T2 322014021 BAB III

(1)

70

BAB III

STATUS DAN IMPLIKASI YURIDIS UANG PUBLIK

DAN UANG PRIVAT BERDASARKAN TINDAK

PEMERINTAHAN

A.

Status Hukum Uang Negara Berdasarkan Tindak

Pemerintahan

Dalam sub-bab ini penulis hendak berargumen bahwa Status Hukum Uang Negara (Publik atau Privat) sangat bergantung pada Tindak Hukum Pemerintahan. Hal ini berkaitan erat dengan polemik keuangan negara dan kekayaan negara yang dipisahkan pada BUMN (Persero). Dalam praktiknya, BUMN yang aktivitas dan pengelolaannya didasarkan pada hukum privat menjadi objek pemeriksaan dari auditor negara (BPK). Seperti kasus yang melibatkan ECW Neloe selaku Mantan Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) bersama I Wayan Pugeg (mantan direktur manajemen resiko) dan M. Sholeh Tasripan (mantan direktur kredit korporasi) dalam melakukan pemberian fasilitas kredit kepada PT Citra Graha Nusantara (PT CGN),


(2)

71 dimana di kemudian hari fasilitas kredit yang diberikan tersebut dinyatakan menjadi kredit macet, mengakibatkan terjadinya kerugian dalam PT Bank Mandiri (Persero). Dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 100

menyatakan bahwa para terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan kepada mereka. Namun pada tingkat tingkat kasasi akhirnya terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut oleh

Mahkamah Agung101 dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

 Meskipun Bank Mandiri merupakan PT. Terbuka, tetapi secara struktur,

Bank Mandiri tetap sebagai sebuah Persero yang menjadi ciri bahwa

Bank Mandiri adalah milik negara. Perubahan-perubahan kepemilikan

saham, apalagi saham negara menduduki jumlah terbesar dibandingkan dengan pemegang saham lainnya (posisi dominan), sama sekali tindak mengurangi status hukum Bank Mandiri sebagai BUMN yang mengelola kekayaan negara. Dalam status yang demikian, direksi atau setiap orang yang bekerja pada Bank Mandiri demikian pula BUMN lainnya, tidak semata- mata melakukan fungsi keperdataan, tetapi juga fungsi publik yang menjalankan tugas pemerintahan pada Bank Mandiri sebagai BUMN. Lebih lanjut hal tersebut secara hukum mengandung arti bahwa direksi atau setiap orang yang bekerja pada BUMN seperti Bank Mandiri, berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan, sehingga kepada mereka dapat diperlakukan ketentuan-ketentuan mengenai penyelenggaran pemerintahan seperti ketentuan tentang pemberantasan korupsi.

 Seperti dikemukakan, sebagai BUMN, Bank Mandiri mengelola

kekayaan negara, sebagai pengelola kekayaan negara, maka tindakan melawan hukum yang dilakukan direksi atau pegawai Bank Mandiri,

100

Putusan Pengadilan Negeri Jaka rta Se latan No. 2068/Pen.Pid/2005. 101

Putusan Mahkamah Agung No. 1144 K/Pid/2006 di da la m A lfin Su laiman, Keuangan Negara Pada Badan Usaha Milik Negara Dalam Perspek tif Ilmu Huk um, Alumn i, Bandung, 2011, h. 110.


(3)

72 yang merugikan atau dapat merugikan Bank Mandiri, dapat dikategorikan sebagai perbuatan korupsi, karena telah menimbulkan kerugian atau dapat merugikan negara yaitu kekayaan negara yang dikelola Bank Mandiri.

Berdasarkan kasus diatas, menjadi suatu keniscayaan untuk memahami dan mampu membedakan status yuridis terhadap uang negara dan uang privat, karena memiliki implikasi yuridis yang berbeda pula terhadap status yuridis uang tersebut. Sehingga diharapkan kasus hukum yang dialami oleh ECW Neloe dan rekan-rekannya tidak akan terjadi lagi di masa yang akan datang.

Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya bahwa Tindak

Pemerintahan terdiri atas Tindak Pemerintahan Dalam Hukum Publik (jure

imperii) dan Tindak Pemerintah Dalam Hukum Privat (jure gestionis). Tindak Pemerintahan dalam hukum publik yaitu tindakan hukum yang dilakukan oleh pejabat administrasi yang didasarkan pada wewenang publik (publiek bevoegdheid) dalam menjalankan fungsi pemerintahan, seperti

pembuatan peraturan perundang- undangan (regeling) atau keputusan

(beschikking), dan membuat kebijakan (beleidsregel). Sedangkan Tindak Pemerintahan dalam hukum privat yaitu tindak hukum pemerintahan (melalui badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah) untuk melaksanakan usaha sebagai implementasi kewajiban pemerintah guna menyediakan barang dan jasa tertentu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti menjual dan membeli, menyewa dan menyewakan, menggadaikan, membuat perjanjian


(4)

73 dan mempunyai hak milik yang seluruh aktivitasnya diatur dan tunduk dalam hukum privat (perdata). Salah satu bentuk dari tindak pemerintah dalam bidang keperdataan ialah melalui BUMN (Persero).

Berdasarkan konsep umum tindak pemerintah diatas khusunya dalam bidang keperdataan, ketika pemerintah bertindak tidak dalam kapasitasnya

sebagai pemerintah melainkan sebagai pelaku hukum keperdataan (civil

actor) maka hukum privatlah yang berlaku dan mengatur seluruh aktivitas dan tindakan tersebut. Kekayaan negara yang dipisahkan adalah satu satu

contoh tindak pemerintah dalam lapangan keperdataan (jure gestionis),

meskipun ketika mengambil tindakan untuk memisahkan kekayaannya pada BUMN masih dalam kedudukan yuridis sebagai pelaku hukum publik (public actor), karena tindakan tersebut sesuai dengan pasal 4 ayat (3) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang menyatakan :

Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN atau perseroan terbatas yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Peraturan pemerintah (PP) hanya dapat ditetapkan oleh negara dalam kapasitasnya sebagai penguasa yang tidak dimiliki oleh negara dalam

kapasitasnya sebagai pelaku hukum keperdataan (civil actor). Namun setelah

kekayaan negara yang dipisahkan sebagai penyertaan modal (inbreng)


(5)

74 statusnya sebagai keuangan negara dan kekayaan negara yang dipisahkan melainkan berubah dalam bentuk saham yang dimiliki oleh negara pada BUMN tersebut. Modal tersebut akan menjadi kekayaan BUMN sebagai badan hukum perdata dan bukan merupakan kekayaan negara. Seluruh pembinaan dan pengelolaannya yang dilakukan oleh BUMN, akan tunduk dalam Hukum privat.

Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Fatwa Mahkamah Agung No. WKMA/Yud/20/VII/2006 khususnya pada angka (1) dan (2) yang menyatakan antara lain :

1) Bahwa Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003

tentang Badan Usaha Milik Negara berbunyi :

“Badan usaha milik negara yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha negara yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal

dari kekayaan negara yang dipisahkan.”

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang yang sama menyatakan bahwa “Modal BUMN dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”.

Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) tersebut dikatakan bahwa “Yang

dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari anggaran pendapatan dan belanja negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem anggaran pendapatan dan belanja negara namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.

2) Bahwa dalam pasal-pasal tersebut di atas, yang merupakan Undang-Undang khusus tentang BUMN, jelas dikatakan bahwa modal BUMN berdasarkan dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN dan selanjutnya pe mbinaan dan


(6)

75 pengelolaannya tidak didasarkan pada sistim APBN melainkan didasarkan pada prinsip-prinsip pe rusahaan yang sehat.

Fatwa Hukum Mahkamah Agung ini menunjukan bahwa pengertian kekayaan negara yang dipisahkan tidak lagi berstatus sebagai keuangan negara, akan tetapi berstatus hukum keuangan badan hukum lain yang berstatus hukum BUMN, sehingga pengelolaan dan pertanggungjawabannya dilakukan seperti halnya perusahaan pada umumnya.

Hal ini menunjukan kekayaan negara yang sudah dipisahkan pada BUMN bukan lagi merupakan kekayaan negara karena telah terjadi

“transformasi hukum” status yuridis kekayaan/keuangan dari status hukum

uang negara menjadi uang privat.102 Oleh karenanya negara dalam

beraktivitas menjalankan kekuasaan memiliki “dua wajah” dimana negara

pada suatu saat dapat bertindak sebagai pelaku hukum publik (bertindak dalam hukum publik), dan pada saat yang sama negara dapat bertindak sebagai pelaku hukum privat yang tunduk sepenuhnya pada ketentuan hukum perdata. Terhadap saham negara pada BUMN tersebut akan bertransformasi kembali menjadi uang negara dalam bentuk pajak dan laba dari BUMN. Dalam hal perseroan terbatas mendapat suatu keuntungan maka negara

102 Arifin Soeria Atmadja, Transformasi Status Hukum Uang Negara Sebagai Teori

Keuangan Publik Yang Berdimensi Penghormatan Terhadap Badan Hukum, Paparan Ilmiah Disa mpaikan pada Acara Syukuran Pemberian Penghargaan Guru Besar Pengabdian Pendidikan Anugeraha Sewaka Winayaroha, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007, h. 2-4.


(7)

76 selaku salah satu pemegang saham, akan menerima keuntungan berdasarkan bersarnya saham yang dimiliki dan pastinya diwajibkan membayar pajak.

Selain itu juga hasil dari likuidasi suatu perusahaan BUMN (

winding-up/vereffening), dalam artian bahwa pemberesan penyelesaian dan pengakhiran urusan Perseroan setelah adanya keputusan apakah itu berdasarkan keputusan RUPS atau berdasarkan penetapan pengadilan yang menghentikan atau membubarkan Perseroan. Likuidasi tersebut akan diselesaikan oleh seorang yang ditunduk atau diangkat menjadi

penyelenggaran lukuidasi (likuidator).103

Likuidator dalam melakukan pemberesan boedel Perseroan melakukan

pekerjaan yang meliputi:

a. Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang perseroan.

b. Pengumuman dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia

mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi.

c. Pembayaran kepada para kreditor.

d. Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham, dan

e. Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan

kekayaan.104

103

Tri Budiyono, Huk um Perusahaan (Telaah Yuridis Terhadap Undang -Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas), Griya Media, Sa latiga, 2011, h. 236.

104


(8)

77 Terkhususnya untuk huruf (d) yaitu pembagian sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham, maka kekayaan tersebut yang akan kembali menjadi uang negara.

Dengan demikian ketika perseroan terbatas tersebut menyetor uangnya berupa pajak dan/atau keuntungan, saat uang tersebut masuk ke kas negara dan diterima sebagai penerimaan negara, maka pada saat itu terjadi transformasi status hukum dari status hukum uang privat menjadi uang negara. Transformasi hukum ini dipengaruhi oleh tindak pemerintah dalam bidang publik kepada bidang keperdataan yang berakibat berubahnya

lingkungan kuasa hukum (rechtsgebied) yang berlaku dari publik ke

privat.105

Menjadi sebuah ironi dan antinomi ketika UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa kekayaan negara ya ng

dipisahkan pada BUMN termasuk sebagai Keuangan Negara.106 Keberlakuan

pasal 1 angka (1) jo. Pasal 2 huruf (g) UU Keuangan Negara jelas

mengakibatkan antinomi dengan peraturan perundang- undangan lainnya seperti Undang-Undang tentang BUMN dan Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Keuangan Negara tetap memposisikan kekayaan yang dipisahkan dari APBN sebagai keuangan negara.

105 Lihat pendapat Arifin Soeria At madja yang dipaparkan da la m Rapat Ko mite IV DPD RI, Ja karta 12 Oktober 2010 tentang Teori Dasar Huk um Keuangan Publik dan Konsepsi Badan Hukum.

106

Lihat pasal 1 ayat (1) jo. pasal 2 huruf (g) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara .


(9)

78

Keberlakuan pasal 1 angka (1) jo. Pasal 2 huruf (g) UU Keuangan Negara,

dan inilah yang menjadi pintu masuk bagi Badan Pemeriksa Keuangan untuk mengaudit keuangan BUMN. Sehingga munculah kasus hukum seperti yang dialami oleh ECW Neloe dan rekan-rekannya. Padahal PT Bank Mandiri (Persero) sebagai Badan Hukum Privat, terhadapnya pengelolaan BUMN tersebut, tunduk dan patuh dalam rezim hukum privat. Sehingga tidak tepat jika Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit terhadap keuangan PT Bank Mandiri dan menyatakan adanya kerugian keuangan negara akibat tindakan yang diambil dengan pemberian fasilitas kredit kepada PT Citra Graha Nusantara (PT CGN).

Tindakan BPK tersebut didasarkan pada Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan bahwa :

BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara

Pakar Hukum Keuangan Negara, Arifin Soeria Atmadja mengatakan, kekeliruan logika hukum pembuat Pasal 2 Huruf (g) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 didasarkan pada pendekatan disiplin ilmu akuntansi yang


(10)

79 berbeda dengan disiplin ilmu hukum. Sebagai contoh umpamanya angsuran

premi asuransi suatu perusahaan bagi seorang akuntan dianggap sebagai

pre-payment yang harus dibayar setiap tahun, tetapi bagi seorang yuris

pembayaran premi asuransi sudah merupakan payment, karena uang yang

sudah dikeluarkan dari kas telah merupakan perbuatan hukum yang nyata.107

Dengan adanya Perbedaan Status Hukum Uang Negara dan Uang Privat (BUMN) sebagai akibat Tindak Pemerintahan Dalam Hukum Publik dan Privat, maka jika terjadi kerugian keuangan pada BUMN tidak mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara, tetapi yang terjadi adalah kerugian BUMN itu sendiri. Mungkin dapat dikemukakan sebagai bukti terpisahkan negara sebagai badan hukum publik dengan keuangannya dalam bentuk saham dalam Persero, akan jelas terlihat bilama Persero tersebut mengalami kerugian dan dinyatakan pailit. Keadaan pailit tersebut tidak mengakibatkan negara menjadi pailit juga. Disamping itu, pencampuradukan posisi dan status hukum keuangan negara dalam hukum pidana korupsi juga mengesampingkan pemisahan negara berdasarkan peranan dan statusnya sebagai pelaku hukum publik dan pelaku hukum

perdata.108

107 Arifin Soeria Atmadja , Pola Pikir Hukum (Legal Mindscapes) Definisi Keuangan

Negara Yang Membangun Praktik Bisnis Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Yang Mengak ar (Deep Rooted Business Practices) di dalam Yuli Indrawati, Ak tualisasi Huk um Keuangan Publik , Mujadih Press, Bandung, 2014,h. 37-38.

108


(11)

80 Jika terjadi kerugian pada BUMN yang mengakibatkan negara selaku pemegang saham mengalami kerugian yang tidak seharusnya, maka negara dapat menggugat perseroan. Pranata yang digunakan adalah hukum privat, bukanlah pranata hukum publik yang akan bermuara pada Tindak Pidana Korupsi karena menggunakan konsep kerugian keuangan negara. Negara sebagai pemegang saham tetap dapat menggugat karena kerugian tersebut, sebagaimana disebutkan oleh Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 97 ayat (6) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan :

1) Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.

Sedangkan, Pasal 97 ayat (6) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan :

“Atas nama Perseroan, Pemegang Saham yang mewakili

paling sedikit 10% dari jumlah seluruh sahamnya dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada

Perseroan”.

Berdasarkan pranata hukum privat tersebut, maka Badan Pemeriksa Keuangan tidak berhak mengaudit keuangan BUMN itu sendiri bahkan


(12)

81 menyatakan adanya kerugian negara dan dilimpahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berdasarkan logika hukum, bagaimana mungkin dapat dikatakan adanya kerugian negara pada sebuah perusahaan (BUMN), padahal status hukumnya sebagai badan hukum privat yang

memiliki kekayaan sendiri yang berbeda dengan kekayaan negara.109 Dengan

demikian, jelas bahwa kebijakan pemeriksaan keuangan negara dan kebijakan pemberantasan korupsi yang didesain di Indonesia tidak sejalan dengan Konsep Tindak Pemerintahan.

B.

Implikasi Yuridis Terhadap Status Hukum Uang

Privat dan Uang Negara

Terhadap status yuridis uang privat dan uang negara, akan memiliki implikasi yuridis yang mengikuti status hukum uang tersebut. Penulis berargumen bahwa Peraturan perundang-undangan yang mengatur implikasi yuridis dari status hukum uang privat atau negara tersebut haruslah konsisten dengan tindak pemerintahan. Jika pemerintah bertindak dalam bidang publik maka peraturan perundang- undangan dalam hukum publik yang berlaku. Sebaliknya, jika pemerintah bertindak di dalam hukum privat, maka

109


(13)

82 peraturan perundang-undangan dalam hukum privatlah yang berlaku. Implikasi yuridis tersebut dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain terhadap Tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban serta Institusi yang berhak melakukan pemeriksaan dan pengawasan. Implikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tata Cara Pengelolaan & Pertanggungjawaban

Status hukum uang negara berdasarkan tindak pemerintah dala m hukum publik membawa implikasi terhadap tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban uang negara tersebut yang tunduk dalam domain hukum publik. Dengan keluarnya tiga paket perundang-undangan di bidang keuangan negara yaitu UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

Jawab Keuangan Negara akan mendukung terwujudnya goodgovernance

dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan negara yang dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Selain itu kekuasaan pengelolaan keuangan negara dipegang oleh Presiden selaku kepala pemerintahan, dan dikuasakan kepada Menteri


(14)

83

anggaran/pengguna barang kementerian negara/lembaga yang

dipimpinnya, serta diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah. Pengelolaannya tunduk kepada ketentuan APBN dan dipertanggungjawabkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Namun, terhadap status hukum uang privat berdasarkan tindak pemerintah dalam hukum privat membawa implikasi yuridis yang berbeda dari status hukum uang negara. Tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban uang privat tersebut akan tunduk dalam aturan main hukum privat. Badan Usaha Milik Negara yang sebagian yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dalam pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang termuat di dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini sejalan dengan Pasal 4 Ayat (1) dikatakan bahwa:

Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, namun pembinaan dan

pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip


(15)

84 Pembinaan dan pengelolaan BUMN didasarkan pada prinsip-prinsip

perusahaan yang sehat (Good Corporate Governance)110 yaitu

berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Perseroan Terbatas. Selain itu ketentuan mengenai BUMN itu sendiri, entah itu persero maupun perum berpedoman pada Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Keuangan BUMN (Persero) dipertanggungjawabkan kepada pemegang saham melalui Dewan Komisaris.

Selain itu Bangunan arsitektur keuangan negara pada dasarnya menunjukkan pola keuangan berjenjang dan membentuk suatu jaringan kerja pengelolaan dan pengawasan yang jelas dan pasti sehingga membedakan pula aturan pengelolaan dan pertanggungjawabannya. Dalam bangunan arsitektur keuangan negara, keuangan badan usaha milik negara memiliki kapasitas hukum sendiri yang berbeda, dimana tata kelola dan tata tanggung jawab badan usaha milik negara memiliki kapasitas hukum perdata di mana ketentuan yang mengaturnya adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat perdata. Negara, dalam kedudukannya pada badan usaha milik negara (BUMN), adalah sebagai pelaku hukum perdata yang tindakan hukumnya semula dalam bentuk tugas dan kewenangan (taak en bevoegdheid) telah berubah menjadi hak

110

Prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat seperti prinsip keadilan, prinsip transparansi, prinsip tanggung jawab, dan prinsip akuntabil itas.


(16)

85 dan kewajiban (bekwaamheid) sebagai akibat sebuah transaksi horizontal

yang tunduk sepenuhnya pada rezim hukum perdata.111

Instansi Yang Berhak Melakukan Pengawasan dan Pemeriksaan

Sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara

pemerintah memiliki aparat pengawas Lembaga/badan/unit yang ada di dalam tubuh pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan yaitu Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), yang terdiri atas (1) Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), (2) Inspektorat Jenderal. Sedangkan lembaga pemeriksa keuangan negara

ialah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)112, sebagaimana diatur dalam

UUD NRI 1945 dalam Pasal 23 E yang mengatakan :

“Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”

Sebaliknya, lembaga yang sudah disebutkan diatas, tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan bahkan pemeriksaan terhadap keuangan BUMN (Persero), dimana keuangan tersebut adalah keuangan perusahaan. Oleh sebab itu, kasus yang menimpa ECW Neloe dan rekan-rekannya, seharusnya tidak terjadi. BPK tidak memiliki kewenangan

111

Yu li Indra wati, Op. Cit., h. 33. 112


(17)

86 untuk melakukan pemeriksaan terhadap PT Bank Mandiri selaku Badan Usaha Milik Negara, yang pengelolaan dan pengurusannya tunduk di dalam hukum privat. Terhadap BUMN, Dewan Komisaris (Persero) dan

Dewan Pengawas (Perum)113 adalah Organ Perseroan yang bertugas

melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Dalam melakukan pengawasan, Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu

Komisaris dan Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya.114

Komite audit tersebut dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung

jawab kepada Komisaris atau Dewan Pengawas.115

Selain Komisaris dan Dewan Pengawas yang melaksanakan fungsi pengawasan, pada setiap BUMN dibentuk juga satuan pengawasan intern

yang merupakan aparat pengawas intern perusahaan. Dan dipimpin oleh

seorang kepala yang bertanggung jawab kepada direktur utama.116

Sedangkan Pemeriksaan laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan oleh RUPS untuk Persero dan oleh

Menteri untuk Perum. Terhadap BUMN yang telah go public, maka

113 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

114

Ibid., Pasal 70 ayat (1). 115

Ibid., Pasal 70 ayat (2). 116


(18)

87 pemeriksaan laporan keuangan dan perhitungan tahunan Perseroan Terbatas dilakukan oleh akuntan publik (auditor eksternal).


(1)

82 peraturan perundang-undangan dalam hukum privatlah yang berlaku. Implikasi yuridis tersebut dapat dilihat dari beberapa hal, antara lain terhadap Tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban serta Institusi yang berhak melakukan pemeriksaan dan pengawasan. Implikasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tata Cara Pengelolaan & Pertanggungjawaban

Status hukum uang negara berdasarkan tindak pemerintah dala m hukum publik membawa implikasi terhadap tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban uang negara tersebut yang tunduk dalam domain hukum publik. Dengan keluarnya tiga paket perundang-undangan di bidang keuangan negara yaitu UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara akan mendukung terwujudnya goodgovernance

dalam penyelenggaraan negara, pengelolaan dan pertanggung jawaban keuangan negara yang dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Selain itu kekuasaan pengelolaan keuangan negara dipegang oleh Presiden selaku kepala pemerintahan, dan dikuasakan kepada Menteri Keuangan dan Menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna


(2)

83 anggaran/pengguna barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, serta diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah. Pengelolaannya tunduk kepada ketentuan APBN dan dipertanggungjawabkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Namun, terhadap status hukum uang privat berdasarkan tindak pemerintah dalam hukum privat membawa implikasi yuridis yang berbeda dari status hukum uang negara. Tata cara pengelolaan dan pertanggungjawaban uang privat tersebut akan tunduk dalam aturan main hukum privat. Badan Usaha Milik Negara yang sebagian yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dalam pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang termuat di dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Hal ini sejalan dengan Pasal 4 Ayat (1) dikatakan bahwa:

Yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara, namun pembinaan dan

pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip


(3)

84 Pembinaan dan pengelolaan BUMN didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat (Good Corporate Governance)110 yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Perseroan Terbatas. Selain itu ketentuan mengenai BUMN itu sendiri, entah itu persero maupun perum berpedoman pada Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Keuangan BUMN (Persero) dipertanggungjawabkan kepada pemegang saham melalui Dewan Komisaris.

Selain itu Bangunan arsitektur keuangan negara pada dasarnya menunjukkan pola keuangan berjenjang dan membentuk suatu jaringan kerja pengelolaan dan pengawasan yang jelas dan pasti sehingga membedakan pula aturan pengelolaan dan pertanggungjawabannya. Dalam bangunan arsitektur keuangan negara, keuangan badan usaha milik negara memiliki kapasitas hukum sendiri yang berbeda, dimana tata kelola dan tata tanggung jawab badan usaha milik negara memiliki kapasitas hukum perdata di mana ketentuan yang mengaturnya adalah peraturan perundang-undangan yang bersifat perdata. Negara, dalam kedudukannya pada badan usaha milik negara (BUMN), adalah sebagai pelaku hukum perdata yang tindakan hukumnya semula dalam bentuk

tugas dan kewenangan (taak en bevoegdheid) telah berubah menjadi hak

110

Prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat seperti prinsip keadilan, prinsip transparansi, prinsip tanggung jawab, dan prinsip akuntabil itas.


(4)

85 dan kewajiban (bekwaamheid) sebagai akibat sebuah transaksi horizontal yang tunduk sepenuhnya pada rezim hukum perdata.111

Instansi Yang Berhak Melakukan Pengawasan dan Pemeriksaan

Sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara pemerintah memiliki aparat pengawas Lembaga/badan/unit yang ada di dalam tubuh pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan yaitu Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), yang terdiri atas (1) Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), (2) Inspektorat Jenderal. Sedangkan lembaga pemeriksa keuangan negara ialah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)112, sebagaimana diatur dalam UUD NRI 1945 dalam Pasal 23 E yang mengatakan :

“Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”

Sebaliknya, lembaga yang sudah disebutkan diatas, tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan bahkan pemeriksaan terhadap keuangan BUMN (Persero), dimana keuangan tersebut adalah keuangan perusahaan. Oleh sebab itu, kasus yang menimpa ECW Neloe dan rekan-rekannya, seharusnya tidak terjadi. BPK tidak memiliki kewenangan

111

Yu li Indra wati, Op. Cit., h. 33.

112


(5)

86 untuk melakukan pemeriksaan terhadap PT Bank Mandiri selaku Badan Usaha Milik Negara, yang pengelolaan dan pengurusannya tunduk di dalam hukum privat. Terhadap BUMN, Dewan Komisaris (Persero) dan Dewan Pengawas (Perum)113 adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Dalam melakukan pengawasan, Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dan Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya.114 Komite audit tersebut dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada Komisaris atau Dewan Pengawas.115

Selain Komisaris dan Dewan Pengawas yang melaksanakan fungsi pengawasan, pada setiap BUMN dibentuk juga satuan pengawasan intern yang merupakan aparat pengawas intern perusahaan. Dan dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab kepada direktur utama.116 Sedangkan Pemeriksaan laporan keuangan perusahaan dilakukan oleh auditor eksternal yang ditetapkan oleh RUPS untuk Persero dan oleh Menteri untuk Perum. Terhadap BUMN yang telah go public, maka

113 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik

Negara.

114

Ibid., Pasal 70 ayat (1).

115

Ibid., Pasal 70 ayat (2).

116


(6)

87 pemeriksaan laporan keuangan dan perhitungan tahunan Perseroan Terbatas dilakukan oleh akuntan publik (auditor eksternal).