PengaruhTotal Financing, Non Performing Financing, Earning Before Taxes and Provisions, dan Return on Equity Terhadap Perataan Laba pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2010-2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bank Umum Syariah
2.1.1 Latar Belakang Bank Umum Syariah
Bank Umum Syariah sebagai lembaga keuangan syariah, pada
awalnya berkembang secara perlahan, namun kemudian mulai
menunjukkan perkembangan yang semakin cepat mencapai prestasi
pertumbuhan jauh di atas perkembangan bank konvensional. Di
Indonesia perbankan Syariah muncul sejak dikeluarkannya UndangUndang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang secara implisit
telah membuka peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar
operasional bagi hasil. Perbankan Syariah di Indonesia, pertama kali
beroperasi pada 1 Mei 1992, ditandai dengan berdirinya Bank
Muamalat Indonesia (BMI).
Pada dasarnya pilihan nasabah untuk menempatkan dananya di
bank biasanya dilandasi oleh lima hal penting, di mana kelima hal
tersebut hampir dimiliki oleh beberapa bank yang bersaing ketat:
1.

Kinerja untuk bank yang lebih sering dikaitkan dengan ukuran non
performing financing (NPF).


2.

Dikelola oleh profesional yang dipercaya oleh publik, pemilik dan
masyarakat.

9
Universitas Sumatera Utara

3.

Mampu memberikan tingkat suku bunga (konvensional) bagi hasil
(Syariah) yang kompetitif serta hadiah menarik.

4.

Mampu menyediakan produk yang sesuai kebutuhan masyarakat.

5.


Mempunyai jaringan cabang yang luas dengan infrastruktur yang
baik.
Kelima hal tersebut merupakan dasar dan langkah pertama bagi

nasabah untuk memilih bank. Setelah memilih bank, nasabah akan lebih
memperhatikan pengaruh kualitas pelayanan, baik pelayanan fisik
maupun non fisik. Hal tersebut juga dikarenakan nasabah masa kini
memiliki informasi yang lebih baik, mereka lebih menyadari adanya
berbagai pilihan, dan mereka bersikap lebih menuntut standar
pelayanan lebih tinggi.Maka bank harus dapat lebih memahami
beragam kebutuhan nasabah dan berusaha memenuhi harapan tersebut.
Kenyataan di lapangan saat ini banyak SDM Syariah yang belum
memiliki pengetahuan dan pengalaman yang baik dalam menjalankan
operasional bank Syariah, tak jarang ditemui SDM bank Syariah kurang
dapat

memberi

penjelasan


yang

benar

dan

akurat

sehingga

menumbuhkan keraguan bagi calon nasabah untuk menggunakan
produk dan layanan bank Syariah, bahkan penjelasan yang sembrono
memunculkan anggapan keliru tentang bank Syariah dan akan
mempengaruhi citra bank Syariah.
Semua pihak yang membeli dan mengkonsumsi jasa perbankan
akan memberikan penilaian yang berbeda-beda terhadap kualitas

10
Universitas Sumatera Utara


pelayanan. Faktor lain yang mempengaruhi kesadaran merek nasabah
bank adalah kualitas produk bank itu sendiri. Nasabah membeli jasa
perbankan untuk menyelesaikan masalah dan nasabah memberikan nilai
dalam proporsi tertentu. Nilai yang diberikan nasabah berhubungan
dengan benefit atau keuntungan yang akan diterimanya. Kualitas
produk perbankan didapatkan dengan cara menemukan keseluruhan
harapan nasabah, meningkatkan nilai produk atau pelayanan dalam
rangka memenuhi harapan nasabah.

2.1.2 Pengertian Bank Umum Syariah
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsipprinsip syariah Islam, maksudnya adalah bank yang dalam operasinya
mengikuti

ketentuan-ketentuan

syariah

Islam,

khususnya


yang

menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Falsafah dasar
beroperasinya bank syariah

yang menjiwai

seluruh hubungan

transaksinya adalah efesiensi, keadilan, dan kebersamaan. Efisiensi
mengacu pada prinsip saling membantu secara sinergis untuk
memperoleh keuntungan sebesar mungkin. Keadilan mengacu pada
hubungan yang tidak dicurangi, ikhlas, dengan persetujuan yang
matang atas proporsi masukan dan keluarannya. Kebersamaan mengacu
pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasihat untuk saling
meningkatkan produktivitas.

11
Universitas Sumatera Utara


Menurut Ismail (33;2011) bank umum syariah adalah bank syariah
yang berdiri sendiri sesuai dengan akta pendiriannya, bukan merupakan
bagian dari bank konvensional.
Kegiatan bank syariah dalam hal penentuan harga produknya
sangat berbeda dengan bank konvensional. Penentuan harga bagi bank
syariah didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan nasabah
penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya,
yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan
diterima penyimpan. Berikut ini prinsip-prinsip yang berlaku pada bank
syariah :
a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah).
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah).
c. Prinsip

jual

beli

barang


dengan

memperoleh

keuntungan

(murabahah)
d. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan
(ijarah).
e. Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak
bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Dalam rangka menjalankan kegiatannya, bank syariah harus
berlandaskan pada Alquran dan hadis.Bank syariah mengharamkan
penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu.Bagi bank syariah,
bunga bank adalah riba. Dalam perkembangannya kehadiran bank
syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, akan

12
Universitas Sumatera Utara


tetapi juga masyarakat nonmuslim. Saat ini bank syariah sudah tersebar
di berbagai negara-negara muslim dan nonmuslim, baik di Benua
Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan dunia yang
telah membuka cabang berdasarkan prinsip syariah.
Jumlah Bank Umum Syariah di Indonesia yang telah terdaftar di
Bank Indonesia dari periode 2010-2014 berjumlah 12 bank, antara lain:
Muamalat, Victoria, BRI, BJB, BNI, BSM, Mega Indonesia, Panin,
Bukopin, BCA, Maybank, dan BTPN.

2.2 Pembiayaan Syariah
Menurut Ismail (105;2011) pembiayaan merupakan aktivitas bank
syariah dalam menyalurkan dana kepada pihak lain selain bank berdasarkan
prinsip syariah.
Dalam Islam pembiayaan dapat terjadi karena ada satu pihak
memberikan dana yang memungkinkan suatu transaksi. Pihak penjual dapat
memberikan

pembiayaan


dengan

memberikan

fasilitas

penundaan

pembayaran, sedangkan pihak pembeli dapat memberikan pembiayaan
dengan memberikan fasilitas penundaan penyerahan obyek transaksi. Di
samping kedua pihak tersebut, pembiayaan dapat diberikan oleh pihak lain
(misalnya lembaga keuangan) untuk memfasilitasi terjadinya transaksi.
Pembiayaan dapat diberikan kepada pihak penjual dengan memberikan
pembayaran (sebagian atau seluruhnya) sebelum penjual dapat menyerahkan
obyek transaksi, atau diberikan kepada pihak pembeli dengan menyerahkan
obyek transaksi sebelum pembeli dapat membayar lunas.
13
Universitas Sumatera Utara

Dalam UU no 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Pembiayaan

pada bank syariah adalah penyediaan dana atau tagihan yang berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak
lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan
ijarah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. Pembiayaan tersebut dapat berupa:
1. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah
2. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik
3. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’
4. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh;
5. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa
Penelitian ini fokus hanya pada perataan laba yang dihasilkan
daripengelolaan cadangan PPAP untuk empat jenis pembiayaan utama yang
dilakukan bank syariah, yaitu pembiayaan dalam bentuk mudharabah,
musyarakah, murabahah dan istishna.Hal ini didasarkan karena adanya
praktik manajemen labapada keempat mekanisme pembiayaan tersebut.

2.3 Jenis-jenis Pembiayaan Syariah
Jenis-jenis dalam pembiayaan syariah dalam penelitian ini, antara lain:


14
Universitas Sumatera Utara

2.3.1 Pembiayaan Mudharabah
Menurut Ismail (168;2011) pembiayaan mudharabah merupakan
akad pembiayaan antara bank syariah sebagai shahibul maal dan
nasabah sebagai mudharib untuk melaksanakan kegiatan usaha dimana
bank syariah memberikan modal sebanyak 100% dan nasabah
menjalankan usahanya.
Memurut

Zainuddin

(35;2008)

pembiayaan

mudharabah

pembiayaan yang dilakukan oleh pihak bank syariah untuk membiayai
100% kebutuhan dana dari sesuatu proyek/usaha tersebut, sementara
nasabah sesuai dengan keahlian yang dimilikinya akan menjalankan
proyek/usaha tersebut dengan sebaik-baiknya dan bertanggung jawab
atas kerugian yang mungkin terjadi.
Mudharabah merupakan pembiayaan yang disalurkan oleh bank
syariah kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. Secara
bahasa, mudharabah berasal dari kata dharb yang artinya melakukan
perjalanan yang umumnya untuk berniaga.mudharabahadalah bentuk
kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al
mal/investor) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) untuk dikelola dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan. Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 105
tentang akuntansi mudharabah, akad mudharabah dibagi menjadi tiga,

15
Universitas Sumatera Utara

yaitu

mudharabah

muthlaqah,mudharabah

muqayyadah,

dan

mudharabah musyarakah.
2.3.2 Pembiayaan Musyarakah
Menurut Ismail (176;2011) al-musyarakah merupakan akad kerja
sama usaha antara dua pihak atau lebih dalam menjalankan usaha,
dimana masing-masing pihak menyertakan modalnya sesuai dengan
kesepakatan, dan bagi hasil atas usaha bersama diberikan sesuai dengan
kontribusi dana atau sesuai kesepakatan bersama.
Menurut Zainuddin (34;2008) pembiayaan musyarakah adalah
pembiayaan yang dilakuka oleh pihak bank syariah atau bank
muamalah untuk membiayai suatu proyek bersama antara nasabah
dengan bank.
Musyarakah berasal dari kata syirkah yang artinya pencampuran
atau interaksi. Secara istilah musyarakah adalah perjanjian perkongsian
antara dua atau lebih pemilik modal untuk menjalankan suatu proyek
perniagaan, dimana mereka semua setuju menyumbangkan modal dan
berkongsi bagi hasil (Yaya, dkk., 2009). Termasuk dalam golongan
musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak
atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh
bentuk

sumber

daya,

baik

yang

berwujud

maupun

tidak

berwujud.Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 106

16
Universitas Sumatera Utara

tentang Akuntansi Musyarakah, akad musyarakah dibagi menjadi dua,
yaitu musyarakah permanen, dan musyarakah mutanaqisha.
2.3.3 Pembiayaan Murabahah
Menurut Ismail (138;2011) murabahah adalah akad jual beli atas
barang tertentu, dimana penjual menyebutkan harga pembelian barang
kepada pembelian kemudian menjual kepada pihak pembeli dengan
mensyarakatkan keuntungan yang diharapkansesuai jumlah pembeli.
Menurut Zainuddin (30;2008) pembiayaan murabahah adalah
transaksi jual beli, yaitu pihak bank syariah bertindak sebagai penjual
dan nasabah sebagai pembeli, dengan harga jual dari bank adalah harga
beli dari pemasok ditambah keuntungan dalam persentase tertentu bagi
bank syariah sesuai dengan kesepakatan.
Murabahah berasal dari kata ribhu yang artinya keuntungan.
Definisi murabahah yang dinyatakan dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan No. 102 tentang Akuntansi Murabahah 23 adalah
akad jual beli barang secara tunai atau tangguh dengan harga jual
sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan
penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada
pembeli. Jual beli Murabahah (ba’i al-murabahah) demikianlah istilah
yang banyak diusung lembaga keuangan tersebut sebagai bentuk dari
financing (pembiayaan) yang memiliki prospek keuntungan yang cukup
menjanjikan.Sehingga semua atau hampir semua lembaga keuangan

17
Universitas Sumatera Utara

syari'at menjadikannya sebagai produk financing dalam pengembangan
modal mereka.
2.3.4 Pembiayaan Istishna
Menurut Ismail (146;2011) al-istishna merupakan akad kontrak jual
beli barang antara dua pihak berdasarkan pesanan dari pihak lain, dan
barang pesanan akan diproduksi sesuai dengan spesifikasi yang telah
disepakati dan menjualnya dengan harga dan cara pembayaran yang
disetujui terlebih dahulu.
Menurut

Zainuddin

(32;2008)

pembiayaan

istishna

adlah

pembiayaan yang menyerupai pembiayaan salam, namun bank syariah
melakukan pembayaran secara termin atau beberapa kali dala jangka
waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan.
Pembiayaan istishna menurut Peraturan Bank Indonesia (PBI)
adalah jual beli barang dalam bentuk pemasaran, pembuatan barang
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan
pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Dalam fatwa DSN-MUI dijelaskan bahwa jual beli istishna isinya
adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan criteria dan persyaratan tertenu yang disepakati oleh
pemesan (pembeli, mustashni) dan penjual. Akad istishna dalam bank
syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan
konstruksi

18
Universitas Sumatera Utara

2.4 Manajemen Laba
Manusia cenderung menghindari risiko dan berusaha meminimalkan
kerugian yang mungkin dialaminya dalam menjalankan kegiatan usahanya.
Upaya yang dilakukan tersebut kadang dapat merugikan pihak lain, misalnya
harga pasar saham perusahaan dipengaruhi oleh laba, risiko dan spekulasi.
Oleh karena itu perusahaan yang labanya selalu mengalami peningkatan
secara konsisten akan mengakibatkan risiko perusahaan ini mengalami
penurunan yang lebih besar dibandingkan persentase peningkatan laba. Hal
inilah yang membuat banyak perusahaan melakukan manajemen laba sebagai
salah satu upaya untuk mengurangi risiko.
Scott (2000) dalam Sulistyawan (2011) mendefinisikan manajemen laba
sebagai pemilihan kebijakan akuntansi tertentu oleh manajer untuk mencapai
tujuan tertentu. Scott membagi cara pemahaman atas manajemen laba
menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer
untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi,
kontrak utang dan political costs (oportunistic Earnings Management).
Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient
contracting (efficientearnings management), dimana manajemen laba
memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan
perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk
keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.Dengan demikian,
manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui

19
Universitas Sumatera Utara

manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income
smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.
Sedangkan menurut penelitian Schipper (1989) dalam Widowati (2009)
manajemen laba adalah intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses
pelaporan keuangan pribadi. Definisi tersebut mengartikan bahwa manajemen
laba merupakan perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan
utilitas mereka.
Ahmed (2007) menyatakan pada dasarnya definisi operasional dari
manajemen laba adalah potensi penggunaan manajemen akrual dengan tujuan
memperoleh keuntungan pribadi.Definisi tersebut tidak hanya terbatas pada
perilaku tetapi lebih luas mencakup seluruh tindakan yang dilakukan oleh
manajemen untuk mengelola laba. Menurut Ahmed (2007) isu-isu dalam
manajemen laba antara lain:
a. Manajemen laba bertujuan untuk memenuhi harapan dari analisis
keuangan atau manajemen (diwakili oleh peramalan laba dari publik).
b. Manajemen laba bertujuan untuk mempengaruhi kinerja harga
jangkapendek dengan berbagai cara.
c. Manajemen laba berakhir dan dapat bertahan karena informasi
yangasimetris suatu kondisi yang disebabkan oleh informasi yang
diketahuimanajemen namun tidak ingin untuk mereka ungkapkan.
d. Manajemen laba terjadi dalam konteks suatu kumpulan pelaporan
yangfleksibel dan seperangkat kontrak tertentu yang menentukan
pembagianaturan diantara pemegang kepentingan.
e. Strategi perusahaan bagi manajemen laba mengikuti satu atau lebih
daritiga pendekatan (memilih dari pilihan-pilihan yang ada dalam
GAAP,pilihan aplikasi yang ada dalam opsi menggunakan akuisisi
sertadeposisi Aset dan waktu untuk melaporkannya).
f. Manajemen laba merupakan hasil usaha untuk melewati ambang batas.
g. Manajemen laba dapat berasal dari pemenuhan perjanjian dari
kontrakkompensai implisit.
h. Manajemen laba tumbuh dari ancaman dua bentuk aturan yakni
aturanindustri spesifik dan aturan antitrust.

20
Universitas Sumatera Utara

i. Laba negatif secara tiba-tiba umumnya lebih merugikan daripada
revisiramalan negatif.
Manajemen laba dapat dilakukan melalui beberapa pola. Pola manajemen
laba menurut Scott (2000) dalam Sulistyawan (2011) dapat dilakukan dengan
cara:
a. Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO
baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar.Tindakan ini
diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.
b. Income Minimization
Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang
tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun
drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
c. Income Maximization
Dilakukan pada saat laba menurun.Tindakan atas income
maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi
untuk tujuan bonus yang lebih besar.Pola inidilakukan oleh
perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
d. Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan
sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena
pada umumnya investor lebihmenyukai laba yang relatif stabil.
Masing-masing pola tersebut mempunyai tujuan tertentu yang lebih
spesifik.Salah satu pola atau tindakan manajemen atas laba yang kerap
dilakukan yaitu income smoothing (perataan laba). Assih dan Gudono (2000)
menyatakan bahwa income smoothing adalah cara pengurangan dalam
variabilitas laba selama sejumlah periode tertentu atau dalam satu periode,
yang mengarah tingkat yang diharapkan atas laba yang dilaporkan. Senada
dengan hal tersebut, Kustono (2010) juga menjelaskan bahwa income
smoothing merupakan suatu cara yang digunakan manajemen untuk
mengurangi variabilitas arus laba laporan relatif pada arus laba yang
diinginkan pada periode-periode yang berurutan.

21
Universitas Sumatera Utara

2.5Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP)
Untuk menentukan nilai perataan laba dalam penelitian ini dapat dilihat
dengan menggunakan nilai Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP)
yang terdapat dalam laporan keuangan. Menurut Peraturan Bank Indonesia
PBI Nomor 5/9/PBI/2003 tentang Penyisihan Penghapusan Aset Produktif
(PPAP) Bagi Bank Syariah, Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP)
adalah cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari jumlah
kredit berdasarkan penggolongan kualitas Aset produktif sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia. Secara khusus tata-cara
pembentukan PPAP sebagaimana yang dijelaskan dalam PBI No.
5/9/PBI/2003 sebagai berikut:
1. Cadangan umum PPAP ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar 1 % dari
seluruh Aset produktif yang digolongkan lancar, tidak termasuk SWBI dan
surat utang pemerintah.
2. Cadangan khusus PPAP ditetapkan sekurang-kurangnya sebesar :
a. 5% dari Aset produktif yang digolongkan dalam perhatian khusus
b. 15% dari Aset produktif yang digolongkan kurang lancar setelah
dikurangi nilai agunan.
c. 50% dari Aset produktif yang digolongkan diragukan setelah dikurangi
nilai agunan.
d. 100% dari Aset produktif yang digolongkan macet setelah dikurangi
nilai agunan.

22
Universitas Sumatera Utara

3. Cadangan khusus PPAP untuk piutang ijarah yang digolongkan dalam
perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet ditetapkan
sekurang-kurangnya 50% dari masing-masing kewajiban pembentukan
PPAP 30.
Penggunaan PPAP telah bergeser dari tujuan awalnya, yaitu untuk
menerapkan

prinsip

kehati-hatian

(prudential

banking)

dalam

kegiatannya.Perataan laba menggunakan cadangan (PPAP) bertujuan agar
laba yang dilaporkan perusahaan pada periode berjalan tidak terlalu tinggi
atau terlalu rendah.Cadangan (PPAP) merupakan bagian dari modal
tambahan yang termasuk bagian yang penting dan sah dari modal dasar suatu
bank.Hingga pada saat apabila menginginkan labanya menjadi lebih tinggi
dari laba sesungguhnya, maka perusahaan (bank) dapat menggunakan
cadangan tersebut untuk mengatur laba sesuai kepentingannya (Sulistyanto,
2008).
Perataan laba melalui PPAP telah dibuktikan oleh Ahmed, dan Thomas
(1999).Dalam penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa PPAP dipengaruhi
oleh risiko kredit, laba, dan kondisi ekonomi.Risiko kredit merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap PPAP. Menurut Suhardjono (2006),
risiko kredit adalah suatu risiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan
nasabah mengembalikan jumlah pinjaman dari bank beserta bunganya sesuai
jangka waktu yang telah ditentukan atau dijadwalkan. Pada dasarnya, seluruh
kredit memiliki risiko kredit bagi bank. Namun kredit yang memiliki risiko
paling besar adalah kredit yang termasuk golongan non performing financing

23
Universitas Sumatera Utara

(NPF). Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, kredit yang termasuk
golongan non performing financing adalah kredit kurang lancar, diragukan,
dan macet.

2.6 Total Financing, Non Performing Financing, dan Earning before taxes
provisions, dan Return On Equity Terhadap PPAP
2.6.1 Total Financing
Total

pembiayaan

menunjukkan

adanya

digunakan
implementasi

dengan
dinamic

tujuan

agar

provisioning

dapat
yang

dilakukan oleh bank syariah. TF merupakan total pembiayaan yang
diberikan bank syariah, atau dirumuskan sebagai berikut:
TF = Total Piutang Syariah + Total Pembiayaan Syariah

2.6.2 Non Performing Financing
Non Performing Financing digunakan untuk mencerminkan risiko
kredit, semakin kecil NPF semakin kecil pula risiko kredit yang
ditanggung pihak bank. Bank dengan NPF yang tinggi akan
memperbesar biaya, baik pencadangan Aset produktif maupun biaya
lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank (Mawardi, 2005).
Variabel ini sudah tercantum dari laporan keuangan publikasi bank.
Variabel ini didefinisikan sebagai berikut:

NPF = Pembiayaan Bermasalah x 100%
Total Pembiayaan

24
Universitas Sumatera Utara

2.6.3 Earning Before Taxes and Provisions
Profitabilitas diukur dengan menggunakan EBTP (earning before
taxes and provisions). EBTP digunakan untuk melihat insentif yang
dilakukan bank syariah untuk melakukan perataan laba dengan
mekanisme PPAP. Ketika bank syariah menerima pendapatan yang
tinggi, maka bank akan cenderung meningkatkan jumlah cadangannya,
demikian juga sebaliknya. EBTP merupakan variabel laba operasi
bersih sebelum pajak dan cadangan bank dan juga zakat. Variabel ini
didefinisikan sebagai berikut:

EBTP =

jumlah laba
sebelum pajak

+ +

jumlah zakat yang
dikeluarkan oleh bank

+

jumlah beban
cadangan PPAP

+

2.6.4Return On Equity
Return on Equity (ROE) merupakan bagian dari keuntungan (return)
dalam berinvestasi. Hanafi (2009) menyebutkan bahwa Returnon Equity
(ROE) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan
laba berdasarkan modal saham tertentu. Ukuran 43 profitabilitas dari sudut
pandang pemegang saham ini diduga dapat mempengaruhi tindakan
perataan laba.Seperti penelitian yang dilakukan Li-Jung dan Chien-Wen
(2007) menyatakan bahwa profitabilitas yang diproksikan dengan Return
on Equity (ROE) berpengaruh terhadap praktik perataan laba. ROE
dihitung dengan rumus sebagai berikut:

ROE =

Laba Bersih Setelah Pajak
x100%
Total ekuitas

25
Universitas Sumatera Utara

2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu akan sangat bermakna jika judul-judul peneltian
yang digunakan sebagai bahan pertimbangan sangat bersinggungan dengan
penelitian yang hendak dilakukan. Biasanya penelitian terdahulu yang
digunakan adalah penelitian yang terkait langsung dengan penelitian yang
sedang dilakukan. Penelitian terdahulu ini diambil dari berbagai jurnal dan
skripsi yang telah diterbitkan oleh penelitian maupun instansi-instansi
pendidikan, adapun penelitian terdahulu dijelaskan sebagai berikut :
Tabel 2.1
Peneliti Terdahulu
NAMA
PENELITIAN

JUDUL
PENELITIAN

VARIABEL
PENELITIAN

HASIL
PENELITIAN

Yurianto dan
Gudono (2002)

Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi
Perataan Laba Pada
PerusahaanPerusahaan Yang
Terdaftar Di Pasar
Modal Utama
ASEAN manufaktur
yang terdaftar di BEI
tahun 2006-2009

Variabel Indepen:
Ukuran perusahaan,
dividen payout ratio,
profitabilitas , DER
variabel dependen:
perataan laba

penelitian DER,
DPR, dan
Profitabilitas tidak
berpengaruh terhadap
perataan laba
independen
berpengaruh secara
parsial, sedangkan
size perusahaan tidak
berpengaruh secara
parsial.

Yusuf dan Soraya
(2004)

Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi
Praktik Perataan
Laba Pada
Perusahaan Asing
dan Non Asing di
Indonesia

Variabel Independen:
Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas,
Leverage Operasi,
Status Perusahaan
variabel dependen:
perataan laba

Hasil penelitian
ukuran perusahaan,
profitabilitas, dan
status perusahaan
tidak berpengaruh
terhadap perataan
laba. Sedangkan
leverage operasi
berpengaruh terhadap
perataan laba.

Purwanto (2004)

Analisis FaktorFaktor Yang
mempengaruhi

Variabel Independen:
Profitabilitas, Ukuran
Perusahaan, Dividen

Profitabilitas, DPR,
dan kelompok usaha
tidak berpengaruh

26
Universitas Sumatera Utara

Juniarti dan
Corolina (2005)

Sucipto dan
Purwaningsih
(2007)

Andy Sri Haryadi
(2011)

Perataan Laba Pada
Perusahaan Publik di
Indonesia

Payout Ratio, dan 30
Kelompok Usaha,
variabel dependen:
perataan laba

Analisa FaktorFaktor Yang
Berpengaruh
Terhadap Perataan
Laba (Income
Smoothing) Pada
PerusahaanPerusahaan Go
Public
Pengaruh Ukuran
Perusahaan,
Profitabilitas, Dan
Leverage Operasi
Terhadap Praktik
Perataan Laba

Variabel independen:
Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas, dan
Sektor Industri,
variabel
dependennya:
perataan laba

Pengaruh
profitabilitas, size
perusahaan, dan
komisaris
independen terhadap
praktik perataan laba
(income smoothing)
pada perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI)
Tahun 2006-2009

Variabel indepenen:
ROE, Size
perusahaan, proporsi
komisaris
independen

Variabel Independen:
ukuran perusahaan,
profitabilitas, dan
leverage operasi
Variabel dependen:
perataan laba

Variabel dependen:
perataan laba

terhadap perataan
laba. Sedangkan
ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap
perataan laba
Ukuran perusahaan,
Profitabilitas, dan
sektor industri tidak
berpengaruh terhadap
perataan laba

Ukuran perusahaan,
Leverage operasi
tidak berpengaruh
terhadap perataan
laba. Sedangkan
Profitabilitas
berpengaruh terhadap
perataan laba.
ROE, size
perusahaan, dan
komisaris
independen tidak
berpengaruh secara
simultan terhadap
praktik perataan laba.

2.8 Kerangka Konseptual
Berdasarkan hipotesis-hipotesis yang terdapat pada penelitian
terdahulu maka penulis membuat kerangka konseptual sebagai berikut :

27
Universitas Sumatera Utara

Total Financing
(X1)
Non Performing Financing
(NPF)
(X2)

�1
�2

�3

EBTP
(X3)

�4

Perataan Laba
(Peyisihan Penghapusan Aset
Produktif)
(Y)

ROE
(X4)
�5

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Penelitian
Keterangan:
Y = Perataan Laba (Penyisihan Penghapusan Aset Produktif)
X1 = Total Pembiayaan (Total Financing)
X2 = Risiko Pembiayaan (Non Performing Financing)
X3 = Earning Before Taxes And Provisions
X4 = Return On Equity
Kerangka konseptual diatas menjelaskan bahwa yang akan diuji di
dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah ada pengaruh total
financing (X1) terhadap perataan laba, non performing financing(X2)
terhadap perataan laba, earning before taxes and provisions(X3), terhadap
perataan laba, dan Return On Equity (X4), terhadap perataan laba, Serta

28
Universitas Sumatera Utara

secara bersama-sama apakah ada pengaruh keempat variabel tersebut
terhadap perataan laba.
2.10 Hipotesis
Total pembiayaan (total financing/ TF) adalah jumlah pembiayaan
syariah terhadap dan juga merupakan proxy untuk profil jumlah pembiayaan
bank.Total pembiayaan (TF) dapat menunjukkan adanya implementasi
dinamic provisioning yang dilakukan oleh bank syariah. Total pembiayaan
diharapkan akan menunjukkan pengaruh yang positif terhadap perataan laba.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, mak dirumuskan hiptesis sebagai berikut:
H1 =

total financing (X1) berpengaruhsecara parsial terhadap perataan
laba.
Secara konsep teori Non performing financing (NPF) merupakan

salah satu pengukuran dari rasio risiko usaha bank yang menunjukkan
besarnya resiko kredit bermasalah yang ada pada suatu bank (Iqbal dan
Abbas, 2007). NPF merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur
kemampuan bank dalam mencegah resiko kegagalan pengembalian kredit
oleh debitur.NPF mencerminkan resiko kredit, semakin kecil NPF semakin
kecil pula resiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank dengan risiko
kredit yang tinggi akan memperbesar biaya, baik pencadangan aktiva
produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank
(Mawardi, 2005). Bank dalam memberikan kredit harus melakukan analisis
terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya.Setelah
kredit diberikan bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan

29
Universitas Sumatera Utara

kredit

serta

kemampuan

dan

kepatuhan

debitur

dalam

memenuhi

kewajibannya.Bank melakukan peninjauan, penilaian dan pengikatan
terhadap agunan untuk memperkecil resiko kredit (Ali, 2004). Koefisien NPF
diharapkan akan menunjukkan pengaruh yang positif terhadap perataan laba.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:

H2 =

non performing financing(X2) berpengaruhsecara parsial terhadap
Perataan laba.
EBTP (Earning Before Taxes and Provisions) merupakan variabel

laba operasi bersih sebelum pajak dan cadangan bank i pada periode t,
dinormalisasi dengan total aset. EBTP menunjukkan kemampuan bank
menghasilkan laba dari aktivitas operasionalnya.EBTP digunakan untuk
melihat insentif yang dilakukan bank syariah untuk melakukan perataan laba
dengan mekanisme PPAP.Menurut Tobing danNur (2009), jika bank
memiliki kinerja yang bagus di tahun ini dan memprediksikinerja yang tidak
baik di waktu yang akan datang (good-poor), maka manajerbank akan
menyimpan laba tahun ini untuk digunakan di waktu yang akan
datangdengan cara mengurangi laba melalui peningkatan beban PPAP.
sedangkan jikabank memiliki kinerja yang tidak baik di tahun ini dan
memprediksi kinerja yangbaik di waktu yang akan datang (poor-good),
maka bank akan meningkatkan labatahun ini dengan cara meminjam laba
masa depan melalui penurunan bebanPPAP. Selain itu, adanya kebutuhan

30
Universitas Sumatera Utara

akanpendanaan dari pihak eksternal jugamenjadi salah satu faktor bagi
manajer bank untuk melakukan praktik perataanlaba.
Variabel ini biasanya digunakan dalam literatur sebelumnya
sebagai proksi untuk praktek manajemen laba (Boulila, et al., 2010). Hasil
penelitian

sebelumnya

oleh

Ahmed,

dan

Thomas

(1999),

dan

Kanagaretnam, et al. (2003), dan Bouvatier et al. (2006), menunjukkan
variabel ini berpengaruh positif terhadap praktik manajemen laba.
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:

H3 =

earning before taxes and provisions(X3) berpengaruh secara
parsial terhadap Peratan laba.

Profitabilitas perusahaan yang diproksikan dengan Return on
Equity(ROE) diduga mempengaruhi tindakan perataan laba. Perusahaan
yangmemiliki

Return

on

Equity

(ROE)

yang

lebih

rendah

mempunyaikecenderungan untuk melakukan praktik perataan laba dari
pada perusahaanyang memiliki Return on Equity (ROE) yang lebih tinggi.
Hal ini sejalandengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Li-Jung dan
Chien-Wen (2007)yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki
profitabilitas yang lebihrendah cenderung melakukan tindakan perataan
laba dibandingkan denganperusahaan yang memiliki profitabilitas yang
lebih tinggi.Fluktuasi yanglebih banyak pada pelaporan laba, mempunyai
kemungkinan

lebih

besarterjadi

pada

perusahaan

yang

tingkat

31
Universitas Sumatera Utara

profitabilitasnya rendah. Berdarkan hal-hal diatas, maka dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:

H4 =

return on equity(X4) berpengaruh secara parsial terhadap Perataan
laba.

H5 =

total financing, non performing financing, earning before taxes
and provisions, dan return on equity berpengaruh secara simultan
terhadap Perataan laba.

32
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Terhadap Upaya Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) Dalam Setiap Pemberian Pembiayaan Oleh Bank Syariah (Studi Pada PT. Bank Sumut Syariah Capem Kota Baru, Marelan)

0 31 78

Pengaruh Debt Financing,Equity Financing dan Non Performing Financing Terhadap Profitabilitas Perbankan syariah (Studi Kasus Pada Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2010-2015)

0 10 139

Pengaruh non performing financing,financing to deposit ratio, dan retrun on assets terhada pertumbuhan aset bank syariah (analisis pada bank umum syariah di Indonesia periode 2011-2014)

0 9 105

Pengaruh CAR, NPF, FDR dan BOPO Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah (Periode 2011-2015)

1 9 152

PengaruhTotal Financing, Non Performing Financing, Earning Before Taxes and Provisions, dan Return on Equity Terhadap Perataan Laba pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2010-2014

0 3 91

PengaruhTotal Financing, Non Performing Financing, Earning Before Taxes and Provisions, dan Return on Equity Terhadap Perataan Laba pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2010-2014

0 0 12

PengaruhTotal Financing, Non Performing Financing, Earning Before Taxes and Provisions, dan Return on Equity Terhadap Perataan Laba pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2010-2014

0 0 2

PengaruhTotal Financing, Non Performing Financing, Earning Before Taxes and Provisions, dan Return on Equity Terhadap Perataan Laba pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2010-2014

0 0 8

PengaruhTotal Financing, Non Performing Financing, Earning Before Taxes and Provisions, dan Return on Equity Terhadap Perataan Laba pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2010-2014

0 0 2

PengaruhTotal Financing, Non Performing Financing, Earning Before Taxes and Provisions, dan Return on Equity Terhadap Perataan Laba pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2010-2014

0 0 9