Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia (Dahlia Sp)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya

pangan sehat maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan juga mulai
bergeser. Bahan pangan yang saat ini banyak diminati konsumen tidak hanya
memiliki komposisi gizi yang baik serta penampakan dan cita rasa yang menarik,
tetapi juga mempunyai fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh (Khomsan, 2006).
Umbi-umbian merupakan salah satu jenis keanekaragaman dalam dunia
tumbuh-tumbuhan dan merupakan bahan sumber karbohidrat terutama pati. Umbiumbian berpotensi menjadi pangan fungsional karena memiliki kandungan
prebiotik yang baik untuk kesehatan, seperti garut, singkong, ganyong, gembili,
dan ubi jalar. Pengembangan umbi-umbian sebagai pangan lokal diharapkan
mampu mengurangi impor gandum serta menjadi komponen pangan fungsional
(Hadi, 2005).
Pangan fungsional merupakan pangan olahan yang mengandung satu atau
lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi
fisiologis tertentu diluar fungsi dasarnya, terbukti tidak membahayakan dan

bermanfaat bagi kesehatan (BPOM, 2011). Telah dipercayai bahwa pangan
fungsional dapat mencegah atau menurunkan penyakit degeneratif. Peningkatan
prevalensi penyakit degeneratif serta besarnya biaya perawatan sakit merupakan
faktor yang sangat mendukung dikembangkannya pangan fungsional (Suter,
2013).

1

Universitas Sumatera Utara

2

Umbi dahlia dapat dijadikan pangan fungsional karena mengandung inulin
yang bersifat prebiotik. Tanaman dahlia banyak ditemukan di daerah dataran
tinggi Indonesia. Selama ini dahlia hanya dimanfaatkan sebagai bunga potong,
sedangkan umbinya yang masih memiliki batang digunakan sebagai bibit
sementara umbi yang tidak memiliki batang terbuang menjadi limbah. Padahal
umbi dahlia merupakan sumber karbohidrat yang berupa inulin. Menurut
penelitian yang dilakukan Widowati dkk (2005), rata-rata kandungan inulin umbi
dahlia adalah 51,5 - 80,1% (bk).

Sifat inulin yang dapat larut membuatnya cepat difermentasi oleh
Bifidobacteria dan Lactobacilli. Oleh sebab itu, inulin dikelompokkan sebagai
food ingredient yang diklasifikasikan sebagai prebiotik (Azhar, 2009). Prebiotik

didefinisikan sebagai ingredient pangan yang tidak dapat dicerna namun secara
selektif menstimulir pertumbuhan dan aktivitas mikroba yang menguntungkan
dalam saluran pencernaan sehingga memberikan efek kesehatan bagi yang
mengonsumsinya (Roberfroid, 2007).
Di dalam usus besar, sebagian besar inulin difermentasi menjadi asamasam lemak rantai pendek dan beberapa mikroflora yang spesifik menghasilkan
asam laktat. Hal ini menyebabkan penurunan pH kolon yang mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan bakteri patogen (Meyer dan Tungland, 2001).
Mekanisme seperti ini berimplikasi pada peningkatan kekebalan tubuh. Selain itu,
asam laktat yang dihasilkan juga merangsang gerak peristaltik usus, sehingga
mencegah konstipasi dan meningkatkan penyerapan kalsium untuk mencegah
osteoporosis (Widowati, 2005).

Universitas Sumatera Utara

3


Saat ini, komponen prebiotik yang dicantumkan pada regulasi pangan
untuk klaim di beberapa negara (US, Eropa, dan Jepang) antara lain FOS, GOS,
dan inulin (Soedarto, 2008). Sedangkan di Indonesia, regulasi tentang prebiotik
secara spesifik belum ada, namun dimasukkan dalam peraturan BPOM sebagai
kategori serat pangan. Menurut Surono (2004) yang dikutip oleh Wahyuningsih
(2014), jumlah prebiotik yang efektif adalah 1-3 gram per hari untuk anak-anak
dan 5-15 gram per hari untuk orang dewasa.
Usia panen umbi dahlia sekitar 7 bulan sampai 1,5 tahun. Satu batang
pohon dahlia bisa menghasilkan 2 sampai 5 kg umbi (Tunggal, 2011). Umbi
dahlia berbentuk bulat dan lonjong, kulit umbi berwarna putih kecoklatan dan
dagingnya berwana putih hingga putih kekuningan. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Widowati dkk (2005), rata-rata kandungan karbohidrat umbi
dahlia adalah sebesar 84,6%, kadar protein 8,9%, kadar lemak 1,3%, dan kadar
abu sebesar 5,2%.
Umbi dahlia ternyata sudah dikonsumsi oleh suku Aztecs di Inggris sejak
tahun 1700an, ketika bunga dahlia masuk ke Eropa. Kini di Inggris, umbi dahlia
kembali dikembangkan dan dijual di pasaran. Masing-masing varietas umbi dahlia
memiliki rasa yang berbeda, ada yang cita rasanya seperti asparagus, seledri, dan
adas atau sejenis tumbuhan berbunga (Laskito dan Tasya, 2015).
Pemanfaatan umbi dahlia sebagai makanan atau pangan olahan belum

banyak dilakukan, karena selama ini masyarakat hanya mengenal tanaman dahlia
sebagai bunga potong. Di Bukittinggi, Sumatera Barat, umbi dahlia telah diolah

Universitas Sumatera Utara

4

menjadi berbagai macam makanan dan dijadikan sebagai oleh-oleh seperti mi,
cendol, kue sagon, kue sapik, dan cheestik (Anonim, 2014).
Di Lembang dan Sukabumi, Jawa Barat, umbi dahlia sudah mulai
dibudidayakan dalam jumlah besar untuk memperoleh inulin murni dari umbi
dahlia. Inulin impor selama ini tak pernah dari umbi dahlia, inulin impor
mayoritas dihasilkan dari umbi artichoke (Helianthus tuberosus) dan akar chicory
(Chicoryum intybus L), dimana tanaman ini tidak dapat tumbuh di Indonesia
(Tunggal, 2011).
Inulin digunakan pada berbagai produk pangan. Misalnya, susu instan
untuk anak-anak maupun dewasa atau lanjut usia. Pada susu instan anak-anak,
inulin memberi manfaat meningkatkan daya serap tubuh terhadap kalsium yang
menunjang pertumbuhan tulang dan gigi. Pada susu instan dewasa dan lanjut usia,
kemampuan inulin meningkatkan penyerapan kalsium yang akan mencegah

osteoporosis atau pengeroposan tulang. Beberapa industri juga menyertakannya
dalam produk es krim dan yoghurt (Tunggal, 2011).
Berdasarkan survei pendahuluan yang telah peneliti lakukan, budidaya
bunga dahlia, khususnya di Sumatera Utara banyak terdapat di Berastagi,
Kabupaten Karo. Daerah ini sangat cocok menjadi tempat penanaman dahlia,
yaitu daerah dataran tinggi dan beriklim sejuk. Salah satunya terdapat di Desa
Ujung dan Desa Gajah, Kecamatan Simpang Empat. Bunga dahlia dibudidayakan
untuk diambil bunganya dan dijual ke berbagai wilayah di Sumatera Utara, Aceh,
dan Riau. Bunga ini biasanya dipakai untuk sembahyang orang Cina (Tionghoa),
untuk dekorasi, dan untuk acara adat.

Universitas Sumatera Utara

5

Umbi dahlia memiliki potensi untuk dikembangkan, karena pemanfaatan
tanaman dahlia masih terbatas sebagai komoditas bunga potong. Bunga dahlia
dapat dikembangkan secara komersial sebagai penghasil bunga potong dan
sekaligus umbinya dapat dijadikan sebagai bahan pangan. Berdasarkan
kesepakatan dengan petani, umbi dahlia yang akan digunakan dalam penelitian ini

dihargai Rp. 5000/kg.
Salah satu produk yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan
makanan fungsional adalah makanan ringan, jajanan atau cemilan. Makanan
ringan, jajanan atau cemilan tidak dapat lagi dipisahkan dari kebutuhan
masyarakat, namun makanan ringan yang dikonsumsi sering kali kurang baik
karena tidak memberi kontribusi zat gizi yang beragam dan tentunya juga bisa
diterima secara organoleptik (Hatta, 2012).
Biskuit merupakan salah satu jenis kue kering yang sampai saat ini banyak
digemari oleh masyarakat sebagai makanan jajanan atau camilan dari berbagai
kelompok ekonomi dan kelompok umur. Menurut Moehji (2000) yang dikutip
oleh Fatimah (2013), biskuit sering dikonsumsi oleh anak balita, anak usia
sekolah, dan orang tua, yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan atau
makanan bekal. Harga biskuit yang terjangkau oleh berbagai kelompok ekonomi
juga menjadi satu alasan mengapa biskuit banyak disukai oleh masyarakat.
Bahan baku pembuatan biskuit adalah tepung terigu yang berasal dari
gandum dan ketersediaannya di Indonesia harus diimpor. Menurut APTINDO
(2014), impor gandum di Indonesia dari tahun 2012 ke 2013 naik sebesar 7,5%
dari 6,2 juta ton menjadi 6,7 juta ton dan pada kuartal I tahun 2014 impor gandum

Universitas Sumatera Utara


6

sebesar 1,5 juta ton, jumlah ini lebih banyak daripada kuartal I tahun 2013 sebesar
1,3 juta ton dengan Australia sebagai negara sumber impor paling besar sebanyak
55,4%.
Indonesia memiliki tingkat konsumsi tepung terigu yang tinggi pada
masyarakat. Untuk membantu mengurangi ketergantungan terhadap tepung terigu,
penggunaan terigu dapat dikurangi dengan penggunaan bahan-bahan lain.
Peningkatan variasi pemanfaatan umbi dahlia dapat dilakukan dengan
mengolahnya menjadi tepung. Umbi dahlia yang telah diolah menjadi tepung akan
lebih dapat dimanfaatkan dalam pengolahan produk pangan, selain itu masa
simpannya juga lebih panjang.
Biskuit merupakan produk kue kering yang praktis, mudah disimpan dan
dibawa, serta mudah dalam penyajiannya sehingga sangat cocok sebagai makanan
selingan atau camilan. Adanya biskuit yang mengandung komponen prebiotik
menjadi suatu kebutuhan untuk membantu mencukupi kebutuhan energi dan gizi
disamping mendapatkan efek kesehatannya. Salah satu bahan yang dapat
digunakan untuk biskuit prebiotik adalah tepung umbi dahlia.
Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan biskuit dengan penambahan

tepung umbi dahlia dengan perbandingan 25% dan 50% dari berat tepung terigu.
Penetapan perbandingan ini dilakukan karena berdasarkan hasil penelitian
pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, apabila persentase terlalu besar akan
menghasilkan adonan biskuit yang sulit untuk dicetak dan biskuit yang keras,
sedangkan jika persentase terlalu kecil maka tidak akan menambah pengaruh

Universitas Sumatera Utara

7

terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur biskuit terhadap penambahan tepung
umbi dahlia.
Berdasarkan hal tersebut peneliti mencoba memanfaatkan tepung umbi
dahlia dalam pembuatan biskuit. Hal ini menarik untuk diteliti dalam sebuah
penelitian yang berjudul ”Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit yang
Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia (Dahlia sp)”.

1.2.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengetahui daya terima dan

nilai gizi biskuit yang dimodifikasi dengan tepung umbi dahlia.

1.3.

Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui daya terima dan nilai gizi biskuit yang dimodifikasi
dengan tepung umbi dahlia.

1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui daya terima biskuit terhadap warna, aroma, rasa dan
tekstur biskuit dengan penambahan tepung umbi dahlia.
2. Untuk mengetahui kandungan gizi biskuit yaitu karbohidrat dan inulin
dengan penambahan tepung umbi dahlia.

Universitas Sumatera Utara


8

1.4.

Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penganekaragaman

pangan dari umbi dahlia yang selama ini tidak dimanfaatkan
2. Meningkatkan nilai ekonomis umbi dahlia yang selama ini tidak

dimanfaatkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.
3. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai

bahan dasar pembuatan biskuit.
4. Sebagai pengenalan umbi dahlia kepada masyarakat melalui produk

olahan biskuit sebagai makanan fungsional.

Universitas Sumatera Utara