Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Biskuit yang Dimodifikasi dengan Tepung Umbi Dahlia (Dahlia Sp)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Umbi Dahlia
Tanaman hias dan sekaligus penghasil bunga potong, dahlia, sudah lama

dikenal di Indonesia sejak penjajahan Belanda. Tanaman yang berasal dari
Meksiko ini baru dikenal di Spanyol pada abad ke-16. Tahun 1789 biji dan
tanaman dahlia disebarluaskan di beberapa Negara Eropa. Spesies aslinya adalah
Dahlia

variabilis yang melalui biji dapat menghasilkan tipe-tipe baru

(Rismunandar, 1995).
Dahlia merupakan salah satu tanaman hias berbunga indah. Namun secara
taksonomi tanaman dahlia merupakan tanaman perdu berumbi yang sifatnya
tahunan (perenial). Tanaman ini berbunga pada musim panas sampai musim
gugur. Dahlia berasal dari Meksiko dan mulai dibudidayakan di Eropa tahun
1789, tepatnya di Royal Botanical Garden Madrid, Spanyol, kemudian menyebar

ke seluruh Eropa Barat. Di Indonesia, tanaman dahlia pertama kali dikembangkan
di Jawa Barat, pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. (Saryono dkk,
1998).
Berdasarkan bentuk bunga, dahlia dibagi dalam delapan kelompok, yaitu
Cactus dahlia, Single dahlia, Pompon dahlia, Decoratif informal dahlia, Collerette
(kraag) dahlia, Anemone dahlia, dan Peony dahlia (Rismunandar, 1995). Dalam

taksonomi tumbuhan, tanaman dahlia diklasifikasikan sebagai berikut.

9

Universitas Sumatera Utara

10

Tabel 2.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Dahlia
Kingdom
Super Divisi
Divisi
Kelas

Sub Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

Klasifikasi Ilmiah
Plantae (tumbuhan)
Spermatophyta (mengandung biji)
Magnoliophyta (tumbuhan berbunga )
Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)
Asteridae
Asterales
Asteraceae
Dahlia
Dahlia pinnata, Dahlia variabilis, Dahlia coccinea,
Dahlia juarezii

Sumber: Kurniawan, 2014


Menurut Iskandar (2014) yang mengutip pendapat Hidayat dan Mulyani
(2002), tanaman dahlia dapat tumbuh dengan baik pada daerah berhawa sejuk
dengan suhu ideal berkisar antara 10-15oC pada ketinggian tanah 560-1400 m dpl
dengan curah hujan 1900-3000 mm per tahun dan memerlukan aerasi yang baik
serta sinar matahari yang penuh dan terbuka.
Tanaman dahlia merupakan tanaman yang banyak ditemukan di dataran
tinggi Indonesia sebagai tanaman hias. Bunga dahlia dimanfaatkan sebagai bunga
potong sedangkan umbinya yang masih memiliki batang digunakan sebagai bibit
dan umbi yang tidak memiliki batang merupakan limbah. Umbi dahlia menjadi
sumber karbohidrat berupa inulin yang menjadi potensi besar untuk dieksplorasi.
Kandungan inulin umbi dahlia kering sebesar 65-75% (Haryani dkk., 2013).
Dari area satu hektar tanaman dahlia bisa menghasilkan 25 ton sampai 20
ton umbi dahlia. Satu batang pohon dahlia bisa menghasilkan 2 - 5 kg. Usia panen
umbi dahlia sekitar 7 bulan sampai 1,5 tahun (Tunggal, 2011). Umbi dahlia
berbentuk bulat dan lonjong, kulit umbi berwarna putih kecoklatan dan dagingnya
berwana putih hingga putih kekuningan.

Universitas Sumatera Utara

11


(a)

(b)

Gambar 2.1 Umbi Dahlia (a) dan Bunga Dahlia (b)

2.1.1.

Kandungan Gizi Umbi Dahlia
Pada prinsipnya, semua jenis umbi dahlia mengandung karbohidrat,

protein, dan lemak, tetapi kadar dan sifatnya bervariasi. Adanya perbedaan hasil
penelitian ini disebabkan oleh iklim, jenis tanah, curah hujan, dan faktor
lingkungan lainnya. Komposisi kimia umbi dahlia dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Umbi Dahlia (% berat kering) per 100 gram
No.
1.
2.
3.

4.
5.

Komposisi
Karbohidrat total
Serat
Lemak
Protein
Abu

Kadar (%)
76,80 – 82,80
3,30 – 5,40
0,50 – 1,00
3,90 – 5,70
0,20 – 0,40

Sumber: Saryono dkk (1998)

Penelitian lain yang dilakukan oleh Widowati dkk (2005), hasil analisis

proksimat lima jenis umbi dahlia dapat dilihat pada tabel 2.3 dibawah ini.
Tabel 2.3 Hasil Analisis Proksimat Umbi Dahlia per 100 gram (bk)
Jenis
Umbi*

Kadar Abu

Kadar Protein

Kadar Lemak

D1
D2
D3
D4
D5

5,1
5,0
5,2

3,8
6,7

6,7
9,2
10,7
10,3
7,6

1,1
1,5
1,2
1,4
1,5

Kadar
Karbohidrat (by
difference)

87,1

84,3
82,8
84,6
84,3

Sumber : Widowati, Titi, dan Zaharani (2005)

Universitas Sumatera Utara

12

Keterangan :
D1 : Informal decorative
D2 : Formal decorative
D3 : Formal decorative
D4 : Pompon
D5 : Pompon

2.1.2. Inulin
Inulin merupakan oligosakarida alami yang dihasilkan oleh banyak

tanaman. Inulin dalam tanaman disimpan pada akar atau umbi. Kebanyakan
tanaman yang mensintesis dan menyimpan inulin tidak menyimpan bahan dalam
bentuk pati (Hidayat, 2006). Inulin merupakan serbuk berwarna putih, tidak
berasa, tidak berbau, dan tahan panas (Roberfroid, 2007).
Inulin didefinisikan sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna
dan dapat merangsang secara selektif pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang
menguntungkan dalam saluran pencernaan. Inulin dapat bertahan di saluran
pencernaan atas dan kemudian difermentasi di usus besar. Selain itu, karakter
inulin yang juga memperbaiki dan melindungi usus, inulin dapat mengurangi
risiko penyakit di saluran cerna di usus (Roberfroid, 2007). Dengan definisi inulin
sebagai komponen pangan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh, maka inulin
termasuk dalam kelompok serat pangan (Brownawell, 2012).
Inulin terdapat pada tanaman seperti umbi dahlia, akar chicory, dan
gandum. Tanaman chicory dan artichoke tumbuh baik di Amerika Utara
sedangkan tanaman dahlia dapat tumbuh baik di dataran tinggi Indonesia. Pada
umbi dahlia kadar inulin yang terdapat di dalamnya cukup besar yaitu sekitar

Universitas Sumatera Utara

13


65,7% berat kering (Ma’aruf, 2011). Kandungan inulin pada berbagai tanaman
dapat dilihat pada tabel 2.4 di bawah ini.
Tabel 2.4 Kandungan Inulin pada Beberapa Pangan
Sumber
Pisang
Gandum
Bawang merah
Daun bawang
Bawang putih

Bagian yang
dimanfaatkan
Buah
Sereal
Umbi
Umbi
Umbi

Kandungan inulin

(% berat segar)
0,3 - 0,7
0,5 - 1
2-6
3 - 10
9 - 16

Sumber: Moshfegh dkk, (1999)

Inulin merupakan salah satu komponen bahan pangan yang banyak
dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional karena memiliki kandungan serat
yang tinggi. Inulin sering digunakan dalam medis dan farmasi karena dapat
mengurangi resiko kanker usus besar dan menormalkan kadar gula darah pada
penderita diabetes. Inulin diketahui dapat membantu metabolisme lemak sehingga
mempengaruhi penurunan kolesterol dan trigliserida (Kaur dan Gupta, 2002).
Menurut Hidayat (2006), inulin digunakan dalam berbagai makanan
karena memiliki karakteristik fungsional yang sangat baik. Inulin dapat digunakan
untuk menggantikan fungsi dari gula, lemak dan tepung pada makanan. Selain itu,
juga membantu penyerapan kalsium dan mendukung pertumbuhan bakteri baik
dalam usus.
Pada prinsipnya, semua jenis umbi dahlia mengandung inulin, tetapi kadar
dan sifatnya bervariasi. Lima jenis umbi dahlia dari daerah Cianjur, Jawa Barat,
telah dikaji potensi dan karakteristik inulinnya. Jenis dahlia yang diteliti adalah
Dahlia pinnata karena paling banyak dibudidayakan (Widowati dkk., 2005).

Kadar inulin lima jenis umbi dahlia dapat dilihat pada tabel 2.5.

Universitas Sumatera Utara

14

Tabel 2.5 Kadar Inulin Umbi Dahlia per 100 gram bahan
Jenis Umbi
Informal decorative
Formal decorative
Formal decorative
Pompon
Pompon

Kadar Inulin Umbi (% bb)
13,3
5,9
13,2
16,3
13,4

Kadar Inulin Umbi (% bk)
66,9
51,5
81,5
80,1
82,8

Sumber : Widowati, Titi, dan Zaharani (2005)

Selain umbi dahlia, beberapa umbi uwi (Dioscorea spp.) juga telah dikaji
potensi kadar inulinnya. Kadar inulin pada beberapa umbi uwi dapat dilihat pada
tabel berikut.
Tabel 2.6 Nilai Rata-Rata Kadar Inulin dari Berbagai Varietas Umbi Uwi
(Dioscorea Spp.)
Varietas Uwi
Uwi ungu
Gembili
Uwi kuning
Gembolo
Uwi kuning kulit coklat

Kadar Inulin (% bk)
7,227
14,629
12,528
11,042
13,723

Sumber: Yuniar, 2010

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa gembili memiliki kadar inulin
tertinggi diantara varietas uwi yang lain. Salah satu produk pangan dari gembili
adalah es krim gembili. Adanya prebiotik yang terkandung dalam gembili
membuat es krim ini dapat menjadi alternatif makanan kesehatan (Kusumawati,
2013). Selain gembili, umbi lain yang mengandung prebiotik inulin adalah umbi
garut dan dimanfaatkan dalam pembuatan cookies garut (Yunarti, 2015).

2.1.3. Inulin sebagai Prebiotik
Prebiotik adalah komponen dalam bahan pangan yang tidak dapat dicerna
oleh usus manusia, namun berperan sebagai sumber makanan (substrat) bagi
bakteri-bakteri tertentu dalam usus besar yang bermanfaat bagi kesehatan
manusia. Komponen prebiotik akan mengalami fermentasi di dalam usus besar

Universitas Sumatera Utara

15

sehingga memiliki kemampuan untuk menjaga keberadaan bakteri yang
bermanfaat bagi kesehatan. Prebiotik dapat memupuk pertumbuhan bakteri yang
bermanfaat, namun tidak menyuburkan keberadaan bakteri jahat (Kolida, 2002).
Prebiotik didefinisikan sebagai ingredient pangan yang tidak dapat dicerna
namun secara selektif menstimulir pertumbuhan dan aktivitas mikroba yang
menguntungkan dalam saluran pencernaan sehingga memberikan efek kesehatan
bagi yang mengonsumsinya (Roberfroid, 2007). Syarat suatu pangan bisa
dikatakan sebagai prebiotik adalah resistensi terhadap keasaman lambung,
hidrolisis oleh enzim dan absorpsi di saluran pencernaan mamalia, kedua dapat
difermentasi oleh mikroflora usus, dan yang ketiga adalah selektif merangsang
pertumbuhan dan/ atau aktivitas bakteri di usus yang dihubungkan dengan
kesehatan dan keadaan yang lebih baik (Brownawell dkk, 2012).
Senyawa-senyawa yang termasuk kelompok prebiotik antara lain inulin,
fructooligosaccharides

(FOS),

isomaltooligosaccharides,

lactosuccrose,

lactulose, pyro-dextrins, soy oligosaccharides, trans-galactooligosaccharides,
xylo- oligosaccharides (Amarowicz, 1999). Tetapi pada tahun 2007 hanya dua
food ingredient yang dapat memenuhi kriteria prebiotik yaitu inulin dan transgalactooligosaccharides (TOS) (Roberfroid, 2007). Inulin sebagai prebiotik telah

banyak menarik perhatian peneliti pada tiga dekade ini. Hal ini karena inulin
mempunyai efek prebiotik paling baik (Roberfroid, 2001).
Saat ini, komponen prebiotik yang dicantumkan pada regulasi pangan
untuk klaim di beberapa negara (US, Eropa, dan Jepang) antara lain FOS, GOS,
dan inulin (Soedarto, 2008). Sedangkan di Indonesia, regulasi tentang prebiotik

Universitas Sumatera Utara

16

secara spesifik belum ada, namun dimasukkan dalam peraturan BPOM sebagai
kategori serat pangan. Inulin termasuk dalam serat pangan dan merupakan salah
satu komponen prebiotik yang terbukti meningkatkan absorpsi kalsium dalam
tubuh, mengurangi serangan dan resiko diare, dan meningkatkan aktivitas
Bifidobacteria pada fecal (Slavin, 2013).

Beberapa negara sudah memiliki aturan mengenai standar jumlah prebiotik
yang dikonsumsi khususnya inulin. Di Eropa konsumsi rata-rata inulin adalah 212 g/hari, sedangkan Belgia sebesar 5-8 g/hari, dan di Spanyol konsumsi rataratanya adalah 7-12 g/hari (Valeria dkk, 2011). Menurut Surono (2004) yang
dikutip oleh Yunarti (2015), jumlah prebiotik yang efektif adalah 1-3 gram per
hari untuk anak-anak dan 5-15 gram per hari untuk orang dewasa.
Inulin sebagai prebiotik telah dibuktikan dengan penelitian Artanti (2009)
yang meneliti mengenai pengaruh prebiotik inulin dan Fruktooligosakarida (FOS)
terhadap pertumbuhan tiga jenis probiotik yaitu, E. faecium IS-27526, L.
plantarium IS-10605 dan L. Casei strain Shirota. Hasilnya bahwa prebiotik inulin

dapat dimanfaatkan untuuk membantu pertumbuhan probiotik L. plantarium IS
10605 dan L. casei strain Shirota (Wahyuningsih, 2014).

2.1.3. Manfaat Umbi Dahlia
Inulin yang terdapat dalam umbi dahlia bersifat larut dalam air, tetapi tidak
dapat dicerna oleh enzim-enzim dalam sistem pencernaan mamalia sehingga
mencapai usus besar tanpa mengalami perubahan struktur. Meskipun demikian,
inulin dapat mengalami fermentasi akibat aktivitas mikroflora yang terdapat di

Universitas Sumatera Utara

17

dalam usus besar sehingga berimplikasi positif terhadap kesehatan tubuh
(Widowati, 2006).
Di dalam usus besar, hampir seluruh inulin difermentasi menjadi asamasam lemak rantai pendek dan beberapa mikroflora spesifik menghasilkan asam
laktat. Hal ini menyebabkan penurunan pH kolon sehingga pertumbuhan bakteri
patogen terhambat. Mekanisme seperti ini berimplikasi pada peningkatan
kekebalan tubuh (Widowati, 2006). .
Asam laktat yang dihasilkan juga merangsang gerak peristaltik usus
sehingga mencegah konstipasi dan meningkatkan penyerapan kalsium untuk
mencegah osteoporosis. Untuk mendapatkan manfaat di atas, inulin telah
digunakan dalam beberapa produk susu. Manfaat peningkatan kekebalan tubuh
lebih diarahkan untuk anak-anak, sedangkan mencegah osteoporosis ditujukan
bagi wanita usia menopause (Widowati, 2006). .
Inulin mempunyai sifat yang serupa dengan serat pangan, mampu
mengikat mineral seperti kalsium dan magnesium di dalam usus kecil. Asamasam lemak rantai pendek seperti asetat, propionat dan butirat yang dibentuk dari
fermentasi inulin dalam jalur usus untuk memfasilitasi penyerapan dalam usus
besar dari kalsium dan magnesium. Peristiwa ini bermanfaat untuk mencegah
terjadinya osteoporosis (Rohdiana, 2008).
Manfaat inulin dalam saluran cerna juga telah diteliti oleh Klessen dkk
(1997), serta Kaur dan Gupta (2002). Mereka menyimpulkan, efek baik inulin
adalah menjaga bakteri baik bifidobacteria sekaligus menghambat pertumbuhan
bakteri jahat, mengubah komposisi kolonisasi dalam saluran cerna serta mampu

Universitas Sumatera Utara

18

menempel pada dinding saluran cerna, sehingga melunakkan kotoran si kecil dan
memiliki efek langsung mengurangi gangguan dalam saluran cerna, mencegah
konstipasi atau sembelit, memperbaiki kebiasaan buang air besar agar lebih teratur
serta merangsang sistem pertahanan tubuh (Anonim, 2013).
Menurut

BPOM

(2011),

serat

pangan

inulin

dapat

membantu

mempertahankan/memelihara fungsi saluran pencernaan dan menurunkan risiko
penyakit, diantaranya membantu menurunkan kadar kolesterol darah, membantu
mengurangi risiko timbulnya penyakit jantung koroner, dan membantu
mengendalikan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus tipe 2.
Bagi penderita diabetes, inulin mampu menurunkan tingkat kolesterol.
propionat, produk fermentasi inulin dalam usus besar dapat menghambat hidroksil
metil glutaril-koA (HMG-CoA) reduktase yang merupakan enzim yang berperan

dalam biosintesis kolesterol. Inulin terbukti juga mampu menunda pengosongan
lambung dan atau waktu transit pada usus kecil (Rohdiana, 2008).
Seperti substansi prebiotik lainnya, inulin mampu melindungi tubuh dari
risiko kanker dan sejumlah penyakit lainnya. Sebuah riset telah dilakukan
terhadap 18 pria sehat sebagai sukarelawan. Mereka diberi sarapan sereal yang
mengandung 18% inulin selama beberapa pekan. Hasil riset menunjukkan,
kolesterol plasma dan tingkat triasil gliserol semua sukarelawan mengalami
penurunan yang signifikan (Rohdiana, 2008).
Manfaat inulin di bidang pangan antara lain sebagai pengganti lemak dan
gula pada produk makanan rendah kalori serta sebagai bahan baku pembuatan

Universitas Sumatera Utara

19

sirup fruktosa. Sementara dalam bidang farmasi, inulin digunakan untuk uji fungsi
ginjal (Widowati, 2006).
Inulin merupakan salah satu komponen bahan pangan yang banyak
dimanfaatkan sebagai bahan pangan fungsional karena memiliki kandungan serat
yang tinggi. Inulin sering digunakan dalam medis dan farmasi karena dapat
mengurangi resiko kanker usus besar dan menormalkan kadar gula darah pada
penderita diabetes. Inulin diketahui dapat membantu metabolisme lemak sehingga
mempengaruhi penurunan kolesterol dan trigliserida (Kaur dan Gupta, 2002).
Menurut Kaur dan Gupta (2002), manfaat inulin bagi tubuh adalah:
1. Bifidogenic (mampu menjaga pertumbuhan Bifidobacterium di usus besar)
2. Merangsang sistem kekebalan tubuh,
3. Mengurangi jumlah bakteri patogen dalam usus,
4. Mengurangi resiko konstipasi,
5. Mengurangi resiko osteoporosis dengan cara meningkatkan absorpsi
kalsium,
6. Mengurangi resiko atheroklerosis dengan cara mengurangi sintesis
trigliserida dan asam lemak pada hati dan mengurangi konsentrasi
trigliserida dan asam lemak pada serum darah,
7. Mengatur konsentrasi hormon insulin dan glucagon, sehingga dapat
mengontrol metabolisme karbohidrat dan lemak dengan cara menurunkan
kadar glukosa darah,
8. Mengurangi konsentrasi urea dan asam urat pada darah sehingga dapat
menjaga keseimbangan nitrogen,

Universitas Sumatera Utara

20

2.2.

Biskuit
Biskuit adalah produk makanan kering yang dibuat dengan memanggang

adonan yang mengandung bahan dasar terigu, lemak, dan bahan pengembang
dengan atau tanpa penambahan bahan makanan tambahan lain yang di ijinkan
(SNI, 1992)
Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah
ditetapkan agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara
umum di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-29731992), seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 2.7 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Kriteria Uji
Air
Protein
Lemak
Karbohidrat
Abu
Logam berbahaya
Serat kasar
Kalori (kal/100 gr)
Bau dan rasa
Warna

Klasifikasi
Maksimum 5%
Minimum 9%
Minimum 9.5%
Minimum 70%
Maksimum 1.6%
Negatif
Maksimum 0,5%
Minimum 400
Normal
Normal

Sumber: Standar Nasional Indonesia, 1992

2.2.1. Jenis Biskuit
Berdasarkan SNI. 01.2973.1992 biskuit dapat dikelompokkan menjadi
beberapa jenis seperti berikut ini:
1. Biskuit Keras
Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk
pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar
lemak tinggi atau rendah.

Universitas Sumatera Utara

21

2. Biskuit Crackers
Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui

proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah ke
asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.
3. Cookies
Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar

lemak tinggi dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang
padat.
4. Wafer
Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar,
renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

2.2.2. Kandungan Gizi Biskuit
Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik balita hingga dewasa
namun memiliki jenis yang berbeda. Biskuit yang beredar dipasaran memiliki
kandungan gizi yang kurang seimbang, kebanyakan memiliki kandungan
karbohidrat dan lemak yang tinggi sedangkan protein yang relatif rendah.
Kandungan gizi biskuit yang diwajibkan Standar Nasional Indonesia adalah
sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

22

Tabel 2.8 Komposisi Zat Gizi Biskuit per 100 gram
Zat gizi
Energy (kkal)
Protein (g)
Karbohidrat (g)
Lemak (g)
Vitamin A (IU)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat besi (mg)

Jumlah
458
6,9
75,1
14,4
0
0,09
0
62
87
3

Sumber: Standar Nasional Indonesia, 1992

2.2.3. Bahan-Bahan Pembuatan Biskuit
Menurut Faridah (2008) yang dikutip oleh Fatimah (2013), bahan yang
digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan pengikat (binding
material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan pengikat terdiri dari

tepung, ragi dan air, sedangkan bahan pelembut terdiri dari gula, lemak atau
minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning telur.
1. Tepung terigu
Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan
memengaruhi proses pembuatan adonan. Fungsi tepung adalah sebagai struktur
biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein
rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue
yang rapuh dan kering merata.
2. Air
Biskuit keras memerlukan air sekitar 20% dari berat tepung. Air dalam
pembuatan biskuit berfungsi sebagai pelarut bahan secara merata, memperkuat
gluten, mengatur kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan.

Universitas Sumatera Utara

23

3. Gula
Dalam pembuatan biskuit gula yang digunakan sebaiknya menggunakan
gula halus atau tepung gula. Di dalam pembuatan biskuit, gula berfungsi sebagai
pemberi rasa dan berperan dalam menentukan penyebaran dan struktur rekahan
kue.
4. Susu Bubuk
Susu ini memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Dalam
pembuatan biskuit susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit
serta menambah nilai gizi produk.
5. Telur
Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari
fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Telur digunakan untuk
menambah rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang
karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai
pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk.
6. Lemak
Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan biskuit, karena
berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, manambah aroma dan
menghasilkan tekstur produk yang renyah. Ada dua jenis lemak yang biasa
digunakan dalam pembuatan biskuit yaitu dapat berasal dari lemak susu (butter )
atau dari lemak nabati (margarine) atau campuran dari keduanya (Hanny Wijaya,
2002). Lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit harus memiliki daya

Universitas Sumatera Utara

24

stabilitas yang tinggi karena biskuit akan disimpan dalan waktu lama dan biskuit
mudah tengik.
7. Garam
Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain
yang digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang
ditambahkan tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang
dipakai. Tepung dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih
banyak garam karena garam akan memperkuat protein.
8. Bahan Pengembang
Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok
senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu
leavening agents yang sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking
powder . Baking powder memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan

selama pengolahan. Fungsi bahan pengembang adalah untuk meng“aerasi”
adonan, sehingga menjadi ringan dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah
dan halus teksturnya (Faridah, 2008).

2.2.4. Resep dan Cara Pembuatan Biskuit
Salah satu resep dalam membuat biskuit (Soewitomo, 2006) adalah:
1. Tepung terigu 250 gram
2. Gula halus 125 gram
3. Mentega 100 gram
4. Tepung Maizena 10 gram

Universitas Sumatera Utara

25

5. Susu bubuk 25 gram
6. Baking Powder ½ sdt
7. Garam ½ sdt
8. Kuning telur 2 butir
9. Air 50 ml
Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran
(mixing),

pembentukan

(forming)

dan

pemanggangan

(bucking).

Tahap

pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan
dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus. Ada beberapa hal
cara pembuatan biskuit yang baik yang harus diperhatikan yaitu:
1. Pilih tepung berprotein rendah dengan jumlah yang tepat. Jumlah tepung

yang terlalu banyak akan membuat biskuit bertekstur keras. Sebaliknya,
jika tepungnya kurang akan menghasilkan biskuit yang tidak renyah.
2. Gula juga memegang peran penting, sebaiknya gula diganti dengan bahan

yang rendah kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita
rasa manis, misalnya gula dari buah-buahan.
3. Bahan lemak yang biasanya menggunakan margarin, mentega atau

minyak. Jumlah yang digunakan sesuai dengan kebutuhan kesehatan
tubuh.
4. Telur merupakan bahan pokok dalam pembuatan biskuit, telur dapat

menggunakan bagian putih atau kuningnya saja. Jika kuningnya yang
digunakan, pilih telur yang dalam pembuatan biskuitnya rendah
kolesterolnya.

Universitas Sumatera Utara

26

5. Bahan pemuai terkadang diperlukan dalam pembuatan kue kering. Bahan

ini dapat menjadikan kue bertambah renyah.
6. Bahan tambahan lain dapat dipadukan agar mengahsilkan kue yang

berkualitas. Misalnya susu, kulit jeruk, rempah-rempah, kacang-kacangan,
dan lain sebagainya. Sebaiknya pilih susu kedelai yang mempunyai
banyak manfaat sebagai penangkal radikal bebas penyebab kanker,
menurunkan kolesterol dalam darah, menghindari penyakit jantung
koroner, mengurangi tekanan darah tinggi, membantu, mengurangi
keluhan pada masa menopause dan mencegah osteoporosis (Muaris,
2007).
Cara membuat biskuit meliputi beberapa proses, yaitu:
1. Campur tepung terigu, garam, baking powder , susu bubuk, diadoni
menjadi satu sampai merata
2. Masukan mentega, kuning telur, garam, gula mixer menjadi satu kedalam
adonan pertama
3. Campurkan adonanan pertama dan kedua menjadi satu
4. Kemudian tunggu 30 menit untuk menghasilkan adonan mengembang
5. Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera
6. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi
margarin
7. Panggang adonan hingga matang.

Universitas Sumatera Utara

27

2.3.

Cita Rasa Makanan
Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Dalimunte (2011),

kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama,
emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan,
serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan
berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Walaupun demikian ada
beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai
gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.
1. Penampilan dan Cita Rasa Makanan
Menurut Moehji (1992) yang dikutip oleh Dalimunte (2011), cita rasa
makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu
dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama
pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan
yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh
rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman
serta perasa atau pencecap. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya
memengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang
ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian
cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen.
Menurut Winarno (1997) rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut
menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.
Warna makanan juga memegang peranan utama dalam penampilan makanan

Universitas Sumatera Utara

28

karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang
menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.
2. Konsistensi atau Tekstur Makanan
Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut
menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh
konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan
memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.
Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan
yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh
upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi
akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera
terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu. Apabila
penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan
sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada
tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap
indera penciuman dan indera perasa.

2.4.

Uji Organoleptik
Menurut Susiwi (2009) yang dikutip oleh Fatimah (2013), penilaian

organoleptik disebut juga dengan penilaian indera atau penilaian sensorik yang
merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif atau sudah lama dikenal.
Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam
industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian ini

Universitas Sumatera Utara

29

dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian
dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif.
Menurut Soekarto (2002) yang dikutip oleh Dalimunte (2011), penilaian
organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik
merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat
umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat
dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan
indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur
yang paling sensitif.
Menurut Rahayu (1998) yang dikutip oleh Fatimah (2013) sistem
penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam
Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam
penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian
memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam
melakukan analisa data.
Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan,
penciuman, pencicipan. Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian
organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel
bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok
yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota
panel disebut panelis.

Universitas Sumatera Utara

30

1. Warna
Faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur,
warna, cita rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain
dipertimbangkan secara visual. Faktor warna lebih berpengaruh dan kadangkadang sangat menentukan suatu bahan pangan yang dinilai enak, bergizi dan
teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak
indah dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang
seharusnya.
2. Aroma
Aroma dapat didefinisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera
pembau untuk data menghasilkan aroma, zat harus dapat menguap, sedikit larut
dalam air dan sedikit larut dalam lemak. Senyawa berbau sampai ke jaringan
pembau dalam hidung bersama-sama dengan udara. penginderaan cara ini
memasyarakatkan bahwa senyawa berbau bersifat atsiri.
3. Tekstur
Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting, sehingga
memberikan kepuasan terhadap kebutuhan kita. Oleh indera itu kita menghendaki
makanan yang mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan yang kita
harapkan, sehingga bila kita membeli makanan, maka pentingnya nilai gizi
biasanya ditempatkan pada mutu setelah harga, tekstur dan rasa.
4. Rasa
Rasa merupakan faktor yang cukup penting dari suatu makanan.
Komponen yang dapat menimbulkan rasa yang diinginkan tergantung senyawa

Universitas Sumatera Utara

31

penyusunnya. Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari satu macam rasa
yang terpadu sehingga menimbulkan cita rasa makanan yang utuh. Perbedaan
penilaian penelis terhadap rasa dapat diartikan sebagai penerimaannya terhadap
flavor atau cita rasa yang dihasilkan oleh kombinasi bahan yang digunakan.

2.5.

Panelis
Menurut Rahayu (1998) yang dikutip oleh Fatimah (2013) dalam penilaian

organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas,
panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel
anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam
melakukan penilaian organoleptik.
1. Panel Perseorangan
Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan
spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang
sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara
pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis
organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah
kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien.
2. Panel Terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi
sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktorfaktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan
pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

Universitas Sumatera Utara

32

3. Panel Terlatih
Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup
baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihanlatihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau
spesifik.
4. Panel Agak Terlatih
Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk
mengetahui sifat-sifat tertentu.
5. Panel Tidak Terlatih
Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih
berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak
terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana
seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan.
6. Panel Konsumen
Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada
target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan
dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.
7. Panel Anak-anak
Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10
tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produkproduk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

33

2.6.

Kerangka Konsep Penelitian

Biskuit yang dimodifikasi
dengan tepung umbi dahlia
(25% dan 50%)

Daya terima biskuit
(aroma, rasa, warna, dan
tekstur)

Kandungan zat gizi biskuit
yaitu karbohidrat dan inulin

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian
Bagan diatas menunjukkan bagaimana biskuit dengan modifikasi tepung
umbi dahlia mempengaruhi daya terima dengan penilaian berdasarkan indikator
warna, aroma, rasa, serta tekstur dan kandungan gizi biskuit dengan perbandingan
25% dan 50% dari jumlah tepung terigu yang digunakan.

Universitas Sumatera Utara