T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengawasan Ombudsman Republik Indonesia dalam Rangka Pelayanan Publik yang Baik: Studi terhadap RekomendasiRekomendasi Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Istimewa Yogyaka

BAB II
ASAS PELAYANAN PUBLIK YANG BAIK
A.

Asas Negara
Pemerintahan

Hukum

Dalam

Penyelenggaraan

1. Pembatasan Penyelenggaraan Pemerintahan Oleh Hukum
Istilah rechtsstaat yang diterjemahkan sebagai Negara hukum
menurut Philipus M. Hadjon mulai populer di Eropa sejak abad ke-19,
meski pemikiran tentang hal itu telah lama ada1. Cita Negara hukum itu
untuk pertama kalinya di kemukakan oleh Plato dan kemudian pemikiran
tersebut

dipertegas


oleh Aristoteles.2

Menurut

Aristoteles,

yang

memerintah dalam suatu Negara bukanlah manusia, melainkan pikiran
yang adil dan kesusilaanlah yang menentukan baik atau buruknya suatu
hukum. Menurut Aristoteles, suatu Negara yang baik ialah Negara yang
diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Ia menyatakan3:
“Constitutional rule in a state is closely connected,also with
the requestion whether is better to be rulled by the best men or the

1

Philipus.M.Hadjon, Kedaulatan Rakyat,Negara Hukum dan Hak-hak Asasi
Manusia,Kumpulan Tulisan dalam rangka 70 tahun Sri Soemantri Martosoewignjo ,

Media Pratama, Jakarta, 1996, hal.72
NI’matul Huda, Negara Hukum,Demokrasi dan Judicial Riview, UII Press,
Yogyakarta, 2005, hal.1.
2

3

George Sabine. A History of Political Theor y, George G.Harrap & CO.Ltd.,
London, 1995, hal.92 : juga Dahlan Thaib, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum dan Hakhak Asasi Manusia , hal.22.

17

18

best law,since a goverrment in accordinace with law,accordingly
the supremacy of law is accepted by Aristoteles as mark of good
state and not merely as an unfortunate neceesity.”

Artinya, aturan konstutitusional dalam suatu Negara berkaitan
secara erat, juga dengan mempertanyakan kembali apakah lebih baik

diatur oleh manusia yang terbaik sekalipun atau hukum yang terbaik,
selama pemerintahan menurut hukum. Oleh sebab itu,supremasi hukum
diterima oleh Aristoteles sebagai pertanda Negara yang baik dan bukan
semata-mata sebagai keperluan yang tidak layak.
Aristoteles juga mengemukakan tiga unsur dari pemerintahan
berkonstitusi. Pertama, pemerintah dilaksanakan untuk kepentingan
umum. Kedua, pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang
berdasarkan ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara
sewenang-wenang
Ketiga,

yang

pemerintahan

mengesampingkan konvensi dan konstitusi.
berkonstitusi

yanga


dilaksanakan

atas

kehendak rakyat4. Pemikiran Aristoteles tersebut diakui merupakan cita
Negara hukum yang dikenal sampai sekarang. Bahkan, ketiga unsur itu
hamper

ditemukan

dan

dipraktikkan

oleh

semua

mengidentifikasikan dirinya sebagai Negara hukum.


4

Ibid.

Negara

yang

19

Konsep Negara hukum rechtsstaat di Eropa Kontinental sejak
semula didasarkan pada filsafat liberal yang individualistic. Ciri
individualistic itu sangat menonjol dalam pemikiran Negara hukum
menurut konsep Eropa Kontinental itu. Konsep rechtsstaat menurut
Philipus M. Hardjon lahir dari suatu perjuangan menentang absolutism,
sehingga sifatnya revolusioner5.
Adapun ciri-ciri rechtsstaat adalah sebagai berikut6:
1. Adanya Undang-undang Dasar atau konstitusi yang memuat
ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;
2. Adanya pembagian kekuasaan Negara ;

3. Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.
Ciri-ciri rechtsstaat tersebut menunjukkan bahwa ide sentral rechtsstaat
adalah pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang
bertumpu pada prinsip kebebasan dan persamaan. Adanya Undangundang Dasar secara teoritis memberikan jaminan konstitusional atas
kebebasan dan persamaan tersebut. Pembagian kekuasaan dimaksudkan

5

Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu
Surabaya , 1987, hal.72.
Ni’matul Huda, Negara Hukum Demokrasi dan Judicial Review, UII Press
Yogyakarta,2005, hal.9.
6

20

untuk mencegah terjadinya penumpukan kekuasaan dalam satu tangan.
Kekuasaan yang berlebihan yang dimiliki seorang penguasa cenderung
bertindak mengekang kebebasaan dan persamaan yang menjadi ciri khas
Negara hukum.

Ciri-ciri rechtsstaat tersebut juga melekat pada Indonesia sebagai
sebuah Negara hukum.Ketentuan bahwa Indonesia adalah Negara hukum
tidak dapat dilepaskan dari Pembukaan UUD 1945 sebagai citanegara
hukum,kemudian ditentukan dalam batang tubuh dan penjelasan UUD
1945 (sebelum diamandemen). Alinea I Pembukaan UUD 1945
mengandung kata perikeadilan ; dalam alinea II terdapat kata adil; dalam
alinea II terdapat kata Indonesia; dalam alinea IV terdapat kata keadilan
sosial dan kata kemanusiaan yang adil.Semua istilah tersebut merujuk
pada

pengertian

Negara

hukum

Negara
adalah

hukum,

untuk

karena

salah

mencapai

satu

tujuan

keadilan.7

Pengertian keadilan yang dimaksud dalam konsep Negara hukum
Indonesia adalah bukan hanya keadilan hukum (legal justice),tetapi juga
keadilan sosial (social justice).

7


Dahlan Thaib,Kedaulatan Rakyat Negara Hukum dan Hak-hak Asasi Manusia ,
Kumpulan Tulisan dalam rangka 70 tahun Sri Soemantri Martosoewignjo, Media
Pratama, Jakarta, 1996, hal. 25

21

Dalam UUD 1945 dan Penjelasannya (sebelum diamandemen),
ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, bukan Negara
kekuasaan. Hal ini berarti adanya pengakuan prinsip-prinsip pemisahan
dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur
dalam UUD 1945,adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak
yang

menjamin

keadilan

bagi

setiap


orang,termasuk

terhadap

penyalahgunaan wewenang oleh pihak yang berkuasa.
Sebagaimana telah dikemukakan, dalam konsep Negara hukum
tersebut, hukum memegang kendali tertinggi dalam penyelenggaraan
negarasesuai prinsip bahwa hukumlah yang memerintah dan bukan
orang.8
Berdasarkan uraian di atas nyatalah bahwa penting untuk

m

engkaji prinsip-prinsip pokok Negara hukum Indonesia di zaman
sekarang, terutama pasca amandemen UUD 1945, yang telah banyak
mengalami perubahan dalam kehidupan
Prinsip-prinsip

pokok


ketatanegaraan

Indonesia.

tersebut merupakan pilar-pilar utama yang

menyangkut tegaknya Indonesia sebagai Negara hukum modern,sehingga
dapat disebut sebagai Negara Hukum (the rule of law ataupun rechsstaat)

8

The Rule of Law,and not of Man .Hal ini sejalan dengan pengertian
nomocratie,yaitu kekuasaan itu dijalankan oleh hukum. Azhary, Negara Hukum….,
Op.Cit. hal.84

22

dalam arti yang sesungguhnya. Oleh karena itu,untuk membuktikan
Negara Hukum Indonesia dalam arti yang sesungguhnya sangat
ditentukan oleh peran dan fungsi Mahkamah Konstitusi dalam mengawal
dan tegaknya Konstitusi untuk mewejudkan perlindungan hukum dan
HAM bagi warga Negara yang dijamin oleh Konstitusi sebagai hakikat
Negara hukum.
Menurut Azhary, dalam penjelasan UUD 1945 (sebelum
amandemen), istilah rechtsstaat merupakan suatu genus begrip, sehingga
dalam kaitannya dengan UUD 1945 adalah suatu pengertian khusus dari
istilah rechtsstaat sebagai genus begrib, sehingga dalam kaitannya dengan
UUD 1945 adalah suatu pengertian khusus dari istilah rechtsstaat sebagai
genus begrib.Studi tentanag rechtsstaat sudah sering dilakukan oleh ahli
hukum Indonesia, tetapi studi-studi mereka belum sepenuhnya dapat
menentukan bahwa Indonesia tergolong sebagai Negara hukum dalam
pengertian

rechtstaat

atau

rule

of

law.9

Ada kecenderungan interpretasi yang mengarah pada konsep rule

9

Azhary, Negara Hukum (Suatu Studi tentang Prinsip-prinsipnya,Dilihat Dari
Segi Hukum Islam,Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini),
Penerbit Kencana,Jakarta,2003, hal.92.

23

of law, antara lain pemikiran Sunaryati Hartono dalam bukunya, Apakah
The Rule of Law itu ?10

Oemar Senoadji, bahwa Negara Hukum Indonesia memiliki ciri-ciri
khas Indonesia. Karena Pancasila diangkat sebagai dasar pokok dan
sumber hukum, Negara Hukum Indonesia dapat pula dinamakan Negara
Hukum Pancasila.Salah satu cirri pokok dalam Negara Hukum Pancasila
ialah adanya jaminan terhadap freedom of religion atau kebebasan
beragama.
Ciri berikutnya dari Negara Hukum Indonesia menurut Oemar
Senoadji ialah tiada pemisahan yang rigid dan mutlak antar agama dan
Negara.Karena menurutnya,agama dan Negara berada dalam hubungan
yang harmonis.
Padmo Wahjono menelaah Negara hukum Pancasila dengan bertitik
tolak dari asas kekeluargaan yang tercantum dalam UUD 1945, yang
diutamakan dalam asas
harkat dan martabat

kekeluargaan

manusia

adalah

dihargai.11

Pasal

rakyat banyak dan
33

UUD

1945

mencerminkan secara khas asas kekeluargaan ini.Pasal ini menegaskan
10

Sunaryati Hartono,
Alumni,Bandung,1982,hal.1.
11

Apakah

Rule

of

Law

itu?,

Penerbit

P.T

Padmo Wahjono, Konsep Yuridis Negara Hukum Republik Indonesia , Rajawali,
Jakarta, 1982, hal.17

24

bahwa yang penting ialah kemakmuran masyarakat dan bukan
kemakmuran orang perorang.Kiranya konsep Negara Hukum Pancasila
perlu ditelaah pengertiannya dilihat dari sudut pandang asas kekeluargaan.
Padmono Wahjono memahami hukum sebagai suatu alat atau
wahana untuk menyelenggarakan kehidupan Negara atau ketertiban dan
menyelenggarakan kesejahteraan sosial. Pengertian ini tercermin dalam
rumusan Penjelasan UUD 1945 (sebelum amandemen) yang menyatakan
bahwa Undang- undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok atau
garis-garis besar sebagai instruksi kepada Pemerintah Pusat dan lain-lain
penyelenggaraan Negara untuk menyelenggarakan kehidupan Negara dan
kesejahteraan sosial.
2. Pelayanan Publik Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Hukum adalah wahana untuk mencapai keadaan yang tata tentram
kerta rahaja dan bukan sekedar untuk Kamtibmas (rust en orde).12
Padmono Wahjono menjelaskan pula bahwa dalam UUD 1945 (sebelum
amandemen) terdapat penjelasan bahwa bangsa Indonesia juga mengakui
kehadiran atau eksistensi hukum tidak tertulis (selain hukum yang
tertulis).Sehubungan dengan fungsi hukum,Padmo Wahjono menegaskan

12

Azhary, Negara Hukum (Suatu Studi tentang Prinsip- prinsipnya, Dilihat
Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa
Kini), Penerbit Kencana, Jakarta, 2003, Op.Cit, hal.95

25

tiga fungsi hukum dilihat dari cara pandang berdasarkan asas
kekeluargaan, yaitu 13:
1. Mengakkan demokrasi sesuai dengan rumusan tujuh pokok sistem
pemerintahan Negara dalam Penjelasan UUD 1945.
2. Mewujudkan keadilan sosial sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945;
3. Menegakkan perikemanusiaan yang didasarkan pada Ketuhanan
Yang Maha Esa dan dilaksanakan secara adil dan beradab.
Padmo Wahjono menamakan fungsi hukum Indonesia sebagai suatu
pengayoman. Oleh karena itu, ia berbeda dengan cara pandang liberal
yang melambangkan hukum sebagai Dewi Yustitia yang memegang
pedang dan timbangan dengan mata tertutup,memeperlihatkan bahwa
keadilan

yang tertinggi

ialah

suatu

ketidakadilan

yang paling

tinggi.Hukum di Indonesia dilambangkan dengan pohon pengayoman.14
Berbeda dengan cara pandang liberal yang melihat Negara sebagai suatu
status (state) tertentu yang dihasilkan oleh suatu perjanjian masyarakat
dari individu-individu yang bebas atau dari status naturalis ke status civil
dengan perlindungan terhadap civil rights, sehingga dalam Negara Hukum
13

Padmo Wahjono, Konsep Yuridis Negara Hukum Republik Indonesia, Rajawali,
Jakarta, 1982, Op.Cit.hal.18
14

Ibid, hal.19.

26

Pancasila ada suatu anggapan bahwa manusia dilahirkan dalam
hubungannya atau keberadaannya dengan Tuhan.
Oleh karena itu, Negara tidak terbentuk karena suatu perjanjian,melinkan
Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didioronkan
oleh keinginan luhur,supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,…
Padmo Wahjono mengaskan bahwa konstruksi yang didasarkan atas asas
kekeluargaan itu bukanlah suatu vertrag,melainkan atas asas kesepakatan
suatu tujuan (gesamtakt).15
Berdasarkan uraian di atas, Padmono Wahjono tiba pada suatu rumusan
Negara menurut bangsa

Indonesia

yaitu suatu kehidupan berkelompok

bangsa Indonesia atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan
didorong oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas dalam arti merdeka, berdaulat, bersatu,adil dan makmur.
Berdasarkan dua pandangan pakar hukum tersebut dapat disimpulkan
bahwa

meskipun

dalam

Penjelasan

UUD

1945

(sebelum

diamandemen) digunakan istilah rechtsstaat, konsep rechtsstaat yang
dianut oleh Negara Indonesia bukanlah konsep Negara hukum Eropa
Kontinental dan bukan pula konsep rule of law dari Anglo-Saxon,
melainkan konsep Negara Hukum Pancasila dengan cirri- ciri,antara lain :
15

Ibid,.hal.20

27

1. Adanya hubungan yang erat antara agama dan Negara ;
2. Bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa ;
3. Kebebasan beragam dalam arti positif;
4. Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang;serta ;
5. Asas kekeluargaan dan kerukunan
Adapun unsur-unsur pokok Negara Hukum Indonesia adalah (1)
Pancasila; (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat ; (3) Sistem Konstitusi ;
(4) Persamaan ; dan (5) Peradilan yang Bebas. Dari unsur-unsur yang
dikemukakan Azhary tersebut ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam
Negara Hukum Pancasila,yaitu16:
1. Kebebasan beragama harus mengacu pada makna yang positif
sehingga pengingkaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa (ateisme)
atau sikap

yang memusuhi Tuhan Yang Maha Esa tidak

dibenarkan,seperti terjadi di Negara-negara komunis

yang

membenarkan propaganda anti agama;

16

Azhary, Negara Hukum (Suatu Studi tentang Prinsip- prinsipnya,Dilihat Dari
Segi Hukum Islam,Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini),
Penerbit Kencana, Jakarta, 2003,Op.Cit, hal 96.

28

2. Ada hubungan yang erat antara Negara dan agama,sehingga baik
secara rigid atau mutlak maupun secara longgar atau nisbi,Negara
Republik Indonesia tidak mengenal doktrin pemisahan antara
agama dan Negara.Oleh karena Doktrin ini sangat bertentangan
dengan Pancasila dan UUD 1945.
Lima unsur utama tersebut bertumpu pada prinsip sila pertama dari
Pancasila. Hal ini menurut Azhary, Negara hukum Pancasila memiliki
bukan hanya memiliki suatu ciri tertentu, tetapi ciri yang paling khusus
dari semua konsep hukum barat (rechtsstaat dan rule of law) maupun
yang disebut sebagai

socialist

legality.

Sila pertama Pancasila

mencerminkan konsep monoteisme atau tauhid.17
Sila pertama merupakan dasar kerohanian dan moral bagi bangsa
Indonesia dalam bernegara dan bermasyarakat. Artinya, penyelenggaraan
kehidupan bernegara dan bermasyarakat wajib memperhatikan dan
mengimplementasikan petunjuk-petunjuk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh
karena itu,menurut Azhary dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa itu dan
dengan empat sila lainnya,setiap orang yang arif dan bijaksana akan
melihat banyak persamaan antara konsep nomokrasi Islam dengan konsep
Negara Hukum Pancasila. Persamaan itu antara lain tercermin dalam lima

17

Hazairin,,Demokrasi Pancasila ,Tintamas,Jakarta,1973,hal.5.

29

sila atau Pancasila yang sudah menjadi asas dan sumber hukum bagi
Negara Indonesia.
Berdasarkan tradisi common law atau yang lazim disebut Anglo Saxon,
konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V Dicey yang
disebut The Rule of Law. Menurutnya,ada tiga ciri atau arti penting the
rule of law, yaitu 18:

1. Supremasi hukum dari regular law untuk menentang peng
aruh dari arbitrary power

dan meniadakan kesewenang-

wenangan,prerogative atau discretionary authority yang luas dari
pemerintah.
2. Persamaan di hadapan hukum dari semua golongan kepada
ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court.

Ini berarti bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum,baik
pejabat maupun warganegara biasa berkewajiban menaati hukum
yang sama.
3. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land , bahwa
hukum konstitusi bukanlah sumber tetapi merupakan konsekuensi
dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh
18

A.V.Dicey, An Introduction to Study of Law of the Constitution, Mac.Millan &
Co,London,1959,Hal.117;Philipus
M
Hadjon,
Perlindungan
Hukum
Bagi
Rakyat,Op.Cit.hal. 80.

30

peradilan, singkatnya, prinsip-prinsip hukum privat melalui
tindakan peradilan dan parlemen sedemikian diperluas sehingga
membatasi posisi Crown dan pejabat- pejabatnya.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat dikemukakan bahwa rule of law
mengandung arti yang dapat ditinjau dari tiga sudut. Pertama, rule of law
(pemerintah oleh hukum),berarti supremasi yang mutlak atau keutamaan
yang absolut daripada hukum sebagai lawan daripada pengaruh kekuasaan
yang sewenang-wenang. Kedua, rule of law berarti ketataan yang sama
dari semua golongan kepada hukum Negara,yang diselenggarakan oleh
pengadilan. Ketiga, rule of law dapat dipergunakan sebagai formula untuk
merumuskan bahwa hukum konstitusi bukan sumber, melainkan
konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan dipertahankan
oleh pengadilan, sehingga dengan demikian konstitusi merupakan hasil
hukum dari hukum kebiasaaan di Inggris.
3. Penyelenggaraan Pelayanan Publik Diatur Oleh Hukum
Merujuk pada kepustakaan Indonesia, rechsstaat atau the rule of law
sering

diterjemahkan

sebagai

Negara

hukum.

Notohamidjojo

menggunakan rechtsstaat dalam pengertian Negara hukum. Persamaan
kedua konsep hukum ini, baik the rule of law maupun rechtsstaat, diakui
adanya kedaulatan hukum atau supremasi hukum, melindungi individu

31

terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan memungkinkan kepada
individu untuk menikmati hak-hak sipil dan politiknya sebagai manusia.
Imanuel Kant mengemukakan paham Negara hukum dalam arti
sempit,

bahwa

Negara

hanya

sebagai

perlindungan

hak-hak

individual,sedangkan kekuasaan Negara diartikan secara pasif,bertugas
memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat.Konsep Negara hukum
dalam arti ini dikenal dengan sebutan nachtwakerstaat.19
Perkembangan

selanjutnya, paham

Negara

hukum

yang

dikemukakan Kant mengalami perubahan dengan unculnya paham Negara
hukum kesejahteraan (welfare state).Sebagai mana dikemukakan Friedrich
Julius Stahl,cici-ciri Negara hukum itu adalah sebagai berikut20:
1. Adanya perlindungan hak-hak asasi manusia;
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak
asasi manusia;
3. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan; dan
4. Adanya peradilan administrasi Negara dalam perselisihan.

19

20

Azhary,Negara Hukum ….,Op.Cit. hal.39

S.F Marbun dan Moh.Mahfud MD, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara ,
Liberty, Yogyakarta,1987,hal.44. Lihat juga Padmo Wahjono, Pembangunan Hukum
Indonesia , In Hill Co.Jakarta, 1989, hal.151.

32

Sri Soemantri mengemukakan unsur-unsur terpenting Negara hukum
21

yaitu :
1. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya
harus berdasar atas hukum atau perundang-undangan;
2. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia (warga Negara);
3. Adanya pembagian kekuasaan;
4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke
controle)

Padmo menyatakan dalam Negara hukum terdapat suatu pola sebagai
berikut 22:
1. Menghormati dan melindungi hak-hak manusia ;
2. Mekanisme kelembagaan negara yang demokratis;
3. Tertib hukum;
4. Kekuasaan kehakiman yang bebas.
International Commission of Jurist, dalam konferensinya di

Bangkok 1965 memperluas konsep the rule of law dengan menekankan
apa yang dinamakan the dynamic aspect of The Rule of Law in the modern

21

Sri Soemantri M,, Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia , Penerbit P.T
Alumni,Bandung,1992, hal. 29-30.
22

Padmo Wahjono, Indonesia Negara yang Berdasarkan Atas Hukum, Pidato
pengukuhan Guru Besar FHUI, Jakarta, 17 November1979, hal.6.

33

age.

Dalam

konferensi

itu

dikemukakan

syarat-syarat

dasar

terselenggaranya pemerintahan yang demokratis di bawah Rule of Law
sebagai berikut 23:
1. Perlindungan Konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain
menjmin hak-hak individu,harus menentukan juga cara procedural
memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;
2. Badan kehakiman yang bebas;
3. Pemilihan Umum yang bebas;
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
6. Pendidikan Kewarganegaraan
Negara Indonesia sebagai negara hukum,bukan Negara kekuasaan
(Machtsstaat), di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan
terhadap prinsip supremasi hukum dan kostitusi, dianutnya pemisahan dan
pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam
Undang-Undang Dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak
memihak yang menjamin persamaan setiap warga Negara dalam hukum,
serta menjamin keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum bagi

23

Azhary,Negara Hukum Indonedia…,Op.Cit.hal.45

34

setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan kewenangan oleh pihak
yang berkuasa
Karakteristik

Negara

hukum

yang

demokratis,sesungguhnya

menjelmakan kehidupan bernegara yang memiliki komitmen terhadap
tampilnya hukum sebagai pemegang kendali dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang demokratis.Landasan hukum yang merujuk Indonesia
sebagai sebuah Negara hukum demokratis didasarkan pada pasal 1 ayat
(2) dan (3) serta pasal 28 ayat I ayat (5) UUD 1945
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tertib hukum
tercipta juka suatu produk peraturan perundang-undangan tidak saling
bertentangan,baik secara vertical maupun horizontal,termasuk perilaku
anggota masyarakat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Konsep hukum lain dari Negara yang berdasarkan atas hukum
adalah adanya jaminan penegakan hukum dan tercapainya tujuan
hukum.Dalam penegakan hukum terdapat tiga unsur yang harus mendapat
perhatian yang sama,yaitu keadilan,kemanfaatan atau hasil guna
(doelmatigheid), dan kepastian hukum.
Penegakan hukum dan tercapainya keadilan, kepastian hukum, dan
kemanfaatan hukum dalam suatu sistem hukum terjamin,tidak bisa tidak,
sistem hukum menjadi materi muatan dari kostitusi.Dengan kata

35

lain,materi muatan suatu kostitusi adalah sistem hukum itu sendiri
(lembaga-lembaga Negara),dan budaya hukum (mengenai warga Negara).
Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya, dalam
Penjelasan UUD 1945 (sebelum diamandemen) dinyatakan Indonesia
berdasarkan atas hukum (rechsstaat). Kajian tentang rechsstaat dan rule of
law secara teoritis telah sering dilakukan,baik melalui tulisan-tulisan
diskusi maupun seminar- seminar.
Terlepas dari penamaan Indonesia sebagai Negara hukum dengan
sebutan rechsstaat atau the rule of law,yang jelas secara konstitusional
hasil amandemen ketiga UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa
Indonesia adalah Negara hukum. Lihat Pasal 1 ayat (3) UUD
1945.Eksistensi Indonesia sebagai Negara hukum ditandai dengan
beberapa unsure pokok, seperti pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi
manusia,

pemerintahan

diselenggarakan

berdasarkan

undang-

undang,persamaan di depan hukum,adanya peradilan administrasi dan
unsur-unsur lainnya.
Hak-hak asasi manusia akan terlindungi karena dalam konsep the
rule of law mengedepankan prinsip equality before the law, sedangkan

konsep rechtsstaat mengedepankan prinsip wetmatigheid, kemudian

36

menjadi rechtmatigeheid. Indonesia yang menghendaki keserasian
hubungan antara pemerintah dan rakyat mengedepankan asas kerukunan.24
Asas kerukunan dalam konsep Negara Hukum Pancasila dapat
dirumuskan maknanya, baik secara positif maupun negatif. Dalam makna
positif kerukunan berarti terjalinnya hubungan yang serasi dan harmonis,
sedangkan dalam makna negatif berarti tidak konfrontatif, tidak saling
bermusuhan; dengan makna demikian, pemerintah dalam segala tingkah
lakunya senantiasa berusaha menjalin hubungan yang serasi dengan
rakyat.25
Berdasarkan asas kerukunan tersebut ,tidak berarti hubungan antara
pemerintah dan rakyat tidak memunculkan sengketa. Kehidupan
bermasyarakat atau bernegara pasti menimbulkan sengketa dalam
berbagai bidang kehidupan, termasuk sengketa antara pemerintah dan
rakyat. Meskipun demikian, yang dibutuhkan adalah metode atau cara
penyelesaian sengketa yang tepat dan tidak menimbulkan keretakan atau
ketidakharmonisan dan ketidakserasian hubungan pemerintah dan rakyat
dalam konteks Negara Hukum Pancasila.

24

Philipus M.Hadjon,Perlindungan Hukum Bagi Rakyat,Op.Cit. hal.84

25

Philipus M.Hadjon,Perlindungan Hukum Bagi Rakyat,Op.Cit. hal.85.

37

Mengenai

hubungan

fungsional

yang

proporsional

antara

kekuasaan-kekuasaan Negara, hendaknya dikembalikan kepada ide
dasarnya, yaitu gotong royong. Paham gotong-royong ini menurut
Philipus M.Hadjon, telah diangkat sebagai suatu konsep politik.Hal ini
dapat dilihat dari persiapan-persiapan kemerdekaan Indonesia. Bahkan
dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menyatakan Negara
Indonesia yang kita dirikan haruslah Negara gotong royong26.
Selain paham gotong-royong dan kekeluargaan disdari sebagai asas
yang melandasi hubungan pemerintah dan rakyat dalam penyelenggaraan
Negara Hukum Pancasila,menurut Oemar Senoadji bahwa salah satu ciri
pokok Negara Hukum Pancasila adalah jaminan kebebasan beragama
(freedom of religion).27
Ciri berikutnya dari Negara Hukum Pancasila menurut Oemar
Senoadji adalah tidak ada pemisahan yang rigid dan mutlak antara agama
dan

Negara,

karena

agama

dan

Negara

berada

dalam

hubungan yang harmonis. Dan tidak boleh terjadi pemisahan agama dan

26

27

hal.35.

Ibid,.hal.91

Oemar Senoadji, Peradilan Bebas Negara Hukum, Erlangga, Jakarta, 1985,

38

Negara, baik secara mutlak maupun secara nisbi karena hal itu akan
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.28
Negara hukum pancasila menjamin setiap orang bebas memeluk
agama dan beribadat menurut agamanyaLihat Pasal 28E ayat (1) dan Pasal
29 UUD 1945..Hal ini menunjukkan adanya komitmen yang diberikan
oleh Negara kepada warga negaranyauntuk mengimplementasikan
kebebasaan itu dalam memeluk dan beribadat menurut agamanya,tanpa
khawatir terhadap ancaman dan gangguan dari pihak lain.
Karakteristik Negara Hukum Pancasila yang lain,yaitu asas
kekeluargaan sebagai bagian fundamental dalam penyelenggaraan
pemerintahan.Menguatnya asas kekeluargaan ini memberikan kesempatan
atau peluang kepada rakyat banyak untuk tetap survive guna
meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraannya, sejauh tidak
mengganggu hajat hidup orang banyak.
Disamping itu, Negara Hukum Pancasila juga mengedepankan
prinsip

persamaan

sebagai

elemen

atau

unsure

penting

dalam

penyelenggaraan pemerintahan.Persamaan dihadapan hukum misalnya
adalah persoalan urgensial yang harus pula mendapat perhatian pihak
penyelenggara
28

Negara.Bahkan

secara

Azhari,Negara Hukum…,Op.Cit hal 94

konstitusional

UUD

1945

39

memberikan
menghayati

landasan
prinsip

untuk

persamaan

ini

lebih
dalam

menghargai
kehidupan

dan

Negara

Hukum Pancasila, anatara lain : Lihat Pasal 28D UUD 1945.
1. Setiap orang berhak atas pengakuan,jaminan,perlindungan,dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum;
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja;
3. Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan.
Prinsip persamaan tersebut secara teoritis atau praktis tidak hanya
mencakup bidang politik, hukum dan sosial, tetapi juga bidang ekonomi
dan kebudayaan. Penegakan prinsip persamaan ini menjadi prasyarat yang
mendukung eksistensi Negara Hukum Pancasila mengaktualisasikan atau
mengimplementasikan komitmennya menyejahterakan kehidupan lapisan
masyarakata sebagai misi peneyelenggaraan pemerintahan.
Adanya peradilan yang bebas dari intervensi atau campur tangan
pihak lain,juga termasuk unsure atau elemen yang melekat atau menjiwai
karakteristik Negara Hukum Pancasila.Independensi peradilan ini secara

40

teoritis atau praktis merupakan pilar Negara hukum yang hamper dianut
oleh Negara-negara di berbagai belahan dunia.
Independensi peradilan tersebut menurut A.Muhammad Nasrun,
dimaksudkan sebagai tidak adanya campur tangan lembaga-lembaga di
luar pengadilan, terutama kekuasaan eksekutif dan yudikatif terhadap
pelaksanaan fungsi peradilan 29. Meskipun demikian ,independensi
peradilan ini bukanlah sesuatu yang otomatis terjadi begitu saja,karena
kekuasaan-kekuasaan di luar pengadilan memiliki potensi mencampuri
pelaksanaan fungsi peradilan.30
Oleh karena itu, menurut Muhammad Nasrun,peradilan yang tidak
independen sangat berbahaya,karena proses peradilan bisa dimanipulasi
untuk mencegah pengadilan mempertanyakan legalitas tindakan-tindakan
illegal

atau

negara31. Jika

semena-mena
independensi

oleh
peradilan

para
ini

pelaksana
tetap

kekuasaan

terjaga

dengan

baik,institusi pengadilan diyakini menjadi sangat kuat dan mandiri
menjalanakan fungsinya sebagai peradilan dalam Negara Hukum

29

A. Muhammad Nasrun, Krisis Peradilan, Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat (ELSAM), Jakarta, 2004, hal.51.
30

Ibid. hal.52.

31

Ibid. hal.53.

41

Pancasila. Independensi peradilan tersebut,menurut Muhammad Nasrun
dapat diuji melalui dua hal,yaitu 32:
1. Ketidakberpihakan (impartiality).Imparsilitas hakim terlihat pada
gagasan bahwa para hakim akan mendasarkan putusannya pada
hukum dan fakta-fakta persidangan,bukan atas dasar keterkaitan
dengan salah satu pihak berpekara,baik dalam konteks hubungan
sosial maupun hubungan politik.
2. Keterputusan relasi dengan para actor politik (political insularity).
Pemutusan relasi dengan dunia politik penting bagi seorang hakim
agar tidak menjadi alat untuk merealisasikan tujuan-tujuan politik
atau mencegah pelaksanaan suatu keputusan politik.
Negara Hukum Pancasila seperti halnya Indonesia disadari atau
tidak,tetap membutuhkan independensi peradilan sebagai bagian penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama berkaitan dengan
pelaksanaan wewenang lembaga Negara, seperti halnya Mahkamah
Konstitusi melakukan uji materiil undang-undang terhadap UUD 1945.
Dengan demikian,putusan-putusan yang dihasilkan oleh Mahkamah
Konstitusi pun dapat bebas dari intervensi pihak- pihak yang memiliki
32

Ibid. hal.54.Lihat pula Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, AspekAspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia , UII Press, Yogyakarta, 2005,
hal.51-55.

42

kepentingan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi,seperti lembaga
eksekutif dan lembaga-lembaga sosial lainnya.
Menarik apa yang disinyalir oleh Montesque, bahwa independensi
peradilan tidak lain merupakan mulut undang-undang, sehingga putusan
hakim merupakan suatu putusan hukum,bukan dipandang sebagai putusan
politik33. Hal ini berarti ketidakberpihakan dan keterputusan badan
peradilan,khususnya para hakim dengan pihak-pihak lain, baik secara
politis maupun secara ekonomis sangat menentukan keberhasilan badan
peradilan menjalankan fungsinya dan tetap independen dalam mengambil
keputusan hukum.
Menurut pandangan Ahmad Azhar Basyir,sila pertama Pancasila
merupakan dasar kerohanian dan dasar moral bagi bangsa Indonesia
dalam bernegara dan bermasyarakat.Artinya,penyelenggaraan kehidupan
bernegara

dan

bermasyarakat

wajib

memperhatikan

dan

mengimplementasikan petunjuk- petunjuk Tuhan Yang Maha Esa Ahmad
34

.

10.

33

A.Muhammad Nasrun,Loc.Cit

34

Azhar Basyir, Hubungan Agama dan Pancasila , UII, Yogyakarta, 1985, hal.9-

43

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945 menyebutkan, bahwa “Negara Indonesia negara
hukum”. Negara hukum dimaksud adalah negara yang menegakan
supermasi hukum untuk menegakan kebenaran dan keadilan dan tidak ada
kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan.35
Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan Negara Hukum
ialah negara yang berediri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada
warga

negaranya.

Keadilan

merupakan

syarat

bagi

terciptanya

kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada
keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia
menjadi warga negara yang baik. Demikian pula peraturan hukum yang
sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu mencerminkan keadilan
bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.36
Menurut Aristoteles yang memerintah dalam negara bukanlah
manusia sebenarnya, melainkan fikiran yang adil, sedangkan penguasa
sebenarnya hanya pemegang hukum dan keseimbangan saja. Kesusilaan
yang akan menentukan baik tidaknya suatu peraturan undang-undang dan
35

Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
Republik
Indonesia, Panduan
Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Sesuai
dengnan Urutan Bab, Pasal dan ayat), Sekertaris Jendral MPR RI, Jakarta, 2010, hal, 46
36

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia , Sinar
Bakti, Jakarta 1988, hal. 153.

44

membuat undang-undang adalah sebagian dari kecakapan menjalankan
pemerintahan negara. Oleh karena itu Menurut, bahwa yang pentinng
adalah mendidik manusia menjadi warga negara yang baik, karena dari
sikapnya yang adil akan terjamin kebahagiaan hidup warga negaranya. 37
Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara
hukum,

selalu

berlakunya

tiga

prinsip

dasar,

yakni

supermasi

hukum (supremacy of law), kesetaraan di hadapan hukum (equality before
the law), dan penegakan hukum dengan cara tidak bertentangan dengan

hukum (due process of law).
Prinsip penting dalam negara hukum adalah perlindungan yang
sama (equal protection) atau persamaan dalam hukum (equality before the
law).Perbedaan perlakuan hukum hanya boleh jika ada alasan yang

khusus, misalnya, anak-anak yang di bawah umur 17 tahun mempunyai
hak yang berbeda dengan anak-anak yang di atas 17 tahun. Perbedaan ini
ada alasan yang rasional. Tetapi perbedaan perlakuan tidak dibolehkan
jika tanpa alasan yang logis, misalnya karena perbedaan warna kulit,
gender agama dan kepercayaan, sekte tertentu dalam agama, atau
perbedaan status seperti antara tuan tanah dan petani miskin. Meskipun

37

Ibid., hal,154.

45

demikian, perbedaan perlakuan tanpa alasan yang logis seperti ini sampai
saat ini masih banyak terjadi di berbagai negara, termasuk di negara yang
hukumnya sudah maju sekalipun.38
Menurut Dicey, Bahwa berlakunya Konsep kesetaraan dihadapan
hukum (equality before the law), di mana semua orang harus tunduk
kepada hukum, dan tidak seorang pun berada di atas hukum (above the
law).39

Istilah due process of law mempunyai konotasi bahwa segala
sesuatu

harus

dilakukan

secara

adil.

Konsep due

process

of

law sebenarnya terdapat dalam konsep hak-hak fundamental (fundamental
rights) dan

konsep

kemerdekaan/kebebasaan

yang

tertib (ordered

liberty).40

Konsep due process of law yang prosedural pada dasarnya didasari
atas konsep hukum tentang “keadilan yang fundamental” (fundamental
fairness).Perkembangan , due process of law yang prossedural merupakan

suatu proses atau prosedur formal yang adil, logis dan layak, yang harus
dijalankan oleh yang berwenang, misalnya dengan kewajiban membawa
38

Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern (Rehctstaat) , Refika Aditama,
Bandung 2009, hlm., 207.
39

Ibid., hal., 3.

40

Ibid., hal,46.

46

surat perintah yang sah, memberikan pemberitahuan yang pantas,
kesempatan yang layak untuk membela diri termasuk memakai tenaga ahli
seperti pengacara bila diperlukan, menghadirkan saksi-saksi yang cukup,
memberikan ganti rugi yang layak dengan proses negosiasi atau
musyawarah yang pantas, yang harus dilakukan manakala berhadapan
dengan hal-hal yang dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak
dasar manusia, seperti hak untuk hidup, hak untuk kemerdekaan atau
kebebasan (liberty), hak atas kepemilikan benda, hak mengeluarkan
pendapat, hak untuk beragama, hak untuk bekerja dan mencari
penghidupan yang layak, hak pilih, hak untukberpergian kemana dia suka,
hak atas privasi, hak atas perlakuan yang sama (equal protection) dan hakhak fundamental lainnya.41
Sedangkan yang dimaksud dengan due process of law yang
substansif adalah suatu persyaratan yuridis yang menyatakan bahwa
pembuatan suatu peraturan hukum tidak boleh berisikan hal-hal yang
dapat mengakibatkan perlakuan manusia secara tidak adil, tidak logis dan
sewenang-wenang.42

41

42

Ibid., hal.,47.
Ibid.

47

Perbedaan pokok antara rechtssiaal dengan rule of law ditemukan
pada unsur peradilan administrasi. Di dalam unsur rule of law telah
ditemukan adanya unsur peradilan administrasi, sebab di negara-negara
Anglo Saxon penekanan terhadap prinsip persamaan dihadapan hukum
(equality before the law) lebih ditonjolkan, sehingga dipandang tidak
perlu menyediakan sebuah peradilan khusus untuk pejabat administrasi
negara. Prinsip equality before the law menghendaki agar prinsip
persamaan antara rakyat dengan pejabat administrasi negara, harus juga
tercermin dalam lapangan peradilan. Pejabat administrasi atau pemerintah
atau rakyat harus sama-sama tunduk kepada hukum dan bersamaan
kedudukannya dihadapan hukum. Berbeda dengan negara Eropa
Kontinental yang memasukkan unsur peradilan administrasi sebagai salah
satu unsur rechtsstaat. Dimasukkannya unsur peradilan administrasi ke
dalam unsur rechtsstaat, maksudnya untuk memberikan perlindungan
hukum bagi warga masyarakat terhadap sikap tindakan pemerintah yang
melanggar hak asasi dalam lapangan administrasi negara. Kecuali itu
kehadiran peradilan administrasi akan memberikan perlindungan hukum
yang sama kepada administrasi negara yang bertindak benar dan sesuai
dengan hukum. Dalam negara hukum harus diberikan perlindungan
hukum yang sama kepada warga dan pejabat administrasi negara.
Dari latar belakang dan dari sistem hukum yang menopang perbedaan

48

antara konsep ”rechtsstaat” dengan konsep ”the rule of law” meskipun
dalam perkembangan dewasa ini tidak dipermasalahkan lagi perbedaan
antara keduanya. Karena pada dasarnya kedua konsep itu mengarahkan
dirinya pada satu sasaran yang utama yaitu pengakuan dan perlindungan
terhadap hak-hak asasi manusia. Meskipun dengan sasaran yang sama
tetapi keduanya tetap berjalan dengan sistem hukum sendiri. Konsep
“rechtsstaat” lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme sehingga
sifatnya revolusioner sebaliknya konsep ”the rule of law” berkembang
secara evolusioner. Hal ini nampak dari isi atau kriteria rechtsstaat dan
kriteria the rule of law. Konsep rechtsstaat bertumpu atas sistem hukum
kontinental yang disebut “civil law” atau “modern Roman Law”
sedangkan konsep the rule of law bertumpu atas sistem hukum yang
disebut “common law”. Karakteristik “civil law” adalah “administratif”
sedangkan karakteristik “common law” adalah “judicial”. Perbedaan
karakteristik yang demikian disebabkan karena latar belakang daripada
kekuasaan raja. Pada zarnan Romawi, kekuasaan yang menonjol dan raja
ialah membuat peraturan melalui dekrit. Kekuasaan itu kemudian
didelegasikan kepada pejabat-pejabat administratif sehingga pejabat
administratif yang membuat pengarahan-pengarahan tertulis bagi hakim
tentang bagaimana memutus suatu sengketa. Begitu besarnya peranan
Administrasi Negara sehingga tidaklah mengherankan kalau dalam sistem

49

kontinental mula pertama muncul cabang hukum baru yang disebut “droit
administratif” yaitu hubungan antara administrasi negara dengan rakyat.
Dalam
dikemukakan

perkembangannya
oleh

F.J.

negara

Stahl

hukum,

tersebut

unsur-unsur

kemudian

yang

mengalami

penyempurnaan yang secara umum dapat dilihat sebagaimana tersebut:
1. Sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan
rakyat;
2. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan;
3. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara);
4. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara;
5. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke
controle) yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan

tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah
pengaruh eksekutif;
6. Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau
warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan
pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah;

50

7. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian
yang merata sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran
negara.
Perumusan tentang konsep negara hukum juga pernah dilakukan
oleh International Commission of Jurist, yakni organisasi ahli hukum
internasional pada tahun 1965 di Bangkok. Organisasi ini merumuskan
tentang pengertian dan syarat bagi suatu negara hukum/pemerintah yang
demokratis yang diperkenal ulang oleh Dablan Thaib, yakni: 1) Adanya
proteksi konstitusional, 2) Pengadilan yang bebas dan tidak memihak, 3)
Pemilihan umum yang bebas, 4) Kebebasan untuk menyatakan pendapat,
5) Kebebasan berserikat/berorganisasi dan oposisi, 6) Pendidikan
kewarganegaraan.
Dari konsep serta karakteristik negara hukum yang secara
konstitusional dianut negara Indonesia maka penyelenggaraan pelayanan
publik di Indonesia tertuang dalam berbagai peraturan perundangundangan. Hal ini menunjukkan konsekuensi logis dari perlindungan
negara terhadap hak-hak rakyat sehingga pelayanan publik tidak bisa
dipungkiri diatur oleh hukum. Baik itu terkait asas dan prinsip tetapi juga
melalui peraturan perundang-undangan sebagaimana nantinya akan
diuraikan.

51

B.

Pelayanan Publik Yang Baik Dalam Hukum
1. Pengertian Pelayanan Publik Yang Baik
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan

keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah
ditetapkan.
Dalam konteks pelayanan publik menurut Moenir 43 adalah kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan
faktor material melalui sistem, prosedur dan metode tertentu dalam usaha
memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya. Pemberian
pelayanan publik oleh aperatur pemerintah kepada masyarakat sebenarnya
merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai sebagai pelayan
masyarakat.
Pelayanan Publik menurut Sinambela dkk44 adalah sebagai setiap
kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang
memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan
atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat
pada suatu produk secara fisik.
43

Kurniawan, Teori Moenir pada buku yang di terbitkan oleh Kurniawan pada
tahun 2005, hal. 7.
44

Sinambela, Lijan Poltak.. Reformasi Pelayanan Publik, PT. Bumi Aksara,2010,
Jakartahal. 128.

52

Pelayanan publik menurut Wasistiono 45 adalah pemberian jasa baik
oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta
kepada masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi
kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat.
Sedangkan menurut Departemen Dalam Negeri bahwa pelayanan
publik adalah pelayanan umum, dan definisi pelayanan umum adalah
suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang
memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal tercipta kepuasan
barang dan jasa. Dari uraian di atas pelayanan publik dapat di artikan
sebagai aktivitas pemberian jasa baik oleh pemerintah maupun pihak
swasta dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan
interpersonal dengan begitu tercipta suatu kepuasan barang dan jasa.
Menurut UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
46

adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan

kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi
setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

45

Hardiyansyah, Teori Wasistiono pada buku yang di terbitkan oleh
Hardiyansyah pada tahun 2011, hal. 11.
46

Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Kebijakan Publik.

53

Menurut Kepmenpan No. 63 Tahun 2003 pelayanan publik 47 adalah
segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara
pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima
pelayanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Mengikuti definisi di atas, pelayanan publik dapat
didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan melihat teori para ahli di atas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa pelayanan publik merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti barang, jasa
dan/atau administratif sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
2. Pengaturan Pelayanan Pulik Yang Baik
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63 Tahun 200348 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanaan terdapat
prinsip pelayanan publik yaitu:
1. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami
dan mudah dilaksanakan.
47

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003
tentang Pedoman Pelayanan Publik.
48

Ibid.

54

2. Kejelasan
Yaitu persyaratan teknis administratif pelayanan publik, unit
kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab
memberikan

pelayanan

dan

penyelesaian

keluhan

atau

persoalan dalam pelaksanaan pelayanan, serta kejelasan rincian
biaya pelayanan dan tata cara pembayaran.
3. Kepastian Hukum
Yaitu pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu
yang telah ditentukan.
4. Akurasi produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat
dan sah.
5. Keamanan
Yaitu proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa
aman dan kepastian hukum.
6. Tanggungjawab
Pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang
ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan
dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan
pelayanan publik.
7. Kelengkapan sarana dan prasarana

55

Yaitu tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan
pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana
teknologi telekomunikasi dan informatika.
8. Kemudahan akses, tempat dan lokasi serta sarana pelayanan
memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat.
9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan
Yaitu pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan santun,
ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10. Kenyamanan, pelayanan harus tertib, teratur disediakan ruang
tunggu yang nyaman, bersih, rapi serta dilengkapi fasilitas
pendukung pelayanan seperti tempat parkir, toilet dan tempat
sampah.
Selanjutnya dalam Kepmenpan Nomor 81 Tahun 1993 tentang
Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum terdapat kriteria kualitatif untuk
menilai kualitas pelayanan publik yaitu :
1. Jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan (per hari, per
bulan, atau per tahun) serta perkembangan pelayanan dari waktu
ke waktu, apakah menunjukan peningkatan / tidak.
2. Lamanya waktu pemberian pelayanan.

56

3. Ratio atau perbandingan antara jumlah pegawai atau tenaga yang
ada dengan jumlah warga/masyarakat yang meminta pelayanan
untuk menunjukkan tingkat produktivitas kerja.
4. Penggunaan perangkat-perangkat modern untuk mempercepat dan
mempermudah pelaksanaan.
5. Frekuensi keluhan atau pujian dari masyarakat mengenai kinerja
pelayanan yang diberikan, baik melalui media massa maupun
melalui kotak saran yang disediakan.
6. Penilaian fisik lainnya, misalnya kebersihan dan kesejukan
lingkungan, motivasi kerja pegawai dan lain-lain aspek yang
mempunyai

pengaruh

langsung

terhadap

kinerja

pegawai

pelayanan publik.
Selanjutnya Kepmenpan Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman
Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) terhadap penyelenggaraan pelayann
publik yang digunakan untuk mengukur kepuasan masyarakat sebagai
pengguna layanan dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan
publik yang meliputi :
1. Persyaratan
Persyaratan adalah syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu
jenis pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.

57

2. Prosedur
Prosedur adalah tata cara pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan
penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
3. Waktu pelayanan
Waktu

pelayanan adalah jangka waktu

yang diperlukan untuk

menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
4. Biaya/Tarif
Biaya/Tarif adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan
dalam mengurus atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang
besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan
masyarakat.
5. Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan
Produk spesifikasi jenis pelayanan adalah hasil pelayanan yang diberikan
dan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Produk
pelayanan ini merupakan hasil dari setiap spesifikasi jenis pelayanan.
6. Kompetensi Pelaksana
Kompetensi Pelaksana adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh
pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.

58

7. Perilaku Pelaksana
Perilaku Pelaksana adalah sikap petugas dalam memberikan pelayanan.
8. Maklumat Pelayanan
Maklumat Pelayanan adalah merupakan pernyataan kesanggupan dan
kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan pelayanan sesuai dengan
standar pelayanan.
9. Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan
Penanganan pengaduan, saran dan masukan, adalah tata cara pelaksanaan
penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
Berdasarkan uraian pembahasan di atas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa untuk mengukur kualitas pelayanan tidak cukup
hanya menggunakan indikator tunggal, tapi harus menggunakan multi
indikator atau indikator ganda. Kualitas pelayanan dapat dilihat dari aspek
proses pelayanan maupun dari output atau hasil pelayanan.
Setiap penyelenggaraan pelayanan publik menurut Keputusan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (KEMENPAN) Nomor
63/KEP/7/2003

yakni

harus

memiliki

standar

pelayanan

dan

dipublikasikan sebagai jaminan serta kepastian bagi penerima pelayanan.

59

Standar pelayanan merupakan suatu ukuran yang dilakukan dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan
ataupun penerima pelayanan. Standar pelayanan, sekurang-kurangnya
wajib meliputi beberapa point sebagai berikut di bawah ini:
1. Prosedur Pelayanan. Prosedur pelayanan dilakukan bagi pemberi
dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.
2. Waktu Penyelesaian. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak
saat

pengajuan

permohonan

sampai

dengan

penyelesaian

pelayanan termasuk pengaduan.
3. Biaya Pelayanan. Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang
ditetapkan dalam proses pemberi pelayanan.
4. Produk pelayanan. Produk pelayanan yang akan diterima sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
5. Sarana dan prasarana. Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan
yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.
6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan. Kompetensi petugas
pemberi

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52