rp)
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
harga jual, pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut :
TR = Y.PY
Keterangan :
TR = Total Penerimaan (Rp)
Y

= Produksi yang diperoleh dalam usaha tani

PY = Harga (Rp)

Universitas Sumatera Utara

Pendapatan usahatani menurut Soekartawi (2002) adalah selisih antara
penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan selama proses produksi, sehingga
dapat ditulis dengan rumus :
Pd = TR-TC
Keterangan :
Pd = Pendapatan usahatani (Rp)
TR = Total penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
Menurut Hernanto (1994), besarnya pendapatan yang akan diperoleh dari suatu
kegiatan usahatani tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti
luas lahan, tingkat produksi, identitas pengusaha, pertanaman, dan efisiensi
penggunaan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan usahatani, petani berharap
dapat meningkatkan pendapatannya sehingga kebutuhan hidup sehari-hari dapat
terpenuhi. Harga dan produktivitas merupakan sumber dari faktor ketidakpastian,
sehingga bila harga dan produksi berubah maka pendapatan yang diterima petani
juga berubah (Soekartawi, 1995).
2.3 Kerangka Pemikiran
Jagung sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras, memegang peranan
terpenting sebagai salah satu bahan pangan di Indonesia. Usaha budidaya jagung
juga berpeluang sebagai komoditas ekspor. Namun hal itu terhambat dikarenakan
perubahan harga BBM. Ketetapan pemerintah terkait kebijakan perubahan harga
BBM nampaknya justru membuat keresahan sosial ekonomi secara umum.
Pihak yang lebih banyak menerima dampak negatif dari perubahan harga BBM
yang fluktuatif tersebut adalah masyarakat kecil dan petani, dalam hal khususnya

Universitas Sumatera Utara

petani jagung. Bagi industri agroinput perubahan harga BBM akan membuat
perubahan biaya produksi di berbagai sektornya seperti industri benih, pupuk,
pestisida, alat dan mesin pertanian. Bagi petani jagung perubahan harga BBM
juga berarti akan adanya perubahan biaya produksi selain benih dan pupuk juga
meliputi input produksi yang lain seperti harga sewa tanah, ongkos angkut/
transportasi, sewa alsintan dan pengolahan hasil panen. Perubahan harga BBM
juga mengakibatkan perubahan upah buruh tani yang akan terimbas pada beban
biaya produksi sementara harga jual output produksi relatif fluktuatif sehingga
petani jagung tidak mampu memprediksi besarnya pendapatan mereka. Perubahan
biaya produksi itu tidak diimbangi dengan perubahan harga yang ada di konsumen
yang mengakibatkan keuntungan petani jagung relatif fluktuatif.

Universitas Sumatera Utara

Secara sistematis kerangka pemikiran dapat dilihat pada gambar 1:
Harga Input
Harga Benih
Harga Pupuk
Harga Tenaga Kerja
Harga Alsintan
Harga Pestisida
Harga PBB

Biaya Input
Biaya Benih
Biaya Pupuk
Biaya Tenaga Kerja
Biaya Alsintan
Biaya Pestisida
Biaya PBB

Harga
Output
(Produk
Jagung
Pipilan)

-Produktivitas
-Penerimaan
-Pendapatan

Perubahan Harga BBM

Kebijakan Pemerintah

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Keterangan

:
: Menyatakan Pengaruh
: Menyatakan hubungan

2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang telah disusun, maka diajukan hipotesis sebagai
berikut:
1) Perubahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk jenis Solar dan Bensin
memberikan dampak yang nyata terhadap biaya input produksi petani jagung di
Kecamatan Tigabinanga,Kabupaten Karo.
2) Perubahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk jenis Solar dan Bensin
memberikan dampak yang nyata terhadap penerimaan dan pendapatan petani
jagung di Kecamatan Tigabinanga,Kabupaten Karo.

Universitas Sumatera Utara