Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Petani Di Desa Hutatinggi Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan

Kualitatif. Dasar pemahaman teoritik adalah fenomenologis, yang mencoba
memahami kehidupan manusia dari sisi mereka sendiri dalam kaitannya dengan
situasi-situasi tertentu dan membiarkan informan memberikan keterangan atau
gambaran serta persepsinya sendiri tentang masalah yang dihadapi, serta sikap-sikap
bertahan yang mereka lakukan tanpa dipengaruhi oleh siapa pun dari luar dirinya.
Dengan pendekatan semacam ini, diharapkan hasil penelitian akan mampu
memberikan gambaran yang lebih mendekati kenyataanya. (Rachmawati, 2011.
Jurnal industri dan perkotaan). Melalui penelitian ini penulis ingin menggambarkan
bagaimana Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Petani di Desa Hutatinggi
Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

3.2


Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Hutatinggi Kecamatan Pangururan

Kabupaten Samosir. Alasan peneliti memilih Desa ini karena Desa hutatinggi adalah
salah satu Desa yang selalu mengalami gagal panen saat musim kemarau hampir
setiap tahun, apalagi tiga tahun terakhir ini.

3.3 Informan Penelitian
Informan adalah orang yang berada pada lingkup penelitian,artinya orang
yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang

Universitas Sumatera Utara

penelitian. Teknik pengambilan informan dalam penelitian ini ditentukan secara
sengaja (purposive). Penentuan informan bersifat sementara dan akan berkembang
setelah peneliti di lapangan. Informan pada tahap awal memasuki lapangan dipilih
orang yang memiliki power dan otoritas pada situasi system objek yang diteliti,
sehingga mampu membuka pintu kemana saja peneliti akan melakukan pengumpulan
data yaitu Kepala Desa atau Kelurahan dan lain-lain. Setelah itu informan yang
dipilih adalah mereka yang menguasai atau memahami masalah penelitian, dan

mereka yang tergolong masa atau sedang terlibat pada masalah yang sedang diteliti,
informan dipilih berdasarkan kebutuhan data dan informasi yang dibutuhkan.
Informan merupakan subjek yang memahami objek penelitian sebagai pelaku
maupun orang lain yang memahami obejek penelitian. Adapun yang menjadi
informan dalam penelitian ini adalah
1. Informan Kunci
Kepala Desa Hutatinggi beserta perangkat desa yang ada di Desa Hutatinggi.
2. Informan Utama
Masyarakat Petani yang pernah mengalami atau sedang mengalami gagal
panen saat musim kemarau
3. Informan Tambahan
Tetangga atau kerabat petani yang sering meminjamkan uang yang ada di
Desa Hutatinggi Kecamatan Pangururan yang mengetahui kondisi pertanian
di desa tersebut.

3.4

Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan informasi atau data yang dibutuhkan dalam penelitian


ini, Maka peneliti menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

1. Teknik pengumpulan data primer yaitu data yang dikumpulkan sendiri
oleh peneliti langsung dari objek penelitian melalui observasi wawancara
dan dokumentasi baik secara partisipatif maupun wawancara mendalam,
oleh karena itu untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan
dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu sebagai berikut:
a. Wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data yang di
dasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu tujuan.
Adanya proses tanya jawab dari peneliti terhadap informan mengenai
masalah-masalah yang terkait secara lengkap dan mendalam dan
ditambah dengan menggunakan

instrument pedoman wawancara

(Suyanto,2005:172,186).
Wawancara dilakukan untuk mengetahui bagaimana strategi
bertahan hidup


masyarakat petani di Desa Hutatinggi Kecamatan

Pangururan Kabupaten Samosir.
b. Observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian secara sistematis terhadap gejala-gejala
yang diteliti. Observasi yang dilakukan adalah observasi partisipasi
karena peneliti terlibat langsung secara aktif dalam objek

yang

diteliti.
c. Dokumentasi
Dokumen adalah rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan
percakapan,

menyangkut

persoalan


pribadi,

dan

memerlukan

interpretasi yang berhubungan sangat dekat dengan konteks rekaman
peristiwa tersebut (Bungin,2001:142).

Universitas Sumatera Utara

Tujuan metode dokumen adalah untuk melengkapi data yang
diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini,
data yang ingin diperoleh adalah data sekunder berupa data jumlah
penduduk, data pekerjaan penduduk, data tingkat pendidikan dan
data-data lainnya yang berkaitan dengan profil desa dan masyarakat
petani.
2. Teknik pengumpulan data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara
tidak langsung dari objek penelitian.pengumpulan data dapat diambil
dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen seperti

buku-buku referensi, karya ilmiah, jurnal, dan mengakses dari internet
yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.

3.5

Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian berlangsung bersamaan dengan proses

pengumpulan data. Di antaranya adalah melalui tiga tahap model air, yaitu reduksi
data, penyajian data, dan verifikasi (Bungin,2008). Penulis akan menganalisis
keseluruhan data yang dipeoleh dari wawancara mendalam lalu menyaring data yang
penting dengan pembuatan inti dari data yang diperoleh lalu disajikan kembali
membentuk

data

yang

sederhana.


Data-data

yang

terkumpul

dan

telah

disederhanakan tadi dikembangkan dengan dukungan konsep-konsep dalam kajian
pustaka dan kemudian akan disajikan sebagai laporan dari penelitian tersebut.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 SEJARAH DESA
Desa Hutatinggi sebelumnya merupakan kumpulan dari beberapa dusun

dengan luas dan batas wilayah dusun I Hutatinggi Sebelah Barat dusun II Pasar
Silengge Onan Tungkup Sebelah Tenggara dan Barat, ini dibagi III dusun seperti
yang sekarang ini. Jika ditelusuri jauh ke belakang, maka riwayat Desa Hutatinggi
sangat jelas, karena Desa Hutatinggi dahulu dikenal Hutatinggi yang dipimpin oleh
kepala kampung yang bernama MULAI SITANGGANG dan tahun 1972 berganti
nama menjadi Desa Hutatinggi Buntu Mauli yang dipimpin oleh kepala kampung
Op. JONNI SIMARMATA sampai tahun 1982, dan pada tahun 1985 berganti nama
menjadi Desa Hutatingi yang dipimpin oleh AKKIR SITANGGANG dan pada tahun
2008-2003 Desa Hutatinggi dipimpin oleh MANGARTI SITANGGANG, karena
tidak melanjut lagi diperiode berikut menjadi calon kepala desa tahun periode 20142019 sehingga diperiode

tahun ini dipimpin oleh KORNEL NAIBAHO yang

menjadi kepala desa di Desa Hutatinggi.
Latar Belakang Desa Hutatinggi sangat berbeda dengan desa-desa lainnya di
Kabupaten Samosir. Nama Hutatinggi sudah dikenal jauh sebelumnya, bahkan ketika
istilah desa belum jamak dikenal, karena pada saat itu dikenal dengan istilah kapung,
dan tersendiri dinamakan KAMPUNG yang dipimpin oleh Kepala Kampung yang
mana jauh lagi ditelusuri Hutatinggi merupakan sebuah nama yang disebut dengan
BIUS, BIUS merupakan satu wilayah pemerintahan menurut adat batak, dimana

menurut catatan sejarah dibuat atas dasar

kesepakan bahwa Bius berdasarkan

wilayah dengan dengan nama GOLAT, bahkan di jaman penjajahan Belanda di tahun

Universitas Sumatera Utara

1930 sudah mengakui nama Bius ini menjadi nama yang tak asing lagi di dalam
sejarah. Bahkan sampai akhirnya membuat ketua sebagai pimpinan adat untuk
menentukan arah kemana tujuan yang akan dicapai Hutatinggi, yang diberi nama
dengan Tuan RAJAJOLO sebagai nama pemimpinnya.
Dan akhirnya semenjak adanya aturan pemerintah yang mana kampung di ubah
menjadi Desa, yang mana sebelumnya dipimpin lagi oleh Kepala Kampung marga
Sitanggang, Sitanggang dan Simarmata dan marga Gurning dan sampai akhirnya
penjajahan Belanda di tanah air tahun 1945, tetaplah PEMERINTAH DI DESA
HUTATINGGI sah menjadi satu Desa Hutatinggi yang mana berturut dipimpin oleh:
Kepala Desa AKKIR SITANGGANG (1985-1987) karena meninggal dunia
dilanjutkan oleh istrinya, Ibu MINTA NAIBAHO, VIKTOR SITANGGANG
menjadi Kepala Desa periode 1992-2008 dan diperiode tahun 2008-2013 dipimpin

oleh Kepala Desa MANGARTI SITANGGANG dan diperiode tahun 2014-2019.
Dan saat ini, Desa Hutatinggi dipimpin oleh Kepala Desa KORNEL NAIBAHO.

4.2 KONDISI DESA
4.2.1 Gambaran Umum Desa
Desa Hutatinggi adalah salah satu Desa di Kecamatan Pangururan,
secara Geografis Desa dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lumban Pinggol Kecamatan
Pangururan
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan

Pintusona Kecamatan

Pangururan
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sabungannihuta Kecamatan
Ronggur Nihuta

Universitas Sumatera Utara

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pardomuan Sada Kecamatan

Pangururan.
Luas Wilayah Desa Hutatinggi adalah sekitar 7.5 Km2 atau 750 Ha dimana
60% berupa daratan yang bertopografi berbukit-bukit, dan 40% daratan
dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang dimanfaatkan untuk persawahan irigasi,
persawahan tadah hujan dan areal perkebunan rakyat.

Tabel 4.1
Luas Wilayah Desa Hutatinggi per Dusun
No Dusun Jumlah Huta Luas Wilayah (Km2) % Luas
1
I
9
2.3
30.67
2
II
15
3.0
40.00
3
III
8
2.2
29.33
Jumlah
32
7.8
100,00
Sumber: Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD Tahun 2014
Berdasarkan tabel diatas jumlah huta atau kampung paling banyak terdapat di
dusun II dengan luas wilayah 3.0 Km2 atau 40.00 % dari luas seluruhnya. Dusun III
jumlah huta atau kampung paling sedikit dengan luas wilayah 2.2 Km2 atau 29,33 %
dari luas seluruhnya. Maka dapat dikatakan bahwa wilayah paling luas adalah Dusun
II dan paling sempit adalah dusun III.

4.2.2 Sarana dan Prasarana Desa
Mengenai sarana dan prasarana desa dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2
Sarana Dan Prasarana Desa
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Sarana/Prasarana
Jumlah/Volume Keterangan
Balai Desa
Kantor Desa
1
Dusun, I
Puskesmas Pembantu
Gereja
4
Dusun, I, II, III
Pos Kamling
Taman Kanak-Kanak
Pos Polisi
SD Negeri
1
Dusun I
SMP Negeri
Balai Pertemuan Dusun
Cek Dam
Tempat Pemakaman
Umum
Pemancar RRI
2
Dusun, I, II, III
Sungai
4
Dusun, I, II, III
Jalan Tanah
Jalan Koral
3
Dusun, I, II, III
Jalan Poros/Hot Mix
2
Dusun, I, III
Jalan Aspal Penetrasi
Kantor Pos Giro
Lumbung Tani
Sumur Bor
Sumber: Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD Tahun 2014

4.2.3Demografi
Tabel 4.3
Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, dan Jumlah Kepadatan
Penduduk Menurut Dusun
N
o

Dusu
n

1
2
3

I
II
II
Total

Luas
wilaya
h
(Km2)
2,3
3,0
2,2

Jumlah
Pendudu
k (Jiwa)

Laki
Laki

Perempua
n

Rumah
Tangg
a

Kepadatan
(Jiwa/Km2
)

378
409
290

190
296
172

188
113
118

75
106
65

164,35
136,33
131,82

7,5

1.077

658

419

246

143,6

Sumber: Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD Tahun 2014

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.4
Sex Ratio Penduduk Desa Hutatinggi
No

Dusun

Laki- Perempuan Penduduk
Sex Ratio
Laki
1
I
190
188
378
101,06
2
II
296
113
409
261,95
3
III
172
118
290
145,76
Total
658
419
1.077
157,04
Sumber: Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD Tahun
2014
Berdasarkan tabel di atas jumlah penduduk paling banyak berdasarkan
sex ratio terdapat di dusun II dimana jumlah laki-laki lebih banyak
dibandingkan jumlah perempuan dan paling sedikit dusun III dimana jumlah
laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Dari jumlah keseluruhan jumlah
laki-laki lebih dominan dibandingkan jumlah perempuan.
Berdasarkan kelompok umur, penduduk Hutatinggi dapat dilihat pada
tabel berikut ini:

Tabel 4.5
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Desa Hutatinggi
Kecamatan Pangururan
Kelompok Laki-Laki
Umur
0-4
39
5-9
30
10-14
44
15-19
21
20-24
25
25-29
29
30-34
23
35-39
34
40-44
24
45-49
21
50-54
18
55-59
126
60-64
124
65+
100
Jumlah
658

Perempuan
42
45
50
25
27
22
27
21
36
25
25
21
23
30
419

Laki-Laki+
Perempuan
81
75
94
46
52
51
50
55
60
46
43
147
147
130
1.077

Rasio
Jenis Kelamin
92,86
66,67
88,00
84,00
92,59
131,82
85,19
161,90
66,67
84,00
72,00
600,00
539,13
333,33
157,04

Sumber : Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD Tahun 2014

Universitas Sumatera Utara

4.2.4 Keadaan Sosial
Keadaan sosial masyarakat Desa Hutatinggi cukup baik, keadaan ini
juga didukung oleh masyarakatnya yang tidak

heterogen, hampir semua

masyarakat Desa ini satu suku yakni suku Batak Toba dan menganut agama
Katolik dan Kristen Protestan. Sehingga hampir tidak pernah terjadi gesekan
sosial skala besar kecuali konflik individu skala kecil. Disamping itu secara
kultural Penduduk Desa Hutatinggi masih berasal dari satu keturunan Marga
Suku Batak ditambah dengan Marga-Marga lain yang juga masih sanak
saudaranya.
1. Agama
Penduduk Desa Hutatinggi tergolong menganut agama
Nasrani yang terbagi kedalam Agama Protestan dengan dua aliran
yakni HKBP, Pentakosta, dan Agama Katolik. Di Desa Hutatinggi
terdapat 2 (dua) tempat ibadah yakni HKBP dan Pentakosta. Tetapi
tidak seluruhnya umat gereja ini berasal dari Desa Hutatinggi dan
sebaliknya sebagian Masyarakat Desa Hutatinggi menjadi Jemaat
Gereja yang terletak di Desa lain. Sepanjang sejarah tidak pernah
terjadi gesekan antara agama di desa ini.

Tabel 4.6
Data Penduduk Desa Hutatinggi Berdasarkan Agama
No
Agama
1 Krsten
Protestan
2 Katolik
3

Laki-Laki Perempuan
447
337

Jumlah
784

Persentase
72,79

175

84

259

24,05

Islam

23

11

34

3,16

TOTAL

645

432

1.077

100,00

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD Tahun
2014
Berdasarkan tabel di atas jumlah penduduk yang beragama
kristen protestan lebih banyak dibandingkan dengan katolik dan hanya
sedikit yang beragama Islam, namun walaupun demikian di desa ini
belum pernah terjadi atau sangat jarang pada perselisihan atau konflik
antar pemeluk agama yang berbeda. Karena masjid tidak ada di desa
ini maka yang memeluk agama Islam beribadah di rumahnya masingmasing.
2. Sosial Politik
Dari sisi sosial politik, Desa Hutatinggi juga sangat kondusif
terbukti

dari beberapa kali pelaksanaan Pemilihan Umum baik

Pemilihan Legislatif maupun Eksekutif dan terutama Pemilihan
Kepala Daerah, partisipasi masyarakat sangat tinggi. Salah satu bukti
yang paling akhir adalah Pemilihan Kepala Desa Hutatinggi yang
dilaksanakan pada 2013 berjalan dengan lancar,kondusif dan penuh
dengan semangat kekeluargaan. Tidak ditemukan adanya perpecahan
dikalangan masyarakat, dan seluruh aspirasi masyarakat tetap
terakomodir dengan baik.
3. Keamanan dan Ketertiban Masyarakat
Situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di Desa
Hutatinggi tetap terjaga dengan baik, hampir tidak ada peristiwa
kriminal di desa ini selama beberapa tahun terakhir. Tetapi persoalan
yang perlu mendapat perhatian dari Pemerintah baik Pemerintah desa
maupun jajaran Pemerintah diatasnya adalah masalah sengketa lahan

Universitas Sumatera Utara

pertanian yang kerap terjadi dan tetap berpotensi menjadi masalah
yang relatif besar di masa yang akan datang.
4. Sosial Ekonomi
Dari sisi ekonomi, Desa Hutatinggi memiliki potensi yang
sangat besar dikembangkan. Salah satu potensi yang nampak adalah
masih luasnya lahan tidur yang cukup subu di khususnya di Londut,
lahan ini sangat potensial dikembangkan menjadi areal pertanian
khususnya tanaman pangan dan palawija, palawija sayur dan buah,
serta tanaman kopi yang sudah terbukti dapat tumbuh dan produktif.
Selain

untuk pertanian lahan ini juga bisa dikembangkan untuk

peternakan, khsusnya peternakan besar seperti sapi, kerbau, kuda dan
kambing.
Selain areal yang disebutkan diatas, sesungguhnya Desa
Hutatinggi memang dihuni penduduk bermata pencaharian petani
lebih dari 95%, namun petani yang dikembangkan selama ini masih
pertanian tradisional seperti Padi, Kopi, Jagung, Ubi Kayu, Coklat dan
lain-lain. Dibutuhkan sebuah pembaharuan dibidang pertanian untuk
meningkatkan produksi pertanian yang telah ada khususnya di Dusun
I, II, dan III, keterbatasan lahan dan teknologi pertanian yang ramah
lingkungan mutlak diperlukan.
Selain bertani sebagai matapencaharian Penduduk Desa
Hutatinggi beberapa penduduk jugs aktif berdagang sebagai usaha
sampingan, serta ada segelintir yang berprofesi sebagai Pegawai
Negeri Sipil. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.7
Data Penduduk Desa Hutatinggi Usia 15 Tahun keatas
Berdasarkan Pekerjaan
No

Pekerjaan

LakiPerempuan Jumlah
Laki
1
Petani
532
264
796
2
Pedagang
6
6
12
3
TNI/POLRI
1
0
1
4
PNS
4
9
13
5
Lainnya
2
3
5
TOTAL
545
282
827
Sumber: Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD Tahun
2014
Berdasarkan tabel di atas jumlah petani lebih dominan dan
bisa dikatakan hampir 95 % penduduk Desa Hutatinggi berprofesi
sebagai petani baik perempuan maupun laki-laki, hanya ada 6 orang
yag berprofesi sebagai pedagang , 4 PNS dan 1 TNI dari sekian
jumlah penduduknya.

5. Sosial Budaya
Dari sisi sosial budaya, Desa Hutatinggi sudah sejak lama
dikenal sebagai sebuah wilayah adat yang aktif dan terpelihara hingga
saat ini, Desa Hutatinggi identik dengan “Bius” Hutatinggi yang
dikenal dengan “Bius Sipitu Tali”,. Dalam kehidupan sehari-hari adat
(Batak) sangat dominan dan sudah tertata dengan baik oleh para
tetua-tetua di Desa Hutatinggi (Umumnya di Negeri Sihotang).
Beberapa hal yang belum tercipta adalah kelompok-kelompok seni
budaya, hal ini tentunya menjadi tugas pemerintah desa kedepan
untuk menciptakan kelompok seni untuk mengangkat citra Desa
Hutatinggi sekaligus menjadi sarana Pembinaan kaum muda dan
kepariwisataan.

Universitas Sumatera Utara

6. Kesehatan
Desa Hutatinggi memiliki 1 sarana kesehatan desa yakni
poskedes di dusun I yang dilayani oleh satu orang Bidan Desa. Dari
sisi jumlah penduduk, sesungguhnya keberadaan sarana Kesehatan ini
sudah sangat memadai, tetapi dari sisi sebaran wilayah sebagian
wilayah di desa ini masih sulit mengakses sarana kesehatan ini, karena
topografi Desa Hutatinggi yang membentang sejauh 1 Km dan jarak
antar perkampungan cukup jauh.

Tabel 4.8
Jumlah Sarana Kesehatan Menurut Dusun Tahun 2014
Dusun
Poskesdes
Apotik
I
II
2
1
III
Sumber: Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD Tahun
2014
Salah satu masalah kesehatan yang sangat mendesak dibenahi
masih sulitnya mewujudkan masyarakat ber Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS), hal ini disebabkan belum adanya sarana air bersih
sehingga sebagian besar penduduk belum memiliki jamban umum
maupun jamban keluarga.

7. Pendidikan
Dari sisi pendidikan Desa Hutatinggi memiliki 1 Unit Sekolah
Dasar Negeri yaitu SD 32 Hutatinggi yang berada di Dusun I. Secara
umum penduduk Desa Hutatinggi menjungjung tinggi pendidikan dan

Universitas Sumatera Utara

ilmu pengetahuan. Sebagian besar anak usia Sekolah Dasar
bersekolah bahkan hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, tetapi
kemudian beberpa orang tidak melanjut ke jenjang yang lebih tinggi
karena keterbatasan ekonomi dan karena faktor lainnya.

Tabel 4.9
Sarana Prasarana Sekolah di Desa Hutatinggi Kecamatan
Pangururan Kabupaten Samosir
No

Sekolah

Jumlah
Jumlah
Jumlah
Gedung/Sekolah
Guru
Siswa
1
SD/MI
1
10
90
2 SLTP/MTs
3
SLTA
4
SMK
Sumber:Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD Tahun
2014
Berdasarkan tabel di atas sarana prasarana pendidikan di Desa
Hutatinggi masih sangat minim dimana hanya ada satu sekolah yaitu
SD dengan jumlah Guru 10 orang dan bisa dikatakan masih kurang
tenaga pengajarnya. Bagi yang bersekolah SLTP dan SLTA/SMK
mereka harus menempuh perjalanan sejauh 4 Km dengan jalan kaki
karena disana tidak ada angkutan umum hanya angkutan pribadi itu
pun tidak semua masyarakat memiliki.
Tidak seluruhnya warga Desa Hutatinggi bersekolah di SD 32
Hutatinggi. Sebagian bersekolah di Sekolah Dasar yang ada di Desa
Sabungan Nihuta dan Desa Pardomuan I. Karena mereka merasa
kejauhan jika bersekolah di SD 32 yang ada di Desa Hutatinggi.
Pada tabel 4.12 di bawah ini diuraikan data indikator
pendidikan di Desa Hutatinggi , masih terdapat penduduk yang sudah

Universitas Sumatera Utara

berusia diatas 15 tahun tetapi tidak bersekolah, bahkan masih
ditemukan yang buta huruf tetapi hampir seluruhnya sudah lansia.

Tabel 4.10
Indikator Pendidikan Desa Hutatinggi Tahun 2014
Idikator Pendidikan
Laki
Laki

Jumlah
Perempua
n

1.Partisipasi Pendidikan
1).Penduduk 15 tahun ke atas menurut status pendidikan
1. Tidak/belum Pernah
3
4
sekolah
2. Masih sekolah
a. SD
46
30
b. SLTP
112
78
c. SLTA
157
63
d. Diploma/Sarjana
15
4
3. Tidak sekolah lagi
256
153

Jumla
h

7

76
190
220
19
409

2). Penduduk 15 Tahun ke atas menurut pendidikan terakhir yang
ditamatkan
1. Tidak/belum pernah
3
4
7
sekolah
2. Tidak/belum tamat SD
a. SD
154
124
278
b. SLTP
221
104
325
c. SLTA
143
39
182
d. Diploma/Sarjana
24
11
35
3
4
7
2.Angka Buta Huruf 2013
542
278
823
3.Angka Melek Huruf 2013
Sumber:Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD Tahun
2014
Berdasarkan tabel di atas , di Desa Hutatinggi masih terdapat
penduduk yang /belum pernah sekolah/buta huruf dengan persentase
lebih banyak laki-laki daripada perempuan dengan umur 15 tahun ke
atas, disamping itu banyak masyarakat yang masih sekolah SD, SLTP,
SLTA ada beberapa orang yang sampai diploma/sarjana, namun

Universitas Sumatera Utara

dalam hal ini lebih banyak laki-laki yang sampai diploma/sarjana
daripada perempuan.

Salah satu kebutuhan yang cukup mendesak di bidang
pendidikan di Desa Hutatinggi adalah pendirian Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD), hal ini juga sesuai dengan program yang sudah
dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Samosir yakni “Satu Desa,
Satu Paud” tetapi disisi lain pendirian PAUD ini juga akan terkendala
oleh topografi wilayah dan jarak antar kampung yang menyebar dan
berbukit-bukit.
Untuk anak usia sekolah SMP dan SMU/sederajat sebagian
besar bersekolah di pusat kecamatan, dengan menempuh perjalanan
antara 3 hingga lebih dari 6 Km, dan sebagian besar ditempuh dengan
berjalan kaki atau naik sepeda, sedangkan sebagian yang lain memilih
tinggal di tempat kos atau tinggal ditempat sanak saudara. Kedepan
diharapkan ada program khusus yang bisa diambil oleh Pemerintah
Desa ataupun Pemerintahan Daerah untuk mengadakan sarana
transportasi anak sekolah antar desa.

4.2.5 Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi masyarakat Hutatinggi sesungguhnya masih jauh
dari kata sejahtera, sekalipun tidak ditemukan Rawan Pangan di Desa ini.
Pertanian merupakan sektor ekonomi utama yang menopang
kehidupan hampir seluruh masyarakat Desa Hutatinggi kecuali beberapa
orang yang berprofesi sebagai PNS Guru di 1 Sekolah Dasar yang ada di
Desa Hutatinggi. Pertanian yang digeluti hampir seluruhnya bersifat

Universitas Sumatera Utara

tradisional, sehingga sekalipun luas lahan terbatas, tidak seluruhnya bisa
diusahai masyarakat. Masih terdapat lahan tidur yang cukup luas di Desa ini,
persoalan utama tanah-tanah yang tidak diusahai ini adalah keterbatasan
teknologi dan pemilikan lahan belum jelas, karena sebagian besar dimiliki
bersama satu rumpun keluarga atau bahkan satu keturunan, yang kerap
menimbulkan persoalan untuk dikelola.
1. Pertanian
Pertanian di Desa Hutatinggi secara umum dibagi menjadi
dua bagian, yakni pertanian lahan basah dan lahan kering.
Pertanian lahan basah terdapat di semua Dusun, pertanian lahan
basah

mampu

memproduksi

padi

dengan

kualitas

dan

produktifitas yang baik. Persoalan umum yang dihadapi akhirakhir ini adalah kecenderungan terhadap pupuk kimia semakin
besar serta cuaca buruk yang mengakibatkan pengolahan lahan
terkendala. Pertanian lahan kering terdapat di ketiga dusun, dan di
dusun III masih terdapat potensi yang sangat besar untuk
mengembangkan pertanian lahan kering ini khususnya tanaman
palawija dan holtikultura khusunya buah dan sayur.
Selain itu tanaman keras seperti kopi jenis robusta dan
arabika juga tumbuh subur, sejak satu dekade terakhir dea ini juga
sudah menjadi salah satu sentra tanaman kopi ateng atau yang
akrab disebut (Kopi Sigarar Utang). Tanaman perkebunan lainnya
adalah jagung, kacang, coklat, ubi, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.11
Luas Lahan Pertanian dan Peruntukannya
N
o
1
2
3
4
5

Jenis Lahan
Lahan Basah
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering

6

Lahan Kering

Luas
Lahan
60 Ha
90 Ha
3Ha
2 Ha
1 Ha

Peruntukan

Jenis Komoditi

Padi
Kopi
Jagung
Holticultura
Sayuran

Siherang
Ateng
Biji 2
Bawang pre
Kacang
panjang&selada
Merah & Rawit

3 Ha Cabai

Produktivita
s
6 Ton/Ha
3 Ton/Ha
4 Ton/Ha
0,5 Ton/Ha
0,5 Ton/Ha
0,5 Ton/Ha

Sumber: Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD Tahun
2014
Jika di lihat dalam tabel di atas lahan kering lebih luas
daripada lahan basah, namun lebih banyak hasil dari lahan basah
dibandingkan dengan hasil lahan kering, dimana lahan basah mampu
menghasilkan 6 Ton/Ha sementara lahan basah 3 Ton/Ha ada juga
yang 4 Ton/Ha tergantung tanaman apa yang ditanam.

2. Peternakan
Selain pertanian, hampir seluruh warga desa ini juga
peternak secara tradisional. Hewan ternak yang diusahai penduduk
secara umum terdiri dari ternak besar, kecil dan unggas. Ternak
besar seperti Kerbau, Sapi. Ternak kecil diantaranya adalah
Kambing dan Babi, sedangkan unggas diantaranya adalah Ayam.
Kegiatan beternak biasanya masih bersifat tradisional dan
merupakan usaha sampingan. Karena produksi ternak yang

Universitas Sumatera Utara

terbatas, biasanya sebagian besar hasil ternak warga hanya untuk
konsumsi rumah tangga sendiri dan hanya sedikit yang dijual.
Dari sisi luas wilayah, topografi, iklim, dan suhu udara, Desa
Hutatinggi menyimpan potensi untuk peternakan besar yakni di
Dusun I, kedepan diharapkan daerah ini dapat diembangkan
menjadin sentra ternak di Kabupaten Samosir.

Tabel 4.12
Jenis dan Jumlah Ternak di Desa Hutatinggi
No
Jenis Ternak
Jumlah
1
Kerbau
250 ekor
2
Babi
50 ekor
3
Kambing
10 ekor
4
Ayam
400 ekor
5
Bebek
20 ekor
Sumber: Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD Tahun
2014
Berdasarkan tabel di atas masyarakat Desa Hutatinggi lebih
banyak memelihara ayam dan kerbau daripada babi dan bebek, paling
sedikit memelihara kambing, karena memelihara kambing lebih sulit
dibandingkan dengan hewan ternak lainnya.
3. Perikanan
Desa Hutatinggi juga menyimpan potensi perikanan,
khususnya perikanan darat. Perikanan ini dalam bentuk kolam
darat, embung, dan rawa-rawa yang terbesar di seluruh Desa
Hutatinggi.

4.3 KONDISI PEMERINTAHAN DESA
4.3.1 Pembagian Wilayah Desa

Universitas Sumatera Utara

Pembagaian Wilayah Desa Hutatinggi dibagi menjadi 3 (tiga)
dusun yang dipimpin oleh Kepala Dusun yang merupakan bagian dari
struktur Pemerintahan Desa. Masing-masing dusun tidak ada pembagian
wilayah secara administrasi pemerintahan, namun secara kultur bisa
dibedakan atas beberapa kampung yang dikenal dengan “Huta”,
“Sosor”, ataupun “Lumban”, masing-masing kampung ini memiliki
nama sendiri yang menjadi identitas setiap warga yang bermukim di
dalamnya. Selama puluhan atau ratusan tahun kondisi ini masih tetap
dipertahankan

dan

belum

ada

masalah,

kecuali

persoalan

keadministrasian karena belum dikenal penamaan jalan dan penomoran
rumah warga. Kedepan diperlukan sebuah kajian khusus untuk
formalisasi nama kampung yang barangkali harus disertai kajian
akademis sehingga tidak merusak kultur masyarakat lokal.
Peta Sosial Desa Hutatinggi sebagaiman disajikan dalam tabel 4.13

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.13
Penamaan Kampung di Desa Hutatnggi
No
Dusun
1.
Dusun I Hutatinggi

2.

Dusun II Pasar Silengge

3.

Dusun III Sosor
Buntu/Upa Hoda

Nama Kampung
Lumban Simalango
Simarmata
Lumban Silalahi
Simullop
Sosor Malau
Lumban Naibaho
Lumban Situmorang
Pasar Horas
Komplek SD
Lumban Bagas
Banjar
Lumban Naibaho
Pasar Silengge
Lumban Gala-Gala
Buntu Mauli
Lumban Sihombing
Sipulung
Sigiro
Onan Tungkup
Parmonangan
Parharean
Parsaoran
Gaya Baru
Parhuta-Hutaan
Sosor Buntu
Silombu I
Silombu II
Silombu Rihit
Silombu III
Lumban Tonga-Tonga
Upa Hoda
Huta Lumban Bulu

Sumber: Pendataan oleh Tim Perumus RPJM-Desa/KPMD Tahun 2014

Universitas Sumatera Utara

BAB V
ANALISIS DATA

5.1 Pengantar
Melalui hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di
lapangan yaitu melakukan teknik wawancara secara mendalam dengan
informan, peneliti berhasil mengumpulkan informasi mengenai strategi
bertahan hidup masyarakat petani saat musim kemarau di Desa
Hutatinggi Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.
Pengumpulan data ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu:
1. Studi kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data atau
informasi menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari
dan menelaah buku serta tulisan yang ada kaitannya terhadap
masalah yang diteliti.
2. Peneliti melakukan observasi untuk memperoleh gambaran tentang
kondisi fisik dan sosial lokasi penelitian dan wawancara untuk
menggali informasi tentang strategi bertahan hidup masyarkat petani
saat musim kemarau di Desa Hutatinggi Kecamatan Pangururan
Kabupaten Samosir.
3. Melakukan wawancara terhadap informan kunci, informan utama,
dan informan tambahan untuk mengetahui strategi bertahan hidup
masyarakat petani saat musim kemarau di Desa Hutatinggi
Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

Universitas Sumatera Utara

5.2 Hasil Temuan
Informan Kunci
Nama

:Kornel Naibaho

Jenis Kelamin

:Laki-laki

Usia

:57 Tahun

Suku

:Batak Toba

Agama

:Kristen Protestan

Status

:Duda

Pekerjaan

:Petani

Pendidikan terakhir

:SMA

Jabatan

:Kepala Desa Hutatinggi

Hari/Tanggal wawancara

:Selasa/11 April 2017

Waktu

:11.24 WIB

Informan kunci yang peneliti wawancara adalah Kornel
Naibaho, seorang bapak bersuku Batak Toba beragama Kristen
Protestan. Bapak Kornel Naibaho berusia 57 tahun, pendidikan terakhir
bapak adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Bapak kornel Naibaho
bekerja sebagai petani yang juga merupakan Kepala Desa Hutatinggi.
Bapak kornel memiliki satu istri (sudah meninggal). Jumlah anak bapak
kornel adalah 5 orang. Anak pertama (laki-laki) dan kedua (perempuan)
sudah menikah , anak ketiga (laki-laki) sudah bekerja dan anak ke
empat (laki-laki) masih kuliah tingkat akhir, anak ke lima (perempuan)
masih kuliah tingkat 2.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan keterangan dari Kepala Desa, Desa Hutatinggi
memperoleh bantuan berupa Raskin, dana BOS dan hampir semua
masyarakat mendapatkan bantuan tersebut. Menurut bapak kornel,
kehidupan petani di Desa Hutatinggi tergolong susah, karena masih
banyak petani yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun, jika dilihat dari hubungan antar petani, mereka sangat peduli
dengan sesama. Misalnya, jika ada petani yang sakit maka mereka
menjenguk ke rumahnya serta membawa sesuatu berupa buah ataupun
uang untuk membantu biaya pengobatan.
Masalah yang sampai sekarang ini masih sering dikeluhkan
oleh petani adalah masalah pertanian yang masih tradisional,
penggunaan pupuk kimia secara berlebihan, kurang modal dalam
mengusahai lahan pertanian mereka, hama wereng serta musim
kemarau yang berkepanjangan yang menghambat proses pertanian
mereka. Biasanya kalau hasil panen mereka berkurang mereka selalu
pergi bekerja atau gajian ke ladang orang lain, ada juga yang meminjam
ke tetangga atau kerabat. Mereka tidak malu untuk meminjam uang
kepada tetangga atau kerabat apalagi untuk biaya sekolah anak dan juga
untuk menutupi biaya adat yang akan mereka ikuti. (Hasil wawancara
pada 11 April 2017).

Informan Utama 1
Nama

:Songkal Sitanggang

Jenis Kelamin

:Laki-laki

Usia

:57 Tahun

Universitas Sumatera Utara

Suku

:Batak Toba

Agama

:Kristen Protestan

Alamat

:Buntu Mauli

Status

:Menikah

Pekerjaan

:Petani kopi

Pendidikan Terakhir

:SMA

Hari/Tanggal wawancara

:Selasa/11 April 2017

Waktu

:13.53 WIB

Informan utama pertama yang peneliti wawancarai adalah
Songkal Sitanggang, dipanggil dengan sebutan bapak Lisra Sitanggang.
Pak Lisra bersuku Batak Toba beragama Kristen Protestan, berusia 57
tahun, pendidikan terakhir Pak Lisra adalah Sekolah Menengah
Pertama. Pekerjaan utama sebagai petani kopi dan padi. Bapak Lisra
sebagai petani sejak berumah tangga. Memiliki seorang istri, dan 4
orang anak. Anak pertama (perempuan) sudah menikah anak kedua dan
ketiga sudah bekerja (laki-laki), dan anak ketiga (laki-laki) masih kuliah
semester 6, jumlah tanggungan bapak Lisra adalah 6 orang.
Biasanya pak Lisra bertani dari pukul 08.00 WIB sampai
17.00 WIB. Pak Lisra lebih sering memperpanjang jam kerjanya yang
biasanya rata-rata 8 jam per hari, bisa sampai lebih dari 8 jam. Jenis
lahan yang diusahai Pak Lisra adalah Lahan kering yang di tanami kopi
dan lahan basah yang ditanami padi. Luas lahan yang diusahai bapak
sekarang seluas 1,5 Ha sudah termasuk lahan kering dan lahan basah.
Berikut hasil wawancara penelitian yang peneliti cantumkan
dalam tulisan:

Universitas Sumatera Utara

“Bapak bertani sudah cukup lama dek, sejak bapak berumah
tangga sampai saat ini masih tetap bertani.Alasan bapak bertani ya
karena tidak ada kerja lain. Anak bapak ada 4 orang anak pertama
sudah menikah (cewek) anak kedua dan ketiga sudah bekerja (cowok),
dan anak ketiga masih kuliah semester 6 (cowok), jadi jumlah
tanggungan bapak ada 6 orang dek. Yang pertama memang tidak saya
tanggung lagi tapi ada cucu (cowok) kelas 4 SD, saya yang membiayai
sekolah. Saya bertani dalam sehari paling cepat 6 jam , kadang juga
mau sampai jam 6 sore kalau lagi banyak yang mau dikerjakan. Luas
lahan yang bapak usahai dek 1,5 Ha lahan basah dan lahan kering. Di
lahan basah bapak tanam padi kalo di lahan kering bapak tanam kopi
dek”.
Bapak

Lisra

mengolah

lahan

pertaniannya

masih

menggunakan cara yang tradisional, sehingga modal yang dibutuhkan
cukup besar lebih kurang Rp 7.500.000 mulai dari penyediaan lahan
sampai pada pemupukan hingga panen. Dalam mengolah lahan
pertanian Bapak Lisra selalu melibatkan anggota keluarganya yaitu
istri dan anak-anaknya. Hasil yang Bapak Lisra dapatkan tidak
menentu tergantung cuaca nya bagus atau tidak, jika cuaca baik Bapak
Lisra bisa dapat hasil yang lumayan untuk membalikkan modal nya,
namun jika dalam kondisi cuaca buruk Bapak Lisra lebih banyak rugi
bisa dikatakan tidak dapat kembali modal bahkan sama sekali tidak
mendapatkan hasil.
“Cara bapak mengolah lahan pertanian kami masih
menggunakan cara yang tradisional dek, sehingga membutuhkan

Universitas Sumatera Utara

tenaga yang cukup, biasanya bapak membutuhkan modal lebih
kurang Rp 7.000.000 mulai dari persiapan lahan sampai panen dek.
Bapak juga selalu melibatkan istri dan anak-anak bapak untuk
membantu kerja di ladang. Sepulang sekolah anak bapak bisa
membantu bapak meskipun sebentar tapi kalo sedang libur bisa ikut
bantu lebih lama lagi dek. Kalo hasil yang bapak dapat ya tergantung
cuaca sih dek, jika cuaca baik dan hasil mendukung bapak bisa dapat
banyak lah dek, cukup-cukup balik modal kalo untung nya dikit nya
aja dek. Tapi lebih sedih lagi kalo musim kemarau dek, bapak bisa
sama sekali ngak dapat hasil seperti yang bapak alami 3 tahun
terakhir ini dek, kami tidak ada panen padi”.
Kendala-kendala yang Bapak Lisra alami saat bertani adalah
hama wereng padi, dan cuaca buruk (musim kemarau). biasanya
hama lebih banyak saat musim penghujan dibandingkan saat musim
kemarau. Karena tanaman padi harus memiliki air yang secukupnya,
jika berlebih maka tanaman padi mereka akan tergenang air yang
membuat padi cepat busuk dan diserang hama wereng. Sedangkan
pada musim kemarau padi tidak dapat berkembang karena kekurangan
sumber air, hal ini juga berdampak pada tanaman kopi yang membuat
buah kopi jadi busuk.
“Kendala yang bapak alami saat bertani lumayan banyak dek,
diantaranya hama wereng pada padi terutama saat musim hujan
hama cukup banyak dek. Penyebabnya adalah air di sawah berlebih
membuat tanaman padi kami membusuk akibat hama wereng tadi
dek.Jika cuaca buruk (musim kemarau) kami tidak dapat mengolah

Universitas Sumatera Utara

lahan pertanian kami dek, karena sawah kami sawah tadah hujan
(sabah langit) hal ini membuat kami terhalang untuk menanam padi.
Lahan kering juga tidak dapat kami kerjakan karena lebih dari satu
minggu saja musim kemarau tanah nya sudah keras dek dan sangat
berdampak pada tanaman kopi dimana buah nya itu jadi hitam
membusuk”.
Strategi yang dilakukan Bapak Lisra dalam melanjutkan
kelangsungan hidup serta memenuhi kebutuhan keluarga adalah
meminjam uang kepada toke kopi atau kerabat, memperpanjang jam
kerja dan melibatkan istri dan anak nya untuk bekerja di ladang serta
meminimalisir pengeluaran keluarga.
Berikut hasil wawancara penelitian yang peneliti cantumkan
dalam tulisan:
“Bapak biasanya minjam uang dek sama toke kopi langganan
bapak atau sama kerabat jika ada kebutuhan yang sangat mendesak
dan harus dipenuhi, misalnya uang kuliah anak bapak, membeli
kebutuhan pokok, kebutuhan sekolah anak serta untuk menutupi biaya
adat dek, trus bapak nanti mengembalikan uang tadi ketika bapak udah
panen dek (potong atas). Selain itu bapak juga lebih sering
memperpanjang jam kerja bapak dek, perginya pagi pulang sore jam 6.
Bapak juga meminimalisir pengeluaran dalam arti makan ala kadarnya
saja, kalo kesehatan keluarga kurang lah dek, dengan kondisi makan
ala kadarnya saja.”

Analisi Data :

Universitas Sumatera Utara

Dari data wawancara dan observasi yang telah peneliti lakukan selama
penelitian pada bapak Lisra, disini peneiti menganalisis bahwa hal yang mendasar
bapak Lisra memilih bekerja sebagai petani adalah karena tidak ada pekerjaan lain
yang bisa didapat oleh bapak Lisra, hal ini juga dapat dilihat dari tingkat pendidikan
bapak Lisra yang akan sulit mendapatkan pekerjaan lain. Salah satu strategi yang
diambil oleh bapak Lisra untuk mempertahankan hidup keluarga adalah dengan
strategi jaringan yaitu memanfaatkan jaringan sosial seperti meminjam uang ke toke
kopi (ketika kebutuhan sekolah anak mendesak yang harus dipenuhi), strategi pasif
dengan cara merubah pola konsumsi sehari-hari dengan cara makan ala kadarnya
(misalnya makan dengan tahu tempe dan sayur daun ubi saja tidak ada makan buah ),
strategi aktif dengan cara memperpanjang jam kerja (lebih dari 6 jam per harinya)
serta melibatkan istri dan anak-anak nya bekerja di lahan mereka.

Informan Utama 2
Nama

:Roida Siburian

Jenis Kelamin

:Perempua

Usia

:55 Tahun

Suku

:Batak Toba

Agama

:Kristen Protestan

Alamat

:Pasar Silengge

Status

:Menikah

Pekerjaan

:Petani Padi

Pendidikan Terakhir

:SD

Hari/Tanggal wawancara

:Kamis/ 13 April 2017

Waktu

:16.07 WIB

Universitas Sumatera Utara

Informan utama kedua yang peneliti wawancarai adalah Roida
Siburian atau sering disebut dengan ibu Vera. Ibu vera bersuku Batak Toba beragama
Kristen Protestan, berusia 55 tahun, pendidikan terakhir ibu vera adalah Sekolah
Dasar (SD). Pekerjaan utama sebagai petani. Ibu vera bekerja sebagai petani sejak
anak gadis. Ibu ini memiliki seorang suami, jumlah anak ibu vera adalah 5 orang,
anak pertama (perempuan) sudah bekerja di mall tapi belum menikah, anak kedua
(laki-laki) sudah bekerja di koperasi, anak ketiga (perempuan) masih kuliah semester
6, anak ke empat (perempuan) sudah tamat SMA tapi tidak kuliah, anak ke lima
(laki-laki) masih kelas 3 SMA, jumlah tanggungan ibu vera 7 orang. Prediksi
pengeluaran Ibu Vera sekitar Rp.3.000.000 per bulannya untuk semua kebutuhan
keluarga.
Berikut hasil wawancara pelitian yang peneliti cantumkan dalam tulisan:
“Ibu bertani udah lama dek,, sejak ibu anak gadis dulu. Alasan ibu bertani ya karna
gak ada kerjaan lain. Anak ibu ada 5 orang, yang pertama cewek udah kerja di mall,
anak ke dua (cowok) udah kerja di bagian koperasi, anak ketiga (cewek) masih
kuliah semester 6, anak ke empat (cewek) udah tamat SMA tp tidak kuliah, anak ke
lima (cowok) masih kelas 3 SMA. Tanggungan ibu ada 7 orang termasuk ibu.Jadi
pengeluaran yang harus Ibu keluarkan Rp 3.000.000 per bulannya, kebutuhan yang
harus dipenuhi antara lain: kebutuhan sekolah anak (uang sekolah, uang buku, dan
uang transportasi), makan/konsumsi keluarga (dalam sehari keluarga makan 3x
sehari) meminimalisir pengeluaran dengan makan ala kadarnya, kami jarang-jarang
makan daging dan buah dek, dan biaya adat serta biaya lain-lain. Kesehatan
keluarga ibu vera kurang terpenuhi, hal ini dapat dilihat dari badan kurang sehat,
fasilitas kesehatan yang kurang”.

Universitas Sumatera Utara

Ibu vera bertani dari pukul 08.00 sampai 16.00 dan sesekali sampai sore jam
18.00 WIB. Lahan yang diusahai Ibu Vera lebih dominan lahan basah yang ditanami
padi.Luas lahan yang Ibu Vera usahai ada sekitar 7 Rante milik sendiri ada juga yang
disewa seluas 4 rante. Besar kerugian yang Ibu vera terima saat gagal panen sekitar
Rp. 5.000.000 semuanya.
“ kalo di ladang itu ibu mulai jam 08.00 samapi sore. Ibu tidak ada
penghasilan per hari karena ibu punya penghasilan saat musim panen saja dek. Luas
lahan yang ibu usahai ada sekitar 7 Rante dek yang udah milik sendiri tapi saya
juga ada nyewa dikit sekitar 4 Rante dek. Biaya sewanya dek hasil panen dibagi dua.
Kalo gagal panen ibu banyak rugi dek kira-kira Rp 6.000.000 itu udah semua biaya
dek mulai awal sampai akhir dek”.
Ibu Vera mengolah lahan pertanian masih menggunakan cara yang
tradisional. Modal yang dibutuhkan kira-kira Rp.5000.000. Ibu Vera lebih sering
melibatkan suami nya untuk bekerja di sawah sesekali ikut anak nya setelah pulang
sekolah dan sewaktu libur. Hasil yang diperoleh Ibu Vera tidak menentu karena
tergantung cuaca dan hasil. Jika cuaca bagus Ibu Vera bisa dapat untung sekitar Rp.
2000.000 , sebaliknya jika cuaca buruk Ibu Vera bisa mengalami kerugian sebesar
Rp.4.500.000.
“Ibu mengusahai lahan kami masih dengan cara tradisional dek yaitu
membajak dan mencangkul jadi semua serba butuh tenaga yang kuat. Sebenarnya
Ibu sering kurang modal karena harus ada lah kira-kira Rp. 5.000.000 dari awal
tani sampai proses panen. Kalo Ibu lebih melibatkan suami dan anak-anak ku
setelah mereka pulang sekolah dan sewaktu libur mereka bisa lebih lama bantu kami
di ladang dek. Hasil yang ibu peroleh tidak menentu dek, karena tidak menetap hasil
panen kami tergantung cuaca dan bagusnya tanaman yang kami tanam , jika cuaca

Universitas Sumatera Utara

mendukung bisa kami dapat cukup, kadang kalo lagi menguntungkan sekitar Rp.
2.000.000 an lah dek, tapi kalo rugi kami kira-kira Rp. 4.000.000 dek”.
Kendala-kendala yang paling sering dihadapi Ibu Vera adalah cuaca yang
tidak menentu, hama wereng dan tikus, dan kurang modal dalam mengusahai lahan
pertanian mereka.
Strategi-strategi

yang

dilakukan

Ibu

Vera

dalam

mempertahankan

kelangsungan hidup keluarga dan mememenuhi kebutuhan keluarganya antara lain
meminjam uang kepada kerabatnya, melibatkan anak nya untuk bekerja di ladang,
meminimalisir pengeluaran keluarga, serta memperpanjang jam kerja dan pergi
gajian ke ladang orang lain.
Berikut hasil wawancara penelitian yang peneliti cantumkan dalam tulisan:
“Kendala-kendala yang ibu hadapi saat ini masalh modal, cuaca, dan juga hama
dek. Cuaca akhir ini ngak pernah bagus dek, seperti ini lah sudah 3 tahun terakhir
ini kami ngak dapat mengolah lahan, ya kami kelola pun tidak ada hasil dek. Jadi
kami merasa sia-sia capek ngak ada guna.
Kalo strategi yang Ibu lakukan dalam mengatasi kondisi sperti ini, Ibu meminjam
uang sama kerabat ibu, mau juga ibu minjam beras. Mengajak anak Ibu ikut ke
ladang untuk membantu kami, sesekali ibu pergi gajian ke ladang orang lain untuk
menambah biaya sehari-hari dek. Selain itu ibu juga lebih meminimalisir
pengeluaran ibu dengan makan ala kadarnya saja dek,minjam ke tetangga atau ke
toke. Minjam ke toke pun ngak bisa banyak-banyak untuk memngembalikan nanti
susah , masih enak kalo ada panen dek kalo gk ada mau bayar pakek apa? Makanya
kadang saya pergi gajian ke ladang orang lumayan diupah Rp. 50.000 per hari
dengan jam kerja mulai jam 07.00 WIB- 18.00 WIB itu pun harus jalan ke gunung.
Ibu gak ada dapat bantuan dari pemerintah dek, dulu sih ada bantuan Raskin 10 Kg

Universitas Sumatera Utara

dibagi 3 keluarga jadi kurang lebih 3 Kg lah dek yang dapat kami terima, sekarang
udah gak pernahlagi dek. Kalo anak disekolah dulu dapat waktu SD dan SMP ngak
bayar uang sekolah kami dek. Jadi sekarang uadah biaya sendiri”.

Analisis Data :
Dari data wawancara dan observasi yang telah peneliti lakukan selama
penelitian pada Ibu Vera, disini peneliti menganalisis bahwa hal yang mendasar ibu
vera memilih bekerja sebagai petani adalah karena tidak ada pekerjaan lain yang bisa
didapat oleh ibu vera, hal ini juga dilihat dari tingkat pendidikan ibu vera yang akan
sulit mendapatkan pekerjaan lain. Salah satu strategi yang diambil ibu vera untuk
mempertahankan kelangsungan hidup keluarga adalah dengan strategi jaringan yaitu
memanfaatkan jaringan sosial seperti meminta bantuan kepada tetangga (meminjam
uang ketika ada kebutuhan mendesak dan harus dipenuhi), strategi aktif dengan cara
mencari pekerjaan lain (gajian ke ladang orang) dan melibatkan suami serta anaknya
atau memperpanjang jam kerja menjadi lebih dari 6 jam per hari, strategi pasif,
meminimalisir pengeluaran dengan makan ala kadarnya saja.

Informan Utama 3
Nama

:Ruslina Sitanggang

Jenis kelamin

:Perempuan

Usia

:43 Tahun

Suku

:Batak Toba

Agama

:Kristen Protestan

Alamat

:Pasar Silengge

Status

:Menikah

Universitas Sumatera Utara

Pekerjaan

:Petani padi dan jagung

Pendidikan terakhir

:SMP

Hari/Tanggal Wawancara

:Kamis/13 April 2017

Waktu

:19.34 WIB

Informan utama ketiga yang peneliti wawancarai adalah Ruslina
Sitanggang, lebih sering disebut dengan ibu Yosua. Ibu Yosua bersuku Batak Toba
beragama Kristen

Protestan berusia 43 tahun, pendidikan terakhir Sekolah

Menengah Pertama (SMP). Pekerjaan utama sebagai petani. Bekerja sebagai petani
sejak berumah tangga. Ibu Yosua memiliki seorang suami yang juga seorang petani,
jumlah anak ibu yosua adalah 3 orang. Anak pertama (laki-laki) masih sekolah kelas
2 SMA, anak kedua (laki-laki) kelas 3 SMP, anak ketiga (perempuan) kelas 1 SMP.
Berikut hasil wawancara penelitian yang peneliti cantumkan dalam bentuk
tulisan:
“Ibu bertani udah lama dek, sejak ibu berumah tangga. Alasan ibu bertani ya
karena tidak ada pekerjaan lain. Anak ibu ada 3 orang, yang pertama sudah SMA
kelas 2 (cowok), kedua SMP kelas 3 (cowok), ketiga SMP kelas 1 (cewek).
Tanggungan ibu ada 5 orang sudah termasuk ibu”.
Biasanya ibu yosua bertani dari pukul 09.00-17.00 WIB. Lahan yang diusahai
Ibu Yosua adalah lahan basah yang ditanami padi dan lahan kering yang ditanami
jagung. Luas lahan yang dimiliki Ibu Yosua adalah 5 rante ditambah dengan lahan
sewa 1 rante.Mereka mengelola lahan pertanian nya dengan cara yang
tradisional.Modal yang digunakan Ibu Yosua sebesar Rp. 5.000.000. Ibu Yosua
melibatkan suami nya untuk bekerja di ladang. Hasil yang diperoleh Ibu Yosua tidak
menentu karena tidak setiap bulan mereka panen, namun rata-rata hasil yang mereka
dapat lebih kurang Rp.4.000.000 jika mendapatkan hasil yang bagus.

Universitas Sumatera Utara

“Kalo bertani itu ibu mulai jam 09.00-17.00 WIB. Lahan yamg Ibu usahai
saat ini adalah lahan basah yang sedang ibu tanami padi ada juga lahan kering dstu
Ibu tanam jagung. Luas lahan ibu ada sekitar 5 rante yang milik sendiri ada juga
yang Ibu sewa 1 rante. Untuk mengolah lahan ini kami masih menggunankan cara
yang tradisional dek, dengan tenaga sendiri semua dek. Biasanya modal Ibu
semuanya ada sekitar Rp. 5.000.000 an lah dek, udah dstu smua mulai awal
persiapan lahan hingga panen nanti dek. Yang ikut bantu Ibu cuman suami lah
karena anak Ibu bantu-bantu di rumah saja. Hasil yang Ibu peroleh tidak bisa saya
tentukan karena kadang-kadang aja nya itu pun kalo di rata-rata sekitar Rp.
4.000.000 paling tinggi yang Pernah Ibu dapat.
Kendala-kendala yang dialami Ibu Yosua dalam bertani adalah kurang modal,
cuaca yang tidak menentu, serta hama yang menyerang tanaman padi mereka.
Strategi-strategi yang dilakukan Ibu Yosua dalam melanjutkan kelangsungan
hidup dan memenuhi kebutuhan keluarganya adalah meminimalisir pengeluaran,
pergi gajian ke ladang orang lain, meminjam uang kepada tetangganya.
Kerugian yang dialami ibu Yosua saat gagal panen sekitar Rp 2.000.000 dengan luas
lahan yang dikelola seluas 5 rante ditambah dengan lahan sewa 1 rante. Mulai dari
mengolah sampai proses pemupukan tanaman.
Berikut merupakan hasil wawancara penelitian yang peneliti cantumkan
dalam tulisan:
“Kendala Ibu diantaranya cuaca ini lah dek,sudah 3 tahun terakhir ini kami gagal
panen padi, hama wereng juga serta modal kami lah dek.
Strategi yang Ibu lakukan adalah meminimalisir pengeluaran keluarga misalnya
makan seadanya saja, Ibu juga mau pergi gajian ke ladang orang lumayan untuk
nambah-nambah penghasilan setidaknya untuk makan sehari cukup lah dek. Kadang

Universitas Sumatera Utara

Ibu minjam sma tetangga kalo ada kebutuhan yang mendesak dan wajib dipenuhi
misalnya bayar uang sekolah anak-anak”.
Pengeluaran yang harus dikeluarkan Rp. 2.500.000 per bulannya, kebutuhan
yang harus dipenuhi antara lain: kebutuhan sekolah anak (uang sekolah,
transportasi), makan/konsumsi keluarga (dalam sehari ada 3x makan) lebih
meminimalisir pengeluaran dengan makan seadanya saja, dan biaya adat serta biaya
lain-lain. Kesehatan keluarga ibu yosua kurang terpenuhi, sering merasa tidak enak
badan.
Kehidupan sosial diantara petani sesama petani sangat baik menurut ibu
yosua. Rasa saling membantu, tolong menolong antar sesama terlihat jelas dalam
kehidupan sehari-hari mereka apalagi jika diantara mereka ada yang kesusahan atau
membutuhkan bantuan.
Berikut merupakan hasil wawancara penelitian yang peneliti cantumkan
dalam tulisan:
“kalo pengeluaran ibu ada sekitar 2.500.000 per bulannya, untuk biaya
sekolah ana-anak, makannya, dan kebutuhan lainnya.makan kami pun ala kadarnya
saja dek, bisa makan ikan asin saja tiap hari makan buah sangat jarang nya kami
dek. Tabungan tidak ada dek. Karena kebutuhan sehari-hari aja tercukupi udah
syukur dek, rumah kami masih milik orang tua dek, itu pun udah mulai rapuh papan
nya. Kalo suami ikut bertani juga. Orang disini baik-baik semua selama kami disini,
saling membantu antar sesama, saling memberi. Kalo penghasilan kami gk cukup
untuk memenuhi kebutuhan keluarga apalagi penghasilannya gk menentu karena
sering-sering gagal panen akibat kemarau dan hama wereng. Makanya saya sering
minjam ke tetangga jika ada kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi terutama

Universitas Sumatera Utara

kebutuhan anak sekolah dek. Kami gak ada dapa