T2 752015004 BAB III

BAB III
DESKRIPSI PEMBERDAYAAN WARGA BINAAN PEREMPUAN DI LP WANITA
Klas III KUPANG
Pada Bab ini penulis akan memaparkan hasil-hasil penelitian antara lain: 1) gambaran
umum tempat penelitian, 2) Kegiatan pembinaan warga binaan perempuan di LP wanita Klas
III Kupang, dan 3) Permasalahan-permasalahan yang dialami oleh Warga Binaan Perempuan
di LP Wanita kota Kupang.
3.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas III Kupang adalah Unit Pelaksana Teknis
dilingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI tertuang di dalam Surat Keputusan Menteri
Kehakiman dan HAM RI No.M.HH-09.OT.01.01 TAHUN 2011 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas III Kupang di lingkungan Kementerian Hukum
dan HAM RI, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor M-01.PR.07.10
Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia Republik Indonesia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
Nomor 5 Tahun 2012 tentang Tata Naskah Dinas.
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas III Kupang baru beroperasi sejak tanggal 03
September 2012, terletak di kota Kupang di pulau Timor. Kota Kupang merupakan ibukota
dari provinsi Nusa Tenggara Timur, secara geografis pulau Timor diapit disebelah selatan
oleh laut Timor dan di sebelah barat oleh laut Sawu, sebelah utara oleh Selat Ombai dan
daerah enklauve Oekusi (Republik Timor Leste), sebelah timur berbatasan dengan Timor

Tengan Utara.

32

Gambar 1 : Gedung LP Wanita Klas III Kupang.
sebelum beroperasi sejak tanggal 3 September 2012 Warga Binaan Perempuan (WBP)
menjalani masa tahanan/masa hukuman di LP Klas II Kupang yang berlokasi tidak jauh dari
LP Wanita ini.

Suku bangsa yang terbesar di berbagai wilayah kerja Lembaga Pemasyarakatan
Wanita Klas III Kupang dari berbagai suku bangsa Timor, Rote, Sabu, Sumba, Alor, Flores,
dan bahasa daerah yang juga berbeda antara lain: Bahasa Timor/ Dawan dan lain-lain.
Bangunan Lapas Wanita Klas III Kupang seluas 871m2 dibangun pada tahun 2007
menghadap arah barat terletak di jalan Adisucipto, dalam suatu kawasan tanah milik Lapas
Klas IIA Kupang dibangun kantor sederetan Lembaga Pemasyarakatan ke arah utara, berdiri
juga Rutan Kupang dan Kantor Rudenim sedangkan ke arah selatan berdiri Kantor Imigrasi
Kupang. Dibagian timur berdiri Perumahan Lapas Klas IIA Kupang. Kapasitas daya tampung
Lapas Wanita Kelas III Kupang sebanyak : 50 orang, jumlah kamar hunian berjumlah 6
kamar hunian dengan tempat tidur terbuat dari cor beton yang dilapisi karpet.


33

Sesuai Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No. M.HH-09.OT.01.01
TAHUN 2011 tentang Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas III tahun 2011 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas III di lingkungan
Kementerian Hukum dan HAM. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM RI
telah membangun Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas III atau Lembaga Pemasyarakatan
pada berbagai provinsi di Indonesia untuk menampung tersangka atau terdakwa yang sedang
dalam proses persidangan. Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas III Kupang mempunyai 2
(Dua) wilayah kerja yaitu Wilayah Pemerintah Kota Kupang dan Wilayah Kerja Pemerintah
Kabupaten Kupang.
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas III Kupang sebagai salah satu unit pelaksana
teknis di bidang Pemasyarakatan di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM RI yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada kantor wilayah Kementerian Hukum dan
HAM NTT yaitu: melaksanakan sebagian tugas pokok Kementerian Hukum dan HAM
dibidang Pemasyarakatan.
Untuk melaksanakan tugas tersebut Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas III
Kupang mempunyai fungsi :
1. Melakukan pelayanan terhadap tahanan
2. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib Lapas

3. Melakukan pengelolaan rumah tangga Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas III
Kupang
4. Melakukan urusan tata usaha

34

VISI & MISI Lapas Wanita Klas III Kupang:
a. VISI
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas III Kupang dalam tugasnya mengemban visi
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, visinya adalah “Terwujudnya Lembaga
Pemasyarakatan yang unggul dalam pembinaan, prima dalam pelayanan dan tangguh
dalam pengamanan “.
b. MISI
1. Melaksanakan pelayanan yang cepat
2. Memberikan kemudahan yang berkualitas dalam pelayanan terhadap masyarakat.
3. Melaksanakan

pengawasan

dan


pembinaan

terhadap

Warga

Binaan

Pemasyarakatan dalam kerangka mengamankan serta menunjang pembangunan
nasional.
Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas III Kupang dengan 4
(empat) Jabatan Struktural Eselon V yang pada masing–masing jabatan diduduki oleh
pegawai sebagai berikut :
1. Kasubsi Admisi & Orientasi : Sarlin Devis Ully
2. Kasubsi Pembinaan

: Lela Purwasih Pohan


3. Kasubsi Kamtib

: Septerhani Buky,SH

4. Kaur Tata Usaha

: Ni Nengah S. Ristha

Adapun nama – nama yang menduduki jabatan Kalapas Wanita Klas III Kupang,
berdasarkan keterangan serta data-data yang dapat diperoleh, dapat diurutan sebagai berikut :

35

1. Tahun 2012 s/d Tahun 2013

:Elisabeth Kaay,Bc.IP,SH ( Kalapas)1

2. Bulan April s/d Bulan Mei 2013

:Iskandarsyah, Bc.IP. SH (Plt. Kalapas)


3. Bulan Mei s/d Bulan Juni 2013

:Jawas Syafrudin, S.Ag (Plt. Kalapas)

4. Bulan Juni s/d Tanggal 17 Nopember 2013 : Stefanus Lette, SH (Plt. Kalapas)
5. Tanggal 18 Nopember 2013 s/d sekarang

: Alfrida, SH, MH (Kalapas)

Gambar 2 : Jadwal Kegiatan Rutin Warga Binaan Perempuan LP Wanita Klas III Kupang.

Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara dengan 7 orang Warga Binaan
Perempuan, penulis memaparkan latar belakang dari masing-masing warga binaan dengan
maksud agar dapat dipahami bagaimana makna hidup yang dimiliki oleh masing-masing
warga binaan sebelum mereka melakukan kesalahan dan masuk LP. Dan bagaimana proses
pembinaan di LP Wanita Klas III Kupang yang diberikan kepada mereka sebagai upaya
1

Ibu Elisabet Kaay, Bc. IP.S.SH memimpin LP Wanita Klas III Kupang sejak LP tersebut beroperasi pertama

kali sampai dengan tanggal 10 Juni 2013, karena beliau meninggal dunia.

36

pemberdayaan bagi mereka untuk dapat memiliki makna hidup yang positif. Latar belakang
mereka, yaitu sebagai berikut:
1. Ibu RL
Ibu RL merupakan seorang Ibu Rumah tangga, berstatus sudah menikah, berusia 55
tahun dan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir adalah SMA. Ibu RL
adalah ibu dari 4 orang anak, 2 orang anaknya sudah berkeluarga sedangkan 2 orang
anaknya yang lain masih kuliah, pekerjaan sehari-hari Ibu RL sebelum masuk LP
adalah menjaga kios kecil di rumahnya, sedangkan suaminya adalah seorang pekerja
swasta di Dili, Timor Leste. Latar belakang kasus yang menyebabkan Ibu RL masuk
LP adalah kasus Human Trafficking, Ibu RL terlibat kasus perdagangan orang ke
Pulau M. Menurutnya, dia tidak berniat menjual orang tetapi sebaliknya dia
menolong orang tersebut untuk mendapatkan pekerjaan. Tetapi ketika orang tersebut
meninggal di pulau M, ibu RL dilaporkan oleh sebuah LSM dengan tuduhan
menjual orang, kemudian dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan dihukum selama
7 tahun.
2. Ibu S

Ibu S adalah seorang Janda berusia 41 tahun yang berasal dari kota M, beragama
muslim, pendidikan terakhir SMA. Ibu S memiliki 2 orang anak, dan 1 orang cucu.
Anak pertama sudah berkeluarga, dan anak yang kedua masih SMP. Ibu S tinggal
bersama dengan ibu dan anaknya. Sebelum masuk LP, pekerjaan ibu S adalah
menjadi penyanyi band dengan gaji yang tidak tentu setiap bulannya tergantung
undangan menyanyi yang didapat. Latar belakang kasus yang menyebabkan Ibu S
masuk LP adalah kasus Narkoba (sebagai pecandu dan pengedar), masa hukuman
yang harus dijalani Ibu S adalah 5 tahun. Menurutnya, dia sampai masuk ke dalam
dunia narkoba karena harus mencari uang tambahan untuk menghidupi keluarga,

37

karena gaji yang didapat dari hasil menyanyi tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga.
3. Ibu SST
Ibu SST adalah seorang janda beranak 4, anak yang pertama berusia 10 tahun dan
anak yang bungsu masih berusia 5 bulan. Ibu SST berusia 30 tahun dan beragama
Kristen Protestan, pendidikan terakhir SMP. Ibu SST merupakan warga binaan
berstatus residivis (orang yang pernah dihukum mengulangi tindak kejahatan yang
serupa) yang sudah 3 kali masuk LP dengan kasus yang sama yaitu kasus pencurian.

Sejak tahun 2005 Ibu SST bekerja di salah satu tempat hiburan malam di Pulau Bali
hingga tahun 2013 Ibu ST memutuskan untuk pulang ke Kupang dan bekerja di
Kupang. Pertama kali Ibu SST masuk LP tahun 2013, karena mencuri uang boss-nya
ketika dia bekerja di salah satu toko di kota Kupang, saat itu dia dihukum selama 1
tahun 6 bulan, kali kedua yaitu tahun 2015 Ibu SST mencuri uang sesama pelanggan
di salah satu pusat perbelanjaan yang ada di Kota Kupang, saat itu Ibu SST dihukum
selama 4 bulan. Dan yang ketiga kalinya adalah bulan juni 2016, ibu SST kembali
dihukum selama 2 tahun 5 bulan karena mencuri uang di salah satu toko di Kota
Kupang. Menurut pengakuannya, alasan dia sampai mencuri adalah faktor ekonomi,
Ibu SST tinggal bersama ibu dan anak-anaknya, ketika hidup bersama suaminya,
suaminya tidak bekerja sehingga Ibu SST yang harus mencari uang untuk memenuhi
kebutuhan keluarga. Suami SST kerap meminta uang darinya untuk judi dan pernah
sekali waktu suaminya membawa lari anaknya, dan Ibu SST baru diperbolehkan
bertemu anaknya jika membewa uang untuk suaminya, Ibu ST juga pernah mencuri
dengan alasan harus menebus rumah yang hampir disita karena rumah tersebut
digadaikan ibunya ketika ayahnya meninggal dunia, dan pernah juga dia mencuri
karena tidak bisa mendapatkan pekerjaan.

38


4. Ibu HS
Ibu HS merupakan seorang janda berusia 36 tahun, berasal dari Pulau S dan
beragama muslim, pendidikan terakhir SMP. Ibu HS merupakan ibu dari 3 orang
anak, anak yang pertama berusia 13 tahun, anak kedua 10 tahun dan yang bungsu
berusia 8 tahun. Ibu HS merupakan seorang petani. Latar belakang kasus yang
menyebabkan ibu HS masuk LP adalah kasus pembunuhan suaminya. Suami Ibu HS
mempunyai 2 orang istri, Ibu HS adalah istri yang kedua. Menurut pengakuannya,
suaminya tidak memberikan dia perhatian, sehingga dia berselingkuh dengan
seorang pria yang dia sebut sebagai CS-nya. Sebelum kejadian pembunuhan,
suaminya mengetahui perselingkuhannya dan pernah mengancam membunuhnya
dengan parang, setelah tiga bulan kemudian CS-nya datang ke rumahnya dan
membunuh suaminya dengan parang yang ada di rumah ibu HS. Karena kasus ini
Ibu HS dihukum selama 17 tahun dan CS-nya dihukum selama 20 tahun.
5. Sdr. MP
Sdr. MP adalah seorang guru, berstatus masih lajang, berusia 31 tahun dan beragama
Kristen Protestan, pendidikan terakhir Sarjana (S1), merupakan salah satu warga
binaan perempuan yang dipilih menjadi Majelis (pengurus jemaat Mawar Saron LP
Wanita Klas III Kupang) dr. MP dihukum selama 6 tahun karena terbukti
membunuh anaknya yang baru dilahirkan. Motivasinya membunuh karena dia hamil
di luar nikah. Sdr. MP tinggal bersama dengan orang tuanya di Pulau S.

6. Ibu SW
Ibu SW berstatus sudah menikah, berusia 50 tahun dan beragama muslim,
pendidikan terakhir Sarjana (S1). Ibu SW adalah Ibu dari 5 orang anak, yang sulung
berusia 22 tahun dan yang bungsu berusia 7 tahun. Pekerjaan Ibu SW sebelum
masuk LP adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di salah satu kantor pemerintahan

39

provinsi NTT. Suami Ibu SW juga adalah seorang PNS. Latar belakang kasus yang
menyebabkan ibu SW masuk ke dalam LP adalah kasus Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) terkait dana fiktif, dengan masa hukuman selama 3 tahun.
7. Ibu EV
Ibu EV adalah seorang janda berusia 25 tahun, memiliki seorang anak yang berusia
2 tahun. Berasal dari kota L dan beragama Kristen Protestan, pendidikan terakhir
SMA. Pekerjaan Ibu EV sebelum masuk LP adalah sebagai waitress di sebuah
restaurant di Hongkong. Latar belakang kasus yang menyebabkan ibu EV masuk LP
adalah sebagai Pecandu dan pengedar Narkoba kelas Internasional, karena kasus ini
Ibu EV dihukum selama 19 tahun. Menurut pengakuannya, dia sampai masuk ke
dunia narkoba awalnya adalah karena pergaulan di luar negeri dengan teman-teman
yang adalah pemakai, kemudian dia juga ikut menjual narkoba tersebut ke Indonesia
dan Timor Leste. Alasan lainnya adalah karena faktor ekonomi, pemasukan dari
hasil transaksi narkoba jauh lebih besar dari pekerjaannya menjadi waitress.

3.2

Kegiatan Pemberdayaan bagi Warga Binaan Perempuan di LP Wanita Klas III
Kupang
Tujuan dari pembinaan yang diselenggarakan oleh LP Wanita Klas III Kupang
adalah untuk melakukan pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Kedua
pola pembinaan ini dilakukan sebagai upaya perlindungan terhadap warga binaan agar
ketika mereka kembali ke masyarakat mereka dapat diterima oleh masyarakat,
menyadari kesalahan mereka dan tidak mengulanginya lagi dan juga dapat mandiri
tidak tergantung kepada orang lain.2

2

Data Visi & Misi LP Wanita Klas III Kupang

40

3.2.1. Pembinaan Kemandirian
Pembinaan kemandirian dilakukan agar warga binaan memiliki keterampilan
sebagai salah satu indikator keberhasilan pembinaan kemandirian yang
merupakan bentuk peningkatan sumber daya manusia bagi warga binaan.
Pembinaan kemandirian dilakukan dengan cara memberikan kursus keterampilan,
pihak LP Wanita Klas III Kupang bekerja sama dengan Rumah Tenun Ikat Ina
Ndao dalam pembinaan keterampilan menenun, selain itu ada juga keterampilan
menjahit (tata busana), keterampilan membuat kue (tata boga), dan keterampilan
salon (tata rias), dan kegiatan berkebun. Namun untuk saat ini yang sedang
berlangsung adalah kegiatan menenun dan juga membuat hiasan dari muti.
Pelatihan keterampilan ini berlangsung setiap hari senin sampai dengan jumat
pada pukul 09.00-12.00 WITA dan setelah itu dilanjukan lagi pada pukul 15.1516.45 WITA. Kasubsi Pembinaan yaitu Ibu LP mengatakan bahwa
“Untuk saat ini kegiatan yang sedang berjalan adalah menenun dan
membuat hiasan dari bahan muti, kalau menjahit sementara tidak berjalan
karena kami kekurangan dana untuk membeli bahan.” 3
Hal yang sama juga dijelaskan oleh ibu Kalapas Wanita Klas III Kupang:
”Pembinaan keterampilan atau kegiatan kerja, mereka sementara ini
sedang pelatihan menenun, itu kita kerja sama dengan rumah tenun ikat
„Ina „Ndao‟. Kami juga dapat sumbangan dari Bapak Gubernur NTT
berupa 20 unit alat tenun, obat-obatan, benang-benangnya dan juga
instruktur. Kegiatan ini setiap hari, saat ini juga kami menerima pesanan
sebanyak 150 syal tenun dari Jakarta, jadi setelah ibadah hari minggu
mereka tenun lagi. Saat ini lapas wanita dipercayakan dinaikan lagi
kelasnya menjadi lapas produksi. Jadi ada 30 orang WBP yang kita latih
khusus. Kemudian pelatihan menjahit, kita juga pernah kerja sama dengan
UNDANA kita dapat sponsor dari sana jadi mereka siapkan instruktur,
siapkan bahan-bahan tinggal kita tunjuk narapidana unuk kursus. Hanya
saja kegiatan menjahit sementara tidak berjalan karena kami kendala tidak
punya bahan, untuk beli bahan belum ada dana. Untuk 2016 ini tidak ada
dana kerja, kita hanya berusaha untuk mencari mitra di luar. Kita juga
pernah kerja sama dengan LSM „tegar‟ untuk kursus menjahit. Cukup
banyak dari pihak luar yang bersimpati dengan kami Lapas Wanita.
3

Wawancara dengan Kasubsi Pembinaan, Ibu LP, tanggal 21 oktober 2016, Pkl. 08.44 WITA

41

Kemudian ada juga kegiatan berkebun, saya hanya modali 100ribu unuk
beli pupuk dan bibit bisa ratusan ribu hasilnya. Mereka menanam sawi dan
selada, yang beli adalah kita petugas, saya juga beli lagi dari mereka.
Uangnya dipegang oleh petugas tapi ada sedikit yang kita berikan kepada
mereka sebagai upah. Hanya saja yah memang lahan kita terbatas, tetapi
cukup untuk memberikan kegiatan yang bermanfaat bagi mereka”.4

Kegiatan keterampilan ini diadakan setiap hari dan merupakan kegiatan
wajib bagi Warga binaan, hal ini dilakukan untuk menjauhkan warga binaan dari
perasaan jenuh dan bosan dalam menjalani masa hukuman di dalam LP. Selain itu
juga kegiatan ini memiliki tujuan agar ketika warga binaan dibebaskan nanti
mereka dapat mempunyai modal keterampilan dan tidak menjadi “sampah”
masyarakat. Pelaksanaan pembinaan kemandirian ini dilakukan dengan harapan
bahwa dapat meningkatkan sumber daya manusia bagi warga binaan sehingga
mereka dapat merasakan bahwa sebagai pribadi dan warga negara Indonesia
mereka juga mampu berbuat sesuatu untuk kepentingan bangsa dan negara seperti
warga negara Indonesia lainnya.
Tanggapan Warga Binaan Perempuan terkait dampak yang dirasakan dari
Program pembinaan kemandirian di LP Wanita Klas III Kupang sebagai berikut:
Ibu RL mengatakan:
“Saya ikut pelatihan tenun. Bersyukur ada kegiatan semacam ini
karena kami bisa alihkan stress. Bisa mengurasi rasa bosan juga.
Kalau sudah bosan bisa muncul pikiran yang aneh-aneh. Kegiatannya
cocok untuk ibu-ibu karena di sini kan LP Wanita, perempuan
semua.”5
Hal yang sama juga dikatakan oleh Ibu SST:
“beta ikut tenun deng bikin muti. tapi kadang-kadang kalo kawan
dong dari kios koperasi minta tong bikin kue, b ikut bantu, tapi itu ju
kalo ada pesanan dolo ke seratus lebih pesanan, biasa yang pesan
dari luar, ada LP Dewasa, dia pu kegiatan bae ju, ketong jadi sonde
talalu bosan di sini, cukup menolong.” (Saya ikut tenun dan bikin
muti. Tapi kadang-kadang kalau teman-teman dari kios koperasi minta
4

Wawancara dengan Ibu Kalapas, tanggal 25 okober 2016, Pkl. 08.41 WITA
Wawancara dengan Ibu RL, tanggal 19 oktober 2016, Pkl.10.32 WITA

5

42

bantuan untuk bikin kue, saya ikut bantu, tapi itu kalau ada pesanan
dulu misalnya berapa ratus, biasa yang pesan dari luar seperti dari LP
Dewasa. Baik juga kegiatannya. Jadi kita tidak terlalu bosan di dalam
sini. Cukup menolong).6
Menurut Ibu RL dan Ibu SST kegiatan pembinaan pemasyarakatan
khususnya kegiatan keterampilan, cukup menolong mereka dalam mengatasi
rasa bosan dan stress saat menjalani masa hukuman di dalam LP.
Ibu SW mengatakan:
“Kegiatan pembinaan yang ada sekarang membuat hiasan muti dan
menenun. Iya saya rasa kegiatannya positif yah, karena yang tadinya
tidak tahu menenun itu bagaimana jadi tahu sekarang. Menurut saya
semacam refreshing begitu, karena kalau tidak ada kegiatan seperti
ini bisa stress kita. Bisa juga keterampilan yang didapat kita pakai
kalau sudah bebas, tapi mungkin untuk bikin muti masih mudah alat
dan bahannya didapat, tapi kalo tenun mau buka usaha sendiri juga
kendala kalo tidak punya bahan.”7
Demikian juga menurut Ibu S:
“Untuk kegiatan keterampilan ada tenun, ada juga bikin muti. Saya
pernah ikut juga dua-duanya tapi saya lebih banyak di dapur, karena
sudah dibagi-bagi tugasnya. Saya tugasnya masak untuk makan, jadi
begitu sel dibuka pagi hari saya langsung di dapur. Kegiatannya
positif untuk ibu-ibu di sini.”
Menurut Ibu SW dan Ibu S kegiatan pembinaan keterampilan yang
ada adalah kegiatan yang positif karena bisa menjadi bekal bagi Warga
Binaan Perempuan ketika bebas nanti, tetapi kendalanya adalah untuk
keterampilan tenun Warga Binaan akan kesulitan menerapkannya ketika
kembali ke masyarakat karena untuk menjadikan itu suatu lapangan
pekerjaan sendiri tetapi tidak memiliki alat dan bahan akan sia-sia saja.
Selain itu Warga Binaan Perempuan sudah dibagi-bagi tugasnya, selain
mengikuti pelatihan keterampilan ada yang sudah tugasnya memasak di

6
7

Hasil wawancara dengan Ibu SST, tanggal 20 Oktober 2016, Pkl. 09.24 WITA
Hasil wawancara dengan Ibu SW, tanggal 21 Oktober 2016, Pkl. 09.12 WITA

43

dapur, ada yang bertugas menjaga kios koperasi di dalam LP,
membersihkan ruangan Kalapas dan pegawai, dan berkebun.

Ibu EV mengatakan:
“Kegiatan pembinaannya saya ikut yang tenun. Biar tidak jenuh.
Daripada duduk-duduk saja juga tidak baik, apalagi perempuan kalau
sudah duduk cerita pasti rentan konflik. Cukup membantu untuk
melewati hari, bisa jadi sumber pendapatan juga kalo keluar nanti,
tapi yang hukumannya lama seperti saya belum berpikir ke sana.
Harapan saya yang paling besar adalah bisa dapat remisi
(pengurangan masa tahanan), kasus khusus seperti narkoba kan tidak
dapat remisi sama sekali. ”8
Demikian juga dengan Ibu HS:
“Iya, ikut tenun. Ikut kegiatan itu jadi sesaat bisa lupa dengan
masalah, beban, tapi kalo duduk sendiri lagi pasti pikiran lagi.
Karena masa hukuman saya yang lama .”9
Menurut Sdr. MP:
“Semua kegiatan pembinaan di sini positif, saya ikut dua-duanya.
Tapi saya lebih banyak kalo pagi bantu-bantu membersihkan ruangan
dan juga menjaga wartel di dalam LP, kalau ada keluarga warga
binaan yang telepon saya pergi panggil mereka. Kegiatan
keterampilan yang ada di sini cukup menolong kita semua supaya
tidak terlalu bosan. Tapi yang penting menurut saya pribadi orangorang di LP ini butuh yang lebih daripada itu, untuk psikologi kami,
untuk batin kami supaya lebih tenang dan ikhlas menjalani
hukuman..10
Ibu EV, Ibu HS dan Sdr.MP memiliki pendapat yang tidak jauh berbeda
dengan yang lainnya bahwa pembinaan melalui kegiatan keterampilan ini adalah
kegiatan yang positif dan sangat menolong mereka di dalam LP ketika menjalani
hukuman, yaitu dapat mengurangi rasa bosan dan stress tetapi bagi Ibu EV dan
Ibu HS yang memiliki masa hukuman yang lama (diatas 10 tahun) tampaknya
8

Hasil wawancara dengan Ibu EV, tanggal 23 Oktober 2016, Pkl. 11.03 WITA
Hasil wawancara dengan Ibu HS, tanggal 19 Oktober 2016, Pkl. 11.20 WITA
10
Hasil wawancara dengan Sdr. MP, tanggal 23 Oktober 2016, Pkl. 10.11 WITA

9

44

itu tidak terlalu menolong dalam mengatasi pergumulan batin mereka ketika
diperhadapkan dengan masa hukuman yang sangat lama yang harus dijalani.

3.2.2. Pembinaan Kepribadian
Pembinaan Kepribadian dilakukan agar warga binaan tidak saja dibina
untuk menjadi manusia yang mandiri tetapi memiliki moral dan mental yang baik.
kegiatan pembinaan kepribadian ini meliputi, 1) pembinaan jasmani, yang mana
pembinaan ini dilakukan dalam usaha menyelaraskan antara kebutuhan Rohani
dan Jasmani, maka dijadwalkan setiap hari kecuali hari sabtu, ada kegiatan
olahraga seperti senam bersama.
2) Pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pembinaan kesehatan
jasmani, di dalam LP Wanita Klas III Kupang, terdapat 1 orang perawat yang
melayani pemeriksaan kesehatan warga binaan, LP wanita tidak memiliki dokter
sendiri sehingga perawat hanya memeriksa kesehatan warga binaan dan untuk
beberapa penyakit yang masih dikategorikan ringan seperti demam, pilek, dan lain
sebagainya langsung diberikan obat oleh perawat di tempat. Tetapi jika
penyakitnya membutuhkan penanganan lebih lanjut maka akan dilanjutkan ke
rumah sakit. Adapun beberapa kegiatan pelayanan kesehatan, maupun penyuluhan
yang biasanya diadakan di dalam
LP Wanita Klas III Kupang
 GSF ( HIV Dan Narkoba );
 Pelayanan Kesehatan Terpadu;
 Pemberantasan tuberculosis (TBC) Kerja sama dengan Puskesmas
Oesapa, RSUD W.Z. YOHANES KUPANG, dan RSU Kota Kupang;
45

 YAKITA (AIDS dan NARKOBA)
Selanjutnya,

3)

kegiatan

pembinaan

kesadaran

beragama/pembinaan

kerohanian. Usaha ini dilakukan agar warga binaan perempuan dapat menyadari
akibat dari perbuatan yang salah dan lebih mendekatkan diri dengan Tuhan.
Dalam melakukan pembinaan kerohanian bagi Warga Binaan di LP Wanita Klas
III Kupang bekerja sama dengan Kementerian Agama Kota Kupang; Persekutuan
Doa Untuk Warga Binaan Pemasyarakatan; serta Kelompok Gereja dan
Persekutuan Doa.
Pada tanggal 20 juli 2013 gedung gereja di LP Wanita Klas III Kupang
ditahbiskan/diresmikan sebagai jemaat GMIT oleh Majelis Sinode GMIT dan
diberi nama “Mawar Saron” yang berarti bunga mawar dari lembah Saron yang
dapat memberikan keharuman dan keindahan bagi dunia. Nama yang memberi
motivasi bagi setiap warga jemaat untuk memiliki harapan yang sama. Gedung
gereja ini digunakan secara bersama-sama oleh warga Katolik & warga Kristen
Protestan.
Jemaat (warga binaan) yang ada dalam Lembaga Pemasyarakatan Wanita
Klas III Kupang berasal dari berbagai latar belakang gereja/denominasi (GMIT,
GBI, GPDI, dan GSJA) dan berbagai latar belakang tempat di wilayah Nusa
Tenggara Timur (NTT), Bali, Lampung dan merupakan jemaat tidak tetap
(transit) dengan jumlah umat yang selalu berubah-ubah sesuai masa menjalani
proses hukumannya masing-masing.
Jumlah umat Kristen, katolik dan islam setiap bulan berkisar antara 50 s/d
85 orang tergantung kasus & lamanya penahanan. Untuk sementara data warga
binaan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas III Kupang sampai saat ini
berjumlah 84 orang yang terdiri dari: Kristen Protestan 46 orang (GMIT 40

46

orang, GBI 4 orang, GPDI 1 orang, dan GSJA 1 orang), Katolik 23 orang, Islam
15 orang.
Pendeta, Pastor, dan Imam sebagaimana mestinya tidak bebas mengatur
pelayanan bagi jemaatnya karena dibatasi oleh ruang dan waktu. Selain pelayanan
bimbingan rohani (konseling pastoral) dan pihak agama Provinsi NTT, dari
Kementrian Hukum dan HAM provinsi NTT, dari BNN (Badan Narkoba
nasional) yang secara rutin dilaksanakan setiap bulan, 2 kali kunjungan.
Pendeta dibantu beberapa orang majelis jemaat yang disebut imamat am
orang percaya (pengurus gereja) yang menyerahkan hidupnya untuk melayani
Tuhan dalam gereja, menata dan mengelola administrasi dan keuangan gereja
untuk kepentingan pelayanan gereja.
Karena masa penahanan warga binaan perempuan yang dipilih menjadi
majelis berbeda/bervariasi dengan berbagai kemampuan yang terbatas maka
periodik pelayanan mereka tidak berlangsung sebagaimana mestinya di jemaat,
yaitu 4 tahun per periodik, melainkan tiap periodik hanya terdiri dari satu (1)
tahun pelayanan.
Kegiatan Pembinaan Kerohanian khusus untuk yang beragama Kristen
Protestan dilakukan setiap hari Senin, Rabu dan Minggu. Pada hari senin di
minggu pertama dan ketiga pembinaan rohani dilayani oleh pembina rohani dari
Departemen Agama, kegiatan pembinaan yang dilakukan yaiu ibadah atau PA
(Pemahaman Alkitab), pada hari rabu dilayani oleh pelayan jemaat Mawar Saron,
kegiatan pembinaan yang dilakukan adalah PA dan Konseling. PA dilakukan
setiap minggu pertama dan ketiga, sedangkan konseling di minggu kedua dan
keempat, masing-masing kegiatan berlangsung selama 2 jam. Setiap hari sabtu
adalah jadwal untuk yang beragama Advent dan Katolik. Selanjutnya pada hari

47

minggu ibadah untuk umat Kristen Protestan pukul 08.00-10.00 WITA, dan
Katolik Pukul 10.00-12.00 WITA.
Ibu Kalapas menjelaskan,
”Untuk Pembinaan kerohanian, kita bekerja sama dengan denominasi
gereja karena kalau dari pihak lapas kita tidak punya skill ke situ,
jadi harus bermitra dengan denominasi gereja dari luar unuk
pembinaan kerohanian. Minggu pertama dan minggu ketiga setiap
hari senin pembinaan rohani dari DEPAG untuk yang agama kristen
protestan, hari sabtu dan minggu untuk katolik dari DEPAG dan ada
konseling dari pendeta setiap hari rabu di minggu kedua dan kempat
begitu juga dari katolik, hari minggu ada ibadah minggu. Hari sabtu
juga ada denominasi dari luar untuk pembinaan kerohanian. Untuk
muslim juga ada kegiatan kerohanian dari DEPAG, selama bulan
puasa setiap hari ada pembinaan untuk umat muslim.11
Pelayanan ibadah bagi Kristen Protestan yang berlangsung setiap hari
minggu Pukul 08.00 Wita tidak hanya dihadiri oleh anggota jemaat yang adalah
warga binaan tetapi keluarga dari warga binaan juga diizinkan untuk mengikuti
ibadah bersama-sama pada kesempatan tersebut. Jumlah anggota keluarga yang
diizinkan masuk dibatasi jumlahnya, yaitu 2 orang anggota keluarga dari masingmasing warga binaan, izin masuk diberikan setelah melalui proses pemeriksaan
(penggeledahan) oleh petugas LP. Pemeriksaan (penggeledahan) tidak saja
dilakukan terhadap anggota keluarga tetapi para pelayan ibadah, seperti pendeta,
pastor dan uztadjah juga harus melalui tahap pemeriksaan (penggeledahan)
sebelum masuk.
Ibu Kalapas menjelaskan bahwa:
“Untuk keluarga yang mengikuti ibadah bersama wbp setiap hari
minggu saya batasi 2 orang anggota keluarga inti dari masing-masing
wbp, dan ketika masuk kami harus melakukan penggeledahan
(pemeriksaan) terlebih dahulu. Dan saya berencana suatu saat nanti aturan
tersebut akan saya hilangkan, cukup wbp saja yang beribadah di dalam,
karena LP dan rutan di manapun di seluruh indonesia tidak ada aturan
yang mengharuskan keluarganya ikut ibadah di dalam LP atau Rutan.

11

Wawancara dengan Ibu Kalapas, tanggal 25 okober 2016, Pkl. 08.41 WITA

48

Terkait dengan proses Pemeriksaan itu berlaku bagi semua orang yang
masuk ke lingkungan LP, baik itu keluarga, pegawai bahkan pembina
rohani. Hal ini untuk keamanan. Melewati pintu ketiga semua harus
steril”.12

Selanjutnya tentang konseling, konseling

merupakan bagian dari

pembinaan rohani yang dilakukan oleh pendeta jemaat Mawar Saron, konseling
ini dilakukan agar setiap warga binaan dapat memiliki waktu khusus secara
pribadi dengan pendeta untuk menceritakan masalah yang mereka alami.
Konseling dilakukan dua kali dalam sebulan. Pelayanan konseling diberikan
kepada warga binaan secara bergiliran sesuai dengan daftar nama (jadwal) yang
telah dibuat, jadwal tersebut diumumkan pada saat ibadah minggu. Hal ini
dilakukan karena pelayanan konseling dibatasi oleh waktu dan agar semua
anggota jemaat mendapatkan giliran konseling, sehingga akibatnya konseling
hanya bisa dilakukan satu kali untuk satu warga binaan, kecuali untuk warga
binaan yang masa tahanannya cukup lama setelah beberapa bulan kemudian bisa
kembali konseling.
Pada saat konseling pertama-tama pendeta berusaha membangun
hubungan dengan konseli dengan cara menjelaskan peran pendeta bagi konseli
agar tidak ada kesalahpaman dari konseli, agar konseli memahami bahwa
keberadaan pendeta di LP berbeda dengan polisi ataupun pegawai LP, dan agar
pada saat konseling konseli tidak merasa seperti diinterogasi, dintervensi dan lain
sebagainya dengan demikian mereka mau membuka diri dan menceritakan
masalah mereka. Saat konseli sudah bisa menceritakan masalahnya, kemudian
pendeta memberikan pandangan-pandangan yang mungkin dapat menolong
konseli menghadapi masalahnya, selanjutnya pendeta mendoakan konseli.
12

Wawancara dengan Ibu Kalapas, tanggal 25 okober 2016, Pkl. 08.41 WITA

49

Karena karakter yang berbeda-beda pada setiap warga binaan sehingga
pada saat konseling dilakukan ada warga binaan yang mudah untuk membuka diri
dan menceritakan masalah, ada yang sangat tertutup sehingga hanya bisa
menangis dan tidak bisa mengutarakan masalahnya. Tetapi dalam situasi yang
demikian pendeta tetap menuntun dengan perlahan-lahan agar konseli mau
membuka diri saat konseling.
Dalam 1 hari konseling hanya bisa dilakukan untuk 1 orang warga binaan
karena masing-masing warga binaan punya masalah yang berbeda-beda, ada
warga binaan yang punya suatu masalah inti tetapi ada masalah-masalah lain
yang ternyata memiliki keterkaitan sehingga sangat kompleks. Pada umumnya
WBP memiliki masalah yang berawal dari masalah Rumah Tangga yang sudah
memuncak yang tidak bisa diatasi lagi sehingga diambil jalan pintas yaitu
tindakan kriminal. Menurut keterangan Ibu Pendeta bahwa kejahatan yang
dilakukan WBP karena “akar pahit” yang sudah disimpan sangat lama, pada
umumnya perempuan lebih sabar daripada laki-laki tetapi karena masalahmasalah yang dipendam menjadi “akar pahit” sudah terlalu lama dan banyak
dalam hidupnya akhirnya mereka melakukan tindakan kriminalitas, kecuali kasus
penganiayaan atau pengeroyokkan itu merupakan tindakan spontanitas.
Berikut adalah tanggapan dari Warga Binaan perempuan terkait dengan
kegiatan Pembinaan Kerohanian khususnya konseling yang ada di dalam LP
Wanita Klas III Kupang:
Ibu RL seorang warga binaan perempuan berlatar belakang kasus Human
Trafficking mengatakan:

50

“Konseling ada, pendeta yang layani konseling, dilakukan secara
bergilir, jadi tidak bisa sesuka hati ketemu pendeta untuk konseling sudah
ada jadwalnya dan ada batas waktu. Mungkin kalau waktunya ditambah
kami bisa lebih merasakan manfaat konseling itu. Yah kita butuh teman
cerita, butuh penguatan dari ibu pelayan. Kalau cerita di teman mereka
juga ada punya masalah masing-masing, kalau kita curhat ke mereka nanti
bertambah-tambah lagi masalah mereka. Tapi karena waktu sedikit kita
ketemu Ibu Pendeta tidak bisa leluasa. Jadi susah juga, berdoa sendiri
saja ”13

Demikian juga dengan Ibu SST, seorang residivis kasus pencurian:
“ jadi konseling di sini tuh su ada dia pung jadwal, kalo dapa panggil
untuk konseling baru ketong pi. Kalo mau bilang butuh ketong semua
butuh, apalai di dalam sini ketong semua orang-orang bermasalah. Biasa
kalo konseling tuh ketong cerita masalah, trus ibu pendeta kasih penguatan
deng firman Tuhan, buka ketong pung pikiran, trus ibu pendeta doakan
ketong. Yang sekarang su bae tapi ketong sonde bisa lama-lama deng ibu
pendeta.” ((Jadi konselingnya sudah ada jadwal, kalau dipanggil untuk
konseling kita pergi. Kalau soal butuh, kita semua butuh apalagi di dalam
sini kita semua orang-orang bermasalah. Biasanya kalo konseling cerita
masalah, ibu pendeta kasih penguatan dengan firman Tuhan, buka kita
punya pikiran, lalu ibu pendeta doakan. Yang ada sekarang sudah baik, tapi
kami tidak bisa punya waktu yang banyak dengan ibu pendeta)14
Menurut Ibu RL dan Ibu SST bahwa sebagai warga binaan mereka
sangat membutuhkan pelayanan konseling karena mereka adalah orangorang yang bermasalah sehingga perlu untuk mendapatkan arahan dan
penguatan dari pelayan Tuhan, dan ada hal-hal yang tidak bisa mereka
ceritakan kepada teman sesama warga binaan karena masing-masing
memiliki masalahnya sendiri-sendiri.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sdr. MP terpidana kasus
pembunuhan:
“Menurut saya pribadi konseling itu penting, tetapi karena waktu yang
kurang jadi kurang maksimal. Sebenarnya kami berharap waktunya bisa
ditambah lagi. Orang-orang seperti kami ini butuh sekali yang namanya
13

Hasil wawancara dengan Ibu RL, tanggal 19 oktober 2016, Pkl. 10.32 WITA
Hasil wawancara dengan Ibu SST, tanggal 20 oktober 2016, Pkl. 09.24 WITA

14

51

konseling, bisa bercerita dengan ibu pendeta, dapat penguatan, berdoa
bersama-sama secara pribadi dengan pendeta setidaknya bisa menolong
kami agar kami kuat secara mental dan spiritual menjalani hukuman.”15

Ibu EV warga binaan perempuan kasus Narkoba juga menambahkan:
“Tidak semua hal bisa kita ceritakan dengan teman karena kadang kita
cerita malah cerita kita dijadikan bahan gosip ke teman lain. Kalau dengan
pendeta kan lebih nyaman. Apalagi yang masa hukumannya lama seperti
saya diatas 10 tahun, tentunya sangat stress dan sangat membutuhkan
konseling. Menurut saya kalau bisa waktu konseling ditambah lagi.”16
Menurut Sdr. MP dan Ibu EV, konseling yang ada sekarang waktunya
sangat kurang sehingga kurang maksimal, terutama bagi warga binaan yang masa
hukumannya diatas 10 tahun dan merasa kehilangan harapan.
Tidak saja dari warga binaan yang beragama kristen protestan, Ibu S
terpidana kasus narkoba yang beragama muslim juga merasa bahwa konseling
sangat dibutuhkan bagi warga binaan, tetapi di muslim tidak ada yang namanya
pelayanan konseling.
Ibu S mengatakan:
“Konseling hanya ada untuk yang kristen dan katolik, di kami (muslim)
tidak ada. Kalau ada, saya rasa kami juga perlu, mungkin bisa lebih lega
kalau bisa menceritakan masalah kami dan mendapatkan solusi.17
Jadwal kegiatan pembinaan kerohanian bagi warga binaan perempuan
yang beragama muslim adalah setiap hari kamis oleh pembina rohani
(Uztadjah) dari Depag, kegiatannya yaitu mengaji tidak ada kegiatan seperti
konseling.

15

Hasil wawancara dengan Sdr. MP, tanggal 23 oktober 2016, Pkl. 10.11 WITA
Hasil wawancara dengan Ibu EV, tanggal 23 oktober 2016, Pkl. 11.03 WITA
17
Hasil wawancara dengan Ibu S, tanggal 18 oktober 2016, Pkl.10.07 WITA

16

52

Terkait dengan masalah waktu konseling ini dilakukan sesuai dengan waktu
yang telah dijadwalkan dari LP, Seperti yang dijelaskan oleh Ibu Pdt. Irene bahwa:
“Proses konseling kami lakukan secara bergiliran sesuai daftar nama
warga binaan yang merupakan anggota jemaat Mawar Saron, dilakukan
secara bergiliran karena semua kegiatan warga binaan di dalam LP telah
dijadwalkan. Saya tidak setiap hari ada bersama -sama dengan mereka di
LP, konseling hanya dilakukan dalam 2 kali dalam sebulan dan dilakukan
hanya dalam 1 atau 2 jam.”18
Ibu Pdt Irene juga menambahkan bahwa konseling adalah salah satu
tugas pelayanan gereja yang sangat penting dan menjadi tanggung jawab
gereja untuk menolong dan membimbing warga jemaat ke arah yang lebih
baik dan benar. Pelayanan konseling pastoral juga menjadi bagian yang
integral dalam gereja karena warga jemaat tidak dapat bertumbuh dengan
sehat hanya melalui pelayanan ritual /ibadah, tetapi juga membutuhkan
sentuhan-sentuhan kasih, perhatian dan kepedulian seorang pendeta terhadap
persoalan-persoalan krusial yang dihadapi warga jemaat secara pribadi atau
dalam kehidupan bersama di tengah-tengah keluarga, masyarakat & bangsa
dalam berbagai tugas dan pekerjaan setiap hari. Oleh karena itu seorang
gembala tidak cukup menuntun para warga jemaat melalui pemberitaan
firman, sakramen-sakramen dan kunjungan formal, disiplin gereja, dll yang
bersifat ritual semata, tetapi juga menolong warga jemaat untuk dapat
memahami berbagai gejolak yang muncul akibat dari pergumulan persoalan
yang sedang diperhadapkan kepadanya sehingga ia dimampukan untuk bisa
menemukan jati dirinya sendiri dan persoalan yang melilit kehidupannya
serta berusaha untuk keluar dari berbagai kesulitan dan kesesatan hidup.19

18

Hasil wawancara dengan Ibu Pdt.Irene, tanggal 23 oktober 2016, Pkl. 01.14 WITA
Laporan pelayanan jemaat Mawar Saron Lembaga Pemasyarakatn Wanita Klas III Kupang tahun 2013-2016.

19

53

Hal ini dijelaskan oleh Ibu kalapas:
“Untuk porsi pembinaan rohani dan pemasyarakatan sebenarnya harus
seimbang. Karena di samping pembinaan kerohanian kita harus kasih
pembinaan keterampilan juga, agar mereka tidak bosan sehingga kami
variasi kegiatannya. Untuk jadwal konseling memang disesuaikan dengan
kebutuhan saja, karena tidak mungkin setiap hari hanya konseling saja
kegiatan di sini. Karena saya juga perhatikan hanya tertentu saja yang mau
konseling. Mereka sudah punya kegiatan tetap yang sudah dijadwalkan
sejak mereka bangun sampai mereka tidur. Terkait jadwal konseling,
selama ini saya tidak pernah mendengar keluhan dari staf bagian
pembinaan maupun warga binaan bahwa konseling perlu ditambah jam,
berarti mereka tidak terlalu butuh.”20
Menurut Ibu Kalapas jadwal yang telah dibuat terkait dengan jadwal
kegiatan rutin warga binaan sudah baik dan seimbang antara pembinaan
pemasyarakatan dan pembinaan rohani selain itu juga hal tersebut sudah sesuai
dengan kebutuhan warga binaan.
3.3

Permasalahan warga binaan perempuan di LP wanita Klas III Kupang.
a) Masalah yang bersumber dari diri sendiri
Warga Binaan Perempuan yang sedang menjalani masa hukuman di dalam LP
wanita tentunya memiliki latar belakang kasus yang berbeda-beda dan masa
hukuman yang berbeda-beda juga, tapi ada juga yang latar belakang kasusnya sama
tetapi masa hukuman berbeda. Ada yang merupakan pengalaman pertama kali
menjadi Warga Binaan tetapi ada juga yang berstatus residivis yaitu warga binaan
yang sudah lebih dari satu kali masuk LP dengan kasus yang sama. Respon diri
terhadap hukuman yang dijalani tersebut juga berbeda-beda pada setiap Warga
Binaan, ada yang bisa menerima dengan ikhlas tetapi ada juga yang belum sepenuh
hati menerima hukuman tersebut karena merasa bahwa hukuman yang diberikan

20

Wawancara dengan Ibu Kalapas, tanggal 25 okober 2016, Pkl. 08.41 WITA

54

tidak sesuai, tidak merasa diri melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan, dan
lain sebagainya.
Salah satu Warga Binaan yang terlihat ikhlas menjalani hukumannya adalah
Ibu S, Ibu S mengatakan:
“Mungkin ini teguran dari Tuhan, supaya saya sadar kalau narkoba itu
memang tidak baik, supaya saya bisa terlepas dari narkoba. Saya hanya
sedih kalau ingat anak saya dan keluarga saya, karena saya harus
menjalani masa hukuman 5 tahun di Kota ini. Jarak yang jauh dari mereka,
kadang-kadang saya rindu dan itu yang membuat saya sedih.”21
Ibu S menyadari kesalahan yang dilakukannya, dan dia menganggap bahwa
hukuman yang diterimanya adalah teguran dari Tuhan sehingga dia ikhlas menerima
hukuman tersebut, namun jarak yang jauh dari keluarganya yang membuat dia sedih
karena rindu, tidak ada keluarga ataupun teman yang menjenguknya di LP karena
semua kenalan dan keluarganya berada di Kota M.
Berbeda dengan Ibu S, Ibu RL merasa bahwa hukuman yang dia jalani
bukanlah sesuatu yang harus dia terima karena menurutnya dia sama sekali tidak
melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan kepadanya.
”Bukan saya masuk penjara saya juga bingung saya salah apa, saya
niat tolong orang supaya bisa dapat kerja tapi setelah 4 tahun dia kerja di
kota M dia meninggal di sana, saya yang awalnya hanya membantu dia
untuk berangkat ke kota M kemudian dituduh jual orang.”22
Sama halnya dengan Sdr. MP yang merasa tidak pantas menerima hukuman
karena merasa apa yang dilakukannya bukanlah sesuatu kesalahan yang harus
sampai membuat dia masuk penjara, Sdr. MP mengatakan:
“Sebenarnya saya korban juga, tetapi mereka tidak peduli dengan posisi
saya. Apa yang saya lakukan sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara
lain tanpa harus berakhir di penjara apalagi dengan masa hukuman yang
lama (6 tahun), saya dikenai pasal yang tidak sesuai. Saya sedih, marah,
kecewa tapi mau bagaimana lagi, berusaha ikhlas saja.”23
21

Hasil wawancara dengan Ibu S, tanggal 18 oktober 2016, Pkl.10.07 WITA
Hasil wawancara dengan Ibu RL, tanggal 19 oktober 2016, Pkl. 10.32 WITA
23
Hasil wawancara dengan Sdr. MP, tanggal 23 oktober 2016, Pkl. 10.11 WITA

22

55

Demikian juga dengan Ibu SW yang terjerat kasus Korupsi (TiPiKor), Ibu SW
mengatakan
“Saya cuma bawahan di kantor punya jabatan sebagai bendahara, saya
hanya ikut perintah atasan saya. Namanya juga bawahan, jadi saya harus
mengikuti perintah atasan, tetapi menurut UU (Undang-Undang) saya
dianggap turut serta melakukan kesalahan tersebut sehingga saya juga
dihukum, tetapi secara pribadi saya merasa saya adalah korban.”24
Ibu RL, Sdr. MP dan Ibu SW merasa bahwa hukuman yang mereka dapat
merupakan sesuatu yang tidak seharunya mereka jalani, menurut mereka tidak
semua orang masuk ke dalam LP karena mereka benar-benar bersalah, tetapi
terkadang juga merupakan korban dari ketidakadilan dalam proses persidangan.
Ada juga Warga Binaan Perempuan yang sadar bahwa yang mereka lakukan
adalah sebuah kesalahan tetapi merasa tidak ikhlas dengan masa hukuman yang
diberikan. Seperti yang dirasakan oleh Ibu HS yang dihukum karena kasus
pembunuhan, ibu HS mengatakan:
“Bukan saya yang melakukan pembunuhan itu, saya tidak bunuh suami
saya, saya punya cs yang bunuh. Dia bunuh pakai saya punya parang di
rumah, saya lihat kejadiannya karena saat itu saya ada di situ juga, saya
ada di situ juga. saya sadar saya salah karena sembunyikan kasus ini
selama 1 bulan lebih, waktu kasus pembunuhan ini terbongkar saya
dituduh terlibat dalam pembunuhan berencana. Saya merasa bahwa masa
hukuman yang diberikan tidak adil untuk saya, saya tidak melakukan
pembunuhan tetapi saya dihukum selama 17 tahun.”25
Ibu

HS

menyadari

kesalahannya

karena

menyembunyikan

kasus

pembunuhan, tetapi dia masih belum bisa menerima masa hukuman yang begitu
lama diberikan kepadanya, di tambah lagi keluarga Ibu HS yang tinggal berbeda
Pulau dengan dia yaitu di Pulau S, dia tidak memiliki kenalan di Kota Kupang dan
tidak ada yang menjenguknya sehingga hal tersebut semakin membuat dia merasa
sedih.
24

Hasil wawancara dengan Ibu SW, tanggal 21 oktober 2016, Pkl. 09.12 WITA
Hasil wawancara dengan Ibu HS, tanggal 19 oktober 2016, Pkl. 11.20 WITA

25

56

Demikian juga Ibu EV yang harus menjalani masa hukuman selama 19 tahun
karena kasus narkoba, Ibu EV mengatakan
”Saya belum bisa sepenuhnya ikhlas dengan hukuman yang diberikan
kepada saya. 19 tahun itu waktu yang sangat lama. Keluarga dan anak
saya yang berusia 2 tahun ada di Kota L dan mereka belum tahu kalau
saya di penjara, saya sengaja merahasiakannya karena tidak mau mereka
khawatir. Saya harusnya bisa lebih hati-hati karena hal ini bukan hal baru
bagi saya, waktu itu saya hanya kurang beruntung.”26
Ibu EV merupakan seorang pecandu dan juga pengedar Narkoba, dia
menyesali hukuman 19 tahun yang harus dijalani apalagi untuk kasus khusus seperti
kasus Narkoba tidak mendapatkan redmisi. Ibu EV lebih menunjukkan
penyesalannya tentang lamanya hukuman yang diberikan dan juga menyesal karena
dia kurang hati-hati sehingga dia tertangkap dibandingkan menunjukkan penyesalan
atas kesalahan yang dilakukannya.
Respon yang sama juga diberikan oleh seorang Warga Binaan berstatus
residivis dengan kasus pencurian, yaitu Ibu SST. Ini merupakan kali ke-3 ibu SST
masuk ke dalam LP karena kasus yang sama, Ibu SST mengatakan,
“beta pencuri karena beta terdesak, kalau beta sonde curi waktu itu
mungkin beta pung rumah su kena sita. Karena btea punya mama gadai
rumah untuk beli bapa punya peti mati. Beta sedih dan sempat mau bunuh
diri minum vixal, tapi itu hari beta punya kawan tahan beta. Kenapa waktu
beta pencuri untuk foya-foya dia punya hukuman sonde lama, tapi ini kali b
pencuri karena memang beta mau bantu keluarga hukuman talalu lama.”
(Saya mencuri karena saya terdesak, kalau saya tidak mencuri waktu itu
mungkin saya punya rumah orang sudah sita, karena saya punya mama
gadai rumah untuk beli peti mati kasih bapa. Saya sedih dan sempat coba
bunuh diri juga, saya hampir minum vixal (cairan pembersih wc) tetapi
waktu itu ada yang lihat dan cegat saya. Waktu saya mencuri untuk senangsenang hukumannya tidak lama, tetapi ini kali saya mencuri karena benarbenar butuh untuk tolong keluarga saya hukumannya sangat lama.”) 27
Ibu SST merasa tidak puas dengan hukuman yang dia dapatkan karena
hukuman yang dia dapatkan kali ini jauh lebih lama dari hukuman sebelum-

26

Hasil wawancara dengan Ibu EV, tanggal 23 oktober 2016, Pkl. 11.03 WITA
Hasil wawancara dengan Ibu SST, tanggal 20 oktober 2016, Pkl. 09.24 WITA

27

57

sebelumnya dengan kasus yang sama, pertama kali masuk LP Ibu SST dihukum
selama 1 tahun 6 bulan, kedua kalinya dihukum selama 4 bulan saja, sedangkan
yang ketiga kalinya yaitu kali ini dia dihukum selama 2 tahun 5 bulan, menurut ibu
SST dia mencuri kali ini dengan niat yang baik untuk menolong keluarga tetapi
dihukum dengan sangat lama, sedangkan ketika sebelumnya dia mencuri hanya
untuk keperluan bersenang-senang hukumannya tidak selama ini.
Penolakan-penolakan dari dalam diri sendiri yang dirasakan oleh warga binaan
terhadap proses hukuman yang harus dijalani menjadi masalah utama yang harus
mereka hadapi. Perasaan tidak puas, tidak siap, tidak ikhlas dengan hasil putusan
persidangan semakin menambah beratnya beban dalam menjalani masa hukuman. Di
samping itu juga mereka harus membiasakan diri dengan lingkungan yang baru,
orang-orang yang baru dan dengan rutinitas yang baru di balik tembok dan jeruji LP.

b) Masalah bersumber dari luar diri (Keluarga dan masyarakat)
Selain masalah yang bersumber dari dalam diri sendiri, Warga Binaan Juga
menghadapi masalah-masalah yang bersumber dari luar dirinya yang datang dari
berbagai arah, baik itu keluarga maupun masyarakat tempat dia berasal.
Menurut Ibu HS salah satu yang menjadi beban pikirannya adalah masalah
anak-anaknya yng selalu mendapatkan hasutan-hasutan dari beberapa kerabat
dekatnya yang mengatakan kalau ibu mereka adalah seorang pembunuh, padahal dia
berusaha untuk merahasiakan hal tersebut dari anak-anaknya, Ibu HS mengatakan,
”Ada beberapa keluarga dari suami saya yang sering bilang ke anakanak saya kalau „kau punya mama yang makan (bunuh) kau punya bapa‟.
waktu mereka cerita lewat telepon, saya hanya bisa menangis diam-diam,
saya selama ini berusaha merahasiakan dari anak-anak saya karena saya
tidak mau mereka malu dan pikiran, nanti mereka tidak bisa belajar
dengan baik.”28
28

Hasil wawancara dengan Ibu HS, tanggal 19 oktober 2016, Pkl. 11.20 WITA

58

Demikian juga Ibu SST yang sudah berulang kali masuk LP, dia mengatakan:
Julukan mantan napi b su sering dengar dari waktu bta bebas pertama
kali, ketong su dapa hukum di penjara, pas bebas harus kena hukum lai,
dapa hina dari tetangga deng sodara dong, b pung sodara dong ju bikin
beta, dong larang mama telpon beta, kalo mama hubungi beta dong sonde
mau kasih uang di mama. Tapi mama selalu hibur beta. Sekarang b masuk
penjara lai dong pasti tambah hina lai, tapi b hanya inga mama deng b
pung anaka sa. Kalo b pu anak dng telpon b slalu bilang mama ada kerja
cari uang di Bali. b sonde mau dong tau b di penjara, kasian dong masih
kici-kici” (Julukan „mantan napi‟ sudah sering saya dengar sejak bebas dari
penjara pertama kali. Kita sudah dihukum di penjara waktu keluar harus
dapat hukuman lain lagi, dapat hina dari tetangga-tetangga, saudara-saudara
kandung saya juga kucilkan saya, mereka larang mama untuk kontak saya,
kalo mama kontak mereka tidak mau kasih mama uang. Tapi saya punya
mama yang selalu hibur saya. Sekarang saya masuk lagi pasti mereka
tambah hina lagi, tapi saya hanya ingat saya punya mama dengan saya
punya anak, kalau ada telepon saya selalu kasih tau saya punya anak kalau
sekarang “mama ada kerja di Bali” saya tidak mau mereka tau saya ada di
penjara, kasian mereka masih kecil-kecil.)29

Hal yang sama juga dirasakan oleh Ibu S,
“Alasan saya sampai masuk ke dalam dunia narkoba untuk bisa mencari
uang tambahan untuk menghidupi keluarga (anak dan orang tua), suami
tidak ada lagi. Kalo cuma andalkan kerja sebagai penyanyi saat ada eventevent mana cukup untuk makan dan keperluan lainnya. Tapi saya juga
malu kalau sampai anak-anak saya tau saya seperti ini, bagaimana mereka.
saya juga dengar dari cerita ibu saya kalau teman-teman saya, tetangga
saya sering menggosipkan saya yang masuk penjara, tapi saya berusaha
cuek saja, walaupun sedih apalagi saya sampai masuk ke sini juga karena
dijebak teman.”30
Dengan alasan faktor ekonomi dan berstatus single parent (orang tua tunggal)
bagi anak-anak mereka, Ibu SST dan Ibu S memilih jalan pintas untuk menghidupi
keluarga, ketika mereka berada di dalam LP tentunya kelangsungan hidup keluarga
di luar menjadi beban pikiran bagi mereka, ditambah lagi dengan st