Strategi Bertahan Pedagang Makanan Tradisional (Studi deskriptif: Pedagang Ombus-ombus Siborongborong, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

(1)

STRATEGI BERTAHAN PEDAGANG MAKANAN TRADISIONAL

(Studi deskriptif: Pedagang Ombus-ombus Siborongborong, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

SKRIPSI

OLEH :

060901025

Lydia Theresia Simanjuntak

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

ABSTRAK

Penulisan skripsi ini berawal dari semakin banyaknya makanan-makanan impor, seperti roti dan aneka snack/jajanan lainnya di wilayah Siborongborong. Sehingga hal inilah yang menimbulkan kekhawatiran bagi para pedagang ombus-ombus. Persaingan global yang telah mengubah peta persaingan melahirkan suatu strategi yang membuat para pedagang untuk tetap bertahan di era saat ini. Dengan bertambahnya pesaing-pesaing baru dalam dunia usaha membuat para pedagang harus berpikir seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan serta mempertahankan keberadaan para pedagang demi mempertahankan makanan tradisional ombus-ombus agar tetap ada dan menjadi idola bagi masyarakat Siborongborong.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisis dan informan dalam penelitian ini adalah pedagang ombus-ombus dan pembeli. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan-catatan dari setiap kali turun lapangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya kompetisi di wilayah tersebut membuat pedagang ombus-ombus lebih meningkatkan pelayanan mereka kepada pembeli serta dengan semangat dan kerja keras yang mereka miliki. Selain dari hasil berjualan ombus-ombus, para pedagang ini juga mempunyai pekerjaan sampingan untuk bisa menambah penghasilan dan memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Pada dasarnya pedagang ini mempertahankan pekerjaan mereka sebagai pedagang ombus-ombus karena merupakan pekerjaan turun temurun dalam keluarga mereka, meskipun hasil yang mereka peroleh dari pekerjaan ini tidak begitu banyak. Adapun strategi yang dilakukan adalah membuat ombus-ombus tetap hangat dengan meletakkannya dalam sebuah dandang di atas kompor (bagi yang berjualan di kedai) dan meletakkannya dalam suatu wadah atau keranjang (bagi yang berjualan dengan sepeda angin).


(3)

Daftar Isi

ABSTRAKSI……… i

KATA PENGANTAR………. ii

DAFTAR ISI……… v

DAFTAR TABEL………... viii

DAFTAR LAMPIRAN………... xi

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH………...……….. 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH………... 9

1.3 TUJUAN PENELITIAN………... 9

1.4 MANFAAT PENELITIAN……….. 9

1.5 DEFENISI KONSEP………... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA……….. 12

2.1 KONSEP MENGENAI MAKAN……… 12

2.2 MAKANAN TRADISIONAL……….. 13

2.3 MAKANAN TRADISIONAL (SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL……….. 16

2.4 POTENSI MKANAN TRADISIONAL BAGI PEREKONOMIAN RAKYAT ... 17

2.5 ADAPTASI SOSIAL DAN COPING STRATEGIES ... 22

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 JENIS PENELITIAN ... 31

3.2 LOKASI PENELITIAN ... 32

3.3 UNIT ANALISA DAN INFORMAN ... 32

3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 33

3.5 INTERPRETASI DATA ... 35

3.6 JADWAL KEGIATAN ... 36

3.7 KETERBATASAN PENELITIAN ... 37

BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA... 38

4.1 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 38

4.1.1 SECARA SINGKAT KECAMATAN SIBORONG BORONG ... 38

4.1.2 KONDISI GEOGRAFIS KECAMATAN SIBORONGBORONG ... 39

4.2 OMBUS-OMBUS SIBORONGBORONG ... 46

4.2.1 SEJARAH MAKANAN TRADISIONAL OMBUS- OMBUS .. 46

4.2.2 RAGAM MAKANAN TRADISIONAL BATAK ... 50

4.2.3 PEDAGANG OMBUS-OMBUS YANG SEMAKIN BERKURANG ... 57

4.3 PROFIL INFORMAN ... 58


(4)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 106 5.1 KESIMPULAN... 106 5.2 SARAN ... 111


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sejarah peradaban bangsa-bangsa di dunia ini menunjukkan bahwa berbagai upaya yang dilakukan berbagai bangsa untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya pada awalnya berbasis pada sumber daya alam yang ada disekitarnya. Demikian halnya dengan nenek moyang kita yang telah mempunyai pengalaman panjang dan turun temurun dalam menyeleksi berbagai sumber daya hayati disekitarnya, yang mereka anggap dan yakini bermanfaat bagi peningkatan kesehatan dan terapi penyakit.

Setiap negara pasti mempunyai ciri khas tersendiri baik itu dari segi kebudayaannya, adat istiadatnya, ataupun dari ciri khas makanan negara tersebut. Hal ini disebabkan masing negara memiliki keanekaragaman penduduk yang masing-masing penduduk di setiap daerah menghasilkan suatu kebudayaan yang khas baik itu dari segi tari-tarian ataupun makanan khas.

Begitu juga dengan Indonesia yang selain kaya akan keanekaragaman hayati juga kaya akan keanekaragaman suku, agama, adat-istiadat, dan juga termasuk makanan khas atau makanan tradisional yang dihasilkan. Dengan begitu banyaknya wilayah atau daerah yang terdapat di Indonesia berarti juga terdapat beranekaragam keindahan ataupun pesona yang dimiliki oleh daerah tersebut termasuk makanan khasnya.

Berbicara mengenai makanan tradisional atau makanan khas tersebut pasti kita sudah dapat membayangkan bahwa tiap daerah memiliki daya tarik tersendiri baik itu bagi para wisatawan asing ataupun wisatawan domestik yang gemar melakukan


(6)

perjalanan untuk mencoba rasa baru dari makanan khas daerah di Indonesia. Makanan khas atau makanan tradisional adalah wujud pencapaian estetika tentang bagaimana bangsa dalam rentang waktu sejarah tertentu yang terbangun dengan spirit dan cita rasa. Pangan tradisional adalah makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, dengan cita rasa khas yang diterima oleh masyarakat tersebut. Bagi masyarakat Indonesia umumnya amat diyakini khasiat aneka pangan tradisional, seperti tempe, kunyit, jahe, kencur, temu lawak, asam jawa, sambiloto, daun beluntas, daun salam, cincau, dan aneka herbal lainnnya.

Oleh sebab itu terdapat suatu ungkapan yang mengatakan bahwa sekali-kali jangan pernah mengatakan telah mengenal sebuah bangsa, jika belum mengenal makanan khas negara tersebut. Ungkapan ini berlaku bagi negeri manapun termasuk Indonesia. Oleh sebab itu, jangan pernah mengatakan telah mengenal Indonesia jika belum mengenal makanan khas yang dihasilkan dari setiap daerah yang ada di Indonesia. Di Sumatera Utara, misalnya terkenal dengan makanan khasnya seperti, bika ambon, roti gulung, saksang, mie kwetiau, sambal tinuktuk, dan masih banyak lagi.

Selain makanan khas berupa mie kwetiau ataupun bika ambon yang terdapat di Sumatera Utara, juga terdapat makanan khas yang berasal dari Tapanuli Utara (wilayah bagian Sumatera Utara). Adapun makanan khas yang dihasilkan dari kabupaten Tapanuli Utara ini tepatnya di kecamatan Siborong-borong yang terkenal dengan makanan khasnya yang dikenal dengan sebutan ombus-ombus.

Masyarakat Batak Toba sudah tidak asing lagi dengan nama makanan yang satu ini. Ombus-ombus adalah kue khas dari Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara. Ombus-ombus yang berasal dari Siborongborong ini adalah panganan sejenis lepat


(7)

(dalam bahasa Batak disebut dengan lappet) yang biasanya dibuat dari tepung ketan. Ombus-ombus ini sendiri bukan dibuat dari tepung ketan seperti yang selama ini disangka orang.

Makanan khas ombus-ombus ini berasal dari bahasa Batak yang mempunyai arti ditiup-tiup. Makanan ini disebut dengan ombus-ombus karena makanan ini biasanya dimakan ataupun disajikan dalam keadaan yang masih panas dan itu berarti untuk menikmati ombus-ombus ini perlu ditiup-tiup terlebih dahulu. Biasanya makanan ini akan lebih enak bila disajikan bersama dengan teh manis ataupun kopi.

Ombus-ombus dibuat dari bahan tepung beras pilihan, yang dicampur dengan gula putih serta diaduk dengan kelapa parut dan sebagian lagi menggunakan gula merah kemudian dibungkus dengan daun pisang lantas dikukus layaknya seperti membuat panganan dari tepung beras lainnya. Adapun tepung beras yang digunakan adalah tepung pilihan dan tidak bisa sembarang, sedangkan kelapa harus diparut dengan tangan (secara manual) karena jika menggunakan parutan mesin, patinya akan hilang, serta daun pisang pembungkus yang digunakan juga tidak sembarangan yaitu jenis ‘ucim’ (pucuk teratas daun) karena sangat berpengaruh terhadap rasa ombus-ombus. Ombus-ombus tersebut menjadi khas dikarenakan salah satu sisi pelipatan daun menjadi empat persegi, dan ini disusun dengan rapat pada kantongan tandan, lalu dimasukkan ke dalam kaleng yang ditempatkan pada gerobak sepeda sehingga inilah yang membuat ombus-ombus tetap hangat meskipun dijajakan seharian penuh.

Ombus-ombus tersebut bukan hanya dapat kita jumpai di kedai-kedai saja ataupun yang dijajakan atau dijual dengan mengggunakan sepeda tetapi juga dapat kita jumpai di acara-acara adat Batak tertentu. Biasanya jika dalam acara adat Batak, ombus-ombus


(8)

dijadikan sebagai makanan penutup. Kue tradisional ini juga dapat dijumpai di Medan. Biasanya dipesan langsung dengan pembuatnya atau dijual secara berkeliling pada masa tertentu. Terkadang di daerah pasar sentral Sambu ada juga penjual panganan ini.

Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder (secondary function), yaitu memiliki penampakan dan cita rasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tinggginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen apabila penampakan dan cita rasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan cita rasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan pangan akan diterima atau tidak oleh konsumen. Pangan mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia, baik sebagai produsen, pedagang, maupun konsumen. Dengan demikian gangguan yang terjadi pada produksi dan pemsaran bahan pangan, serta perubahan dalam harga pangan, akan menimbulkan keresahan masyarakat (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 1979).

Memang, sebagian besar daerah memiliki ciri khas masakan khas masing-masing dan hingga saat ini selalu dipertahankan dengan berbagai alasan mulai dari adat, budaya maupun alasan tertentu lainnya. Demikian halnya di Kecamatan Siborongborong, daerah ini memang cukup strategis untuk zona kawasan bisnis, karena berada di daerah Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) Tarutung-Balige. Kawasan ini juga berada dipertengahan daerah Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Humbahas. Sehingga tak bisa dipungkiri, banyak pedagang dari ketiga kabupaten tersebut melakukan pengembangan usaha di daerah ini.


(9)

Sebagai negara agraris, Indonesia sebenarnya memiliki potensi sumber pangan yang dapat dimanfaatkan. Potensi ketersediaan pangan yang beragam dari satu wilayah ke wilayah lainnya menyebabkan Indonesia kaya akan makanan khas atau makanan tradisional di masing-masing daerah. Kekayaan tersebut baik dari segi jenis makanan maupun cara memasak dan cita rasanya. Dimana, sebagian besar dari makanan tradisional tersebut hanya dikenal dan dikonsumsi secara lokal tetapi di beberapa daerah telah menjadikan usaha pengembangan makanan tradisional sebagai salah satu peluang bisnis.

. Secara internal dalam persaingan dunia usaha layanan makanan masih tersimpan sejumlah persoalan kebudayaan. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Siborongborong dihadapkan pada semakin banyaknya jasa layanan makanan modern bermunculan yang menyajikan hidangan-hidangan impor, cara saji cepat, nuansa yang bersih, aman, dan nyaman, Semuanya itu dikemas dalam penerapan konsep efisien dan efektif, sementara di sisi lain (secara tradisional) tetap dipersoalkan masalah nilai-nilai. Dengan demikian terdapat dua kutub, yaitu tradisional dan modern yang saling berkaitan.

Selama ini, usaha makanan Batak terutama makanan tradisionalnya, harus bersaing dengan usaha makanan yang disajikan lebih modern. Masakan Toba mengalami stigma yang sama dengan masakan Bali dan juga masakan Manado. Banyak yang menduga bahwa makanan dari ketiga daerah tersebut selalu mengandung bahan-bahan yang tidak halal, kurang higienis, penyajian yang lama, dan lain-lain. Padahal bila mengenalinya dengan baik, ketiga daerah tersebut memiliki kekayaan kuliner yang sangat kaya dengan makanan-makanan yang dapat disajikan secara halal (Silaban, 2006). Oleh sebab itu timbullah citra negatif bagi usaha makanan tradisional Batak.


(10)

Pada era globalisasi, tuntutan terhadap mutu produk akan semakin tinggi disertai dengan harga yang semakin bersaing, demikian juga tuntutan terhadap mutu SDM. Keberhasilan usaha dalam pasar terbuka ditentukan oleh produktivitas dan efisiensi produksi.. Agar dapat bertahan dan berkembang secara berkelanjutan, setiap bagian dalam usaha itu melaksanakan pekerjaannya dan menunjuk pada tanggung jawab yang diemban oleh para pelaku usaha baik itu pedagang maupun pengusaha besar sekalipun. Pengetahuan mengenai cara berjualan atau memperdagangkan produk maupun makanan menjadi penting bagi para pedagang makanan atau usaha-usaha lainnya pada saat dihadapkan pada beberapa permasalahan, seperti menurunnya pendapatan yang disebabkan oleh menurunnya daya beli konsumen terhadap suatu produk sehingga mengakibatkan lambatnya pertumbuhan dalam kegiatan berdagang, seperti halnya kepada para pedagang makanan tradisional yang mengalami penurunan pendapatan diakibatkan konsumen/pembeli beralih/lebih memilih makanan fast food atau makanan impor lainnya karena makanan impor yang terlihat praktis dan siap saji serta fasilitas yang menyenangkan.

Globalisasi telah menjadi kenyataan yang tidak dapat dielakkan lagi. Peristiwa dan segala bentuk perubahan terjadi kapan saja, dimana saja, dan melibatkan siapa saja. Upaya pembuatan terobosan untuk memenangkan persaingan diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam banyak faktor dengan tetap menjaga dan memelihara budaya dan kepribadian bangsa serta kelestarian fungsi dan mutu lingkungan. Pada satu sisi ada usaha untuk masuk dalam perdagangan internasional, di sisi lain justru muncul semangat untuk kembali pada etnisitas dan lokalitas, mempertanyakan kembali etnisitas kebangsaannya, mempertimbangkan warna budayanya.


(11)

Apabila hal ini dibiarkan secara terus-menerus maka dikhawatirkan nilai-nilai tradisional yang terkait dengan usaha layanan makanan akan semakin bercampur dengan konsep-konsep atau nilai-nilai modern. Fenomena seperti itu mungkin dapat kita lihat mulai dari anak-anak, remaja, hingga para orang tua datang berkunjung dan menikmati sajian dari restoran untuk menikmati makanan yang jauh lebih enak dibandingkan dengan makanan daerahnya sendiri.

Keragaman budaya lebih daripada sekedar beranekaragam ras dan bahasa etnik.. Dalam suatu hubungan, cara yang tidak jelas tetap sama pentingnya, keragaman ini meresap ke dalam masyarakat termasuk dalam lingkungan bisnis. O’Hara (1996) menyatakan bahwa tantangan baru globalisasi memberikan peluang untuk mengambil langkah yang sama sekali berbeda, suatu langkah yang menyatukan keragaman cara yang memungkinkan bisnis tumbuh dan mendapatkan keuntungan dari banyak kualitas kultur yang berbeda yang menjadi karakteristik dari sebagian besar masyarakat. Untuk melakukan perubahan yang demikian maka perlu perubahan cara pandang tentang keragaman tersebut yang lebih mengarah pada perubahan pola pikir.

Globalisasi telah mengubah peta perdagangan dunia. Pasar yang semakin terbuka membuat persaingan semakin ketat dan melahirkan hiper kompetisi (hyper competition). Dengan bertambahnya pesaing-pesaing baru dalam dunia usaha membuat para pengusaha atau pedagang harus berpikir seoptimal mungkin untuk dapat mencapai tujuan. Bukan hanya itu saja, tetapi juga keberadaan para pelanggan dan pembeli (konsumen) yang memegang peranan penting dalam kelangsungan sirkulasi pasar. Pelanggan global yang telah bebas memilih mengenai produk-produk yang akan dibeli serta dimana ia membeli


(12)

menjadi manja dengan situasi global saat ini tanggal 10 Juni 2010).

Pembeli atau konsumen merupakan fokus dari aktivitas bisnis pasar apapun. Dengan demikian, pembeli atau konsumen adalah orang nomor satu di dalam sirkulasi pasar. Segala sesuatunya harus dipandang dari sudut konsumen. Keingintahuan tentang konsumen hendaknya berfokus pada apa yang sebenarnya mereka inginkan serta mengantisipasi apa yang mereka inginkan di kemudian hari. Penjualan yang bersifat dinamis, baik itu teknologi, pasar maupun ekonomi akan berubah seiring dengan semakin berkembangnya persaingan dalam dunia usaha maupun perdagangan. Konsumen mempunyai informasi terkini dan menuntut lebih banyak. Semuanya memerlukan pemahaman, antisipasi, dan kecerdikan dalam memanfaatkan perubahan dan harus mampu menyelaraskan antara kemampuan dan keterbatasannya untuk memanfaatkan peluang sekaligus menahan ancaman yang diakibatkan dari perubahan tersebut.

Dengan semakin banyaknya makanan produk impor yang masuk ke Indonesia, bukan hanya menyebabkan punahnya beberapa makanan tradisional yang terganti kedudukannya, namun juga berpengaruh pada perekonomian para pedagang makanan tradisional tersebut yang semakin menurun. Untuk menghadapi persaingan dengan produk makanan impor, maka para pedagang makanan tradisional memerlukan beberapa strategi yang dilakukan agar makanan tradisional juga tetap menjadi khas dari daerah tersebut/tidak mengalami kepunahan dan juga untuk mempertahankan perekonomian mereka agar tetap stabil.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui strategi-strategi yang dilakukan dalam mempertahankan makanan tradisional ombus-ombus di tengah munculnya produk


(13)

makanan impor serta juga mengetahui kondisi sosial-ekonomi para pedagang ombus-ombus.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan dalan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pola strategi yang dilakukan oleh para pedagang ombus-ombus di tengah maraknya persaingan dengan produk makanan impor?

2. Bagaimana kondisi sosial-ekonom para pedagang ombus-ombus?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui strategi-strategi apa saja yang dilakukan pedagang ombus-ombus untuk dapat bertahan dalam menjual makanan tradisional ombus-ombus-ombus-ombus ini ditengah maraknya persaingan dengan produk makanan impor.

2. Untuk mengetahui kondisi sosial-ekonomi pedagang ombus-ombus

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis.

1. Untuk melatih kemampuan akademis sekaligus penerapan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh penulis

2. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya yang mempunyai ketertarikan dengan masalah penelitian ini


(14)

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Data-data dalam penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi perumus kebijakan dan instansi terkait.

2. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pedagang makanan tradisional ombus-ombus.

1.5 Definisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudan dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah definisi, suatu abstraksi mengenai gejala atau realita atau suatu pengertipan yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Moeleong, 1997:67). Konsep juga berarti definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial atau alam (Singarimbun, 1983:17).

Untuk menjelaskan maksud dan pengertian, maka konsep-konsep yang terdapat dalam penelitian ini adalah :

a. Makanan tradisional

Makanan tradisional adalah wujud pencapaian estetika tentang bagaimana bangsa dalam rentang waktu sejarah tertentu yang terbangun dengan spirit dan cita rasa (Sri Hartini, 2009).

b. Ombus-ombus

Ombus-ombus adalah kue tradisional yang berasal dari kabupaten Tapanuli Utara kecamatan Siborong-borong. Dalam bahasa Indonesia, ombus-ombus berarti tiup-tiup yang menandakan bahwa makanan ini lebih enak jika dimakan dalam keadaan panas-panas (http://bataknews.wordpress.com).


(15)

c. Masyarakat

Masyarakat menurut Ralph Linton adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja bersama dalam waktu yang cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskakn secara jelas.

d. Makanan impor adalah makanan yang berasal dari negara luar yang masuk ke negara tertentu, misalnya di negara Indonesia dapat dijumpai berbagai jenis produk makanan impor, seperti, KFC, Mc Donalds, dan lain-lain.

e. Pedagang makanan tradisional adalah orang yang menjajakan atau menjual barang dagangannya berupa makanan tradisional daerah tersebut yang dijual baik itu secara keliling ataupun di pasar atau membuka usaha jual makanan sendiri.

f. Strategi adalah rencana atau langkah tindakan mengarah pada alokasi sumber daya langka organisasi atau badan usaha menurut waktu untuk mencapai tujuan.

g. Strategi bertahan/strategi adaptasi adalah strategi, cara atau metode yang dilakukan oleh masyarakat untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam lingkungan baik sosial maupun ekonomi, dalam hal ini adaptasi diartikan sebagai suatu proses untuk memenuhi syarat dasar untuk melangsungkan hidup.


(16)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep Mengenai Makan

Makan merupakan kebutuhan pokok manusia. Dalam teori Maslow, menempatkan kebutuhan makan pada hierarki yang paling besar. Makan sering juga disebut sebagai suatu upacara karena perbuatan makan dilakukan berdasarkan aturan-aturan yang diikuti secara ketat dan selalu terulang tanpa nelihat batas-batas waktu dan tempat. Selain dari itu, tradisi makan selalu dilihat sebagai sesuatu yang dihormati sehingga tradisi makan merupakan etika hidup dengan norma-norma tertentu dalam masyarakat tersebut.

Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan beragamnya kebudayaan mengenai makan, terutama di bidang-bidang makanan, orang semakin menyadari bahwa makanan yang dimakan harus merupakan makanan seimbang. Oleh sebab itu, terutama generasi muda sekarang, mulai mengutamakan apa yang dimakan itu ke arah makan yang seimbang. Adanya makanan lain selain makanan pokok yaitu nasi dan lauk-pauk, juga masuknya makanan-makanan pinggiran seperti lontong, bakso, mie ayam, dan lain-lain, serta makanan tradisional dari masing-masing daerah. Adanya penggunaan makanan-makanan tradisional dalam berbagai acara adat dalam masyarakat tertentu, makanan-makanan tradisional di masing-masing daerah juga dapat dengan mudah kita jumpai baik itu di pasar-pasar tradisional, rumah makan maupun yang diperdagangkan secara berkeliling sehingga memudahkan dalam mencari jenis-jenis makanan itu, seperti pada makanan tradisional batak yang berupa ombus-ombus, naniura maupun naniarsik yang dapat kita


(17)

nikmati di rumah makan maupun dijual oleh pedagang yang menaiki sepeda dengan cara berkeliling.

Makanan merupakan wujud dari kebudayaan manusia oleh karena dalam proses pengolahan bahan-bahan mentah sehingga menjadi makanan, begitu pula dalam perwujudannya, cara penyajiannya dan pengkonsumsiannya sampai menjadi tradisi. Semua hal itu hanya mungkin terjadi karena adanya dukungan dan adanya hubungan yang saling terkait dengan berbagai aspek yang ada dalam kehidupan sosial dan dengan berbagai unsur kebudayaan yang ada dalam masyarakat tersebut.

Selain memiliki fungsi primer, bahan pangan sebaiknya juga memenuhi fungsi sekunder (secondary functions), yaitu memiliki penampakan dan citarasa yang baik. Sebab, bagaimanapun tingginya kandungan gizi suatu bahan pangan akan ditolak oleh konsumen bila penampakan dan citarasanya tidak menarik dan memenuhi selera konsumennya. Itulah sebabnya kemasan dan citarasa menjadi faktor penting dalam menentukan apakah suatu bahan akan diterima atau tidak oleh konsumen.

2.2 Makanan Tradisional

Makanan tradisional merupakan makanan yang paling banyak memiliki ciri-ciri dimana seseorang dilahirkan dan tumbuh (Winarno, 1994). Secara lebih spesifik, kepekatan tradisi-tradisi itu dicirikan antara lain :

• Makanan tradisional dikonsumsi oleh golongan etnik dalam wilayah tertentu. Makanan tradisional pada umumnya lebih banyak dikonsumsi oleh masyarakat yang menjadi daerah asal tersebut yang kemudian diperkenalkan kepada orang


(18)

lain atau orang pendatang dengan cara menjualnya diwarung atau dijajakan secara berkeliling.

• Makanan tradisional diolah mengikuti ketentuan (resep) yang diberikan secara turun-temurun. Pada umumnya resep dalam makanan tradisional yang dibuat oleh penduduk asli tersebut merupakan hasil resep turun-temurun dan biasanya lebih banyak diturunkan didalam keluarga. Hal ini dilakukan dengan tujuan supaya cita rasa khas makanan tersebut dapat tetap terjaga. Misalnya, pada umumnya para pedagang ombus-ombus mengakui bahwa dalam keluarga mereka pekerjaan menjadi pedagang ombus-ombus sudah menjadi turun-temurun mulai dari kakek, orang tua sampai dengan anak-anaknya. Begitu juga dengan resep ombus-ombus yang mereka miliki juga diberikan kepada generasi berikutnya yang nantinya akan meneruskan usaha berjualan ombus-ombus ini.

• Makanan tradisional terbuat dari bahan-bahan yang diperoleh secara lokal dan disajikan sesuai selera dan tradisi setempat. Bahan-bahan untuk membuat makanan tradisional bisa dikatakan dapat mudah untuk diperoleh karena pada dasarnya bahan-bahan tersebut dapat dengan mudah dibeli di pasar-pasar daerah penghasil makanan tradisional tersebut dan biasanya disesuaikan dengan selera yang diinginkan sehingga ada makanan tradisional yang terasa pedas, manis, dan lain-lain. Misalnya, dalam masyarakat batak Toba yang pada dasarnya menyukai makanan yang rasanya pedas maka mereka menggunakan bumbu yang dinamakan dengan andaliman sebagai pengganti cabai, seperti pada makanan tradisional natinombur yang menggunakan andaliman dalam jumlah yang banyak sebagai ciri khas makanan tersebut.


(19)

Tradisional itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu proses yang menggambarkan tidak berubah, namun juga bisa menggambarkan dinamika dalam cara berbagi pengetahuan dan belajar (Empat Dewan Arah, 1996). Kuhlein dan Receveur mendefinisikan sistem pangan masyarakat adat menyiratkan proses sosial budaya berbagi: “sistem makanan tradisional masyarakat adat dapat didefinisikan ke sistem yang berasal dari lokal, lingkungan alam yang secara kultural dapat diterima dan juga mencakup makna sosiokultural, akuisisi/ teknik pemrosesan, penggunaan, komposisi, dan sizi konsekuensi bagi orang yang menggunakan makanan (Kuhlein dan Receveur, 1996:417).

Makanan tradisional adalah makanan dan minuman, termasuk makanan jajanan serta bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia. Biasanya makanan tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat setempat dengan bahan-bahan yang diperoleh dari sumber lokal yang memiliki citarasa yang relatif sesuai dengan selera masyarakat setempat. Disadari atau tidak banyak makanan tradisional yang berkhasiat bagi kesehatan. Dilihat dari sifatnya yaitu mempunyai karakteristik sensori, bergizi, dan mempunyai sifat fisiologis berkhasiat bagi kesehatan, maka seharusnya banyak makanan tradisional yang dapat dikategorikan sebagai makanan fungsional. Ciri utama makanan tradisional Indonesia umumnya: (1) banyak mengandung rempah-rempah sebagai bumbu; (2) mengandung banyak sayuran; (3) daging dan ikan moderat atau kurang; (4) sumber protein nabati lebih tinggi dibanding protein hewani.

Perkembangan kuliner di Indonesia masih bersifat sporadik karena sangat luas wilayahnya dan beragam jenisnya selain itu belum ada satu lembaga yang langsung


(20)

dibina oleh pemerintah dengan pendanaan yang konsisten dalam melakukan penelitian, pendataan, penyuluhan, dan melakukan kegiatan seni kuliner antar daerah secara silang. Lembaga-lembaga pendidikan dan pariwisata, masih belum jelas mengarah ke pengembangan dalam seni kuliner Indonesia.

Makanan tradisional terkait dengan berbagai aspek yang mencakup antara lain : aspek budaya meliputi kebiasaan makan. selera, kepercayaan, agama, seremonial, bukti peninggalan kuno; aspek ekologi meliputi biologis, geografi; aspek teknologi meliputi substansi makanan, gizi, pengolahan, pengawetan, pengemasan, estetika; aspek ekonomi meliputi produksi, konsumsi, nilai tambah, harga (pricing policy), dan kesejahteraan.

2.3 Makanan Tradisional Sebagai Pangan Fungsional

Makanan Tradisional bukan hanya sekedar makanan yang dikonsumsi oleh sekelompok masyarakat tertentu dimana daerah asal makanan tersebut, tetapi makanan tradisional juga bisa berperan sebagai pangan fungsional. Orang-orang yang bijaksana sering mengatakan bahwa “kesehatan adalah harta yang paling berharga dalam hidup ini”. Untuk mewujudkannya antara lain dapat kita lakukan melalui pengaturan makanan (Made Astawan dalam situs

Pangan fungsional dapat berupa makanan dan minuman yang berasal dari hewani atau nabati. Contoh pangan tradisional Indonesia yang memenuhi persyaratan pangan fungsional adalah : minuman beras-kencur, temulawak, kunyit-asam, dadih (susu fermentasi khas Sumatera Barat, dali ni horbo (susu kerbau hasil fermentasi khas Sumatera Utara), tempe, tape, dan lain-lain. Pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa


(21)

dosis tertentu. Konsumsi pangan fungsional dapat dilakukan oleh semua kelompok umur ( kecuali bayi). Makanan tradisional juga dapat mencegah terjadinya penyakit kanker.

Kematian yang disebabkan penyakit kanker akan terus meningkat, jika tidak ada perubahan pola makan, perilaku, gaya hidup di masyarakat. Satu upaya bermakna yang bisa mengurangi penyakit kanker adalah lebih banyak mengonsumsi makanan tradisional (lokal). "Globalisasi mendorong terjadinya perubahan radikal dalam sistem retail pangan, yang ditandai dengan menjamurnya "hypermarket", restoran cepat saji, waralaba, "food

court" dari berbagai penjuru dunia, yang sebagian besar meyajikan "junk food" (makanan

sampah) dengan risiko terkena kanker sangat tinggi," kata Prof dr Muhammad Sulchan dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Pengawetan dan pengolahan makanan dengan menggunakan garam, pengasapan bersifat inisiator dan promotor kanker. Makanan cepat saji menggunakan proses pengolahan dan pematangan yang berisiko menyebabkan kanker. Untuk mengurangi risiko kanker, Sulchan menyarankan agar masyarakat lebih banyak mengonsumsi makanan lokal yang menggunakan bahan baku alami dan diolah secara tradisional. Selain itu, harus mengkonsumsi banyak sayuran dan buah-buahan segar, karena pada keduanya terdapat banyak zat yang bersifat antioksidan.

2.4 Potensi Makanan Tradisional Bagi Perekonomian Rakyat

Sistem perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi campuran (mixed


(22)

mengambil kebaikan liberalisme dan nilai filosofis dari sosialisme. Inilah yang sering disebut sebagai sistem ekonomi Pancasila dalam spirit demokrasi ekonomi.

Peran usaha kecil sangat penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat dan merupakan sektor usaha yang strategis dan potensial dalam menciptakan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi, mempercepat proses pemerataan dan memberikan pelayanan ekonomi kepada masyarakat luas. Hal ini memberikan legitimasi tentang perlunya jaminan hak hidup, hak untuk berkembang, dan hak untuk dibina bagi usaha kecil agar dapat berkembang menjadi usaha yang tangguh, sehat, dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha besar (Prawirokusumo, 2001).

Kebijakan ekonomi daerah dalam perspektif ekonomi, berakar dari konsep desentralisasi, yakni pelimpahan sebagian wewenang yang dimiliki pemerintahan pusat terhadap pemerintahan daerah. Konsep desentralisasi sendiri merupakan kebalikan dari sistem sentralisasi dimana seluruh kewenangan dikuasai oleh pemerintah pusat. Desentralisasi adalah suatu sistem dalam bagian dari tugas negara diserahkan penyelenggaraannya kepada organ atau institusi yang mandiri (Kaho, 1998).

Pemahaman tentang ekonomi rakyat dapat dipandang dari dua (2) pendekatan; Pertama, pendekatan kegiatan ekonomi dari pelaku ekonomi berskala kecil disebut perekonomian rakyat. Berdasarkan pendekatan ini, pemberdayaan ekonomi rakyat dimaksudkan adalah pemberdayaan pelaku ekonomi berskala kecil. Kedua, pendekatan sistem ekonomi yaitu demokrasi ekonomi atau sistem ekonomi.

Pembangunan yang demokratis disebut pembangunan partisipatif (participatory

development), sedangkan partisipasi menurut Sastrodipoetra (1998) adalah keterlibatan


(23)

kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan pendekatan kedua ini, maka pemberdayaan ekonomi rakyat dimaksud adalah menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam pembangunan. Hal ini bermakna bahwa ekonomi rakyat adalah sistem ekonomi yang mengikusertakan seluruh lapisan masyarakat dalam proses pembangunan dimana seluruh lapisan tersebut tanpa terkecuali sebagai penggerak pembangunan. Pendekatan kedua ini sering disebut sebagai ekonomi kerakyatan (Rusli Zainal, 2002). Petani, pengusaha kecil maupun pedagang dan koperasi adalah sebagai pelaku ekonomi kerakyatan dalam rangka pembangunan daerah.

Sektor pertanian sebagai sektor utama dalam menopang perekonomian rakyat Indonesia menjadi sangat strategis peranannya. Peran strategis yang disandangnya sudah sewajarnya bila mendapat perhatian yang serius baik dari kalangan pemerintah maupun dari masyarakat Indonesia. Pertanian primer sebagai basis andalan pembangunan ekonomi nasional merupakan paradigma lama, sehingga sesegera mungkin diarahkan pada paradigma baru, yakni menjadikan agribisnis sebagai basis pembangunan nasional.

Potensi yang dikandung dari makanan tradisional sesungguhnya sangat besar. Beragam budaya adalah modal dasar yang tak ternilai karena mengangkatnya secara ekonomi dalam wujud sajian makanan tradisional diharapkan dapat pula menarik keuntungan-keuntungan social yang lebih besar dari yang diperkirakan yaitu meningkatnya kontrak, transaksi, dan investasi dalm wujud munculnya organisasi-organisasi ekonomi yang baru. Namun upaya menghasilkan makanan tradisional sekaligus menyaingi dan mempersandingkannya dengan makanan produk impor senantiasa menghadapi kendala, misalnya, sanitasi yang buruk, proses pengolahan yang


(24)

overcook, kurang memperhatikan gizi, lemahnya unsur teknologi atau kendala budaya

lainnya.

Industri fast food memaksa penduduk dunia menyantap makanan yang seragam. Contohnya, ayam goreng (fried chicken) dari ayam ras telah menyisihkan ayam kampong yang lebih alami karena umumnya dipelihara secara organik. Agar cepat besar, ayam ras dipelihara secara intensif dengan makanan formula khusus, suntikan hormon, dan antibiotik. Contoh lain, industri fast food dengan bahan tepung terigu seperti roti dan donat menggiring penikmat makanan lokal lebih banyak menghabiskan terigu/gandum. Dikhawatirkan lama kelamaan orang makin melupakan makanan lokal mereka, berganti dengan makanan global (ayam ras dan terigu).

Oleh sebab itu saat ini industri pangan nasional bangkrut karena tidak mampu bersaing dengan industri pangan modern yang dikendalikan dari negara maju. Dengan mutu produk yang masih rendah, namun biaya produksi mahal menjadikan industri pangan nasional tidak kompetitif. Hal ini seiring dari kurangnya modal dan sumber daya manusia (SDM) terampil guna menjalankan proses produksi secara efisien.

Upaya pengembangan industri pangan mempunyai prospesk yang cerah, terbukti dengan adanya orientasi pasar yang sudah berubah dari hanya memenuhi kebutuhan nasional menjadi komoditi ekspor. Disamping itu industri pangan mempunyai daya saing yang kuat karena didukung oleh sumberdaya alam setempat serta peningkatan hasil pertanian di seluruh wilayah Indonesia

Untuk dapat menjadi pelaku dalam percaturan perdagangan global, maka industri pangan nasional harus mempertajam daya saingnya guna merebut pasar nasional dan internasional. Jika mutu produk industri pangan nasional biasa-biasa saja, pasti kalah


(25)

bersaing di pasar bebas dengan produk pangan dari industri-industri raksasa yang mutunya terjamin dan harganya terjangkau daya beli masyarakat kebanyakan. Kehadiran mal di kota-kota besar menjanjikan kemudahan yang melengkapi fenomena yang mengubah peradaban tradisional ke peradaban modern. Zaman dulu, ketika orang tua kita belanja ke pasar, oleh-olehnya adalah pisang goreng dan dawet. Tetapi kini, sehabis berbelanja di mal, oleh-olehnya Dunkin' Donuts, Coca Cola dingin, dan es krim bermerek Barat. Bahkan, gaya hidup generasi muda juga telah mengarah pada era globalisasi.

Potensi ketersediaan pangan yang beragam dari satu wilayah ke wilayah lainnya menyebabkan Indonesia kaya akan makanan khas atau makanan tradisional di masing-masing daerah. Kekayaan tersebut, baik dari segi jenis makanan maupun cara memasak dan cita rasanya. Sebagian diantaranya berpotensi untuk dikembangkan menjadi usaha rakyat. Mengingat penting dan strategisnya ekonomi rakyat, khususnya usaha kecil dengan memperhatikan berbagai tantangan dan peluang maka di dalam pemberdayaan ekonomi rakyat perlu menumbuhkan iklim usaha yang kondusif serta bersama-sama masyarakat dan dunia usaha itu sendiri melakukan pembinaan dan pengembangan (Prawirokusumo, 2001). Ekonomi rakyat adalah ekonomi pribumi (people’s economy is

indegenous economy). Ekonomi rakyat dimaksudkan sebagai perekonomian atau

perkembangan ekonomi kelompok masyarakat yang berkembang relatif lambat, sesuai dengan kondisi yang melekat pada kelompok masyarakat tersebut (Zulkarnain, 2002).

Berbagai pengalaman, pengetahuan, dan kemampuannya, dan juga hal-hal yang telah diwariskan oleh para leluhurnya memiliki berbagai hasil budaya yang layak untuk dikembangkan. Salah satunya adalah makanan tradisional dengan sistem pelayanannya. Selanjutnya, dalam perkembangannya, makanan tradisional tersebut dipilih dan


(26)

dikreasikan sehingga dapat menjadi aset ekonomi yang baik. Memanfaatkan potensi daerah adalah salah satu langkah yang dapat ditempuh, yaitu dengan mengembangkan apa yang menjadi kekhasan daerah untuk dijadikan sebagai usaha yang menopang kesejahteraan rakyat. Makanan tradisional adalah salah satu peluang usaha yang dapat menopang kesejahteraan rakyat.

2.,6 Adaptasi Sosial dan Coping Strategies

Strategi bertahan adalah tindakan atau cara yang dilakukan oleh produsen agar usaha tetap berproduksi, beroperasi atau berjalan. Kemampuan bertahan lebih dimiliki oleh usaha kecil-menengah karena sifat usaha itu sendiri yang langsung ditangani oleh para pemilik sehingga fleksibel dalam beradaptasi terhadap perubahan lingkungan dan mempunyai kecepatan dan tekad (speed and passion). Kemampuan bertahan usaha kecil/pedagang kecil ini sejalan dengan pendapat Audretsch (1997) yang menyatakan bahwa bertahan suatu perusahaan tergantung dari: (1) the startup size, banyaknya jumlah tenaga kerja yang dimiliki pada waktu usaha itu dimulai, (2) capital intensity, mencerminkan biaya produksi yang harus dikeluarkan, terutama untuk biaya-biaya tetap, dan (3) debt structure, struktur modal, terutama yang disebabkan oleh banyaknya bunga utang sebagai beban tetap yang harus ditanggung. Perbedaan nilai dari ketiga unsur itu menyebabkan perbedaan tingkat bertahan satu usaha/dalam kegiatan berdagang.

Kajian mengenai strategi bertahan pada usaha skala kecil menjadi hal yang menarik. Setidaknya ada tiga alasan: (1) usaha mikro-kecil relatif lebih mampu bertahan terhadap perubahan lingkungan ekonomi. misalnya krisis ekonomi, daripada usaha menengah-besar, (2) usaha mikro-kecil relatif dinamis dan adaptif terhadap perubahan


(27)

lingkungan ekonomi yang terjadi, dan (3) usaha mikro-kecil mampu menyerap tenaga kerja, terutama tenaga kerja tidak terampil.

Perilaku seseorang dalam aktifitas ekonomi tidak hanya merupakan suatu tindakan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi semata tetapi terdapat motif lain yang menyebabkan adanya jalinan hubungan yang erat antara penjual dengan pembeli. Menurut Max Weber (dalam Damsar, 1997) perilaku ekonomi seseorang bisa jadi merupakan suatu tindakan sosial, bila tindakan tersebut memperhitungkan perilaku orang lain. Jaringan hubungan ekonomi antar pembeli dengan penjual, dapat dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan non ekonomi. Hal tersebut terjadi pada suatu masyarakat yang mempunyai ikatan emosional yang kuat baik ras, etnik maupun agama. Keadaan tersebut oleh Durkheim (dalam Kinlock, 1997) disebut sebagai solidaritas mekanik dan banyak dijumpai di masyarakat tertentu yang lebih menyukai melakukan transaksi usaha dengan didasari pertimbangan-pertimbangan non ekonomi, walaupun sebenarnya transaksi tersebut dapat dilakukan dengan suatu kelompok masyarakat tertentu lainnya dengan pertimbangan-pertimbangan ekonomi semata.

Adapun langkah-langkah agar tetap dapat bertahan dalam dunia usaha, antara lain:

1. Tentukan Brand dan Positioning Produk. Brand dan positioning tersebut haruslah yang sesuai dengan target market dan dapat mewakili karakteristik dari barang yang diprduksi. Brand aksesori untuk remaja misalnya, tentunya harus dapat mewakili jiwa dan cita rasa remaja.


(28)

2. Tentukan Lokasi Penjualan. Lokasi penjualan ditentukan oleh lokasi calon pembali. Calon pembeli harus mudah mencapai lokasi penjualan sehingga strategi pemasaran dapat berjalan dengan baik.

3. Dekati Calon Pembeli Dengan Perkenalan Brand dan Positioning Produk. Bisa dengan mengikuti event semacam bazaar, membuat website, menyebarkan flyers atau brosur, hingga membuat iklan dan memuatnya di media cetak maupun elektronik.

4. Buat Penawaran Menarik. Di bulan-bulan pertama sebaiknya dibuat beberapa penawaran yang dapat menarik minat calon pembali untuk mencoba menggunakan produk. Ubah penawaran pada waktu-waktu tertentu hingga posisi brand dan positioning kuat di benak calon pembeli. Saat brand dan positioning produk sudah mulai dikenal, bukan berarti keadaan sudah aman. Justru saat inilah kondisi mulai berbahaya karena pesaing pun sudah mulai mengenal Anda.

5. Network. Perluas jaringan dengan membuka hubungan. Misalnya dengan meminjamkan produk menjadi properti dalam majalah, mensponsori event yang sesuai dengan segmen konsumen, atau membuka lokasi penjualan baru. Dengan begitu, konsumen akan tambah mengenal produk yang ditawarkan.

6. Mengembangkan Usaha. Pada awal merintis usaha, segmentasi target market anda adalah remaja selain itu boleh saja merambah ke segmen wanita dewasa. Selama jenis usaha dan jenis produknya tidak jauh berbeda tinggal menyesuaikan strategi marketing yang sudah ada.

7. Kuatkan hati. Kerja keras dan Pantang Menyerah. Menjalankan usaha sendiri tentunya cukup melelahkan, menyita waktu dan pikiran. Sementara orang lain


(29)

memperoleh penghasilan tetap setiap bulan, Anda harus memikirkan berbagai pengeluaran. Inilah seni dari menjalankan usaha sendiri. Kuatkan hati, kerja keras dan pantang menyerah.

8. Nama Brand Usaha. Jangan pernah memilih nama brand yang sama persis dengan nama brand lain yang telah ada.

Para pedagang kecil biasanya tidak tahu dengan apa yang dinamakan dengan strategi. Menggunakan strategi yang baik adalah bagaimana bertahan hidup dalam dunia kompetitif. Hal inilah yang paling banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan kecil atau pedagang kecil. Berbagai cara dilakukan oleh pedagang kecil agar usahanya dapat hidup atau dagangannya tetap laku. Cara-cara yang dilakukan oleh pedagang kecil inilah yang sesungguhnya disebut dengan strategi. Meskipun bisnis yang kecil dan sederhana, tetapi juga membutuhkan strategi yang baik. Sebuah hubungan antara pembeli dengan pedagang mengimplikasikan loyalitas, emosi, dan perasaan positif terhadap sesuatu atau seseorang. Ketika seorang pelanggan berbicara tentang “makanan yang dimakan terasa enak, dan merasa laparnya telah hilang” (www.msuyanto.com), maka hal inilah yang menunjukkan telah terjadi suatu hubungan. Meskipun strategi yang dilakukan oleh pedagang atau usaha lainnya tergolong strategi yang sederhana, namun jika dilakukan secara fokus terhadap usaha dagangannya maka bisa dinamakan strategi bisnis yang modern. Kunci sukses dalam bisnis adalah memahami dasar-dasar bisnis. Dasar bisnis yang utama adalah merancang dan mempertahankan strategi secara jelas dan terfokus.

Secara umum pertumbuhan ekonomi selalu dijelaskan lebih karena faktor eksternal seperti struktur sistem ekonomi. Tetapi bagi Mc Clelland lebih melihat pada


(30)

faktor internal yakni pada nilai-nilai motivasi yang mendorong untuk mengeksploitasi peluang untuk meraih kesempatan. Dengan kata lain, dorongan internal dapat membentuk dan mengubah nasib sendiri.

McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau “Need

for Achievement” (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai

dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan: “Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit, menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. mencapai performa puncak untuk diri sendiri. mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”

Permasalahan pada negara berkembang selalu dihadirkan pada situasi dan kondisi yang menyebabkan tingginya tingkat resiko di dalam menghasilkan pendapatan yang bervariasi. Rumah tangga yang dihadapkan pada situasi dan kondisi yang beresiko ini, termasuk resiko strategi bertahan. Dalam perjalanan hidupnya, manusia hidup dengan alam secara timbal balik yakni bagaimana manusia beradaptasi dengan alam agar dapat exist (bertahan hidup) dan survive (keberlangsungan hidup) dengan cara mengalihkan energi dari alam kepada dirinya. Sanderson (1995) mendefinisikan adaptasi sebagai sifat sosial yang muncul akibat adanya kebutuhan tujuan, dan hasrat para individu. Hal inilah yang menggerakkan manusia untuk menciptakan teknologi dan cara-cara yang digunakan untuk menyerap sumber daya alam yang dibutuhkannya (Leo dan Ika, 2002).


(31)

Menurut Suparlan (1983) mengatakan bahwa adaptasi pada hakikatnya adalah proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk dapat melangsungkan hidup. Syarat-syarat dasar tersebut mencakup:

1. Syarat dasar alamiah, biologi (manusia harus makan dan minum untuk menjaga kestabilan temperatur tubuhnya untuk tetap berfungsi dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainnya).

2. Syarat dasar kejiwaan, manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh dari perasaan-perasaan takut, gelisah, dan lalin-lain.

3. Syarat dasar sosial, manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan keturunan untuk tidak merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai kebudayaannya.

Vembrianto (1993) menambahkan adaptasi yang dilakukan manusia melalui tingkah lakunya yang dapat menerangkan reaksi-reaksi terhadap tuntutan atau tekanan dari lingkungannya. Tingkah laku manusia inilah yang merupakan adaptasi terhadap tuntutan masyarakat di sekitarnya.

Soekanto (1982) memberikan beberapa batasan pengertian dari adaptasi sosial yakni:

1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan

2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan 3. Proses perubahan untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah 4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan

5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem


(32)

Dari batasan-batasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial terhadap norma-norma, proses perubahan ataupun kondisi yang diciptakan. Secara umum, Coping

Strategies dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menerapkan

seperangkat cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Beberapa pengamat masalah sosial mengistilahkannya dengan nama “Asset Portfolio Management”. Berdasarkan konsepsi ini, Moser (1998) membuat kerangka analisis yang disebut “The Asset Vulnerability Framework”, yang terdiri dari:

1. Asset tenaga kerja (labour assets), misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan anak-anak dalam keluarga untuk bekerja membantu ekonomi rumah tangga. 2. Asset modal manusia (human capital assets), misalnya memanfaatkan status

kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk bekerja atau keterampilan dan pendidikan yang menentukan hasil kerja terhadap tenaga yang dikeluarkannya.

3. Asset produktif (productive assets), misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan hidupnya.

4. Asset relasi rumah tangga atau keluarga (household relation assets), misalnya memanfaatkan jaringan dan dukungan dari sistem keluarga besar, kelompok etnis, migrasi tenaga kerja.

5. Asset modal sosial (social capital system), misalnya memanfaatkan lembaga-lembaga sosial lokal, arisan, dan pemberi kredit informal dalam proses dan sistem perekonomian keluarga.


(33)

Sebagian besar penelitian mengenai Coping Strategies menggunakan keluarga atau rumah tangga sebagai unit analisis. Meskipun istilah keluarga dan rumah tangga sering dipertukarkan, keduanya memliiki sedikit perbedaan. Keluarga menunjuk pada hubungan normatif antara orang-orang yang memiliki ikatan biologis, sedangkan rumah tangga menunjuk pada sekumpulan orang yang hidup satu atap namun tidak selalu memiliki hubungan darah. Anggota keluarga maupun anggota rumah tangga umumnya memiliki kesepakatan untuk menggunakan sumber-sumber yang dimilikinya secara bersama-sama.

Konsep mata pencaharian sangat penting dalam memahami Coping Strategies karena merupakan bagian dari strategi mata pencaharian (Livelihood Strategies). Coping Strategies dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, antara lain:

1. Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk melakukan aktivitas sendiri, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar di lingkungan sektar, dan sebagainya).

2. Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga, misalnya, pengeluaran untuk biaya sandang, pangan, pendidikan, dan sebagainya.

3. Strategi jaring pengaman, misalnya menjalin relasi, baik secara informal maupun formal dalam lingkungan sosialnya dan lingkungan kelembagaan, misalnya, meminjam uang tetangga, mengutang ke warung, memanfaatkan program anti kemiskinan, meminjamkan uang ke rentenir atau bank, dan sebagainya.


(34)

1. Dalam rangka adaptasi, individu mengubah atau menahan impuls-impuls dalam dirinya, misalnya dalam keadaan lapar individu menahan rasa laparnya apabila individu tidak dapat memenuhinya.

2. Dalam rangka adaptasi, individu mengubah tuntutan-tuntutan atau kondisi-kondisi lingkunggannya, misalnya mencari kerja untuk makan.


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskrpitif digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan tentang apa yang diteliti dan berusaha mendapatkan data sebanyak mungkin sehingga memberikan gambaran yang jelas dan tepat tentang apa yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian.

Metode kualitatif digunakan dengan berbagai pertimbangan. Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda. Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan. Ketiga, metode ini lebih jelas dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moeleong, 1995:5).

Dalam penelitian deskriptif juga mengandung pekerjaan mencatat, menaganalisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi sekarang yang terjadi. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi menngenai keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada (Mardalis, 1990:26). Pendekatan deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan tentang apa yang diteliti dan berusaha mendapatkan data sebanyak mungkin sehingga dapat memberikan suatu gambaran yang jelas dan tepat tentang apa yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian.


(36)

3.2 Lokasi Penelitian

Pedagang makanan tradisional ombus-ombus ini berada di kecamatan Siborong-borong terutama sering kita jumpai di Simpang Tugu SiSiborong-borongSiborong-borong, kabupaten Tapanuli Utara, Alasan pemilihan lokasi ini adalah sebagai berikut:

1. Pedagang makanan tradisional ombus-ombus telah lama berjualan di daerah Siborongborong baik itu ada yang berjualan hanya menggunakan sepeda atau yang membuka usaha ombus-ombus yang dikenal dengan istilah kedai.

2. Lokasi berjualan yang berada di sekitsr Simpsng Tugu, pasar dan terminal Siborongborong dapat memudahkan peneliti untuk mendapatkan sejumlah informasi bagi penelitian ini

3.3 Unit Analisa dan Informan

3.3.1 Unit Analisa

Unit analisa adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subyek penelitian (Arikunto, 1999:22). Adapun yang menjadi unit analisa data dalam penelitian ini adalah pedagang ombus-ombus, dan pembeli.

3.3.2 Informan

a) Informan Kunci (key informan)

Informan kunci merupakan sumber informasi yang aktual dalam menjalankan dagangannya berupa makanan tradisional ombus-ombus dalam strateginya yang bertahan di tengah maraknya produk makanan impor. Informan kunci dalam penelitian ini adalah:


(37)

Informasi yang ingin diperoleh dari informan ini adalah berupa informasi tentang strategi-strategi apa saja yang dilakukan oleh para pedagang ombus-ombus baik itu yang berjualan dengan menggunakan sepeda ataupun yang membuka usaha langsung dalam bentuk kedai-kedai untuk tempat santai sekalligus untuk meneliti kehidupan sosisl-ekonomi pedagang ombus-ombus.

b. Informan Biasa

Informan biasa merupakan sumber informasi sebagi data-data pendukung. Informan biasa dalam penelitian ini adalah:

1. Pembeli Makanan Tradisional Ombus-Ombus

Informasi yang ingin diperoleh dari informan ini adalah alasan tentang untuk tetap membeli makanan ombus-ombus ini.

2. Staf Pemerintahan Kecamatan Siborongborong

Informasi yang ingin diperoleh dari informan ini adalah berupa informasi lokasi penelitian.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode tertentu untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode yang dipilih berdasarkan pada berbagai faktor terutama jenis data dan informan. Metode pengumpulan data tergantung pada karakteristik data, maka metode yang digunakan tidak selalu sama dengan informan (Gulo, 2002:110-115).


(38)

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Data Primer,

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu:

a. Observasi partisipan, adalah suatu bentuk observasi khusus dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat pasif, melainkan juga mengambil berbagai peranan dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti (K.Yin. 2002:113-114). Dalam hal ini peneliti melakukan observasi langsung ke lapangan atau lokasi penelitian, ikut serta dalam kegiatan berdagang ombus-ombus. Hal ini dilakukan untuk memperoleh gambaran faktual, cermat dan terperinci mengenai strategi pedagang ombus-ombus serta kehidupan sosial-ekonomi pedagang tersebut. Beberapa pengamatan yang dilakukan ada yang bersifat berperan serta terbatas, maksudnya adalah peneliti tidak akan merahasiakan identitas diri akan terlibat dalam kegiatan yang sedang dilakukan.

b. Wawancara Mendalam, adalah melakukan suatu percakapan atau tanya jawab secara mendalam dengan informan. Disini peneliti berusaha untuk mendapatkan informasi lebih banyak dari informan dengan dipandu oleh pedoman wawancara (Depth Interview). Hal-hal yang ingin diwawancarai adalah berupa informasi tentang strategi yang dilakukan para pedagang ombus-ombus atau pedagang yang telah lama berjualan makanan tradisional ombus-ombus ini sehingga mereka telah mengetahui hal-hal


(39)

apa saja yang dilakukan agar tetap bertahan di tengah maraknya produk makanan impor.

2. Data Sekunder, diperoleh melalui : a. Studi Kepustakaan

Data yang diperlukan melalui literatur yang berhubungan dengan penelitian atau suatu cara yang digunakan untuk statistik yang gunanya untuk melengkapi data-data penelitian. Selain itu bisa juga berupa bahan-bahan yang berasal dari buku, juga sumber lainnya seperti surat kabar dan internet yang berkaitan langsung dan dianggap relevan dalam penelitian ini.

3.5 Interpretasi Data

Dalam penelitian ini penganalisaan data adalah proses penyederhanaan data dan informasi yang sudah dikumpulkan dimana peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yang menggambarkan strategi-strategi yang dilakukan oleh para pedagang ombus-ombus di tengah maraknya produk makanan impor serta meneliti kondisi sosial-ekonomi pedagang ombus-ombus.

Bogdan dan Biklen (Moeleong, 2005:248) menjelaskan interpretasi data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesisikan, mencari, dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Dalam penelitian kualitatif, tahap analisis dan interpretasi data diawali dengan proses observasi dan wawancara mendalam yang berkenaan dengan masalah penelitian, sehingga untuk kemudian


(40)

data-data yang didapat akan dikategorikan dan dikaitkan satu dengan yang lainnya agar dapat diinterpretasikan secara kualitatif.

Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Disini peneliti akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara seksama. Diinterpretasikan/analisis sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik.

3.6 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke…

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi 2 ACC judul

3 Penyusunan proposal penelitian 4 Seminar proposal penelitian 5 Revisi proposal penelitian 6 Penelitian ke lapangan

7 Sistem pengumpulan data dan analis 8 Bimbingan

9 Penulisan laporan akhir 10 Sidang meja hijau


(41)

3.7 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian ini termasuk dalam mendapatkan informasi dari informan kunci yaitu pedagang ombus-ombus itu sendiri. Hal ini dikarenakan para pedagang ombus-ombus yang pada umumnya berjualan dengan menggunakan sepeda, peneliti merasa sulit untuk melakukan wawancara. Hal ini dikarenakan posisi jualan para pedagang yang berada di loket-loket mobil angkutan sehingga mereka hanya mempunyai waktu yang sedikit untuk bisa memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Hal ini dikarenakan apabila ada mobil angkutan yang hendak berangkat ataupun mobil angkutan yang datang dari arah Tarutung membuat pedagang ombus-ombus ini cepat-cepat menghampiri mobil angkutan tersebut untuk menawarkan ombus-ombus ini kepada para pembeli atau penumpang mobil angkutan tersebut. Bukan hanya itu saja, informan yang membuka usaha menjual ombus-ombus dengan membuka kedai ini juga tidak bisa meluangkan sedikit waktu untuk memberikan informasi. Hal ini dikatakan karena mereka takut tidak bisa memberikan informasi yang peneliti butuhkan jika informan tersebut sedang sibuk melayani keinginan pembeli baik itu untuk memesan ombus-ombus ataupun membeli barang-barang lain.

Keterbatasan penelitian ini juga terjadi pada terbatasnya bahan-bahan bacaan seperti, buku atau sumber-sumber lain untuk bisa dijadikan bahan acuan. Selain itu juga, kesulitan dalam menentukan atau memakai teori untuk penelitian ini.


(42)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Singkat Kecamatan Siborongborong

Kecamatan Siborongborong merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara. Pada umumnya penduduknya adalah petani yang menggantungkan hidupnya dari hasil-hasil pertanian. Menurut hasil wawancara penulis dengan beberapa orang anggota masyarakat Siborongborong khususnya yang sudah lanjut usia, bahwa nama “Siborongborong” mempunyai latar belakang. Nama tersebut dahulu mempunyai hubungan dengan hasil-hasil pertanian masyarakat petani Kecamatan Siborongborong. Adapun hasil pertanian penduduk adalah sayur manis, kol, sawi, cabai, kopi, dan lain-lain.

Untuk mendapatkan barang-barang yang diperlukan oleh keluarga, maka hasil pertanian tersebut dibawa ke pekan (pekan = hari pasar) Siborongborong supaya dapat ditukar dengan barang yang lain. Dapat dikatakan bahwa pertukaran barang dengan barang masih berlaku pada saat itu, karena uang masih sulit didapat oleh masyarakat. Dengan demikian keperluan dari satu keluarga akan terpenuhi, misalnya; apabila satu keluarga tidak mempunyai cabe, sedangkan keluarga tersebut mempunyai sayur bayam, maka mereka akan menukarkan bayam tersebut dengan cabai.

Perkataan “Siborongborong” tersebut muncul karena saat terjadi pertukaran barang, maka para petani akan menumpukkan barang-barangnya. Apabila ada petani yang membutuhkannya, mereka akan memborong barang keperluan tersebut untuk


(43)

diganti dengan barang yang lain. Kejadian tersebut berlangsung secara kontinu yaitu kegiatan borong memborong barang yang dibutuhkan.

Oleh sebab itulah masyarakat menyebutnya dengan daerah Siborongborong, karena di daerah ini sering terjadi kegiatan borong memborong keperluan rumah tangga. Salah satu kekhususan Kecamatan Siborongborong adalah terdapatnya penjual kue-kue dengan nama “Ombus-ombus” yang dijajakan dengan mempergunakan sepeda.

4.1.2 Keadaan Geografis Kecamatan Siborongborong

Kecamatan Siborongborong mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Lintong Nihuta, Paranginan, dan Kabupaten Toba Samosir

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sipoholon

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pagaran

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sipahutar, dan Kabupaten Toba Samosir.

Luas Wilayah Kecamatan Siborongborong adalah 279,91 km2. Letak astronomis Siborongborong berada pada 02'06' - 02'16' LU dan 98'51' - 99'09 BT.' Letak diatas permukaan laut 1.365 meter. Jarak ibukota Kecamatan ke kantor Kelurahan Siborongborong adalah 0,2 km.

Kecamatan Siborongborong terletak kira-kira 257 km dari ibukota Propinsi Sumatera Utata yaitu Medan, dan 25 km dari ibukota Kabupaten Tapanuli Utara yaitu Tarutung. Curah hujan di Kecamatan Siborongborong cukup tinggi. Jumlah hari datangnya hujan adalah sekitar 132 hari per tahun, dengan banyaknya curah hujan adalah


(44)

sebanyak 3152 mm/tahun. Jarak Kantor Camat ke Kantor BUPATI Kabupaten Tapanuli Utara adalah 26 Km.

4.1.3 Keadaan Penduduk Kecamatan Siborongborong

Kecamatan Siborongborong mempunyai jumlah penduduk sebesar 43.356 jiwa, yang terdapat di 21 desa dan 1 kelurahan. Untuk lebih lengkapnya, penulis membuat tabel sebagai berikut :

Tabel 1

No Desa/Kelurahan Laki-laki Perempuan L+P

1 Lumban Tonga-tonga 981 932 1.913

2 Paniaran 1.393 1.423 2.816

3 Bahal Batu III 857 912 1.769

4 Bahal Batu II 587 579 1.166

5 Bahal Batu I 778 826 1.604

6 Sitabo-tabo 1.516 1.504 3.020

7 Siborongborong I 1.170 1.119 2.289

8 Siaro 1.101 1.106 2.207

9 Sitampurung 1.073 1.041 2.114

10 Pasar Siborongborong 3.168 3.083 6.251

11 Pohan Tonga 1.452 1.436 2.888

12 Lobu Siregar II 972 957 1.929

13 Hutabulu 636 665 1.301

14 Lobu Siregar I 878 775 1.653

15 Pohan Jae 706 646 1.352


(45)

17 Parik Sabungan 900 896 1.796

18 Siborongborong II 822 822 1.644

19 Sigumbang 915 892 1.807

20 Sitabo-tabo Toruan 503 500 1.003

21 Silait-lait 597 585 1.182

Jumlah 21.842 21.514 43.356

Sumber: Kantor Kecamatan Siborongborong

Dilihat dari data kependudukan diatas, maka jumlah penduduk yang paling padat terdapat di Kelurahan Pasar Siborongborong. Hal ini dapat dimaklumi, karena Pasar Siborongborong adalah ibukota Kecamatan Siborongborong. Desa yang paling sedikit jumlah penduduknya adalah Desa Sitabotabo Toruan dengan jumlah penduduk sebanyak 1.003 jiwa. Jumlah laki dengan jumlah perempuan dapat dilihat bahwa jumlah laki-laki jauh lebh banyak daripada jumlah perempuan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah laki-laki mendominasi Kecamatan Siborongborong.

Mata pencaharian penduduk terutama berasal dari pertanian. Pada umumnya penduduk desa mengerjakan sawah dan ladangnya sebagai tumpuan hidup bagi keluarganya. Sebagian penduduk mempunyai ternak, tetapi ternak tersebut bukan sebagai modal utama untuk menghidupi keluarga. Disamping sebagai peternak dan petani, sebagian kecil penduduk adalah Pegawai Negeri Sipil, buruh industri, dan juga pedagang.

4.1.4 Keadaan Perekonomian Kecamatan Siborongborong

Perekonomian di Kecamatan Siborongborong cukup lancar. Setiap barang-barang yang hendak dibutuhkan, baik untuk keperluan pertanian maupun keperluan-keperluan yang lain dengan mudah dapat dijumpai di Kelurahan Pasar Siborongborong.


(46)

Untuk memperlancar perekonomian tersebut, diperlukan sarana-sarana perekonomian, seperti yang terdapat di tabel berikut ini :

Tabel 2

No Sarana Perekonomian Jumlah/Unit

1 Koperasi 7

2 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 1

3 BRI 2

4 BPDSU 1

5 Pasar Umum 1

Jumlah 12

Sumber : Kantor Kecamatan Siborongborong

Adapun prasarana pengangkutan, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3

No Prasarana Pengangkutan Km

1 Jalan aspal 121

2 Jalan diperkeras 191

3 Jalan tanah 194

4 Jalan setapak 212

Jumlah 718

Sumber : Kantor Kecamatan Siborongborong

4.1.5 Keadaan Sosial Budaya Kecamatan Siborongborong

Masyarakat wilayah Kecamatan Siborongborong masih memegang adat-istiadat secara ketat. Kebersamaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan sering dilaksanakan dengan dilandasi rasa sosial yang tinggi. Wilayah ini termasuk wilayah adat, sehingga


(47)

setiap pekerjaan yang dilakukan selalu dihubungkan dengan adat-istiadat yang berlaku di daerah tersebut. Sebagaimana masyarakat Indonesia pada umumnya, penduduk kecamatan Siborongborong menjunjung tinggi adat-istiadat, menjunjung tinggi rasa kebersamaan, dan gotong-royong. Pada umumnya kepentingan umum masih diutamakan. Adat yang berlaku di daerah tersebut adalah adat Batak Toba sesuai dengan suku yang mendiaminya.

Kehidupan keagamaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa semakin berkembang, sehingga terbina hidup rukun di antara sesama umat beragama. Kerukunan antar umat beragama tersebut menjadikan penduduk merasa bersatu dan tetap memperkokoh kesatuan dan persatuan bengsa dan meningkatkan amal untuk bersama-sama meningkatkan pembangunan.

Penduduk kecamatan Siborongborong sebagian beragama Kristen Protestan dan Kristen Katholik, sedangkan agama Hindu tidak terdapat di wilayah tersebut. Adapun penganut agama Budha adalah WNRI keturunan Cina. Mereka berdomisili di Kelurahan Pasar Siborongborong. Sarana yang diperlukan bagi pengembangan kehidupan keagamaan, seperti tempat ibadah cukup tersedia. Pada umumnya pembangunan tempat ibadah tersebut bersumber dari swadaya masyarakat.

Adapun komposisi mengenai tempat ibadah umat beragama di Kecamatan Siborongborong adalah sebagai berikut:

Tabel 5

No Rumah Ibadat Jumlah

1 Mesjid 1


(48)

3 Gereja Katholik 1

4 Gereja Protestan 7

5 Kuil -

Jumlah 10

Sumber : Kantor Kecamatan Siborongborong

Rumah ibadat merupakan tempat masyarakat untuk bersembahyang atau berdoa atau beribadah. Hal ini dapat dilihat pada data dalam tabel diatas, Kecamatan Siborongborong mempunyai tempat beribadah yang didominasi oleh rumah ibadah atau Gereja Kristen Protestan yang berjumlah tujuh bangunan dan rumah ibadah atau Gereja Katholik yang berjumlah satu bangunan dan diikuti juga jumlah rumah ibadat atau Mesjid dan bangunan Mushola yang berjumlah satu bangunan.

Di bidang pendidikan, wilayah Kecamatan Siborongborong tidak termasuk daerah ketinggalan dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya yang berada di Kabupaten Tapanuli Utara. Pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan sekolah. Di bawah ini dapat dilihat tabel mengenai tingkat pendidikan di Kecamatan Siborongborong:

Tabel 6

No Tingkat Pendidikan Sekolah (Unit)

1 TK 1

2 SD Negeri 42

3 SD Swasta 2


(49)

5 SLTP Swasta 2

6 SLTA Negeri 2

7 SLTA Swasta 2

8 SMK Negeri 1

9 SMK Swasta 2

10 Perguruan Tinggi 1

Jumlah 60

Sumber : Kantor Kecamatan Siborongborong

Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di Kecamatan Siborongborong sudah berkembang. Jumlah sekolah ada sebanyak 60 unit. Sehingga pendidikan yang diberikan kepada generasi penerus dapat berjalan dengan lancar dimulai dari pendidikan dasar (TK dan SD), menengah (SLTP dan SLTA), dan sampai pada pendidikan tingkat mahasiswa (Perguruan Tinggi).

Pada tahun 1986, seorang wiraswasta mendirikan sebuah Perguruan Tinggi di Kecamatan Siborongborong yang bernama Universitas Sisingamangaraja Tapanuli (UNITA) yang didirikan pada tahun ajaran 1991/1992 yang mempunyai mahasiswa sebanyak 801 orang. Perguruan Tinggi Swasta sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, perlu terus didorong untuk meningkatkan pertumbuhan, peranan dan tanggungjawab serta mutu pendidikannya dengan tetap memperhatikan syarat-syarat pendidikan secara umum.

Dalam bidang kesehatan, wilayah kecamatan Siborongborong jarang diserang penyakit seperti, kolera, campak, muntaber, dan lain-lain. Petugas-petugas kesehatan sudah mulai terdapat di setiap desa untuk melakukan tugasnya. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat kesehatan termasuk keadaan gizi masyarakat


(50)

dalam rangka peningkatan kualitas/ taraf hidup dan kecerdasan serta kesejahteraan rakyat pada umumnya. Pembangunan kesehatan dilakukan dengan memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan masyarakat dan keluarga. Disamping itu, sebagai upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan juga terus diusahakan.

Adapun puskesmas di wilayah Kecamatan Siborong-borong juga diusulkan untuk menjadi rumah sakit di wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan adanya faktor pendukung di wilayah tersebut yang terdiri dari 1 kelurahan dan 15 desa, jumlah penduduk yang mencapai 43.356 jiwa, memiliki 1 puskesmas, 4 pustu dan polindes, jumlah dokter yang mencapai 5 orang, bidan berjumlah 49 orang, perawat berjumlah 13 orang ditambah dengan 13 tenaga kerja sukarela dan 3 orang tenaga administrasi.

4.2 Ombus-Ombus Siborongborong

4.2.1 Sejarah Makanan Tradisional Ombus-Ombus

Sekitar 65 tahun silam zaman kemerdekaan Indonesia, gerak perekonomian

masyarakat di Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara mulai tampak dengan berbagai kegiatan aktivitas perdagangan, mulai dari perdagangan hasil pertanian hingga sembilan bahan pokok. Namun disisi lain, kreativitas masyarakat didaerah ini muncul, salah satunya adalah membuat dan menjual lepat dengan ciri khas tersendiri.

Adapun yang membuat ombus-ombus ini pertama kali adalah boru Sihombing yang menikah dengan seorang laki-laki yang bermarga Sianturi. Awalnya, sekitar tahun 1940-an, almarhum Musik Sihombing inilah yang memulai usaha berjualan lepat ini yakni di rumahnya, di Jalan Balige Pusat Pasar Kecamatan Siborongborong. Namun saat itu, Almarhum Musik Sihombing memberi nama lepat tersebut “Lappet Bulung Tetap


(51)

Panas”. Usaha tersebut dinilai warga cukup menjanjikan, karena pembelinya cukup lumayan. Dinilai berhasil, Almarhum Anggiat Siahaan datang dari Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong mulai ikut membuat lepat seperti yang dimulai oleh Almarhumah Musik Sihombing. Dibantu sang istri, Almarhum Horlina boru Nababan, akhirnya Almarhum Anggiat Siahaan pun mulai berjualan lepat dengan cara menganyuh sepeda dari desanya. Saat berjualan, Almarhum Anggiat Siahaan mungkin terlalu rancu menawarkan nama jualannya yang terlalu panjang yakni “lappet Bulung Tetap Panas” seperti yang dimulai Almarhum Musik Sihombing. Sehingga muncullah ide kreatif Almarhum Anggiat Siahaan untuk memberinya nama baru yang lebih simple dan menarik. Nama lepat tersebut dia beri usul “Ombus-ombus No.1”. Kalau menilik soal nama dalam Bahasa Batak tersebut Ombus-ombus berarti tiup-tiup. Mungkin alasan Anggiat memberi nama tersebut disebabkan lepat yang terbuat dari tepung beras ini lebih enak dimakan saat panas-panas. Namun pembuatan nama baru ini bukannya berjalan dengan mulus begitu saja, sejak nama baru itu dikumandangkan Almarhum Anggiat, pertikaian soal namapun terjadi dengan almarhum Musik Sihombing.

Sehingga pada era 1960-an sejumlah warga Siborongborong yang membuat lepat mengadakan pertemuan semacam rapat. Mereka hendak bermufakat untuk menamai lepat ala Siborongborong, agar bisa dibedakan dengan lepat dari daerah lain. Kecuali Anggiat Siahaan, semua menawarkan nama “Lappet Bulung Tetap Panas”. Nama inilah yang diprotes oleh Anggiat Siahaan yang mengatakan bahwa bagaimana mungkin lepat ini tetap panas sampai sore padahal ombus-ombus itu dibuat pada pukul 05.00 WIB lalu dibawa ke kota untuk dijual. Ketika itu memang para pembuat lepat masih tinggal di desa-desa dan mereka menjajakannya ke Siborongborong. Lalu Anggiat Siahaan inilah


(52)

yang membuat nama sendiri yaitu “Ombus-Ombus” yang tidak selalu berarti harus panas. Akhirnya hingga kini semua lepat buatan warga Siborongborong dinamai sebagai “Ombus-Ombus”. Meskipun para pedagang ombus-ombus saat ini menamai jualan mereka dengan nama “Ombus-Ombus Nomor 1”, tetapi para pedagang tersebut mengakui bahwa mereka sendirilah yang mebuat ombus-ombus yang mereka jual tersebut dan tidak ada yang bekerja dengan Anggiat Siahaan meskipun beliaulah yang mebuat nama “Ombus-Ombus Nomor 1” tersebut.

Pertikaian itu berakhir seiring dengan waktu, dan Almarhum Anggiat Siahaan tetap mempertahankan nama yang dicetuskannya itu tanpa memikirkan hal-hal lain. Hampir setiap hari, Almarhum Anggiat Siahaan menjajakan lepat Ombus-ombus No.1-nya ke Pasar Siborongborong. Ditengah ramaiNo.1-nya Pasar Siborongborong, Almarhum Anggiat tetap gigih menjajakan lepatnya. Sementara dirumah, sang istri Almarhum Herlina Boru Nababan sudah menyiapkan lepat baru untuk dijual keesokan harinya. Dengan tekun dan kerja keras, kedua Pasangan Suami Istri (pasutri) ini mampu mendapatkan keuntungan yang cukup untuk membiayai kebutuhan rumahtangga meereka hingga dari keduanya dikaruniai 8 anak ( Dua laki-laki dan Enam perempuan). Setiap hari hingga bertahun-tahun lamanya, dari subuh hingga maghrib, Almarhum Anggiat yang dikenal pekerja keras ini terus mengembangkan usahanya. Hingga suatu ketika, ia mendapat kado dari pihak mertuanya (Marga Nababan) untuk membangun sebuah gubuk dagangannya di depan Terminal Mini Siborongborong. Pada waktu itu (Sekitar tahun 1970-an), gubuk/kedai untuk menjual ombus-ombus itu dibangun sangatlah sederhana atau ala kadarnya karena yang terpenting baginya bisa dijadikan sebagai tempat berjualan.


(53)

Didepan gubuk kecil itu, Almarhum Anggiat Siahaan langsung membuat plang tanda “Ombus-ombus No.1”. Sejak itulah, Almarhum Anggiat tidak lagi menganyuh sepedanya untuk berjualan, melainkan hanya menunggu di gubuk yang baru dibangunnya. Pelan tapi pasti, dengan bantuan anak-anaknya, usaha keluarga itu pun terus berjalan lancar. Tahun 1994, Almarhum Angg iat Siahaan akhirnya dipanggil oleh Tuhan (meninggal dunia), dan meninggalkan sang almarhum istri Horlina boru Nababan (Meninggal tahun 2002) dan kedelapan anaknya. Namun perjuangan keras hidupnya itu tak berakhir sia-sia, tiga anaknya berhasil masuk menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), sementara yang lainnya kebanyak berwiraswasta.

Bukan hanya itu saja, pemberi nama ombus-ombus pertama kali yaitu boru Sihombing dan keluarganya akhirnya tidak lagi berjualan ombus-ombus. Dengan kondisi perekonomian mereka yang semakin terpuruk (miskin) menyebabkan ibu boru Sihombing dan keluarganya memutuskan untuk pindah dari Siborongborong dan mereka pun pindah ke Sidikalang. Tidak jelas juga apakah keluarga ini tetap meneruskan jualan ombus-ombusnya atau mencari pekerjaan lain, namun berdasarkan informasi dari salah satu informan mengatakan bahwa beliau dan suaminya meninggal di Sidikalang dan tidak pernah kembali lagi ke Siborongborong.

Nama Ombus-ombus bukan hanya dikenal untuk makanan tradisional di Siborongborong. Namun, nama Ombus-ombus ini justru dijadikan judul sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Nahum Situmorang yang lirik dari lagu itu sendiri sama dengan kenyataan dari asal dan orang yang membuat pertama kali ombus-ombus yang boru Sihombing. Namun, kita pantas untuk mensyukurinya, karena ternyata untuk


(54)

mengabadikan sebuah masakan khas bisa juga lewat sebuah lagu. Beliau pun meninggal pada tanggal 20 Oktober 1969.

4.2.2 Ragam Makanan Tradisional Batak

Makanan Toba seringkali identik dengan rasa pedas dan rasa asam. Untuk keasaman pada makanan tersebut biasanya digunakan jeruk sundal dan asam gelugur. Untuk rasa pedas pada makanan selain cabai dipakai juga andaliman. Andaliman merupakan rempah-rempah khas dari Sumatera Utara (rempah-rempah yang hanya tumbuh di tanah Batak), sebagai bumbu penyedap masakan, buahnya bulat kecil berwarna hijau (berwarna hitam setelah kering dijemur). Kunci makanan khas Batak itu ada pada andaliman. Tanpa andaliman, makanan seperti : natinombur, naniarsik, naniura dan lainnya pasti akan terasa hambar. Buah andaliman kaya akan vitamin C dan E yang berguna meningkatkan daya tahan tubuh. Rasa buah andaliman yang siak manorop (pedas mengigit) yang diartikan sebagai lambang orang Batak yang dapat menjadi pemimpin yang berani dan bertanggungjawab.

Gambar Bumbu Masakan Batak : Andaliman

Halas dalam bahasa Indonesia disebut dengan lengkuas yang mempunyai tinggi 1-2 m. Lengkuas tersebar di seluruh daerah tropis dan sub tropis. Tanaman ini berasal


(55)

dari India yang kemudian menyebar ke Asia Tenggara. Nilai luhur yang teerkandung dari tumbuhan ini menunjukkan agar tetap gembira dalam menerima cobaan.

Asam gelugur adalah tanaman serbaguna yang perlu dipopulerkan kembali karena keberadaannya saat ini yang semakin jarang. Sebagai elemen penghijauan, pohonnya dapat digunakan. Di Malaysia, tanaman asam gelugur disebut “Si Pohon Indah dari Semenanjung”. Buahnya dapat dipakai sebagai bumbu masak, selai, sirup, dan manisan. Rasa asamnya khas dan beda dari asam jawa atau tamarind (Sihotang,2008).

Gambar Bumbu Masakan Batak : Asam Gelugur

4.2.2.1 Pangan Hewani

Terdapat berbagai jenis pangan hewani yang menjadi makanan tradisional khas Toba, yaitu natinombur, naniarsik dan dali ni horbo. Pada dasarnya makanan ini banyak menghindari penggunaan minyak goreng dalam pengolahannya.

a. Natinombur

Ikan yang digunakan dalam makanan ini adalah ikan apa saja, misalnya ikan mujair, ikan mas, ikan lele. Ikannya bisa digoreng dan bisa pula dibakar tergantung kesukaan masing-masing. Tomburnya adalah sambal atau bumbu yang dilumurkan di atas ikan tersebut. Penggunaan andaliman pada makanan ini juga diperlukan dalam jumlah yang cukup banyak.


(56)

Gambar Makanan Tradisional Natinombur

b. Naniarsik

Naniarsik adalah suatu bentuk makanan khas dari masyarakat Batak yang juga tak jarang digunakan dalam bagian upacara adat Batak, seperti dalam upacara pernikahan Batak dimana ikan ini menjadi hidangan makanan yang disajikan oleh pihak perempuan. Ada sedikit perbedaan antara arsik Karo dan arsik Toba. Biasanya arsik Karo lebih kering, sedangkan arsik Toba berkuah dan encer. Kebanyakan makanan ini menggunakan ikan mas yang direbus atau dikukus dalam bumbu kuning. Dahulu ikan yang digunakan dalam makanan ini menggunakan “Ihan Batak” (ikan Batak). Ikan ini hanya hidup di danau Toba dan sungai Asahan bagian hulu dan rasanya memang manis dan khas. Ikan ini hidup di air yang jernih dan berenang selalu beriringan. Namun, saat ini ikan jenis sangat sulit untuk ditemukan. Sehingga sebagai penggantinya digunakan ikan mas.

Gambar Makanan Tradisional Naniarsik

c. Naniura

Makanan tradisional yang satu ini hampir sama dengan makanan naniarsik, namun perbedaan kedua makanan ini terletak pada cara memasaknya. Proses pemasakan


(57)

naniura tergantung dari bumbu-bumbu dan asam/jeruk nipis yang digunakan. Proses pemasakan yang menggunakan ikan segar tersebut hanya dengan bumbu rempah dan jeruk nipis tanpa melalui proses perapian. Bumbu-bumbu yang digunakan tersebut dibiarkan selama kira-kira 4 jam agar dapat meresap pada ikan.

Makanan tradisional yang satu ini juga dapat kita jumpai dalam acara masyarakat Batak Toba. Pada acara pernikahan Batak Toba, makanan ini dibawa oleh pihak perempuan. Simbol dari makanan yang digunakan dalam upacara pernikahan masyarakat Batak Toba ini adalah harapan kepada pengantin dan keluarganya agar selalu seia sekata dan murah rejeki. Makanan ini juga digunakan untuk memohon kepada Allah untuk diberikan anak atau ucapan syukur bagi kerabat yang lolos dari bahaya.

Gambar Makanan Tradisional Batak : Naniura

d. Dali ni horbo

Dali ni horbo atau susu kerbau merupakan produk olahan susu fermentasi tradisional yang berpotensi sebagai pangan probiotik. Dali merupakan susu fermentasi tradisional seperti yoghurt yang terdapat di daerah Sumatera Utara, yang proses pembuatannya sangat sederhana. Susu yang digunakan berasal dari susu kerbau yang diperah langsung. Konon menurut ceritanya, tradisi mengolah susu kerbau menjadi dali sudah dimulai oleh leluhur orang batak semenjak adanya komunitas batak.


(58)

Kandungan gizi pada makanan ini tidak berbeda dengan kandungan gizi susu lainnya seperti lemak, karbohidrat dan protein, hanya berbeda pada pengolahan dan diolah dengan sederhana dan menggunakan peralatan tradisional dan tidak menggunakan unsur kimia. Seekor induk kerbau dapat diperah susunya hingga 5 bulan. Pada bulan yang keenam kualitas susu sudah tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Untuk menambah kualitas dan kuantitas susu, induk kerbau diberikan makanan ekstra, ubi jalar, dan dedak diaduk dengan garam secukupnya serta dicampur dengan beberapa jenis vitamin. Proses selanjutnya susu hasil perahan direbus sekitar 10 menit dalam wadah yang steril dengan menambahkan air nenas untuk membantu pengentalan susu serta mengurangi aroma keamisan dan juga bisa dicampurkan dengan perasan daun pepaya. Harga jual di onan/pasar tradisional di tapanuli adalah berkisar Rp 20.000/liter

Dali belum begitu dikenal secara meluas seperti keju dan yoghurt. Produk olahan susu seperti ini yang berasal dari daerah Sumatera Barat disebut dadih dan dari Sulawesi Selatan disebut dengan dangke. Pada awalnya, memang tidak mudah menyukai hidangan ini. Rasanya cenderung tawar. Susu kerbau dicampur dengan perasan daun pepaya sehingga mengental menjadi seperti tahu.

Gambar Makanan Tradisional Batak : Dali Ni Horbo

4.2.2.2 Pangan padi-padian


(59)

makanan ini berasal dari bahan dasar yaitu padi, baik beras maupun pulut dalam pengolahannya. Berikut jenis makanan tradisional tersebut :

a. Lappet

Lappet adalah makanan khas tradisional dari daerah Tapanuli yang juga dapat kita jumpai di daerah Siborongborong. Lappet itu sendiri terbuat dari bahan dasar tepung ketan dicampur unti (parutan kelapa muda dan gula merah) yang dicampur dengan santan. Lappet itu sendiri cocok menjadi menu sarapan atau camilan bagi masyarakat Siborongborong.

Pada umumnya orang menyangka bahwa antara lappet dan ombus-ombus itu pada dasarnya sama, namun kenyataannya meski sama-sama dibungkus dengan daun pisang, kedua makanan ini memiliki perbedaan yang khas. Lappet cenderung memiliki tekstur kue yang agak keras, sedangkan ombus-ombus memiliki tekstur kue yang lembut.

b. Ombus-Ombus

Ombus-ombus adalah makanan tradisional yang berasal dari Tapanuli Utara tepatnya di Kecamatan Siborongborong. Makanan ini masih dapat kita temukan di daerah Siborong-borong karena masih adanya keberadaan pedagang-pedagang di sepanjang jalan Siborongborong untuk menjajakan makanan yang satu ini. Kue tradisional ini bukan hanya cocok untuk menu sarapan pagi tetapi juga cocok untuk oleh-oleh dan dapat juga ditemukan dalam acara-acara seperti, acara keluarga, rapat atau sebagai hidangan penutup dalam acara pernikahan. Pembuatannya sendiri tidak terlalu sulit sehingga semua orang baik itu laki-laki maupun perempuan dapat membuatnya.

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam membuat ombus-ombus ini adalah menggunakan bahan utama yaitu tepung beras. Beras yang dipakai juga bukan beras yang


(60)

sering digunakan orang tetapi menggunakan “Boras Sitambun”. Beras tersebut juga tidak boleh ditumbuk dengan mesin atau logam tetapi harus menggunakan kayu. Sebab akan berpengaruh pada rasa. Kemudian kelapa parut yang menjadi isi ombus-ombus juga tidak boleh bercampur dengan air. Maka setelah buah kelapa dibelah, jangan langsung diparut sebelum airnya benar-benar mengering. Kalau tidak, ombus-ombus ini akan cepat basi dan terasa lengket. Kelapa yang dipakai juga tidak boleh terlalu muda atau terlalu tua. Jadi, harus benar-benar kelapa pilihan. Untuk pembungkusnya itu sendiri, kebanyakan para pedagang ombus-ombus memesan daun pembungkus yang disebut dengan daun “ucim” ke Tebing Tinggi atau Medan. Hal ini dikarenakan daun pembungkus yang berasal dari Tebing Tinggi atau Medan ini cenderung kuat sehingga tidak mudah sobek sewaktu kita membuka pembungkus ombus-ombus ini.

Dalam pembuatannya, ombus-ombus memerlukan bahan-bahan seperti tepung beras yang diisi dengan gula merah ataupun gula putih. Sehingga makanan ini terlihat lebih enak jika masih dalam keadaan panas serta dibarengi dengan minum kopi atau teh manis. Soal rasa makanan tradisional yang satu ini tidak perlu diragukan lagi. Walau mungkin masing-masing orang akan memiliki pendapat yang berbeda, namun paduan tepung beras ataupun tepung ketan dengan gula aren dan kelapa pasti memberikan cita rasa unik di lidah. Apapun namanya Ombus-ombus, Lapet, atau Pohul-pohul sama-sama mempunyai rasa yang enak bagi pecinta makanan.


(1)

PEDOMAN WAWANCARA(INTERVIEW GUIDE)

UNTUK PEMBELI MAKANAN TRADISIONAL OMBUS-OMBUS I. Berilah tanda silang (x) pada salah satu jawaban atau beberapa

jawaban pada pertanyaan di bawah ini. 1. Nama :

2. Jenis Kelamin: A. Laki-laki B. Perempuan 3. Agama

A. Islam D. Hindu

B. Kristen Protestan E. Budha C. Kristen Katholik

4. Umur

A. Dibawah 18 tahun D. 34-41 tahun B. 18-25 tahun E. Diatas 41 tahun C. 26-33 tahun

5. Status

A. Pelajar C. Karyawan

B. Mahasiwa D. Wiraswasta

6. Pendidikan Terakhir

A. SD C. SMA

B. SMP D. Akademi/Perguruan Tinggi

7. Penghasilan Sebulan

A. Kurang dari 150.000 C. Rp. 460.000-610.000 B. Rp. 160.000-310.000 D. Diatas Rp. 610.000 C. Rp. 310.000-460.000

8. Apa yang membuat anda tetap membeli ombus-ombus

A. Harganya yang murah D. Rasanya

B. Dapat dibeli sesuai selera

C. Lokasi pembelian yang dapat dijangkau 9. Untuk apa anda membeli ombus-ombus?


(2)

Gambar 1

Gambar ini adalah gambar Alm. Anggiat Siahaan. Beliau inilah yang mempertahankan nama “Leppat Bulung Tetap Panas” untuk diganti menjadi “Ombus-Ombus”.


(3)

GAMBAR 2

Gambar ini adalah gambar sewaktu pedagang ombus-ombus yang segera datang menghampiri mobil angkutan umum yang datang untuk menawarkan ombus-ombus


(4)

GAMBAR 3

Gambar ini adalah gambar dimana ombus-ombus itu diletakkan dalam suatu wadah yang biasanya dipergunakan oleh para pedagang ombus sewaktu menjajakan

ombus-ombus mereka. Menurut informasi wadah ini digunakan untuk menjaga kehangatan ombus-ombus tersebut.


(5)

GAMBAR 4

Gambar ini menunjukkan bahwa semua para pedagang ombus-ombus menggunakan nama yang diberikan oleh Alm. Siahaan yaitu “Ombus-Ombus Nomor 1”. Hal ini dapat


(6)

GAMBAR 5

Gambar ini adalah gambar informan J. Tampubolon. Gambar ini sesuai dengan gambar yang menurut ceritanya ia pernah di foto oleh orang luar negeri