Pengaruh CAR, NPF, FDR dan BOPO Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah (Periode 2011-2015)

(1)

(Periode 2011 – 2015) Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE. Sy)

Oleh: SRI WAHYUNI NIM. 1112046100022

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA 2016 M / 1437 H


(2)

(3)

(4)

(5)

v

Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah (Periode 2011-2015). Konsentrasi Perbankan Syariah, Program Studi Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah Capital Adequacy Ratio, Non

Performing Financing, Financing to Deposit Ratio, dan Biaya Operasional

terhadap Pendapatan Operasional berpengaruh secara simultan terhadap profitabilitas (ROA dan ROE) Bank Umum Syariah (2011-2015), serta menganalisis apakah Capital Adequacy Ratio, Non Performing Financing,

Financing to Deposit Ratio, dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan

Operasional berpengaruh secara parsial terhadap Profitabilitas (ROA dan ROE) Bank Umum Syariah (2011-2015), dan untuk menganalisis faktor mana yangpeling berpengaruh terhadap profitanilitas (ROA dan ROE)

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa secara simultan variabel dependen (ROA dan ROE) dapat dijelaskan oleh variabel independen yang terdiri dari CAR, NPF, FDR dan BOPO. Namun hasil analisis Fixed Effect Model (variabel dependen ROA) dari regresi panel menunjukan bahwa secara parsial variabel CAR dan BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA, sementara variabel NPF dan FDR berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ROA. Sementara hasil analisis Random Effect Model (variabel dependen ROE) dari regresi panel menunjukan bahwa secara parsial variabel CAR, NPF dan BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROE, sementara variabel FDR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap ROE. Dan dari keempat variabel independen hanya BOPO yang paling mempengaruhi terhadap profitabilitas (ROA dan ROE).

Kata Kunci : Capital Adequacy Ratio, Non Performing Financing, Financing to Deposit Ratio, Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional, Profitabilitas, Return On Asset dan Return On Equity


(6)

vi

Alhamdulillahi rabbil „alamin. ungkapan puji syukur tak terhingga kehadirat Allah SWT yang telah memberikan cahaya ilmu-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kehadirat Rasul pembawa cahaya, Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “Pengaruh CAR, NPF, FDR dan BOPO terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah (Periode 2011 – 2015)”, sebagai syarat untuk mendapat gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE. Sy) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Maka penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. Sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarih Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak AM. Hasan Ali, MA., dan Dr. Abdurrauf, MA.,sebagai Ketua Program Studi Muamalat dan Sekertaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarih Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Edi Setiadi MM., sebagai dosen pembimbing skripsi yang selalu memberikan arahan dan bimbingannya bagi penulis

4. Bapak Muh. Fudhail Rahman, Lc. MA. sebagai dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan bimbingan penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarih Hidayatullah Jakarta.


(7)

vii

dan motivasi untuk menyelesaikan pendidikan

6. Ayahanda Sakam dan Ibunda Roiyah, yang tak hentinya memberi doa, cinta, dan dukungan sepenuh hati serta selalu memberikan cahaya inspirasi dalam melewati setiap langkah kehidupan penulis. Tak lupa juga Adik penulis, Ade Risman, serta Kakak penulis, Asih, Robi, Ratih, yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil selama penulis menjalani studi dibangku kuliah. Serta M. Rizcky orang yang selalu menemani penulis dengan sepenuh hati.

7. Teman-teman terbaik “Aggashi” Mentari, Lala, Deti, Eva, Mulki, Seli, Rahmi, Ifa, Friska, Nada, Nia, Ais dan Ifat yang selalu bersama. Tak lupa juga pada Putri Anggraini yang selalu memberikan penjelasan ketika penulis mengalami kesulitan menyelesaikan olah data.

8. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian skripsi ini dan tidak dapat di sebut satu persatu.

Jakarta, 10 September 2016


(8)

viii

LEMBAR PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah... 14

C. Perumusan Masalah ... 15

D. Tujuan dan Manfaat ... 15

E. Penelitian Terdahulu ... 16

F. Kerangka Pemikiran ... 20

G. Sistematika Penulisan ... 21

BAB II LANDASAN TEORI A. Bank Syariah ... 22

1. Pengertian Bank Syariah ... 22

2. Peran dan Fungsi Bank Syariah ... 24

B. Gambaran Umum Perusahaan (Bank yang Diteliti)... 26

1. Bank Muamalat ... 26

2. Bank Syariah Mandiri ... 28

3. Bank Mega Syariah ... 30

4. Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah ... 33

5. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah ... 34

6. Bank Syariah Bukopin ... 36


(9)

ix

3. Penilaian Kualitas Manajemen ... 43

4. Penilaian Rentabilitas ... 44

5. Penilaian Likuiditas ... 45

6. Sensitivity To Market Risk ... 45

E. Rasio-Rasio Keuangan Perbankan ... 46

1. Return On Asset (ROA) ... 47

2. Return on Equity (ROE) ... 48

3. Capital Adequacy Ratio (CAR) ... 48

4. Non performing Finance (NPF/NPL) ... 50

5. Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) ... 51

6. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional ... 51

F. Pengaruh Antar Variabel ... 52

1. Pengaruh CAR Terhadap Profitabilitas ... 52

2. Pengaruh NPF Terhadap Profitabilitas ... 53

3. Pengaruh FDR Terhadap Profitabilitas ... 53

4. Pengaruh BOPO Terhadap Profitabilitas ... 55

BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian ... 56

B. Jenis dan Sumber Data ... 56

C. Populasi dan Sampel ... 56

D. Operasional Variabel ... 57

E. Metode Analisis Data ... 61

F. Uji Asumsi Klasik ... 62

1. Uji Normalitas ... 62

2. Uji Multikolinearitas ... 63

3. Uji Heteroskedastisitas ... 63

4. Uji Autokorelasi ... 64


(10)

x

H. Tahap Analisis Data ... 68

1. Uji Chow ... 68

2. Uji Hausman ... 69

3. Uji Langrange Multiplier (LM) Test ... 70

I. Uji Signifikansi ... 71

1. Koefisien Determinasi ... 71

2. Uji Statistik F ... 73

3. Uji Statistik t ... 75

J. Hipotesis ... 76

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Statistik Deskriptif ... 80

B. Uji Asumsi Klasik (Variabel Dependen ROA) ... 82

1. Uji Normalitas ... 82

2. Uji Multikolinearitas ... 83

3. Uji Heteroskedastisitas ... 83

4. Uji Autokorelasi ... 84

C. Uji Asumsi Klasik (Variabel Dependen ROE) ... 84

5. Uji Normalitas ... 84

6. Uji Multikolinearitas ... 85

7. Uji Heteroskedastisitas ... 85

8. Uji Autokorelasi ... 86

D. Estimasi Model Data Panel ... 86

1. Estimasi Model Data Panel (Variabel Dependen ROA) ... 86

a. Hasil Estimasi CEM ... 86

b. Hasil Estimasi FEM ... 87

c. Hasil Estimasi REM ... 88

2. Uji Pemilihan Model Regresi Panel ... 88


(11)

xi

b. Uji F ... 95

c. Uji t ... 95

4. Estimasi Model Data Panel (Variabel Dependen ROE) ... 95

a. Hasil Estimasi CEM ... 97

b. Hasil Estimasi FEM ... 98

c. Hasil Estimasi REM ... 99

5. Uji Pemilihan Model Regresi Panel ... 99

a. Uji Chow ... 100

b. Uji Hausman ... 102

c. Uji Langrange Multiplier Test (LM) Test ... 104

6. Uji Signifikansi (Uji Model Regresi Data Panel Terpilih)... 106

a. Koefisien Determinasi ... 108

b. Uji F ... 108

c. Uji t ... 109

7. Interpretasi... 111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 116


(12)

xii

Tabel 4.3 Uji Heteroskedastisitas (ROA)...83

Tabel 4.4 Uji Autokorelasi (ROA) ...84

Tabel 4.5 Uji Multikolinearitas (ROE) ...85

Tabel 4.6 Uji Heteroskedastisitas (ROE) ...85

Tabel 4.7 Uji Autokorelasi (ROE) ...86

Tabel 4.8 Hasil Estimasi CEM (ROA) ...86

Tabel 4. 9 Hasil Estimasi FEM (ROA) ...87

Tabel 4.10 Hasil Estimasi REM (ROA) ...87

Tabel 4. 11 Uji Chow (ROA) ...89

Tabel 4.12 Uji Hausman (ROA) ...91

Tabel 4.13 Uji Signifikansi (ROA) ...93

Tabel 4.14 Hasil Estimasi CEM (ROE) ...97

Tabel 4. 15 Hasil Estimasi FEM (ROE) ...98

Tabel 4.16 Hasil Estimasi REM (ROE) ...99

Tabel 4.17 Uji Chow (ROE) ...100

Tabel 4.18 Uji Hausman (ROE) ...102

Tabel 4.19 Uji Langrange Multiplier (LM) Test (Residual) ...104

Tabel 4.20 Uji Langrange Multiplier (LM) Test (Residual Kuadrat) ...105


(13)

xiii

Daftar Grafik


(14)

xiv

Daftar Gambar

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran ...20 Gambar 4.1 Histogram Uji Normalitas (ROA) ...81 Gambar 4.2 Histogram Uji Normalitas (ROE) ...83


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Praktik perbankan telah ada sejak zaman Babylonia, Yunani, dan Romawi, meskipun pada saat tersebut bentuk praktik perbankan tidak seperti saat ini. Pada awalnya hanya terbatas pada tukar-menukar uang, namun berkembang menjadi usaha menerima tabungan, menitipkan ataupun meminjamkan uang dengan memungut bunga pinjaman. Dan hal tersebut semakin berkembang menjadi perbankan yang modern yang saat ini dilaksanakan secara umum diseluruh dunia1

Pada abad ke-20 muncul sebuah wacana perlunya bank syariah yang bebas bunga, demi melayani kebutuhan kaum muslim yang tidak berkenan dengan penerapan bunga dalam perbankan karena termasuk dalam riba. Hal ini menandakan salah satu momentum kebangkitan ekonomi islam di dunia, terutama perkembangan pada sector keuangan syariah.2

Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang menjalankan fungsi prantara (intermediary) dalam penghimpunan dana masyarakat, serta menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat sesuai dengan prinsip-prinsip syariah3. Lembaga keuangan perbankan memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian serta pembangunan Negara seperti yang dapat kita lihat dari fungsinya yaitu sebagai lembaga intermediary.

1

M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Solo: PT Era Adicitra Intermedia, 2011), h. 293

2

M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-dasar Ekonomi Islam, h. 293 3


(16)

Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar, sudah selayaknya Indonesia menjadi pelopor dan kiblat pengembangan keuangan syariah di

dunia. Hal ini bukan merupakan „impian yang mustahil‟ karena potensi

Indonesia untuk menjadi global player keuangan syariah sangat besar, diantaranya: (i) jumlah penduduk muslim yang besar menjadi potensi nasabah industri keuangan syariah; (ii) prospek ekonomi yang cerah, tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi (kisaran 6,0%-6,5%) yang ditopang oleh fundamental ekonomi yang solid; (iii) peningkatan sovereign credit rating Indonesia menjadi investment grade yang akan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor keuangan domestik, termasuk industri keuangan syariah; dan (iv) memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai underlying transaksi industri keuangan syariah.1

Jika melihat kondisi persaingan antar lembaga keuangan di indonesia terutama lembaga perbankan yang sangat ketat terdapat berbagai macam ancaman, salah satunya seperti ancama likuidasi bagi bank-bank yang bermasalah sehingga membuat para banker harus bekerja lebih keras untuk terus menigkatkan kinerjanya sehingga kesehatan bank dapat dijaga bahkan dipertahankan. Tingakt kesehatan bank merupakan suatu nilai yang harus dipertahankan oleh tiap bank, karena baik buruknya tingkat kesehatan bank akan mempengaruhi tingkakat kepercayaan pihak-pihak yang berhubungan dengan bank yang bersangkutan (Ismah Wati 2012). Ditambah pada tahun 2016 akan diwarnai oleh tingkat kompetisi bisnis jasa keuangan yang semakin

1

Disampaikan dalam ceramah ilmiah Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Milad ke-8 IAEI 13 April 2012. Diakses pada 21-02-2016


(17)

ketat, karena mulai berlakunya masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) dimana untuk industri perbankan hal ini tertuang dalam ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). Semakin sengitnya persaingan di industri jasa keuangan akan berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan syariah karena masih terkendala beberapa masalah seperti keterbatasan modal, sumber dana, SDM dan TI yang belum mumpuni.2 Hal tersebut sangatlah memprihatinkan, ditambah pada tahun lalu pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan yang dibarengi oleh meningkatnya risiko kredit perbankan. Iklim bisnis yang makin tak kondusif ini kemudian menyebabkan kredit bermasalah perbankan mengalami kenaikan. Hal itu yang kini dialami oleh industri perbankan syariah. Berdasarkan statistik perbankan Indonesia (SPI) periode Oktober 2015 yang dipublikasi OJK, pada 2011 posisi NPF bank syariah mencapai 2,52%. Lalu NPF bank syariah meningkat kembali dari 2,22% pada 2012, menjadi 2,62% pada akhir 2013. Namun, pada 2014 posisi NPF bank syariah kembali melonjak sangat drastis menjadi 4,33%, kemudian rasio pembiayaan bermasalah perbankan ini mengalami kenaikan lagi menjadi 4,73% pada Juni 2015. Secara nominal, pembiayaan perbankan syariah yang berstatus kredit bermasalah meningkat sebesar 28,71% dari Rp7,54 triliun menjadi Rp9,71 triliun.3 Hal ini sangat berdampak pada kondisi capital adequacy ratio (CAR) karena CAR sangat tergantung pada rasio pembiayaan bermasalah karena dia menggerus modal. Tidak ada ekspansi pembiayaan.

2

http://infobanknews.com/tantangan-perbankan-syariah-di-2016/. Diakses pada tanggal 10-01-2016.

3

http://infobanknews.com/ekonomi-melambat-npf-bank-umum-syariah-melonjak/. Diakses pada tanggal 23-02-2016


(18)

Sementara hal yang menyebabkan kenaikan NPF perbankan syariah pada Februari 2015 yaitu karena pembiayaan yang melambat (Mulya E Siregar).4 Pembiayaan BUS dan UUS naik sangat tipis pada Februari 2015. Dari bulan

sebelumnya pembiayaan perbankan syariah hanya naik Rp 264 miliar. “Karena

pembiayaan tidak meningkat signifikan, jadi NPF naik. Di sektor riil semua wait and see, sehingga memang terjadi perlambatan. Pada bulan yang sama Februari 2015 BUS dan UUS menyalurkan total pembiayaan sebesar Rp 197,54 triliun. Dari jumlah tersebut sebanyak Rp 10 triliun masuk dalam kategori pembiayaan bermasalah, naik Rp 400 miliar dari pembiayaan bermasalah Januari 2015 yang sebesar Rp 9,6 triliun. Pada Januari 2015 total pembiayaan BUS dan UUS sebesar Rp 197,27 triliun.5 ..

Selain itu hal lain yang menyebabkan naiknya NPF yaitu karena rencana bisnis dua bank syariah terbesar di Indonesia yang lebih mengutamakan konsolidasi sehingga mengerem laju kenaikan pembiayaan, yang mana dua bank syariah ini menguasai hampir 50% pembiayaan, sementara kreditnya tidak jalan, sehingga angka macetnya jadi besar (Mulya E Siregar). Adapun, hingga paruh pertama tahun ini, ada dua BUS yang memiliki pangsa perbankan syariah terbesar. Per Juni 2015, PT Bank Syariah Mandiri mencatatkan nilai aset Rp66,95 triliun atau naik tipis dari Rp66,94 triliun di akhir tahun lalu.

4

Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK 5

http://mysharing.co/rasio-pembiayaan-bermasalah-bank-syariah-melonjak/. Diakses pada tanggal 23-02-2016


(19)

Menyusul PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. tercatat memiliki aset sebesar Rp55,85 triliun, terkoreksi 10,5% dari Rp62,41 triliun pada akhir tahun lalu.6

Selain itu pada rasio rentabilitas seperti Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional bank syariah di Indonesia masih tinggi, level BOPO yang tinggi ini selain disebabkan oleh opex (operational expenses), juga disebabkan oleh pencadangan yang terbentuk akibat pembiayaan bermasalah

(non performing financing/NPF), beberapa bank syariah membuat cadangan

yang lebih karena di tengah kondisi ekonomi seperti sekarang ini NPF pasti meningkat, selain itu penyebab lainnya yaitu karena biaya investasi, terutama gaji pegawai hal ini disebabkan perbankan syariah umurnya masih relatif muda dibandingkan perbankan konvensional (Dinno Indiano: 2015).7 Selain itu penyebab BOPO perbankan syariah masih tinggi juga diakibatkan oleh biaya provisi (Agus Sudiarto: 2015).8 Biaya provisi masih tinggi, itu tandanya kualitas pembiayaan existing masih perlu perbaikan.9

Adapun data SPI OJK menunjukkan, total beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) BUS di Tanah Air mencapai 97,30% pada Agustus 2015, bank syariah di Indonesia masih muda dan tengah dalam tahap investasi. Hal tersebut yang membuat rasio BOPO mereka tinggi.10

6

.http://finansial.bisnis.com/read/20150828/90/466883/npf-merangkak-naik-harapan-besar-pada-2-bank-umum-syariah. Diakses pada tanggal 23-02-2015

7

Direktur Utama PT BNI Syariah 8

Direktur Utama PT Bank Syariah Mandiri 9

http://syariah.bisnis.com/read/20150921/232/474745/ini-penyebab-bopo-bank-syariah-masih-tinggi. Diakses pada tanggal 23-02-2016

10

http://www.beritasatu.com/ekonomi/322241-profitabilitas-perbankan-syariah-masih-menurun.html. Diakses pada tanggal 23-02-2016


(20)

Gambar 1.1

Grafik Rasio Keuangan BUS (BMI, BSM, BMS, BNIS, BRIS dan Bank Bukopin Syariah)

Grafik rasio keuangan perbankan syariah (data diolah)

Pada grafik di atas dapat kita lihat antara garis CAR, ROA dan ROE menunjukan adanya hubungan yang mana apabila CAR menigkat maka ROA dan ROE juga menigkat dan sebaliknya misalnya seperti data pada bank muamalat (tahun 2014) pada triwulan 1 yang mana nilai CAR 17,61% dengan nilai ROA 1,44%, kemudian nilai CAR pada triwulan 2 turun menjadi 16,31% dengan nilai ROA yang ikut turun juga menjadi 1,03. Begitupun nilai CAR dan ROE, ketika nilai CAR sbesar 12,07% dengan nilai ROA 26,03% di triwulan ke 1 (2012), yang kemudian pada triwulan ke 2 mengalami penigkatan dengan nilai CAR sebesar 14,54% dengan nilai ROE yang menigkat pula yaitu sebesar 27,72%. Akan tetapi hal tersebut tidaklah konsisten, karena ada juga pengaruh yang berlawanan arah antara pengaruh CAR terhadap ROA dan ROE misalnya

0 20 40 60 80 100 120

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I I

201120122013201420152011201220132014201520112012201320142015201120122013201420152011201220132014201520112012201320142015

BMI BSM BMS BNIS BRIS BUKOPIN

SYARIAH

ROA

ROE

CAR

NPF

FDR


(21)

seperti pada bank muamalat di tahun 2013 (triwulan 1-4) ketika nilai CAR 12,02% dengan nilai ROA 1,72% pada triwulan pertama, yang kemudian di susul pada triwulan kedua dengan nilai CAR yang lebih meningkat dari triwulan sebelumnya yaitu 12,41% sementara ROA menurun mennjadi 1,69%, pada triwuan ketiga CAR kembali meningkat dengan nilai 12,75% sementara ROA menurun, selanjutnya triwulan ketiga CARpun kembali meningkat dengan nilai 15,87% sementara ROA menurun dengan nilai 0,5%. Begitupun pengaruh CAR dan ROE yang memiliki pengaruh terbalik ini (negatif) terjadi pada bank mega syariah (triwulan 1-4 2015) yang mana pada triwulan pertama nilai CAR sebesar 15,62% dengan nilai ROE 9,96%, pada triwulan kedua nilai CAR naik menjadi 16,54% namun ROE turun menjadi 5,77%, triwulan ketiga nilai CAR masih tetap naik menjadi 17,81% sementara ROE masih tetap turun dengan nilai 2,59%, dan pada triwulan keempat nilai CARpun masih naik menjadi 18,74 sementara ROE masih tetap berlawanan negatif yaitu turun menjadi 1,61%. Hal ini menjadi ketidak konsistenan antara pengaruh CAR terhadap profitabilitas perbankan syariah (ROA dan ROE). Dari beberapa data yang di uraikan di atas menyebabkan adanya ketidak konsistenan antara pengaruh CAR terhadap profitabilitas, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan

Pada rasio NPF dapat kita lihat bahwa penyumbang terbesar rasio NPF terdapat pada bank Muamalat Indonesia pada tahun 2014 di triwulan ketiga sebesar 4,74% yang kemudian naik kembali pada triwulan keempat menjadi 4,76%, kemudian penyumbang NPF terbesar berikutnya terdapat pada Bank


(22)

Syariah Mandiri pada tahun 2015 (triwulan 2) sebesar 4,70% yang mana angka tersebut hampir mendekati angka 5% (batas pengukuran tingkat rasio NPF terhadap kesehatan bank). NPF merupakan kredit macet, sehingga apabila NPF naik maka ROA atau ROE akan turun.

Pada rasio FDR menyatakan bahwa adanya hubungan yang positif pada rasio FDR terhadap profitabilitas (ROA dan ROE) misalnya hubungan antara FDR terhadap ROA yang terdapat pada Bank Syariah Mandiri tahun 2013 triwulan 3 dengan nilai FDR 91,29% dan ROA 1,51%, pada triwulan ke 4 nilai FDR turun menjadi 89,37% yang diikuti dengan penurunan nilai ROA sebesar 1,53%, kemudian pada 2014 triwulan 1 naik kembali nilai FDR menjadi 90,34% yang diikuti dengan kenaikan nilai ROA sebesar 1,77%, selanjutnya pada triwulan ke 2 nilai FDR turun kembali menjadi 89,91% yang diikuti dengan turunnya nilai ROA menjadi 0,66%. Hal ini menunjukan adanya hubungan yang positif antara FDR terhadap ROA. Kemudian hubungan antara FDR terhadap ROE misalnya ditunjukan pada Bank Muamalat Indonesia pada tahun 2014 triwulan pertama nilai FDR sebesar 105,4% dan nlai ROE sebesar 21,77%, kemudian triwulan kedua nilai FDR mengalami penurunan menjadi 96,78% yang diikuti dengan penurunan nilai ROE menjai 15,96%. Contoh lain pada bank BNI Syariah tahun 2011 triwulan 3 yang memiliki nilai FDR sebesar 86,13% dengan nilai ROE 11,65%, pada triwulan ke dua mengalami penurunan menjadi 78,60% yang diikuti dengan penurunan ROE menjadi 6,63%. Ini menunjukan bahwa hubungan antara FDR dan ROE adalah positif. Akan tetapi hal ini tidaklah konsisten, karena masih ada beberapa yang memiliki hubungan


(23)

negatif antara FDR, ROA dan ROE. Misalnya terdapat pada Bank Muamalat Indonesia tahun 2014 triwulan kedua yang memiliki nilai FDR sebesar 96,78% dengan nilai ROA 1,03%, pada triwulan ke tiga nilai FDR mnegalami peningkatan sebesar 98,81% akan tetapi ROA mengalami penurunan menjadi 0,1%. Ini menunjukan adanya hubungan yang negatif antara FDR dan ROA. Pada tahun 2014 triwulan kedua nilai FDR sebesar 96,78% dengan nlai ROE sebesar 15,96%, kemudian FDR mengalami kenaikan pada triwulan ketiga menjadi 98,81% akan tetapi nilai ROE turun drastis menjadi 1,56%. Ini menunjukan adanya hubungan yang negatif antara FDR dan ROE. Dari beberapa data yang di uraikan di atas menyebabkan adanya ketidak konsistenan antara pengaruh FDR terhadap profitabilitas, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan.

Pada rasio BOPO dapat kita lihat bahwa penyumbang terbesar rasio BOPO terdapat pada bank mega syariah (BMS) yang memiliki nilai BOPO tertinngi dengan nilainya yaitu sebesar 110,53%, 104,80%, 102,33% dan 99,51 pada triwulan pertama sampai keempat tahun 2015, kemudian pada Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) raso BOPO tertingginya sebesar 101,38% pada triwulan pertama dan triwulan kedua 100,30% (tahun 2011), kemudia pada Bank Syariah Mandiri (BSM) rasio BOPO tertingginya sebesar 98,46% pada triwulan keempat 2014, selanjutnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) dengan rasio tertinggi BOPO sebesar 98,32% pada triwulan ketiga 2014, kemudian Bank Bukopin Syariah memiliki nilai rasio BOPO tertinggi sebesar 97,33% pada triwulan pertama 2014, dan Bank Negara Indonesia Syariah


(24)

(BNIS) memiliki nilai BOPO tertinggi sebesar 92,81%. Bank Indonesia menetapkan angka untuk rasio BOPO adalah di bawah 90%, jika lebih dari 90% atau mendekati 100% maka bank tersebut dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Rasio biaya operasional digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasi.11 Semakin besar BOPO menunjukan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasionalnya yang mengakibatkan kerugian yang di sebabkan bank kurang efisien dalam mengelola usahanya. Sementara dari data di atas masih banyak menunjukan nilai rasio BOPO yang masih kurang efisien.

Dapat kita lihat dari paparan diatas bahwa kierja perbankan syariah masih sangat harus diperhatikan lagi terutama pada bagian manajemen perusahaan dan juga rasio-rasio keuangannya yang sering mengalami fluktuatif, karena tujuan akhir yang ingin dicapai suatu perusahaan yang terpenting adalah memperoleh laba atau keuntungan maksimal, disamping hal-hal lainnya. Dengan memperoleh laba yang maksimal seperti yang telah ditargetkan, perusahaan dapat berbuat banyak bagi kesejahteraan pemilik, karyawan, serta meningkatkan mutu produk dan melakukan investasi baru. Oleh karena itu manajemen perusahaan dalam praktiknya dituntut harus mampu untuk memenuhi target yang telah ditetapkan, artinya besarnya keuntungan haruslah dicapai sesuai dengan yang diharapkan dan bukan berarti

11

Lukman dendawijaya, Manajemen Perbankan Ed. 2, (Bogor: Galia Indonesia, 2005), h.116


(25)

asal untung. Untuk mengukur tingkat keuntungan suatu perusahaan digunakan rasio keuntungan atau rasio profitabilitas yang dikenal juga dengan rasio rentabilitas.12

Rasio profitabilitas atau rentabilitas adalah kempuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dengan menggunakan modal yang tertanam didalamnya.13 Atau bisa di katakana rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukan efisiensi perusahaan. Rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di laporan keuangan, terutama laporan keuangan neraca dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat di lakukan untuk beberapa periode operasi. Tujuannnya adalah agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan, sekaligus mencari penyebab perubahan tersebut.14

Hasil pengukuran tersebut dapat dijadikan alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Jika berhasil mencapai target yang telah ditentukan mereka dikatakan telah berhasil mencapai target untuk periode atau beberapa periode. Namun sebaliknya jika gagal atau tidak berhasil mencari target yang telah ditentukan,

12

Kasmir, Analisis Laporan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 196 13

Budi Rahardjo, Laporan Keuangan Perusahaan ( membaca, memahami, dan menganalisis), (Yogyakarta: Gajah Mada University, 2003), h. 122

14

Budi Rahardjo, Laporan Keuangan Perusahaan (membaca, memahami, dan menganalisis), h. 196


(26)

ini akan menjadi pelajaran bagi manajemen untuk periode kedepan. Kegagalan ini harus diselidiki, dimana letak kesalahan dan kelemahannya sehingga kejadian tersebut tidak terulang. Kemudian, kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk perencanaan laba kedepan, sekaligus kemungkinan untuk menggantikan manajemen yang baru terutama setelah manajemen lama mengalami kegagalan. Oleh karena itu rasio ini sering diebut sebagai salah satu alat ukur kinerja manajemen.15

Sesuai dengan tujuannya terdapat beberapa rasio profitabilitas yang dapat digunakan. Masing-masing jenis rasio profitabilitas digunakan untuk menilai serta mengukur posisi keuangan perusahaan dalam suatu periode tertentu atau untuk beberapa periode tertentu. Penggunaan seluruh atau sebagian rasio profitabilitas tergantung dari kebijakan manajemen. Jelasnya, semakin lengkap jenis rasio yang digunakan, semakin besar pula hasil yang akan dicapai. Artinya pengetahuan tentang kondisi dan posisi profitabilitas perusahaan dapat diketahui secara sempurna.

Indikator yang paling tepat digunakan untuk mengukur kinerja perbankan yaitu profitabilitas. Ukuran profitabilitas pada industri perbankan yang digunakan pada umumnya adalah Return On Equity (ROE) dan Return

On Asset (ROA).

Return On Asset adalah rasio profitabilitas yang menunjukan

perbandingan antara laba (sebelum pajak) dengan total asset bank, rasio ini menujukan tingkat efisiensi pengelolaan asset yang dilakukan oleh bank yang

15

Budi Rahardjo, Laporan Keuangan Perusahaan (membaca, memahami, dan menganalisis), h. 197


(27)

bersangkutan.16 ROA memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam opersasinya, sedangkan Return On Equity (ROE) adalah rasio profitabilitas yang menunjukan perbandingan antara laba (setelah pajak dengan modal (modal inti) bank, rasio ini menunjukan tingkat % (persentase) yang dapat di hasilkan17. ROE hanya mengukur return yang diperoleh dari investasi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut (Siamat, 2002).

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, dengan kinerja keuangan yang masih harus lebih diperhatikan lagi seperti angka NPF yang semakin tinggi yang mana Hal ini sangat berdampak pada kondisi capital adequacy ratio (CAR) karena CAR sangat tergantung pada rasio pembiayaan bermasalah karena dia menggerus modal sehingga mengakibatkan tidak adanya ekspansi pembiayaan, apalagi jika dilihat dari data di atas yangmenunjukan ketidak konsistenannya pengaruh CAR terhadap profitabilitas sehingga hal ini perlu dilakukannya penelitian ulang. Kemudian ditambah lagi dengan BOPO yang masih tergolong tinggi pada beberapa periode di bank syariah. Hal demikianlah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap suatu kinerja perbankan atau faktor-faktor mempengaruhi profitabilitas perbankan, sehingga peneliti mengangkat judul

penelitian “Pengaruh CAR, NPF, FDR dan BOPO Terhadap Profitabilitas

Bank Umum Syariah, Periode 2011-2015”

16

Selamet Riyadi, Banking Assets And Liability Management, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,2006), h.156

17


(28)

Dalam penelitian terhadap faktor profitabilitas atau rentabilitas ini meliputi komponen-komponen pencapaian Return On Asset (ROA) dan Return

On Equity (ROE) sebagai variabel dependen. Untuk mengukur efisiensi

tersebut digunakan rasio keuangan perbankan diantaranya: CAR (capital

adequacy ratio), NPF (non Performing Financing), FDR ( financing to

deposito ratio) dan BOPO (biaya oprasional terhadap pendapatan oprasional)

sebagai variabel independen. B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan penulis, akhirnya penulispun menemukan topik yang akan dijadikan penelitian untuk peneliti selanjutnya dari penelitian yang telah ada sebelumnya, dimana penelitian

selanjtnya yang akan dibahas itu yaitu tentang “Pengaruh CAR, NPF, FDR dan

BOPO Terdahap Profitabilitas Bank Umum Syariah (Periode 2011-2015)” Dalam penelitian ini penulis memberikan batasan masalah, diantaranya:

1. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data triwulan Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank Negara Indonesia Syariah (BNIS), Bank Mega Syariah (BMS), Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) dan Bank Bukopin Syariah periode Maret 2011 – Desember 2015

2. Variabel yang akan digunakan untuk meneliti adalah variabel CAR, FDR, NPF, BOPO, terhadap profitabilitas Bank Umum Syariah

3. Kinerja profitabilitas pada penelitian ini menggunakan return on assets ROA) dan return on equity (ROE)


(29)

4. Bank yang diteliti berjumlah 6 bank, yaitu: Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank Mega Syariah (BMS), Bank Negara Indonesia Syariah (BNIS) ank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) dan Bank Bukopin Syariah.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pengaruh CAR, NPF, FDR dan BOPO terhadap kinerja profitabilitas Bank Umum Syariah (periode 2011 – 2015) secara simultan?

2. Bagaimana pengaruh CAR terhadap kinerja profitabilitas Bank Umum Syariah periode 2011 – 2015?

3. Bagaimana pengaruh NPF terhadap kinerja profitabilitas Bank Umum Syariah periode 2011 – 2015?

4. Bagaimana pengaruh FDR terhadap kinerja profitabilitas Bank Umum Syariah periode 2011 – 2015?

5. Bagaimana pengaruh BOPO terhadap kinerja profitabilitas Bank Umum Syariah periode 2011 – 2015?

D. Tujuan dan Manfaat penelitian: 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penellitian ini adalah:


(30)

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh CAR, NPF, FDR dan BOPO terhadap kinerja profitabilitas Bank Umum Syariah (periode 2011 – 2015) secara simultan

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh CAR terhadap kinerja profitabilitas Bank Umum Syariah periode 2011 – 2015

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh NPF terhadap kinerja profitabilitas Bank Umum Syariah periode 2011 – 2015

4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh FDR terhadap kinerja profitabilitas Bank Umum Syariah periode 2011 – 2015

5. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh BOPO terhadap kinerja profitabilitas Bank Umum Syariah periode 2011 – 2015

2. Manfaat penelitian

1. Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi pembaca maupun peneliti pribadi.

2. Penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian sejenis dan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dari penelitian yang telah ada maupun yang akan dilakukan.

3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran bagaimana kondisi tingkat profitabilitas perbankan syariah tahun 2011 –2015


(31)

E. Penelitian Terdahulu

Desi Ariyani (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis

Pengaruh CAR, FDR, BOPO dan NPF terhadap profitabilitas pada PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. (Januari 2005-April 2008)” yang mana hasil penelitiannya disebutkan bahwa CAR dan BOPO menunjukan hubungan yang kuat dan berlawanan arah (memiliki hubungan yang negative) terhadap ROE. Koerlasi variabel independen dan dependen tersebut signifikan karena angka signifikansinya < 0.05, dan CAR dan BOPO secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan, sedangkan fariabel FDR dan NPF secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas PT. Bank Muamalat Indonesia, sementara korelasi antara FDR dan NPF menunjukan hubungan yang lemah dan searah terhadap ROE dan tingkat signifikansinyapun tidak signifikan karena tingkat signifikansinya > 0.05.

Thyas Rafelia, Moh. Didik Ardiyanto (2013) dalam penelitiannya yang

berjudul “Pengaruh, CAR, FDR, NPF dan BOPO Terhadap ROE Bank Syariah

Mandiri. Periode Desember 2008 – Agustus 2012”. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa CAR berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap ROE BSM, sedangkan FDR dan NPF berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROE BSM, sementara BOPO berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROE BSM.

Ishmah Wati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengaruh Efisiensi Oprasional Terhadap Kinerja Profitabilitas Pada Sektor


(32)

tidak signifikan terhadap ROA, sedangkan terhadap ROE pengaruhnya negative dan signifikan. Sedangkan NPF tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA dan ROE. Jika BOPO berpengaruh negative dan signifikan terhadap ROA dan ROE. Kemudian FDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, Sedangkan dengan ROE, FDR tidak mempunyai pengaruh yang signifikan.

Hartini Ningsih (2008) penelitiannya yang berjudul “Analisis Pengarus Total Asset Turn Over dan BOPO Terhadap Profitabilitas Bank Syariah”,

menyebutkan bahwa Total asset turn over memiliki hubungan positif dengan tingkat profitabilitas bank syariah, sedangkan BOPO memiliki hubungan negative dengan profitabilitas bank syariah. besarnya kemampuan variable

independent (TATO dan BOPO) menjelaskan variable dependen yaitu

profitabilitas bank syariah adalah 62,7% dan sisanya 27,3% dijelaskan oleh variable lain yang tidak dimasukan kedalam model. Variable BOPO menjadi variable yang paling dominan mempengaruhi profitabilitas bank syariah.

Aluisius Wishnu Nugroho. Penelitiannya yang berjudul “Analisis

Pengaruh FDR, NPF,BOPO, KAP dan PLO, terhadap Return On Asset” menyebutkan bahwa NPF dan BOPO berpengaruh negative dan signifikan terhadap ROA bank syariah., sementara FDR berpengaruh positif pada ROA bank syariah, dan variabel KAP dan PLO tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA bank syariah.

Amrina Rosyada. Penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kualitas


(33)

(ROA) Perbankan Syariah”. Dalam penelitiannya memberikan hasil bahwa

secara bersama-sama ROA dapat dijelaskan oleh KAP dan NPF dengan nilai

R-Square sebesar 75,3172%. Sementara hasil analisis Model Fixed Effect dari

regresi panel menunjukan bahwa secara parsial variabel KAP dan NPF mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ROA (KAP berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA, kemudian NPF berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROA.)

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti selanjutnya tertarik untuk

meneliti “Pengaruh CAR, NPF, FDR dan BOPO Terhadap Profitabilitas (ROA

dan ROE) Perbankan Syariah”. F. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini akan mengukur kinerja profitabilitas (ROA dan ROE) Bank Umum Syariah Devisa Periode 2011 – 2015yang kemudian akan di olah menggunakan software Eviews 9.0 sehingga akan menghasilkan analisis-analisis dari variabel-variabel independen terhadap variabel dependen yang mana analisis tersebut merupakan penilaian terhadap kinerja bank yang diteliti tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis akan menguraikan beberapa hal yang dijadikan landasan sebagai pegangan dalam memecahkan masalah yang telah diuraikan sebelumnya.


(34)

Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran

Pengaruh CAR, NPF, FDR dan BOPO Terhadap Profitabilitas (ROA dan ROE)

Bank Umum Syariah

Laporan Keuangan Bank Umum Syariah 2011-2015

Variabel Terikat (Y) ROA dan ROE

Variabel Bebas (X) CAR, NPF, FDR dan BOPO

Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas 2. Uji Multikolinieritas 3. Uji Heteroskedastisitas 4. Uji Autokorelasi

Estimasi Data Panel

Common Effect Model Random Effect Model

Fixed Effect Model

Uji Langrange Multiplier Uji Pemilihan Model

Uji Chow Uji Hausman

Koefisien Determinasi; Uji F (Simultan); uji t (Parsial)

Interpretasi


(35)

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini membahas latar belakang masalah, pembatasan penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, uraian review studi terdahulu, kerangka pemikiran teoritis dan sistematika penulisan penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi gambaran umum tentang perbankan syariah serta menjelaskan tentang gambaran perusahaan yang akan diteliti dan penjelasan mengenai variabel-variabel dependen dan independen seperti ROA, ROE, CAR, NPF, FDR dan BOPO.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi jenis dan sumber data yang digunakan peneliti, identifikasi variabel dependen dan variabel independen serta metode analisis data.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil perhitungan data yang diperoleh dalam penelitian sehingga akan diketahui bagaimana hasil analisisnya dan penjelasan kenapa hal itu bisa terjadi sehingga dapat disimpulkan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil-hasil perhitungan analisis dan berisi saran yang sesuai dengan permasalahan yang terjadi.


(36)

22

1. Pengertian Bank Syariah

Menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2008 Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan uahanya berdasarkan prinsip syariah da n menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Sementara Unit Usaha Syariah menurut Undang-undang No 2008 adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional (BUK) yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, ataun unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagain kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.1

Bank syariah secara umum adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberika pembiayaan dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan dengan masalah uang sebagai dagangan utamanya2

Dalam oprasinya bank syariah tidak mengandalkan pada bunga, atau bank Islam biasa disebut dengan bank tanpa bunga, karena pemungutan bunga

1

M.Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Solo: PT Era Adicitra Intermedia, 2011), h. 296

2

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisa, 2003), h. 27


(37)

termasuk perbuatan riba, dalam bank Islam oprasional dan produknya dikembangkan dengan berdasarkan pada Al-Qur‟an dan Hadits. Seperti yang dijalaskan dalam QS Al-Baqarah ayat 275 – 276:

                                                                        

Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

                     

Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa 2. Peran dan Fungsi Bank Syariah


(38)

Peran dan fungsi bank syariah yang diantaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and

Auditing Organization for Islamic Financial Institution), sebagai berikut3.

1. Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah. 2. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya

maupun dana nasabah yang dipercayakan padanya.

3. Penyedia jasa keuangan dn lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layana perbankan sebagaimana lazimnya.

4. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank islam juga wajib memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola ( menghimpun, mengadministrasikan dan mendistribusikan ) zakat serta dana-dana sosial lainnya.

5. Bank syariah mempunyai beberapa tujuan,

6. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara islam,khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan agar terhindar dari praktik-praktik riba atau jenis-jenis usaha tersebut, selain dilarang dalam islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat

7. Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi

3

Tim Pengembang Perbankan Syariah IBI, Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan, 2001), h. 24


(39)

kesenjangan yang lebar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana.

8. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang usaha yang lebih besar terutama kelompok miskin yang diarahkan pada kegiatan usaha yang produktif menuju terciptanya kemandirian usaha. 9. Untuk menanggulani masalah kemiskina yang pada umumnya merupakan

program utama bagi negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank syariah didalam mengentaskan kemiskinan berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama.

10. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktivitas bank syariah akan mampu menghindari pemasaran ekonomiakibat adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antaralembaga keuangan.

11. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat islam terhadap bank konvensional yang masih menerapkansistem bunga.

B. Gambaran Umum Perusahaan (Bank yang Diteliti) 1. Bank Muamalat Indonesia


(40)

PT Bank Muamalat Indonesia Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412 H atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada 27 Syawwal 1412 H atau 1 Mei 1992. Dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham Perseroan senilai Rp 84 miliar pada saat penandatanganan akta pendirian Perseroan. Selanjutnya, pada acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 miliar.

Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini semakin memperkokoh posisi Perseroan sebagai bank syariah pertama dan terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus dikembangkan. Pada akhir tahun 90an, Indonesia dilanda krisis moneter yang memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor perbankan nasional tergulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank Muamalat pun terimbas dampak krisis. Di tahun 1998, rasio pembiayaan macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp 105


(41)

miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp 39,3 miliar, kurang dari sepertiga modal setor awal.

Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islamic Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang saham Bank Muamalat. Oleh karenanya, kurun waktu antara tahun 1999 dan 2002 merupakan masa-masa yang penuh tantangan sekaligus keberhasilan bagi Bank Muamalat. Dalam kurun waktu tersebut, Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat upaya dan dedikasi setiap Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap pelaksanaan perbankan syariah secara murni.

Melalui masa-masa sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari keterpurukan. Diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh anggota Direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat kemudian menggelar rencana kerja lima tahun dengan penekanan pada (i) tidak mengandalkan setoran modal tambahan dari para pemegang saham, (ii) tidak melakukan PHK satu pun terhadap sumber daya insani yang ada, dan dalam hal pemangkasan biaya, tidak memotong hak Kru Muamalat sedikitpun, (iii) pemulihan kepercayaan dan rasa percaya diri Kru Muamalat menjadi prioritas utama di tahun pertama kepengurusan Direksi baru, (iv) peletakan landasan usaha baru


(42)

dengan menegakkan disiplin kerja Muamalat menjadi agenda utama di tahun kedua, dan (v) pembangunan tonggak-tonggak usaha dengan menciptakan serta menumbuhkan peluang usaha menjadi sasaran Bank Muamalat pada tahun ketiga dan seterusnya, yang akhirnya membawa Bank kita, dengan rahmat Allah Rabbul Izzati, ke era pertumbuhan baru memasuki tahun 2004 dan seterusnya.

2. Bank Syariah Mandiri

Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah akhirnya mengambil tindakan dengan merestrukturisasi dan merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.

Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing. Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank


(43)

(Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB.

Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking

system). Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa

pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan Perbankan Syariah segera mempersiapkan sistem dan infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999. Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No.


(44)

1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.

PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik.

3. Bank Mega Syariah

Berawal dari PT Bank Umum Tugu (Bank Tugu). Bank umum yang didirikan pada 14 Juli 1990 tersebut diakuisisi CT Corpora (d/h Para Group) melalui Mega Corpora (d/h PT Para Global Investindo) dan PT Para Rekan Investama pada 2001. Sejak awal, para pemegang saham memang ingin mengonversi bank umum konvensional itu menjadi bank umum syariah. Keinginan tersebut terlaksana ketika Bank Indonesia mengizinkan Bank Tugu dikonversi menjadi PT Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI) pada 27 Juli 2004. Pengonversian tersebut dicatat dalam sejarah perbankan Indonesia sebagai upaya pertama pengonversian bank umum konvensional menjadi bank umum syariah.


(45)

Pada 25 Agustus 2004, BSMI resmi beroperasi. Hampir tiga tahun kemudian, pada 7 November 2007, pemegang saham memutuskan perubahan bentuk logo BSMI ke bentuk logo bank umum konvensional yang menjadi sister company-nya, yakni PT Bank Mega, Tbk., tetapi berbeda warna. Sejak 2 November 2010 sampai dengan sekarang, bank ini berganti nama menjadi PT Bank Mega Syariah.

Untuk mewujudkan visi “Bank Syariah Kebanggaan Bangsa”, CT

Corpora sebagai pemegang saham mayoritas memiliki komitmen dan tanggung jawab penuh untuk menjadikan Bank Mega Syariah sebagai bank umum syariah terbaik di industri perbankan syariah nasional. Komitmen tersebut dibuktikan dengan terus memperkuat modal bank. Dengan demikian, Bank Mega Syariah akan mampu memberikan pelayanan terbaik dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dan kompetitif di industri perbankan nasional. Misalnya, pada 2010, sejalan dengan perkembangan bisnis, melalui rapat umum pemegang saham (RUPS), pemegang saham meningkatkan modal dasar dari Rp400 miliar menjadi Rp1,2 triliun dan modal disetor bertambah dari Rp150,060 miliar menjadi Rp318,864 miliar. Saat ini, modal disetor telah mencapai Rp769,814 miliar.

Di sisi lain, pemegang saham bersama seluruh jajaran manajemen Bank Mega Syariah senantiasa bekerja keras, memegang teguh prinsip kehati-hatian, serta menjunjung tinggi asas keterbukaan dan profesionalisme dalam melakukan kegiatan usahanya. Beragam produk


(46)

juga terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta didukung infrastrukur layanan perbankan yang semakin lengkap dan luas, termasuk dukungan 393 jaringan di seluruh Indonesia.

Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sekaligus

mengukuhkan semboyan “Untuk Kita Semua”, pada 2008, Bank Mega

Syariah mulai memasuki pasar perbankan mikro dan gadai. Strategi tersebut ditempuh karena ingin berperan lebih besar dalam peningkatan perekonomian umat yang mayoritas memang berbisnis di sektor usaha mikro dan kecil.

Sejak 16 Oktober 2008, Bank Mega Syariah telah menjadi bank devisa. Dengan status tersebut, bank ini dapat melakukan transaksi devisa dan terlibat dalam perdagangan internasional. Artinya, status itu juga telah memperluas jangkauan bisnis bank ini, sehingga tidak hanya menjangkau ranah domestik, tetapi juga ranah internasional. Strategi peluasan pasar dan status bank devisa itu akhirnya semakin memantapkan posisi Bank Mega Syariah sebagai salah satu bank umum syariah terbaik di Indonesia.

Selain itu, pada 8 April 2009, Bank Mega Syariah memperoleh izin dari Departemen Agama Republik Indonesia (Depag RI) sebagai bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPS BPIH). Dengan demikian, bank ini menjadi bank umum kedelapan sebagai BPS BPIH yang tersambung secara online dengan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Depag RI. Izin itu tentu menjadi landasan baru bagi


(47)

Bank Mega Syariah untuk semakin melengkapi kebutuhan perbankan syariah umat Indonesia.

4. Bank Negara Indonesia Syariah

Tempaan krisis moneter tahun 1997 membuktikan ketangguhan sistem perbankan syariah. Prinsip Syariah dengan 3 (tiga) pilarnya yaitu adil, transparan dan maslahat mampu menjawab kebutuhan masyarakat terhadap sistem perbankan yang lebih adil. Selain adanya demand dari masyarakat terhadap perbankan syariah, untuk mewujudkan visinya (yg lama) menjadi “universal banking” , BNI membuka layanan perbankan yang sesuai dengan prinsip syariah dengan konsep dual system banking, yakni menyediakan layanan perbankan umum dan syariah sekaligus. Hal ini sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1998 yang memungkinkan bank-bank umum untuk membuka layanan syariah

Di awali dengan pembentukan Tim Bank Syariah di Tahun 1999, Bank Indonesia kemudian mengeluarkan ijin prinsip dan usaha untuk beroperasinya unit usaha syariah BNI. Dengan berlandaskan pada Undang-undang No.10 Tahun 1998, pada tanggal tanggal 29 April 2000 didirikan Unit Usaha Syariah (UUS) BNI

Berdasarkan Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 12/41/KEP.GBI/2010 tanggal 21 Mei 2010 mengenai pemberian izin usaha kepada PT Bank BNI Syariah. Dan di dalam Corporate Plan UUS BNI tahun 2000 ditetapkan bahwa status UUS bersifat temporer dan akan dilakukan spin off tahun 2009. Rencana tersebut terlaksana pada


(48)

tanggal 19 Juni 2010 dengan beroperasinya BNI Syariah sebagai Bank Umum Syariah (BUS). Realisasi waktu spin off bulan Juni 2010 tidak terlepas dari faktor eksternal berupa aspek regulasi yang kondusif yaitu dengan diterbitkannya UU No.19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan UU No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Disamping itu, komitmen Pemerintah terhadap pengembangan perbankan syariah semakin kuat dan kesadaran terhadap keunggulan produk perbankan syariah juga semakin meningkat. Hingga padatangga 9 Juli 2010 BNI Syariah menjadi Bank Umum Syariah Devisa

5. Bank Rakyat Indonesia (BRIS)

Berawal dari akuisisi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., terhadap Bank Jasa Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada 16 Oktober 2008 melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal 17 November 2008 PT. Bank BRISyariah secara resmi beroperasi. Kemudian PT. Bank BRISyariah merubah kegiatan usaha yang semula beroperasional secara konvensional, kemudian diubah menjadi kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah Islam.

Dua tahun lebih PT. Bank BRISyariah hadir mempersembahkan sebuah bank ritel modern terkemuka dengan layanan finansial sesuai kebutuhan nasabah dengan jangkauan termudah untuk kehidupan lebih bermakna. Melayani nasabah dengan pelayanan prima (service


(49)

excellence) dan menawarkan beragam produk yang sesuai harapan nasabah dengan prinsip syariah.

Kehadiran PT. Bank BRISyariah di tengah-tengah industri perbankan nasional dipertegas oleh makna pendar cahaya yang mengikuti logo perusahaan. Logo ini menggambarkan keinginan dan tuntutan masyarakat terhadap sebuah bank modern sekelas PT. Bank BRISyariah yang mampu melayani masyarakat dalam kehidupan modern. Kombinasi warna yang digunakan merupakan turunan dari warna biru dan putih sebagai benang merah dengan brand PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.,

Aktivitas PT. Bank BRISyariah semakin kokoh setelah pada 19 Desember 2008 ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., untuk melebur ke dalam PT. Bank BRISyariah (proses spin off-) yang berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2009. Penandatanganan dilakukan oleh Bapak Sofyan Basir selaku Direktur Utama PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dan Bapak Ventje Rahardjo selaku Direktur Utama PT. Bank BRISyariah.

Saat ini PT. Bank BRISyariah menjadi bank syariah ketiga terbesar berdasarkan aset. PT. Bank BRISyariah tumbuh dengan pesat baik dari sisi aset, jumlah pembiayaan dan perolehan dana pihak ketiga. Dengan berfokus pada segmen menengah bawah, PT. Bank BRISyariah menargetkan menjadi bank ritel modern terkemuka dengan berbagai ragam produk dan layanan perbankan.


(50)

Sesuai dengan visinya, saat ini PT. Bank BRISyariah merintis sinergi dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dengan memanfaatkan jaringan kerja PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., sebagai Kantor Layanan Syariah dalam mengembangkan bisnis yang berfokus kepada kegiatan penghimpunan dana masyarakat dan kegiatan konsumer berdasarkan prinsip Syariah.

6. Bank Syariah Bukopin

PT Bank Syariah Bukopin (selanjutnya disebut Perseroan) sebagai bank yang beroperasi dengan prinsip syariah yang bermula masuknya konsorsium PT Bank Bukopin, Tbk diakuisisinya PT Bank Persyarikatan Indonesia (sebuah bank konvensional) oleh PT Bank Bukopin, Tbk., proses akuisisi tersebut berlangsung secara bertahap sejak 2005 hingga 2008, dimana PT Bank Persyarikatan Indonesia yang sebelumnya bernama PT Bank Swansarindo Internasional didirikan di Samarinda, Kalimantan Timur berdasarkan Akta Nomor 102 tanggal 29 Juli 1990 merupakan bank umum yang memperolah Surat Keputusan Menteri Keuangan nomor 1.659/ KMK.013/1990 tanggal 31 Desember 1990 tentang Pemberian Izin Peleburan Usaha 2 (dua) Bank Pasar dan Peningkatan Status Menjadi Bank Umum dengan nama PT Bank Swansarindo Internasional yang memperoleh kegiatan operasi berdasarkan surat Bank Indonesia (BI) nomor 24/1/UPBD/PBD2/Smr tanggal 1 Mei 1991 tentang Pemberian Izin Usaha Bank Umum dan Pemindahan Kantor Bank.


(51)

Pada tahun 2001 sampai akhir 2002 proses akuisisi oleh Organisasi Muhammadiyah dan sekaligus perubahan nama PT Bank Swansarindo Internasional menjadi PT Bank Persyarikatan Indonesia yang memperoleh persetujuan dari (BI) nomor 5/4/KEP. DGS/2003 tanggal 24 Januari 2003 yang dituangkan ke dalam akta nomor 109 Tanggal 31 Januari 2003. Dalam perkembangannya kemudian PT Bank Persyarikatan Indonesia melalui tambahan modal dan asistensi oleh PT Bank Bukopin, Tbk., maka pada tahun 2008 setelah memperolah izin kegiatan usaha bank umum yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah melalui Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia nomor 10/69/KEP.GBI/DpG/2008 tanggal 27 Oktober 2008 tentang Pemberian Izin Perubahan Kegiatan Usaha Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah, dan Perubahan Nama PT Bank Persyarikatan Indonesia Menjadi PT Bank Syariah Bukopin dimana secara resmi mulai efektif beroperasi tanggal 9 Desember 2008, kegiatan operasional Perseroan secara resmi dibuka oleh Bapak M. Jusuf Kalla, Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2004 -2009. Sampai dengan akhir Desember 2014 Perseroan memiliki jaringan kantor yaitu 1 (satu) Kantor Pusat dan Operasional, 11 (sebelas) Kantor Cabang, 7 (tujuh) Kantor Cabang Pembantu, 4 (empat) Kantor Kas, 1 (satu) unit mobil kas keliling, dan 76 (tujuh puluh enam) Kantor Layanan Syariah, serta 27 (dua puluh tujuh) mesin ATM BSB dengan jaringan Prima dan ATM Bank Bukopin.


(52)

C. Laporan Keuangan

1. Pengertian laporan keuangan a. Laporan keuangan secara umum

Dalam praktiknya laporan keuangan oleh perusahaan tidak dibuat secara serampangan, tetapi harus dibuat dan disusun sesuai dengan aturan atau standar yang berlaku. Hal ini perlu dilakukan agar laporan keuangan mudah dibaca dan dimengerti. Laporan keuangan yang disajikan perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan. Di samping itu banyak pihak yang memerlukan dan berkepentingan terhadap laporan keuangan yang dibuat perusahaan, seperti pemerintah, kreditor, investor maupun para supplier.4

Laporan keuangan biasanya dibuat per periode, seperti tiga bulan (triwulan) atau enam bulan (semester) untuk kepentingan internal perusahaan. Sementara untuk laporan luas dilakuakn satu tahun sekali. Selain itu dapat diketahui posisi perusahaan terkini setelah menganalisis laporan keuangan tersebut5

b. Laporan Keuangan Bank Syariah

Laporan keuangan pada sektor perbankan syariah, sama seperti sektor lainnya, yaitu untuk menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan yang rasional, seperti: shahibul maal; pihak-pihak yang memanfaatkan dan menerima penyaluran dana; pembayar zakat, infak dan shadaqah;

4

Kasmir, Analisis Laporan Keuangan (Jakarta : Rajawali Pers 2014) h. 6 5


(53)

pemegang saham; otoritas pengawasan; Bank Indonesia; Pemerintahan; lembaga penjamin simpanan; dan masyarakat.6

Dalam pengenrtian yang sederhana, laporan keuangan adalah: laporan yang menunjukan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam suatu periode tertentu. Laporan keuangan menggambarkan pos-pos keuangan perusahaan yang diperoleh dalam suatu periode. Dalam praktinya dikenal beberapa macam laporan keuangan seperti :7

1. Neraca

Nerca merupsksn laporan yang menunjukan jumlah aktiva (harta), kewajiban (hutang) dan modal perusahaan (ekuitas) perusahaan pada saat tertentu. Pembuatan neraca biasanya dibuat berdasarkan periode tertentu (tahunan). Akan tetapi, pemilik atau manajemen dapat pula meminta laporan neraca sesuai lebutuhan untuk mengetahui secara persis berapa harta, utang dan modal yang dimilikinya pada saat tertentu.

2. Laporan laba rugi

Laporan laba rugi adalah laporan yang menggambarkan kinerja dan kegiatan usaha bank syariah pada suatu periode tertentu yang meliputi pendapatan dan beban yang timbul pada operasi utama bank dan operasi lainnya.8

6

Tim Penyusun Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (IAI), Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (Jakarta: Ikatan Akuntansi Indonesia, 2003) h. 1

7

Kasmir, Analisis Laporan Keuangan (Jakarta : Rajawali Pers 2014) h. 7 8

Tim Penyusun Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia, Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia, h. VII-1


(54)

Laporan laba rugi harus dibuat dalam suatu siklus operasi atau periode tertentu guna mengetahui jumlah perolehan pendapatan dan biaya yang telah dikeluarkan sehingga dapat diketahui apakah perusahaan dalam keadaan laba ataukah rugi 9

3. Laporan perubahan modal

Laporan perubahan modal menggambarkan jumlah modal yang dimiliki perusahaan saat ini.kemudian laporan ini juga menunjukan perubahan serta sebab-sebab berubahnya modal.10

4. Laporan catatan atas laporan keuangan

Laporan catatan atas laporan keuangan merupakan laporan yang dibuat berkaitan dengan keuangan yang disajikan. Laporan ini memberikan informasi tentang penjelasan yang dianggap perlu atas laporan keuangan yang ada sehingga menjadi jelas sebabnya. Tujuannya adalah agar pengguna laporan keuangan dapat memahami jelas data yang disajikan.

5. Laporan arus kas

Laporan arus kas adalah laporan yang menunjukan arus kas masuk dan arus kas keluar di perusahaan. Arus kas masuk berupa pendapatan atau pinjaman dari pihak lain, sedangkan arus kas keluar merupakan biaya-biaya yang telah dikeluarkan perusahaan. Baik arus kas masuk maupun arus kas keluar dibuat untuk periode tertentu.

9

Kasmir, Analisis Laporan Keuangan (Jakarta : Rajawali Pers 2014) h. 8 10


(55)

c. Tujuan Laporan Keuangan

Secara umum laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan suatu perusahaan, baik pada saat tertentu maupun periode tertentu. Laporan keuangan juga dapat disusun secara mendadak sesuai kebutuhan perusahaan maupun secara berkala. Jelasnya adalah laporan keuangan mampu memberikan informasi keuangan kepada pihak dalam dan luar perusahaan yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan.

D. Penilaian Kinerja Bank

Kondisi keuangan suatu bank dapat diketahui dengan melihat laporan keuangan yang disajikan oleh suatu bank secara periodik. Laporan ini juga sekaligus menggambarkan kinerja bank selama periode tersebut. Agar laporan ini dapat dibaca sehingga menjadi berarti maka, perlu dilakukan analisis terlebih dahulu. Analisis yang diguynakan adalah dengan ,enggunakan rasio-rasio keuangan sesuai dengan standar yang berlaku. Menggunakan rasio-rasio keuangan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran kinerja kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu bank dari suatu periode ke periode berikutnya. Untuk menilai kinerja setiap bank apakah telah bekerja secara efisien dan bagaimana tingkat kesehatan bank yang bersangkutan, serta upaya-upaya apa yang harus dilakukan agar bank dapat lebih efisien dan lebih baik lagi yaitu dengan cara mengetahui cara perhitungan dari rasio-rasio keuangan. Penilaian rasio keuangan dalam perbankan konvensional dan syariah dikenal dengan istilah CAMELS yang


(56)

meliputi analisis kesehatan / kinerja bank dari sisi Capital (Permodalan), Assets (Kualitas Aset), Management, Earnings (Rentabilitas), Likuiditas dan

Sensitivity to Market Risk (Sensitivitas Atas Risiko Pasar).11

1. Penilaian Permodalan (Capital)

Rasio permodalan ini berfungsi untuk mengukur kemampuan bank dalam menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindari lagi serta dapat pula digunakan untuk mengukur besar kecilnya kekayaan yang dimiliki oleh pemegang sahamnya. Modal bank selain sebagai sumber penting dalam memenuhi kebutuhan dana bank juga akan mempengaruhi keputusan-keputusan manajemen. Perhitungan aspek permodalan bank dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko kerugian yang mungkin timbul dari pembiayaan yang diberikan bank kepada pihak lain. Penilaian permodalan dimaksudkan untuk menilai kecukupan modal bank dalam mengamankan ekpor risiko posisi dan mengantisipasi ekspor risiko yang akan muncul. Rasio utama pada permodalan adalah rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) atau lebih dikenal sebagai rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kewajiban pemenuhan modal minimum yang harus dimiliki oleh bank, yang diukur dari persentase tertentu terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR).

2. Penilaian Kualitas Aset

Rasio ini digunakan untuk mengetahui kualitas aktiva produktif, yaitu penanaman dana bank dalam rupiah atau valas dalam bentuk kredit, surat

11 Dwi Nur‟aini Ihsan,

Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah, (Ciputat, Tangerang Selatan: UIN Jakarta Press, 2013), h. 89


(57)

berharga, penempatan pada bank lain dan penyertaan. Penilaian tersebut dilakuakn untuk melihat apakah aktiva produktif digunakan untuk menghasilkan laba secara maksimal. Selain itu penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk menilai kondisi aset bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan yang akan muncul. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) sebagai rasio dalam penilaian kualitas aset sangat berguna untuk mengetahui bagaimana pihak bank dapat mengelola aktiva yang dimilikinya dengan sebaik-baiknya sehingga dapat menghasilkan pendapatan atau keuntungan semaksimal mungkin . selain KAP Non Performing Financing (NPF) pada bank syariah selalu digunakan oleh bank pada saat mempublikasikan kondisi kinerja bank. Semakin tinggi NPF menunjukan kualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk, bank dengan NPF yang tinggi akan akan memperbesar biaya baik pencadangan aktiva produktif maupun biaya lainnya, sehingga berpotensi terhadap kerugian bank

3. Penilaian Kualitas Manajemen.

Penilaian manajemen dimaksudkan untuk menilai kemampuan manajerial pengurus bank dalam menjalankan usahanya sesuai dengan perinsip manajemen umum, kecukupan manajemen risiko dan kepatuhan bank terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip kehati-hatian maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah dan komitmen bank kepada bank Indonesia. 12

Indikator manajemen disini dapat diartikan kemampuan manajemen perusahaan perbankan dalam mengendalikan operasinya ke dalam maupun ke

12Dwi Nur‟aini Ihsan,


(58)

luar, pengendalian operasi yang baik, memiliki sistem dan prosedur yang jelas yang didukung denga adanya sumber daya manusia yang handal, kepemimpinan manajemen yang prifesional serta ketersediaan teknologi informasi. Manajemen bank dapat diklasifikasikan sehat apabila sekurang-kurangnya telah memenuhi 81% dari seluruh aspek tersebut.

4. Penilaian Rentabilitas (Earnings)

Rasio rentabilitas atau yang biasadisebut dengan rasio profitabilitas merupakan alat ukur untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Penilaian rentabilitas dimaksudkan untuk menilai kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi:13

a. Kemampuan dalam menghasilkan laba, kemampuan laba mendukung ekspansi dan menutup risiko serta tingkat efisiensi.

b. Diversifikasi pendapatan termasuk kemampuan bank untuk mendapatkan

fee based income dan diversifikasi penenanaman dana, serta penerapan

prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan da biaya.

Penilaian kuantitatif faktor rentabilitas dilakukan dengan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: Net Operating Margin (NOM),;Return On Assets (ROA), Rasio efisiensi kegiatan operasional (REO); Diversifikasi pendapatan; Proyeksi Pendapatan Bersih Operasional Utama (PPBO); Net structural operating margin; Return on equity (ROE); komposisi penempatan dana pada surat berharga atau pasar keuangan; disparitas imbal

13Dwi Nur‟aini Ihsan,


(1)

Hasil Estimasi CEM

Tabel. 4.14 (Dependent Variable: ROE)

Dependent Variable: ROE Method: Panel Least Squares Date: 05/30/16 Time: 19:47 Sample: 2011Q1 2015Q4 Periods included: 20 Cross-sections included: 6

Total panel (balanced) observations: 120

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 46.78017 4.526530 10.33466 0.0000 CAR -1.770459 0.360996 -4.904374 0.0000 NPF -0.483218 0.155904 -3.099464 0.0024 FDR -0.379108 0.773409 -0.490178 0.6249 BOPO -8.393402 0.751604 -11.16732 0.0000 R-squared 0.733440 Mean dependent var 2.328832 Adjusted R-squared 0.724168 S.D. dependent var 1.174329 S.E. of regression 0.616754 Akaike info criterion 1.912081 Sum squared resid 43.74434 Schwarz criterion 2.028226 Log likelihood -109.7249 Hannan-Quinn criter. 1.959248 Method: Panel Least Squares

Date: 05/30/16 Time: 19:36 Sample: 2011Q1 2015Q4 Periods included: 20 Cross-sections included: 6

Total panel (balanced) observations: 120

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 34.22488 4.305576 7.948966 0.0000 CAR -0.753718 0.320949 -2.348403 0.0206 NPF -0.170614 0.132419 -1.288440 0.2003 FDR -0.415437 0.702405 -0.591450 0.5554 BOPO -6.762593 0.648100 -10.43449 0.0000

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.730577 Mean dependent var -0.118947 Adjusted R-squared 0.708533 S.D. dependent var 0.898646 S.E. of regression 0.485158 Akaike info criterion 1.470972 Sum squared resid 25.89164 Schwarz criterion 1.703263 Log likelihood -78.25834 Hannan-Quinn criter. 1.565307 F-statistic 33.14215 Durbin-Watson stat 1.356573 Prob(F-statistic) 0.000000


(2)

F-statistic 79.10556 Durbin-Watson stat 0.892035 Prob(F-statistic) 0.000000

Hasil Estimasi FEM

Tabel. 4.15 (Dependent Variable: ROE)

Dependent Variable: ROE Method: Panel Least Squares Date: 05/30/16 Time: 19:48 Sample: 2011Q1 2015Q4 Periods included: 20 Cross-sections included: 6

Total panel (balanced) observations: 120

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 39.34773 4.711539 8.351353 0.0000 CAR -1.356337 0.351211 -3.861891 0.0002 NPF -0.441703 0.144904 -3.048243 0.0029 FDR 0.269226 0.768633 0.350266 0.7268 BOPO -7.643939 0.709208 -10.77814 0.0000

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.811072 Mean dependent var 2.328832 Adjusted R-squared 0.795614 S.D. dependent var 1.174329 S.E. of regression 0.530903 Akaike info criterion 1.651180 Sum squared resid 31.00436 Schwarz criterion 1.883471 Log likelihood -89.07079 Hannan-Quinn criter. 1.745514 F-statistic 52.47028 Durbin-Watson stat 1.210513 Prob(F-statistic) 0.000000

Hasil Estimasi REM

Tabel. 4.16 (Dependent Variable: ROE)

Dependent Variable: ROE

Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 05/30/16 Time: 19:48

Sample: 2011Q1 2015Q4 Periods included: 20 Cross-sections included: 6

Total panel (balanced) observations: 120


(3)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 40.89495 4.540715 9.006278 0.0000 CAR -1.420662 0.342656 -4.146027 0.0001 NPF -0.449336 0.142542 -3.152296 0.0021 FDR 0.120993 0.745207 0.162361 0.8713 BOPO -7.799757 0.697004 -11.19041 0.0000

Effects Specification

S.D. Rho Cross-section random 0.284673 0.2233 Idiosyncratic random 0.530903 0.7767

Weighted Statistics

R-squared 0.714757 Mean dependent var 0.896346 Adjusted R-squared 0.704836 S.D. dependent var 0.987366 S.E. of regression 0.536426 Sum squared resid 33.09164 F-statistic 72.04127 Durbin-Watson stat 1.139608 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.726790 Mean dependent var 2.328832 Sum squared resid 44.83554 Durbin-Watson stat 0.841107

Uji Chow

Tabel. 4.17 (Dependent Variable: ROE)

Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 9.040006 (5,110) 0.0000 Cross-section Chi-square 41.308133 5 0.0000

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: ROE

Method: Panel Least Squares Date: 05/30/16 Time: 19:49 Sample: 2011Q1 2015Q4 Periods included: 20 Cross-sections included: 6

Total panel (balanced) observations: 120

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 46.78017 4.526530 10.33466 0.0000


(4)

CAR -1.770459 0.360996 -4.904374 0.0000 NPF -0.483218 0.155904 -3.099464 0.0024 FDR -0.379108 0.773409 -0.490178 0.6249 BOPO -8.393402 0.751604 -11.16732 0.0000 R-squared 0.733440 Mean dependent var 2.328832 Adjusted R-squared 0.724168 S.D. dependent var 1.174329 S.E. of regression 0.616754 Akaike info criterion 1.912081 Sum squared resid 43.74434 Schwarz criterion 2.028226 Log likelihood -109.7249 Hannan-Quinn criter. 1.959248 F-statistic 79.10556 Durbin-Watson stat 0.892035 Prob(F-statistic) 0.000000

Uji Hausman

Tabel. 4.18 (Dependent Variable: ROE)

Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled

Test cross-section random effects Test Summary

Chi-Sq.

Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 6.405439 4 0.1708

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. CAR -1.356337 -1.420662 0.005936 0.4038 NPF -0.441703 -0.449336 0.000679 0.7696 FDR 0.269226 0.120993 0.035464 0.4312 BOPO -7.643939 -7.799757 0.017161 0.2343

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: ROE

Method: Panel Least Squares Date: 05/30/16 Time: 19:54 Sample: 2011Q1 2015Q4 Periods included: 20 Cross-sections included: 6

Total panel (balanced) observations: 120

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 39.34773 4.711539 8.351353 0.0000 CAR -1.356337 0.351211 -3.861891 0.0002 NPF -0.441703 0.144904 -3.048243 0.0029 FDR 0.269226 0.768633 0.350266 0.7268 BOPO -7.643939 0.709208 -10.77814 0.0000


(5)

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.811072 Mean dependent var 2.328832 Adjusted R-squared 0.795614 S.D. dependent var 1.174329 S.E. of regression 0.530903 Akaike info criterion 1.651180 Sum squared resid 31.00436 Schwarz criterion 1.883471 Log likelihood -89.07079 Hannan-Quinn criter. 1.745514 F-statistic 52.47028 Durbin-Watson stat 1.210513 Prob(F-statistic) 0.000000

Uji LM Test

Tabel 4.19 (Dependent Variable: ROE)

PERIODE RESIDUAL

BMI BSM BMS BNIS BRIS BBS

2011Q1 0,409 -0,33429 0,719737 -0,81186 -0,36275 -0,32236 2011Q2 0,285009 -0,38288 0,66244 -0,40779 -0,16828 0,18721 2011Q3 0,457601 -0,3943 0,589791 -0,40455 0,182318 -0,15213 2011Q4 -0,04687 0,19682 0,250314 0,121945 -1,1815 -0,12078 2012Q1 0,304947 -0,58437 0,281848 -0,0908 -0,96484 -0,15135 2012Q2 0,592245 -0,37058 0,205383 -0,30874 0,142443 -0,38643 2012Q3 0,311175 -0,26422 -0,1249 -0,3043 0,00113 -0,04169 2012Q4 0,174616 -0,11103 0,214295 -0,59377 -0,64405 0,052818 2013Q1 0,375525 -0,20035 0,199412 -0,73655 -0,05551 0,183689 2013Q2 0,51876 0,549052 0,402212 -0,03359 0,326431 0,07743 2013Q3 0,565706 1,176491 0,306343 -0,23706 -0,45127 -0,04077 2013Q4 0,295585 0,998311 0,321818 -0,40365 -0,28521 -0,13053 2014Q1 0,70264 1,145147 0,24469 -0,6442 -0,3535 -0,72179 2014Q2 0,910422 0,241726 0,381293 -0,147 -2,54932 -0,58236 2014Q3 -0,57029 0,53779 -0,56376 0,33448 -1,99323 -0,10864 2014Q4 -0,47261 0,456253 -0,21018 0,043085 -2,14687 -0,46004 2015Q1 0,798163 1,252831 1,930404 -0,12045 0,277923 -0,32425 2015Q2 0,672562 0,07242 1,254693 0,033379 -0,01387 -0,38808 2015Q3 0,256365 -0,16946 0,401455 0,166946 0,24404 -0,00861 2015Q4 -0,26664 0,068284 -0,20743 0,133831 0,440523 -0,01273 RATA2 0,313696 0,194183 0,362993 -0,22053 -0,47777 -0,17257 Rata2 Kuadrat 0,098405 0,037707 0,131764 0,048635 0,228263 0,02978


(6)

Tabel 4.20 (Dependent Variable: ROE)

PERIODE RESIDUAL KUADRAT

BMI BSM BMS BNIS BRIS BBS

2011Q1 0,167281 0,111748 0,518022 0,65912 0,131586 0,103918 2011Q2 0,08123 0,146596 0,438826 0,166296 0,028317 0,035048 2011Q3 0,209399 0,155472 0,347854 0,163664 0,03324 0,023143 2011Q4 0,002197 0,038738 0,062657 0,014871 1,395937 0,014588 2012Q1 0,092993 0,341489 0,079438 0,008244 0,930915 0,022908 2012Q2 0,350755 0,137327 0,042182 0,09532 0,02029 0,149327 2012Q3 0,09683 0,06981 0,015601 0,0926 1,28E-06 0,001738 2012Q4 0,030491 0,012327 0,045922 0,352563 0,414798 0,00279 2013Q1 0,141019 0,040142 0,039765 0,542512 0,003081 0,033742 2013Q2 0,269112 0,301458 0,161774 0,001128 0,106557 0,005995 2013Q3 0,320023 1,384131 0,093846 0,056198 0,203644 0,001662 2013Q4 0,08737 0,996624 0,103567 0,162931 0,081343 0,017038 2014Q1 0,493704 1,311361 0,059873 0,414999 0,124965 0,520982 2014Q2 0,828868 0,058431 0,145385 0,021609 6,499023 0,339144 2014Q3 0,325226 0,289218 0,317822 0,111877 3,972953 0,011802 2014Q4 0,223358 0,208167 0,044176 0,001856 4,609055 0,211635 2015Q1 0,637065 1,569586 3,72646 0,014507 0,077241 0,105139 2015Q2 0,45234 0,005245 1,574256 0,001114 0,000192 0,150607 2015Q3 0,065723 0,028717 0,161166 0,027871 0,059556 7,41E-05 2015Q4 0,071098 0,004663 0,043029 0,017911 0,194061 0,000162 Jumlah 4,946081 7,211247 8,021622 2,927194 18,88676 1,751441