Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit yang Dimodifikasi Dengan Tepung Buah Pepaya (Carica papaya L.)

(1)

Lampiran 1. Formulir Uji Tingkat Kesukaan (Uji Hedonik)

FORMULIR

UJI TINGKAT KESUKAAN(UJI HEDONIK) Nama :

Umur : Jenis Kelamin :

Ujilah sampel satu persatu dengan sebaik-baiknya dan nyatakan pendapat anda tentang apa yang dirasakan oleh indera dengan mengisi tabel dibawah ini dengan skor berikut:

Petunjukan Penilaian

• Suka : 3

• Kurang suka : 2

• Tidak suka : 1 Indikator

Sampel

A1 A2 A3

Rasa Aroma Warna Tekstur


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

Lampiran 5. Daftar Panelis Dalam Uji Organoleptik

No Nama Jenis Kelamin Umur (Tahun)

1 Angelina Tobing Perempuan 13

2 Arta Silalahi Perempuan 11

3 Aulia Citra Handini Perempuan 12

4 Auliatri Perempuan 11

5 Cindy Amelia Putri Perempuan 11

6 Cintiya Putri Perempuan 11

7 Cornelius Situmorang Laki-laki 11

8 Deby Rahmadani Perempuan 12

9 Diana Cintia Perempuan 11

10 Eka Apriyani Perempuan 12

11 Fahrid Suganda Laki-laki 12

12 Frans Wardana Laki-laki 12

13 Gokias Simatupang Laki-laki 13

14 Hasiholan Simalango Laki-laki 13

15 Hezita Namora Perempuan 11

16 Israq Navli Laki-laki 12

17 K. Delon Laki-laki 11

18 Kevin Maulana Putra Laki-laki 12

19 Mia Ningsih Perempuan 12

20 Michael Sitanggang Laki-laki 11

21 Martua Panggabean Laki-laki 11

22 Nila Handayani Perempuan 13

23 Nurul Husna Perempuan 12

24 Rafiki Iksan Laki-laki 12

25 Rizky Alexander Laki-laki 11

26 Roy Jannes Sombolon Laki-laki 11

27 Stella Anggraini Perempuan 11

28 Stiven Tobing Laki-laki 11

29 Yohanes Laki-laki 12


(10)

Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Uji Sifat Uji Organoleptik Biskuit A1

Panelis Rasa Aroma Warna Tekstur

1 3 3 3 2

2 3 3 3 2

3 3 3 3 2

4 3 3 3 3

5 3 3 3 2

6 3 3 3 2

7 3 3 3 3

8 3 3 3 2

9 3 3 2 3

10 3 3 3 3

11 3 3 2 2

12 3 3 3 1

13 3 3 3 3

14 3 3 2 3

15 3 3 3 2

16 3 3 3 3

17 3 3 3 3

18 2 3 3 1

19 3 3 3 3

20 3 3 3 3

21 3 3 3 3

22 3 3 3 3

23 3 2 3 3

24 3 3 3 3

25 3 3 3 3

26 3 3 3 3

27 3 3 3 3

28 3 3 3 3

29 3 3 3 3

30 3 3 3 3


(11)

Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Uji Sifat Uji Organoleptik Biskuit A2

Panelis Rasa Aroma Warna Tekstur

1 3 3 3 3

2 3 3 3 3

3 2 3 3 3

4 3 3 3 3

5 3 3 3 3

6 3 3 3 2

7 3 3 3 3

8 2 3 3 3

9 3 3 3 3

10 3 3 3 3

11 3 3 2 2

12 3 3 3 3

13 3 3 3 3

14 3 3 3 3

15 3 3 3 3

16 3 3 3 2

17 3 2 3 3

18 3 3 3 3

19 3 2 3 3

20 2 3 3 3

21 3 3 3 3

22 3 3 3 2

23 3 2 3 3

24 3 3 3 1

25 3 3 3 3

26 3 3 3 3

27 3 3 3 3

28 3 3 3 3

29 3 3 3 2

30 3 3 3 2


(12)

Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Uji Sifat Uji Organoleptik Biskuit A3

Panelis Rasa Aroma Warna Tekstur

1 3 3 2 3

2 3 3 3 3

3 3 3 3 3

4 2 2 2 2

5 3 3 3 3

6 3 3 3 2

7 3 3 3 3

8 3 3 3 3

9 3 2 3 3

10 2 2 3 3

11 3 3 3 1

12 1 1 1 1

13 2 3 3 2

14 3 2 3 3

15 3 3 3 3

16 3 3 3 1

17 3 2 3 3

18 1 2 1 1

19 2 3 3 3

20 3 3 3 3

21 3 2 2 3

22 2 2 2 2

23 2 1 3 2

24 3 3 3 3

25 3 3 3 3

26 3 3 3 3

27 3 3 3 3

28 3 3 1 2

29 3 3 1 2

30 3 3 2 1


(13)

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Buah Pepaya Gambar 2. Irisan Buah Pepaya

Gambar 3. Irisan Buah Pepaya Gambar 4. Tepung Buah Pepaya Yang Sudah Kering

Gambar 5. (a) Adonan Penambahan Tepung Buah Pepaya 10%, (b) Adonan Penambahan Tepung Buah Pepaya 20%, dan (c) Adonan Penambahan Tepung

Buah Pepaya 30%


(14)

Gambar 6. Pemnuatan Biskuit Tepung Buah Pepaya

Gambar 7. Pembuatan Biskuit Tepung Buah Pepaya

Gambar 8. Biskuit Penambahan Tepung Buah Pepaya


(15)

Gambar 9. Uji Organoleptik

Gambar 10. Uji Organoleptik


(16)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Anonim. 2010. Komposisi Dan Proses Pembuatan Biskuit. Diakses

Anonim. 2015. Jenis-jenis Buah Pepaya. akses 19 Januari 2016

Astawan. 2010. Jangan Sepelekan Gizi Pepaya. Diakses akses 16 Januari 2016

BPS. 2016. Produksi Tanaman Buah-Buahan. Diakses 26 Januari 2016.

Faridah, A. 2008. Patiseri Jilid 3. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah kejuruan. Jakarta

Febrina, Yusi. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Wortel Terhadap Daya

Terima dan Kadar Vitamin A Biskuit. Skripsi. Jurusan Gizi Kesehatan

Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas sumatera Utara Irmawati. 2014. Keajaiban Antioksidan. Padi. Jakarta

Kalie, M.B. 2008. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya. Jakarta

Kartika, Bambang. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

Nuraini, N. 2011. Aneka Manfaat Biji-Bijian.Gava Media.Yogyakarta. Nuraini, N. 2015. Aneka Buah Berkhasiat obat. Real Books. Yogyakarta

Manurung,Hotman. 2012. Diversifikasi Pangan Berbasis Tepung :

MeningkatkanKesehatan Masyarakat dan Ketahanan Pangan. USU Press.

Medan

Moehji, S. 2000. Ilmu Gizi dan Diet. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Parapat,S.A. 2015. Uji Daya Terima Mi Kering Kombinasi Tepung ubi jalar putih

(Lpomea batatus) dan Daunnya Dengan Kacang Kedelai (Glycine soja) Sebagai Pangan Tambahan Bagi Ibu Hamil. Skripsi. Jurusan Gizi


(17)

Primarasa. 2004. Kue Kering. Jakarta: Gaya Favorit Press.

Rahayu, W.P. 1998. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor

Ramayulis, R. 2013. Jus Super Ajaib. Penebar Plus. Jakarta

Saptoningsih; Jatnika, A. 2012. Membuat Olahan Buah. Agro Media. Jakarta Sindumarta, D. 2012. Awet Muda dengan Durian dan Buah-buahan Khas

Nusantara.Grafindo Litera Media. Yogyakarta

Subagjo, A. 2007. Manajemen Pengolahan Kue Dan Roti. Edisi pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta

Suhardjo. J. B. 2012. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Cetakan kelima. Yogyakarta: Kanisius

Sujiprihati, S.; Suketi, K. 2014. Budidaya Pepaya Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta

Superkunam. 2010. Manfaat Konsumsi Buah

Pepay

pada tanggal 16 Januari 2016

Susiwi, S. 2009. Penilaian Organoleptik. Jurusan Pendidikan Kimia UPI. Bandung

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran Anak. Jakarta

Standar Nasional Indonesia. 1992. Syarat Mutu Biskuit. Departemen Perindustrian Utami, Suryani. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Pisang Kepok Terhadap

Daya Terima Biskuit Sebagai alternatif Makanan Tambahan Anak Sekolah. Skripsi. Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan

Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.

Warisno. 2003. Budidaya Pepaya. Kanisius. Yogyakarta

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wirakusumah, E.S. 1995. Buah Dan Sayur Untuk Terapi. Penebar Swadaya.

Jakarta

Yuniarti, T. 2008. Ensiklopedia Tananman Obat Tradisional. Cetakan Pertama. Yogyakarta: MedPress


(18)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen, menggunakan rancangan penelitian acak lengkap yang terdiri dari dua faktor yaitu tepung buah pepaya dan tepung terigu dengan 3 perlakuan menggunakan tepung buah pepaya yaitu 10%, 20% dan 30% (r = 3) dengan simbol A1, A2, dan A3, yang semuanya diulang sebanyak 2 kali (i = 1, 2) pada saat proses pembuatan biskuit tepung buah pepaya dengan maksud untuk memperkecil error atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit tepung buah pepaya. Berikut merupakan tabel rincian perlakuan terhadap pembuatan biskuit.

Tabel 3.1 Rincian Perlakuan

Perlakuan Ulangan (U)

1 2

A1 A2 A3

Y11 Y21 Y31

Y12 Y22 Y32

Keterangan:

A1 : Biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 10 % A2: Biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 20 % A3: Biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 30 % Y11 : Perlakuan A1 pada ulangan Ke-1

Y12 : Perlakuan A1 pada ulangan Ke-2 Y21 : Perlakuan A2 pada ulangan Ke-1 Y22 : Perlakuan A2 pada ulangan Ke-2 Y31 : Perlakuan A3 pada ulangan Ke-1 Y32 : Perlakuan A3 pada ulangan Ke-2


(19)

3.2Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Proses pembuatan tepung buah pepaya dan pembuatan biskuit tepung buah pepaya dilakukan di laboratorium gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Pengujian zat gizi dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan. Sedangkan pelaksanaan uji daya terima biskuit tepung buah pepaya dilakukan di SDN NO. 060923 Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penulisan proposal penelitian dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai Februari 2016 dan penelitian dilakukan pada bulan Februari 2016 sampai April 2016.

3.3Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 10%, 20%, dan 30%.

3.4Definisi Operasional

1 Biskuit tepung buah pepaya adalah jenis kue berbahan dasar tepung terigu, tepung buah pepaya, telur, gula, dan mentega yang di panggang dalam oven. 2 Daya terima adalah tingkat kesukaan panelis terhadap biskuit yang

dimodifikasi dengan tepung buah pepaya meliputi warna, tekstur, aroma, dan rasa yang dilakukan pada anak sekolah dasar.

3 Warna adalah corak rupa biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya yang dapat dilihat dengan indera penglihatan.


(20)

4 Rasa adalah bagian dari organoleptik yang ditimbulkan oleh biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya yang dapat dirasakan oleh indera pengecap. 5 Aroma adalah bagian dari organoleptik yang ditimbulkan oleh biskuit dengan

penambahan tepung buah pepaya yang dapat dirasakan oleh indera penciuman.

6 Tekstur adalah tingkat kelembutan biskuit tepung pepaya.

7 Kandungan gizi adalah zat gizi yang terdapat dalam biskuit tepung buah pepaya.

3.5Prosedur Pelaksanaan Eksperimen

Prosedur pelaksanaan eksperimen merupakan langkah-langkah yang ditentukan dalam melaksanakan percobaan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya. Adapun prosedur pelaksanaan eksperimen meliputi sebagai berikut:

3.5.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan biskuit tepung buah pepaya yaitu pengaduk kue (Mixer), baskom, sendok, cetakan biskuit, timbangan, oven, panci, dan kompor.

Yang digunakan untuk menganalisis kandungan gizi biskuit tepung buah pepaya yaitu blender, labu ukur 100 ml, alat titrasi, tabung reaksi, pipet, kertas saring, cawan, dan oven desikator.

Alat yang digunakan untuk melakukan uji daya terima biskuit tepung buah pepaya antara lain:


(21)

1 Formulir uji organoleptik, yaitu formulir yang berisi pertanyaan tentang warna, rasa, aroma, dan tekstur dari biskuit tepung buah pepaya.

2 Alat tulis berupa pulpen, pensil, dan penghapus. 3.5.2 Bahan

1. Penggunaan bahan biskuit di dalam eksperimen ini dipilih dari bahan yang berkualitas baik, misalnya kondisi bahan masih baik dan tidak busuk.

2. Bahan yang digunakan untuk membuat tepung buah pepaya adalah buah pepaya yang sudah matang, segar dan tidak busuk.

3. Bahan yang digunakan untuk biskuit terdiri dari : tepung buah pepaya, tepung terigu, gula pasir, telur, mentega, emulsifer, dan baking soda.

Tabel 3.2 Jumlah Pemakaian Bahan pada Pembuatan Biskuit tepung Buah Pepaya

Bahan Kelompok Eksperimen

A1 A2 A3

Tepung buah pepaya(gr) Tepung terigu(gr) Gula pasir(gr) Mentega(gr) Telur(btr) Emulsifier(sdt) Baking soda(sdt) 10 90 100 50 2 1 /2 ½ 20 80 100 50 2 1 /2 ½ 30 70 100 50 2 1 /2 ½

3.5.3 Proses Pembuatan Tepung Buah Pepaya

Pembuatan tepung buah pepaya menggunakan buah pepaya. Buah pepaya yang dipilih adalah buah pepaya yang matang, segar dan daging buah yang berwarna kuning kemerahan. Langkah selanjutnya adalah pengupasan atau pemisahan kulit buah pepaya dengan daging buah pepaya dan memisahkan biji pepaya dari daging buah pepaya. Langkah selanjutnya adalah daging buah pepaya di potong kecil-kecil. Langkah selanjutnya potongan daging buah pepaya


(22)

dikeringkan di dalam oven bersuhu 50-65 o Cselama 10-12 jam untuk mengurangi kadar air dan mempermudah proses penghalusan. Setelah kering buah pepaya dihaluskan dengan menggunakan blender sehingga menjadi partikel kecil yang disebut sebagai tepung buah pepaya. Berikut ini merupakan diagram pembuatan tepung buah pepaya.

Gambar 3.1 Diagram Pembuatan Tepung Buah Pepaya

Bagan di atas menjelaskan bahwa pembuatan tepung pepaya dilakukan dengan mengupas kulit papaya. Kemudian diiris tipis dengan ukuran 0,5mm dengan menggunakan parutan. Kemudian pepaya dipanggang menggunakan oven selama ± 12 jam dengan menggunakan oven dengan suhu 50-65 0C. Setelah pepaya kering maka pepaya digiling dan kemudian diayak dengan mengunakan ayakan ukuran 60 mesh sehingga menghasilkan tepung yang halus.

Dikupas

Diiris tipis-tipis

Dikeringkan

Dihaluskan

Diayak

Tepung buah pepaya Buah pepaya


(23)

3.5.3 Proses Pembuatan Biskuit Tepung Buah Pepaya

Untuk menghasilkan biskuit dengan penambahan tepung Pepaya yang berkualitas perlu perbandingan ukuran bahan-bahan. Adapun perbandingan ukuran bahan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah seperti pada tabel 3.2. berikut ini:

Tabel 3.3 Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Biskuit Pepaya Hasil Modifikasi Resep

Bahan Perbandingan

10% : 90% 20% : 80% 30% : 70% Tepung Terigu Tepung Pepaya Gula Halus Mentega Tepung Meizena Susu Bubuk Baking Powder Kuning telur Air Garam

225 gram 25 gram 125 gram 100 gram 10 gram 25 gram ½ sdt 2 butir 50 ml ½ sdt

200 gram 50 gram 125 gram 100 gram 10 gram 25 gram ½ sdt 2 butir 50 ml ½ sdt

175 gram 75 gram 125 gram 100 gram 10 gram 25 gram ½ sdt 2 butir 50 ml ½ sdt Keterangan:

Berat total dari bahan utama = 250 gram

Tepung pepaya 10% = 10% x 250 gram = 25 gram Tepung terigu 90% = 90% x 250 gram = 225 gram Tepung pepaya 20% = 20% x 250 gram = 50 gram Tepung terigu 80% = 80% x 500 gram = 200 gram Tepung pepaya 30% = 30% x 250 gram = 75 gram Tepung terigu 70% = 70% x 250 gram = 175 gram


(24)

Tahapan pembuatan biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini :

Gambar 3.2. Proses Pembuatan Biskuit Tepung Buah Pepaya

Bagan di atas menjelaskan tahapan-tahapan pembuatan biskuit tepung buah pepaya dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 10%, 20%, dan 30%. Kemudian ditambahkan :

Air 50 ml

Tepung terigu 225 gr Tepung pepaya 25 gr Susu Bubuk 25gr Tp Maizena 10gr Baking Powder ½ sdt

Kemudian ditambahkan : Air 50 ml

Tepung terigu 200 gr Tepung pepaya 50 gr Susu Bubuk 25gr Tp Maizena 10gr Baking Powder ½ sdt

Kemudian ditambahkan : Air 50 ml

Tepung terigu 175 gr Tepung pepaya 75 gr Susu Bubuk 25gr Tp Maizena 10gr Baking Powder ½ sdt

Pengadukan dilanjutkan sehingga terbentuk adonan

yang rata

Pengadukan dilanjutkan sehingga terbentuk adonan

yang rata Pengadukan dilanjutkan

sehingga terbentuk adonan yang rata

Dicetak dan dipanggang pada suhu 180ºCselama 15-20 menit Campurkan semua

bahan berikut dan dikocok (dimixer) : Mentega 100 gr Gula Halus 125 gr Kuning Telur 2 butir Garam ½ sdt

Campurkan semua bahan berikut dan dikocok (dimixer) : Mentega 100 gr Gula Halus 125 gr Kuning Telur 2 butir Garam ½ sdt

Campurkan semua bahan berikut dan dikocok (dimixer) : Mentega 100 gr Gula Halus 125 gr Kuning Telur 2 butir Garam ½ sdt


(25)

Prosedur pembuatan biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya melalui beberapa tahap yaitu sebagai berikut:

1) Tahap Persiapan

- Menyiapkan semua alat, bahan utama dan bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya.

- Menimbang bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan biskuit. 2) Tahap pelaksanaan

- Tahap pelaksanaan dalam pembuatan biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya meliputi tahap pencampuran, pembentukan dan pengovenan. a) Pencampuran

- Mentega, gula halus, kuning telur dan garam dicampur dan dimixer sampai rata (campuran 1)

- Tepung terigu, tepung buah pepaya, baking powder dan susu bubuk dicampur kering (campuran 2)

- Campuran 1 dan campuran 2 dijadikan satu kemudian diadoni selama 15 menit atau sampai adonan dapat dicetak dengan penggiling adonan.

b) Pembentukan atau pencetakan

- Adonan dicetak dengan cetakan atau dapat juga dicetak dengan dalam bentuk lingkaran.


(26)

c) Pemanggangan atau pengovenan

Adonan yang sudah dibentuk kemudian dimasukkan dalam oven yang sudah dipanaskan terlebih dahulu dengan suhu 180ºC, kemudian dipanggang selama 15-20 menit.

d) Pengangkatan atau pendinginan

Setelah biskuit matang kemudian diangkat dan dikeluarkan dari oven dalam keadaan masih lembek karena setelah dingin biskuit akan menjadi keras/renyah.

3) Tahap penyelesaian

- Biskuit dimasukkan dalam kemasan sesuai dengan kelompoknya. Pengemasan dilakukan setelah biskuit dingin.

- Dilakukan uji organoleptik biskuit (aroma, warna, rasa dan tekstur). 3.6Uji Daya Terima

Penilaian secara subjektif dilakukan dengan uji organoleptik. Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka/tidaknya terhadap suatu produk. Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan, namun mempermudah penelis dan peneliti skala ini diperkecil menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paing tinggi adalah 3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan table 3.4 berikut :


(27)

Tabel 3.4 Tingkat Penerimaan Konsumen

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik Warna Aroma Rasa Tekstur Suka Kurang Suka Tidak Suka Suka Kurang suka Tidak suka Suka Kurang suka Tidak suka Suka Kurang suka Tidak suka 3 2 1 3 2 1 3 2 1 3 2 1 1. Panelis

Jenis panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang diambil dari 30 orang siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri NO. 060923 Jl. SM. Raja Medan, 30 orang siswa adalah siswa yang duduk di kelas VI. Umur panelis kelas VI berkisar antara 10-12 tahun. Pada saat diminta penilaian terhadap uji daya terima ini, para panelis telah memenuhi syarat-syarat sebagai panelis yaitu tidak dalam keadaan sakit karena apabila sakit maka kepekaan indera perasa panelis akan menjadi berkurang kemampuannya. Penilaian/pengujian dilakukan pada pukul 09.30 WIB dimana telah sesuai dengan syarat-syarat waktu pengujian yang baik. Syarat-syarat seseorang panelis adalah :

a. Sehat lahir dan batin b. Tidak lelah


(28)

2. Pelaksanaan Penelitian a) Waktu dan Tempat

Penilaian uji daya terima terhadap biskuit tepung buah pepaya dilakukan di SDN NO. 060923 Medan pada bulan Maret 2016.

b) Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah biskuit tepung buah pepaya dengan 3 variasi yang berbeda komposisi bahan. Perbandingan tepung buah pepaya dengan tepung terigu pada masing-masing variasi yaitu 10% : 90%, 20% : 80%, 30% : 70%.

3. Langkah-langkah Pada Uji Daya Terima

1 Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan. 2 Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, air minum dalam

kemasan, formulir penilaian dan alat tulis.

3 Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara pengisian formulir.

4 Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar fomulir penilaian.

5 Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis. 6 Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis.


(29)

3.7Analisis Kandungan Gizi 3.7.1 Protein

Cara kerja:

1. Timbang seksama 0,51 gram sampel, masukkan ke dalam labu Kjeldhal 100 ml.

2. Tambahkan 2 gram campuran selen dan 25 ml H2SO4 pekat.

3. Panaskan di atas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam).

4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan ke dalam labu ukur 100 ml, tepatkan sampai tanda garis.

5. Pipet 5 ml larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan 5 ml NaOH 30%.

6. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan 10 ml larutan asam borat 2% yang telah dicampur indikator.

7. Bilasi ujung pendingin dengan air suling. 8. Titrasi dengan larutan HCl 0,01 N. 9. Kerjakan penetapan blanko. 10.Perhitungan :

Kadar Protein= (�1−�2)���0,014��.���

3.7.2 Serat Kasar

Kadar serat kasar dilakukan dengan Metode Gravimetri. Penentuan kadar serat kasar yaitu ekstraksi sampel dengan asam dan basa untuk memisahkan serat kasar dari bahan lainnya.


(30)

Cara kerja :

1. Di timbang dengan teliti 2 – 4 gram sampel yang telah bebas dari lemak dengan cara Soxlet atau dengan cara mengaduk, mengendap tuangkan sampel dalam pelarut organik sebanyak 3 kali. Keringkan sampel dan masukkan ke dalam erelenmeyer 500 ml.

2. Tambahkan 50 ml larutan H2SO4 1,25%, kemudian didihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak.

3. Tambahkan 50 ml NaOH 3,25% dan didihkan lagi selama 30 menit.

4. Dalam keadaan panas, saring kedalam corong Bucher yang berisi kertas saring tak berabu Whatman 54, 41 atau 541 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.

5. Cuci endapan yang terdapat pada kertas saring berturut-turut dengan air panas, H2SO4 1,25% air panas dan etanol 96%.

6. Angkat Kertas saring beserta isinya, masukkan kedalam kotak timbang yang telah diketahui bobotnya, keringkan pada suhu 105ºC dinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap.

7. Bila ternyata kadar serat kasar lebih besar dari 1%, abukan kertas saring beserta isinya, timbang sampai bobot tetap.

Perhitungan :

a. Serat Kasar ≤1% % Serat Kasar = �

�2× 100% b. Serat Kasar ≥1%

% Serat Kasar = �−�1


(31)

Keterangan:

w : Bobot cuplikan (g) w1: Bobot abu (g)

w2: Bobot endapan pada kertas saring (g) 3.7.3 Kalsium

Pengamatan secara objektif dalam penentuan kadar kalsium dilakukan dengan menggunakan metode SSA (Spektrofotometri Serapan Atom). Prinsip metode SSA adalah kelarutan logam akan mencapai kondisi maksimum pada derajat keasaman yang tinggi, hal ini akan dicapai pada pH 2-4. Kelarutan logam tersebut dapat diperbesar sehingga menaikkan temperatur. Larutan bahan disemprotkan melalui aspirator ke dalam nyala pada alat SSA, akan mengalami proses penguapan-pelarut, sublimasi akan menyerap sejumlah sinar. Jumlah sinar diserap akan sebanding dengan konsentrasi unsur yang dianalisis.

Cara kerja dalam menentukan kadar kalsium : 1. Ditimbang 5 gram sampel

2. Kemudian diabukan, sampai terbentuk abu putih

3. Kemudian, abu ditambahkan dengan campuran larutan standart Ca dan Mg ke dalam tabung kimia.

4. Setelah itu, ditambahkan larutan Cl 5. Sampel dianalisis dengan SSA Perhitungan :

Kadar setara Ca =�1 ���1

� × 100% =

�2 ���2

� × 100%

3.8Pengolahan dan Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan, diolah secara manual kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif persentase. Analisis deskriptif


(32)

persentaseini digunakan untuk mengkaji reaksi panelis terhadap suatu bahan yang

diujikan. Untuk mengetahui tigkat kesukaan dari panelis dilakukan analisis deskriptif kualitatif persentase yaitu kualitatif yang diperoleh dari panelis harus dianalisis dahulu untuk dijadikan data kuantitatif. Skor nilai untuk mendapatkan persentase dirumuskan sebagai berikut (Ali, 1992) :

% = �

�x 100

Keterangan :

% = skor presentase

n = jumlah skor yang diperoleh

N = skor ideal (skor tertinggi x jumlah panelis

Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen, analisinya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu sebagai berikut :

Nilai tertinggi = 3 (suka) Nilai terendah = 1 (tidak suka) Jumlah kriteria yang ditentukan = 3 kriteria Jumlah panelis = 30 orang

a. Skor maximum = Jumlah panelis x Nilai tertinggi = 30 x 3 = 90

b. Skor minimum = Jumlah panelis x Nilai terendah = 30 x 1 = 30

c. Persentase maksimum = ������������

������������ x 100%

= 90

90 x 100% = 100% d. Persentase minimum = ���� �������


(33)

= 30

90x 100% = 33,3%

e. Rentangan = Nilai tertinggi – Nilai terendah = 100% - 33,3% = 66,7%

f. Interval presentase = Rentangan : Jumlah kriteria = 66,7% : 3 = 22,2% ≈ 22%

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka dapat dibuat interval persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut :

Table 3.5 Interval Persentase Dan Criteria Kesukaan

Presentase (%) Criteria kesukaan

78 - 100 56 – 79,9 34 – 55,99

Suka

Kurang suka Tidak suka

Tabel interval presentase dan kriteria kesukaan menunjukkan bahwa pada persentase 34-55,9 panelis tidak menyukai biskuit tepung buah pepaya berdasarkan aroma, warna, tekstur, dan rasa sehingga termasuk dalam kriteria tidak suka. Pada persentase 56-79,9 panelis kurang menyukai biskuit tepung buah pepaya berdasarkan aroma, warna, tekstur, dan rasasehingga termasuk dalam kriteria kurang suka. Pada persentase 78-100 panelis menyukai biskuit tepung buah pepaya berdasarkan aroma, warna, tekstur, dan rasasehingga termasuk dalam kriteria suka.


(34)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Buah Pepaya

Berdasarkan ketiga perlakuan yang berbeda terhadap biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya maka dihasilkan biskuit yang berbeda. Perbedaan ketiga biskuit yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.1 dan tabel 4.1 berikut ini:

Gambar 4.1 Biskuit penambahan Tepung Buah Pepaya

Untuk Warna sedikit berbeda pada biskuit A1, tetapi pada biskuit A2 dan A3 memiliki warna yang hampir sama. Untuk biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya memiliki aroma yang sama pada biskuit A1 dan A2 tetapi pada biskuit A3 sudah terasa aroma khas pepaya. Untuk rasa pada biskuit A1 dan A2 memiliki rasa khas biskuit biasanya, sedangkan pada biskuit A3 sudah terasa khas pepaya. Untuk biskuit A2 tekstur renyah dan sedikit keras dibandingkan dengan biskuit A1. Sedangkan untuk biskuit A3 serat pada biskuit lebih terasa dan tekstur jauh lebih keras serta berserat dibandingkan dua biskuit lainnya.


(35)

Tabel 4.1 Karekteristik Biskuit Dengan Penambahan Tepung Buah Pepaya

Karakteristik Biskuit Buah Pepaya

A1 A2 A3

Warna Kuning kecoklatan Coklat Coklat

Aroma Khas biskuit Khas biskuit Beraroma pepaya Rasa Khas biskuit Khas biskuit Khas pepaya

Tekstur Renyah Renyah dan

sedikit keras

Sedikit keras dan berserat Keterangan :

A1 : Penambahan tepung buah pepaya 10% A2 : Penambahan tepung buah pepaya 20% A3 :Penambahan tepung buah pepaya 30% 4.2Karakteristik Tepung Buah Pepaya

Pembuatan tepung buah pepaya menggunakan buah pepaya jenis Cibinong. Pepaya jenis cibinong dipilih karena banyak dijual di pasaran, dan daging buah berwarna merah kekuningan, rasanya kurang manis, dan terksturnya agak kasar dan lebih keras. Proses pembuatan tepung buah pepaya dimulai dari pemilihan buah pepaya. Pemilihan buah pepaya dilakukan dengan cara memilih buah pepaya dalam kondisi yang baik atau tidak busuk, segar, dan tidak terlalu matang. Langkah selanjutnya adalah pengupasan atau pemisahan kulit buah pepaya dengan daging buah pepaya yaitu dengan cara membelah buah pepaya menjadi dua bagian, lalu membuang bijinya selanjutnya mengupas kulit buah pepaya, kemudian diiristipis-tipis. Irisan daging buah pepaya kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 50-650C selama 10-12 jam untuk mengurangi kadar air dan mempermudah proses penghalusan. Setelah kering, buah pepaya dihaluskan dengan menggunakan blender hinggahalus, kemudian diayak menggunakan saringan hingga menjadi partikel kecil yang disebut sebagai tepung buah pepaya.


(36)

Tepung buah pepaya memiliki karakteristik berwarna jingga, tekstur yang agak kasar, memiliki aroma khas pepaya, dan jika diayak tidak akan lolos sempurna. Jika menyentuh tepung buah pepaya, sebagian tepung akan menempel di tangan. Berikut ini merupakan gambar tepung buah pepaya

Gambar 4.2 Tepung Buah Pepaya 4.3Analisis Daya Terima Biskuit Tepung Buah Pepaya

Analisis daya terima dilakukan untuk memanfaatkan panca indera manusia untuk mengamati rasa, aroma, warna dan tekstur dari biskuit tepung buah pepaya. Analisis daya terima dilakukan pada jam 09.00 – 10.00 pagi terhadap 30 orang panelis di SDN No. 060923 dengan umur 10-12 tahun, karena dengan umur tersebut sudah dapat memberikan penilaian mengenai rasa, aroma, warna dan tekstur dari biskuit tepung buah pepaya, dinilai dengan skala suka, kurang suka, dan tidak suka kemudian dianalisa menggunakan deskriptif analisis.

4.3.1 Analisis Daya Terima Rasa Biskuit Tepung Buah Pepaya

Hasil analisis daya terima rasa biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.2 :


(37)

Tabel 4.2 Hasil Analisis Daya Terima Rasa Biskuit Tepung Buah Pepaya

Rasa Biskuit Buah Pepaya

A1 A2 A3

Kriteria Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor %

Suka 29 87 96,6 27 81 90,0 22 66 73,3

Kurang suka 1 2 2,2 3 6 6,6 6 12 13,3

Tidak suka 0 0 0 0 0 0 2 2 2,2

Total 30 89 98,8 30 87 96,6 30 80 88,8 Keterangan :

A1 : Penambahan tepung buah pepaya 10% A2 : Penambahan tepung buah pepaya 20% A3 :Penambahan tepung buah pepaya 30%

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa total skor persentase tertinggi dalam uji organoleptik terhadap rasa biskuit tepung buah pepaya adalah 89 (98,8%) yaitu biskuit tepungbuah pepaya 10 %, dengan kriteria kesukaan adalah suka. Sedangkan yang memiliki total skor persentase terendah adalah 80 (88,8) yaitu biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya 30%. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar panelis menyukai rasa biskuit yang dibuat dengan penambahan tepung buah pepaya sebanyak 10%.

4.3.2 Analisis Daya Terima Aroma Biskuit Tepung Buah Pepaya

Hasil analisis organoleptik aroma biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.3:

Tabel 4.3 Hasil Analisis Daya TerimaAroma Biskuit Tepung Buah Pepaya

Aroma Biskuit Buah Pepaya

A1 A2 A3

Kriteria Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor %

Suka 29 87 96,6 27 81 90,0 20 60 66,6

Kurang suka 1 2 2,2 3 6 6,6 8 16 17,7

Tidak suka 0 0 0 0 0 0 2 2 2,2

Total 30 89 98,8 30 87 96,6 30 78 86,5

Keterangan :

A1 : Penambahan tepung buah pepaya 10% A2 : Penambahan tepung buah pepaya 20% A3 :Penambahan tepung buah pepaya 30%


(38)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa biskuit tepung buah pepaya 10% memiliki total skor persentase tertinggi yaitu sebanyak 89 (98,8%). Sehingga pada indikator aroma biskuit tepung buah pepaya 10% juga yang paling disukai dengan kriteria kesukaan adalah suka. Sedangkan biskuit tepung buah pepaya 30 % memiliki total skor persentase terendah yaitu sebanyak 78 (86,5%). Sehingga biskuit A3 yang paling kurang disukai diantara ketiga perlakuan tersebut.

4.3.3 Analisis Daya Terima Warna Biskuit Tepung Buah Pepaya

Hasil analisis organoleptik warna biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel 4.4 :

Tabel 4.4 Hasil Analisis Daya Terima Warna Biskuit Tepung Buah Pepaya

Warna Biskuit Buah Pepaya

A1 A2 A3

Kriteria Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor %

Suka 27 81 90,0 29 87 96,6 21 63 70,0

Kurang suka 3 6 6,6 1 2 2,2 5 10 11,1

Tidak suka 0 0 0 0 0 0 4 4 4,4

Total 30 87 96,6 30 89 98,8 30 77 85,5

Keterangan :

A1 : Penambahan tepung buah pepaya 10% A2 : Penambahan tepung buah pepaya 20% A3 :Penambahan tepung buah pepaya 30%

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa total skor persentase tertinggi dalam uji organoleptik terhadap warna biskuit tepung buah pepaya adalah 89 (98,8%) yaitu biskuit tepungbuah pepaya 20 %, dengan kriteria kesukaan adalah suka, sedangkan yang memiliki total skor persentase terendah adalah biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya 30%.

4.3.4 Analisis Daya Terima Tekstur Biskuit Tepung Buah Pepaya Hasil analisis organoleptik tekstur biskuit dengan penambahan tepung


(39)

Tabel 4.5 Hasil Analisis Daya Terima Tekstur Biskuit Tepung Buah Pepaya

Tekstur Biskuit Buah Pepaya

A1 A2 A3

Kriteria Panelis Skor % Panelis Skor % Panelis Skor %

Suka 20 60 66,6 23 69 76,6 18 54 60,0

Kurang suka 8 16 17,7 6 12 13,3 7 14 15,5

Tidak suka 2 2 2,2 1 1 1,1 5 5 5,5

Total 30 78 86,5 30 82 90,0 30 69 81,0

Keterangan :

A1 : Penambahan tepung buah pepaya 10% A2 : Penambahan tepung buah pepaya 20% A3 :Penambahan tepung buah pepaya 30%

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa biskuit tepung buah pepaya 20 % memiliki total skor persentase tertinggi yaitu sebanyak 82 (90,0%). Sehingga pada indikator tekstur biskuit tepung buah pepaya 20% juga yang paling disukai dengan kriteria kesukaan adalah kurang suka. Sedangkan bskuit tepung buah pepaya 30% memiliki total skor persentase terendah yaitu sebanyak 69 (81,0%). Sehingga A3 yang paling kurang disukai diantara ketiga perlakuan tersebut.

4.4Kandungan Gizi Biskuit Tepung Buah pepaya

Hasil analisis kandungan zat gizi biskuit tepung buah pepaya di lakukan di laboratorium balai riset dan standarisasi Industri Medan yaitu pada biskuit A1, biskuit A2 dan biskuit A3 dilakukan uji protein, serat kasar, dan kalsium. Hasil uji kandungan gizi biskuit tepung buah pepaya dapat dilihat pada tabel 4.6 :

Tabel 4.6 Hasil Analisis Kandungan Gizi Biskuit Tepung Buah Pepaya Per 100 Gram

No. Parameter Biskuit dengan Tepung Terigu

Biskuit Tepung Buah Pepaya

A1 A2 A3

1. Protein (gr) 7,41 6,91 6,10 6,04

2. Serat Kasar (gr) 1,44 2,28 4,26 2,86


(40)

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat, biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 10% dalam tiap 100 gram memiliki kandungan protein sebesar 6,91 gram, kandungan serat kasar sebesar 2,28 gram, dan kandungan kalsium sebesar 5,90 mg/kg. Untuk biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 20% memiliki kandungan protein 6,10 gram, kandungan serat kasar sebesar 4,26 gram, dan kandungan kalsium sebesar 8,10 mg/kg. Sedangkan untuk biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya sebesar 30% dalam tiap 100 gram memiliki kandungan protein sebesar 6,04 gram, kandungan serat kasar sebesar 2,86 gram, dan kandungan kalsium sebesar 9,53 mg/kg

Dilihat dari hasil ini kadar protein menurun pada biskuit A3 dengan semakin tingginya penambahan tepung buah pepaya yang digunakan dalam pembuatan biskuit, dengan kata lain semakin banyak tepung buah pepaya yang ditambahkan dalam pembuatan biskuit maka semakin menurun kandungan proteinnya. Sedangkan kandungan serat kasar lebih tinggi pada biskuit A2 dari pada biskuit A1 dan biskuit A3 dikarenakan penambahan tepung buah pepaya berbeda konsentrasinya. Dan kadar kalsium meningkat pada biskuit A3 dengan semakin tingginya penambahan tepung buah pepaya yang digunakan dalam pembuatan biskuit.


(41)

BAB V PEMBAHASAN

5.1Analisis Uji Daya Terima Terhadap Biskuit Tepung Buah Pepaya

Berdasarkan uji daya terima siswa Sekolah Dasar yang telah dilakukan kepada 30 siswa SDN NO. 060923 medan pada tanggal 21 Maret 2016 yaitu biskuit A1, biskuit A2, dan biskuit A3 dengan menggunakan pengujian organoleptik, dari hasil penelitian, uji daya terima terhadap rasa menunjukkan bahwa rasa biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya 10% disukai oleh panelis karena memiliki peresentase tertinggi yaitu 98,8%. Sedangkan biskuit dengan penambahan 30% memiliki peresentase terendah yaitu 88,8%. Biskuit dengan penambahan 10% lebih disukai oleh panelis, menurut panelis rasanya gurih dan enak.

Biskuit tepung buah pepaya pada A1, A2, dan A3 memiliki rasa yang berbeda. Perbedaan rasa tersebut disebabkan oleh tepung buah pepaya. Semakin banyak jumlah penggunaan tepung buah pepaya, biskuit memiliki rasa khas pepaya. Pada biskuit A1 memiliki rasa yang hampir sama dengan biskuit tepung terigu, karena jumlah pemakaian tepung buah pepaya paling sedikit. Pada biskuit A2 memiliki rasa yang sedikit manis, karena jumlah pemakaian tepung buah pepaya lebih banyak. Sedangkan pada biskuit A3 memiliki rasa khas pepaya, karena jumlah pemakaian tepung buah pepaya paling banyak. Rasa dalam biskuit merupakan kombinasi antara cita rasa dan aroma yang tercipta untuk memenuhi selera panelis. Pada umumnya, rasa biskuit merupakan hal yang menunjang


(42)

karena hal pertama yang akan diperhatikan oleh panelis pada saat memberikan penilaian adalah rasa.

Menurut Winarno yang dikutip oleh Parapat (2015),rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah, agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impus yang terbentuk yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Rasa suatu bahan makanan dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Setiap orang mempunyai batas konsentrasi terendah terhadap suatu rasa agar masih bisa dirasakan (threshold). Batas ini tidak pada tiap-tiap orang dan threshold seseorang terhadap rasa yang berbeda juga tidak sama. Akibat yang ditimbulkan mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa.

Berdasaran hasil penelitian, uji daya terima terhadap aroma menunjukkan bahwa aroma biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya 10% disukai oleh panelis karena memiliki peresentase tertinggi yaitu 98,8%. Sedangkan biskuit dengan penambahan 30% memiliki peresentase terendah yaitu 86,5%. Biskuit dengan penambahan 10% lebih disukai oleh panelis, menurut panelis aromanya wangi dan enak. Semakin banyak jumlah penggunaan tepung buah pepaya, biskuit memiliki aroma khas pepaya. Aroma khas papaya kurang disukai oleh anak sekolah, sehingga biskuit A1 lebih disukai dari dapada biskuit A3.

Aroma merupakan bau yang sulit diukur karena biasanya menimbulkan pendapat yang berbeda dalam menilai aroma dan setiap orang mempunyai kesukaan yang berbeda. Menurut Winarno yang dikutip oleh Parapat (2015),


(43)

indera penciuman sangat sensitif terhadap bau dan kecepatan timbulnya bau lebih kurang 0,8 detik. Kepekaan indera penciuman diperkirakan berkurang 1% setiap bertambahnya umur satu tahun. Penerimaan indera penciuman akan berkurang oleh adanya senyawa-senyawa tertentu seperti misalnya formaldehida. Kelelahan daya penciuman terhadap bau dapat terjadi dengan cepat.

Berdasarkan hasil penelitian, uji daya terima terhadap warna menunjukkan bahwa warna biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya 20% disukai oleh panelis karena memiliki peresentase tertinggi yaitu 98,8%. Sedangkan biskuit dengan penambahan 30% memiliki peresentase terendah yaitu 85,5%. Biskuit dengan penambahan 20% lebih disukai oleh panelis, menurut panelis warna coklat pada biskuit bagus dan menarik. Semakin banyak penggunaan tepung buah papaya maka warna biskuit yang dihasilkan semakin coklat. Untuk biskuit A2 memiliki warna coklat yang menarik sehingga panelis menyukai biskuit A2

Panelis yang merupakan anak sekolah memiliki cara pemilihan makanan yang berbeda dari orang dewasa. Anak sekolah pada umumnya lebih memperhatikan warna dalam memilih makanan, mereka cenderung menyukai warna-warna cerah pada makanan. Menurut mereka warna yang cerah sangat indah dilihat dan membuat mereka tertarik untuk mengonsumsinya.

Penampakan warna suatu bahan pangan merupakan faktor pertama yang dinilai sebelum pertimbangan lain seperti rasa dan nilai gizi. Menurut Winarno (1997), suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi


(44)

kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, uji daya terima terhadap tekstur menunjukkan bahwa tekstur biskuit dengan penambahan tepung buah pepaya 20% disukai oleh panelis karena memiliki presentase tertinggi yaitu 90%. Sedangkan biskuit dengan penambahan 30% memiliki presentase terendah yaitu 81%. Biskuit dengan penambahan 20% lebih disukai oleh panelis, menurut panelis teksturnya renyah. Semakin banyak tepung buah pepaya yang ditambahkan, maka tekstur biskuit yang dihasilkan semakin keras. Sehingga panelis kurang menyukai biskuit A3 karna tekstur yang keras.

Menurut Winarno (1997), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan memengaruhi cita rasa yang ditimbulkan bahan tersebut karena dapat memengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap intensitas rasa, bau, dan cita rasa semakin berkurang.

Berdasarkan hasil penelitian dari uji daya terima yang telah dilakukan pada siswa SDN NO. 060923, biskuit tepung buah pepaya berdasarkan indikator rasa dan aroma yang paling di sukai adalah biskuit A1. Sedangkan berdasarkan indikator warna dan tekstur yang paling disukai adalah biskuit A2.


(45)

5.2Analisa Kandungan Protein, Serat Kasar, dan Kalsium Biskuit dengan Penambahan Tepung Buah Pepaya

Berdasarkan hasil Laboratorium di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan, dapat dilihat perbedaan kandungan protein dalam biskuit A1, biskuit A2 dan biskui A3. Dimana kandungan protein biskuit A1 memberi sumbangan 6,91%, biskuit A2 memberi sumbangan 6,10% dan biscuit A3 memberi sumbangan 6,04%. Pada biskuit buah pepaya A3 memiliki kandungan protein yang rendah dari pada biskuit A1 dan biscuit A2, dikarenakan memiliki konsentrasi tepung buah pepaya yang berbeda, yaitu pada biskuit A1 memiliki konsentrasi 10%, biskuit A2 memiliki konsentrasi 20% dan biskuit A3 memiliki konsentrasi 30%.

Dalam hal ini biskuit hasil penambahan tepung buah pepaya bukan merupakan sumber protein yang menggatikan kebutuhan protein per hari, karena biskuit hasil penambahan disini hanyalah sebagai camilan yang hanya sedikit menyumbang kebutuhan protein, sisanya diambil dari konsumsi makan sehari.

Kandungan protein yang terdapat dalam biskuit hasil penambahan tepung buah pepaya berbeda dengan buah pepaya yang masih segar, hal ini dikarenakan adanya proses pemanasan yang dilakukan sehingga dapat mengakibatkan protein terdenaturasi. Dari hasil laboratorium tersebut dapat dilihat bahwa semakin banyak tepung buah pepaya yang dicampurkan dalam adonan biskuit maka semakin sedikit pula kandungan proteinnya.

Berdasarkan hasil Laboratorium di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan, dapat dilihat perbedaan kandungan serat kasar. Dimana kandungan serat kasar pada biskuit A1 memberi sumbangan 2,28%, biskuit A2 memberi


(46)

sumbangan 4,26% dan biskuit A3 memberi sumbangan 2,86%. Berdasarkan nilai kandungan saerat kasar ini, biskuit tepung buah pepaya dapat dijadikan sebagai sumber serat kasar yang baik dalam hal pemenuhan kebutuhan serat untuk tubuh, dikarnakan kadar serat kasar yang tinggi.

Menurut Anik Herminingsih, 2010, mengemukakan beberapa manfaat serat pangan (dietary fiber) untuk kesehatan yaitu mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas), serat larut air (soluble fiber), seperti pektin serta beberapa hemiselulosa mempunyai kemampuan menahan air dan dapat membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan. Sehingga makanan kaya akan serat, waktu dicerna lebih lama dalam lambung, kemudian serat akan menarik air dan memberi rasa kenyang lebih lama sehingga mencegah untuk mengkonsumsi makanan lebih banyak. Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas, mencegah gangguan gastrointestinal dan mengurangi tingkat kolesterol dan penyakit kardiovaskuler serat larut air menjerat lemak di dalam usus halus, dengan begitu serat dapat menurunkan tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau lebih. Hasil laboratorium tersebut dapat dilihat bahwa biskuit A2 memiliki kandungan serat kasar yang lebih tinggi dari pada biskuit A1, dan biskuit A3.

Berdasarkan hasil Laboratorium di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan, dapat dilihat perbedaan kandungan kalsium. Dimana kandungan kalsium pada biskuit A1 5,90 mg/kg, biskuit A2 8,10 mg/kg, dan biskuit A3 9,53 mg/kg. Dengan melihat hasil laboratorium tersebut dapat kita ketahui bahwa penambahan


(47)

tepung buah pepaya dalam pembuatan biskuit dapat meningkatkan kandungan kalsium pada biskuit dan ini dapat dibuktikan bahwa semakin meningkatnya jumlah tepung buah pepaya yang digunakan dalam pembuatan biskuit maka semakin meningkat pula kandungan kalsiumnya. Namun berdasarkan nilai kandungan kalsium ini, biskuit tepung buah pepaya tidak dapat dijadikan sebagai sumber kalsium yang baik dalam hal ketersediaan mineral kalsium, dikarnakan kadar kalsium yang tidak tinggi.

Dalam 100 gram biskuit tepung buah papaya terdiri dari 20 keping biskuit tepung buah papaya dengan berat per keeping sebesar 5 gram. Berdasarkan hasil analisis laboratorium yang telah dilakukan, terdapat kandungan serat yang tinggi dalam biskuit tepung buah papaya. Kandungan serat kasar tertinggi ada pada biskuit A2. Dalam 20 keping biskuit A2 memberikan sumbangan 14% dari 30 gram kebutuhan serat pada anak laki-laki usia sekolah dan 15% dari 28 gram kebutuhan serat pada anak perempuan. Kandungan serat kasar yang tinggi pada biskuit tepung buah papaya, sehingga biskuit ini selain baik dikonsumsi untuk anak sekolah namun juga baik dikonsumsi untuk orang dewasa.


(48)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan uji daya terima terhadap indikator rasa, aroma, warna dan tekstur diperoleh kriteria suka untuk setiap perlakuan biskuit yaitu biskuit A1, biskuit A2 dan biskuit A3.

2. Biskuit tepung buah pepaya yang paling disukai berdasarkan rasa dan aroma adalah biskuit A1 dengan kombinasi tepung buah pepaya dan tepung terigu sebanyak 10% : 90%, sedangkan biskuittepung buah pepaya yang paling disukai berdasarkan warna dan tekstur adalah biskuit A2 dengan kombinasi tepung buah pepaya dan tepung terigu sebanyak 20% : 80%.

3. Biskuit tepung buah pepaya yang memiliki kadar serat kasar tertinggi adalah biskuit A2 sebesar 4,26% dengan penambahan tepung buah pepaya dan tepung terigu sebanyak 20% : 80%, biskuit tepung buah pepaya yang memiliki kadar protein tertinggi adalah biskuit A1 sebesar 6,91% dengan penambahan tepung buah pepaya dan tepung terigu sebanyak 10% : 90%, dan biskuit tepung buah pepaya yang memiliki kadar kalsium tertinggi adalah biskuit A3 sebesar 9,53 mg/kg dengan penambahan tepung buah pepaya dan tepung terigu sebanyak 30% : 70%.


(49)

6.2Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hal yang dapat disarankan sebagai berikut :

1. Agar biskuit dari tepung buah pepaya dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif makanan cemilan untuk anak sekolah juga untuk orang dewasa. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat kandungan zat gizi


(50)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1Biskuit

Biskuit merupakan produk olahan pangan yang paling banyak dinikmati oleh masyarakat karena mudah diperoleh dan tahan lama (Anonim, 2010). Produk ini merupakan produk kering yang memiliki kadar air rendah. Saksono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi industri, tahun 2012 konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5% - 8% didorong oleh kenaikan konsumsi domestik. Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan.

Biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di kota besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun (Subagjo, 2007). Secara umum bahan pembuatan biskuit adalah tepung terigu biasanya biskuit hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, dan lemak dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti vitamin, fosfor, kalsium dan zat besi. Adanya teknologi fortifikasi diharapkan biskuit tidak lagi sekedar makanan ringan yang mengandung zat gizi makro saja. Melalui penambahan tepung buah pepaya dalam pembuatan biskuit diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi biskuit, terlebih terhadap kandungan vitamin, mineral dan serat.

Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara


(51)

umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

Komponen Nilai yang diizinkan

Air Protein Lemak Karbohidrat Serat kasar

Energi per 100 gram Abu

Logam

Kalori (kal/100gr) Bau dan Rasa Warna maksimum 5% minimum 9% minimum 9,5% minimum 70% maksimum 0,5% minimum 400 kkal Maksimal 1,6% Negatif

Minimal 400 Normal Normal

Sumber : Standar Nasional Indonesia. 1992

Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik bayi hingga dewasa namun dengan jenis yang berbeda-beda. Namun, biskuit komersial yang beredar di pasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang. Kebanyakan biskuit memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan vitamin dan mineral yang relatif rendah. Kandungan gizi biskuit yang di wajibkan Standar Nasional Indonesia adalah sebagai berikut:

Table 2.2 Komposisi Zat Gizi Biskuit Per 100 Gram

Zat gizi Jumlah

Energy (kkal) Protein (g) Karbohidrat (g)

Lemak (g) Vitamin A (IU)

Vitamin B1 (mg) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg)

458,00 6,90 75,10 14,40 0,00 0,09 0,00 62,00 87,00 3,00


(52)

2.1.1 Klasifikasi Biskuit

Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis, yaitu sebagai berikut:

1. Biskuit keras

Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah.

2. Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah kerasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. 3. Cookies

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat.

4. Wafer

Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

2.1.2 Bahan Pembuat Biskuit 1. Tepung Terigu

Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan biskuit atau cookies adalah tepung terigu medium/multipurpose flour, merupakan hasil roller milling yag mempunyai kandungan protein 9-11 %, tepung jenis ini merupakan tepung


(53)

pengganti baik bagi tepung hard maupun soft sehingga bisa digunakan untuk pembuatan bread maupun cake.

Di dalam prosesnya tepung jenis ini bisa didapat dari 2 cara: 1. Merupakan hasil panenan/alami.

2. Dengan proses penambahan atau pengurangan kandungan protein yang ada dilakukan di dalam laboratorium (Subagjo,2007)

2. Gula

Gula merupakan salah satu bahan pemanis yang sangat penting karena hampir setiap produk mempergunakan sugar/gula. Dalam pembuatan cookies atau biskuit gula yang dipergunakan adalah sugar powder atau icing sugar merupakan proses lebih lanjut dari white sugar yang menghasilkan gula yang berbentuk tepung dan dalam. Pastry produk jenis ini dipergunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan adonan cake serta dalam pembuatan adonan bahan dekorasi (Subagjo,2007).

3. Mentega

Mentega atau butter merupakan lemak/fat yang terbuat dari fresh milk yang diproses dengan menambahkan acid/asam kemudian dimasukkan kedalam tabung dari kayu, tabung diputar sehingga kandungan air yang ada dalam fresh milk terpisah dengan kandungan kimiawi yang lain, kandungan kimiawi yang lain ini akan menempel pada dinding kayu dan dikumpulkan serta diproses melalui pencucian secara kimiawi untuk menghilangkan sisa-sisa acid dan kedalamnya ditambah warna, aroma serta mungkin ditambah garam sehingga kita dapatkan 2 jenis butter:


(54)

1. Salted butter yaitu butter yang kedalamnya ditambahkan garam sehingga

rasanya asin

2. Unsalted butter yaitu butter tanpa penambahan garam sehingga mempunyai

rasa netral dan di dalam pastry produk dipergunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan adonan.

4. Telur

Dalam pastry produk egg merupakan raw material yang sangat penting karena setiap produk hampir semuanya mempergunakan telur, biasanya telur yang digunakan adalah telur ayam ras karena:

a. Jumlah telur ayam ras diusahakan secara besar sehingga untuk mempergunakan dalam jumlah besar tidak akan mengalami kesulitan. Kalau telur jenis ayam kampung belum diusahakan secara besar sehingga jumlahnya terbatas.

b. Volume ayam ras lebih besar dari ayam kampung, untuk telur normal mempunyai berat antara 42-70 gr.

c. Harga telur ayam ras lebih murah. Fungsi-fungsi telur di dalam pastry produk:

1. Sebagai bahan penambah nilai gizi 2. Sebagai bahan penambah rasa

3. Sebagai bahan perubah warna kulit produk 4. Sebagai bahan pembantu pengembang


(55)

5. Susu Bubuk

Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk.

6. Lemak

Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.

7. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garamkarena garam akan memperkuat protein.

8. Bahan Pengembang

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu

leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan


(56)

adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).

2.1.3 Pembuatan Biskuit

Pembuatan biskuit dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Primarasa, 2004), yaitu:

a. Bahan Membuat Biskuit 1. Tepung terigu 250 gram 2. Gula Halus 125 gram 3. Mentega 100 gram 4. Tepung Meizena 10 gram 5. Susu bubuk 25 gram 6. Baking Powder 1/2 sdt 7. Garam 1/2 sdt

8. Kuning telur ayam 1 butir 9. Air 50 ml

b. Cara Membuat Biskuit

1. Campur mentega, kuning telur, garam, gula halus lalu mixer sampai rata. 2. Campur tepung terigu, baking powder, susu bubuk dan tepung meizena. 3. Campuran 1 dan campuran 2 dicampur lalu tambahkan air dan diadoni

selama 15 menit.

4. Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera.

5. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang bersemir margarin.


(57)

6. Panggang adonan hingga matang 2.1.4 Kandungan Zat Gizi Pada Biskuit

Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik balita hingga dewasa namun memiliki jenis yang berbeda. Biskuit yang beredar dipasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang, kebanyakan memiliki kandungan zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak yang tinggi sedangkan zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral relatif rendah.

Berbagai penelitian mengenai pengaruh penambahan berbagai jenis tepung dalam pembuatan biskuit telah banyak dilakukan antara lain: Penelitian Suryani Utami (2012) yang berjudul pengaruh penambahan tepung pisang kepok terhadap daya terima biskuit sebagai alternatif makanan tambahan anak sekolah, pada pembuatan biskuit, kandungan kalsium dan tiamin meningkat setelah dilakukan penambahan tepung pisang kapok.

Tabel 2.3 Kandungan Gizi Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Pisang Kepok per 100 gram

Kandungan Gizi No Zat Gizi Biskuit

dengan Tepung Terigu Biskuit dengan Penambahan Tepung Pisang Kepok 25% Biskuit dengan Penambahan Tepung Pisang Kepok 45% Biskuit dengan Penambahan Tepung Pisang Kepok 65% 1 2 3 4 5 6 7 Kalori (kkal) Karbohidrat(gr) Protein (gr) Lemak (gr) Serat (gr) Kalsium (mg) Tiamin (mg) 484,90 73,34 7,41 19,36 1,44 54,07 0,08 482,30 75,00 6,64 19,34 1,35 56,31 0,09 480,20 76,30 6,02 19,32 1,27 58,11 0,10 478,10 77,61 5,40 19,30 1,20 58,89 0,11


(58)

Selanjutnya penelitian Yusi Febrina (2012), yang berjudul pengaruh penambahan tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit. Berdasarkan penambahan tepung wortel terlihat peningkatan kandungan vitamin A.

Tabel 2.4 Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Berbagai Variasi Tepung Wortel per 100 gr

Kandungan Gizi No Zat Gizi Biskuit

dengan Tepung Terigu Biskuit Penambahan Tepung Wortel 5% Biskuit Penambahan Tepung Wortel 15% Biskuit Penambahan Tepung Wortel 25% 1 2 3 4 5 6 Energi (kkal) Karbohidrat (gr) Protein (gr) Lemak (gr) Serat (gr)

Vitamin A (RE)

505,90 71,50 7,20 21,60 6,93 900,80 498,60 69,60 7,15 21,50 7,54 909,20 498,60 66,20 7,11 21,50 8,78 925,90 469,10 62,70 7,04 21,50 10,10 942,70 2.2Buah Pepaya

Pepaya merupakan tumbuhan yang berasal dari Meksiko bagian selatan dan bagian utara dari Amerika Selatan, dan kini menyebar luas dan banyak ditanam diseluruh daerah tropis untuk diambil buahnya. Nama pepaya dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Belanda, “papaja”. Dalam tergolong buah yang populer dan digemari hampir seluruh penduduk di bumi ini. Pepaya merupakan tanaman yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia. Tanaman pepaya di Indonesia dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dataran pegunungan 1000 m dpl. Negara penghasil pepaya antara lain Kostarika, Republik Dominika, Puerto Riko dan lain-lain. Brazil, India dan Indonesia merupakan penghasil pepaya yang cukup besar (Warisno, 2003).


(59)

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman pepaya (Carica papaya L) diklasifikasikan sebagai berikut (Yuniarti, 2008):

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermathophyta Kelas : Dicotyledone Ordo : Cistales Famili : Caricaceae Genus : Carica

Spesies : Carica Papaya L.

Pepaya (Carica Papaya L.) merupakan tumbuhan yang berbatang tegak dan basah. Tanaman ini menyerupai palma, bunganya berwarna putih dan buahnya yang matang berwarna kuning kemerahan, rasanya seperti buah melon. Tinggi pohon dapat mencapai 8 sampai 10 meter dengan akar yang kuat. Helaian daunnya menyerupai telapak tangan manusia. Hampir semua bagian tanaman pepaya dapat dimanfaatkan, mulai dari daun, batang, akar, maupun buah. Buah pepaya matang tergolong buah yang banyak digemari oleh masyarakat. Daging buahnya lunak dengan warna merah atau kuning, rasanya manis dan menyegarkan karena mrngandung banyak air (Nuraini, 2015).

Kandungan nutrisi yang terdapat di dalam buah pepaya adalah kalori, karbohidrat, protein, lemak, serat, omega 3, antioksidan, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B5, vitamin B6, asam folat, vitamin C, vitamn E, vitamin K, sodium, potasium, kalsium, besi, magnesium, fosfor, seng, enzim papain, ß-karoten, ß-crypto xanthin, dan lutein zeaxanthin. Zat antioksidan yang


(60)

terdapat di dalam buah pepaya yaitu vitamin A, vitamin C, vitamin E, flavonoid, ß-karoten, ß-crypto xanthin, dan lutein zeaxanthin. Pepaya yang matang memiliki tingkat kadar antioksidan paling tinggi. Zat antioksidan ini bermanfaat untuk mengurangi resiko peradangan, mencegah kanker, membatu mengobati asma, menurunkan tekanan darah tinggi, menjaga kesehatan pencernaan, mencegah radang sendi, mencegah diabetes, menjaga kesehatan mata, menurunkan demam, menurunkan resiko penyakit jantung, menjaga kesehatan ginjal, mencegah stroke, menjaga kesehatan kulit, meredakan peradangan, mengobati rematik, menjaga kesehatan lambung, memperbaiki sistem imunitas tubuh, dan mencegah penuaan dini (Irmawati, 2015)

Pepaya merupakan tanaman yang mengandung enzim papain, yaitu enzim yang sangat berguna untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan. Selain itu, enzim papain juga berfungsi sebagai stabilisator pergerakan usus secara optimal sehingga kerja usus tetap dalam kondisi normal. Selain kandungan papain, buah pepaya juga memiliki kandungan serat yang cukup tinggi, sehingga bermanfaat bagi pencegahan kanker usus besar, serat ini juga sangat berguna bagi mereka yang kesulitan buang air besar. Serat pepaya dapat mengurangi kadar kolesterol dalam darah sehingga sangat baik untuk menjaga kesehatan jantung dan pada saat yang sama dapat mencegah penyakit jantung (Kurnianti, 2013).


(61)

2.2.1 Jenis Buah Pepaya

Pepaya merupakan buah lezat dan kaya vitamin. Buah ini mudah dicari dan harganya pun bersahabat. Rasanya enak, warnanya menggugah selera, dan yang pasti mengandung banyak manfaat. Buah pepaya memiliki banyak jenis, di Indonesia, jenis pepaya yang banyak ditanam adalah pepaya semangka, pepaya jinggo, dan pepaya cibinong. Secara umum, konsumen di Indonesia lebih menyukai pepaya dengan daging buah berwarna jingga sampai merah. Pepaya dengan daging buah berwarna kuning kurang disukai. Berikut beberapa jenis pepaya yang populer dan kerap kita temui di pasaran (Kalie, 2008), yaitu sebagai berikut:

1. Pepaya Bangkok

Jenis pepaya bangkok dikenal juga dengan nama pepaya thailand. Kulit luarnya mirip pepaya cibinong, yaitu kasar dan tidak rata ataau berjendol-jendol. Sedikit yang membedakan dengan buah pepaya cibinong adalah pepaya bangkok ini bentuknya lebih bulat dan lebih besar dibandingkan pepaya cibinong. Daging buahnya berwarna jingga kemerahan, terasa manis, dan segar. Berat buah lebih kurang 3,5 kg. Teksturnya yang kuat keras membuat jenis pepaya ini tahan dalam pengangkutan. Jenis


(62)

2. Pepaya Cibinong

Bentuk buah pepaya cibinong panjang besar dan lancip pada bagian ujungnya. Kulit buahnya kasar dan tidak rata. Buah masak dari bagian ujung, sedangkan bagian pangkal tetap berwarna hijau dan lama untuk berubah warna menjadi kuning. Daging buah berwarna merah kekuningan, rasanya kurang manis, dan teksturnya agak kasar. Berat jenis pepaya ini kurang lebih 2,5 kg. Pepaya cibinong relatif tahan angkutan.

3. Pepaya Hawai

Pepaya yang datang dari Kepulauan Hawai ini masuk dalam kategori pepaya solo. Pepaya solo berarti pepaya yang habis dimakan cuma untuk satu orang. Oleh dikarenakan itu, bisa dipastikan kelebihan pepaya ini adalah ukurannya yang kecil. Bobot buahnya cuma lebih kurang 0, 5 kg. Memiliki bentuk agak bulat atau bulat panjang mirip alpukat. Kulit buah yang sudah matang berwarna kuning cerah, daging buahnya agak tebal, berwarna kuning, serta terasa manis segar.


(63)

4. Pepaya California

Pepaya california juga termasuk komoditi laris diantara jenis pepaya lain di pasaran. Pepaya yang mempunyai wujud buah lebih kecil serta lebih lonjong ini berasal dari Amerika serta Karibia. Jenis ini bisa tumbuh subur sepanjang tahun di Indonesia. Pohon pepaya california lebih pendek di banding jenis pepaya lain, biasanya hanya tumbuh kurang lebih 2 meter. Daunnya berjari banyak serta mempunyai kuncung di permukaan pangkalnya. Buahnya berkulit tebal serta permukaannya rata, dagingnya kenyal, tebal, serta manis. Bobotnya berkisar antara 600 gram hingga

5. Pepaya Gunung

Buah pepaya gunung berupa bulat telur dengan ukuran panjang 6-10 cm serta diameter 3-4 cm. Daging buah keras, berwarna kuning-jingga, terasa agak asam namun harum. Pepaya ini kalah populer di pasaran dengan jenis lain seperti California dan Bangkok. Penjualannya biasanya sudah dikemas dalam wadah dan buahnya sudah dibuat manisan.


(64)

2.2.2 Kandungan Zat Gizi Buah Pepaya

Di samping rasanya yang enak, pepaya juga digemari orang karena banyak mengandung zat gizi, di antaranya yang paling banyak adalah vitamin dan mineral. Kandungan vitamin dalam 100 gram bagian pepaya yang dapat dimakan adalah 365 SI vitamin A; 78 mg vitamin C, sedangkan kandungan mineral dalam 100 gram pepaya adalah 23 mg kalsium; 12 mg fosfor; 0,204 gram kalium, dan 1,7 mg zat besi. Pepaya juga mengandung 12,2 gram karbohidrat; 0,5 gram protein; 0,0 gram lemak; 0,7 gram serat; 0,5 gram abu; dan 86,7 gram air. Nilai energinya adalah 200 kj/100 gram. Kandungan gula utama pepaya yaitu 48,3% sukrosa, 29,8% glukosa dan 21,9% fruktosa (Kalie, 2008).

Tabel 2.5 komposisi gizi buah pepaya matang, pepaya muda, dan daun pepaya per 100 gram

Zat Gizi Buah pepaya

matang

Buah pepaya

muda Daun pepaya Energi (kkal) 46,00 26,00 79,00

Protein (g) 0,50 2,10 8,00

Lemak (g) 0,00 0,10 2,00

Karbohidrat (g) 12,20 4,90 11,90 Kalsium (mg) 23,00 50,00 353,00 Fosfor (mg) 12,00 16,00 63,00

Besi (mg) 1,70 0,40 0,80

Vitamin A (SI) 365,00 50,00 18.250,00

Vitamin B1 (mg) 0,04 0,02 0,15

Vitamin C (mg) 78,00 19,00 140,00 Air (g) 86,70 92,30 75,40

Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI (1992)

2.2.3 Manfaat Buah Pepaya

Tanaman pepaya dikenal sebagai tanaman multiguna, karena hampir seluruh bagian tanaman mulai dari akar hingga daun bermanfaat bagi manusia maupun hewan. Tanaman pepaya dapat dimanfaatkan sebagai makanan,


(65)

(Carica Papaya L.) merupakan buah yang sangat familiar bagi kita terutama orang Indonesia. Pepaya merupakan tanaman yang mengandung enzim papain, yaitu enzim yang sangat berguna untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan. Selain itu, enzim papain juga berfungsi sebagai stabilisator pergerakan usus secara optimal sehingga kerja usus tetap dalam kondisi normal. Selain kandungan papain, buah pepaya juga memiliki kandungan serat yang cukup tinggi, sehingga bermanfaat bagi pencegahan kanker usus besar (Ramayulis, 2013).

Berdasarkan kandungan vitamin A, C dan Beta-carotenenya, manfaat pepaya bagi kesehatan tubuh ternyata sangat penting. Seseorang yang mengalami kekurangan vitamin A berpotensi menderita gangguan terutama pada mata (gangguan penglihatan) dan permukaan kulit menjadi kasar. Defisiensi vitamin A juga dapat menyebabkan terjadinya peyakit atau gangguan yang berupa kekeringan pada selaput lendir mata (konjunctiva) dan selaput kering mata (kornea). Penyakit tersebut biasa dikenal dengan istilah xerophthalmia. Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagai kita untuk mengkonsumsi buah pepaya secara teratur. Manfaat pepaya lainnya juga terdapat pada kandungan vitamin C dan beta-carotennya, karena keduanya memiliki peran penting sebagai antioksidan yang sangat baik untuk menghilangkan zat-zat beracun di dalam tubuh dan berkhasiat langsung terhadap kesehatan kulit seperti mencegah peradangan dan menghilangkan sel-sel kulit mati. Unsur-unsur antioksidan yang terdapat pada buah pepaya juga dapat membantu untuk mencegah oksidasi kolesterol, yang berpotensi menimbulkan penyakit-penyakit sekunder, seperti penyakit arteri yang disebut aterosklerosis (Ramayulis, 2013).


(66)

2.3Manfaat Tepung

Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus. Tepung biasa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan. Berdasarkan komposisinya tepung digolongkan menjadi dua, yaitu tepung tunggal adalah tepung yang dibuat dari satu jenis bahan pangan misalnya tepung beras tepung tapioka, tepung ubi jalar, dan sebagainya, dan tepung komposit yaitu tepung yang dibuat dari daun atau lebih bahan pangan, misalnya tepung komposit kasava-terigu-kedelai, tepung komposit jagung-beras atau tepung komposit kasava-terigu-pisang (Sindumarta, 2012)

Pada pembuatan tepung, seluruh komponen yang terkandung di dalam bahan pangan dipertahankan keberadaannya, kecuali air. Teknologi tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), mudah dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis (Nuraini, 2011)

Tepung memiliki keuntungan yang lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), mudah diperkaya zat gizi (difortifikasi), mudah dibentuk, dimasak, dikreasikan dan praktis, mudah diolah menjadi aneka macam olahan, mulai dari olahan tradisional/khas daerah hingga modern, sehingga nilai ekonomisnya semakin meningkat dan diterima masyarakat luas, lebih mudah dalam distribusi dan menghemat ruangan dan biaya penyimpanan dapat menciptakan peluang usaha baru (Manurung, 2012)


(67)

2.3.1 Pengolahan Tepung Buah Pepaya

Adapun proses pembuatan tepung buah pepaya dari skala rumah tangga (Saptoningsih, 2012) adalah sebagai berikut :

1. Buah pepaya segar hasil panen dipilih yang matang, sehat dan utuh kemudian dibersihkan.

2. Buah pepaya terpilih kemudian dirajang/dikecilkan untuk mempermudah dalam pengeringan dan penggilingan.

3. Buah pepaya yang telah dirajang kecil-kecil kemudian dikeringkan untuk mengurangi kadar air yang ada di dalam pepaya. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven suhu 50-65 0 C selama 10-12 jam.

4. Penggilingan dilakukan dengan menggunakan blender.

5. Hasil penggilingan tersebut kemudian diayak hingga halus, sehingga menjadi tepung pepaya.

2.4Kebutuhan Gizi Anak usia Sekolah Dasar

Makanan memegang peranan yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa. Kekurangan makanan yang bergizi akan menyebabkan retardasi pertumbuhan anak. Makan yang berlebihan juga tidak baik, karena dapat menyebabkan obesitas. Kedua keadaan ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas anak (Soetjiningsih,1995).

Pada usia 7-9 tahun anak pandai menentukan makanan yang disukai karena mereka sudah mengenal lingkungan. Untuk itu perlu pengawasan dari orangtua supaya tidak salah memilih makanan karena pengaruh lingkungan.


(68)

Disini anak masih dalam tahap pertumbuhan sehingga kebutuhan gizinya harus tetap seimbang. Vitamin sebagai salah satu asupan gizi yang penting bagi anak, karena dibutuhkan dalam proses perkembangan dan pertumbuhan anak. Defisiensi atau kekurangan vitamin pada anak akan menyebabkan terganggunya tumbuh kembang anak, bahkan bisa menimbulkan datangnya penyakit. Maka dari itulah, orang tua harus dapat memberikan kebutuhan vitamin dalam menu makanan anak usia sekolah. Berikut angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan untuk anak:

Tabel 2.6 Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan (per orang per hari)

Zat Gizi

Umur

7-9 tahun 10-12 tahun

Laki-laki Perempuan Energi (kkal) 1850,0 2100,0 2000,0

Protein (g) 49,0 56,0 60,0

Lemak (g) 72,0 70,0 67,0

Karbohidrat (g) 254,0 289,0 275,0

Serat (g) 26,0 30,0 28,0

Kalsium (mg) 1000,0 1200,0 1200,0 Fosfor (mg) 500,0 1200,0 1200,0

Besi (mg) 10,0 13,0 20,0

Vitamin A (μg) 500,0 600,0 600,0

Vitamin E (mg) 7,0 11,0 11,0

Vitamin B1 (mg) 0,9 1,1 1,0

Vitamin B2 (mg) 1,1 1,3 1,2

Vitamin B3 (mg) 10,0 12,0 11,0

Vitamin B5 (mg) 3,0 4,0 4,0

Vitamin B6 (mg) 1,0 1,3 1,2

Vitamin B9 (μg) 300,0 400,0 400,0

Vitamin B12 (μg) 1,2 1,8 1,8

Vitamin C (mg) 45,0 50,0 50,0

(Sumber: AKG tahun 2013)

Agar anak mendapat cukup vitamin untuk memenuhi kebutuhan gizihariannya, pemberian makanannya harus beraneka ragam. Sumber vitamin yang baik dapat diperolah dari jeruk, wortel, susu, telur, ikan, asparagus, pisang,


(69)

hati sapi, susu dan hasil olahannya, biji-bijian, kacang-kacangan, alpukat, dan pepaya.

2.5Pola Konsumsi Makanan Jajanan Anak Sekolah Dasar

Dewasa ini perilaku mengkonsumsi makanan jajanan menunjukkan adanya kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan jajanan di masyarakat diperkirakan terus meningkat mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan jajanan adalah murah dan mudah di dapat, serta cita rasa yang enak dan cocok dengan selera sebagian besar masyarakat (Moehji, 2000). Makanan jajan yang pada umumnya digemari masyarakat adalah makanan kecil ringan yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan dan bersifat tidak mengenyangkan. Biskuit adalah salah satu jenis makanan kecil yang banyak dijual di pasaran dengan berbagai variasi bentuk, rasa dan kadang ditambah dengan berbagai macam isi dan taburan (Moehji, 2000)

Pada umumnya anak-anak pada usia sekolah memilih makanan jajanan yang disukai saja, dan sebagian besar makanan jajanan tersebut mengandung tinggi karbohidrat, sehingga membuat cepat kenyang, selain itu keamanan dan kesehatan dari jajanan tersebut masih sangat diragukan. Makanan yang tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan anak, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, sehingga mengakibatkan ketidakmampuan berfungsi secara normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan terganggu, jumlah sel otak berkurang dan terjadi


(70)

ketidaksempurnaan biokimia dalam otak sehingga berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan dan fungsi kognitif anak.

2.6Daya terima makanan

Menurut Suhardjo (1989) yang dikutip oleh (Dewinta 2010), Daya terima atau preferensi makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam pada setiap individu. sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Menurut Rudatin (1997) yang dikutip oleh Jairani (2010), daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan.

2.7Cita Rasa Makanan

Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.

Menurut Moehji (2000) yang dikutip oleh Nurfatimah (2011), cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan


(71)

yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pencecap. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya memengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen.

Menurut Winarno (1997) rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Warna makanan juga memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada


(72)

tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

2.8Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik disebut juga dengan penilaian indra atau penilaian sensorik yang merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif atau sudah lama dikenal. Penialaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitive (Susiwi, 2009). Menurut Rahayu (1998) sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data. Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran.

Panelis diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagi


(1)

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan sehingga diperlukan kritik dan saran yang membangun. Semoga Allah senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan masyarakat dan dapat menjadi pemecahan masalah dalam bidang kesehatan, terutama di bidang gizi kesehatan masyarakat.

Medan, April 2016


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

2.1Biskuit ... 7

2.1.1 Klasifikasi Biskuit ... 9

2.1.2 Bahan Pembuatan Biskuit ... 9

2.1.3 Pembuatan Biskuit... 13

2.1.4 Kandungan Zat Gizi pada Biskuit ... 14

2.2Buah Pepaya ... 15

2.2.1 Jenis Buah Pepaya ... 17

2.2.2 Kandungan Zat Gizi Buah Pepaya ... 21

2.2.3 Manfaat Buah Pepaya... 21

2.3Manfaat Tepung ... 23

2.3.1 Pengolahan Tepung Buah Pepaya ... 24

2.4Kebutuhan Gizi Anak Usia Sekolah Dasar ... 24

2.5Pola Konsumsi Makanan Jajanan Anak Sekolah Dasar ... 26

2.6Daya Terima Makanan ... 27

2.7Cita Rasa Makanan ... 27

2.8Uji Organoleptik... 29

2.9Panelis ... 30

2.10 Kerangka Konsep ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

3.1Jenis Penelitian ... 33

3.2Tempat Dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1 Tempat Penelitian ... 34


(3)

3.2.2 Waktu Penelitian ... 34

3.3Objek Penelitian ... 34

3.4Definisi Oprasional ... 34

3.5Prosedur Pelaksanan Eksperimen ... 35

3.5.1 Alat ... 35

3.5.2 Bahan ... 36

3.5.3 Proses Pembuatan Tepung Buah Pepaya ... 36

3.5.4 Proses Pembuatan Biskuit Tepung Buah Pepaya ... 38

3.6Uji Daya Terima ... 41

3.7Analisis Kandungan Gizi ... 44

3.8Pengolahan dan Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 49

4.1Karakteristik Biskuit dengan Penambahan Tepung Buah pepaya ... 49

4.2Karakteristik Tepung Buah Pepaya ... 50

4.3Analisis Daya Terima Biskuit Tepung Buah Pepaya ... 51

4.3.1 Analisis Daya Terima Rasa Biskuit Tepung Buah Pepaya ... 51

4.3.2 Analisis Daya Terima Aroma Biskuit Tepung Buah Pepaya ... 52

4.3.3 Analisis Daya Terima Warna Biskuit Tepung Buah Pepaya ... 53

4.3.4 Analisis Daya Terima Tekstur Biskuit Tepung Buah Pepaya... 54

4.5 Kandungan Gizi Biskuit Tepung Buah Pepaya ... 55

BAB V PEMBAHASAN ... 56

5.1Uji Daya Terima Terhadap Biskuit Tepung Buah Pepaya ... 56

5.2Analisis Kandungan Protein, Serat Kasar, dan Kalsium Biskuit dengan Penambahan Tepung Buah Pepaya ... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1Kesimpulan ... 63

5.2Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Gizi Buah Pepaya ... 13

Tabel 2.2 Komposisi Zat Gizi Biskuit ... 19

Tabel 2.3 Syarat Mutu Biskuit ... 19

Tabel 2.4 Komposisi Zat Gizi Berbagai Jenis Biskuit... 24

Tabel 2.5 Angka Kecukupan Gizi Rata-Rata Yang Dianjurkan ... 25

Tabel 3.1 Rincian Perlakuan ... 33

Tabel 3.2 Jumlah Pemakaian Bahan Pada Pembuatan Biskuit Pepaya ... 36

Tabel 3.3 Jenis Dan Ukuran Bahan Pembuatan Biskuit Pepaya ... 38

Tabel 3.4 Tingkat Penerimaan Konsumen ... 42

Tabel 3.5 Interval Persentase Dan Criteria Kesukaan ... 47

Tabel 4.1 Karekteristik Biskuit Dengan Penambahan Tepung Pepaya ... 50

Tabel 4.2 Analisis Daya Terima Rasa Biskuit Tepung Buah Pepaya ... 52

Tabel 4.3 Analisis Daya Terima Aroma Biskuit Tepung Buah Pepaya ... 52

Tabel 4.4 Analisis Daya Terima Warna Biskuit Tepung Buah Pepaya... 53

Tabel 4.5 Analisis Daya Terima Terkstur Biskuit Tepung Buah Pepaya .... 54

Tabel 4.6 Analisis Kandungan Gizi Biskuit Tepung Buah Pepaya ... 55


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Buah Pepaya Bangkok ... 10

Gambar 2.2 Buah Pepaya Cibinong ... 10

Gambar 2.3 Buah Pepaya Hawai ... 11

Gambar 2.4 Buah Pepaya California... 11

Gambar 2.5 Buah Pepaya Gunung ... 12

Gambar 2.6 Kerangka Konsep Penelitian ... 32

Gambar 3.1 Diagram Pembuatan Tepung Buah Pepaya ... 37

Gambar 3.2 Proses Pembuatan Biskuit Tepung Buah Pepaya ... 39

Gambar 4.1 Biskuit penambahan Tepung Buah Pepaya ... 49


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulir Uji Tingkat Kesukaan (Uji Hedonik) ... 67

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian ... 68

Lampiran 3. Surat Keterangan Selesai Penelitian... 69

Lampiran 4. Hasil Analisis Kandungan Gizi ... 71

Lampiran 5. Daftar Panelis Dalam Uji Organoleptik ... 75

Lampiran 6. Rekapitulasi Hasil Uji Sifat Uji Organoleptik Biskuit ... 76

Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian ... 79