Hubungan Ekspresi Imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) dengan Tipe Histopatologi dan Stadium Klinis Karsinoma Nasofaring Chapter III V
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
cross
sectional,
yang
bertujuan
untuk
menganalisis
hubungan
ekspresi
imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumorinfiltrating
lymphocytes (TILs) dengan tipe histopatologi dan stadium klinis
karsinoma nasofaring.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran
USU/RSUP Haji Adam Malik Medan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan, terhitung sejak bulan Juni
hingga November 2016 yang meliputi penelusuran kepustakaan, pembacaan proposal,
pengumpulan data, pengolahan data, dan penulisan serta pembacaan hasil penelitian.
Universitas Sumatera Utara
3.3. Subjek Penelitian
3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah sediaan blok parafin yang berasal dari
jaringan nasofaring yang didiagnosis sebagai karsinoma nasofaring di Departemen
Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP Haji Adam Malik Medan.
3.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah sediaan blok parafin yang berasal dari
jaringan nasofaring yang didiagnosis sebagai karsinoma nasofaring di Departemen
Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP Haji Adam Malik Medan yang
memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
3.3.3. Besar sampel
Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan melihat proporsi yang
digunakan berdasarkan hasil penelitan sebelumnya oleh Li et al., di mana dijumpai
over ekspresi VEGF pada 57% kasus karsinoma nasofaring stadium lanjut. Tingkat
kemaknaan yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,05 dengan interval
kepercayaan 95%. Dari tabel diperoleh nilai Zα = 1,96
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
n = jumlah sampel
p = proporsi penelitian
q = 100% - p
d = tingkat kesalahan 15%
Berdasarkan rumus di atas, diperoleh jumlah sampel:
(1,96)2 x 0,57 x 0,43
= 42
(0,15)2
Universitas Sumatera Utara
Besar sampel pada penelitian ini sebanyak 42 sampel
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua blok parafin yang berasal
dari jaringan nasofaring yang didiagnosis sebagai karsinoma nasofaring, dalam hal ini
meliputi
tipe
histopatologi
Nonkeratinizing
carcinoma
(differentiated
dan
undifferentiated subtype), Keratinizing squamous cell carcinoma, dan Basaloid
squamous cell carcinoma, yang mencantumkan stadium klinis dalam rekam medik.
3.4.2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
Sediaan blok parafin dengan jaringan yang minimal sehingga tidak dapat
dilakukan pewarnaan imunohistokimia VEGF.
Data stadium klinis yang tidak lengkap untuk dapat dimasukkan dalam
kriteria inklusi.
Universitas Sumatera Utara
3.5. Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah :
a. Variabel tergantung (dependent) adalah ekspresi imunohistokimia VEGF dan
TILs
b. Variabel tidak tergantung (independent) adalah tipe histopatologi dan stadium
klinis karsinoma nasofaring
Universitas Sumatera Utara
3.6. Kerangka Operasional
Data rekam medik yang berasal dari jaringan nasofaring yang
didiagnosis secara histopatologi sebagai karsinoma nasofaring di
Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP
Haji Adam Malik Medan yang sesuai dengan kriteria inklusi
Slaid dan blok parafin karsinoma nasofaring yang representatif
Review slaid oleh peneliti didampingi
pembimbing
Pemotongan ulang blok parafin
Tipe histopatologi karsinoma nasofaring dan
TILs
Imunohistokimia VEGF
Ekspresi imunohistokimia VEGF dan TILs
berdasarkan tipe histopatologi dan stadium klinis
karsinoma nasofaring
Universitas Sumatera Utara
3.7. Definisi Operasional
Tipe histopatologi karsinoma nasofaring yaitu: Keratinizing squamous cell
carcinoma, Nonkeratinizing carcinoma (differentiated dan undifferentiated
subtype), dan Basaloid squamous cell carcinoma
Stadium klinis karsinoma nasofaring pada penelitian ini terdiri dari:
a. Stadium dini : mencakup stadium 0, I, IIA dan IIB
b. Stadium lanjut : mencakup stadium III, IVA, IVB dan IVC
Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) sering ditemukan pada tumor, yang
mencerminkan respon imun terhadap tumor. Pada penelitian ini yang dinilai
adalah TILs yang terdapat pada stroma (stromal TILs). Penilaiannya dibagi
berdasarkan tiga kelompok, yaitu:
a. Low: jika didapatkan infiltrasi limfosit pada stroma sebanyak 0-10%
b. Intermediate: jika didapatkan infiltrasi limfosit pada stroma sebanyak
20-40%
c. High: jika didapatkan infiltrasi limfosit pada stroma sebanyak 50-90%
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) merupakan suatu mitogen yang
sangat
spesifik
untuk
imunohistokimia
VEGF
sel
endotel
(concentrated
pembuluh
darah.
monoclonal
Pemeriksaan
antibody,
rabbit
monoclonal, 1:50, Biocare Medical), dengan menggunakan kontrol:
o Positif, menggunakan jaringan tonsil yang telah diketahui positif
terhadap VEGF pada penelitian sebelumnya
Universitas Sumatera Utara
o Negatif, menggunakan jaringan nasofaring dengan antibodi primer
yang digantikan dengan serum normal
Penilaian hasil pulasan imunohistokimia VEGF menurut Li et al. dinilai
berdasarkan tertampilnya warna coklat pada membran dan/atau sitoplasma
sel pada 10 lapangan pandang besar. Penilaian hasil pewarnaan berdasarkan
persentase sel yang menampilkan warna coklat yang dikategorikan sebagai:
a. (-) = 50% sel yang menampilkan warna coklat
Pada penelitian ini, peneliti menilai hasil pulasan imunohistokimia VEGF
berdasarkan tertampilnya warna coklat pada membran dan/atau sitoplasma sel pada
10 lapangan besar, yaitu:
a. Negatif bila tidak ada sel tumor terwarnai
b. Ekspresi lemah bila < 10% sel tumor terwarnai
c. Ekspresi kuat bila > 10% sel tumor terwarnai
3.8. Alat dan Bahan
3.8.1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mikrotom, waterbath, hot
plate, tissue processing (Leica), tissue embedding (Leica), epitope retrieval (PT. Link
Dako), coated microscope slide, freezer, staining jar, pap pen, moist chamber, pipet
Universitas Sumatera Utara
mikro, timbangan digital, stopwatch, gelas beker, aliquet, microtube, portex, kaca
penutup, dan mikroskop cahaya.
3.8.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Blok parafin yang berasal dari jaringan nasofaring yang didiagnosis secara
histopatologi sebagai karsinoma nasofaring dengan pewarnaan hematoxilineosin
Pulasan imunohistokimia menggunakan metode indirect. Antibodi primer
yang digunakan adalah Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
concentrated monoclonal antibody, rabbit monoclonal, Biocare Medical
dengan pengenceran 1 : 50
Xylol.
EZ-mount xylene base
Ethanol absolute, 96%, 80%, 70%.
Endogen peroksida 0,5%.
Larutan TBS (Tris Buffered Saline) pH 7,4.
Tissue PrimerTM.
Poly Vue PlusTM Enchanter.
Poly Vue PlusTM HRP.
Pap pen.
Liquid DAB + substrat buffer chromogen solution dengan pengenceran 20 μl
DAB : 1000 μl substrat
Universitas Sumatera Utara
Larutan Counterstain Haematoxylin Mayer
Slaid kontrol positif dan negatif untuk imunohistokimia VEGF
3.9. Cara Kerja
Cara kerja pada penelitian ini:
1. Mengumpulkan slaid dan blok parafin jaringan nasofaring yang didiagnosis
sebagai karsinoma nasofaring yang memenuhi kriteria inklusi.
2. Slaid direview oleh peneliti didampingi pembimbing kemudian ditentukan
tipe histopatologinya dan menilai TILs.
3. TILs dinilai dengan cara:
-
Memilih daerah tumor
-
Menentukan daerah stroma
-
Menentukan tipe dari sel-sel radang
-
Menentukan persentase dari stromal TILs
4. Setelah itu dilakukan pemotongan ulang blok parafin dan dilakukan
pewarnaan imunohistokimia VEGF, kemudian ditentukan ekspresi VEGF.
5. Hasil evaluasi dicatat, kemudian dianalisa secara statistik untuk melihat
hubungan ekspresi imunohistokimia VEGF dan TILs dengan tipe histopatologi
dan stadium klinis karsinoma nasofaring.
3.9.1. Pembuatan Sediaan Mikroskopis
Sediaan mikroskopis dibuat dengan cara sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Blok parafin yang telah dikumpulkan, disimpan dalam pendingin/freezer
sampai cukup dingin, kemudian dipotong tipis dengan mikrotom dengan
ketebalan 4 μm, setiap blok parafin dipotong ulang 1 kali untuk pewarnaan
VEGF.
Sampel blok parafin yang sudah dipotong ditempelkan pada object glass.
Keringkan dan panaskan di atas hot plate. Disimpan dalam inkubator 38oC
sampai 40o C satu malam agar lebih kuat melekat.
3.9.2. Prosedur Pewarnaan Hematoxilin-Eosin di
Departemen Patologi
Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP Haji Adam Malik Medan
Blok parafin dipotong setebal 2-4 μm dengan mikrotom. Potongan
dimasukkan ke dalam waterbath dan diletakkan di atas object glass yang telah
diolesi gliserin.
Deparafinisasi memakai xylol 1,2 dan 3 masing-masing selama 5 menit.
Rehidrasi dengan alkohol 96%, 80% dan 50% masing-masing selama 5 menit.
Cuci dengan air mengalir selama 1-2 menit.
Rendam dalam zat warna hematoxilin selama 5 menit.
Cuci dengan air mengalir selama 1-2 menit.
Celupkan ke dalam larutan acid alcohol 1%.
Cuci dengan air mengalir.
Dehidrasi dengan alkohol 80%, 90% dan alkohol absolut masing-masing
selama 1 menit.
Universitas Sumatera Utara
Masukkan ke dalam larutan eosin 1% selama 1 menit.
Masukkan ke dalam larutan alkohol 96%, absolut 2 kali masing-masing
selama 1 menit dan dikeringkan.
Masukkan ke dalam larutan xylol 1,2 dan 3 masing-masing selama 1 menit.
Tutup dengan deck glass dan EZ-mount xylene base.
3.9.3. Protokol Pulasan Imunohistokimia VEGF di Departemen Patologi
Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP Haji Adam Malik Medan
1. Deparafinisasi coated microscope slide (xylol 1, xylol 2, xylol 3) masingmasing selama 5 menit.
2. Rehidrasi (alkohol absolut, alkohol 96%, 80%,70%) masing-masing selama 5
menit.
3. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.
4. Masukkan slaid ke dalam PT Link Dako Epitope Retrieval : set up Preheat
650 C selama ± 1 jam, Running time 980C selama 15 menit.
5. Pap pen.
6. Rendam dengan Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4/Tween 20 selama 15
menit.
7. Blocking dengan Tissue PrimerTM selama 5-10 menit.
8. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4/Tween 20 selama 5 menit.
9. Blocking dengan Background blocker selama 5 menit.
Universitas Sumatera Utara
10. Inkubasi dengan antibodi primer (VEGF) dengan pengenceran 1 : 50 selama 1
jam.
11. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 / Tween 20 selama 5 menit.
12. Inkubasi dengan PolyVueTM Enchanter selama 10 menit.
13. Inkubasi dengan PolyVueTM HRP selama 10 menit.
14. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 / Tween 20 selama 5-10 menit.
15. DAB + Substrat Chromogen solution dengan pengenceran 20µ L DAB : 1000
µL substrat selama 5 menit.
16. Cuci dengan air mengalir selama 10 menit.
17. Counterstain dengan Hematoxilin selama 10 menit.
18. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.
19. Lithium carbonat (5% dalam aqua) selama 2 menit.
20. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.
21. Dehidrasi (alkohol 80%, 96%, absolut) masing-masing selama 5 menit.
22. Clearing (xylol 1, 2 dan 3) masing-masing selama 5 menit.
23. Tutup dengan enteline dan deck glass.
3.10. Analisa Data
Untuk menganalisa hubungan ekspresi imunohistokimia VEGF dan TILs
dengan tipe histopatologi dan stadium klinis karsinoma nasofaring secara statistik,
maka peneliti menggunakan uji Kruskal-Walli
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap 42 sampel karsinoma nasofaring yang
bertujuan untuk menganalisis hubungan ekspresi imunohistokimia Vascular
Endothelial Frowth Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)
dengan tipe histopatologi dan stadium klinis karsinoma nasofaring. Berikut ini adalah
hasil penelitian yang diperoleh.
4.1.1. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan usia penderita
Pada penelitian ini, diketahui bahwa usia penderita karsinoma nasofaring
terbanyak pada kelompok usia 45-53 tahun, yaitu sebanyak 13 kasus (31,0%), dan
paling sedikit dijumpai pada kelompok usia 72-80 tahun sebanyak 1 kasus (2,4%).
Usia rata-rata penderita karsinoma nasofaring yaitu 48,8 tahun, dengan simpangan
baku 12,7 tahun. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan usia penderita
dapat dilihat pada Tabel 4.1:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan usia penderita
Usia penderita (tahun)
Jumlah (n)
Persentase (%)
18-26
2
4,8
27-35
3
7,1
36-44
9
21,4
45-53
13
31,0
54-62
9
21,4
63-71
5
11,9
72-80
1
2,4
Jumlah
42
100
4.1.2. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin
penderita
Pada penelitian ini, diketahui bahwa penderita karsinoma nasofaring
terbanyak adalah pada laki-laki, yaitu sebanyak 27 kasus (64,3%), dan selebihnya
pada perempuan sebanyak 15 kasus (35,7%). Distribusi kasus karsinoma nasofaring
berdasarkan jenis kelamin penderita dapat dilihat pada Tabel 4.2:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin
penderita
Jenis kelamin
Jumlah (n)
Persentase (%)
Laki-laki
27
64,3
Perempuan
15
35,7
Jumlah
42
100
4.1.3. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan stadium klinis
Pada penelitian ini, diketahui bahwa karsinoma nasofaring terbanyak
dijumpai pada stadium lanjut, yaitu sebanyak 28 kasus (66,7%), dan selebihnya pada
stadium dini sebanyak 14 kasus (33,3%). Distribusi kasus karsinoma nasofaring
berdasarkan stadium klinis dapat dilihat pada Tabel 4.3:
Tabel 4.3. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan stadium klinis
Stadium klinis
Jumlah (n)
Persentase (%)
Stadium dini
14
33,3
Stadium lanjut
28
66,7
Jumlah
42
100
4.1.4. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan tipe histopatologi
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, diketahui bahwa tipe histopatologi karsinoma nasofaring
terbanyak adalah tipe NKSCC (undifferentiated subtype), yaitu sebanyak 23 kasus
(54,8%), diikuti dengan NKSCC (differentiated type) sebanyak 16 kasus (38,1%), dan
yang paling sedikit adalah tipe KSCC yaitu sebanyak 3 kasus (7,1%). Distribusi kasus
karsinoma nasofaring berdasarkan tipe histopatologi dapat dilihat pada
Tabel 4.4:
Tabel 4.4. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan tipe histopatologi
Stadium klinis
Jumlah (n)
Persentase (%)
KSCC
3
7,1
NKSCC (differentiated subtype)
16
38,1
NKSCC (undifferentiated subtype)
23
54,8
Basaloid squamous cell carcinoma
0
0
42
100
Jumlah
4.1.5. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan Tumor-infiltrating
lymphocytes (TILs)
Pada penelitian ini, diketahui bahwa Tumor-infiltrating lymphocytes pada
stroma (stromal TILs) diperoleh hasil 9 kasus low TILs (21,4%), 14 kasus
intermediate TILs (33,3%), dan 19 kasus high TILs (45,3%). Distribusi kasus
karsinoma nasofaring berdasarkan TILs dapat dilihat pada Tabel 4.5:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan Tumorinfiltrating lymphocytes (TILs)
TILs
Jumlah (n)
Persentase (%)
Low
9
21,4
Intermediate
14
33,3
High
19
45,3
42
100
Jumlah
4.1.5. Distribusi
kasus
karsinoma
nasofaring
berdasarkan
ekspresi
imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
Pada penelitian ini, diketahui bahwa ekspresi imunohistokimia Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF) tertampil dengan ekspresi lemah pada 16 kasus
karsinoma nasofaring (38,1%), ekspresi kuat pada 8 kasus karsinoma nasofaring
(19,0%), dan selebihnya tidak tertampil (negatif) pada 18 kasus karsinoma nasofaring
(42,9%).
Distribusi
kasus
karsinoma
nasofaring
berdasarkan
ekspresi
imunohistokimia VEGF dapat dilihat pada Tabel 4.6:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan ekspresi
imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
VEGF
Jumlah (n)
Persentase (%)
Negatif
18
42,9
Ekspresi lemah
16
38,1
Ekspresi kuat
8
19,0
Jumlah
42
100
4.1.7. Tabulasi silang hubungan antara ekspresi imunohistokimia Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF) dengan tipe histopatologi karsinoma
nasofaring
Pada penelitian ini, setelah dilakukan tabulasi silang hubungan antara ekspresi
imunohistokimia VEGF dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring diperoleh
hasil, yakni pada KSCC terdapat 1 kasus ekspresi VEGF tertampil negatif (33,3%), 1
kasus tertampil ekspresi lemah (33,3%), 1 kasus tertampil ekspresi kuat (33,3%);
pada NKSCC (differentiated subtype) terdapat 7 kasus ekspresi VEGF tertampil
negatif (43,7%), 5 kasus tertampil ekspresi lemah (31,3%), 4 kasus tertampil ekspresi
kuat (25,0%); pada NKSCC (undifferentiated subtype) terdapat 10 kasus ekspresi
Universitas Sumatera Utara
VEGF tertampil negatif (43,5%), 10 kasus tertampil ekspresi lemah (43,5%), 3 kasus
tertampil ekspresi kuat (13,0%).
Pada penelitian ini, setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk
menguji hubungan antara ekspresi imunohistokimia VEGF dengan tipe histopatologi
karsinoma nasofaring, diperoleh p-value = 0,501 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara ekspresi imunohistokimia VEGF dengan tipe
histopatologi karsinoma nasofaring. Tabulasi silang hubungan antara ekspresi
imunohistokimia VEGF dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring dapat dilihat
pada Tabel 4.7:
Tabel 4.1.7. Tabulasi silang hubungan antara ekspresi imunohistokimia VEGF
dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring
Tipe Histopatologi
KSCC
NKSCC
NKSCC
VEGF
p-value*
differentiated
undifferentiated
n
%
n
%
n
%
Negatif
1
5,6
7
38,9
10
55,5
Ekspresi lemah
1
6,3
5
31,3
10
62,4
Ekspresi kuat
1
12,3
4
50,0
3
37,7
0,501
* Uji Kruskal-Wallis
Universitas Sumatera Utara
4.1.8. Tabulasi silang hubungan antara ekspresi imunohistokimia Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF) dengan stadium klinis karsinoma nasofaring
Pada penelitian ini setelah dilakukan tabulasi silang hubungan antara ekspresi
imunohistokimia VEGF dengan stadium klinis karsinoma nasofaring diperoleh hasil
yakni, pada stadium dini terdapat 7 kasus ekspresi VEGF tertampil negatif (50,0%), 5
kasus tertampil ekspresi lemah (31,7%), 2 kasus tertampil ekspresi kuat (14,3%);
pada stadium lanjut terdapat 11 kasus ekspresi VEGF tertampil negatif (39,3%), 11
kasus tertampil ekspresi lemah (39,3%), 6 kasus tertampil ekspresi kuat (21,4%).
Pada penelitian ini, setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk
menguji hubungan antara ekspresi imunohistokimia VEGF dengan stadium klinis
karsinoma nasofaring, diperoleh p-value = 0,772 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara ekspresi imunohistokimia VEGF dengan
stadium klinis karsinoma nasofaring. Tabulasi silang hubungan antara ekspresi
imunohistokimia VEGF dengan stadium klinis karsinoma nasofaring dapat dilihat
pada Tabel 4.8:
Tabel 4.8. Tabulasi silang hubungan antara ekspresi imunohistokimia Vascular
Endothelial
Growth
Factor
(VEGF)
dengan
stadium
klinis
karsinoma nasofaring
Stadium Klinis
VEGF
Dini
n
p-value*
Lanjut
%
n
%
Universitas Sumatera Utara
Negatif
7
38,9
11
61,1
Ekpresi lemah
5
31,3
11
61,7
Ekspresi kuat
2
25,0
6
75,0
0,772
* Uji Kruskal-Wallis
4.1.9. Tabulasi silang hubungan antara Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)
dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring
Pada penelitian ini, setelah dilakukan tabulasi silang hubungan antara TILs
dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring diperoleh hasil yakni, pada KSCC
terdapat 1 kasus low TILs (33,3%), tidak ditemukan kasus intermediate TILs (0%),
dan 2 kasus high TILs (66,7%); pada NKSCC (differentiated subtype) terdapat 3
kasus low TILs (18,8%), 6 kasus intermediate TILs (37,5%), dan 7 kasus high TILs
(43,7%); pada NKSCC (undifferentiated subtype) terdapat 5 kasus low TILs (21,7%),
8 kasus intermediate TILs (34,8%), dan 10 kasus high TILs (48,5%).
Pada penelitian ini, setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk
menguji hubungan antara TILs dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring,
diperoleh p-value = 0,884 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara TILs dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring. Tabulasi
silang hubungan antara TILs dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring dapat
dilihat pada Tabel 4.9:
Tabel 4.9. Tabulasi silang hubungan antara Tumor-infiltrating Lymphocytes
(TILs) dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring
Universitas Sumatera Utara
Tipe Histopatologi
KSCC
TILs
NKSCC
NKSCC
differentiated
undifferentiated
n
%
n
%
n
%
Low
1
11,1
3
33,3
5
55,6
Intermediate
0
0
6
42,9
8
57,1
High
2
10,5
7
36,8
10
54,7
p-value*
0,884
* Uji Kruskal-Wallis
4.1.10. Tabulasi silang hubungan antara Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)
dengan stadium klinis karsinoma nasofaring
Pada penelitian ini, setelah dilakukan tabulasi silang hubungan antara TILs
dengan stadium klinis karsinoma nasofaring diperoleh hasil yakni, pada stadium dini
terdapat 3 kasus low TILs (21,4%), 4 kasus intermediate TILs (28,6%), dan 7 kasus
high TILs (50,0%); pada stadium lanjut terdapat 6 kasus low TILs (21,4%), 10 kasus
intermediate TILs (35,7%), dan 12 kasus high TILs (42,9%).
Pada penelitian ini, setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk
menguji hubungan antara TILs dengan stadium klinis karsinoma nasofaring, diperoleh
p-value = 0,886 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara TILs dengan stadium klinis karsinoma nasofaring. Tabulasi silang hubungan
antara TILs dengan stadium klinis karsinoma nasofaring dapat dilihat pada Tabel
4.10:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10. Tabulasi silang hubungan antara Tumor-infiltrating lymphocytes
(TILs) dengan stadium klinis karsinoma nasofaring
Stadium Klinis
TILs
Dini
p-value*
Lanjut
n
%
n
%
Low
3
33,3
6
66,7
Intermediate
4
28,6
10
71,4
High
7
36,8
12
63,2
0,886
*Uji Kruskal-Wallis
4.1.11. Tabulasi silang hubungan antara Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)
dengan ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) pada karsinoma
nasofaring
Pada penelitian ini setelah dilakukan tabulasi silang hubungan antara Tumorinfiltrating lymphocytes (TILs) dengan ekspresi imunohistokimia VEGF pada
karsinoma nasofaring, diperoleh hasil yakni low TILs menampilkan ekspresi
imunohistokimia VEGF negatif pada 3 kasus (33,3%), ekspresi lemah pada 4 kasus
(44,4%), dan ekspresi kuat pada 2 kasus (22,3%); intermediate TILS menampilkan
ekspresi imunohistokimia VEGF negatif pada 7 kasus (50,0%), ekspresi lemah pada 6
kasus (42,9%), dan ekspresi kuat pada 1 kasus (7,1%); high TILS menampilkan
ekspresi imunohistokimia VEGF negatif pada 8 kasus (42,1%), ekspresi lemah pada 6
kasus (31,6%), dan ekspresi kuat pada 5 kasus (26,3%).
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk
menguji hubungan antara TILs dengan eskspresi imunohistokimia VEGF pada
karsinoma nasofaring, diperoleh p-value = 0,609 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara TILs dengan ekspresi imunohistokimia VEGF
pada karsinoma nasofaring. Tabulasi silang hubungan antara TILs dengan ekspresi
imunohistokimia VEGF pada karsinoma nasofaring dapat dilihat pada Tabel 4.11:
Tabel 4.11. Tabulasi silang distribusi Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)
berdasarkan ekspresi imunohistokimia Vascular Endothelial
Growth Factor (VEGF) pada karsinoma nasofaring
VEGF
TILs
Negatif
Ekspresi lemah
Ekspresi kuat
n
%
n
%
n
%
Low
3
33,3
4
44,4
2
22,3
Intermediate
7
50,0
6
42,9
1
7,1
High
8
42,1
6
31,6
5
26,3
p-value*
0,609
*Uji Kruskal-Wallis
Universitas Sumatera Utara
4.2. Pembahasan
Pada penelitian ini penderita karsinoma nasofaring yang tercatat dalam rekam
medik Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP Haji Adam
Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebanyak 42 sampel.
Pada tabel 4.1 diketahui bahwa usia penderita karsinoma nasofaring terbanyak pada
kelompok usia 45-53 tahun, yaitu sebanyak 13 kasus (31,0%), dan hanya dijumpai 1
kasus (2,4%) pada kelompok usia 72-80 tahun. Usia rata-rata penderita tumor
nasofaring yaitu 48,8 tahun, dengan simpangan baku 12,7 tahun. Hal ini sesuai
dengan literatur yang menyebutkan bahwa prevalensi karsinoma nasofaring antara
usia 40-50 tahun. Penelitian Munir juga menemukan usia rata-rata penderita
karsinoma nasofaring adalah 48,8 tahun. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Li et al. menyebutkan bahwa dari 188 kasus karsinoma nasofaring yang diteliti,
95 kasus (50,5%) dijumpai pada usia < 46 tahun, dan sebanyak 93 kasus (49,5%)
dijumpai pada usia ≥ 46 tahun. Kecenderungan penderita karsinoma nasofaring
terjadi pada usia yang lebih tua mungkin berhubungan dengan sistem imunitas yang
menurun pada usia tersebut, sehingga baik antigen EBV sebagai penyebab maupun
antigen tumor sendiri tidak dapat dieliminasi secara baik oleh sistem imun tubuh. 9,15
Pada tabel 4.2 diketahui bahwa penderita karsinoma nasofaring terbanyak
dijumpai pada laki-laki, yaitu sebanyak 27 kasus (64%), dan selebihnya pada
perempuan sebanyak 15 kasus (36%). Menurut literatur perbandingan insidensi
karsinoma nasofaring pada laki-laki dan perempuan adalah 2 berbanding 1. Pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Li et al. menyebutkan bahwa dari 188
kasus karsinoma nasofaring yang diteliti, 147 kasus (78,2%) dijumpai pada laki-laki,
Universitas Sumatera Utara
dan selebihnya sebanyak 41 kasus (21,8%) dijumpai pada perempuan. Tingginya
insidensi pada laki-laki mungkin disebabkan perbedaan gaya hidup serta pekerjaan
yang menyebabkan laki-laki lebih sering kontak dengan karsinogen penyebab
karsinoma nasofaring. Merokok, paparan uap, asap debu, gas kimia dan formaldehid
juga dapat meningkatkan risiko terjadinya karsinoma nasofaring. 9,35
Pada penelitian ini, peneliti mendefinisikan kasus-kasus stadium 0, I, IIA dan
IIB sebagai stadium dini, dan stadium III, IVA, IVB dan IVC sebagai stadium lanjut.
Pada tabel 4.3 diketahui bahwa karsinoma nasofaring terbanyak dijumpai pada
stadium lanjut, yaitu sebanyak 28 kasus (66,7%), dan selebihnya pada stadium awal
sebanyak 14 kasus (33,3%). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Li et al. yang menyebutkan bahwa dari 188 kasus karsinoma
nasofaring yang diteliti, 146 kasus di antaranya (77,6%) adalah stadium III dan IV
(stadium lanjut), dan selebihnya sebanyak 42 kasus (22,4%) adalah stadium I dan II
(stadium dini). Karsinoma nasofaring sulit untuk didiagnosis pada stadium dini,
kemungkinan karena nasofaring sulit untuk diperiksa karena letaknya tersembunyi di
belakang rongga hidung dan gejala karsinoma nasofaring mirip dengan penyakit lain
yang lebih umum sehingga pasien tidak datang berobat. Biasanya pasien baru datang
berobat bila gejala telah mengganggu dan tumor tersebut telah mengadakan infiltrasi
serta bermetastasis ke KGB leher, yang merupakan stadium lanjut dan biasanya
dengan prognosis yang jelek.5,9
Pada tabel 4.4 diketahui bahwa tipe histopatologi karsinoma nasofaring
terbanyak adalah tipe NKSCC (undifferentiated subtype), yaitu sebanyak 23 kasus
(54,8%), dan yang paling sedikit adalah tipe KSCC sebanyak 3 kasus (7,1%). Hasil
Universitas Sumatera Utara
ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa tipe yang paling umum dijumpai
pada
karsinoma
nasofaring
adalah
subtipe
Nonkeratinizing
carcinoma
undifferentiated subtype. Subtipe ini dijumpai sekitar 92 % dari seluruh karsinoma
nasofaring di Hongkong, sekitar 42% di Singapura, dan 76% di Tunisia. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Li et al. dari 188 kasus karsinoma nasofaring yang
diteliti, 124 kasus (55,0%) di antaranya adalah tipe II (Nonkeratinizing carcinoma).1,9
Pada penelitian ini, peneliti menilai Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)
dengan melihat infiltrasi sel-sel radang limfosit pada stroma (stromal TILs). Pada
tabel 4.5 diketahui bahwa low TILs terdapat pada 9 kasus karsinoma nasofaring
(21,4%), intermediate TILs 14 kasus (33,3%), high TILs 19 kasus (45,3%). Belum
ditemukan literatur yang menilai TILs dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin pada
karsinoma nasofaring, sehingga peneliti tidak dapat membandingkan hasil penelitian
ini dengan literatur.
Pada tabel 4.6 diketahui bahwa ekspresi imunohistokimia Vascular Endothelial
Growth Factor (VEGF) tertampil lemah pada 16 kasus karsinoma nasofaring
(38,1%), tertampil kuat pada 8 kasus (19,0%), dan selebihnya tidak tertampil (negatif)
pada 18 kasus karsinoma nasofaring (42,9%). Penelitian Li et al. mendapatkan dari
188 kasus karsinoma nasofaring, ekspresi VEGF tertampil positif pada 86 kasus
(45.7%), dan tidak tertampil (negatif) pada 102 kasus (54,3%).9 Hasil penelitian ini
berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya, dimana Soo et al. mendapatkan
overekspresi VEGF pada seluruh sampel karsinoma nasofaring,
Sha dan He
mendapatkan overekspresi VEGF sebesar 66,9%, dan Khrisna et al. mendapatkan
overekspresi VEGF sebesar 67% dari 103 penderita karsinoma nasofaring.6,7,8
Universitas Sumatera Utara
Pada Tabel 4.7, setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk menguji
hubungan antara ekspresi imunohistokimia VEGF dengan tipe histopatologi
karsinoma nasofaring, diperoleh p-value = 0,501 (p>0,05), hal ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi imunohistokimia
VEGF dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring, hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Li et al. dan Harahap. Pada Tabel 4.8 setelah
dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk menguji hubungan antara ekspresi
imunohistokimia VEGF dengan stadium klinis karsinoma nasofaring, diperoleh pvalue = 0,772 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara ekspresi imunohistokimia VEGF dengan stadium klinis karsinoma
nasofaring, hal ini sesuai dengan penelitain Li et al. dan Harahap. Hal ini mungkin
disebabkan karena sitokin lebih teraktivasi pada stadium dini sehingga ekspresi
imunohistokimia VEGF tertampil dengan ekspresi kuat, sedangkan pada stadium
lanjut, sitokin kurang teraktivasi sehingga ekspresi imunohistokimia VEGF menjadi
tertampil dengan ekspresi lemah.9,35
Pada tabel 4.9. dan 4.10 setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk
menguji hubungan antara TILs dengan tipe histopatologi dan stadium klinis
karsinoma nasofaring, diperoleh p-value = 0,884 dan 0,886 (p>0,05). Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara TILs dengan tipe
histopatologi dan stadium klinis karsinoma nasofaring. Sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Yu dan Fu, bahwa peran TILs sebagai faktor prognostik masih
menjadi perdebatan. Salgado et al, juga menyatakan hal yang sama, dan menurut
Universitas Sumatera Utara
mereka TILs tidak bisa mendefinisikan subtipe tumor tertentu, tetapi dapat digunakan
untuk mengenali lymphocyte-rich tumors.10,12
Pada tabel 4.11 setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk menguji
hubungan antara TILS dengan ekspresi imunohistokimia VEGF, diperoleh p-value =
0,609 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara TILs dengan ekspresi imunohistokimia VEGF. Belum ditemukan
literatur yang menyebutkan hubungan antara TILs dengan ekspresi imunohistokimia
VEGF, sehingga peneliti tidak dapat membandingkan hasil penelitian ini dengan
literatur.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Setelah dilakukan penelitian terhadap 42 sampel karsinoma nasofaring yang
bertujuan untuk melihat hubungan ekspresi imunohistokimia Vascular Endothelial
Growth Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) dengan tipe
histopatologi dan stadium klinis karsinoma nasofaring di Departemen Patologi
Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP Haji Adam Malik Medan, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam penelitian ini setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis
didapati tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi
imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dengan
tipe histopatologi dan stadium klinis karsinoma nasofaring.
2. Dalam penelitian ini setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis
didapati tidak ada hubungan yang bermakna antara Tumor-infiltrating
lymphocytes (TILs) dengan tipe histopatologi dan stadium klinis
karsinoma nasofaring.
3. Dalam penelitian ini setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis
didapati tidak ada hubungan yang bermakna antara Tumor-infiltrating
lymphocytes (TILs) dengan ekspresi imunohistokimia Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF).
Universitas Sumatera Utara
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti tidak merekomendasikan kepada
klinisi untuk melakukan pemeriksaan imunohistokimia Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) sebagai salah satu alat
prognostik pada karsinoma nasofaring.
Universitas Sumatera Utara
BAHAN DAN METODE
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
cross
sectional,
yang
bertujuan
untuk
menganalisis
hubungan
ekspresi
imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dan Tumorinfiltrating
lymphocytes (TILs) dengan tipe histopatologi dan stadium klinis
karsinoma nasofaring.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran
USU/RSUP Haji Adam Malik Medan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan, terhitung sejak bulan Juni
hingga November 2016 yang meliputi penelusuran kepustakaan, pembacaan proposal,
pengumpulan data, pengolahan data, dan penulisan serta pembacaan hasil penelitian.
Universitas Sumatera Utara
3.3. Subjek Penelitian
3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah sediaan blok parafin yang berasal dari
jaringan nasofaring yang didiagnosis sebagai karsinoma nasofaring di Departemen
Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP Haji Adam Malik Medan.
3.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah sediaan blok parafin yang berasal dari
jaringan nasofaring yang didiagnosis sebagai karsinoma nasofaring di Departemen
Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP Haji Adam Malik Medan yang
memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.
3.3.3. Besar sampel
Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan melihat proporsi yang
digunakan berdasarkan hasil penelitan sebelumnya oleh Li et al., di mana dijumpai
over ekspresi VEGF pada 57% kasus karsinoma nasofaring stadium lanjut. Tingkat
kemaknaan yang digunakan pada penelitian ini adalah 0,05 dengan interval
kepercayaan 95%. Dari tabel diperoleh nilai Zα = 1,96
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus :
Keterangan :
n = jumlah sampel
p = proporsi penelitian
q = 100% - p
d = tingkat kesalahan 15%
Berdasarkan rumus di atas, diperoleh jumlah sampel:
(1,96)2 x 0,57 x 0,43
= 42
(0,15)2
Universitas Sumatera Utara
Besar sampel pada penelitian ini sebanyak 42 sampel
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.4.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah semua blok parafin yang berasal
dari jaringan nasofaring yang didiagnosis sebagai karsinoma nasofaring, dalam hal ini
meliputi
tipe
histopatologi
Nonkeratinizing
carcinoma
(differentiated
dan
undifferentiated subtype), Keratinizing squamous cell carcinoma, dan Basaloid
squamous cell carcinoma, yang mencantumkan stadium klinis dalam rekam medik.
3.4.2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
Sediaan blok parafin dengan jaringan yang minimal sehingga tidak dapat
dilakukan pewarnaan imunohistokimia VEGF.
Data stadium klinis yang tidak lengkap untuk dapat dimasukkan dalam
kriteria inklusi.
Universitas Sumatera Utara
3.5. Variabel Penelitian
Variabel pada penelitian ini adalah :
a. Variabel tergantung (dependent) adalah ekspresi imunohistokimia VEGF dan
TILs
b. Variabel tidak tergantung (independent) adalah tipe histopatologi dan stadium
klinis karsinoma nasofaring
Universitas Sumatera Utara
3.6. Kerangka Operasional
Data rekam medik yang berasal dari jaringan nasofaring yang
didiagnosis secara histopatologi sebagai karsinoma nasofaring di
Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP
Haji Adam Malik Medan yang sesuai dengan kriteria inklusi
Slaid dan blok parafin karsinoma nasofaring yang representatif
Review slaid oleh peneliti didampingi
pembimbing
Pemotongan ulang blok parafin
Tipe histopatologi karsinoma nasofaring dan
TILs
Imunohistokimia VEGF
Ekspresi imunohistokimia VEGF dan TILs
berdasarkan tipe histopatologi dan stadium klinis
karsinoma nasofaring
Universitas Sumatera Utara
3.7. Definisi Operasional
Tipe histopatologi karsinoma nasofaring yaitu: Keratinizing squamous cell
carcinoma, Nonkeratinizing carcinoma (differentiated dan undifferentiated
subtype), dan Basaloid squamous cell carcinoma
Stadium klinis karsinoma nasofaring pada penelitian ini terdiri dari:
a. Stadium dini : mencakup stadium 0, I, IIA dan IIB
b. Stadium lanjut : mencakup stadium III, IVA, IVB dan IVC
Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) sering ditemukan pada tumor, yang
mencerminkan respon imun terhadap tumor. Pada penelitian ini yang dinilai
adalah TILs yang terdapat pada stroma (stromal TILs). Penilaiannya dibagi
berdasarkan tiga kelompok, yaitu:
a. Low: jika didapatkan infiltrasi limfosit pada stroma sebanyak 0-10%
b. Intermediate: jika didapatkan infiltrasi limfosit pada stroma sebanyak
20-40%
c. High: jika didapatkan infiltrasi limfosit pada stroma sebanyak 50-90%
Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) merupakan suatu mitogen yang
sangat
spesifik
untuk
imunohistokimia
VEGF
sel
endotel
(concentrated
pembuluh
darah.
monoclonal
Pemeriksaan
antibody,
rabbit
monoclonal, 1:50, Biocare Medical), dengan menggunakan kontrol:
o Positif, menggunakan jaringan tonsil yang telah diketahui positif
terhadap VEGF pada penelitian sebelumnya
Universitas Sumatera Utara
o Negatif, menggunakan jaringan nasofaring dengan antibodi primer
yang digantikan dengan serum normal
Penilaian hasil pulasan imunohistokimia VEGF menurut Li et al. dinilai
berdasarkan tertampilnya warna coklat pada membran dan/atau sitoplasma
sel pada 10 lapangan pandang besar. Penilaian hasil pewarnaan berdasarkan
persentase sel yang menampilkan warna coklat yang dikategorikan sebagai:
a. (-) = 50% sel yang menampilkan warna coklat
Pada penelitian ini, peneliti menilai hasil pulasan imunohistokimia VEGF
berdasarkan tertampilnya warna coklat pada membran dan/atau sitoplasma sel pada
10 lapangan besar, yaitu:
a. Negatif bila tidak ada sel tumor terwarnai
b. Ekspresi lemah bila < 10% sel tumor terwarnai
c. Ekspresi kuat bila > 10% sel tumor terwarnai
3.8. Alat dan Bahan
3.8.1. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mikrotom, waterbath, hot
plate, tissue processing (Leica), tissue embedding (Leica), epitope retrieval (PT. Link
Dako), coated microscope slide, freezer, staining jar, pap pen, moist chamber, pipet
Universitas Sumatera Utara
mikro, timbangan digital, stopwatch, gelas beker, aliquet, microtube, portex, kaca
penutup, dan mikroskop cahaya.
3.8.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah :
Blok parafin yang berasal dari jaringan nasofaring yang didiagnosis secara
histopatologi sebagai karsinoma nasofaring dengan pewarnaan hematoxilineosin
Pulasan imunohistokimia menggunakan metode indirect. Antibodi primer
yang digunakan adalah Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
concentrated monoclonal antibody, rabbit monoclonal, Biocare Medical
dengan pengenceran 1 : 50
Xylol.
EZ-mount xylene base
Ethanol absolute, 96%, 80%, 70%.
Endogen peroksida 0,5%.
Larutan TBS (Tris Buffered Saline) pH 7,4.
Tissue PrimerTM.
Poly Vue PlusTM Enchanter.
Poly Vue PlusTM HRP.
Pap pen.
Liquid DAB + substrat buffer chromogen solution dengan pengenceran 20 μl
DAB : 1000 μl substrat
Universitas Sumatera Utara
Larutan Counterstain Haematoxylin Mayer
Slaid kontrol positif dan negatif untuk imunohistokimia VEGF
3.9. Cara Kerja
Cara kerja pada penelitian ini:
1. Mengumpulkan slaid dan blok parafin jaringan nasofaring yang didiagnosis
sebagai karsinoma nasofaring yang memenuhi kriteria inklusi.
2. Slaid direview oleh peneliti didampingi pembimbing kemudian ditentukan
tipe histopatologinya dan menilai TILs.
3. TILs dinilai dengan cara:
-
Memilih daerah tumor
-
Menentukan daerah stroma
-
Menentukan tipe dari sel-sel radang
-
Menentukan persentase dari stromal TILs
4. Setelah itu dilakukan pemotongan ulang blok parafin dan dilakukan
pewarnaan imunohistokimia VEGF, kemudian ditentukan ekspresi VEGF.
5. Hasil evaluasi dicatat, kemudian dianalisa secara statistik untuk melihat
hubungan ekspresi imunohistokimia VEGF dan TILs dengan tipe histopatologi
dan stadium klinis karsinoma nasofaring.
3.9.1. Pembuatan Sediaan Mikroskopis
Sediaan mikroskopis dibuat dengan cara sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Blok parafin yang telah dikumpulkan, disimpan dalam pendingin/freezer
sampai cukup dingin, kemudian dipotong tipis dengan mikrotom dengan
ketebalan 4 μm, setiap blok parafin dipotong ulang 1 kali untuk pewarnaan
VEGF.
Sampel blok parafin yang sudah dipotong ditempelkan pada object glass.
Keringkan dan panaskan di atas hot plate. Disimpan dalam inkubator 38oC
sampai 40o C satu malam agar lebih kuat melekat.
3.9.2. Prosedur Pewarnaan Hematoxilin-Eosin di
Departemen Patologi
Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP Haji Adam Malik Medan
Blok parafin dipotong setebal 2-4 μm dengan mikrotom. Potongan
dimasukkan ke dalam waterbath dan diletakkan di atas object glass yang telah
diolesi gliserin.
Deparafinisasi memakai xylol 1,2 dan 3 masing-masing selama 5 menit.
Rehidrasi dengan alkohol 96%, 80% dan 50% masing-masing selama 5 menit.
Cuci dengan air mengalir selama 1-2 menit.
Rendam dalam zat warna hematoxilin selama 5 menit.
Cuci dengan air mengalir selama 1-2 menit.
Celupkan ke dalam larutan acid alcohol 1%.
Cuci dengan air mengalir.
Dehidrasi dengan alkohol 80%, 90% dan alkohol absolut masing-masing
selama 1 menit.
Universitas Sumatera Utara
Masukkan ke dalam larutan eosin 1% selama 1 menit.
Masukkan ke dalam larutan alkohol 96%, absolut 2 kali masing-masing
selama 1 menit dan dikeringkan.
Masukkan ke dalam larutan xylol 1,2 dan 3 masing-masing selama 1 menit.
Tutup dengan deck glass dan EZ-mount xylene base.
3.9.3. Protokol Pulasan Imunohistokimia VEGF di Departemen Patologi
Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP Haji Adam Malik Medan
1. Deparafinisasi coated microscope slide (xylol 1, xylol 2, xylol 3) masingmasing selama 5 menit.
2. Rehidrasi (alkohol absolut, alkohol 96%, 80%,70%) masing-masing selama 5
menit.
3. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.
4. Masukkan slaid ke dalam PT Link Dako Epitope Retrieval : set up Preheat
650 C selama ± 1 jam, Running time 980C selama 15 menit.
5. Pap pen.
6. Rendam dengan Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4/Tween 20 selama 15
menit.
7. Blocking dengan Tissue PrimerTM selama 5-10 menit.
8. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4/Tween 20 selama 5 menit.
9. Blocking dengan Background blocker selama 5 menit.
Universitas Sumatera Utara
10. Inkubasi dengan antibodi primer (VEGF) dengan pengenceran 1 : 50 selama 1
jam.
11. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 / Tween 20 selama 5 menit.
12. Inkubasi dengan PolyVueTM Enchanter selama 10 menit.
13. Inkubasi dengan PolyVueTM HRP selama 10 menit.
14. Cuci dalam Tris Buffered Saline (TBS) pH 7,4 / Tween 20 selama 5-10 menit.
15. DAB + Substrat Chromogen solution dengan pengenceran 20µ L DAB : 1000
µL substrat selama 5 menit.
16. Cuci dengan air mengalir selama 10 menit.
17. Counterstain dengan Hematoxilin selama 10 menit.
18. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.
19. Lithium carbonat (5% dalam aqua) selama 2 menit.
20. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit.
21. Dehidrasi (alkohol 80%, 96%, absolut) masing-masing selama 5 menit.
22. Clearing (xylol 1, 2 dan 3) masing-masing selama 5 menit.
23. Tutup dengan enteline dan deck glass.
3.10. Analisa Data
Untuk menganalisa hubungan ekspresi imunohistokimia VEGF dan TILs
dengan tipe histopatologi dan stadium klinis karsinoma nasofaring secara statistik,
maka peneliti menggunakan uji Kruskal-Walli
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap 42 sampel karsinoma nasofaring yang
bertujuan untuk menganalisis hubungan ekspresi imunohistokimia Vascular
Endothelial Frowth Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)
dengan tipe histopatologi dan stadium klinis karsinoma nasofaring. Berikut ini adalah
hasil penelitian yang diperoleh.
4.1.1. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan usia penderita
Pada penelitian ini, diketahui bahwa usia penderita karsinoma nasofaring
terbanyak pada kelompok usia 45-53 tahun, yaitu sebanyak 13 kasus (31,0%), dan
paling sedikit dijumpai pada kelompok usia 72-80 tahun sebanyak 1 kasus (2,4%).
Usia rata-rata penderita karsinoma nasofaring yaitu 48,8 tahun, dengan simpangan
baku 12,7 tahun. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan usia penderita
dapat dilihat pada Tabel 4.1:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan usia penderita
Usia penderita (tahun)
Jumlah (n)
Persentase (%)
18-26
2
4,8
27-35
3
7,1
36-44
9
21,4
45-53
13
31,0
54-62
9
21,4
63-71
5
11,9
72-80
1
2,4
Jumlah
42
100
4.1.2. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin
penderita
Pada penelitian ini, diketahui bahwa penderita karsinoma nasofaring
terbanyak adalah pada laki-laki, yaitu sebanyak 27 kasus (64,3%), dan selebihnya
pada perempuan sebanyak 15 kasus (35,7%). Distribusi kasus karsinoma nasofaring
berdasarkan jenis kelamin penderita dapat dilihat pada Tabel 4.2:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin
penderita
Jenis kelamin
Jumlah (n)
Persentase (%)
Laki-laki
27
64,3
Perempuan
15
35,7
Jumlah
42
100
4.1.3. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan stadium klinis
Pada penelitian ini, diketahui bahwa karsinoma nasofaring terbanyak
dijumpai pada stadium lanjut, yaitu sebanyak 28 kasus (66,7%), dan selebihnya pada
stadium dini sebanyak 14 kasus (33,3%). Distribusi kasus karsinoma nasofaring
berdasarkan stadium klinis dapat dilihat pada Tabel 4.3:
Tabel 4.3. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan stadium klinis
Stadium klinis
Jumlah (n)
Persentase (%)
Stadium dini
14
33,3
Stadium lanjut
28
66,7
Jumlah
42
100
4.1.4. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan tipe histopatologi
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, diketahui bahwa tipe histopatologi karsinoma nasofaring
terbanyak adalah tipe NKSCC (undifferentiated subtype), yaitu sebanyak 23 kasus
(54,8%), diikuti dengan NKSCC (differentiated type) sebanyak 16 kasus (38,1%), dan
yang paling sedikit adalah tipe KSCC yaitu sebanyak 3 kasus (7,1%). Distribusi kasus
karsinoma nasofaring berdasarkan tipe histopatologi dapat dilihat pada
Tabel 4.4:
Tabel 4.4. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan tipe histopatologi
Stadium klinis
Jumlah (n)
Persentase (%)
KSCC
3
7,1
NKSCC (differentiated subtype)
16
38,1
NKSCC (undifferentiated subtype)
23
54,8
Basaloid squamous cell carcinoma
0
0
42
100
Jumlah
4.1.5. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan Tumor-infiltrating
lymphocytes (TILs)
Pada penelitian ini, diketahui bahwa Tumor-infiltrating lymphocytes pada
stroma (stromal TILs) diperoleh hasil 9 kasus low TILs (21,4%), 14 kasus
intermediate TILs (33,3%), dan 19 kasus high TILs (45,3%). Distribusi kasus
karsinoma nasofaring berdasarkan TILs dapat dilihat pada Tabel 4.5:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan Tumorinfiltrating lymphocytes (TILs)
TILs
Jumlah (n)
Persentase (%)
Low
9
21,4
Intermediate
14
33,3
High
19
45,3
42
100
Jumlah
4.1.5. Distribusi
kasus
karsinoma
nasofaring
berdasarkan
ekspresi
imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
Pada penelitian ini, diketahui bahwa ekspresi imunohistokimia Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF) tertampil dengan ekspresi lemah pada 16 kasus
karsinoma nasofaring (38,1%), ekspresi kuat pada 8 kasus karsinoma nasofaring
(19,0%), dan selebihnya tidak tertampil (negatif) pada 18 kasus karsinoma nasofaring
(42,9%).
Distribusi
kasus
karsinoma
nasofaring
berdasarkan
ekspresi
imunohistokimia VEGF dapat dilihat pada Tabel 4.6:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6. Distribusi kasus karsinoma nasofaring berdasarkan ekspresi
imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
VEGF
Jumlah (n)
Persentase (%)
Negatif
18
42,9
Ekspresi lemah
16
38,1
Ekspresi kuat
8
19,0
Jumlah
42
100
4.1.7. Tabulasi silang hubungan antara ekspresi imunohistokimia Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF) dengan tipe histopatologi karsinoma
nasofaring
Pada penelitian ini, setelah dilakukan tabulasi silang hubungan antara ekspresi
imunohistokimia VEGF dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring diperoleh
hasil, yakni pada KSCC terdapat 1 kasus ekspresi VEGF tertampil negatif (33,3%), 1
kasus tertampil ekspresi lemah (33,3%), 1 kasus tertampil ekspresi kuat (33,3%);
pada NKSCC (differentiated subtype) terdapat 7 kasus ekspresi VEGF tertampil
negatif (43,7%), 5 kasus tertampil ekspresi lemah (31,3%), 4 kasus tertampil ekspresi
kuat (25,0%); pada NKSCC (undifferentiated subtype) terdapat 10 kasus ekspresi
Universitas Sumatera Utara
VEGF tertampil negatif (43,5%), 10 kasus tertampil ekspresi lemah (43,5%), 3 kasus
tertampil ekspresi kuat (13,0%).
Pada penelitian ini, setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk
menguji hubungan antara ekspresi imunohistokimia VEGF dengan tipe histopatologi
karsinoma nasofaring, diperoleh p-value = 0,501 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara ekspresi imunohistokimia VEGF dengan tipe
histopatologi karsinoma nasofaring. Tabulasi silang hubungan antara ekspresi
imunohistokimia VEGF dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring dapat dilihat
pada Tabel 4.7:
Tabel 4.1.7. Tabulasi silang hubungan antara ekspresi imunohistokimia VEGF
dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring
Tipe Histopatologi
KSCC
NKSCC
NKSCC
VEGF
p-value*
differentiated
undifferentiated
n
%
n
%
n
%
Negatif
1
5,6
7
38,9
10
55,5
Ekspresi lemah
1
6,3
5
31,3
10
62,4
Ekspresi kuat
1
12,3
4
50,0
3
37,7
0,501
* Uji Kruskal-Wallis
Universitas Sumatera Utara
4.1.8. Tabulasi silang hubungan antara ekspresi imunohistokimia Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF) dengan stadium klinis karsinoma nasofaring
Pada penelitian ini setelah dilakukan tabulasi silang hubungan antara ekspresi
imunohistokimia VEGF dengan stadium klinis karsinoma nasofaring diperoleh hasil
yakni, pada stadium dini terdapat 7 kasus ekspresi VEGF tertampil negatif (50,0%), 5
kasus tertampil ekspresi lemah (31,7%), 2 kasus tertampil ekspresi kuat (14,3%);
pada stadium lanjut terdapat 11 kasus ekspresi VEGF tertampil negatif (39,3%), 11
kasus tertampil ekspresi lemah (39,3%), 6 kasus tertampil ekspresi kuat (21,4%).
Pada penelitian ini, setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk
menguji hubungan antara ekspresi imunohistokimia VEGF dengan stadium klinis
karsinoma nasofaring, diperoleh p-value = 0,772 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara ekspresi imunohistokimia VEGF dengan
stadium klinis karsinoma nasofaring. Tabulasi silang hubungan antara ekspresi
imunohistokimia VEGF dengan stadium klinis karsinoma nasofaring dapat dilihat
pada Tabel 4.8:
Tabel 4.8. Tabulasi silang hubungan antara ekspresi imunohistokimia Vascular
Endothelial
Growth
Factor
(VEGF)
dengan
stadium
klinis
karsinoma nasofaring
Stadium Klinis
VEGF
Dini
n
p-value*
Lanjut
%
n
%
Universitas Sumatera Utara
Negatif
7
38,9
11
61,1
Ekpresi lemah
5
31,3
11
61,7
Ekspresi kuat
2
25,0
6
75,0
0,772
* Uji Kruskal-Wallis
4.1.9. Tabulasi silang hubungan antara Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)
dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring
Pada penelitian ini, setelah dilakukan tabulasi silang hubungan antara TILs
dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring diperoleh hasil yakni, pada KSCC
terdapat 1 kasus low TILs (33,3%), tidak ditemukan kasus intermediate TILs (0%),
dan 2 kasus high TILs (66,7%); pada NKSCC (differentiated subtype) terdapat 3
kasus low TILs (18,8%), 6 kasus intermediate TILs (37,5%), dan 7 kasus high TILs
(43,7%); pada NKSCC (undifferentiated subtype) terdapat 5 kasus low TILs (21,7%),
8 kasus intermediate TILs (34,8%), dan 10 kasus high TILs (48,5%).
Pada penelitian ini, setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk
menguji hubungan antara TILs dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring,
diperoleh p-value = 0,884 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara TILs dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring. Tabulasi
silang hubungan antara TILs dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring dapat
dilihat pada Tabel 4.9:
Tabel 4.9. Tabulasi silang hubungan antara Tumor-infiltrating Lymphocytes
(TILs) dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring
Universitas Sumatera Utara
Tipe Histopatologi
KSCC
TILs
NKSCC
NKSCC
differentiated
undifferentiated
n
%
n
%
n
%
Low
1
11,1
3
33,3
5
55,6
Intermediate
0
0
6
42,9
8
57,1
High
2
10,5
7
36,8
10
54,7
p-value*
0,884
* Uji Kruskal-Wallis
4.1.10. Tabulasi silang hubungan antara Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)
dengan stadium klinis karsinoma nasofaring
Pada penelitian ini, setelah dilakukan tabulasi silang hubungan antara TILs
dengan stadium klinis karsinoma nasofaring diperoleh hasil yakni, pada stadium dini
terdapat 3 kasus low TILs (21,4%), 4 kasus intermediate TILs (28,6%), dan 7 kasus
high TILs (50,0%); pada stadium lanjut terdapat 6 kasus low TILs (21,4%), 10 kasus
intermediate TILs (35,7%), dan 12 kasus high TILs (42,9%).
Pada penelitian ini, setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk
menguji hubungan antara TILs dengan stadium klinis karsinoma nasofaring, diperoleh
p-value = 0,886 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara TILs dengan stadium klinis karsinoma nasofaring. Tabulasi silang hubungan
antara TILs dengan stadium klinis karsinoma nasofaring dapat dilihat pada Tabel
4.10:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10. Tabulasi silang hubungan antara Tumor-infiltrating lymphocytes
(TILs) dengan stadium klinis karsinoma nasofaring
Stadium Klinis
TILs
Dini
p-value*
Lanjut
n
%
n
%
Low
3
33,3
6
66,7
Intermediate
4
28,6
10
71,4
High
7
36,8
12
63,2
0,886
*Uji Kruskal-Wallis
4.1.11. Tabulasi silang hubungan antara Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)
dengan ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) pada karsinoma
nasofaring
Pada penelitian ini setelah dilakukan tabulasi silang hubungan antara Tumorinfiltrating lymphocytes (TILs) dengan ekspresi imunohistokimia VEGF pada
karsinoma nasofaring, diperoleh hasil yakni low TILs menampilkan ekspresi
imunohistokimia VEGF negatif pada 3 kasus (33,3%), ekspresi lemah pada 4 kasus
(44,4%), dan ekspresi kuat pada 2 kasus (22,3%); intermediate TILS menampilkan
ekspresi imunohistokimia VEGF negatif pada 7 kasus (50,0%), ekspresi lemah pada 6
kasus (42,9%), dan ekspresi kuat pada 1 kasus (7,1%); high TILS menampilkan
ekspresi imunohistokimia VEGF negatif pada 8 kasus (42,1%), ekspresi lemah pada 6
kasus (31,6%), dan ekspresi kuat pada 5 kasus (26,3%).
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian ini, setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk
menguji hubungan antara TILs dengan eskspresi imunohistokimia VEGF pada
karsinoma nasofaring, diperoleh p-value = 0,609 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara TILs dengan ekspresi imunohistokimia VEGF
pada karsinoma nasofaring. Tabulasi silang hubungan antara TILs dengan ekspresi
imunohistokimia VEGF pada karsinoma nasofaring dapat dilihat pada Tabel 4.11:
Tabel 4.11. Tabulasi silang distribusi Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)
berdasarkan ekspresi imunohistokimia Vascular Endothelial
Growth Factor (VEGF) pada karsinoma nasofaring
VEGF
TILs
Negatif
Ekspresi lemah
Ekspresi kuat
n
%
n
%
n
%
Low
3
33,3
4
44,4
2
22,3
Intermediate
7
50,0
6
42,9
1
7,1
High
8
42,1
6
31,6
5
26,3
p-value*
0,609
*Uji Kruskal-Wallis
Universitas Sumatera Utara
4.2. Pembahasan
Pada penelitian ini penderita karsinoma nasofaring yang tercatat dalam rekam
medik Departemen Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP Haji Adam
Malik Medan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah sebanyak 42 sampel.
Pada tabel 4.1 diketahui bahwa usia penderita karsinoma nasofaring terbanyak pada
kelompok usia 45-53 tahun, yaitu sebanyak 13 kasus (31,0%), dan hanya dijumpai 1
kasus (2,4%) pada kelompok usia 72-80 tahun. Usia rata-rata penderita tumor
nasofaring yaitu 48,8 tahun, dengan simpangan baku 12,7 tahun. Hal ini sesuai
dengan literatur yang menyebutkan bahwa prevalensi karsinoma nasofaring antara
usia 40-50 tahun. Penelitian Munir juga menemukan usia rata-rata penderita
karsinoma nasofaring adalah 48,8 tahun. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Li et al. menyebutkan bahwa dari 188 kasus karsinoma nasofaring yang diteliti,
95 kasus (50,5%) dijumpai pada usia < 46 tahun, dan sebanyak 93 kasus (49,5%)
dijumpai pada usia ≥ 46 tahun. Kecenderungan penderita karsinoma nasofaring
terjadi pada usia yang lebih tua mungkin berhubungan dengan sistem imunitas yang
menurun pada usia tersebut, sehingga baik antigen EBV sebagai penyebab maupun
antigen tumor sendiri tidak dapat dieliminasi secara baik oleh sistem imun tubuh. 9,15
Pada tabel 4.2 diketahui bahwa penderita karsinoma nasofaring terbanyak
dijumpai pada laki-laki, yaitu sebanyak 27 kasus (64%), dan selebihnya pada
perempuan sebanyak 15 kasus (36%). Menurut literatur perbandingan insidensi
karsinoma nasofaring pada laki-laki dan perempuan adalah 2 berbanding 1. Pada
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Li et al. menyebutkan bahwa dari 188
kasus karsinoma nasofaring yang diteliti, 147 kasus (78,2%) dijumpai pada laki-laki,
Universitas Sumatera Utara
dan selebihnya sebanyak 41 kasus (21,8%) dijumpai pada perempuan. Tingginya
insidensi pada laki-laki mungkin disebabkan perbedaan gaya hidup serta pekerjaan
yang menyebabkan laki-laki lebih sering kontak dengan karsinogen penyebab
karsinoma nasofaring. Merokok, paparan uap, asap debu, gas kimia dan formaldehid
juga dapat meningkatkan risiko terjadinya karsinoma nasofaring. 9,35
Pada penelitian ini, peneliti mendefinisikan kasus-kasus stadium 0, I, IIA dan
IIB sebagai stadium dini, dan stadium III, IVA, IVB dan IVC sebagai stadium lanjut.
Pada tabel 4.3 diketahui bahwa karsinoma nasofaring terbanyak dijumpai pada
stadium lanjut, yaitu sebanyak 28 kasus (66,7%), dan selebihnya pada stadium awal
sebanyak 14 kasus (33,3%). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Li et al. yang menyebutkan bahwa dari 188 kasus karsinoma
nasofaring yang diteliti, 146 kasus di antaranya (77,6%) adalah stadium III dan IV
(stadium lanjut), dan selebihnya sebanyak 42 kasus (22,4%) adalah stadium I dan II
(stadium dini). Karsinoma nasofaring sulit untuk didiagnosis pada stadium dini,
kemungkinan karena nasofaring sulit untuk diperiksa karena letaknya tersembunyi di
belakang rongga hidung dan gejala karsinoma nasofaring mirip dengan penyakit lain
yang lebih umum sehingga pasien tidak datang berobat. Biasanya pasien baru datang
berobat bila gejala telah mengganggu dan tumor tersebut telah mengadakan infiltrasi
serta bermetastasis ke KGB leher, yang merupakan stadium lanjut dan biasanya
dengan prognosis yang jelek.5,9
Pada tabel 4.4 diketahui bahwa tipe histopatologi karsinoma nasofaring
terbanyak adalah tipe NKSCC (undifferentiated subtype), yaitu sebanyak 23 kasus
(54,8%), dan yang paling sedikit adalah tipe KSCC sebanyak 3 kasus (7,1%). Hasil
Universitas Sumatera Utara
ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa tipe yang paling umum dijumpai
pada
karsinoma
nasofaring
adalah
subtipe
Nonkeratinizing
carcinoma
undifferentiated subtype. Subtipe ini dijumpai sekitar 92 % dari seluruh karsinoma
nasofaring di Hongkong, sekitar 42% di Singapura, dan 76% di Tunisia. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Li et al. dari 188 kasus karsinoma nasofaring yang
diteliti, 124 kasus (55,0%) di antaranya adalah tipe II (Nonkeratinizing carcinoma).1,9
Pada penelitian ini, peneliti menilai Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs)
dengan melihat infiltrasi sel-sel radang limfosit pada stroma (stromal TILs). Pada
tabel 4.5 diketahui bahwa low TILs terdapat pada 9 kasus karsinoma nasofaring
(21,4%), intermediate TILs 14 kasus (33,3%), high TILs 19 kasus (45,3%). Belum
ditemukan literatur yang menilai TILs dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin pada
karsinoma nasofaring, sehingga peneliti tidak dapat membandingkan hasil penelitian
ini dengan literatur.
Pada tabel 4.6 diketahui bahwa ekspresi imunohistokimia Vascular Endothelial
Growth Factor (VEGF) tertampil lemah pada 16 kasus karsinoma nasofaring
(38,1%), tertampil kuat pada 8 kasus (19,0%), dan selebihnya tidak tertampil (negatif)
pada 18 kasus karsinoma nasofaring (42,9%). Penelitian Li et al. mendapatkan dari
188 kasus karsinoma nasofaring, ekspresi VEGF tertampil positif pada 86 kasus
(45.7%), dan tidak tertampil (negatif) pada 102 kasus (54,3%).9 Hasil penelitian ini
berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya, dimana Soo et al. mendapatkan
overekspresi VEGF pada seluruh sampel karsinoma nasofaring,
Sha dan He
mendapatkan overekspresi VEGF sebesar 66,9%, dan Khrisna et al. mendapatkan
overekspresi VEGF sebesar 67% dari 103 penderita karsinoma nasofaring.6,7,8
Universitas Sumatera Utara
Pada Tabel 4.7, setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk menguji
hubungan antara ekspresi imunohistokimia VEGF dengan tipe histopatologi
karsinoma nasofaring, diperoleh p-value = 0,501 (p>0,05), hal ini menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi imunohistokimia
VEGF dengan tipe histopatologi karsinoma nasofaring, hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Li et al. dan Harahap. Pada Tabel 4.8 setelah
dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk menguji hubungan antara ekspresi
imunohistokimia VEGF dengan stadium klinis karsinoma nasofaring, diperoleh pvalue = 0,772 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara ekspresi imunohistokimia VEGF dengan stadium klinis karsinoma
nasofaring, hal ini sesuai dengan penelitain Li et al. dan Harahap. Hal ini mungkin
disebabkan karena sitokin lebih teraktivasi pada stadium dini sehingga ekspresi
imunohistokimia VEGF tertampil dengan ekspresi kuat, sedangkan pada stadium
lanjut, sitokin kurang teraktivasi sehingga ekspresi imunohistokimia VEGF menjadi
tertampil dengan ekspresi lemah.9,35
Pada tabel 4.9. dan 4.10 setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk
menguji hubungan antara TILs dengan tipe histopatologi dan stadium klinis
karsinoma nasofaring, diperoleh p-value = 0,884 dan 0,886 (p>0,05). Hasil ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara TILs dengan tipe
histopatologi dan stadium klinis karsinoma nasofaring. Sebagaimana yang telah
dijelaskan oleh Yu dan Fu, bahwa peran TILs sebagai faktor prognostik masih
menjadi perdebatan. Salgado et al, juga menyatakan hal yang sama, dan menurut
Universitas Sumatera Utara
mereka TILs tidak bisa mendefinisikan subtipe tumor tertentu, tetapi dapat digunakan
untuk mengenali lymphocyte-rich tumors.10,12
Pada tabel 4.11 setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis untuk menguji
hubungan antara TILS dengan ekspresi imunohistokimia VEGF, diperoleh p-value =
0,609 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara TILs dengan ekspresi imunohistokimia VEGF. Belum ditemukan
literatur yang menyebutkan hubungan antara TILs dengan ekspresi imunohistokimia
VEGF, sehingga peneliti tidak dapat membandingkan hasil penelitian ini dengan
literatur.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Setelah dilakukan penelitian terhadap 42 sampel karsinoma nasofaring yang
bertujuan untuk melihat hubungan ekspresi imunohistokimia Vascular Endothelial
Growth Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) dengan tipe
histopatologi dan stadium klinis karsinoma nasofaring di Departemen Patologi
Anatomik Fakultas Kedokteran USU/RSUP Haji Adam Malik Medan, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dalam penelitian ini setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis
didapati tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi
imunohistokimia Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) dengan
tipe histopatologi dan stadium klinis karsinoma nasofaring.
2. Dalam penelitian ini setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis
didapati tidak ada hubungan yang bermakna antara Tumor-infiltrating
lymphocytes (TILs) dengan tipe histopatologi dan stadium klinis
karsinoma nasofaring.
3. Dalam penelitian ini setelah dilakukan uji statistik Kruskal-Wallis
didapati tidak ada hubungan yang bermakna antara Tumor-infiltrating
lymphocytes (TILs) dengan ekspresi imunohistokimia Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF).
Universitas Sumatera Utara
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti tidak merekomendasikan kepada
klinisi untuk melakukan pemeriksaan imunohistokimia Vascular Endothelial Growth
Factor (VEGF) dan Tumor-infiltrating lymphocytes (TILs) sebagai salah satu alat
prognostik pada karsinoma nasofaring.
Universitas Sumatera Utara